MINGGU KE 2
HIPERBILIRUBIN
Oleh
April Futriyani SRP22319106
Basilica Titani SRP22319112
Beatriks Halla SRP22319081
Bednaria SRP22319101
Firli chyntia SRP22319004
Julian Jonathan SRP22319110
Jon Fioran Elek SRP22319080
Listya Rini Pratiwi SRP22319072
Natali SRP22319073
Syamsurizal SRP22319096
Wulan isma utami SRP22319063
Yushlihati SRP22319107
Yustinus Yoga SRP22319012
A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin serum yang
disebabkan oleh salah satunya yaitu kelainan bawaan sehingga menyebabkan
ikterus (Imron, 2015). Hiperbilirubinemia atau penyakit kuning adalah
penyakit yang disebabkan karena tingginya kadar bilirubin pada darah
sehingga menyebabkan bayi baru lahir berwarna kuning pada kulit dan pada
bagian putih mata (Mendri dan Prayogi, 2017).
Bilirubin diproduksi oleh kerusakan normal sel darah merah. Bilirubin
dibentuk oleh hati kemudian dilepaskan ke dalam usus sebagai empedu atau
cairan yang befungsi untuk membantu pencernaan (Mendri dan Prayogi,
2017).
Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang
merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses
reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi di sistem retikulo endothelial (Kosim,
2012).
Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi
akan terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin
berpotensi menjadi toksik. Hal ini akan menyebabkan kematian bayi baru
lahir dan apabila bayi bertahan hidup dalam jangka panjang akan
menyebabkan sekuele neurologis (Kosim, 2012).
2. ETIOLOGI
Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan
oleh disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada bayi tidak
dapat berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubin ke dalam air yang
selanjutkan disalurkan ke empedu dan diekskresikan ke dalam usus menjadi
urobilinogen. Hal tersebut meyebabkan kadar
bilirubin meningkat dalam plasma sehingga terjadi ikterus pada
bayi baru lahir (Anggraini, 2016).
Menurut Nelson (2011) secara garis besar etiologi ikterus atau
hiperbilirubinemia pada neonatus dapat dibagi menjadi :
a. Produksi bilirubin yang berlebihan. Hal ini melebihi
kemampuan neonatus untuk mengeluarkan zat tersebut.
Misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G6-PD,
piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan
ini dapat disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom
criggler- Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein
Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke
sel hepar.
c. Gangguan transportasi bilirubin. Bilirubin dalam darah terikat
pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat
obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar hepar
biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam
hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain.
Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatal
Dasar Penyebab
- Gangguan metabolik/endokrin
- Perubahan fungsi dan perfusi hati
(kemampuan konjugasi)
- Asfiksia, hipoksia, hipotermi, sepsi
(juga proses inflamasi)
- Obat-obatan dan hormon
(novobiasin, pregnanediol)
- Stasis biliaris (hepatitis, sepsis)
- Bilirubin load berlebihan (sering
pada hemolisis berat)
3. PATOFISIOLOGI
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang
telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke
hepar dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk
(terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal.
Bayi memiliki usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri
pemecah, sehingga pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi
bilirubin indirek yang kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga
bilirubin terus bersirkulasi (Atika dan Jaya, 2016).
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial,
selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.
Neonatus mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap
bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan
molar yang kurang. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat
memasuki susunan syaraf pusat dan bersifat toksik (Kosim, 2012).
Pigmen kuning ditemukan di dalam empedu yang terbentuk dari
pemecahan hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin,
reduktase, dan agen pereduksi non enzimatik dalam sistem
retikuloendotelial. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin tak
terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler “Y protein” dalam hati.
Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatik dan adanya ikatan
protein. Bilirubin tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi
oleh enzim asam uridin disfoglukuronat (uridine disphoglucuronid acid)
glukurinil transferase menjadi bilirubin mono dan diglucuronida yang
polar, larut dalam air (bereaksi direk). Bilirubin yang terkonjugasi yang
larut dalam air dapat dieliminasi melaui ginjal. Dengan konjugasi,
bilirubin masuk dalam empedu melaui membran kanalikular. Kemudian
ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi
urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali
menjadi sirkulasi enterohepatik (Suriadi dan Yuliani 2011).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin
yang melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang
telah diekskresikan dalam jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia
juga dapat disebabkan oleh obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila
konsentrasi bilirubin mencapai 2 – 2,5 mg/dL maka bilirubin akan
tertimbun di dalam darah. Selanjutnya bilirubin akan berdifusi ke dalam
jaringan yang kemudian akan menyebabkan kuning atau ikterus
(Ngastiyah, 2014).
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin
yang larut lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada
bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari
defisiensi atau tidak aktifnya glukoronil transferase. Rendahnya
pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena penurunan protein
hepatik sejalan dengan penurunan darah hepatik (Suriadi dan Yuliani
2011).
4. MANISFESTASI
Bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila bayi
baru lahir tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin
5mg/dL atau lebih. Hiperbilirubinemia merupakan penimbunan bilirubin
indirek pada kulit sehingga menimbulkan warna kuning atau jingga. Pada
hiperbilirubinemia direk bisanya dapat menimbulkan warna kuning
kehijauan atau kuning kotor (Ngatisyah, 2014).
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan ikterus
pada sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang
muncul pada 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi. Jaundice
yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan mencapai puncak pada
hari ketiga sampai hari keempat dan menurun pada hari kelima sampai
hari ketujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis (Suriadi dan
Yuliani 2011).
Ikterus diakibatkan oleh pengendapan bilirubin indirek pada pada
kulit yang cenderung tampak kuning terang atau orange. Pada
ikterus tipe obstruksi (bilirubin direk) akan menyebabkan kulit pada
bayi baru lahir tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan
ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat. Selain itu manifestasi
klinis pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia atau ikterus yaitu
muntah, anoreksia, fatigue, warna urine gelap, serta warna tinja pucat
(Suriadi dan Yuliani 2011).
Menurut Ridha (2014) bayi baru lahir dikatakan mengalami
hiperbilirubinemia apabila tampak tanda-tanda sebagai berikut :
a. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat
penumpukan bilirubin.
b. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
c. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24 jam.
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan
dan 12,5 mg/dL pada neonatus kurang bulan.
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
f. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa
gestasi kurang dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan
pernafasan, infeksi trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.
5. PATHWAY
Pathway Hiperbilubinemia
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Merupakan informasi yang dicatat mencakup Identitas orang tua,
identitas bayi baru lahir, riwayat persalinan, pemeriksaan fisik Romauli
(2011).
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia menurut Widagdo, 2012 meliputi:
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum : tingkat keparahan penyakit, kesadaran,
status nutrisi, postur/aktivitas anak, dan temuan fisis
sekilas yang prominen dari organ/sistem, seperti ikterus,
sianosis, anemi, dispneu, dehidrasi, dan lain-lain.
b) Tanda vital : suhu tubuh, laju nadi, tekanan darah, dan laju
nafas.
c) Data antropometri : berat badan, tinggi badan, lingkar
kepala, tebal lapisan lemak bawah kulit, serta lingkar
lengan atas.
2) Pemeriksaan Organ
a) Kulit : warna, ruam kulit, lesi, petekie, pigmentasi,
hiper/hipohidrolisis, dan angiektasis.
b) Kepala : bentuk, ubun-ubun besar, sutura, keadaan rambut,
dan bentuk wajah apakah simestris kanan atau kiri.
c) Mata : ketajaman dan lapangan penglihatan,
hipertelorisme, supersilia, silia, esksoptalmus, strabismus,
nitagmus, miosis, midriasis, konjungtiva palpebra, sclera
kuning, reflek cahaya direk/indirek, dan pemeriksaan retina
dngan funduskopi.
d) Hidung : bentuk, nafas cuping hidung, sianosis, dan
sekresi.
e) Mulut dan tenggorokan : warna mukosa pipi/lidah, ulkus,
lidah kotor berpeta, tonsil membesar dan hyperemia,
pembengkakan dan perdarahan pada gingival, trismus,
pertumbuhan/ jumlah/ morfologi/ kerapatan gigi.
f) Telinga : posisi telinga, sekresi, tanda otitis media, dan
nyeri tekan.
g) Leher : tiroid, kelenjar getah bening, skrofuloderma,
retraksi, murmur,bendungan vena, refluks hepatojugular,
dan kaku kuduk.
h) Thorax : bentuk, simetrisisitas, pembengkakan, dan nyeri
tekan.
i) Jantung : tonjolan prekordial, pulsasi, iktus kordis, batas
jantung/kardiomegali. Getaran, bunyi jantung, murmur,
irama gallop, bising gesek perikard (pericard friction rub)
j) Paru-paru : Simetrsitas static dan dinamik, pekak,
hipersonor, fremitus, batas paru-hati, suara nafas, dan
bising gesek pleura (pleural friction rub)
k) Abdomen : bentuk, kolteral, dan arah alirannya, smiling
umbilicus, distensi, caput medusa, gerakan peristaltic,
rigiditas, nyeri tekan, masa abdomen, pembesaran hati dan
limpa, bising/suara peristaltik usus, dan tanda-tanda asites.
l) Anogenetalia : atresia anus, vesikel, eritema, ulkus, papula,
edema skrotum.
m) Ekstremitas : tonus/trofi otot, jari tabuh, sianosis, bengkak
dan nyeri otot/tulang/sendi, edema pretibial, akral dingin,
capillary revill time, cacat bawaan.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak
kira-kira 6 mg/dL, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila
nilainya diatas 10 mmg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia
non fisiologis atau patologis. Pada bayi dengan kurang bulan,
kadar bilirubin mencapai puncaknya pada nilai 10 – 12 mg/dL,
antara lima dan tujuh hari kehidupan. Apabila nilainya diatas
14 mg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis
atau patologis (Suriadi & Yulliani, 2011).
2) Ultrasonograf (USG)
Pemeriksaan USG digunakan untuk mengevaluasi
anatomi cabang kantong empedu (Suriadi & Yulliani, 2011).
3) Radioscope Scan
Pemeriksaan radioscope scan dapat digunakan untuk
membantu membedakan hepatitis atau atresia biliary (Suriadi &
Yulliani, 2011).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan pada bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia menurut Mendri dan Prayogi, 2017 yaitu :
a. Ikterus Neonatus.
b. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan
c. Risiko gangguan integritas kulit
d. Termoregulasi tidak efektif
e. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi dan
gangguan bonding.
f. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman
orang tua.
3. RENCANA KEPERAWATAN (SDKI,SLKI,SIKI)
No Diagnosa NOC NIC
1 IKTERIK NEONATUS (D.0024) Setelah dilakukan tindakan FISIOTERAPI NEONATUS (I.03091)
keperawatan diharapkan: Observasi
DEFINISI Ikterik berkurang/ Integritas Kulit Monitor ikterik pada skelera dan kulit bayi
Kulit dan membrane mukosa Dan Jaringan Meningkat (L.14125) Identifikasi kebutuhan cairan sesuai dengan
neonates menguning setelah 24 jam usia gestasi dan berat badan
kelahiran akibat bilirubin tidak Monitor efek samping fisioterapi
terkonjugasi masuk ke dalam Terapeutik
sirkulasi Siapkan lampu fisioterapi dan incubator atau
PENYEBAB kotak bayi
Penurunan berat badan Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
abnormal (>7-8%) pada bayi Berikan penutup mata (eye protector/
baru lahir yang menyusu ASI, billiband) pada bayi
>15% pada bayi cukup bulan)
Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit
Pola makan tidak diteteapkan
bayi
dengan baik
Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi
Kesulitan tranmisi ke
secara berkelanjutan
kehidupan ekstra uterin
Ganti segera alas dan popok bayi jika
Usia kurang dari 7 hari
BAB/BAK
Keterlambatan pengeluaran
Edukasi:
feses (meconium)
Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
4 Termoregulasi Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Edukasi Pengukuran Suhu Tubuh (I.12414)
(D.0149) keperawatan diharapkan: Observasi
TERMOREGULASI MEMBAIK Identifikasi kesiapan dan kemampuan
DEFINISI (L. 14134) menerima informasi
kegagalan mempertahankan suhu Kriteria Hasil Terapeutik
tubuh dalam rentang normal. Menggigil Menurun Sediakan materi dan media pendidikan
PENYEBAB : Kulit merah Menurun kesehatan
stimulasi pusat termoregulasi Akrosianosis Menurun Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
hipotalamus Konsumsi oksigen Menurun kesepakatan
fluktuasi suhu lingkungan Piloereksi Menurun Berikan kesempatan untuk bertanya
Proses penyakit misal infeksi Vasokonstriksi perifer Dokumentasikan hasil pengukuran suhu
Proses Penuaan. Menurun Edukasi
Dehidrasi Kutis memorata Menurun Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
Ketidak sesuaian pakaian Pucat Menurun nyerijelaskan prosedur pengukuran suhu
untuk suhu lingkungan. Takikardia Menurun tubuh
Peningkatan kebutuhan Takipnea Menurun Anjurkan terus memegang bahu dan
oksigen Bradikardia Menurun menahan dada saat pengukuran aksila
Perubahan laju metabolisme Hipoksia Menurun Ajarkan memilih lokasi pengukuran suhu
Suhu lingkungan ekstrim Suhu Tubuh Membaik oral / axilla
Ketidakadekuatan suplai Suhu kulit Membaik Ajarkan cara meletakkan ujung thermometer
dibawah lidah atau bagian tengah aksilla
lemak subkutan Kadar glukosa darah
Berat badan ekstrem Membaik Ajarkan cara membaca hasil thermometer
Efek agen farmalogis (mis. Pengisisan kapiler Membaik
raksa dan/ atau elektronik
sedasi) Ventilasi Membaik
GEJALA DAN TANDA MAYOR EDUKASI TERMOREGULASI (I.12457)
Tekanan darah Membaik
kulit dingin/hangat
Menggigil Observasi
Suhu tubuh flukuatif Identifikasi kesiapan dan kemampuan
GEJALA DAN TANDA MINOR menerima informasi
Terapeutik
Piolereksi
Sediakan materi dan media pendidikan
Pengisian kapiler >3 detik
kesehatan
Tekanan darah meningkat
Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
Pucat
kesepakatan
Frekuensi nafas meningkat
Berikan kesempatan untuk bertanya
Takikardia Edukasi
Kejang Ajarkan kompres hangat jika demam
Kulit kemerahan
Dasar kuku sianotik Ajarkan cara pengukuran sushu
Anjurkan penggunaan pakaian yang dapat
menyerap keringat
Anjurkan tetap memandikan pasien, jika
mungkin
Anjurkan pemberian antipiretik sesuai
indikasi
Anjurkan banyak minum
Anjurkan menciptakan lingkungan yang
aman dan nyaman
Anjurkan penggunaan pakaian yang longgar
Anjurkan melakukan pemeriksaan darah
jika demam > 3hari
BAB II
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien/Bayi
Nama bayi : By NY. MM
Usia Kehamilan Saat Lahir : 36 Minggu
Usia Bayi saat dikaji : 6 Hari
Jenis kelamin : Perempuan
Penolong Persalinan : Dokter & Bidan dan Perawat
Alamat : Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang
G: 2 P: 1 A: 0 M: 0
2. Identitas Orang tua
Nama Ayah : Tn. I
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan : SMA
Nama Ibu Ny. MM
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
3. Riwayat Klien
Tanggal Masuk :
Tanggal Pengambilan Data :
Diagnosa Medis Saat Masuk : Hiperbilirubinemia
Cara Masuk : Rujukan dari ruang nifas
Keadaan Waktu Masuk :
Kesadaran : Somnolen
Tanda-Tanda Vital
BB Lahir : 3045 gr
PB Lahir : 51 cm
Lingkar Kepala : 33 cm
Lingkar Dada : 34 cm
Lingkar Perut : 32 cm
4. Keluhan Utama
By. Ny. MM, berjenis kelamin perempuan umur 6 hari, Pada riwayat neonatal, bayi
rawat gabung dengan ibu selama 3 hari, ASI belum lancar, namun saat dirawat
dikarena tampak kuning dari wajah, leher, dada, perut, tangan, dan kaki sejak tadi pagi
pasien dirujuk keruang perinatologi.
5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Prenatal
Anak Ke :2
Usia Kehamilan : 36 Minggu
Riwayat Penyakit Ibu : Menurut keterangan ibu pasien, dirinya tidak memiliki
penyakit bawaan
Natal
Diagnosa ibu : Ketuban Pecah Dini
Tanggal Lahir : 25 Desember 2022
Jam : 04:45 WIB
Kondisi Saat Lahir : kondisi bayi segera setelah lahir bayi menangis kuat, gerak
aktif, warna kulit kemerahan
APGAR Score :8
Cara Persalinan : bayi lahir secara SC atas indikasi ketuban pecah dini 2 jam
disertai cairan ketuban merembes keruh
Letak : Normal
Tali pusat : Segar
6. Faktor Resiko Infeksi
Tidak terdapat faktor resiko infeksi bawaan dikarenakan pasien lahir secara SC,
namun setelah lahir produksi ASI ibu belum lancar dan pasien menyusui
menggunakan botol, sehingga terdapat faktor resiko infeksi eksternal
7. Kebutuhan Biologis
Nutrisi : Intake nutrisi belum adekuat karena ASI ibu belum lancar
Eliminasi : saat lahir tidak ada masalah dalam eliminasi, namun setelah rawat
gabung dengan ibu tampak warna feses pucat (dempul) sehingga pasien di rawat
di Perinatologi
Alergi/Reaksi (Pada Orang Tua : Ayah/ibu) :
Tidak terdapat riwayat alergi pada orang tua
8. Kebutuhan Sosial Ekonomi
Status Pernikahan : orang tua pasien menikah sudah 7 tahun
Tinggal Bersama : kedua orang tua tinggal bersama
Kebiasaan : keseharian ayah berkerja sebagai karyawan swasta dan
ibu sebagai Wiraswasta dirumah
9. Kebutuhan Komunikasi
Edukasi diberikan kepada :
Orang tua (Ibu Pasien)
Bicara :
Gaya bicara normal
Bahasa Sehari-Hari :
Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Indonesia campur dengan
bahasa daerah namun masih dapat dimengerti sehingga tidak perlu penterjemah
Hambatan Edukasi
Tidak terdapat hambatan edukasi yang bearti, orang tua pasien kooperatif saat
diajak berkomunikasi
Cara Edukasi
Cara edukasi dengan Audio-Visual / Gambar
10. Penilaian Nyeri Neonatus
No Penilaian 0 1 2 Nilai
1. Crying Tidak ada Tangisan Tangisan
tangisan / melengking tetapi melengking
tangisan tidak bayi mudah tetapi bayi tidak 1
melengking dihibur mudah dihibur
Total Score 3
A. PENGKAJIAN
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada bayi melalui orang tua
sebagai sumber data utama dan status rekamedis sebagai sumber data skunder
didapatkan hasil pasien terdiagnosa medis Hiperbilirubin, dgn kadar bilirubin direk
1,62 mg/dl dan bilirubin total 13,74 mg/dl. Dari hasil pengamatan didapat drajet
kremer pada bayi berada pada level IV dibuktikan dengan warna kulit tampak kuning
pada wajah, leher, dada, perut, punggung, tangan dan kaki.
Berdasarkan hasil pengkajian pada orang tua bayi, bayi lahir melalui proses SC,
saat lahir bayi tampak normal dengan kondisi segera setelah lahir bayi menangis kuat,
gerak aktif, warna kulit kemerahan, namun setelah dirawat gabung bersama ibu
selama 3 hari, bayi menunjukan tanda dan gejala hiperbilirubin. Ibu bayi mengatakan
asnya masih belum lancar dan refleks hisap bayi kurang adekuat di tambah dengan
kondisi puting ibu inverted nippel sehingga menyulitkan bayi untuk menyusui. Dari
hasil pengkajian didapatkan sebab hiperbilirubin adalah kurangnya asupan ASI pada
bayi. Dan intake serta output cairan tidak seimbang akibat produksi asi belum dapat
mencukupi kebutuhan cairan bayi sehingga terdapat resiko hipovolemia. Setelah
dilakukan perawatan diruang perinatologi dengan fototerapi didapatkan efeksamping
seperti kulit bayi mengering, sehingga timbul resiko masalah baru yaitu resiko
kerusakan integritas kulit
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasrkan hasil analisa data dapat diangkat beberapa masalah keperawatan
yang terjadi pada bayi dengan hiperbilirubin yaitu berdasarkan SDKI PPNI (2018):
1. Ikterik Neonatus (D.0024)
2. Resiko Hipovolemia (D.0024)
3. Resiko Kerusakan Integritas kulit (D.0129)
C. RENCANA KEPERAWATAN
Tatalaksana hiperbilirubinemia menurut panduan WHO yaitu pemberian ASI
sedini mungkin, pemberian terapi sinar (phototherapy), tranfusi tukar bila kadar
bilirubin terus meningkat dan mencapai nilai tertinggi sesuai dengan berat badan
neonatus sertai pemberian terapi obat-obatan medis (Ullah et al., 2016; Wong et al.,
2009).
Efek samping yang dapat ditimbulkan, seperti diare, dehidrasi, ruam kulit,
gangguan retina, hipertermia, Bronze Baby Syndromme, bahkan kemandulan pada
bayi laki-laki. Selama phototherapy (terapi cahaya) bayi terpisah dari ibunya sehingga
beresiko berdampak pada peningkatan stres dan emosional pada ibu dan bayi
(Kianmehr et al., 2014).
Selaian Perencanaan menurut SDKI, SLKI dan SIKI, ada intervensi
keperawatan yang akan diaplikasikan dalam asuhan keperawatan ini, untuk membantu
terapi cahaya menurunkan kadar bilirubin serum total pada neonatus
hiperbilirubinemia fisiologis yaitu intervensi bounding dengan cara stimulus touch,
feeding management dan positioning.
Sentuhan dapat meningkatkan tonus nervus vagus (nervus x), saraf ini akan
meningkatkan kerja dari otot-otot sfinkter dan mengoptimalkan kerja dari kelenjar di
dalam traktus intestinalis, hepar dan pankreas, meningkatkan produksi enzim
pencernaan yang membantu meningkatkan penyerapan sehingga sistem kerja
pencernaan lebih baik dan penyerapan makanan lebih maksimal serta meningkatkan
aliran getah bening, memperlancar peredaran darah dan meningkatkan metabolisme
sel. Kondisi ini dapat mempercepat ekskresi bilirubin dipecah oleh terapi cahaya.
Proses ini dapat membantu mengurangi terjadinya peningkatan kadar bilirubin pada
neonatus dengan mempercepat ekskresi feses (Andaruni & Alasiry, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian Restuning Widiarsih (2019) yang berjudul
efektifitas Terapi Caring Support Neobil terhadap Perubahan Kadar Bilirubin Serum
Total Hyperbilirubinemia pada Neonatus di Rumah Sakit Dustira Cimahi didapatkan
hasil terapi caring support NEOBIL lebih efektif secara statistik membantu terapi
cahaya menurunkan nilai kadar bilirubin serum total. Untuk itu kami mengankat
intervensi inovasi caring support NEOBIL dalam penatalaksanaan asuhan
keperawatan pada bayi Ny. MM dengan masalah hiperbillirubin
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Implementasi mengaju dari intervensi yang telah dibuat di perencanaan dan
intervensi inovasi caring support NEOBI. Dari 3 diagnosa yang dilakukan intervensi
belum terdapat perubahan yang signifikan, namun pada diagnosa Ikterus Neonatus
didapatkan perubahan derajat kremer yaitu dari derajat 4 ke derajat 3. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor fototerapi, faktor asupan ASI yang mulai
meningkat dari sebelumnya dan faktor efektifitas terapi inovasi caring support
NEOBI. Kendala yang dihadapi selama melakukan implementasi adalah belum
optimalnya intervensi caring support NEOBI dikarenakan keterbatasan waktu ibu
untuk memberikan stimulus pada anaknya, sehingga hasil yang di dapat belum
maksimal. Dari hasil implementasi dapat disimpulkan dari 3 diagnosa keperawatan
yang diangkat, diagnosa Ikterik Neonatus yang mengalami perubahan atau masalah
teratasi sebagian, sedangkan diagnosa Resiko Hipovolemi dan Resiko Keerusakan
Integritas Kulit masih belum teratasi dikarenakan produksi ASI yang masih belum
lancar dan proses fototerapi yang belum selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Augurius C, Susanto, S, Dkk. 2021. Efektifitas Fototerapi pada Bayi Baru Lahir dengan
Hiperbilirubinemia Berdasarkan Lampu dan Panjang Gelombang Fototerapi. Jurnal
Kedokteran Meditek. Vol. 27 No. 2
Atika, Vidia dan Pongki Jaya. 2016. Asuhan kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita dan
Anak Pra Sekolah. Jakarta : Trans Info Media
Felicia Anita Wijaya. F.A, Suryawan. 2019. Faktor Resiko Kejadian Hiperbilirubinemia
pada Neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Wangaya Kota Denpasar. Skripsi
Mendri NK, Prayogi AS. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit dan. Bahaya Resiko
Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
M. Sholeh kosim , dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak. Indonesia.
Jakarta
Suriadi. & Yuliani, R. (2010) Buku Pegangan Praktik Klinik: Asuhan. Keperawatan pada
Anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV. Sagung
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Ridha N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Pustaka Pelajar
Romauli. 2011. BukuAjar Asuhan Kebidanan 1 Konsep Dasar Asuhan. Kehamilan.
Cetakan Pertama Yogyakarta : Nuha Medika
Widiasih, R. (2020). Efektifitas Terapi Caring Support Neobil terhadap Perubahan Kadar
Bilirubin Serum Total Hyperbilirubinemia pada Neonatus Di Rumah Sakit Dustira
Cimahi. Health Information: Jurnal Penelitian, 12(1), 30-37
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020
Efektifitas Terapi Caring Support Neobil terhadap Perubahan Kadar Bilirubin Serum
Total Hyperbilirubinemia pada Neonatus di Rumah Sakit Dustira Cimahi
ABSTRAK
Pemberian ASI kurang dan lambatnya perawatan terapi cahaya dapat memperberat
akumulasi bilirubin di dalam darah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas
terapi caring support NEOBIL terhadap perubahan nilai kadar bilirubin serum total
hyperbilirubinemia fisiologis pada neonatus di Rumah Sakit Dustira Kota Cimahi. Desain
penelitian menggunakan quasi experiment dengan non-equivalent control group design
pret-test post-test. Sampel diambil secara consecutive terbagi menjadi kelompok intervensi
(29 responden) dan kelompok kontrol (29 responden) sesuai dengan kriteria inklusi.
Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar observasi tindakan dan alat mesin
TMS 24i & 50i. Data dianalisa menggunakan paired t-test dan independent t-test. Hasil
menunjukan rata-rata kadar bilirubin serum total setelah pemberian intervensi pada
kelompok intervensi (9,17) sedangkan kelompok kontrol (11,23) antara kedua kelompok
terdapat penurunan yang bermakna (p-value 0,002). Berdasarkan hasil penelitian terapi
caring support NEOBIL lebih efektif secara statistik membantu terapi cahaya menurunkan
nilai kadar bilirubin serum total.
Kata kunci: Bilirubin, Hyperbilirubinemia Fisiologis, Neonatus
Abstract
Less breast feeding and slow treatment of light therapy can strengthen the accumulation of
bilirubin in the blood. The purpose of this research is to know the effectiveness of caring
therapy NEOBIL to change the value of bilirubin levels of serum hyperbilirubinemia total
physiological in neonatal in Dustira Hospital, Cimahi City. The research design uses a
quasi-experiment with a non-equivalent control group design pre-test post-test. Samples
were taken consecutive divided into intervention groups (29 respondents) and control
groups (29 respondents) following the criteria of inclusion. The research instrument used
is the action observation sheet and machine tool of TMS 24i & 50i. Data is analyzed using
a t-test paired and independent t-test. Results showed average levels of total serum bilirubin
after intervention in the intervention group (9.17) while the control group (11.23) between
the two groups was a meaningful decline (P-value 0.002). Based on the results of Caring
therapy Research support NEOBIL more effectively statistically help light therapy lowers
the value of total serum bilirubin.
Keywords: Bilirubin, Jaundice, Neonates, Physiologic hyperbilirubinemia
30
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020
31
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020
kekebalan tubuh tetap sehat. Kondisi ini perubahan bilirubin di kapiler superfisial dan
dapat merangsang metabolisme agar racun jaringan interstitial dengan reaksi paparan
dalam tubuh (Ayuningtyas, 2019). kimia dan oksidasi cahaya (American
Academy of Pediatrics Subcommittee on
Stimulus touch dalam penelitian ini
Hyperbilirubinemia, 2004).
menggunakan tehnik petrissage yaitu
sentuhan lembut dan ringan, dan vibrasi Tindakan alih baring dapat membantu
(getaran) lembut menjadi pilihan yang tepat, dalam penurunan bilirubin serum selama
karena usapan yang panjang dan lembut terapi cahaya pada neonatus (Ningsih, 2017;
dapat memberikan kesenangan serta Wikanthiningtyas & Mulyanti, 2016).
kenyamanan bagi bayi dan usapan yang Berdasarkan latar belakang di atas
pendek dan sirkuler cenderung lebih bersifat peneliti tertarik untuk mengembangkan
menstimulasi dengan durasi sentuhan 3-5 penelitian tentang intervensi keperawatan
menit. khususnya dalam melakuan perawatan
Manipulasi sentuhan dengan neonatus dengan hiperbilirubinemia
pemijatan yang dikombinasikan dengan fisiologis, yang sedang menjalani
terapi cahaya lebih efektif dalam penurunan pengobatan terapi cahaya. Peneliti
bilirubin serum neonatus dengan bermaksud untuk melakukan penelitian
meningkatkan frekuensi buang air besar lebih lanjut untuk mengetahui apakah
pada neonatus (Lei et al., 2018; Lin et al., penggabungan dari ketiga intervensi
2015). keperawatan di atas yang diberi nama
intervensi caring support NEOBIL
Intervensi feeding management
(bounding stimulus touch, feeding
hiperbilirubinemia pada neonatus yang
management dan positioning) dapat lebih
mendapatkan terapi cahaya. Salah satu
efektif mempengaruhi perubahan nilai kadar
tatalaksana hiperbilirubinemia menurut
bilirubin serum total neonatus
panduan WHO yaitu pemberian ASI sedini
hiperbilirubinemia fisiologis sebagai
mungkin. Kebutuhan cairan akan meningkat
kelompok intervensi dan pemberian terapi
(growth spurt) seiring dengan efek dari
standar rutin di ruangan RS Dustira sebagai
paparan sinar terapi cahaya, pemberian
kelompok kontrol atau pembanding.
volume cairan akan ditambah dengan cara
perah payudara (power pumping), asupan METODE
makan yang cukup (ASI) dapat memicu Jenis Penelitian
geraka pristaltik usus sehingga ekskresi
bilirubin hasil pemecahan terapi cahaya Jenis penelitian kuantitatif dengan
dapat segera dikeluarkan (American analitik quasi eksperimen non-equivalent
Academy of Pediatrics Subcommittee on control group design, one group pre-test
Hyperbilirubinemia, 2004). post-test control dan one group pre-test
post-test intervention. kelompok kontrol
Intervensi ke tiga alih baring sebagai pembanding berupa perawatan
(positioning), berfokus pada tindakan standar rutin di ruangan dan kelompok
merubah posisi yang menjalani terapi intervensi mendapat perlakuan caring
cahaya. Alih baring pasien dilakukan dengan support NEOBIL.
cara terlentang, miring kanan, miring kiri.
Luasnya area tubuh yang terpapar sinar Lokasi dan Waktu Penelitian
fototerapi dipengaruhi oleh proposionalnya Penelitian ini berlokasi di Rumah
ukuran tubuh yang terpapar sinar. Selain itu, Sakit Dustira Kota Cimahi. Penelitian
perubahan posisi tubuh bayi setiap 2-3 jam dilaksanakan pada bulan Desember 2019-
dapat memaksimalkan area yang terpapar Januari 2020.
cahaya dari fototerapi. Sehingga dapat
membantu memaksimalkan proses
32
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020
33
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020
Tabel 3. Perbandingan Selisih Penurunan Rata-Rata Nilai Kadar Bilirubin Serum Total pada
Kelompok Kontrol dan Intervensi
Variabel Kelompok N Mean Mean difference p-value
Kadar Kontrol 29 11,24 2,68 0,002
bilirubin Intervensi 29 9,17
Sumber data: hasil uji data penelitian 2020
Terjadi penurunan rata-rata nilai kadar untuk kelompok intervensi, dengan ini
bilirubin serum total antara post-test kedua intervensi sama-sama mampu
kelompok kontrol dan kelompok intervensi. menurunkan nilai kadar bilirubin serum total
Berdasarkan hasil uji independen t-test pada neonatus hyperbilirubinemia fisiologis.
didapatkan hasil p-value 0,002 dimana nilai Hasil uji statistik independent sampel
p < 0,05. test untuk melihat selisih rata-rata nilai
Data disajikan dalam tiga bentuk, yaitu bilirubin serum total dengan tingkat
Tabel, Grafik atau Gambar dan Narasi. kepercayaan 95% setelah diberikan
Namun yang perlu diingat bahwa untuk satu intervensi untuk kedua kelompok
jenis data hanya boleh disajikan dalam salah didapatkan nilai p-value sebesar 0,002 <
satu bentuk, tidak boleh data yang sama 0,05 maka dapat ditarik kesimpulan, terdapat
disajikan dalam tabel dan juga dalam bentuk perbedaan selisih rata-rata hasil nilai kadar
grafik. Semua isi artikel harus ditulis dengan bilirubin serum total antara kelompok
jarak satu spasi, indentasi: 1 cm, font: Times kontrol dan kelompok intervensi, dengan
New Roman 12 regular. nilai rata-rata post-test kontrol sebesar 11,24
dan post-test intervensi sebesar 9,17 dengan
PEMBAHASAN
perbedaan rata-rata diantara kedua
Berdasarkan hasil perhitungan statistik kelompok tersebut sebesar 2,68. Hasil
didapatkan bahwa pada derajat kepercayaan penelitian menunjukan bahwa pemberian
95% terdapat perbedaan yang signifikan intervensi caring support NEOBIL lebih
antara nilai kadar bilirubin pre-test dan post- efektif terhadap penurunan nilai kadar
test diberikan intervensi terapi caring bilirubin serum total. Maka penerapan
support NEOBIL pada kelompok intervensi, intervensi caring support NEOBIL bersama
dengan nilai sig. 2 tailed sebesar 0,000 < dengan fototerapi secara statistic lebih baik
0,05 (p 0,000). Sedangkan pada kelompok dalam menurunkan nilai kadar bilirubin
kontrol yang mendapatkan terapi cahaya dan serum total hyperbilirubinemia fisiologis
perawatan standar rutin di ruangan, neonatus.
didapatkan p-value sama yaitu p 0,000
Pada penelitian field massage yang
artinya, pada kelompok kontrol juga terdapat
diberikan 2 kali dalam sehari (pagi dan sore)
perbedaan yang bermakna antara nilai kadar
terhadap perubahan bilirubin serum, nilai
bilirubin serum total sebelum dan sesudah
rata-rata bilirubin serum total setelah
pemberian terapi cahaya dan pemberian
pemberian intervensi pada kelompok
perawatan standar rutin hyperbilirubinemia.
intervensi mengalami penurunan yang
Adanya perbedaan yang signifikan signifikan (Novianti et al., 2018).
pada nilai rata-rata (mean) kadar bilirubin Manipulasi sentuhan terhadap penurunan
serum total sebelum dan sesudah pemberian kadar bilirubin serum berpengaruh dengan
intervensi antara kedua kelompok meningkatkan frekuensi buang air besar
merupakan hal yang sangat mungkin terjadi pada neonatus (Lei et al., 2018).
karena kedua kelompok tersebut sama-sama
Terapi massage yang dikombinasikan
diberikan intervensi atau perawatan baik itu
dengan terapi cahaya dapat mengurangi
perawatan standar untuk kelompok kontrol
kadar bilirubin serum dengan meningkatan
atau perawatan yang diberikan oleh peneliti
34
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020
frekuensi buang air besar pada neonatus, hal perawatan untuk diaplikasikan secara
ini juga dapat memfasilitasi hubungan bersamaan.
emosional yang lebih baik antara ibu dan DAFTAR PUSTAKA
bayi (Aboel-Magd et al., 2017; Babaei &
Vakiliamini, 2018; Gürol & Polat, 2012; Lin Aboel-Magd, A., Masoed, S., Salma Zoheir,
et al., 2015). &, & Houchi, E. L. (2017). Effect of
massage on health status of neonates
Pengaruh positioning terhadap with hyperbilirubinemia. In
penuruanan kadar bilirubin yang diberikan International Journal of Research in
per 3 jam sekali pada kelompok intervensi Applied, Natural and Social Sciences
mengalami penurunan kadar bilirubin serum (IMPACT: IJRANSS) ISSN(P (Vol. 5).
lebih cepat dari pada kelompok kontrol.
Google Scholar
Kondisi ini disebabkan kadar bilirubin dapat
American Academy of Pediatrics
diisomerasi oleh sinar fototerapi secara
Subcommittee on Hyperbilirubinemia.
merata keseluruhan bagian tubuh neonatus
(2004). Management of
(Wikanthiningtyas & Mulyanti, 2016).
hyperbilirubinemia in the newborn
Luasnya area tubuh bayi yang terpapar
infant 35 or more weeks of gestation. In
cahaya membawa dampak pengobatan lebih
Pediatrics (Vol. 114, Issue 1, pp. 297–
baik dibandingkan banyaknya jumlah lampu
316). Pediatrics.
yang digunakan (American Academy of
https://doi.org/10.1542/peds.114.1.297
Pediatrics Subcommittee on
Andaruni, N. Q. R., & Alasiry, E. (2018).
Hyperbilirubinemia, 2004).
Pengaruh pijat bayi dan breastfeeding
KESIMPULAN DAN SARAN terhadap penurunan kadar bilirubin
Berdasarkan hasil analisa, perhitungan pada neonatus dengan
secara statistik dan didukung hasil penelitian hiperbilirubinemia. Jurnal Ilmiah
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Bidan, 3(2), 45–51. Garuda
penurunan nilai kadar bilirubin serum total Ayuningtyas, I. F. (2019). Kebidanan
pada kelompok yang diberikan intervensi Komplementer. Pustaka Baru Press.
caring support NEOBIL lebih efektif Indonesia Onesearch
dibandingkan dengan kelompok yang Babaei, H., & Vakiliamini, M. (2018). Effect
diberikan perawatan standar rutin di ruangan of Massage Therapy on Transcutaneous
saja. Kondisi ini sangat mungkin terjadi Bilirubin Level in Healthy Term
karena perawatan pada kelompok intervensi Neonates: Randomized Controlled
menggabungkan tiga intervensi keperawatan Clinical Trial. Iranian Journal of
dalam satu kali pemberian perawatan, Neonatology, 9(4), 41–46.
bounding dengan cara stimulus touch, https://doi.org/10.22038/ijn.2018.2890
feeding management dan positioning yang 6.1386
diberikan secara rutin dan teratur. Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional, Badan Pusat
Hasil penelitian ini dapat memperkaya Statistik, Kementerian Kesehatan, &
khasanah keilmuan keperawatan khususnya USAID. (2018). Survei Demografi dan
dalam area keperawatan anak. Institusi Kesehatan Indonesia 2017. Google
pendidikan keperawatan dapat Scholar
mengembangkan praktik berbasis fakta dan
Gürol, A., & Polat, S. (2012). The effects of
intervensi keperawatan yang aman dan
baby massage on attachment between
sesuai dengan keperluan perawatan di
mother and their infants. Asian Nursing
lapangan. Dapat pula dikembangkan
Research, 6(1), 35–41.
berbagai intervensi keperawatan yang
https://doi.org/10.1016/j.anr.2012.02.0
dikombinasikan dengan berbagai terapi
06
medis lainya, menjadi satu penerapan
Kianmehr, M., Moslem, A., Moghadam,
35
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020
36
https://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP p-ISSN: 2083-0840|e-ISSN: 2622-5905
Volume 12, Nomor 1, Juni 2020
Kontribusi Penulis
Conceptualization : An’nisaa Heriyanti, Restuning Widiasih, Murtiningsih
Data curation : An’nisaa Heriyanti
Formal analysis : An’nisaa Heriyanti
Funding acquisition : An’nisaa Heriyanti
Investigation : An’nisaa Heriyanti
Methodology : An’nisaa Heriyanti
Project administration : An’nisaa Heriyanti
Resources : An’nisaa Heriyanti
Supervision : An’nisaa Heriyanti, Restuning Widiasih, Murtiningsih
Validation : An’nisaa Heriyanti
Visualization : An’nisaa Heriyanti
Writing – original draft : An’nisaa Heriyanti, Restuning Widiasih, Murtiningsih
Writing – review & editing : An’nisaa Heriyanti, Restuning Widiasih, Murtiningsih
Artikel DOI
https://doi.org/10.36990/hijp.vi.154
37