Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PRAKTIK INDUSTRI

BIDANG PUSKESMAS

DI PUSKESMAS KERJO KARANGANYAR

Laporan ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Untuk
Mengajukan Tugas Akhir

Disusun oleh :

1. Dedi Setyo Permadi (E20006)


2. Reyningtyas Dila Ardianti (E20088)
3. Mutiara Wulan Sari (E20118)

PROGRAM STUDI DIII FARMASI

POLITEKNIK INDNUSA SURAKARTA

2022
PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIK INDUSTRI

Nama : 1. Dedi Setyo Permadi (E20006)

2. Reyningtyas Dila Ardianti (E20088)

3. Mutiara Wulan Sari (E20118)

Program Studi : D3 Farmasi

Judul laporan : Laporan Praktik Industri Bidang Puskesmas


Di Puskesmas Kerjo Karanganyar

Telah disetujui dan disahkan oleh dosen pembimbing pada :

Hari / Tanggal :

Tempat : Politeknik Indonusa Surakarta

Surakarta,............................

Mengesahkan :
Dosen Pembimbing Pembimbing Lapangan

apt. Riyan Setianto, M.Farm Didik Verry Ariyanto, S.Farm., Apt


NIDN. 061 7088202 NIP:

Mengetahui :
Wakil Direktur I Bidang Akademik
POLITEKNIK INDNUSA SURAKARTA

Edy Susena, M. Kom


NIDN. 0623097702
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Allah
SWT, sehingga tersusunlah laporan Praktik Industri ini dengan judul Laporan
Praktik Industri Bidang Puskesmas Di Puskesmas Kerjo Karanganyar.
Penyusunan Laporan praktek Industri ini merupakan salah satu kewajiban yang
dimaksud untuk melengkapi syarat untuk mengajukan Tugas Akhir.
Atas tersusunnya laporan Praktik Industri ini. Penulis tidak lupa
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ir. Suci Puerwandari, M.M, selaku Direktur Politeknik Indonusa Surakarta.
2. Apt. Umi Nafisah, M.M.,M.Sc, selaku Ketua Program Studi D3 Farmasi
Politeknik Indonusa Surakarta.
3. Didik Verry Ariyanto, S.Farm., Apt selaku Apoteker di Puskesmas Kerjo
sekaligus pembimbing lapangan Praktek Industri yang telah memberikan
pengarahan selama Praktik Industri berlangsung.
4. apt. Riyan Setianto, M.Farm, selaku pembimbing Praktik Industri yang
telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan laporan ini.
5. Segenap karyawan dan karyawati Puskesmas Kerjo yang telah
memberikan bantuan selama pelaksanaan Praktik Industri.
6. Orang tua yang telah senantiasa mendoakan, memberikan motivasi dan
dukungan.
7. Serta rekan-rekan D3 Farmasi Politeknik Indonusa Surakarta yang telah
banyak membantu dan mendukung dalam menyelesaikan laporan ini.
Kami menyadari dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat
kekurangan, untuk itu kami memohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan
dalam penyusunan laporan praktek industri ini. Dengan penuh harap semoga
laporan Praktik Industri ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Surakarta,.......................................

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut Undang Undang Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009,
kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, spiritual maupun sosial yang
memugkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Dalam menyelenggarakan upaya Kesehatan diperlukan suatu fasilitas untuk
mendukung berbagai kegiatan yang dilakukan. Fasilitas pelayanan Kesehatan
adalah suatu alat atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan Kesehatan baik promotive, prefentif, kuratif, maupun rehabilitative
yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah daerah atau masyaraka. Salah satu
tempat atau fasilitas pelayanan Kesehatan yang paling mudah dijangkau oleh
masyarakat yaiu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Pusat Kesehatan
masyarakat yang selanjutnya disebut puekesmas adalah unit pelaksana teknis
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan
pembangunan Kesehatan disuatu wilayah kerja (Kementrian Kesehatan RI, 2016).

Diploma III Farmasi Politeknik Indonusa Surakarta menyiapkan tenaga


Kesehatan professional Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang dibutuhkan di
unit unit pelayanan farmasi (Apotek, Rumah Sakit, Toko Obat, dan Puskesmas)
termasuk produksi, distribusi, pengolahan, pengendalian sediaan farmasi, dan
peralatan Kesehatan. Untuk mempersiapkan lulusanya telah disusun Kurikulum
Pendidikan Diploma III Politeknik Indonusa Surakarta, yang mewajibkan
mahasiswa dan mahasiswi yang telah menempuh semester lima melakukan
Praktik Industri (PI) di puskesmas.

Praktik Industri (PI) adalah suatu proses pembelajaran pada unit kerja
secara nyata, sehigga mahasiswa PI mendapat gambaran dan pengalaman kerja
secara langsung dan menyeluruh. Peserta didik Program Diploma III Farmasi
Politeknik Indonusa Surakarta yang berperan sebagai calon tenaga penunjang
pada pelayanan Kesehatan diharapkan mengetahui berbagai kegiatan terpadu
meliputi bidang produksi, dirtribusi, pelayanan, dan pengawasan sediaan farmasi
dan perbekalan Kesehatan lainnya termasuk penatalaksanaan administrasinya di
puskesmas.

1.2. Tujuan Praktik Industri


Adapun tujuan Praktik Industri Bidang Puskesmas di Puskesmas Kerjo sebagai
berikut :
1. Sebagai pembanding antara teori selama perkuliahan dengan praktik yang
dilakukan dilapangan.
2. Mahasiswa mampu memahami peran Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) di
Puskesmas dalam menunjang pelayanan Kesehatan.
3. Mahasiswa mampu mempelajari dan mengetahui sistem pelayanan kefarmasian
dan pengelolaan perbekalan farmasi dan alat Kesehatan di Puskesmas.
4. Menghasilakan Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang professional,
berkompetensi, jujur, dan bertanggungjawab.

1.3. Manfaat Praktek Industri


Dengan melaksanakan Praktik Industri bidang Puskesmas ini diharapkan didapat
berbagai hal yang bermanfaat yaitu:
1. Bagi mahasiswa
a. Mahasiswa memahami standar pelayanan di puskesmas, mahasiswa dapat
menjadikan salah satu bentuk pendidikan yang berupa pengalaman belajar
secara komprehensif yang sangat penting dan bermanfaat bagi mahasiswa
untuk mencapai suatu keberhasilan pendidikan, sehingga nantinya
mahasiswa dapat lebih siap dan mandiri dalam menghadapi dunia kerja.
b. Mahasiswa dapat mengetahui dan mengenal berbagai macam sediaan obat
dan alat kesehatan yang tersedia di puskesmas.
c. Mahasiswa dapat menerapkan pelayanan kefarmasian dengan pendekatan
asuhan kefarmasian.
2. Bagi Puskesmas
a. Manfaat bagi Puskesmas Kerjo memperoleh saran dan masukan yang
bersifat membangun dan mampu meningkatkan kualitas Puskesmas.
b. Mahasiswa dapat membantu dan meringankan pekerjaan-pekerjaan
kefarmasian di Instalasi Farmasi.
c. Mempu mengenal kualitas peserta Praktik Industri serta menciptakan
kerjasama yang menguntungkan dan bermanfaat antara Puskesmas Kerjo
dengan Politeknik Indonusa Surakarta.
3. Bagi institusi pendidikan
a. Memberikan keahlian profesional bagi peserta didik lebih terjamin
pencapaiannya.
b. Terdapat kesesuaian yang lebih pas antara program pendidikan dengan
kebutuhan lapangan kerja.
c. Memberi kepasan bagi penyelenggaran pendidikan diploma karena
lulusannya lebih terjamin memperoleh bekal yang bermanfaat, baik untuk
kepentingan lulusan, kepentinga dunia kerja dan kepentingan bangsa.
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1. Pengertian Puskesmas


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari pelaksana upaya kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan kefarmasian
di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sabagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi
pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat
(Permenkes 2016).

2.2. Tujuan Puskesmas


Puskesmas mempunyai tujuan untuk tercapainya pembangunan kesehatan di
wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat.
Kecamatan sehat yang dimaksud tersebut mencakup 4 indikator utama yaitu
hubungan yang sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
dan derajat kesehatan penduduk (Permenkes, 2014).
2.3. Fungsi Puskesmas
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2019
Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Fungsi dari puskesmas adalah sebagai
berikut:
1. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di
wilayah kerjanya.
Dalam melaksanakan fungsi ini, puskesmas berwenang untuk:
a. Menyusun perencanaan kegiatan berdasarkan hasil analisis masalah
kesehatan masyarakat dan kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan.
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerja sama dengan pimpinan wilayah dan sektor lain terkait.
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap institusi, jaringan pelayanan
Puskesmas dan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat.
f. Melaksanakan perencanaan kebutuhan dan peningkatan kompetensi
sumber daya manusia Puskesmas.
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
h. Memberikan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada keluarga,
kelompok, dan masyarakat dengan mempertimbangkan faktor biologis,
psikologis, sosial, budaya, dan spiritual.
i. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu,
dan cakupan Pelayanan Kesehatan.
j. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat kepada
dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, melaksanakan sistem
kewaspadaan dini, dan respon penanggulangan penyakit.
k. Melaksanakan kegiatan pendekatan keluarga.
l. Melakukan kolaborasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama dan rumah sakit di wilayah kerjanya, melalui pengoordinasian
sumber daya kesehatan di wilayah kerja Puskesmas.
2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama di
wilayah kerjanya.
Dalam melaksanakan fungsi ini, puskesmas berwenang untuk:
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan, bermutu, dan holistic yang mengintegrasikan faktor
biologis, psikologi, sosial, dan budaya dengan membina hubungan
dokter-pasien yang erat dan setara.
b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif.
c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berpusat pada individu,
berfokus pada keluarga, dan berorientasi pada kelompok dan masyarakat.
d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan kesehatan,
keamanan, keselamatan pasien, petugas, pengunjung, dan lingkungan
kerja.
e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan
kerja sama inter dan antar profesi.
f. Melaksanakan penyelenggaraan rekam medis.
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan
akses pelayanan kesehatan.
h. Melaksanakan perencanaan kebutuhan dan peningkatan kompetensi
sumber daya manusia Puskesmas.
i. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan
sistem rujukan.
j. Melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan fasilitas pelayanan
kesehatan di wilayah kerjanya, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

2.4. Tugas Puskesmas


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya.
2.5. Ruang Lingkup
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi dua kegiatan,yaitu kegiatan yang
bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung
oleh sumber daya manusia dan sarana dan prasarana.
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai merupakan salah satu
kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin
kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan
kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi
manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai meliputi:
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah sediaan farmasi dalam
rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk
mendapatkan:
1) Perkiraan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang mendekati kebutuhan.
2) Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
3) Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai di
Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh ruang farmasi di Puskesmas.
Proses seleksi sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi sediaan farmasi periode
sebelumnya, data mutasi sediaan farmasi, dan rencana pengembangan. Proses
seleksi sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai juga harus mengacu
pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional.
Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas
seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang
berkaitan dengan pengobatan.
Proses perencanaan kebutuhan sediaan farmasi per tahun dilakukan secara
berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian
obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO).
Selanjutnya instalasi farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi
dan analisa terhadap kebutuhan sediaan farmasi Puskesmas di wilayah
kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan
waktu kekosongan obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih
(Permenkes, 2016).
b. Permintaan
Tujuan permintaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai adalah
memenuhi kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai di
Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat.
Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah
setempat (Permenkes, 2016).
c. Penerimaan
Penerimaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai adalah suatu
kegiatan dalam menerima sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dari
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan Puskesmas secara
mandiri sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah
agar sediaan farmasi yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh Puskesmas, dan memenuhi persyaratan
keamanan, khasiat, dan mutu.
Tenaga kefarmasian dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas
ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat
dan bahan medis habis pakai berikut kelengkapan catatan yang menyertainya.
Tenaga kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai yang diserahkan, mencakup jumlah
kemasan/peti, jenis dan jumlah sediaan farmasi, bentuk sediaan farmasi sesuai
dengan isi dokumen LPLPO, ditandatangani oleh tenaga kefarmasian, dan
diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka tenaga
kefarmasian dapat mengajukan keberatan. Masa kedaluwarsa minimal dari
sediaan farmasi yang diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di
Puskesmas ditambah satu bulan (Permenkes, 2016).
d. Penyimpanan
Penyimpanan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai merupakan suatu
kegiatan pengaturan terhadap sediaan farmasi yang diterima agar aman (tidak
hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap
terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Tujuannya adalah agar mutu sediaan farmasi yang tersedia di puskesmas
dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Penyimpanan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) Bentuk dan jenis sediaan.
2) Kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan sediaan
farmasi, seperti suhu penyimpanan, cahaya, dan kelembaban.
3) Mudah atau tidaknya meledak/terbakar.
4) Narkotika dan psikotropika disimpan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5) Tempat penyimpanan sediaan farmasi tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
(Permenkes, 2016).
e. Pendistribusian
Pendistribusian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai merupakan
kegiatan pengeluaran dan penyerahan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit
farmasi Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi
kebutuhan sediaan farmasi sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah
kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:
1) Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas
2) Puskesmas Pembantu
3) Puskesmas Keliling
4) Posyandu
5) Polindes
Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain)
dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai resep yang diterima (floor
stock), pemberian obat per sekali minum (dispensing dosis unit) atau
kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan Puskesmas dilakukan
dengan cara penyerahan obat sesuai dengan kebutuhan (floor stock)
(Permenkes, 2016).
f. Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, dan bahan medis habis pakai
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penarikan sediaan farmasi
yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-undangan
dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar
(voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan bahan medis habis pakai dilakukan terhadap produk yang izin
edarnya dicabut oleh Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
bila:
1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu.
2) Telah kadaluwarsa.
3) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan.
4) Dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai terdiri
dari:
1) Membuat daftar sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang akan
dimusnahkan.
2) Menyiapkan berita acara pemusnahan.
3) Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait.
4) Menyiapkan tempat pemusnahan.
5) Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan
serta peraturan yang berlaku (Permenkes, 2016).
g. Pengendalian
Pengendalian sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai adalah suatu
kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai
dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan
dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat di
unit pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian sediaan farmasi terdiri dari:
1) Pengendalian persediaan.
2) Pengendalian penggunaan.
3) Penanganan Sediaan Farmasi hilang, rusak, dan kadaluwarsa
(Permenkes, 2016).
h. Administrasi
Administrasi meliputi pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh rangkaian
kegiatan dalam pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai,
baik sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang diterima, disimpan,
didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
1) Bukti bahwa pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
telah dilakukan.
2) Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian.
3) Sumber data untuk pembuatan laporan (Permenkes, 2016).
i. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
1) Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan
sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai sehingga dapat menjaga
kualitas maupun pemerataan pelayanan.
2) Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan sediaan farmasi dan
bahan medis habis pakai.
3) Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
Setiap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai,
harus dilaksanakan sesuai standar prosedur operasional. Standar Prosedur
Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala Puskesmas. SPO tersebut
diletakkan di tempat yang mudah dilihat. Contoh standar prosedur
operasional sebagaimana terlampir (Permenkes, 2016).
2. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan obat dan bahan
medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan kefarmasian di
Puskesmas.
2. Memberikan pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi obat dan bahan medis habis pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien
yang terkait dalam pelayanan kefarmasian.
4. Melaksanakan kebijakan obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional.
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap
maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
1) Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
2) Nama, dan paraf dokter.
3) Tanggal resep.
4) Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
1) Bentuk dan kekuatan sediaan.
2) Dosis dan jumlah obat.
3) Stabilitas dan ketersediaan.
4) Aturan dan cara penggunaan.
5) Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat).
Persyaratan klinis meliputi:
1) Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat.
2) Duplikasi pengobatan.
3) Alergi, interaksi dan efek samping obat.
4) Kontra indikasi.
5) Efek adiktif.
Kegiatan penyerahan (dispensing) dan pemberian informasi obat
merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik obat,
memberikan label/etiket, menyerahan sediaan farmasi dengan informasi yang
memadai disertai pendokumentasian.
Tujuan:
1) Pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan.
2) Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan
(Permenkes, 2016).
b. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan
informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan:
1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di
lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat.
2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan obat (contoh: kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan
mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang
memadai).
3) Menunjang penggunaan obat yang rasional.
Kegiatan:
1) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro
aktif dan pasif.
2) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka.
3) Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan lain-
lain.
4) Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap,
serta masyarakat.
5) Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya terkait dengan obat dan bahan medis habis
pakai.
6) Mengoordinasikan penelitian terkait obat dan kegiatan pelayanan
kefarmasian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
1) Sumber informasi obat.
2) Tempat.
3) Tenaga.
4) Perlengkapan (Permenkes, 2016).
c. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien
yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta
keluarga pasien. Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman
yang benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping,
tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat.
Kegiatan:
1) Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
2) Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter
kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended question),
misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai obat, bagaimana cara
pemakaian, apa efek yang diharapkan dari obat tersebut, dan lain-lain.
3) Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat.
4) Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan
obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1) Kriteria pasien:
a) Pasien rujukan dokter.
b) Pasien dengan penyakit kronis.
c) Pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi.
d) Pasien geriatrik.
e) Pasien pediatrik.
f) Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
2) Sarana dan prasarana:
a) Ruangan khusus.
b) Kartu pasien/catatan konseling.
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan
mendapat risiko masalah terkait obat misalnya komorbiditas, lanjut usia,
lingkungan sosial, karateristik obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas
penggunaan obat, kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan
tentang bagaimana menggunakan obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan
pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan
tercapainya keberhasilan terapi obat (Permenkes, 2016).
d. Visite Pasien (khusus pasien rawat inap)
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara
mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat,
ahli gizi, dan lain-lain.
Tujuan:
1) Memeriksa obat pasien.
2) Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat dengan
mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.
3) Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan
obat.
4) Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan
dalam terapi pasien.
5) Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan
dokumentasi dan rekomendasi.
Kegiatan visite mandiri:
1) Untuk pasien baru
a) Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari
kunjungan.
b) Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi dan
jadwal pemberian obat.
c) Menanyakan obat yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah,
mencatat jenisnya dan melihat instruksi dokter pada catatan
pengobatan pasien.
d) Mengkaji terapi obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah
terkait obat yang mungkin terjadi.
2) Untuk pasien lama dengan instruksi baru
a) Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan obat baru.
b) Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian obat.
3) Untuk semua pasien
a) Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.
b) Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah
dalam satu buku yang akan digunakan dalam setiap kunjungan.
Kegiatan visit bersama tim:
1) Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa catatan
pegobatan pasien dan menyiapkan pustaka penunjang.
2) Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien dan/atau
keluarga pasien terutama tentang obat.
3) Menjawab pertanyaan dokter tentang obat.
4) Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan, seperti
obat yang dihentikan, obat baru, perubahan dosis dan lain- lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1) Memahami cara berkomunikasi yang efektif.
2) Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim.
3) Memahami teknik edukasi.
4) Mencatat perkembangan pasien.
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan
terputusnya kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan obat. Untuk
itu, perlu juga dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)
agar terwujud komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan
obat sehingga tercapai keberhasilan terapi obat (Permenkes, 2016).
e. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau
tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan:
1) Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat,
tidak dikenal dan frekuensinya jarang.
2) Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah
sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan.
Kegiatan:
1) Menganalisis laporan efek samping obat.
2) Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko.
3) tinggi mengalami efek samping obat.
4) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
5) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
1) Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
2) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat (Permenkes,
2016).
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi
obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan
efek samping.
Tujuan:
1) Mendeteksi masalah yang terkait dengan obat.
2) Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan
obat.
Kriteria pasien:
1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
2) Menerima obat lebih dari lima jenis.
3) Adanya multidiagnosis.
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5) Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
6) Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan.
Kegiatan:
1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2) Membuat catatan awal.
3) Memperkenalkan diri pada pasien.
4) Memberikan penjelasan pada pasien.
5) Mengambil data yang dibutuhkan.
6) Melakukan evaluasi.
7) Memberikan rekomendasi (Permenkes, 2016).
g. Evaluasi Penggunaan Obat
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur dan
berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif,
aman dan terjangkau (rasional).
Tujuan:
1) Mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu.
2) Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu.
3) Setiap kegiatan pelayanan farmasi klinik, harus dilaksanakan sesuai
standar prosedur operasional.
Standar Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh Kepala Puskesmas.
SPO tersebut diletakkan di tempat yang mudah dilihat. Contoh standar prosedur
operasional sebagaimana terlampir (Permenkes, 2016).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Puskesmas Kerjo

Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak

pemerintahan Belanda pada abad ke-16. Kesehatan masyarakat di Indonesia pada

waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang

sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu.

Kolera masuk di Indonesia tahun 1927 dan tahun 1937 terjadi wabah

kolera eltor di Indonesia. Kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia

melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia. Sehingga berawal dari

wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan

upaya-upaya kesehatan masyarakat. Kemudian pada September 1959, wabah

malaria masuk ke Malang. Dengan tekad di dada, malaria ditargetkan terberantas

pada tahun 1970.

Puskesmas telah menjadi tonggak periode perjalanan sejarah Dinas

Kesehatan Kabupaten di Indonesia. Konsep Puskesmas sendiri diterapkan di

Indonesia pada tahun 1969. Perihal diterapkannya konsep Puskesmas ini, pada

awal berdirinya, sedikit sekali perhatian yang dicurahkan Pemerintah di

Kabupaten pada pembangunan di bidang Kesehatan. Sebelum konsep Puskesmas

diterapkan, dalam rangka memberikan pelayanan terhadap masyarakat maka

dibangunlah Balai Pengobatan (BP), Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA),

yang tersebar di kecamatan- kecamatan. Unit tersebut berdiri sendiri-sendiri tidak

saling berhubungan dan langsung melaporkan kegiatannya kepada Kepala Dinas

Kesehatan, umumnya unit tersebut dipimpin oleh seorang Mantri (perawat)

1
senior.

Sejalan dengan diterapkannya konsep Puskesmas di Indonesia tahun 1969,

maka mulailah dibangun Puskesmas di beberapa wilayah yang dipimpin oleh

seorang Dokter Wilayah (Dokwil) yang membawahi beberapa Kecamatan, sedang

di tingkat Kabupaten ada Dokter Kabupaten (Dukabu) yang membawahi Dokwil.

Pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas tersebut adalah pelayanan

kesehatan menyeluruh (komprehensif) yang meliputi pelayanan: pengobatan

(kuratif), upaya pencegahan (preventif), peningkatan kesehatan (promotif) dan

pemulihan kesehatan (rehabilitatif).

Senada dengan diterapkanya konsep Puskesmas di Indonesia, maka pada

tahun 1974 di Kabupaten Karanganyar tepatnya di Kecamatan Kerjo didirikanlah

Puskesmas dengan di kepalai oleh seorang Dokter Wilayah untuk memberikan

pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat di wilayah kerjo dan

beberapa kecamatan di sekitarnya, yang di beri nama sesuai dengan nama wilayah

kerja puskesmas yaitu Puskesmas Kerjo di kepalai pertama kali oleh dr. Ninik Sri

Hartini.

Masalah-masalah kesehatan yang ditemukan juga sedemikian banyak,

antara lain: Penyakit-penyakit menular (Cacar, Malaria, TBC) masih merajalela

dengan incidence dan prevalence yang tinggi. Status gizi terutama pada golongan

rawan anak-anak di bawah lima tahun dan ibu hamil atau menyusui masih belum

memuaskan. Air minum yang sehat, pembuangan kotoran dan sanitasi perumahan

yang sangat tidak memadai. Hal tersebut erat kaitannya dengan kemiskinan yang

dicerminkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, penghasilan perkapita, produksi

perkapita dan konsumsi perkapita (termasuk konsumsi dalam bidang sanitasi, gizi

2
dan pelayanan kesehatan).

Selain hal tersebut masalah ketenagaan, khususnya dokter, perawat gigi,

nutrisionis, jumlahnya juga masih terbatas. Disadari bahwa tanpa partisipasi

masyarakat secara memadai, tidaklah mungkin keinginan atau tuntutan (demand)

masyarakat yang semakin meningkat di bidang kesehatan. Untuk itu pada tahun

1976 dikembangkanlah konsep Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa

(PKMD).

Dengan meningkatkan permasalahan permasalahan yang di hadapi

masyarakat maka pada tahun 1983 Puskesmas Kerjo di tingkatkan statusnya

menjadi puskesmas dengan RAWAT INAP.

3.2 Visi dan Misi

a. Visi
“Mewujudkan Masyarakat Kerjo Sehat dan Mandiri”
b. Misi
1. Memelihara dan Meningkatkan Pelayanan Kesehatan yang Bermutu dan

Merata,

2. Meningkatkan Peran Serta Aktif Masyarakat Terhadap Kesehatan

3. Mendorong Kemandirian Masyarakat dan Keluarga untuk Hidup Sehat, dan

4. Mengembangkan Kemitraan.

3.3 Lokasi dan Tata letak Puskesmas Kerjo

Puskesmas Kerjo merupakan puskesmas kawasan pedesaan dengan fasilitas


pelayanan rawat inap. Puskesmas Kerjo terletak di jalan kerjo-Karanganyar, Desa
Sambirejo Kecamatan Kerjo Kabupaten Karanganyar 5775. Puskesmas Kerjo
terletak paling utara wilayah Kabupaten Karanganyar.

Batasan wilayah :

a. Bagian Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Jenawi

3
b. Bagian Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Sragen
c. Bagian Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Mojogedang
d. Bagian Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Ngargoyoso

3.4 Struktur Organisasi

3.5 Fasilitas Pelayanan Puskesmas Kerjo

Fasilitas pelayanan yang terdapat di Puskesmas Kerjo meliputi:

a) Pemeriksaan umum
b) Unit Gawat Darurat (UGD) 24 jam
c) Rawat inap
d) Persalinan PONED
e) Pelayanan KIA dan KB
f) Pemeriksaan gigi
g) Pemeriksaan laboratorium
h) USG
i) Fisioterapi

3.6 Kegiatan yang dilakukan di Puskesmas Kerjo.

1. Menghafal Letak Obat


Sebelum membantu melayani resep mahasiswa diwajibkan untuk menghafal obat
dan letak obat sehingga dapat memudahkan saat melayani resep dan waktu yang
dibutuhkan juga akan lebih cepat.
2. Membaca Resep
Tujuan dari kegiatan ini adalah agar mahasiswa mampu membaca tulisan yang
ditulis langsung oleh dokter di komputer, mengenal beberapa macam obat dan
mampu mengetahui indikasi dari obatnya. Pelayanan resep di Puskesmas Kerjo
sudah menggunakan cetak resep, sehingga memudahkan mahasiswa dalam
membaca resep.
3. Menyiapkan Obat dan Memberi Etiket
Setelah resep selesai diskrining, tugas kita adalah mempersiapkan obat yang
diminta dalam resep dan memberi etiket yang sesuai.

4
4. Meracik Obat
Peracikan dilakukan bila terdapat resep yang meminta untuk diracik. Biasanya
obat yang diracik ditujukan kepada pasien anak yang kesulitan untuk meminum
obat tablet. Sehingga obat harus dibuat menjadi bentuk yang lebih halus.
5. Melakukan Stock Opname
Stock opname adalah pengecekan kesesuaian data stok obat atau alat kesehatan
yang ada di komputer atau kartu stok dengan stok fisik yang ada diruangan
Instalasi Farmasi dan Gudang Farmasi.
6. Membantu menyiapkan obat permintaan dari ruang perawatan
Dalam proses penyiapan ini dilakukan dengan cara mengambilkan kebutuhan
sesuai dengan surat permintaan dari unit perawatan. Sediaan farmasi atau BMHP
diambil di gudang farmasi puskesmas Kerjo kemudian mencatat di kartu stok
sebagai bukti barang keluar dari gudang farmasi dan menuju unit perawatan.

3.7 Pengelolaan Sediaan farmasi di Puskesmas Kerjo

1) Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan
kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan
kebutuhan obat di Puskesmas. Perencanaan di Puskesmas Kerjo dilakukan setiap
3 bulan sekali. Metode yang digunakan dalam melakukan perencanaan di
Puskesmas Kerjo yaitu metode konsumsi. Metode konsumsi sendiri adalah
metode yang didasarkan atas analisa data pemakaian obat bulan sebelumnya. Obat
yang dipilih di puskesmas Kerjo juga harus mangacu pada formularium obat dan
bahan medis habis pakai Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar yang
ditetapkan setiap tahun. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per bulan,
Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan
LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat).
Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
(BMHP) di puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh apoteker atau tenaga
teknis kefarmasian (TTK) pengelola ruang farmasi. Perencanaan di Puskesmas
Kerjo menggunakan lembar permintaan yang dinamakan LPLPO (Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat). Perencanaan kebutuhan farmasi dan

5
BMHP dilakukan setiap 1 bulan oleh Apoteker Penanggungjawab dengan
menggunakan perencanaan metode konsumsi selama 3 bulan dimana pemakaian 3
bulan dikurangi dengan sisa stok yang ada.

6
Teknisnya adalah:
1) Pemilihan
Proses pemilihan obat di Puskesmas Kerjo harus mengacu pada Formularium Obat
dan BMHP Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar yang ditetapkan setiap tahun.
2) Pengumpulan data
Data yang dibutuhkan adalah data penggunaan obat periode sebelumnya, yaitu yang
biasa disebut dengan metode konsumsi. Kemudian Sisa stok dan permintaan
kebutuhan obat ditaungkan dalam LPOPO (Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat).

2) Pengadaan
Pengadaan obat di Puskesmas dilakukan dengan dua cara yaitu dengan melakukan
permintaan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dan pengadaan mandiri
(pembelian). Di Puskesmas Kerjo sendiri menggunakan keduannya yaitu dengan
meminta kepada Dinas Kesehatan Kabupaten dan dengan pembelian sendiri.
Permintaan kepada Dinas Kesehatan oleh kepala Puskesmas kepada kepala Dinas
Kesehatan dengan melampirkan lembar LPLPO yang sudah dibuat dan
disesuaikan dengan kebutuhan yang telah direncanakan dan juga sesuai dengan
Formularium Kabupaten.
Permintaan kepada Dinas Kesehatan dilakukan secara rutin dan khusus
atau incidental. Permintaan rutin dilakukan setiap 3 bulan sekali dan permintaan
khusus atau incidental dilakukan untuk kondisi cito atau terjadinya kenaikan
jumlah kunjungan pasien. Berbeda halnya dengan permintaan rutin, pengadaan
mandiri yang dilakukan puskesmas untuk memenuhi kebutuhan/ ketersediaan stok
obat yang kosong di Dinas Kesehatan dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Pengadaan mandiri ini tidak menggunakan LPLPO tetapi pengadaan ini
menggunakan dokumen poda umumnya yaitu surat pesanan.

3) Penerimaan
Penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas. Oleh karena itu, dalam
proses penerimaan juga dilakukan pemeriksaan kesesuaian antara SBBK (Surat
Bukti Barang Keluar) dengan barang yang datang. Pengecekan meliputi: nama
1
obat, jumlah obat, bentuk sediaan, waktu kadaluarsa, dan nomor batch.
Penerimaan obat harus dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain
yang diberi kuasa oleh Kepala Puskesmas.
Penerimaan sediaan farmasi dan BMHP merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker atau tenaga teknis kefarmasian (TTK). Dokumen yang harus ada saat proses
penerimaan yaitu SBBK (Surat Bukti Barang Keluar) untuk mengetahui barang yang
diminta dengan lembar LPLPO dan yang diterima sama jumlah, kekuatan sediaan, bentuk
sediaan, dan lain sebagainya.
Teknisnya:
1. Tenaga Kefarmasian penerima obat wajib melakukan

pengecekan terhadap obat yang diserah terimakan sesuai

dengan isi dokumen dan ditanda tangani oleh petugas

penerima dan Kepala Puskesmas.

2. Tenaga Kefarmasian penerima menghubungi Dinas

Kesehatan apabila terdapat kekurangan atau kerusakan obat.

4) Penyimpanan
Penyimpanan bertujuan agar obat yang tersedia di unit pelayanan kesehatan
terjamin mutu dan keamanannya. Penyimpanan obat di gudang Puskesmas Kerjo
telah memenuhi standar operasional yang telah ditetapkan, contohnya yaitu:
1) Ruangan kering dan tidak lembab.
2) Memiliki ventilasi yang cukup.
3) Lantai dibuat dari semen/tegel/keramik/papan (bahan lain) yang tidak
memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran lain. Harus diberi alas
papan (palet).
4) Tersedianya lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu
terkunci dan terjamin keamanannya.
5) Harus ada pengukur suhu dan higrometer ruangan.

2
Penyimpanan obat di Puskesmas Kerjo yaitu berdasar sebagai berikut:
1) Alfabetis
Penyimpanan obat berdasar alfabetis yaitu cara penyusunan obat berdasarkan
huruf abjad. Cara ini digunakan untuk mempermudah Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK) dalam proses pengambilan obat
2) FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out)
FEFO (First Expired First Out) adalah penyusunan obat yang lebih awal
kadaluwarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang akan kadaluwarsa
kemudian. Sedangkan FIFO (First In First Out) adalah obat yang pertama
kali datang harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian.
Hal ini sangat penting karena obat yang sudah terlalu lama biasanya
kekuatannya atau potensinya berkurang. Beberapa obat seperti antibiotik
mempunyai batas waktu pemakaian artinya batas waktu dimana obat mulai
berkurang efektivitasnya
3) Kelas terapi
Cara ini merupakan pengelompokkan obat dengan melihat indikasi obat itu
sendiri. Misalnya di Puskesmas Kerjo obat untuk TBC dan HIV tersimpan
pada satu rak.
4) Bentuk sediaan
Cara penyimpanan obat lainnya adalah berdasar bentuk sediaan. Misalnya,
satu rak berisi obat dengan bentuk sediaan tablet dan di rak lain adalah obat
dengan bentuk sirup.
5) Stabilitas
Cara penyimpanan obat berdasar stabilitas adalah dengan memperhatikan
stabilitas dari obat itu sendiri, stabilitas dari obat juga terbagi menjadi
beberapa hal seperti berdasar suhu, kelembapan, dan cahaya. Cara
penyimpanan ini salah satu tujuannya adalah untuk menghindari kerusakan.
6) Obat-obat High Alert dan LASA (Look a Like, Sound a Like)
High Alert adalah obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan
terjadi kesalahan serius (sentinel event) dan obat yang beresiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan. Sedangkan LASA (Look a Like,
Sound a Like) adalah beberapa jenis obat yang terlihat mirip atau terdengar

1
mirip. Penyimpanan obat High Alert dan LASA (Look a Like, Sound a Like)
diberi tanda khusus yang ditempelkan pada kemasan obat. Untuk obat High
Alert diberi penandaan stiker berwarna merah. Sedangkan untuk obat LASA
(Look a Like, Sound a Like) diberi penandaan berupa stiker berwarna kuning.
Selain itu, penempatan obat juga harus diberi jarak.
5) Distribusi
Pendistribusian bertujuan untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis, jumlah dan waktu
yang tepat serta mutu terjamin. Prosedur distribusi di gudang Puskesmas Kerjo :
unit pelayanan rawat inap, rawat jalan dan poned mengajukan laporan LPLPO
kepada petugas gudang farmasi, kemudian petugas gudang farmasi mengecek
laporan tersebut. Setelah itu, petugas gudang farmasi mendistribusikan obat sesuai
yang diminta di laporan LPLPO tersebut.
6) Penarikan dan Pemusnahan
Penarikan Obat adalah proses penarikan obat yang telah diedarkan yang tidak
memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu dan label.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai bila:
1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
2) Telah kadaluwarsa
3) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan
4) Dicabut izin edarnya.
Teknisnya adalah:
1) Melakukan pendataan sediaan farmasi yang tdk memenuhi standar,
kadaluwarsa atau rusak
2) Membuat berita acara penarrikan obat atau pengembalian obat
3) Obat yang tidak memenuhi standar, kadaluwarsa atau rusak dikembalikan
ke dinas Kesehatan.
7) Administrasi
Kegiatan administrasi dilakukan untuk mencatat dan melaporkan semua kegiatan
peleyanan kefarmasian di Puskesmas.

2
Teknisnya:
1) Pencatatan keluar masuknya obat di puskesmas melalui kartu stok
2) Pelaporan meliputi LPLPO, psikotropik dan narkotik, kunjungan pasien,
dan laporan obat kadaluwarsa dan rusak

3.8 Pelayanan Farmasi Klinik di Puskesmas Kerjo

Puskesmas Kerjo dalam pelayanan farmasi klinis hanya melakukan 2 jenis


kegiatan, yaitu sebagai berikut :

1. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan resep yang kemudian dicetak lalu
dilakukan skrinning resep. Setelah dilakukan skrinning resep kemudian
dilanjutkan pengambilan serta meracik obat. Pemberian etiket disesuaikan dengan
bentuk sediaan obat serta diberikan penandaan jika yang memerlukan penandaan
seperti antibotik diberi penandaan harus dihabiskan obat luar diberi penandaan
obat luar dan lain sebagainya. Skrinning resep yaitu sebagai berikut :

a) Skrinning Administratif
Meliputi nama dokter, tanggal penulisan resep, nama pasien, jenis kelamin
pasien, dan alamat pasien.
b) Skrinning farmasetis
Meliputi bentuk dan kekuatan sediaan obat, dosis obat, jumalah obat,
stabilitas, ketersediaan obat, ketersediaan obat, aturan dan cara penggunaan
obat serta inkompabilitas obat. Dalam kolom check list juga terdapat tanda
tangan yang meracik, yang menyerahkan, dan yang menerima resep. Apabila
terjadi permasalahan terkait farmasetis maka dapat mengkonfirmqsi secara
langsung kepada doter yang bersangkutan.
c) Skrining klinis
Skrining klinis dilakukan melalui check list pada kolom skrinning klinis
dengan berbagai aspek yaitu tepat dosis, tepat waktu penggunaan obat, tepat
rute obat, interaksi obat, dan efek samping serta kontraindikasi obat.

3
d) Peracikan obat
Setelah resep di skrinning selaknjutnya dilakukan peracikan obat sesuai
dengan resep yang diterima dan diberikan etiket yang sesuai.
e) Penyerahan obat
Setelah obat selesai disiapkan kemudian dilakukan penyerahan obat sesuai
dengan identitas pasien oleh apoteker atau petugas farmasi disertai dengan
pemberian informasi obat meliputi nama obat, indikasi, aturan pakai, efek
samping, cara pemakaian dan cara penyimpanan obat

2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan


oleh apoteker atau asisten apoteker untuk memberikan informasi obat serta
penyerahan obat kepada pasien. Tujuan dari PIO adalah untuk menyediakan
informasi mengenai obat kepada tenaga Kesehatan lainnya, pasien, dan
masyarakat secara akurat dan jelas. Menyediakan informasi untuk membuat
kebijakan yang berhubungan dengan obat guna menunjang penggunaan obat yang
rasional. PIO yang dilakukan di Puskesmas Kerjo yaitu dengan memberitahu
secara langsung kepada pasien mengenai pertanyaan dari pasien atau tenaga
Kesehatan lain. Selain itu juga memasang poster dengan konten Kesehatan yang
dimaksudkan agar pada saat pasien antri dalam pengambilan obat dapat membaca
poster yang telah disediakan. Apoteker maupun asisten apoteker di Puskesmas
Kerjo melayani pertanyaan terkait pengobatan apabila terdapat pasien yang bertan

4
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari kegiatan Praktik Industri (PI) di Puskesmas Kerjo dapat
disimpulkan:
1) Pelaksanaan Praktik Industri (PI) di Puskesmas Kerjo sangat bermanfaat
bagi mahasiswa untuk dapat mengetahui gambaran umum ruang
lingkup Puskesmas sehingga memahami fungsi dan peran tenaga Ahli
Madya Farmasi di Puskesmas.
2) Resep yang di kaji merupakan resep dari Poli bagian umum, KIA, gigi,
dan BPJS.
3) Sistem distribusi obat dan administrasi di Puskesmas Kerjo
telah menggunakan sistem komputerisasi.
4) Sistem distribusi obat pasien rawat jalan di puskesmas Kerjo
menggunakan metode resep perseorangan (individual prescraibing).
5) Secara keseluruhan, Instalasi Farmasi Puskesmas Kerjo
sangat baik karena mampu memberikan pelayanan yang maksimal
untuk pasien walau dengan jumlah personel yang sedikit.

4.2. Saran
Dalam Praktik Industri (PI) bidang Puskesmas di Puskesmas Kerjo saran yang
kami berikan yaitu:

1) Saran untuk Puskesmas Kerjo


a) Untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian, perlu adanya perluasan
ruangan kamar obat dan gudang obat.
b) Perlunya peningkatan kedisiplinan pegawai saat mengambil obat dari
gudang untuk menulis dibuku pengeluaran obat.
2) Saran untuk Kampus Politeknik Indonusa Surakarta
a) Diharapkan kegiatan Praktik Industri (PI) dapat berlangsung seterusnya
guna dapat memberikan bekal bagi mahasiswa Politeknik Indonusa
Surakarta agar mampu bersaing dalam dunia kerja dan mampu mencetak
mahasiswa yang profesional di bidang farmasi sehingga membawa nama
baik institusi.

1
b) Pelaksanaan Praktik Industri (PI) dilaksanakan pada waktu yang lebih
lama agar mahasiswa lebih dapat memahami perannya di bidang
kefarmasian sebagai seorang tenaga teknis kefarmasian dan upaya
mahasiswa-mahasiswi bisa benar-benar mengetahui seluk beluk dunia
kerja di bidang kefarmasian dan bisa lebih siap menghadapi dunia kerja.

2
DAFTAR PUSTAKA
Follet, M. P. (1997). Manajemen Dalam Organisasi. Kencana.

Kemenkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014


Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Kemenkes RI. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2015


Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Di Puskesmas.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2016


Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Kemenkes RI. (2020). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


26 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Puskesmas. In Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30


Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (pp. 1–
41). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. (2016). PERATURAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR
PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS (p. 48). Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43


tahun 2019 Tentang Puskesmas (pp. 1–159). Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Tjiptono, C. (2005). Service Quality Satisfaction. Andi Offset.

1
LAMPIRAN

Gambar Faktur Pembelian BMHP

Gambar Faktur Pembelian dengan


Dana BLUD

Gambar Laporan Pemakaian dan

Permintaan Obat

1
Gambar Resep Obat

Gambar Lembar Skrining Resep

Gambar Penyerahan Obat kepada Pasien

2
Gambar Obat yang telah disiapkan

Gambar Etiket

Gambar Kartu Stok

3
Gambar Rak Penyimpanan Obat di Ruang IF

Gambar Rak Penyimpanan BMHP

Gambar Lemari Penyimpanan

narkotik dan Psikotropik

4
Gambar Rak Penyimpanan Obat di IF

Gambar Penyimpanan Obat di Gudang

Gambar Penyimpanan BMHP di Gudang

5
Gambar Penyimpanan Obat Tablet di Gudang

Gambar Penyimpanan Obat di Gudang

Gambar Penyimpanan Sirup di Gudang

6
Foto Bersama dengan Pembimbing Industri

Anda mungkin juga menyukai