Anda di halaman 1dari 11

Pelanggaran Etika Penelitian di Indonesia

Pendahuluan

Penelitian dan ilmu pengetahuan berkait sangat erat karena kemajuan ilmu
pengetahuan ditentukan oleh penelitian.Di Amerika Serikat sendiri, kepedulian akan kegiatan
penelitian ditegaskan Presiden Roosevelt, buktinya, Pada saat PD II berakhir, disinilah secara
bijaksana dan jeli, Presiden AS (saat itu) F. D. Roosevelt mengirim surat kepada Vannevar
Bush kepala Kantor Penelitian dan Pengembangan Ilmiah di lingkungan Presiden Amerika
Serikat untuk memperhatikan dan menentukan arah pemeliharaan ilmu pengetahuan di
negara itu pasca perang. Bagian dari surat ini dalam lingkup kita sekarang ini dapat
diartikan sebagai suatu wujud garis kebijakan Pemerintah yang relevan untuk dikutip disini
ialah yang dirumuskan sebagai pertanyaan (atau penugasan ?) yang ke empat, yaitu Can an
effective program be proposed for discovering and developing scientific talent in American
youth so that the continuing future of scientific research in this country may be assured on a
level comparable to what has been done during the war?.. (Dapatkah diusulkan suatu
program yang efektif untuk menemukan dan mengembangkan bakat ilmiah remaja Amerika
sehingga keberlanjutan masa depan penelitian ilmiah di negeri ini dapat dijamin di tingkat
yang setara dengan apa yang telah berlangsung selama perang (maksudnya Perang Dunia II)
?. implikasi dari hal ini diturunkan dengan kebijakan mendirikan NSF (National Science
Foundation) lembaga yang memberikan dana penelitian sekaligus mengawasi jalannya ilmu
pengetahuan agar berjalan dengan cara yang benar dan mengedepankan kebenaran sehingga
dapat dimanfaatkan.

Di Indonesia, penelitian memang belum terlalu maju dan memasyarakat, buktinya profesi
peneliti pun kadangkala merupakan pilihan terakhir. Ini berimplikasi banyak peneliti
kebetulan yang tentu saja dilihat dari banyaknya lembaga peneliti yang hidup bila ada proyek
yang harus diselesaikan dan sebaliknya sepi karena peneliti akan beralih ke aktifitas seperti
mengejar proyek lain lagi. Padahal menurut saya idealnya selama tidak ada proyek, bisa
melakukan penelitian mandiri.Yang menjadi permasalahan bila profesi peneliti itu dianggap
profesi yang tidak ubahnya pekerja di kantor atau buruh. Tentu saja ini pikiran yang salah
sebab peneliti berperan agar ilmu yang dihasilkan merupakan ilmu bisa diacu oleh umat
manusia, dia harus memproduki kebenaran yang secara sadar akan digunakan oleh umat
manusia. Tentu saja penelitian itu harus merupakan proses yang mengedepankan kejujuran
baik dalam proses dan pelaporannya. Kejujuran terkait erat dengan konsistensi memegang
kebenaran tanpa ada keinginan untuk menutupi apa pun. Disini pihak yang ingin mengetahui
hasil penelitian dipastikan akan mendapat kebenaran sesuai kenyataan Namun ternyata itu
tidak bisa selalu dijamin walau pun pada akhirnya akan diketahui dan bisa disebut melanggar
etika. Persoalan etika ini akan semakin penting bila melihat ada 2 kasus pelanggaran etika
berturut-turut yang terjadi di surat kabar yakni pada tanggal 14 dan 16 Januari 2004, yang
satu dilakukan oleh dosen yang bergelar doktor terhadap skripsi mahasiswa SI dan tuduhan
plagiator terhadap proposal penelitian, di iklan surat kabar iklan penawaran konsultasi seperti
Prima Knowledge dan Magna Script tetap gencar dilakukan untuk membuat skripsi sampai
disertasi (korantempo, 29 Agustus dan 2 September 2004) sedangkan di samping stasiun
kereta api UI ada yang menawarkan jasa untuk membuat skripsi, makalah dan laporan tugas
akhir. Jadi pertanyaan, sejauh mana pelanggaran etika dalam dunia penelitian, dan apa yang
penyebabnya sehingga dapat dicari cara penanganan kasus dan cara mencegahnya agar kasus
yang pernah terjadi dapat menjadi pelajaran bersama?.
Tantangan Penelitian di Indonesia

Pengertian penelitian sendiri menurut webster, research is careful, systematic, patent study
and Investigation in some field of Knowledge, undertaken to discover or establish fact or
principles (riset adalah hati-hati, sistematis, studi hak paten dan Penyelidikan dalam beberapa
bidang Pengetahuan, dikerjakan untuk menemukan atau menetapkan fakta atau prinsip).
Sedangkan McGraw Hill mendefinisikan penelitian sebagai scientific investigation aimed at
discovering and applying new facts, techniques, and natural laws (penyelidikan ilmiah yang
mengarah pada menemukan dan menerapkan fakta baru, teknik, dan hukum alam).
Sedangkan Daoed Joesoef (1986) meneliti adalah usaha menemukan kebenaran ilmiah atau
membuktikan kekeliruannya

Oei Ban Lian (1985) mengatakan sigifikasi penelitian adalah untuk mencari jalan
keluar dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga jika ada yang mengatakan kita dapat
mengimpor dari negara maju bisa dipatahkan dengan mengatakan bahwa kebutuhan kita
berbeda dengan negara tersebut. Selain itu penelitian diperlukan karena keadaan negeri ini
yang sangat beragam sehingga diperlukan penelitian yang mampu menghasilkan produk
penelitian yang memang sesuai kebutuhan.

Kesadaran akan peran penelitian itu sendiri sudah disadari oleh pemerintah dengan
mendirikan kementrian Ristek yang dibentuk 1978 yang memiliki visi dan misi adalah
memwujudkan masyarakat sejahtera berbasis kemampuan iptek. Kementrian ristek berjalan
bersama tujuh lembaga pemerintah nondepartemen yang ada dibawahnya. Dengan anggaran
dari pemerintah yang sayangnya masih 0.05 % dari PDB atau pun oleh masyarakat dengan
mendirikan lembaga riset seperti LSI, CSIS, LP3ES yang pendanaan bersumber sponsor yang
tentu lebih ketat karena seringkali tema penelitian dan publikasinya ditentukan sponsor
sebagai penyandang dana yang membiaya penelitian mereka. Kesadaran ini di Indonesia
memang terasa pada awalnya namun tidak pada bagaimana memelihara kelangsungan. Apa
yang dilakukan oleh pemerintah dengan memberi intensif kecil tidak sesuai kebutuhan
peneliti menyebabkan tidak tercipta suasana kondusif sehingga mampu menghasilkan
penelitian maksimal. fenomena brain drain yang terjadi selain faktor uang juga faktor
suasana kondusif yang memungkinkan peneliti saling berkomunikasi dan bersaing dengan
fair berarti mengandalkan kemampuan profesional dan pendapatan yang cukup walau tidak
ingin gajinya setara dengan gaji eksekutif karena banyak peneliti orientasi utamanya adalah
kepuasan. Kalau ini tidak terwujud yang terjadi adalah peneliti selain harus memikirkan
penelitiannya namun juga harus mencari upaya agar tenaga pendukungnya berjalan
maksimal. Ini terjadi di peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang notabene adalah
lembaga penelitian yang menjadi salah satu baromoter penelitian di Indonesia.Pertumbuhan
peneliti di Indonesia yang cenderung negatif karena kebijakan pertumbuhan peneliti nol itu
telah menyebabkan kemungkinan Indonesia untuk kekurangan tenaga peneliti sangat besar.
Apa yang terjadi di atas berkaitan dengan pelanggaran etika karena perhatian kurang dari
pemerintah menyebabkan keenganan peneliti untuk bekerja maksimal, selain faktor manusia
sebagai individu otonom namun faktor keinginan untuk mencapai hasil maksimal yang tidak
dibarengi dengan sikap hormat sesama, sebab penelitian dilihat dari prosesnya, berawal dari
tinjauan tentang upaya terdahulu yang sudah dilakukan orang khususnya kegiatan ini berupa
pelacakan informasi ilmiah dari pusat koleksi informasi atau perpustakaan (Nazif, 2002:5).
Inilah yang terjadi bila mengacu dengan cara yang tidak jujur menyebabkan peneliti untuk
melakukan pelanggaran etika sangat besar.

Konsep Etika
Menurut Nazif (2003) etika ialah panduan berbuat bagi orang lain di lingkungan organisasi,
atau profesi atau cabang ilmu pengetahuan itu: (1) semacam rambu-rambu-dalam hal ini
menjadilah etika sebagai bagian awal pengaturan- atau (2) sebagai yang ideal yang ingin
dicapai-dalam hal ini menjadi semacam yang ingin dituju sebagai suatu kemuliaan atau
dambaan. Menurut Bertens (1994:27). Etika tidak jarang disebut juga filsafat praktis.
Praktis karena cabang ini langsung berhubungan dengan perilaku manusia, dengan yang
harus atau tidak boleh dilakukan manusia. Prinsip moral yang biasa mendasari kode
berperilaku ialah tak mencederai, pertolongan, mandiri, adil, berguna, setia, jujur dan hormat
sesama. Etika dibagi menjadi dua, yakni bagaimana melakukan pelaporan setiap aktifitas
penelitian dan bagaimana agar hasil penelitian itu dapat digunakan secara
bertanggungjawab.Pelanggaran etika memang bisa dikelompokkan karena hal itu disesuaikan
dengan masalah yang dilanggar. Plagiarisme merupakan pelanggaran yang paling sering bisa
dideteksi karena melakukan pengutipan yang hampir sama dengan aslinya sehingga
plagiarisme didefinisikan using someone elses ideas or phrasing and representing those
ideas or phrasing as our own, either on purpose or through carelessness, is serious offense.
Pelanggaran dalam mengutip (plagiat) biasanya dibagi menjadi (Wiradi, 1996: 41-45) . 1.
Plagiat kata per kata (verbatim Plagiarism).Dibedakan lagi menjadi dua:

a. Penjiplakan mutlak,

yaitu suatu kutipan yang mengandung kata demi kata demikian juga susunan kalimatnya
persis sama dengan seperti apa yang tertulis di teks sumber. Berarti mirip kutipan langsung
namun tanpa tanda petik dan tanpa sumber.

b. Mirip seperti penjiplakan mutlak, tapi satu dua kata asli diganti atau dihilangkan atau ada
satu dua kata sendiri yang dimasukan.

2. Patchwork Plagiat

Jiplakan dengan cara sekedar memindah-mindahkan kata-kata aslinya ke sana ke mari.


Sehingga mirip parafrase.

3. Plagiat kata kunci atau frase-kunci

Mirip dengan patchwork namun kata kunci saja dan/atau frase-kunci.

4. Plagiat struktur gagasan/jalan pikiran

Merupakan jiplakan panjang, terdiri dari banyak rangkaian kalimat, bahkan banyak alinea.
Yang dijiplak struktur atau pola gagasan atau pola argumentasi orang lain.

Sebenarnya pada saat siswa duduk di sekolah dasar terutama SLTP telah diperkenalkan
tentang bagaimana melakukan pengutipan gagasan/data yang dimiliki oleh orang lain namun
persoalannya adalah tidak ditekankan pentingnya pengutipan itu untuk menghindari
kebohongan dan merangsang untuk mencari gagasan yang lain. Untuk lebih memahami ini,
kata Newton, we can see far to the fore because us stand up at shoulder all giant (kita bisa
melihat jauh kedepan karena kita berdiri pada pundak para raksasa). Jadi senantiasa harus
menghormati apa yang telah dilakukan oleh orang lain karena tanpa mereka kita akan bekerja
lebih keras padahal dengan saling membantu apa yang kita ingin capai lebih mudah
terwujud.
Namun persoalannya, budaya menulis kita memang kurang dikembangkan, ada saja
guru/pendidik yang tidak mau berpayah-payah menekankan menulis dalam praktek sekaligus
memaksakan peserta didiknya untuk mempraktekkan prosedur mengutip gagasan/data
akibatnya prosedurnya hanya dihapalkan yang tentu saja akan mudah hilang. Lihat saja
mahasiswa dari tingkat awal akhir (skripsi mahasiswa banyak yang kurang memahami ini)
ada saja yang mengambil ide yang bukan miliknya akibatnya kalau tidak awas, kita akan
mengangap mahasiswa itu cerdas. Menggenaskan memang.

Kembali ke penelitian, Menurut Padmadinata (2004), ilmuwan (seringkali juga peneliti)


sebagai manusia memiliki kelemahan, antara lain ego, ceroboh, berbuat salah,
menyampaikan data yang salah atau menyembunyikan data, mencuri data atau mengambil
data peneliti lain, status dan dana riset dengan mengirimkan proposal sehingga diperlukan
pendidikan etika dengan strategi yang ditawarkan oleh David Resnik dalam buku The Ethics
of Science, 1998 yang dikutip Nazif (2004), mempromosikan etika secara informal sehingga
ada yang sebagai teladan dan mentor menyiapkan contoh yang baik dan menjelaskan bahwa
pengetahuan etika dalam ilmu adalah upaya memperoleh pengetahuan secara berangsur-
angsur. Selain itu perlu mengandalkan instruksi secara informal yang dibagi menjadi 2 yakni
etika sendiri dalam mengset ruang kelas, membaca tentang etika dan menulisnya, dan
mendiskusikan kasus dan masalahnya dan etika penelitian untuk membuat peka kepada
siswa/mahasiswa agar pentingnya isu etika. Lalu membantu siswa/mahasiswa belajar untuk
memikirkan isu etika, memecahkan dilema etika, membantu menolong menyediakan
tambahan motivasi untuk kelakuan yang beretika yang memperbolehkan siswa/mahasiswa
untuk memahami kebenaran untuk standar tingkah laku dalam ilmu pengetahuan. Ini jelas
sekali di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dikenal. Di Indonesia sendiri, sekitar
awal tahun 1980-an, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah mengkampanyekan suatu
seruan

Peneliti itu harus tekun, peneliti itu harus sabar, peneliti itu harus berani, dan . peneliti itu harus
jujur!. Dengan demikian, sebenarnya sudah sejak lama LIPI telah menanamkan prinsip moral yang
paling mendasar yakni prinsip kejujuran (wiradi, 1996:9) ..

Kasus Pelanggaran etika

Ada dua kelompok pelanggaran etika, yang pertama disengaja berarti si pelaku tahu apa yang
dilakukan merupakan pelanggaran dan sepantasnya mendapat sanksi, kedua, tidak disengaja,
atau kata Stephan Covey, pelanggaran bawah sadar terutama untuk materi yang pernah
dibaca namun tidak sadar atau memang tidak mengetahui batasan etika sendiri. Untuk
mengatasi kemungkinan melanggar etika, peneliti seharusnya dengan penuh kesadaran
mengupayakan (memaksa?) untuk selalu mengikuti perkembangan bidang keahliannya dan
selalu menjaga komunikasi dengan sesama peneliti sebagai mitra bestari yang akan menjadi
partner dalam kegiatan penelitiannya. Tepatnya saling mengingatkan dan mengumpan apa
yang dibutuhkan.Fenomena plagiarisme menurut Didiek Hadjar Goenadi PhD, Ahli Peneliti
Utama di Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor yang juga Ketua Umum
Masyarakat Penemu Indonesia disebabkan oleh 2 hal, pertama, kurang penghargaan terhadap
hasil karya orang lain sehingga perlunya pendidikan tentang hal ini sejak usia TK, kedua,
lemahnya budaya menulis dan menggunakan dokumen tertulis sebagai acuan[1] inilah upaya
mengembangkan budaya tulis untuk sama-sama populer dengan budaya lisan menjadi dasar
untuk menngembangkan masyarakat ilmiah yang kuat.
Perlu ditegaskan bahwa tinjauan empiris pelanggaran etika bukan bagian dari upaya
menjatuhkan nama baik seseorang namun diharapkan menjadi peringatan bagi kalangan
peneliti dan pemerhatinya agar fenomena plagiarisme menjadi perhatian bersama dan
peringatan kepada kita semua, jangan sampai terjadi apa yang dikatakan oleh Bertand Russel,
kalau kita mempelajari sejarah maka kita mengetahui bahwa manusia seperti keledai yang
jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kali. Kasus yang dibeberkan ternyata hanya bidang
ilmu sosial, untuk kasus bidang eksakta memang relatif tidak menonjol namun bukan berarti
tidak ada.Ipong S Azhar atau Syaiful S Azhar MS dari UGM yang mengambil karya ilmiah
Nurhasim (Peneliti LIPI) dan diaku sebagai miliknya. Radikalisme Petani Masa Orde Baru
Baru (Studi Mengenai Gerakan Radikal Petani di Kecamatan Rambipuji, Jenggawah dan
Mumbulsari, Kabupaten Jember, Jawa Timur) diduga karya plagiat dari skripsi milik Moch
Nurhasim berjudul Konflik Tanah di Jenggawah (Studi Kasus Tentang Proses dan Hambatan
Penyelesaian Konflik Tanah di Jenggawah, Kabupaten Jember, Jawa Timur). Sedangkan
Ipong untuk mendapatkan gelar Doktor (S3). Disertasinya diannggap mengabaikan etika
dalam pengutipan. Hasil penelitian yang merupakan hasil penelitian orang lain tidak
disebutkan secara eksplisit sehingga dapat menimbulkan kesan bahwa itu merupakan hasil
penelitiannnya sendiri.ternyata dari kasus ini diketahui pula bahwa Nurhasim sebenernya
menutupi bahwa data dalam skripsinya adalah data sekunder milik petani Jenggawah yang
didokumentasikan dengan cukup rapi oleh H Imam Masyhuri AM, salah satu wakil petani
Jenggawah. Untuk kasus ini, senat Guru Besar UGM telah membatalkan gelar doktornya
(Kompas, 18 Desember 2002).

Zulfan Heri-dosen di Universitas Riau-dituduh telah melakukan plagiat tesis milik Sri
Nilawati untuk menyusun proposal penelitian yang diusulkan kepada Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (Bappeda). Akibat persoalan ini proyek penelitian yang berjudul
Peranan Media Massa dalam Pembangunan Budaya Melayu Menuju Visi 2020bernilai Rp
281 juta terancam ditunda.. Penjiplakan itu dilaporkan oleh Direktur Pusat Penelitian dan
Pengembangan Msyarakat Riau (P3MR) Abdul Rahman. Menarik sekali, upaya masing-
masing pihak, Zulfan melaporkan Abdul Rahman ke Kepolisian Kota Besar Pekan Baru atas
tuduhan pencemaran nama baik dan penyebaran kabar bohong di media massa.

Zulfan mengatakan tidak usah menjiplak karena ia memiliki database teori yang lengkap di
lembaganya, Indonesian Society for Democracy and Peace (ISDP) baik lokal mapun media
nasional dan pekerjaan tentang media memang sudah lama menjadi fokusnya (persoalan
subject matter bisa dikatakan tidak ada) dan ternyata Abdul Rahman menjawab bahwa itu
bisa diketahui dari proses penyusunannya dan melaporkan pelanggaran ini karena beliau
tidak disebut-sebut dalam penelitiannya (Kompas, 16 Januari 2004). Berarti Abdul Rahman
pun tidak steril dari pelanggaran etika ini.anehKasus plagiat juga menimpa Dr M Nur MS-
dosen bergelar doktor di Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat (Kompas, 14 Januari
2004, garis bawah dari penulis). Laporan penelitian yang berjudul Sejarah lokal Sumatera
Barat: Perjuangan rakyat dan TNI di Cupak Kabupaten Solok 1945-1950 menjiplak skripsi
Boby Hendry berjudul Negara Cupak Masa Revolusi (1945-1949). Tim investigasi dari
jurusan sejarah menemukan kesamaan pada tema, metode, data dan fakta, kalimat dan
paragraf, catatan kaki, penggunaan sumber tertulis dan lisan, kutipan-kutipan langsung dan
tidak langsung, lampiran-lampiran dan daftar pustaka. Tim investegasi sendiri terdiri dari Dr.
phil Gusti Asnan, Dr. Herwandi Mhum, Drs. Wannofri Samry Mhum, Drs M Fatchurrahman
dan Dra Midawati, Mhum dan merekomendasikan untuk menahan kenaikan pangkat dan
kenaikan gaji berkala untuk dua jenjang kepangkatan (8 tahun) dan tidak mengizinkan untuk
diangkat menjadi guru besar, mencabut keanggotaan di Senat fakultas Sastra Universitas
Andalas, dan tidak mengizinkan menduduki jabatan struktrual.Apa yang dikatakan oleh Dr M
Nur MS, hampir sama dengan Zulfan Heri, dianggap mencuat karena ada intrik dari
bawahannya dan mengatakan pelanggaran etika sudah sering terjadi di perguruan
tinggi.namun dia mengatakan laporan penelitian tersebut tidak untuk dipublikasi, hanya
keperluan intern.

Karya ilmiah yang diikutsertakan dalam lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) baik di LIPI
maupun di Departemen Pendidikan Nasional (dikenal Lomba Penelitian Ilmiah Remaja atau
disingkat LPIR) ternyata hasil jiplakan alias diragukan sebagai karya ilmiah siswa. Hal itu tak
lepas dari besarnya peran orang tua maupun guru dalam keinginannya mengikutsertakan anak
sebagai peserta (Kompas, 21 Agustus 2001). Salah satu karya tersebut yang ditemukan
sendiri oleh penulis yakni Perbedaan Waktu Rendam pada Penyamakan Kulit Buaya
(Crocodilus novaeguneae) di LKIR oleh Erlin Tri Hartanti sedangkan di LPIR oleh Sonya,
lomba tersebut pada tahun 2000[2], keduanya berasal dari SMUN 1 Merauke, Papua. Finalis
yang berbeda memungkinkan karya tersebut lolos selain kegiatan yang tidak berbarengan
sehingga ada kemungkinan mengirim ke dua ajang lomba tersebut yang menyebabkan itu
dapat terjadi. Kejadian dimungkinkan didorong/diketahui oleh guru pembimbing baik karena
ketakutan tidak menjadi finalis atau pun keberanian karena kemungkinan untuk diketahui
kecil.disini memang panitia cenderung tidak melakukan dua hal penting, pertama, tidak
melakukan seleksi karya yang masuk, ini bisa dilakukan dengan mengamati pergerakan
bidang yang diambil. Kedua, tidak ada koordinasi atau minimal komunikasi dengan panitia
lomba yang lain. Jadi kemungkinan karya yang sama dilombakan di tempat berbeda kecil
kemungkinan terjadi. Kalau ini dilakukan tentu kualitas karya dan peserta meningkat dan
membantu dewan juri dalam melakukan seleksi.Mahasiswa SI yang menggunakan jasa
pengetikan skripsi di perempatan Jl Matraman Raya Jakarta Pusat dan lokasi dekat kampus
baik kampus negeri maupun swasta (Media Indonesia,1 April 2000). Adanya sinyalemen
pelanggaran intelektual disini, dapat diperlihatkan dengan bantuan konsumen sejak dari
proposal, database teori, pengumpulan dan pengolahan data. Dan bila menjelang ujian
mereka akan diajukan dalam simulasi ujian yang tentu saja tenaga penguji akan menanyakan
sejauh mana kemampuan si konsumen untuk memahami skripsi yang dibuat.Ada tarif untuk
mendapatkan itu semua, mahasiswa S 1 sekali bimbingan harus merogoh Rp 100 ribu, untuk
mahasiswa S 2 dikenai tarif Rp 150 ribu, dan anehnya disertasi untuk S 3 sebesar Rp 300
ribu. Selain pengetikan, ada juga penawaran proposal penelitan dan skripsi, di Yogyakarta,
skripsi di jual seharga Rp 60 ribu untuk ilmu sosial sedangkan ilmu eksak sebesar Rp 70 ribu.
Jadi mahasiswa tinggal merubh sedikit sehingga memungkinkan tidak diketahui, modus ini
mirip seperti di Tasikmalaya.Ternyata ada pembuat skripsi yang pendidikannya hanya tamat
SLTA namun mampu karena sering menerima jasa mengetikan skripsi dan lama kelamaan
memahami metode penulisan. Ini aneh bagaimana pembimbing dan penguji mampu
meloloskan skripsi. Ada lagi, pembuat skripsi yang mencuri skripsi dari perpustakaan untuk
mempelajari guna meningkatkan kemampuan membuat skripsi, ternyata ada lagi, praktik
penjualan disket skripsi yang konsumennya tinggal sedikit mengganti namanya dan dosen
yang menawarkan kepada mahasiswa yang dikenal dekat, berdasar sumber ini diketahui pula
bahwa ilmu eksakta cenderung lebih susah dibisniskan.(Media Indonesia, 12 Juli
2004).Penanganan pelanggaran etika khususnya kasus Amir Santoso, Zulfan Heri dan Dr M
Nur MS sering dikesankan sebagai ajang balas dendam terhadap musuhnya. Ini bagi saya
menunjukan dua hal, pertama, tidak ada kemauan untuk saling memeriksa diri kembali secara
komprehensif, kedua, belum tegaknya hukum etika karena lebih cenderung diselesaikan
dengan cara-cara yang tidak tegas. Ini terlihat pada kasus tuduhan Yahya Muhaimin.Memang
karakteristik plagiator lebih menyedihkan daripada pencuri yang bersifat fisik atau benda.
Pencuri biasanya akan mengakui bahwa barang yang dimiliki sebenarnya merupakan milik
orang lain namun plagiator sama sekali tidak mengakui bahwa karyanya merupakan hasil
karya orang lain namun malahan diaku sebagai karya dirinya sendiri.

Upaya menghindari pelanggaran etika

Pengalaman saya pribadi terlibat beberapa proyek penelitian/survai walaupun hanya dalam
tingkat pelaksana lapangan namun hal ini penting untuk disampaikan sebagai upaya untuk
memberi pelajaran keterkaitan kegiatan mahasiswa sebagai calon intelektual yang benar-
benar dikembangkan untuk ikut terlibat dalam pengembanngan ilmu,. Banyak permintaan
dari teman-teman yang saya kenal yang secara langsung mau pun tidak langsung meminta
diikutkan dalam proyek penelitian yang tentu saja memang tujuan besaran uang yang
diperoleh. Namun saya pikir ini sama sekali tidak konstruktif untuk memasyarakatan etika
penelitian bila penelitian dikaitkan dengan proyek tapi bukan sebagai upaya mencari jawaban
atas pertanyaan yang diajukan pada awal (bila penelitian kuantitatif) atau awal atau
pertengahan (bila penelitian yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif). Karena yang
dipikirkan bagaimana menyelesaikan penelitian dan mendapatkan uangnya bukan pada
proses dan jawaban yang dibutuhkan. Kalau terakhir ini benar-benar dihayati tentu saja akan
menjadi faktor penting agar etika penelitian benar-benar dijaga. Singkatnya, kalau
berorientasi dengan proyek maka orientasi uang tapi kalau orientasi dengan penelitian itu
sendiri maka orientasi ke jawaban atas pertanyaan penelitian. Perlu disadarkan kepada
umumnya mahasiswa, pada saat ini fokus mereka adalah melakukan pembelajaran terhadap
bagaimana menguasai metode mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Kalau dalam
proyek penelitian memang diajarkan namun tidak maksimal. Jarang sekali dilibatkan dalam
pembuatan instrumen penelitian karena kesempatan mereka hanyalah bagaimana mencari
data di lapangan. Jadi mahasiswa terima jadi. Padahal bila kemampuan meneliti bisa
berkembang kalau kita melakukan penelitian mandiri dan kalau itu terjadi maka proyek
penelitian pun biasanya akan datang dengan sendirinya. Kata B.J. Habibie, untuk
mengembangkan teknologi (pastilah berkaitan dengan penelitian) yang dibutuhkan adalah
wawasan kredibilitas dan prediktibilitas.kalau Anda punya uang banyak tapi tidak kredibel
dan sulit diprediksi, uang Anda akan keluar ke tempat lain. Akan tetapi, dengan uang yang
sedikit, tetapi Anda mempunyai satu tim yang credibel dan predictable, serta memiliki
wawasan yang nyata, maka uang itu akan datang berbaris mengetuk pintu Anda (Gatra,
Agustus 2004). Kemampuan itu berkembang salah satunya dengan mencoba mengikuti
perlombaan ilmiah seperti Pimnas (Pekan Ilmiah Mahasiswa) yang diselenggarakan oleh
Direktorat Pendidikan Tinggi atau PPRI (Pemilihan Peneliti Remaja Indonesi) LIPI.

Memang mencoba merubah pandangan ini akhirnya tidak hanya mengajarkan etika sebagai
satu hal yang terpisah dari proses penelitian. Mensosialisasikan bahwa penelitian merupakan
proses yang tidak steril dengan kesalahan dan tidak dituntut persyaratan yang bersifat teknis
yang merupakan produk pembelajaran. Untuk pertama, kata Medawar, penelitian tidak
berkaitan dengan prestasi akademik karena yang lebih penting adalah bagaimana menghadapi
kegagalan dan mencari jalan keluar setiap persoalan (Medawar,1992:9). Jadi penelitian
memang tidak harus sarjana yang berarti telah mencapai prestasi akademik tertentu
Sedangkan, kedua, persoalan penguasaan teknik, berkembangnya pemikiran tersebut memang
karena penelitian itu sulit dan mengharuskan penguasaan bidang ilmu (subject matter) dan
metode seperti kata Sudarwan Danim memang benar (2000:48). Tapi dalam dunia penelitian
sendiri tidak mengharamkan kesalahan (Kompas, 5 Juli 2001), apalagi Watson dan Crick
(Padmadinata, 2004) mengatakan
debate and revision of ideas in science is a natural process. Even as scientist debate the
processes of evolution, the vast majority accept that it has happened. Debate is not evidence
that the theory of evolution is fatally flawed..

Peneliti boleh salah tapi harus jujur. Salah harus diterima dengan sabar dan tekun untuk
memperbaiki kesalahan tersebut karena kesalahan ditemukan agar kebenaran yang memang
dicari ditemukan dan digunakan sebagai acuan. Ini lebih efektif karena membuang hal-hal
salah sehingga dapat menemukan kebenaran. Kalau etika sudah dilanggar kebenaran akan
bercampur dengan kesalahan. Ini sangat berbahaya.Asumsi saya adalah bila benar-benar
membutuhkan jawaban penelitian dengan pelaksanaan penelitian yang berkualitas maka
kemungkinan orientasi kebenaran hakiki yang dihasilkan dari proses penelitian yang
melelahkan seperti telah saya jelaskan di depan agar menjadi faktor pencegah keinginan
untuk melanggar etika. Jadi penghayatan dan kesadaran bahwa sesuatu diperoleh lewat
perjuangan dan kerja keras merupakan faktor penting. Kasus mahasiswa di Jalan Pramuka
dan maraknya penjualan jasa konsultasi merupakan jawaban atas kurangnya faktor
penghayatan dan kesadaran akan masalah etika penelitian. Memang penelitian itu tidak
menyenangkan, jauh dari kesan glamaour. Tapi ingat, kesenangan meneliti adalah
memecahkan teka-teki kenyataan seperti diungkapkan oleh Fisikiawan Richard Feynman
(Kompas, 21 Agustus 2004).Apa yang dilakukan oleh DR. Ir.Amru Hydari Nazif. M.sc, pada
saat promosi salah satu doktor di Universitas Padjajaran, Bandung, bisa diadopsi oleh
pembimbing untuk selalu menekankan pentingnya memperhatikan kandungan etika agar
jangan sampai ada tuduhan/dakwaan melakukan pelanggaran etika terutama dalam
pengutipan dan mencantumkan sumber acuan. Sebab persoalan etika ini tampaknya dianggap
tidak kalah penting dengan pemahaman metode padahal metode itu bisa dipelajari sendiri
sedangkan etika selain pengetahuan luas tentang konsepnya juga bisa memberikan bagaimana
tantangan untuk menerapkan. Persoalan pelanggaran sudah sedemikian parah, mengapa kita
tidak mengkoreksi diri saat membimbing penelitian. Para pakar seharusnya juga meniru Andi
Hakim Nasoetion (Guru Besar Statistik dan Genetika Kuantitatif IPB dan Mantan Rektor
IPB), Salvador Lorea (peraih nobel biologi) adalah dosen tingkat satu di Massachusetts
Institute of Technology dan Linus Pauling, Pemenang Nobel Kimia pernah mengajar kimia di
tingkat satu pada universitas Berkeley (Tempo, 9 Januari 2000) untuk memberi perhatian
kepada mahasiswa pada tingkat awal sebab dengan mendapat teladan (role model) maka cara
berpikir pun akan tertular seperti harus bekerja keras.ini berdasar juga sosiologiwati
masyarakat lapisan atas Harriet A Zuckerman (Scientific Elite: Nobel Laureates in The
United States, New York:Free Press, 1977) menemukan bahwa hampir semua hadiah nobel
dalam sains pada suatu ketika pernah dipandu seorang pemenang hadiah nobel, walau pun
ketika itu pembimbingnya itu belum mendapatkan hadiah nobel (dikutip dari Nasoetion). Kita
ketahui, dalam sejarah tidak ada peraih nobel yang sampai saat ini terjerat
plagiarisme.Menurut saya ini akan lebih efektif saat dibimbingnya melakukan penelitian, ini
akan lebih mudah dan terserap karena materi yang disampaikan ditekan untuk selalu diingat.
Jadi ada faktor pemaksa yang sangat ideal, yakni bersumber dari diri sendiri. Kebutuhan agar
yang sedang dikerjakan tidak sia-sia karena dianulir karena dianggap melanggar etika
penelitian. Kata Aristoteles, apa yang harus kita pelajari, dipelajari melalui praktik. Pada saat
bimbingan perlu ditawarkan pendapat Hare, pentingnya imajinasi dalam etika. Apabila
universilatis berfungsi sebagai pengendali tingkah laku, manusia harus bisa membayangkan
apa rasanya menjadi korban (Dave and Robinson, 1998:97)

Faktor perencanaan penyelesaian penelitian pun harus dipertimbangkan karena dengan waktu
yang sudah diperhitungkan kemungkinan untuk melakukan proses mengambil keputusan pun
lebih leluasa. Sebab proses melakukan tahapan penelitian yang diikuti dengan maksimal akan
mempengaruhi jalannya penelitian.ada kemungkinan terutama dalam penyelenggaran proyek
penelitian yang dibiayai lembaga tenggang waktu yang diberikan ketat sehingga bila
dilakukan karena ada proyek lain maka diserahkan ke orang lain. Maka bisa timbul apa yang
disebut korupsi ala peneliti yakni selain mengambil uangnya namun juga mengambil
kesempatan peneliti lain. Ini tentu saja menggenaskan karena penelitian identik dengan
profesi yang memiliki tuntutan etika yang relatif ketat, jadi benar-benar
terinternalisasi.

Perlu dikaitkan kegiatan menjaga etika dengan pelaksanaan ibadah kepada Tuhan. Ini tidak
ada maksud untuk mencampuradukan namun saya melihat kejujuran yang diajarkan oleh
agama sebenarnya sangat efektif untuk membantu bahwa ini bisa diterapkan dalam dunia
penelitian. Menekankan penelitian harus tetap mengedepankan kejujuran sehingga harus
dengan berbagai upaya menghindari kemungkinan untuk melakukan kebohongan karena
persoalan yang dihadapi pastilah bisa diselesaikan tanpa harus merugikan orang lain seperti
dengan melanggar etika. Jadi ini menjawab Michael Zigmond, guru besar dalam neuro-
science di Universitas Pittsburgh, Amerika Serikat menyimpulkan bahwa yang perlu ialah
teaching students how to recognise and defuse the intense pressure that can produce fraud
(Nazif, 2003)Metode yang digunakan oleh Satya Arinanto, untuk mengetahui suatu karya
benar-benar merupakan hasil penelitian dengan mengajukan pertanyaan seputar buku acuan
(Tempo, 18 April 2004). Metode itu gampang diatasi dengan melakukan persiapan yang lebih
panjang. Nah menghadirkan pembimbing untuk mengetahui sejauh mana melakukan
bimbingan, dan perlu dilakukan kontrol dari sesama peneliti.ini penting dilakukan karena jasa
konsultasi juga telah menyiapkan serangkaian simulasi yang pastinya sudah melakukan
berbagai antisipasi. Walau pun metode menguji sumber diacu bisa menjadi cara yang efektif
namun metode yang tidak komprehensif tidak akan menyelesaikan persoalan yang mendasar
ini.Rusdi Muchtar mengusulkan pembentukan Komite Etika Ilmu Pengetahuan yang
mengawasi pemberlakuan metode ilmiah pada semua jenis penelitian di Indonesia. Badan ini
harus terintegrasi dengan universitas-universitas dan lembaga penelitian swasta sehingga
terbangun sistem bank data penelitian di Indonesia (Kompas, 18 Desember 2002). Selain itu
perlu adanya komisi etika independen agar pelanggaran etika ini diselesaikan dengan cara
yang profesional bersih dari intrik pribadi yang jauh dari esensi penelitian yang
mengedepankan hormat sesama dan jujur. Dan kerja dari komisi ini perlu disosialisasikan
secara luas, jadi tak hanya kalangan peneliti saja namun sampai calon peneliti (terutama
mahasiswa) dan masyarakat luas. Sebab persoalan pelangggaran etika sebenarnya merupakan
fenomena yang lama menyeruak.

Kesimpulan

Pelanggaran etika disebabkan adanya kurang kesadaran akan kerja keras dan kurang
menghargai hasil karya orang lain. Juga tidak adanya upaya secara sistematis untuk
mengajarkan etika penelitian secara sistematis sejak usia dini seperti di Korea Selatan yang
diajarkan sejak kelas III SD hingga kelas I SMA. Selanjutnya untuk siswa kelas II dan III
SMA, materi etika lebih ditekankan, yang meliputi mata pelajaran etika sipil, etika dan
gagasan, serta etika tradisional (Kompas, 4 September, 2004) dikalangan mahasiswa pun
metode penelitian hanya menekankan metodologi padahal tidak kalah penting perlunya etika
memberi titik tekan akan perlunya hormat sesama dan jujur.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh peneliti sendiri untuk mencegah plagiarisme
selain memperluas wawasan dengan menggunakan akses informasi yang ada, dan ini
memang membutuhkan biaya sehingga pemerintah harus memiliki komitmen terhadap para
peneliti agar bekerja dengan maksimal. Dan dalam penelitian perlu dipertimbangkan tahapan
penelitian dengan waktu yang diperlukan.

Etika harus selalu ditekankan dalam bimbingan penelitian terutama dalam tingkat awal untuk
mahasiswa dalam menyusun skripsi lebih diperluas lagi dengan menekankan kasus
pelanggaran etika penelitian dan perlunya para pakar untuk lebih meluangkan waktu untuk
menjadi role model tentang bidangnya selain menjaga etika dan integritasnya. Dengan
melihat bagaimana menjaga agar kualitas penelitian dapat dijaga maka tidak ada maksud
untuk melarang orang mencari penghasilan dengan menawarkan jasa dan ketrampilannya
membantu dalam proses melakukan penelitian namun apakah dengan mengorbankan
kebenaran dan melakukan kesia-siaan untuk si pemakai jasa tersebut. Jadi Polisi dan pihak
terkait harus bertindak.Untuk pihak yang berwenang disini, pihak insitusi yang paling tinggi
di negara ini dan pihak kepolisian, Saya meminta maaf dalam bahasa daerah kepada sidang
Raja Adat di Mandailing dengan mengucapkan Santabi, sapulu noli santabi tu raja-raja,
tarlobi-lobi tu Raja Panusunan. Kalau hendak mengajukan pertanyaan yang dapat
membawa bahaya bagi penanya. Apakah tidak malu selain bangsa kita disebut negara dengan
korupsi salah satu tertinggi di Asia juga dengan plagiator di berbagai insitusi penelitian. Ini
tanggungjawab kita semua lebih khusus kepada pihak yang berkaitan langsung dengan
penelitian. Kita sudah menghasilkan remaja pemenang First Step Nobel Prize yang
menunjukan sebenarnya kita memiliki potensi luar biasa. Jadi tindak tegas dan kalau perlu
publikasikan pelanggar etika yang keterlaluan. Sudah saatnya etika penelitian beriringan
dengan keinginan untuk bekerja maksimal sehingga siapa pun yang berhasil mencapai
prestasi maksimal mendapatkan apa yang memang menjadi haknya. Credit should be given
where credit is due but not where it is no due.

DAFTAR PUSTAKA
Buku

Danim, Sudarwan. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Jakarta: Bumi Aksara, 2000

K. Bertens. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994

Wiradi, Gunawan. Etika Penulisan Karya Ilmiah:Beberapa Butir Prinsip Dasar.


Bandung:Yayasan Akatiga, 1996

Robinson, Dave & Chris Garratt. Mengenal Etika: For Beginners. Bandung: Mizan, 1998

Medawar. Nasehat untuk Ilmuwan Muda.Terj. Andi Hakim Nasoetion. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia,1992 Oei Ban Liang, Orientasi Ilmiah, makalah dalam pelatihan metode
penelitian teknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Kursus Metode Penelitian
Teknologi Bandung 09-18 Desember 1985 Jilid Pertama: Kumpulan Makalah. Jakarta:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1986.Joesoef, Daoed. Membudayakan ilmu
pengetahuan. Dalam Analisa, 1986-10. Jakarta: CSIS, 1986

Surat kabar/internet

Andi Hakim Nasution: Dengan Matematika Orang tak Jadi papan selancar politik. Tempo,
9 Januari 2000Banyak sarjana skripsinya beli di pinggir Jalan. Media Indonesia,1 April
2000Dosen Unri Bantah telah melakukan Plagiat. Kompas, 16 Januari 2004Dosen
bergelar doktor jiplak skripsi mahasiswa, Kompas, 14 Januari 200Donny Gabral Ardian,
Menuju Unversitas Riset. kompas, 21 Agustus 2004Eureka Indonesia. Gatra. Edisi
Khusus 17 Agustus 2004. Kasus Plagiat Amir Santoso terbongkar,
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/12/06/0003.htmlMoral dan etika sejak
dini, Kompas, 4 September, 2004berbohong tabu bagi peneliti, kompas, 5 Juli 2001Kado
Plagiat buat Amir, http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1998/01/04/0010.html,
diakses tanggal 1 September 2004, bahan berdasarkan laporan Ahmad Nur S. dari Majalah
D&R, 27 Desember 1997Dr Ipong Minta Izin Revisi Data,
http://www.indomedia.com/bernas/2002/26/UTAMA/26uta7.htm. diakses tanggal 1
September 2004 Jual Beli Skripsi Makin banyak diminat. Media Indonesia, 12 Juli 2004.
Dapat diakses di
http://www.mediaindo.co.id/cetak/berita.asp?id=2004071200264518Ilmuwan Indonesia
lakukan Plagiarisme.Kompas, 18 Desember 2002. Bahan ini juga diakses di
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0212/18/iptek/52148.htm pada tanggal 1 September
2004.

Makalah

Padmadinata, Fatima Zulfah. Integritas Ilmuwan dan Etika Ilmu Pengetahuan. Makalah
untuk seminar Pemahaman Etika dan kunjungan terbimbing di Pusat Penelitian Metalurgi
LIPI, Serpong, 2 September 2004.Nazif, Amru Hydari, Etika Ilmu Pengetahuan. Makalah
untuk acara Pelatihan penulisan Ilmiah Juli 2004. Di Pusat Dokumentasi dan Informasi
Ilmiah LIPI.-. Etika Keilmuan dan Karya Tulis Ilmiah. Makalah untuk
pendidikan dan Pelatihan Metodologi Penelitian untuk Karyawan dan dosen Universitas Budi
Luhur, 13-23 Januari 2003.-. Pengembangan Hasil Penelitian: menuju
pemahaman dan kemampuan baru. Bahan seminar sehari yang membahas manajemen
penelitian, kegiatan dalam technological and Professional Skill Development Sector Project.
Asian Development Bank, 14 September 2002 di kampus Anggrek, Universitas Bina
Nusantara.

Ucapan terima kasih

Untuk DR. Ir. Amru Hydari Nazif, M.sc (Ketua Tim Kajian Bioetika LIPI) yang memberi banyak bahan tentang
etika, berdiskusi dan memberi kesempatan penulis untuk mengikuti beberapa seminar tentang etika yang
diselenggarakan oleh LIPI walau pun begitu tanggungjawab ada pada penulis sepenuhnya.

Anda mungkin juga menyukai