Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

MINGGU KE 2
HIPERBILIRUBIN

Stase: Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing: Ns. Almumtahanah, M.Kep

Oleh
April Futriyani SRP22319106
Basilica Titani SRP22319112
Beatriks Halla SRP22319081
Bednaria SRP22319101
Firli chyntia SRP22319004
Julian Jonathan SRP22319110
Jon Fioran Elek SRP22319080
Listya Rini Pratiwi SRP22319072
Natali SRP22319073
Syamsurizal SRP22319096
Wulan isma utami SRP22319063
Yushlihati SRP22319107
Yustinus Yoga SRP22319012

PROGRAM STUDI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN 2022/2023
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin serum yang
disebabkan oleh salah satunya yaitu kelainan bawaan sehingga menyebabkan
ikterus (Imron, 2015). Hiperbilirubinemia atau penyakit kuning adalah
penyakit yang disebabkan karena tingginya kadar bilirubin pada darah
sehingga menyebabkan bayi baru lahir berwarna kuning pada kulit dan pada
bagian putih mata (Mendri dan Prayogi, 2017).
Bilirubin diproduksi oleh kerusakan normal sel darah merah. Bilirubin
dibentuk oleh hati kemudian dilepaskan ke dalam usus sebagai empedu atau
cairan yang befungsi untuk membantu pencernaan (Mendri dan Prayogi,
2017).
Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang
merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses
reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi di sistem retikulo endothelial (Kosim,
2012).
Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi
akan terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin
berpotensi menjadi toksik. Hal ini akan menyebabkan kematian bayi baru
lahir dan apabila bayi bertahan hidup dalam jangka panjang akan
menyebabkan sekuele neurologis (Kosim, 2012).
2. ETIOLOGI
Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan
oleh disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada bayi tidak
dapat berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubin ke dalam air yang
selanjutkan disalurkan ke empedu dan diekskresikan ke dalam usus menjadi
urobilinogen. Hal tersebut meyebabkan kadar
bilirubin meningkat dalam plasma sehingga terjadi ikterus pada
bayi baru lahir (Anggraini, 2016).
Menurut Nelson (2011) secara garis besar etiologi ikterus atau
hiperbilirubinemia pada neonatus dapat dibagi menjadi :
a. Produksi bilirubin yang berlebihan. Hal ini melebihi
kemampuan neonatus untuk mengeluarkan zat tersebut.
Misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G6-PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan
ini dapat disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom
criggler- Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein
Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke
sel hepar.
c. Gangguan transportasi bilirubin. Bilirubin dalam darah terikat
pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat
obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar
biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam
hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.
Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatal

Dasar Penyebab

- Peningkatan produksi bilirubin - Incompatibilitas darah


fetomaternal (Rh, ABO)
- Peningkatan penghancuran bilirubin. - Defisiensi enzim konginetal
- Perdarahan tertutup
(sefalhematom, memar), sepsis,
- Peningkatan jumlah hemoglobin - Polisitemia (twin-to-twin
transfusion, SGA)
- Keterlamban klem tali pusat
- Peningkatan sirkulasi enterohepatik
- Keterlambatan pasase
mukonium, ileus mukonium, muconium
plug syndrome.
- Puasa atau keterlambatan minum
- Perubahan clearance bilirubin hati. - Atrrsia atau stenosis intestinal.
- Perubahan produksi atau aktifitas uridine
- diphosphoglucoroyl transverase. - Imaturitas

- Gangguan metabolik/endokrin
- Perubahan fungsi dan perfusi hati
(kemampuan konjugasi)
- Asfiksia, hipoksia, hipotermi, sepsi
(juga proses inflamasi)
- Obat-obatan dan hormon
(novobiasin, pregnanediol)
- Stasis biliaris (hepatitis, sepsis)
- Bilirubin load berlebihan (sering
pada hemolisis berat)

3. PATOFISIOLOGI
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang
telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke
hepar dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk
(terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal.
Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri
pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi
bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga
bilirubin terus bersirkulasi (Atika dan Jaya, 2016).
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial,
selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.
Neonatus mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap
bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan
molar yang kurang. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat
memasuki susunan syaraf pusat dan bersifat toksik (Kosim, 2012).
Pigmen kuning ditemukan di dalam empedu yang terbentuk dari
pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin,
reduktase, dan agen pereduksi non enzimatik dalam sistem
retikuloendotelial. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak
terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler “Y protein” dalam hati.
Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatik dan adanya ikatan
protein. Bilirubin tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi
oleh enzim asam uridin disfoglukuronat (uridine disphoglucuronid acid)
glukurinil transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang
polar, larut dalam air (bereaksi direk). Bilirubin yang terkonjugasi yang
larut dalam air dapat dieliminasi melaui ginjal. Dengan konjugasi,
bilirubin masuk dalam empedu melaui membran kanalikular. Kemudian
ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi
urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali
menjadi sirkulasi enterohepatik (Suriadi dan Yuliani 2011).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin
yang melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang
telah diekskresikan dalam jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia
juga dapat disebabkan oleh obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila
konsentrasi bilirubin mencapai 2 – 2,5 mg/dL maka bilirubin akan
tertimbun di dalam darah. Selanjutnya bilirubin akan berdifusi ke dalam
jaringan yang kemudian akan menyebabkan kuning atau ikterus
(Ngastiyah, 2014).
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin
yang larut lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada
bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari
defisiensi atau tidak aktifnya glukoronil transferase. Rendahnya
pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein
hepatik sejalan dengan penurunan darah hepatik (Suriadi dan Yuliani
2011).
4. MANISFESTASI
Bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila bayi
baru lahir tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin
5mg/dL atau lebih. Hiperbilirubinemia merupakan penimbunan bilirubin
indirek pada kulit sehingga menimbulkan warna kuning atau jingga. Pada
hiperbilirubinemia direk bisanya dapat menimbulkan warna kuning
kehijauan atau kuning kotor (Ngatisyah, 2014).
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan ikterus
pada sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang
muncul pada 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi. Jaundice
yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan mencapai puncak pada
hari ketiga sampai hari keempat dan menurun pada hari kelima sampai
hari ketujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis (Suriadi dan
Yuliani 2011).
Ikterus diakibatkan oleh pengendapan bilirubin indirek pada pada
kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange. Pada
ikterus tipe obstruksi (bilirubin direk) akan menyebabkan kulit pada
bayi baru lahir tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan
ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat. Selain itu manifestasi
klinis pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia atau ikterus yaitu
muntah, anoreksia, fatigue, warna urine gelap, serta warna tinja pucat
(Suriadi dan Yuliani 2011).
Menurut Ridha (2014) bayi baru lahir dikatakan mengalami
hiperbilirubinemia apabila tampak tanda-tanda sebagai berikut :
a. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat
penumpukan bilirubin.
b. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
c. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24 jam.
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan
dan 12,5 mg/dL pada neonatus kurang bulan.
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
f. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa
gestasi kurang dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan
pernafasan, infeksi trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.
5. PATHWAY

Pathway Hiperbilubinemia

Sumber : Suriadi dan Yuliani (2011)


6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Suriadi dan Yuliani (2011) penatalaksanaan terapeutik
pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia yaitu :
a. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada
bayi baru lahir disebabkan oleh infeksi.
b. Fototerapi
Tindakan fototerapi dapat dilakukan apabila telah ditegakkan
hiperbiliribunemia pada bayi baru lahir bersifat patologis.
Fototerapi berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit
melaui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari
biliverdin.
c. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil
transferase yang dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan
clearance hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein
dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin.
Akan tetapi fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan untuk
mengatsi hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
d. Transfusi Tukar
Transfusi tukar dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi
baru lahir sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Merupakan informasi yang dicatat mencakup Identitas orang tua,
identitas bayi baru lahir, riwayat persalinan, pemeriksaan fisik Romauli
(2011).
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia menurut Widagdo, 2012 meliputi:
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum : tingkat keparahan penyakit, kesadaran,
status nutrisi, postur/aktivitas anak, dan temuan fisis
sekilas yang prominen dari organ/sistem, seperti ikterus,
sianosis, anemi, dispneu, dehidrasi, dan lain-lain.
b) Tanda vital : suhu tubuh, laju nadi, tekanan darah, dan laju
nafas.
c) Data antropometri : berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala, tebal lapisan lemak bawah kulit, serta lingkar
lengan atas.
2) Pemeriksaan Organ
a) Kulit : warna, ruam kulit, lesi, petekie, pigmentasi,
hiper/hipohidrolisis, dan angiektasis.
b) Kepala : bentuk, ubun-ubun besar, sutura, keadaan rambut,
dan bentuk wajah apakah simestris kanan atau kiri.
c) Mata : ketajaman dan lapangan penglihatan,
hipertelorisme, supersilia, silia, esksoptalmus, strabismus,
nitagmus, miosis, midriasis, konjungtiva palpebra, sclera
kuning, reflek cahaya direk/indirek, dan pemeriksaan retina
dngan funduskopi.
d) Hidung : bentuk, nafas cuping hidung, sianosis, dan
sekresi.
e) Mulut dan tenggorokan : warna mukosa pipi/lidah, ulkus,
lidah kotor berpeta, tonsil membesar dan hyperemia,
pembengkakan dan perdarahan pada gingival, trismus,
pertumbuhan/ jumlah/ morfologi/ kerapatan gigi.
f) Telinga : posisi telinga, sekresi, tanda otitis media, dan
nyeri tekan.
g) Leher : tiroid, kelenjar getah bening, skrofuloderma,
retraksi, murmur,bendungan vena, refluks hepatojugular,
dan kaku kuduk.
h) Thorax : bentuk, simetrisisitas, pembengkakan, dan nyeri
tekan.
i) Jantung : tonjolan prekordial, pulsasi, iktus kordis, batas
jantung/kardiomegali. Getaran, bunyi jantung, murmur,
irama gallop, bising gesek perikard (pericard friction rub)
j) Paru-paru : Simetrsitas static dan dinamik, pekak,
hipersonor, fremitus, batas paru-hati, suara nafas, dan
bising gesek pleura (pleural friction rub)
k) Abdomen : bentuk, kolteral, dan arah alirannya, smiling
umbilicus, distensi, caput medusa, gerakan peristaltic,
rigiditas, nyeri tekan, masa abdomen, pembesaran hati dan
limpa, bising/suara peristaltik usus, dan tanda-tanda asites.
l) Anogenetalia : atresia anus, vesikel, eritema, ulkus, papula,
edema skrotum.
m) Ekstremitas : tonus/trofi otot, jari tabuh, sianosis, bengkak
dan nyeri otot/tulang/sendi, edema pretibial, akral dingin,
capillary revill time, cacat bawaan.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak
kira-kira 6 mg/dL, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila
nilainya diatas 10 mmg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia
non fisiologis atau patologis. Pada bayi dengan kurang bulan,
kadar bilirubin mencapai puncaknya pada nilai 10 – 12 mg/dL,
antara lima dan tujuh hari kehidupan. Apabila nilainya diatas
14 mg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis
atau patologis (Suriadi & Yulliani, 2011).
2) Ultrasonograf (USG)
Pemeriksaan USG digunakan untuk mengevaluasi
anatomi cabang kantong empedu (Suriadi & Yulliani, 2011).
3) Radioscope Scan
Pemeriksaan radioscope scan dapat digunakan untuk
membantu membedakan hepatitis atau atresia biliary (Suriadi &
Yulliani, 2011).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan pada bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia menurut Mendri dan Prayogi, 2017 yaitu :
a. Ikterus Neonatus.
b. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan
c. Risiko gangguan integritas kulit
d. Termoregulasi tidak efektif
e. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi dan
gangguan bonding.
f. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman
orang tua.
3. RENCANA KEPERAWATAN (SDKI,SLKI,SIKI)
No Diagnosa NOC NIC
1 IKTERIK NEONATUS (D.0024) Setelah dilakukan tindakan FISIOTERAPI NEONATUS (I.03091)
keperawatan diharapkan: Observasi
DEFINISI Ikterik berkurang/ Integritas Kulit  Monitor ikterik pada skelera dan kulit bayi
Kulit dan membrane mukosa Dan Jaringan Meningkat (L.14125)  Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan
neonates menguning setelah 24 jam usia gestasi dan berat badan
kelahiran akibat bilirubin tidak  Monitor efek samping fisioterapi
terkonjugasi masuk ke dalam Terapeutik
sirkulasi  Siapkan lampu fisioterapi dan incubator atau
PENYEBAB kotak bayi
 Penurunan berat badan  Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
abnormal (>7-8%) pada bayi  Berikan penutup mata (eye protector/
baru lahir yang menyusu ASI, billiband) pada bayi
>15% pada bayi cukup bulan)
 Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit
 Pola makan tidak diteteapkan
bayi
dengan baik
 Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi
 Kesulitan tranmisi ke
secara berkelanjutan
kehidupan ekstra uterin
 Ganti segera alas dan popok bayi jika
 Usia kurang dari 7 hari
BAB/BAK
 Keterlambatan pengeluaran
Edukasi:
feses (meconium)
 Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit

PERAWATAN BAYI (I.10338)


Observasi
 Monitor tanda tanda vital bayi
Terapeutik
 Mandikan bayi dengan suhu ruangan 21-24
oC
 Mandikan bayi dalam waktu 5-10 menit dan 2
kali dalam sehari
 Rawat tali pusat secara terbuka (tali pusat
tidak di bungkus apapun)
 Bersihkan pangkal tali pusat lidi kapas yang
telah diberi air matang
 Kenakan popok bayi di bawah umbilicus jika
tali pusat belum terlepas
 Lakukan pemijatan bayi
 Ganti popok bayi jika basah
 Kenakan pakaian bayi dari bahan katun
Edukasi
 Anjurkan ibu menyusui sesuai kebutuhan bayi
 Ajarkan ibu cara merawat bayi dirumah
 Ajarkan cara pemberian makanan
pendamping ASI pada bayi > 6 bulan
2 RESIKO HIPOVOLEMIA Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN HIPOVOLEMIA (I.03116)
(D.0023) keperawatan diharapkan: Observasi
 Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis.
DEFINISI Tidak Terjadi Hipovolemia atau frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
Penurunan cairan intravaskuler, Status Cairan Membaik (L.03028) tekanan darah menurun, tekanan nadi
interstisial, dan/atau intraseluler menyempit,turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun,
PENYEBAB hematokrit meningkat, haus dan lemah)
 Kehilangan cairan aktif  Monitor intake dan output cairan
 Kegagalan mekanisme regulasi Terapeutik
 Peningkatan permeabilitas  Hitung kebutuhan cairan
kapiler  Berikan posisi modified trendelenburg
 Kekurangan intake cairan  Berikan asupan cairan oral
 Evaporasi Edukasi
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis
(mis. cairan NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
(mis. glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk darah
PEMANATAUAN CAIRAN (I.03121)
Observasi
 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
 Monitor frekuensi nafas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu pengisian kapiler
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
 Monitor kadar albumin dan protein total
 Monitor hasil pemeriksaan serum (mis.
Osmolaritas serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
 Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis.
Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun,
hematocrit meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine meningkat, berat badan
menurun dalam waktu singkat)
 Identifikasi tanda-tanda hypervolemia mis.
Dyspnea, edema perifer, edema anasarka, JVP
meningkat, CVP meningkat, refleks
hepatojogular positif, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
 Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan
cairan (mis. Prosedur pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis,
obstruksi intestinal, peradangan pankreas,
penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
 Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

3 RESIKO GANGGUAN Setelah dilakukan tindakan ERAWATAN INTEGRITAS KULIT (I.11353)


INTEGRITAS keperawatan diharapkan: Observasi
KULIT/JARINGAN (D.0129)  Identifikasi penyebab gangguan integritas
Integritas Kulit Dan Jaringan kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan
DEFINISI meningkat (L.14125) status nutrisi, peneurunan kelembaban, suhu
Kerusakan kulit (dermis dan/atau lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
epidermis) atau jaringan (membran Terapeutik
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,  Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
tulang, kartilago, kapsul sendi  Lakukan pemijatan pada area penonjolan
dan/atau ligamen). tulang, jika perlu
 Bersihkan perineal dengan air hangat,
PENYEBAB terutama selama periode diare
 Perubahan sirkulasi
 Perubahan status nutrisi  Gunakan produk berbahan petrolium atau
(kelebihan atau kekurangan) minyak pada kulit kering
 Kekurangan/kelebihan  Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
volume cairan hipoalergik pada kulit sensitif
 Penurunan mobilitas  Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
 Bahan kimia iritatif kulit kering
 Suhu lingkungan yang Edukasi
ekstrem  Anjurkan menggunakan pelembab (mis.
 Faktor mekanis (mis. Lotin, serum)
Penekanan pada tonjolan  Anjurkan minum air yang cukup
tulang, gesekan) atau faktor  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
elektris (elektrodiatermi,  Anjurkan meningkat asupan buah dan saur
energi listrik bertegangan  Anjurkan menghindari terpapar suhu ektrime
tinggi)  Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
 Efek samping terapi radiasi minimal 30 saat berada diluar rumah
 Kelembaban 2. PERAWATAN LUKA( I.14564 )
 Proses penuaan Observasi
 Neuropati perifer  Monitor karakteristik luka (mis:
 Perubahan pigmentasi drainase,warna,ukuran,bau
 Perubahan hormonal  Monitor tanda –tanda inveksi
 Kurang terpapar informasi Terapiutik
tentang upaya  lepaskan balutan dan plester secara perlahan
memperthankan/melindungi  Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika
integritas jaringan perlu
 Bersihkan dengan cairan NACL atau
pembersih non toksik,sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika
perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan
luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
 Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam
atau sesuai kondisi pasien
 Berika diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis
vitamin A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
 Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tandan dan gejala infeksi
 Anjurkan mengonsumsi makan tinggi kalium
dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
 Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement(mis:
enzimatik biologis mekanis,autolotik), jika
perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

4 Termoregulasi Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Edukasi Pengukuran Suhu Tubuh (I.12414)
(D.0149) keperawatan diharapkan: Observasi
TERMOREGULASI MEMBAIK  Identifikasi kesiapan dan kemampuan
DEFINISI (L. 14134) menerima informasi
kegagalan mempertahankan suhu Kriteria Hasil Terapeutik
tubuh dalam rentang normal.  Menggigil Menurun  Sediakan materi dan media pendidikan
PENYEBAB :  Kulit merah Menurun kesehatan
 stimulasi pusat termoregulasi  Akrosianosis Menurun  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
hipotalamus  Konsumsi oksigen Menurun kesepakatan
 fluktuasi suhu lingkungan  Piloereksi Menurun  Berikan kesempatan untuk bertanya
 Proses penyakit misal infeksi  Vasokonstriksi perifer  Dokumentasikan hasil pengukuran suhu
 Proses Penuaan. Menurun Edukasi
 Dehidrasi  Kutis memorata Menurun  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
 Ketidak sesuaian pakaian  Pucat Menurun nyerijelaskan prosedur pengukuran suhu
untuk suhu lingkungan.  Takikardia Menurun tubuh
 Peningkatan kebutuhan  Takipnea Menurun  Anjurkan terus memegang bahu dan
oksigen  Bradikardia Menurun menahan dada saat pengukuran aksila
 Perubahan laju metabolisme  Hipoksia Menurun  Ajarkan memilih lokasi pengukuran suhu
 Suhu lingkungan ekstrim  Suhu Tubuh Membaik oral / axilla
 Ketidakadekuatan suplai  Suhu kulit Membaik  Ajarkan cara meletakkan ujung thermometer
dibawah lidah atau bagian tengah aksilla
lemak subkutan  Kadar glukosa darah
 Berat badan ekstrem Membaik  Ajarkan cara membaca hasil thermometer
 Efek agen farmalogis (mis.  Pengisisan kapiler Membaik
raksa dan/ atau elektronik
sedasi)  Ventilasi Membaik
GEJALA DAN TANDA MAYOR EDUKASI TERMOREGULASI (I.12457)
 Tekanan darah Membaik
 kulit dingin/hangat
 Menggigil Observasi
 Suhu tubuh flukuatif  Identifikasi kesiapan dan kemampuan
GEJALA DAN TANDA MINOR menerima informasi
Terapeutik
 Piolereksi
 Sediakan materi dan media pendidikan
 Pengisian kapiler >3 detik
kesehatan
 Tekanan darah meningkat
 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
 Pucat
kesepakatan
 Frekuensi nafas meningkat
 Berikan kesempatan untuk bertanya
 Takikardia Edukasi
 Kejang  Ajarkan kompres hangat jika demam
 Kulit kemerahan
 Dasar kuku sianotik  Ajarkan cara pengukuran sushu
 Anjurkan penggunaan pakaian yang dapat
menyerap keringat
 Anjurkan tetap memandikan pasien, jika
mungkin
 Anjurkan pemberian antipiretik sesuai
indikasi
 Anjurkan banyak minum
 Anjurkan menciptakan lingkungan yang
aman dan nyaman
 Anjurkan penggunaan pakaian yang longgar
 Anjurkan melakukan pemeriksaan darah
jika demam > 3hari
BAB II
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien/Bayi
Nama bayi : By NY. MM
Usia Kehamilan Saat Lahir : 36 Minggu
Usia Bayi saat dikaji : 6 Hari
Jenis kelamin : Perempuan
Penolong Persalinan : Dokter & Bidan dan Perawat
Alamat : Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang
G: 2 P: 1 A: 0 M: 0
2. Identitas Orang tua
Nama Ayah : Tn. I
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : SMA
Nama Ibu Ny. MM
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
3. Riwayat Klien
Tanggal Masuk :
Tanggal Pengambilan Data :
Diagnosa Medis Saat Masuk : Hiperbilirubinemia
Cara Masuk : Rujukan dari ruang nifas
Keadaan Waktu Masuk :
 Kesadaran : Somnolen
Tanda-Tanda Vital
 BB Lahir : 3045 gr
 PB Lahir : 51 cm
 Lingkar Kepala : 33 cm
 Lingkar Dada : 34 cm
 Lingkar Perut : 32 cm
4. Keluhan Utama
By. Ny. MM, berjenis kelamin perempuan umur 6 hari, Pada riwayat neonatal, bayi
rawat gabung dengan ibu selama 3 hari, ASI belum lancar, namun saat dirawat
dikarena tampak kuning dari wajah, leher, dada, perut, tangan, dan kaki sejak tadi pagi
pasien dirujuk keruang perinatologi.
5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Prenatal
Anak Ke :2
Usia Kehamilan : 36 Minggu
Riwayat Penyakit Ibu : Menurut keterangan ibu pasien, dirinya tidak memiliki
penyakit bawaan
Natal
Diagnosa ibu : Ketuban Pecah Dini
Tanggal Lahir : 25 Desember 2022
Jam : 04:45 WIB
Kondisi Saat Lahir : kondisi bayi segera setelah lahir bayi menangis kuat, gerak
aktif, warna kulit kemerahan
APGAR Score :8
Cara Persalinan : bayi lahir secara SC atas indikasi ketuban pecah dini 2 jam
disertai cairan ketuban merembes keruh
Letak : Normal
Tali pusat : Segar
6. Faktor Resiko Infeksi
Tidak terdapat faktor resiko infeksi bawaan dikarenakan pasien lahir secara SC,
namun setelah lahir produksi ASI ibu belum lancar dan pasien menyusui
menggunakan botol, sehingga terdapat faktor resiko infeksi eksternal
7. Kebutuhan Biologis
 Nutrisi : Intake nutrisi belum adekuat karena ASI ibu belum lancar
 Eliminasi : saat lahir tidak ada masalah dalam eliminasi, namun setelah rawat
gabung dengan ibu tampak warna feses pucat (dempul) sehingga pasien di rawat
di Perinatologi
 Alergi/Reaksi (Pada Orang Tua : Ayah/ibu) :
Tidak terdapat riwayat alergi pada orang tua
8. Kebutuhan Sosial Ekonomi
 Status Pernikahan : orang tua pasien menikah sudah 7 tahun
 Tinggal Bersama : kedua orang tua tinggal bersama
 Kebiasaan : keseharian ayah berkerja sebagai karyawan swasta dan
ibu sebagai Wiraswasta dirumah
9. Kebutuhan Komunikasi
 Edukasi diberikan kepada :
Orang tua (Ibu Pasien)
 Bicara :
Gaya bicara normal
 Bahasa Sehari-Hari :
Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Indonesia campur dengan
bahasa daerah namun masih dapat dimengerti sehingga tidak perlu penterjemah
 Hambatan Edukasi
Tidak terdapat hambatan edukasi yang bearti, orang tua pasien kooperatif saat
diajak berkomunikasi
 Cara Edukasi
Cara edukasi dengan Audio-Visual / Gambar
10. Penilaian Nyeri Neonatus
No Penilaian 0 1 2 Nilai
1. Crying Tidak ada Tangisan Tangisan
tangisan / melengking tetapi melengking
tangisan tidak bayi mudah tetapi bayi tidak 1
melengking dihibur mudah dihibur

2. Requires Tidak perlu Perlu oksigen ≤ Perlu oksigen ≥


oksigen 30% 30% 0

3. Increased Detak jantung Detak jantung Detak jantung


dan tekanan atau tekanan atau tekanan
darah tidak darah meningkat, darah meningkat
0
berubah atau tetapi ≥20% dari base
kurang dari nilai peningkatan line
base line ≤20%
4. Expression Tidak ada seringai Seringai ada Seringai ada dan
tidak ada suara
tangisan dengkur 1

5. sleepless Bayi secara terus Bayi terbangun Bayi terjaga,


menerus tidur pada interval terbangun secara
1
berulang terus menerus

Total Score 3

11. Pemeriksaan Fisik :


 Tanda-tanda Vital
Kondisi saat lahir : Segera Menangis, APGAR Score 8, Gerak Aktif, menangis
kuat, warna kulit kemerahan.
o
Hr : 150 x/menit; Suhu : 36,6 C; RR: 42 x/menit
Saturasi : 96 % Capitali Refill : < 3 Detik
BB : 3045 gr PB : 51 cm LK : 33 Cm
LD : 34 Cm Lp : 32 cm
 Pemeriksaan Umum
Kepala : Kepala simetris tidak terdapat benjolan atau kelainan
Fontanel : fontanel normal, teraba lunak
Mata : saat lahir mata normal, namun setelah rawat gabung mata menjadi
ikterik
THT : Tidak terdapat gangguan pada telinga, saluran hidung, tenggorokan
Mulut : reflek menyusu normal, mukosa bibir tampak kering
Thorax :
- Paru : normal, tidak terdapat kelainan dalam bernafas
- Jantung : bunyi dan irama jantung normal
- Abdomen : tidak ada kelainan pada abdomen, hasil pemeriksaan bising
usus normal, tidak terdapat masa atau pembengkakan pada abdomen
- Tali Pusat : saat lahir tali pusat segar, pada saat pengkajian tali pusat
masih terbungkus dan terawat
- Punggung : tidak terdapat kelainan pada tulang belakang
- Genitalia : genitalia berfungsi normal
- Anus : anus berfungsi normal
- Ekstimitas : tonus otot normal, terdapat perubahan warna kulit pada
ekstimitas
- Kulit : Saat lahir kulit berwarna kemerahan namun setelah 3 hari
warna kulit berubah kuning pucat pada wajah, leher, dada perut,
punggung, tangan dan kaki
- Krammer : drajat kramer IV
- Metabolisme : normal, namun nutrisi masih belum adekuat
 Maturasi Fisik
Tanda -1 0 1 2 3 4 5 Skor
Kulit Lengket,rapuh Merah Merah muda Permukaan Daerah Seperti Pecah- 1
transparan seperti halus, vena-vena mengelupas pucat& kertas kulit pecah,
agar, tampak dengan/tanpa pecah- pecah- kasar,
gelatin ruam, vena pecah, pecah keriput
transparan jarang vena dalam,
panjang tidak ada
vena
Lanugo Tidak ada jarang Banyak sekali menipis menghilang Umumnya 0
tida ada
Permukaan Tumit ibu jari >50 mm Garis-garis merah Lipatan Lipatan Garis-garis 0
plantar kaki; 40-50 tidak ada tipis melintang pada 2/3 pada
kaki mm: -1 garis hanya pada anterior seluruh
<40 mm:-2 bagian telapak
anterior kaki
Payudara Tidak tampak Hampir Aerola datar, tidak Aerola Aerola Aerola 1
tidak ada benjolan berbintil, timbul, penuh,
tampak benjolan 1-2 benjolan 3- berjalan 5-
mm 4 mm 10 mm
Mata/Daun Kelopak mata Kelopak Pinna sedikit Pinna Pinna keras Kartilago 1
Telinga menyatu, terbuka, melengkung,lunak, memutar & tebal,
Longgar:-1 pinna recoil lambat penuh,lunak, berbentu, telinga
Ketat:-2 datar, tetapi sudah recoil kaku
tetap recoil segera
terlipat
Kelamin Skrotum Skrotum Testis pada kanal Testis menuju Testis di Testis -
laki-laki datar, halus kosong, bagian atas, rugae bawah, rugae skrotum, pendulous,
rugae jarang sedikit rugae jelas rugae
samar dalam
Kelamin Klitoris Klitoris Klitoris menonjol, Labia mayora Labia Labia 0
perempuan menonjol, menonjol, labia minora & minora mayora mayora
labia datar labia membesar sama-sama besar, labia menutupi
minora menonjol minora klitoris &
kecil kecil labia
minora
Total Score 3

12. Pengkajian Reflek Primitive


 Rooting Refleks
Terdapat respon mencari saat pipi bayi disentuh
 Sucking Refleks
Terdapat reflek menghisap saat bayi didekatkan dengan puting ibu atau dot botol,
namun belum adekuat
 Swallowing Refleks
-
 Tonik Nec Refleks
-
 Graps Refleks/Plantar Refleks
-
 Moro Refleks
Terdapat refleks moro saat bayi terkejut
 Dancing Refleks
-
 Crawl Refleks
-
 Babinsi Refleks
Terdapat refleks babinski yang baik saat diberikan rangsangan pada telapak kaki
bayi
13. Observasi tidur
Bayi tidur normal sekitar > 15 Jam, hanya terkadang malam hari bangun mencari ASI
Kebutuhan Cairan
14. Kebutuhan Cairan
Intake : ≤ 400 ml
Output : 200 ml
Balance Cairan : derajat ringan kehilangan <5%
15. Pemeriksaan Penunjang
 Bilirubin direk 1,62 mg/dl
 Bilirubin total 14,47 mg/dl
16. Terapi dan obat-obatan
Tata laksana:
 fototerapi 2x24 jam,
 pemberian ASI on demand
 terapi oral ursodioxicolic acid 30 mg setiap 8 jam
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. ANALISA DATA
No. Data Masalah Etiologi
1 Ds : Ikerik Neonatus Peningkatan kadar
 ibu pasien mengatakan bilirubin
anaknya tampak kuning
Do :
 bayi tampak kuning pada
wajah leher, dada pundak,
perut, tangan dan kaki
 bilirubin direk 1,62 mg/dl
 bilirubin total 14,47 mg/dl

2 Ds : Resiko Hipovolemia Input dan output


 Ibu pasien mengatakan cairan tidak
ASInya belum lancar adekuat
Do :
 Asi Belum Lancar (≤ 400
ml)
 Reflek hisap kurang
 BAK berwarna gelap

3 Ds : - Resiko Kerusakan Proses Fototerapi


Do : Integritas Kulit
 Asupan cairan kurang
 Fototerapi 2x24 jam
 Turgor kulit kering
 Suhu saat fototrapi tinggi

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN/ DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Bayi dengan Hiperbilirubin
berdasarkan SDKI PPNI adalah :
a. Ikterik Neonatus (D.0024)
b. Resiko Hipovolemia (D.0024)
c. Resiko Kerusakan Integritas kulit (D.0129)
3. INTERVENSI KEPERAWATAN Menurut SDKI SLKI, SIKI
No Diagnosa NOC NIC
1 IKTERIK NEONATUS (D.0024) Setelah dilakukan tindakan FISIOTERAPI NEONATUS (I.03091)
keperawatan diharapkan: Observasi
DEFINISI Ikterik berkurang/ Integritas Kulit  Monitor ikterik pada skelera dan kulit bayi
Kulit dan membrane mukosa Dan Jaringan Meningkat (L.14125)  Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan
neonates menguning setelah 24 jam usia gestasi dan berat badan
kelahiran akibat bilirubin tidak  Monitor efek samping fisioterapi
terkonjugasi masuk ke dalam Terapeutik
sirkulasi  Siapkan lampu fisioterapi dan incubator atau
PENYEBAB kotak bayi
 Penurunan berat badan  Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
abnormal (>7-8%) pada bayi  Berikan penutup mata (eye protector/
baru lahir yang menyusu ASI, billiband) pada bayi
>15% pada bayi cukup bulan)
 Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit
 Pola makan tidak diteteapkan
bayi
dengan baik
 Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi
 Kesulitan tranmisi ke
secara berkelanjutan
kehidupan ekstra uterin
 Ganti segera alas dan popok bayi jika
 Usia kurang dari 7 hari
BAB/BAK
 Keterlambatan pengeluaran
Edukasi:
feses (meconium)
 Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit

PERAWATAN BAYI (I.10338)


Observasi
 Monitor tanda tanda vital bayi
Terapeutik
 Mandikan bayi dengan suhu ruangan 21-24
oC
 Mandikan bayi dalam waktu 5-10 menit dan 2
kali dalam sehari
 Rawat tali pusat secara terbuka (tali pusat
tidak di bungkus apapun)
 Bersihkan pangkal tali pusat lidi kapas yang
telah diberi air matang
 Kenakan popok bayi di bawah umbilicus jika
tali pusat belum terlepas
 Lakukan pemijatan bayi
 Ganti popok bayi jika basah
 Kenakan pakaian bayi dari bahan katun
Edukasi
 Anjurkan ibu menyusui sesuai kebutuhan bayi
 Ajarkan ibu cara merawat bayi dirumah
 Ajarkan cara pemberian makanan
pendamping ASI pada bayi > 6 bulan
2 RESIKO HIPOVOLEMIA Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN HIPOVOLEMIA (I.03116)
(D.0023) keperawatan diharapkan: Observasi
 Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis.
DEFINISI Tidak Terjadi Hipovolemia atau frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
Penurunan cairan intravaskuler, Status Cairan Membaik (L.03028) tekanan darah menurun, tekanan nadi
interstisial, dan/atau intraseluler menyempit,turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun,
PENYEBAB hematokrit meningkat, haus dan lemah)
 Kehilangan cairan aktif  Monitor intake dan output cairan
 Kegagalan mekanisme regulasi Terapeutik
 Peningkatan permeabilitas  Hitung kebutuhan cairan
kapiler  Berikan posisi modified trendelenburg
 Kekurangan intake cairan  Berikan asupan cairan oral
 Evaporasi Edukasi
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis
(mis. cairan NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
(mis. glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk darah
PEMANATAUAN CAIRAN (I.03121)
Observasi
 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
 Monitor frekuensi nafas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu pengisian kapiler
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
 Monitor kadar albumin dan protein total
 Monitor hasil pemeriksaan serum (mis.
Osmolaritas serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
 Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis.
Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun,
hematocrit meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine meningkat, berat badan
menurun dalam waktu singkat)
 Identifikasi tanda-tanda hypervolemia mis.
Dyspnea, edema perifer, edema anasarka, JVP
meningkat, CVP meningkat, refleks
hepatojogular positif, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
 Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan
cairan (mis. Prosedur pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis,
obstruksi intestinal, peradangan pankreas,
penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
 Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

3 RESIKO GANGGUAN Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN INTEGRITAS KULIT (I.11353)


INTEGRITAS keperawatan diharapkan: Observasi
KULIT/JARINGAN (D.0129)  Identifikasi penyebab gangguan integritas
Integritas Kulit Dan Jaringan kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan
DEFINISI meningkat (L.14125) status nutrisi, peneurunan kelembaban, suhu
Kerusakan kulit (dermis dan/atau lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
epidermis) atau jaringan (membran Terapeutik
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,  Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
tulang, kartilago, kapsul sendi  Lakukan pemijatan pada area penonjolan
dan/atau ligamen). tulang, jika perlu
 Bersihkan perineal dengan air hangat,
PENYEBAB terutama selama periode diare
 Perubahan sirkulasi
 Perubahan status nutrisi  Gunakan produk berbahan petrolium atau
(kelebihan atau kekurangan) minyak pada kulit kering
 Kekurangan/kelebihan  Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
volume cairan hipoalergik pada kulit sensitif
 Penurunan mobilitas  Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
 Bahan kimia iritatif kulit kering
 Suhu lingkungan yang Edukasi
ekstrem  Anjurkan menggunakan pelembab (mis.
 Faktor mekanis (mis. Lotin, serum)
Penekanan pada tonjolan  Anjurkan minum air yang cukup
tulang, gesekan) atau faktor  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
elektris (elektrodiatermi,  Anjurkan meningkat asupan buah dan saur
energi listrik bertegangan  Anjurkan menghindari terpapar suhu ektrime
tinggi)  Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
 Efek samping terapi radiasi minimal 30 saat berada diluar rumah
 Kelembaban 2. PERAWATAN LUKA( I.14564 )
 Proses penuaan Observasi
 Neuropati perifer  Monitor karakteristik luka (mis:
 Perubahan pigmentasi drainase,warna,ukuran,bau
 Perubahan hormonal  Monitor tanda –tanda inveksi
 Kurang terpapar informasi Terapiutik
tentang upaya  lepaskan balutan dan plester secara perlahan
memperthankan/melindungi  Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika
integritas jaringan perlu
 Bersihkan dengan cairan NACL atau
pembersih non toksik,sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika
perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan
luka
 Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
 Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam
atau sesuai kondisi pasien
 Berika diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis
vitamin A,vitamin C,Zinc,Asam
amino),sesuai indikasi
 Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tandan dan gejala infeksi
 Anjurkan mengonsumsi makan tinggi kalium
dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
 Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement(mis:
enzimatik biologis mekanis,autolotik), jika
perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
I. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI TINDAKAN KEPERAWATAN
NAMA : By. Ny. MM RUANG : Perinatologi
USIA : 0 Bulan 7 Hari RSUD : Agoesdjam
Paraf
Hari/Jam Diagnosa Implementasi Tindakan Keperawatan Evaluasi
Mahasiswa
Selasa, IKTERIK FISIOTERAPI NEONATUS (I.03091) S : ibu Pasien mengatakan
20-12-2022 NEONATUS Observasi  bayi sempat rawat gabung bersama ibu selama 3
Jam 10. 30 (D.0024)  Monitor ikterik pada skelera dan kulit bayi usai persalinan
wib  Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan  ibu bayi mengatakan semakin lama warna pucat
usia gestasi dan berat badan semakin jelas
 Monitor efek samping fisioterapi  ibu bayi mengatakan asinya belum lancar, bayi
Terapeutik masih kesulitan untuk menyusui
 Siapkan lampu fisioterapi dan incubator atau O:
kotak bayi  terdapat ikterik pada sklera dan kulit bayi
 Lepaskan pakaian bayi kecuali popok  kebutuhan cairan bayi belum tercukupi
 Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit  efeksamping fisioterapi dapat menyebabkan
bayi kerusakan jaringan kulit
 Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi A:
secara berkelanjutan Masalah Ikterik Neonatus Belum teratasi
 Ganti segera alas dan popok bayi jika P:
BAB/BAK Lanjutkan intervensi Fisioterapi Neonatus
 Terapi inovasi caring support NEOBI
Edukasi:
 Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
 Anjurkan ibu lebih banyak bersentuhan
dengan bayi
Selasa, RESIKO MANAJEMEN HIPOVOLEMIA (I.03116) S : ibu bayi mengatakan
20-12-2022 HIPOVOLEMI Observasi  Bayi belum banyak menyusu karena produksi
Jam 12.00 A (D.0023)  Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. ASI belum lancar
wib frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,  Reflek menyusui belum adekuat
tekanan darah menurun, tekanan nadi  Ibu bayi bertanya tentang pola nutrisi yang
menyempit,turgor kulit menurun, membrane benar bagi ibu menyusui
mukosa kering, volume urine menurun,  Ibu bayi mengatakan tidak ada alergi makanan
hematokrit meningkat, haus dan lemah) O:
 Monitor intake dan output cairan  Intake dan output cairan tidak seimbang
 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi  Nadi teraba cepat
 Monitor frekuensi nafas  Frekuensi nafas normal 34x permenit
 Monitor berat badan  BB : 3045 g
 Monitor waktu pengisian kapiler  Kapilarei refill <3 detik
 Monitor elastisitas atau turgor kulit  Urin berwarna pekat
 Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
Terapeutik A:
 Hitung kebutuhan cairan Masalah Resiko Hipovolemia Belum teratasi
 Berikan asupan cairan oral P:
Edukasi Lanjutkan intervensi manajemen Hipovolemia
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis
(mis. cairan NaCl, RL) Jika perlu
Selasa, RESIKO PERAWATAN INTEGRITAS KULIT (I.11353) S : ibu bayi mengatakan
20-12-2022 GANGGUAN Observasi  Setelah disinar kulit anaknya tampak kering
Jam 13.00 INTEGRITAS  Identifikasi penyebab gangguan integritas  Setelah disinar suhu tubuh anaknya terasa lebih
wib KULIT/JARIN kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan hangat
GAN (D.0129) status nutrisi, peneurunan kelembaban, suhu  Alis dan bulu mata bayi rontok
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas) O:
Terapeutik  kulit mengering pasca fototerapi bilirubin
 Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring  mukosa kulit tampak kering
 Bersihkan perineal dengan air hangat,  bulu-bulu halus pada badan mulai ronrok
terutama selama periode diare 
 Gunakan produk berbahan petrolium atau A:
minyak pada kulit kering Masalah Resiko Gangguan Integritas Kulit belum
 Gunakan produk berbahan ringan/alami dan teratasi
hipoalergik pada kulit sensitif P:
 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada Lanjutkan intervensi Perawatan Integritas Kulit
kulit kering
Edukasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Rabu, IKTERIK FISIOTERAPI NEONATUS (I.03091) S : ibu Pasien mengatakan
21-12-2022 NEONATUS Observasi  ibu bayi mengatakan asinya masih belum
Jam 09. 30 (D.0024)  Monitor ikterik pada skelera dan kulit bayi lancar, bayi masih kesulitan untuk menyusui
wib  Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan  warna kulit anaknya masih tampak kuning
usia gestasi dan berat badan O:
 Monitor efek samping fisioterapi  terdapat ikterik pada sklera
Terapeutik  ikterik pada ekstrimitas berkurang
 Siapkan lampu fisioterapi dan incubator atau  derajat kremer dari IV ke III
kotak bayi  kulit bayi tampak kering akibat fototerapi
 Lepaskan pakaian bayi kecuali popok A:
 Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit Masalah Ikterik Neonatus Belum teratasi
bayi P:
 Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi Lanjutkan intervensi Fisioterapi Neonatus
secara berkelanjutan
 Ganti segera alas dan popok bayi jika
BAB/BAK
 Terapi inovasi caring support NEOBI
Edukasi:
 Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
 Anjurkan ibu lebih banyak bersentuhan
dengan bayi

Rabu, RESIKO MANAJEMEN HIPOVOLEMIA (I.03116) S : ibu bayi mengatakan
21-12-2022 HIPOVOLEMI Observasi  Bayi belum banyak menyusu karena produksi
Jam 12.00 A (D.0023)  Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. ASI belum lancar
wib frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,  Reflek menyusui belum adekuat
tekanan darah menurun, tekanan nadi  Ibu bayi mengatakan produksi ASI lebih banyak
menyempit,turgor kulit menurun, membrane dari hari sebelumnya
mukosa kering, volume urine menurun,  Ibu bayi bertanya tentang pola nutrisi yang
hematokrit meningkat, haus dan lemah) benar bagi ibu menyusui agar produksi asi
 Monitor intake dan output cairan meningkat
 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi  Ibu bayi mengatakan tidak ada alergi makanan
 Monitor frekuensi nafas O:
 Monitor berat badan  Intake dan output cairan tidak seimbang
 Monitor waktu pengisian kapiler  Nadi teraba cepat tidak ada peningkatan
 Monitor elastisitas atau turgor kulit  Frekuensi nafas normal 32x permenit
 Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine  BB : 3025 g
Terapeutik  Kapilarei refill <3 detik
 Hitung kebutuhan cairan  Urin berwarna pekat
 Berikan asupan ASI
Edukasi A:
 Anjurkan memperbanyak asupan ASI Masalah Resiko Hipovolemia Belum teratasi
 Anjurkan menghindari perubahan posisi P:
mendadak Lanjutkan intervensi manajemen Hipovolemia
Rabu, RESIKO PERAWATAN INTEGRITAS KULIT (I.11353) S : ibu bayi mengatakan
21-12-2022 GANGGUAN Observasi  Setelah disinar kulit anaknya masih tampak
Jam 13.00 INTEGRITAS  Identifikasi penyebab gangguan integritas kering
wib KULIT/JARIN kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan  Setelah disinar suhu tubuh anaknya terasa lebih
GAN (D.0129) status nutrisi, peneurunan kelembaban, suhu hangat
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)  Alis dan bulu mata bayi rontok
Terapeutik O:
 Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring  kulit mengering pasca fototerapi bilirubin
 Bersihkan perineal dengan air hangat,  mukosa kulit tampak kering
terutama selama periode diare  bulu-bulu halus pada badan mulai ronrok
 Gunakan produk berbahan petrolium atau  terdapat beberapa bagian kulit ari mengelupas
minyak pada kulit kering kering
 Gunakan produk berbahan ringan/alami dan A:
hipoalergik pada kulit sensitif Masalah Resiko Gangguan Integritas Kulit belum
 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada teratasi
kulit kering P:
Edukasi Lanjutkan intervensi Perawatan Integritas Kulit
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Kamis, IKTERIK FISIOTERAPI NEONATUS (I.03091) S : ibu Pasien mengatakan
22-12-2022 NEONATUS Observasi  ibu bayi mengatakan produksi asinya sudah
Jam 09. 30 (D.0024)  Monitor ikterik pada skelera dan kulit bayi lumayan, namun bayi masih kesulitan untuk
wib  Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan menyusui
usia gestasi dan berat badan  warna kulit anaknya masih tampak kuning
 Monitor efek samping fisioterapi namun sudah agak berkurang
Terapeutik O:
 Siapkan lampu fisioterapi dan incubator atau  masih terdapat ikterik pada sklera namun sudah
kotak bayi berkurang dari sebelumnya
 Lepaskan pakaian bayi kecuali popok  ikterik pada ekstrimitas, punggung dan perut
 Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit berkurang,
bayi  derajat kremer III
 Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi  kulit bayi tampak kering akibat fototerapi
secara berkelanjutan A:
 Ganti segera alas dan popok bayi jika Masalah Ikterik Neonatus Belum teratasi
BAB/BAK P:
 Terapi inovasi caring support NEOBI Lanjutkan intervensi Fisioterapi Neonatus
Edukasi:
 Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
 Anjurkan ibu lebih banyak bersentuhan
dengan bayi

Kamis, RESIKO MANAJEMEN HIPOVOLEMIA (I.03116) S : ibu bayi mengatakan
22-12-2022 HIPOVOLEMI Observasi  Bayi belum banyak menyusu karena bentuk
Jam 12.00 A (D.0023)  Periksa tanda dan gejala hipovolemia puting ibu yg inverted
wib  Monitor intake dan output cairan  Reflek menyusui belum adekuat
 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi  Ibu bayi mengatakan produksi ASI lumayan
 Monitor frekuensi nafas lancar dari hari sebelumnya
 Monitor berat badan O:
 Monitor waktu pengisian kapiler  Intake dan output cairan belum adekuat
 Monitor elastisitas atau turgor kulit  Nadi teraba cepat, tidak ada peningkatan
 Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine  Frekuensi nafas normal 34x permenit
Terapeutik  BB : 3015 g
 Hitung kebutuhan cairan  Kapilarei refill <3 detik
 Berikan asupan ASI
Edukasi A:
 Anjurkan memperbanyak asupan ASI Masalah Resiko Hipovolemia Belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi manajemen Hipovolemia
Kamis, RESIKO PERAWATAN INTEGRITAS KULIT (I.11353) S : ibu bayi mengatakan
22-12-2022 GANGGUAN Observasi  Setelah disinar kulit anaknya tampak kering
Jam 13.00 INTEGRITAS  Identifikasi penyebab gangguan integritas  Setelah disinar suhu tubuh anaknya terasa lebih
wib KULIT/JARIN kulit hangat
GAN (D.0129)  Bulu-bulu halus pada punggung anaknya rontok
Terapeutik O:
 Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring  kulit mengering pasca fototerapi bilirubin
 Bersihkan perineal dengan air hangat,  mukosa kulit tampak kering
terutama selama periode diare  bulu-bulu halus pada badan mulai ronrok
 Gunakan produk berbahan petrolium atau  terdapat beberapa bagian kulit ari mengelupas
minyak pada kulit kering kering
 Gunakan produk berbahan ringan/alami dan A:
hipoalergik pada kulit sensitif Masalah Resiko Gangguan Integritas Kulit belum
 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada teratasi
kulit kering P:
Edukasi Lanjutkan intervensi Perawatan Integritas Kulit
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
BAB III
PEMBAHASAN

A. PENGKAJIAN
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada bayi melalui orang tua
sebagai sumber data utama dan status rekamedis sebagai sumber data skunder
didapatkan hasil pasien terdiagnosa medis Hiperbilirubin, dgn kadar bilirubin direk
1,62 mg/dl dan bilirubin total 13,74 mg/dl. Dari hasil pengamatan didapat drajet
kremer pada bayi berada pada level IV dibuktikan dengan warna kulit tampak kuning
pada wajah, leher, dada, perut, punggung, tangan dan kaki.
Berdasarkan hasil pengkajian pada orang tua bayi, bayi lahir melalui proses SC,
saat lahir bayi tampak normal dengan kondisi segera setelah lahir bayi menangis kuat,
gerak aktif, warna kulit kemerahan, namun setelah dirawat gabung bersama ibu
selama 3 hari, bayi menunjukan tanda dan gejala hiperbilirubin. Ibu bayi mengatakan
asnya masih belum lancar dan refleks hisap bayi kurang adekuat di tambah dengan
kondisi puting ibu inverted nippel sehingga menyulitkan bayi untuk menyusui. Dari
hasil pengkajian didapatkan sebab hiperbilirubin adalah kurangnya asupan ASI pada
bayi. Dan intake serta output cairan tidak seimbang akibat produksi asi belum dapat
mencukupi kebutuhan cairan bayi sehingga terdapat resiko hipovolemia. Setelah
dilakukan perawatan diruang perinatologi dengan fototerapi didapatkan efeksamping
seperti kulit bayi mengering, sehingga timbul resiko masalah baru yaitu resiko
kerusakan integritas kulit
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasrkan hasil analisa data dapat diangkat beberapa masalah keperawatan
yang terjadi pada bayi dengan hiperbilirubin yaitu berdasarkan SDKI PPNI (2018):
1. Ikterik Neonatus (D.0024)
2. Resiko Hipovolemia (D.0024)
3. Resiko Kerusakan Integritas kulit (D.0129)
C. RENCANA KEPERAWATAN
Tatalaksana hiperbilirubinemia menurut panduan WHO yaitu pemberian ASI
sedini mungkin, pemberian terapi sinar (phototherapy), tranfusi tukar bila kadar
bilirubin terus meningkat dan mencapai nilai tertinggi sesuai dengan berat badan
neonatus sertai pemberian terapi obat-obatan medis (Ullah et al., 2016; Wong et al.,
2009).
Efek samping yang dapat ditimbulkan, seperti diare, dehidrasi, ruam kulit,
gangguan retina, hipertermia, Bronze Baby Syndromme, bahkan kemandulan pada
bayi laki-laki. Selama phototherapy (terapi cahaya) bayi terpisah dari ibunya sehingga
beresiko berdampak pada peningkatan stres dan emosional pada ibu dan bayi
(Kianmehr et al., 2014).
Selaian Perencanaan menurut SDKI, SLKI dan SIKI, ada intervensi
keperawatan yang akan diaplikasikan dalam asuhan keperawatan ini, untuk membantu
terapi cahaya menurunkan kadar bilirubin serum total pada neonatus
hiperbilirubinemia fisiologis yaitu intervensi bounding dengan cara stimulus touch,
feeding management dan positioning.
Sentuhan dapat meningkatkan tonus nervus vagus (nervus x), saraf ini akan
meningkatkan kerja dari otot-otot sfinkter dan mengoptimalkan kerja dari kelenjar di
dalam traktus intestinalis, hepar dan pankreas, meningkatkan produksi enzim
pencernaan yang membantu meningkatkan penyerapan sehingga sistem kerja
pencernaan lebih baik dan penyerapan makanan lebih maksimal serta meningkatkan
aliran getah bening, memperlancar peredaran darah dan meningkatkan metabolisme
sel. Kondisi ini dapat mempercepat ekskresi bilirubin dipecah oleh terapi cahaya.
Proses ini dapat membantu mengurangi terjadinya peningkatan kadar bilirubin pada
neonatus dengan mempercepat ekskresi feses (Andaruni & Alasiry, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian Restuning Widiarsih (2019) yang berjudul
efektifitas Terapi Caring Support Neobil terhadap Perubahan Kadar Bilirubin Serum
Total Hyperbilirubinemia pada Neonatus di Rumah Sakit Dustira Cimahi didapatkan
hasil terapi caring support NEOBIL lebih efektif secara statistik membantu terapi
cahaya menurunkan nilai kadar bilirubin serum total. Untuk itu kami mengankat
intervensi inovasi caring support NEOBIL dalam penatalaksanaan asuhan
keperawatan pada bayi Ny. MM dengan masalah hiperbillirubin
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Implementasi mengaju dari intervensi yang telah dibuat di perencanaan dan
intervensi inovasi caring support NEOBI. Dari 3 diagnosa yang dilakukan intervensi
belum terdapat perubahan yang signifikan, namun pada diagnosa Ikterus Neonatus
didapatkan perubahan derajat kremer yaitu dari derajat 4 ke derajat 3. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor fototerapi, faktor asupan ASI yang mulai
meningkat dari sebelumnya dan faktor efektifitas terapi inovasi caring support
NEOBI. Kendala yang dihadapi selama melakukan implementasi adalah belum
optimalnya intervensi caring support NEOBI dikarenakan keterbatasan waktu ibu
untuk memberikan stimulus pada anaknya, sehingga hasil yang di dapat belum
maksimal. Dari hasil implementasi dapat disimpulkan dari 3 diagnosa keperawatan
yang diangkat, diagnosa Ikterik Neonatus yang mengalami perubahan atau masalah
teratasi sebagian, sedangkan diagnosa Resiko Hipovolemi dan Resiko Keerusakan
Integritas Kulit masih belum teratasi dikarenakan produksi ASI yang masih belum
lancar dan proses fototerapi yang belum selesai.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, H. (2016). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Ikterus pada


Neonatal.Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, Vol. 2 No. 1

Augurius C, Susanto, S, Dkk. 2021. Efektifitas Fototerapi pada Bayi Baru Lahir dengan
Hiperbilirubinemia Berdasarkan Lampu dan Panjang Gelombang Fototerapi. Jurnal
Kedokteran Meditek. Vol. 27 No. 2

Atika, Vidia dan Pongki Jaya. 2016. Asuhan kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita dan
Anak Pra Sekolah. Jakarta : Trans Info Media

Felicia Anita Wijaya. F.A, Suryawan. 2019. Faktor Resiko Kejadian Hiperbilirubinemia
pada Neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Wangaya Kota Denpasar. Skripsi

Mendri NK, Prayogi AS. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit dan. Bahaya Resiko
Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

M. Sholeh kosim , dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak. Indonesia.
Jakarta

Ngastiyah. (2014). Perawatan Anak Sakit (2 ed.). Jakarta: Buku Kedokteran

Suriadi. & Yuliani, R. (2010) Buku Pegangan Praktik Klinik: Asuhan. Keperawatan pada
Anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Rahayu, S, Ersa. T. 2016 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Hiperbilirubin


dengan Sikap dan Perilaku Menjemur Bayi di Kelurahan Sangkrah. Vol. 4 No. 2
(2016). Jurnal Ilmu Kesehatan Kosala.

Ridha N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Pustaka Pelajar
Romauli. 2011. BukuAjar Asuhan Kebidanan 1 Konsep Dasar Asuhan. Kehamilan.
Cetakan Pertama Yogyakarta : Nuha Medika

Widiasih, R. (2020). Efektifitas Terapi Caring Support Neobil terhadap Perubahan Kadar
Bilirubin Serum Total Hyperbilirubinemia pada Neonatus Di Rumah Sakit Dustira
Cimahi. Health Information: Jurnal Penelitian, 12(1), 30-37
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020

HIJP : HEALTH INFORMATION JURNAL PENELITIAN

Efektifitas Terapi Caring Support Neobil terhadap Perubahan Kadar Bilirubin Serum
Total Hyperbilirubinemia pada Neonatus di Rumah Sakit Dustira Cimahi

An’nisaa Heriyanti1*, Restuning Widiasih2, Murtiningsih3


1
Magister Keperawatan, STIKES Jenderal Achmad Yani, Indonesia: annisaanisa03@gmail.com
2
Departemen Keperawatan Maternitas, Universitas Padjadjaran, Indonesia
3
Magister Keperawatan, STIKES Jenderal Achmad Yani, Indonesia
*(Korespondensi e-mail: annisaanisa03@gmail.com)

ABSTRAK
Pemberian ASI kurang dan lambatnya perawatan terapi cahaya dapat memperberat
akumulasi bilirubin di dalam darah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas
terapi caring support NEOBIL terhadap perubahan nilai kadar bilirubin serum total
hyperbilirubinemia fisiologis pada neonatus di Rumah Sakit Dustira Kota Cimahi. Desain
penelitian menggunakan quasi experiment dengan non-equivalent control group design
pret-test post-test. Sampel diambil secara consecutive terbagi menjadi kelompok intervensi
(29 responden) dan kelompok kontrol (29 responden) sesuai dengan kriteria inklusi.
Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar observasi tindakan dan alat mesin
TMS 24i & 50i. Data dianalisa menggunakan paired t-test dan independent t-test. Hasil
menunjukan rata-rata kadar bilirubin serum total setelah pemberian intervensi pada
kelompok intervensi (9,17) sedangkan kelompok kontrol (11,23) antara kedua kelompok
terdapat penurunan yang bermakna (p-value 0,002). Berdasarkan hasil penelitian terapi
caring support NEOBIL lebih efektif secara statistik membantu terapi cahaya menurunkan
nilai kadar bilirubin serum total.
Kata kunci: Bilirubin, Hyperbilirubinemia Fisiologis, Neonatus

Abstract
Less breast feeding and slow treatment of light therapy can strengthen the accumulation of
bilirubin in the blood. The purpose of this research is to know the effectiveness of caring
therapy NEOBIL to change the value of bilirubin levels of serum hyperbilirubinemia total
physiological in neonatal in Dustira Hospital, Cimahi City. The research design uses a
quasi-experiment with a non-equivalent control group design pre-test post-test. Samples
were taken consecutive divided into intervention groups (29 respondents) and control
groups (29 respondents) following the criteria of inclusion. The research instrument used
is the action observation sheet and machine tool of TMS 24i & 50i. Data is analyzed using
a t-test paired and independent t-test. Results showed average levels of total serum bilirubin
after intervention in the intervention group (9.17) while the control group (11.23) between
the two groups was a meaningful decline (P-value 0.002). Based on the results of Caring
therapy Research support NEOBIL more effectively statistically help light therapy lowers
the value of total serum bilirubin.
Keywords: Bilirubin, Jaundice, Neonates, Physiologic hyperbilirubinemia

30
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020

PENDAHULUAN cahaya) bayi terpisah dari ibunya sehingga


beresiko berdampak pada peningkatan stres
Berdasarkan data (Badan
dan emosional pada ibu dan bayi (Kianmehr
Kependudukan dan Keluarga Berencana
et al., 2014).
Nasional et al., 2018), penyebab kematian
neonatal salah satunya adalah kelainan Ada tiga intervensi keperawatan yang
hematologi/hiperbilirubinemia merupakan akan diaplikasikan dalam penelitian ini,
penyebab nomor lima morbiditas neonatal untuk membantu terapi cahaya menurunkan
dengan prevalensi sebesar 5,6% setelah kadar bilirubin serum total pada neonatus
gangguan nafas, prematuritas, sepsis, dan hiperbilirubinemia fisiologis yaitu intervensi
hipotermi. Data terbaru prevalensi bounding dengan cara stimulus touch,
hiperbilirubinemia berat (>20mg/dL) adalah feeding management dan positioning.
7%, dengan hiperbilirubinemia ensefalopati Intervensi bounding stimulus touch
akut sebesar 2%. Dari data yang diperoleh, merupakan kebutuhan dasar bayi baru lahir.
neonatus yang menderita hiperbilirubinemia Sentuhan merupakan cara sederhana ibu
cukup bervariasi, namun menjadi salah satu untuk berkomunikasi dengan bayinya. Indra
fenomena klinis yang paling sering peraba bayi mulai berkembang pada usia
ditemukan pada bayi dalam minggu pertama kehamilan 7 sampai 8 minggu karena itu,
kehidupan dan merupakan alasan dari 75%
sentuhan ibu merupakan bahasa pertama
kejadian neonatus yang mendapatkan bagi bayi dan dapat menguatkan serabut otak
perawatan pada minggu pertama setelah (sinapsis) dan sel-sel otak bayi guna
kelahiran. Walaupun peningkatan bilirubin mendukung fungsi otak yang optimal
pada neonatus merupakan kondisi yang (Prasetyorini & Sukesi, 2018).
sering terjadi, tetapi pada kondisi akumulasi
bilirubin yang tinggi di dalam darah dan Sentuhan dapat meningkatkan tonus
penanganan yang lambat akan berdampak nervus vagus (nervus x), saraf ini akan
negatif pada kesehatan neonatus. meningkatkan kerja dari otot-otot sfinkter
dan mengoptimalkan kerja dari kelenjar di
Dampak dari peningkatan bilirubin dalam traktus intestinalis, hepar dan
yang paling berat bila tidak tertangani pankreas, meningkatkan produksi enzim
dengan cepat adalah ensefalopati bilirubin pencernaan yang membantu meningkatkan
hingga terjadi kern ikterus dan kerusakan penyerapan sehingga sistem kerja
otak. Hiperbilirubinemia juga dapat pencernaan lebih baik dan penyerapan
menyebabkan gejala sisa berupa cerebral makanan lebih maksimal serta
palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia meningkatkan aliran getah bening,
dental yang sangat mempengaruhi kualitas memperlancar peredaran darah dan
hidup neonatus (Muchowski, 2014). meningkatkan metabolisme sel. Kondisi ini
Tatalaksana hiperbilirubinemia dapat mempercepat ekskresi bilirubin
menurut panduan WHO yaitu pemberian dipecah oleh terapi cahaya. Proses ini dapat
ASI sedini mungkin, pemberian terapi sinar membantu mengurangi terjadinya
(phototherapy), tranfusi tukar bila kadar peningkatan kadar bilirubin pada neonatus
bilirubin terus meningkat dan mencapai nilai dengan mempercepat ekskresi feses
tertinggi sesuai dengan berat badan neonatus (Andaruni & Alasiry, 2018).
sertai pemberian terapi obat-obatan medis Intervensi ini juga memiliki efek
(Ullah et al., 2016; Wong et al., 2009). biokimia dengan meningkatkan sistem
Efek samping yang dapat ditimbulkan, kekebalan tubuh pada bayi dengan cara
seperti diare, dehidrasi, ruam kulit, menurunkan hormon stres agar hormon
gangguan retina, hipertermia, Bronze Baby kostisol tidak menghancurkan sel-sel
Syndromme, bahkan kemandulan pada bayi kekebalan tubuh yang melawan virus,
laki-laki. Selama phototherapy (terapi sehingga imunitas tubuh tetap dapat menjaga

31
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020

kekebalan tubuh tetap sehat. Kondisi ini perubahan bilirubin di kapiler superfisial dan
dapat merangsang metabolisme agar racun jaringan interstitial dengan reaksi paparan
dalam tubuh (Ayuningtyas, 2019). kimia dan oksidasi cahaya (American
Academy of Pediatrics Subcommittee on
Stimulus touch dalam penelitian ini
Hyperbilirubinemia, 2004).
menggunakan tehnik petrissage yaitu
sentuhan lembut dan ringan, dan vibrasi Tindakan alih baring dapat membantu
(getaran) lembut menjadi pilihan yang tepat, dalam penurunan bilirubin serum selama
karena usapan yang panjang dan lembut terapi cahaya pada neonatus (Ningsih, 2017;
dapat memberikan kesenangan serta Wikanthiningtyas & Mulyanti, 2016).
kenyamanan bagi bayi dan usapan yang Berdasarkan latar belakang di atas
pendek dan sirkuler cenderung lebih bersifat peneliti tertarik untuk mengembangkan
menstimulasi dengan durasi sentuhan 3-5 penelitian tentang intervensi keperawatan
menit. khususnya dalam melakuan perawatan
Manipulasi sentuhan dengan neonatus dengan hiperbilirubinemia
pemijatan yang dikombinasikan dengan fisiologis, yang sedang menjalani
terapi cahaya lebih efektif dalam penurunan pengobatan terapi cahaya. Peneliti
bilirubin serum neonatus dengan bermaksud untuk melakukan penelitian
meningkatkan frekuensi buang air besar lebih lanjut untuk mengetahui apakah
pada neonatus (Lei et al., 2018; Lin et al., penggabungan dari ketiga intervensi
2015). keperawatan di atas yang diberi nama
intervensi caring support NEOBIL
Intervensi feeding management
(bounding stimulus touch, feeding
hiperbilirubinemia pada neonatus yang
management dan positioning) dapat lebih
mendapatkan terapi cahaya. Salah satu
efektif mempengaruhi perubahan nilai kadar
tatalaksana hiperbilirubinemia menurut
bilirubin serum total neonatus
panduan WHO yaitu pemberian ASI sedini
hiperbilirubinemia fisiologis sebagai
mungkin. Kebutuhan cairan akan meningkat
kelompok intervensi dan pemberian terapi
(growth spurt) seiring dengan efek dari
standar rutin di ruangan RS Dustira sebagai
paparan sinar terapi cahaya, pemberian
kelompok kontrol atau pembanding.
volume cairan akan ditambah dengan cara
perah payudara (power pumping), asupan METODE
makan yang cukup (ASI) dapat memicu Jenis Penelitian
geraka pristaltik usus sehingga ekskresi
bilirubin hasil pemecahan terapi cahaya Jenis penelitian kuantitatif dengan
dapat segera dikeluarkan (American analitik quasi eksperimen non-equivalent
Academy of Pediatrics Subcommittee on control group design, one group pre-test
Hyperbilirubinemia, 2004). post-test control dan one group pre-test
post-test intervention. kelompok kontrol
Intervensi ke tiga alih baring sebagai pembanding berupa perawatan
(positioning), berfokus pada tindakan standar rutin di ruangan dan kelompok
merubah posisi yang menjalani terapi intervensi mendapat perlakuan caring
cahaya. Alih baring pasien dilakukan dengan support NEOBIL.
cara terlentang, miring kanan, miring kiri.
Luasnya area tubuh yang terpapar sinar Lokasi dan Waktu Penelitian
fototerapi dipengaruhi oleh proposionalnya Penelitian ini berlokasi di Rumah
ukuran tubuh yang terpapar sinar. Selain itu, Sakit Dustira Kota Cimahi. Penelitian
perubahan posisi tubuh bayi setiap 2-3 jam dilaksanakan pada bulan Desember 2019-
dapat memaksimalkan area yang terpapar Januari 2020.
cahaya dari fototerapi. Sehingga dapat
membantu memaksimalkan proses

32
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020

Populasi dan Sampel etik di komite etik STIKES jenderal Achmad


Yani dan memperoleh ethical approval
Populasi penelitian adalah seluruh
dengan nomor 01/KEPK/XII/2019.
pasien neonatus yang menderita
hiperbilirubinemia fisiologis dan Pengolahan dan Analisis Data
mendapatkan terapi cahay. Sampel pada Analisa data uni variasi untuk melihat
Penelitian ini berjumlah 58 (29 kontrol dan nilai rata-rata pre-test post-test kadar
29 intervensi) responden dengan bilirubin serum total kedua kelompok. Hasil
menggunakan metode non-probability uji normalitas menggunakan Kolmogorov-
sampling jenis consecutive sampling dengan Smirnov test menunjukan data berdistribusi
kriteria inklusi penelitian: normal sehingga analisa untuk melihat nilai
1. Bayi yang berumur 3 sampai 29 hari. rata-rata kadar bilirubin serum total
digunakan paired t-test dan untuk melihat
2. Neonates dengan nilai bilirubin serum ≥
selisih nilai rata-rata post-test antara kedua
10mg/dL sampai 20mg/dL.
kelompok menggunakan uji independent t-
3. Neonatus tanpa komplikasi penyakit test.
lain atau kelainan kongenital.
HASIL
4. Neonatus dengan kondisi
Tabel 1. Perbedaan Rata-Rata (Mean) Nilai
hiperbilirubinemia fisiologis yang Kadar Bilirubin Serum Total Pada
mendapatkan perawatan terapi cahaya Kelompok Kontrol
5. neonatus dengan kondisi stabil, berat Variabel pengukuran Mean p-value
badan ≥ 2500gram dan usia gestasi ≥ 38 Nilai Sebelum
minggu. Kadar Perawatan 15,23 0,000
Bilirubin Sesudah
6. Neonatus lahir dengan persalinan SC Total Perawatan 11,24
maupun spontan. Serum
Sumber data: hasil uji data penelitian 2020
7. Neonatus yang mendapatkan air susu
ibu atau susu formula. Kelompok kontrol dalam penelitian ini
berguna sebagai pembanding yaitu
8. Ibu yang pengalaman pertama merawat
responden yang mendapat terapi cahaya dan
bayi dengan hyperbilirubinemia.
perawatan standar rutin di ruangan
9. Orangtua responden mengizinkan perinatologi RS Dustira Kota Cimahi,
bayinya ikut serta menjadi responden. didapatkan hasil p-value sebesar 0,000.
10. ibu bersedia melakukan tindakan Tabel 2. Perbedaan Rata-Rata Nilai Kadar
intervensi kepada responden. Bilirubin Serum Total Pada Kelompok
Intervensi
Pengumpulan Data Variable Pengukuran Mean p-value
Pengumpulan data dilakukan dengan Nilai Sebelum 15,99
menggunakan lembar observasi untuk kadar intervensi
mengamati komponen identitas, umur, berat bilirubin Setelah 9,17 0,000
badan, jenis kelamin, jenis persalinan, jenis serum intervensi
total
pemberian makanan, dan nilai kadar
Sumber data: hasil uji data penelitian 2020
bilirubin serum neonatus sebelum dan
sesudah pemberian intervensi. Kadar Hasil uji paired t-test (uji dependen t-
bilirubin serum total dihitung dari sampel test) tentang efektivitas caring support
nilai bilirubin biofisiologi in vitro blood NEOBIL terhadap perubahan nilai kadar
vena menggunakan alat ukur mesin jenis bilirubin serum total dalam tabel di atas,
TMS 24i dan TMS 50i yang tersedia di pada kelompok intervensi didapatkan nilai
tempat penelitian. Peneliti mengurus izin p-value 0,000 (nilai p < 0,05).

33
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020

Tabel 3. Perbandingan Selisih Penurunan Rata-Rata Nilai Kadar Bilirubin Serum Total pada
Kelompok Kontrol dan Intervensi
Variabel Kelompok N Mean Mean difference p-value
Kadar Kontrol 29 11,24 2,68 0,002
bilirubin Intervensi 29 9,17
Sumber data: hasil uji data penelitian 2020
Terjadi penurunan rata-rata nilai kadar untuk kelompok intervensi, dengan ini
bilirubin serum total antara post-test kedua intervensi sama-sama mampu
kelompok kontrol dan kelompok intervensi. menurunkan nilai kadar bilirubin serum total
Berdasarkan hasil uji independen t-test pada neonatus hyperbilirubinemia fisiologis.
didapatkan hasil p-value 0,002 dimana nilai Hasil uji statistik independent sampel
p < 0,05. test untuk melihat selisih rata-rata nilai
Data disajikan dalam tiga bentuk, yaitu bilirubin serum total dengan tingkat
Tabel, Grafik atau Gambar dan Narasi. kepercayaan 95% setelah diberikan
Namun yang perlu diingat bahwa untuk satu intervensi untuk kedua kelompok
jenis data hanya boleh disajikan dalam salah didapatkan nilai p-value sebesar 0,002 <
satu bentuk, tidak boleh data yang sama 0,05 maka dapat ditarik kesimpulan, terdapat
disajikan dalam tabel dan juga dalam bentuk perbedaan selisih rata-rata hasil nilai kadar
grafik. Semua isi artikel harus ditulis dengan bilirubin serum total antara kelompok
jarak satu spasi, indentasi: 1 cm, font: Times kontrol dan kelompok intervensi, dengan
New Roman 12 regular. nilai rata-rata post-test kontrol sebesar 11,24
dan post-test intervensi sebesar 9,17 dengan
PEMBAHASAN
perbedaan rata-rata diantara kedua
Berdasarkan hasil perhitungan statistik kelompok tersebut sebesar 2,68. Hasil
didapatkan bahwa pada derajat kepercayaan penelitian menunjukan bahwa pemberian
95% terdapat perbedaan yang signifikan intervensi caring support NEOBIL lebih
antara nilai kadar bilirubin pre-test dan post- efektif terhadap penurunan nilai kadar
test diberikan intervensi terapi caring bilirubin serum total. Maka penerapan
support NEOBIL pada kelompok intervensi, intervensi caring support NEOBIL bersama
dengan nilai sig. 2 tailed sebesar 0,000 < dengan fototerapi secara statistic lebih baik
0,05 (p 0,000). Sedangkan pada kelompok dalam menurunkan nilai kadar bilirubin
kontrol yang mendapatkan terapi cahaya dan serum total hyperbilirubinemia fisiologis
perawatan standar rutin di ruangan, neonatus.
didapatkan p-value sama yaitu p 0,000
Pada penelitian field massage yang
artinya, pada kelompok kontrol juga terdapat
diberikan 2 kali dalam sehari (pagi dan sore)
perbedaan yang bermakna antara nilai kadar
terhadap perubahan bilirubin serum, nilai
bilirubin serum total sebelum dan sesudah
rata-rata bilirubin serum total setelah
pemberian terapi cahaya dan pemberian
pemberian intervensi pada kelompok
perawatan standar rutin hyperbilirubinemia.
intervensi mengalami penurunan yang
Adanya perbedaan yang signifikan signifikan (Novianti et al., 2018).
pada nilai rata-rata (mean) kadar bilirubin Manipulasi sentuhan terhadap penurunan
serum total sebelum dan sesudah pemberian kadar bilirubin serum berpengaruh dengan
intervensi antara kedua kelompok meningkatkan frekuensi buang air besar
merupakan hal yang sangat mungkin terjadi pada neonatus (Lei et al., 2018).
karena kedua kelompok tersebut sama-sama
Terapi massage yang dikombinasikan
diberikan intervensi atau perawatan baik itu
dengan terapi cahaya dapat mengurangi
perawatan standar untuk kelompok kontrol
kadar bilirubin serum dengan meningkatan
atau perawatan yang diberikan oleh peneliti

34
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020

frekuensi buang air besar pada neonatus, hal perawatan untuk diaplikasikan secara
ini juga dapat memfasilitasi hubungan bersamaan.
emosional yang lebih baik antara ibu dan DAFTAR PUSTAKA
bayi (Aboel-Magd et al., 2017; Babaei &
Vakiliamini, 2018; Gürol & Polat, 2012; Lin Aboel-Magd, A., Masoed, S., Salma Zoheir,
et al., 2015). &, & Houchi, E. L. (2017). Effect of
massage on health status of neonates
Pengaruh positioning terhadap with hyperbilirubinemia. In
penuruanan kadar bilirubin yang diberikan International Journal of Research in
per 3 jam sekali pada kelompok intervensi Applied, Natural and Social Sciences
mengalami penurunan kadar bilirubin serum (IMPACT: IJRANSS) ISSN(P (Vol. 5).
lebih cepat dari pada kelompok kontrol.
Google Scholar
Kondisi ini disebabkan kadar bilirubin dapat
American Academy of Pediatrics
diisomerasi oleh sinar fototerapi secara
Subcommittee on Hyperbilirubinemia.
merata keseluruhan bagian tubuh neonatus
(2004). Management of
(Wikanthiningtyas & Mulyanti, 2016).
hyperbilirubinemia in the newborn
Luasnya area tubuh bayi yang terpapar
infant 35 or more weeks of gestation. In
cahaya membawa dampak pengobatan lebih
Pediatrics (Vol. 114, Issue 1, pp. 297–
baik dibandingkan banyaknya jumlah lampu
316). Pediatrics.
yang digunakan (American Academy of
https://doi.org/10.1542/peds.114.1.297
Pediatrics Subcommittee on
Andaruni, N. Q. R., & Alasiry, E. (2018).
Hyperbilirubinemia, 2004).
Pengaruh pijat bayi dan breastfeeding
KESIMPULAN DAN SARAN terhadap penurunan kadar bilirubin
Berdasarkan hasil analisa, perhitungan pada neonatus dengan
secara statistik dan didukung hasil penelitian hiperbilirubinemia. Jurnal Ilmiah
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Bidan, 3(2), 45–51. Garuda
penurunan nilai kadar bilirubin serum total Ayuningtyas, I. F. (2019). Kebidanan
pada kelompok yang diberikan intervensi Komplementer. Pustaka Baru Press.
caring support NEOBIL lebih efektif Indonesia Onesearch
dibandingkan dengan kelompok yang Babaei, H., & Vakiliamini, M. (2018). Effect
diberikan perawatan standar rutin di ruangan of Massage Therapy on Transcutaneous
saja. Kondisi ini sangat mungkin terjadi Bilirubin Level in Healthy Term
karena perawatan pada kelompok intervensi Neonates: Randomized Controlled
menggabungkan tiga intervensi keperawatan Clinical Trial. Iranian Journal of
dalam satu kali pemberian perawatan, Neonatology, 9(4), 41–46.
bounding dengan cara stimulus touch, https://doi.org/10.22038/ijn.2018.2890
feeding management dan positioning yang 6.1386
diberikan secara rutin dan teratur. Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional, Badan Pusat
Hasil penelitian ini dapat memperkaya Statistik, Kementerian Kesehatan, &
khasanah keilmuan keperawatan khususnya USAID. (2018). Survei Demografi dan
dalam area keperawatan anak. Institusi Kesehatan Indonesia 2017. Google
pendidikan keperawatan dapat Scholar
mengembangkan praktik berbasis fakta dan
Gürol, A., & Polat, S. (2012). The effects of
intervensi keperawatan yang aman dan
baby massage on attachment between
sesuai dengan keperluan perawatan di
mother and their infants. Asian Nursing
lapangan. Dapat pula dikembangkan
Research, 6(1), 35–41.
berbagai intervensi keperawatan yang
https://doi.org/10.1016/j.anr.2012.02.0
dikombinasikan dengan berbagai terapi
06
medis lainya, menjadi satu penerapan
Kianmehr, M., Moslem, A., Moghadam,

35
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020

K. ., Naghavi, M., Noghabi, S. ., & sebagai Terapi Adjuvan terhadap Kadar


Moghadam, M. . (2014). the effect of Bilirubin Serum Bayi
massage on serum bilirubin levels in Hiperbilirubinemia. Jurnal
term neonates with hyperbilirubinemia Keperawatan Padjadjaran, 5(3), 315–
undergoing phototerapy. Nautilus, 327.
128(1), 36–41. Google Scholar https://doi.org/10.24198/jkp.v5i3.654
Lei, M., Liu, T., Li, Y., Liu, Y., Meng, L., & Prasetyorini, H., & Sukesi, N. (2018).
Jin, C. (2018). Effects of massage on Pemberian pijat bayi dan sari daun
newborn infants with jaundice: A meta- katuk dalam meningkatkan bounding
analysis. International Journal of attachment. Jurnal Keperawatan,
Nursing Sciences, 5(1), 89–97. 10(3), 209–215.
https://doi.org/10.1016/j.ijnss.2018.01. https://doi.org/10.32583/keperawatan.
004 10.3.2018.209-215
Lin, C. H., Yang, H. C., Cheng, C. S., & Ullah, S., Rahman, K., & Hedayati, M.
Yen, C. E. (2015). Effects of infant (2016). Hyperbilirubinemia in
massage on jaundiced neonates neonates: Types, causes, clinical
undergoing phototherapy. Italian examinations, preventive measures and
Journal of Pediatrics, 41(94). treatments: A narrative review article.
https://doi.org/10.1186/s13052-015- Iranian Journal of Public Health,
0202-y 45(5), 558–568. Google Scholar
Muchowski, K. . (2014). Evaluation and Wikanthiningtyas, N. W., & Mulyanti, S.
treatment of neonatal (2016). Pengaruh Alih Baring Selama
hyperbilirubinemia. American Family Fototerapi Terhadap Perubahan Kadar
Physician, 89(11), 873–878. Google Bilirubin Pada Ikterus Neonatorum di
Scholar Ruang HCU Neonatus RSUD Dr.
Ningsih, E. A. (2017). Perubahan posisi Moewardi. (JKG) Jurnal Keperawatan
pada neonatus dengan masalah Global, 1(1), 51–54.
hiperbilirubinemia dengan tindakan https://doi.org/10.37341/jkg.v1i1.17
foto terapi di ruang melati rsud prof. Wong, D. L., Hockenberry-Eaton, M.,
dr. margono seokarjo purwokerto Wilson, D., Winkelstein, M. L., &
[STIKes Muhammadiyah Gombong]. Schwartz, P. (2009). Buku Ajar
Google Scholar Keperawatan Pediatrik Wong 2 (6th
Novianti, N., Mediani, H. S., & Nurhidayah, ed.). EGC. Indonesia Onesearch
I. (2018). Pengaruh Field Massage
INFORMASI TAMBAHAN
Lisensi
Hakcipta © Heriyanti, An’nisaa dkk. Artikel akses terbuka ini dapat disebarkan seluas-luasnya sesuai
aturan Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License dengan catatan tetap
menyebutkan penulis dan penerbit sebagaimana mestinya.
Catatan Penerbit
Poltekkes Kemenkes Kendari menyatakan tetap netral sehubungan dengan klaim dari perspektif atau
buah pikiran yang diterbitkan dan dari afiliasi institusional manapun.
Pendanaan
Penulis tidak menerima pendanaan yang sifatnya spesifik untuk kajian ini.
Konflik Kepentingan
Penulis tidak memiliki konflik kepentingan.

36
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020

Kontribusi Penulis
Conceptualization : An’nisaa Heriyanti, Restuning Widiasih, Murtiningsih
Data curation : An’nisaa Heriyanti
Formal analysis : An’nisaa Heriyanti
Funding acquisition : An’nisaa Heriyanti
Investigation : An’nisaa Heriyanti
Methodology : An’nisaa Heriyanti
Project administration : An’nisaa Heriyanti
Resources : An’nisaa Heriyanti
Supervision : An’nisaa Heriyanti, Restuning Widiasih, Murtiningsih
Validation : An’nisaa Heriyanti
Visualization : An’nisaa Heriyanti
Writing – original draft : An’nisaa Heriyanti, Restuning Widiasih, Murtiningsih
Writing – review & editing : An’nisaa Heriyanti, Restuning Widiasih, Murtiningsih
Artikel DOI
https://doi.org/10.36990/hijp.vi.154

37

Anda mungkin juga menyukai