Anda di halaman 1dari 49

PRAKTEK KERJA LAPANGAN

DI RUMAH SAKIT

RS. MANEMBO – NEMBO KOTA BITUNG


17 Desember – 22 Desember 2018

Disusun Oleh :
Fauziah Irianto (1603027)
Salsabil Magfira Padjo (16030)

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH
MANADO
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini telah diterima dan disetujui oleh
pembimbing Praktek Kerja Lapangan (PKL) sebagai salah satu persyaratan meyelesaikan
pendidikan akhir di STIKES Muhammadiyah Manado

Pembimbing

Hamidah Sri Supiati, S.Farm., M.Si., Apt

NIDN. 0919108802

Mengetahui,

Ketua Prodi D3 Farmasi Penanggung jawab Apotek


STIKES Muhammadiyah Manado RS. Manembo-Nembo Kota Bitung

Rahmat Ismail, S.Farm., M.Farm.,Apt Anita L.Y. Prasatik, S.Farm., Apt


NIDN.09 1910 8802 NIP. 198908202011022001

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaaanirrahim. Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadiran Tuhan


Yang Maha Esa karena atas rahmat dan ridah-Nya yang memberikan kekuatan dan
kesempatan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan PKL (praktek kerja lapangan)
dirumah sakit Manembo-nembo Kota Bitung yang berlangsung 17 Desember – 22 Desember
2018 sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan PKL bagi mahasiswa program studi D3
Farmasi STIKES Muhammadiyah Manado dalam meningkatkan peran serta mahasiswa

Dalam penyusunan laporan ini kami menyadari bahwa selesainya laporan PKL ini
tidak terlepas dari dukungan, semangat serta bimbingan dari berbahagai pihak baik bersifat
moril maupun materi. Oleh karena itu kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih antara
lain kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu

Laporan PKL ini disusun sebaik-baiknya namun masih terdapat kekurangan


didalamnya oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Tidak lupa harapan kami semoga laporan PKL ini dapat bermanfaat bagi
pembaca serta dapat menambah ilmu pengetahuann bagi kami.

Manado, Desember 2018

penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN. ..................................................................................................


KATA PENGANTAR. ..........................................................................................................
DAFTAR ISI. .........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan

1.3 Manfaat Praktek Kerja Lapangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumah Sakit.

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

2.3 Panitia farmasi dan Terapi.

2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi.

2.5 Pelayanan Kefarmasian Dalam Penggunaan Obat dan Alkes.

2.6 Pelayanan Farmasi Klinik.

2.7 Sanitasi Rumah Sakit.

BAB II PEMBAHASAN

3.1 Sejarah RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung.

3.2 Visi, Misi, Motto.

3.3 Instalasi Farmasi RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung.

3.4 Gudang Instalasi Farmasi.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan.

4.2 Saran.

DAFTAR PUSTAKA. ...........................................................................................................


iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Struktur Organisasi RSUD Manemno-Nembo Kota Bitung. .............................

Lampiran 2 : Struktur Organisasi IFRS Manembo-Nembo Kota Bitung. ...............................

Lampiran 3 : Contoh Resep Rawat Inap RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung. ..................

Lampiran 4 : Contoh Resep Rawat Jalan RSUD Manembo-nembo Kota Bitung. ..................

Lampiran 5 : Contoh Etiket RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung.......................................

Lampiran 6 : Tempat Penyimpanan Obat di apotik RSUD Manembo-Nembo.......................

Lampiran 7 : Lemari Tempat Penyimpanan Obat Narkotika dan Psikotropika. .....................

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Upaya kesehatan di selenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini
menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk
rumah sakit. Rumah sakit yang merupakan salah satu dari sarana kesehatan, merupakan
rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan
yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. (Kemenkes, 2004)
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam keputusan
menteri kesehatan nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah
Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik,
yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan instalasi farmasi rumah sakit meliputi pengelolaan
perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat
kesehatan. Pengelolaan perbekalan farmasi meliputi, pemilihan, perencenaan,
penaganan, memproduksi, penerimaan dan pendistribusian. Pada pelayanan kefarmasian
dalam pengunaan obat dan alat kesehatan sangat diperlukan peras profesional apoteker
dan tenaga teknis kefarmasian sebagai salah satu pelaksana pelayan kesehatan. Apoteker
bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat yang rasional, efektiv aman dan
terjangkau oleh pasien dengan menerapkan pengetahuan keterampilan dan bekerja sama
dengan tenaga kesehatan lainnya. (Siregar 2003)
Dalam upaya meningkatkan wawasan, pemgetahuan, keterampilan dan kemampuan
bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya dirumah sakit maka Prodi D3 Farmasi
STIKES Muhammadiyah Manado menyelenggarakan Praktek Kerja Lapangan

1
(PKL)bagi mahasiswa program studi farmasi yang bekerja sama dengan Rumah Sakit
Umum Manembo-nembo Bitung sehingga diharapkan calon Tenaga Teknis Kefarmasin
(TTK) memiliki bekal tentang instalasi farmasi rumah sakit yang dapat mengabdikan
diri sebagai Tenaga Teknis Kefarmasin (TTK) yang profesional.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan


a. Menerapkan teori yang telah didapatkan selama perkuliahan di STIKES
Muhammadiyah Manado dan membandingkannya dengan dilapangan.
b. Memahami peran Ahli Madya Farmasi di Rumah Sakit dalam menunjang pelayanan
kesehatan.
c. Mengamati dan mempelajari kegiatan kefarmasian dan system manajemen
pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan obat di Rumah Sakit.

1.3 Manfaat Praktek Kerja Lapangan


a. Dapat memperoleh gambaran mengenai peran Ahli Madya Farmasi didunia kerja,
khususnya di Rumah Sakit.
b. Dapat memberikan pengetahuan kepada mahasiswa STIKES Muhammadiyah
Manado maupun pembaca mengenai kegiatan kefarmasian di Rumah Sakit.
c. Dapat mengetahui perbandingan antara teori yang diperoleh selama perkuliahan
dengan kenyataan yang diperoleh di lapangan.
d. Dapat memberi dan menambah pengalaman dan wawasan kepada mahasiswa
mengenai kinerja profesi farmasi di Rumah Sakit.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Pengertian Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah
sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara pari purna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.
Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap
kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan sertabertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi
dan terpadu serta berkesinambungan (Siregar, 2003).

2.1.2 Tugas dan Funsi Rumah Sakit


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah
sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara pari
purna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
44 Tahun 2009, rumah sakit umum mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit

3
Peraturan Menkes RI Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah
Sakit Bab V Klasifikasi Rumah Sakit yaitu “Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan,
Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus”
a. Persyaratan minimal yang harus dipenuhi sebagai Rumah Sakit Kelas A berdasarkan
Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 adalah:
1. Pelayanan medik minimal yang harus dipenuhi adalah :
a) Pelayanan Gawat Darurat 24 jam terusmenerus.
b) Pelayanan Medik Spesialis Dasar meliputi pelayanan penyakit dalam,
kesehatan anak,bedah, dan obstetri dan ginekologi.
c) Pelayanan Medik Spesialis Penunjang meliputi pelayanan anestesiologi,
radiologi, patologiklinik, patologi anatomi, dan rehabilitasi medik.
d) Pelayanan Medik Spesialis Lain meliputi pelayanan mata, telinga hidung
tenggorokan,syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin,
kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik, dan
kedokteran forensik.
e) Pelayanan Medik Subspesialis meliputi pelayanan subspesialis di bidang
spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan ginekologi,
mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit
dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah
plastik, dan gigi mulut.
f) Pelayanan Medik Spesialis Gigi dan Mulut meliputi pelayanan bedah mulut,
konservasi/endodonsi, periodonti, orthodonti, prosthodonti, pedodonsi, dan
penyakit mulut.
2. Pelayanan Kefarmasiaan meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.
3. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan meliputi asuhan keperawatan generalis
dan spesialis serta asuhan kebidanan.
4. Pelayanan Penunjang Klinik meliputi pelayanan bank darah, perawatan intensif
untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan
rekam medik.
5. Pelayanan Penunjang Nonklinik meliputi pelayanan laundry/linen, jasa
boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang,

4
ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, system
penanggulangan kebakaran, pengelolaan gasmedik, dan pengelolaan air bersih.
6. Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut: jumlah
tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah jumlah tempat tidur
perawatan Kelas III paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat
tidur untuk Rumah Sakit milik swasta jumlah tempat tidur perawatan intensif
sebanyak 5% (lima persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.
7. Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas A terdiri atas:
a) Tenaga medis paling sedikit terdiri atas: 18 (delapan belas) dokter umum
untuk pelayanan medik dasar, 4 (empat) dokter gigi umum untuk pelayanan
medik gigi mulut, 6 (enam) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan
medik spesialis dasar, 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan
medik spesialis penunjang, 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis
pelayanan medik spesialis lain, 2 (dua) dokter subspesialis untuk setiap jenis
pelayanan medik subspesialis, 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis
pelayanan medik spesialis gigi mulut.
b) Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:1 (satu) apoteker sebagai
kepala instalasi farmasi Rumah Sakit, 5 (lima) apoteker yang bertugas di
rawat jalan yang dibantu oleh paling sedikit 10 (sepuluh) tenaga teknis
kefarmasian, 5 (lima) apoteker di rawat inap yang dibantuoleh paling sedikit
10 (sepuluh) tenaga teknis kefarmasian, 1 (satu) apoteker di instalasi gawat
darurat yang dibantu oleh minimal 2 (dua) tenaga teknis kefarmasian, 1
(satu) apoteker di ruang ICU yang dibantuoleh paling sedikit 2 (dua) tenaga
teknis kefarmasian, 1 (satu) apoteker sebagai coordinator penerimaan dan
distribusi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di
rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah
Sakit dan 1 (satu) apoteker sebagai koordinator produksiyang dapat
merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat
jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya
disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.

5
c) Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sama dengan jumlah tempat tidur
pada instalasi rawat inap. Kualikasi dan kompetensi tenaga keperawatan
disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.
d) Jumlah dan kualikasi tenaga kesehatan lain disesuaikan dengan kebutuhan
pelayanan Rumah Sakit.
e) Jumlah dan kualikasi tenaga nonkesehatan disesuaikan dengan kebutuhan
pelayanan Rumah Sakit.

b. Persyaratan minimal yang harus dipenuhi sebagai Rumah Sakit Kelas B berdasarkan
Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 adalah:

1. Pelayanan Medik yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum kelas B paling sedikit
meliputi:
a) Pelayanan gawat darurat 24 terus menerus.
b) Pelayanan medik spesialis dasar meliputi pelayanan penyakit dalam,
kesehatan anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi.
c) Pelayanan medik spesialis penunjang meliputi pelayanan anestesiologi,
radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, dan rehabilitasi medik.
d) Pelayanan medik spesialis lain paling sedikit berjumlah 8 (delapan)
pelayanan dari 13 (tiga belas) pelayanan yang meliputi pelayanan mata,
telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan
kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah
plastik, dan kedokteran forensik.
e) Pelayanan medik subspesialis paling sedikit berjumlah 2 (dua) pelayanan
subspesialis dari 4 (empat) subspesialis dasar yang meliputi pelayanan
subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak,
dan obstetri dan ginekologi.
f) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut paling sedikit berjumlah 3 (tiga)
pelayanan yang meliputi pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonsi, dan
orthodonti.

6
2. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.

3. Pelayanan keperawatan dan kebidanan meliputi asuhan keperawatan dan asuhan


kebidanan.
4. Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank darah, perawatan intensif
untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan
rekam medik.
5. Pelayanan penunjang nonklinik meliputi pelayanan laundry/linen, jasa
boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang,
ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, sistem
penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.
6. Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut: jumlah
tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah jumlah tempat tidur
perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat
tidur untuk Rumah Sakit milik swasta jumlah tempat tidur perawatan intensif
sebanyak 5% (lima persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.
7. Sumber Daya Manusia
a) Tenaga medis paling sedikit terdiri atas: 12 (dua belas) dokter umum untuk
pelayanan medik dasar, 3 (tiga) dokter gigi umum untuk pelayanan medik
gigi mulut, 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis dasar, 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis penunjang, 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan
medik spesialis lain, 1 (satu) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan
medik subspesialis, 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan
medik spesialis gigi mulut.
b) Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas: 1 (satu) orang apoteker
sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit, 4 (empat) apoteker yang
bertugas di rawat jalan yang dibantu olehpaling sedikit 8 (delapan) orang
tenaga teknis kefarmasian, 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang
dibantu oleh paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian, 1
(satu) orang apoteker di instalasi gawat darurat yang dibantu oleh minimal 2
7
(dua) orang tenaga teknis kefarmasian, 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU
yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian, 1
(satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau
rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya
disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit, 1
(satu) orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan
dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan
beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.
c) Tenaga Keperawatan, Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan sama dengan
jumlah tempat tidur pada instalasi rawat inap. Kualifikasi dan kompetensi
tenaga keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.
d) Tenaga Kesehatan Lain, Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain
disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.
e) Tenaga Non Kesehatan, Jumlah dan kualifikasi tenaga kesehatan lain
disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

c. Persyaratan minimal yang harus dipenuhi sebagaiRumah Sakit Kelas C berdasarkan


Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 adalah:
1. Pelayanan Medik yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum kelas C paling sedikit
meliputi:
a) Pelayanan gawat darurat 24 jam secara terus menerus.
b) Pelayanan medik umum meliputi pelayanan medik dasar, medik gigi mulut,
kesehatan ibudan anak, dan keluarga berencana.
c) Pelayanan medik spesialis dasar meliputi pelayanan penyakit dalam,
kesehatan anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi.
d) Pelayanan medik spesialis penunjang meliputi pelayanan anestesiologi,
radiologi, dan patologi klinik.
e) Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut paling sedikit berjumlah 1 (satu)
pelayanan.
2. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.
3. Pelayanan keperawatan meliputi asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan.
8
4. Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan bank darah, perawatan intensif
untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan
rekam medik.
5. Pelayanan penunjang nonklinik meliputi pelayanan laundry/linen, jasa
boga/dapur, teknikdan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang,
ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah, system
penanggulangan kebakaran, pengelolaan gasmedik, dan pengelolaan air bersih.
6. Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut: jumlah
tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah; jumlah tempat tidur
perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat
tidur untuk Rumah Sakit milik swasta; jumlah tempat tidur perawatan intensif
sebanyak 5% (lima persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.
a) Tenaga medis paling sedikit terdiri atas: 9 (sembilan) dokter umum untuk
pelayanan medik dasar; 2 (dua) dokter gigi umum untuk pelayanan medik
gigi mulut; 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis dasar; 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik
spesialis penunjang; dan1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis
pelayanan medik spesialis gigi mulut.
b) Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas: 1 (satu) orang apoteker
sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit; 2 (dua) apoteker yang bertugas
di rawat inapyang dibantu oleh paling sedikit 4 (empat) orang tenaga teknis
kefarmasian; 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh
paling sedikit 8 (delapan) orang tenaga teknis kefarmasian; 1 (satu) orang
apoteker sebagai coordinator penerimaan, distribusi dan produksi yang dapat
merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat
jalandan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan
dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah Sakit.
c) Tenaga Keperawatan, Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan dihitung
dengan perbandingan 2 (dua) perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur. Kuali_kasi
dan kompetensi tenagakeperawatan disesuaikan dengan kebutuhanpelayanan
Rumah Sakit.

9
d) Tenaga Kesehatan lain, Jumlah dan kuali_kasi tenaga kesehatan
laindisesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah sakit.
e) Tenaga Non Kesehatan, Jumlah dan kuali_kasi tenaga kesehatan
laindisesuaikan dengan kebutuhan pelayanan RumahSakit.

d. Persyaratan minimal yang harus dipenuhi sebagaiRumah Sakit Kelas D berdasarkan


PermenkesNomor 56 Tahun 2014 adalah:
1. Pelayanan Medik yang diberikan oleh RumahSakit Umum kelas D paling sedikit
meliputi:
a) Pelayanan gawat darurat 24 jam secara terusmenerus.
b) Pelayanan medik umum meliputi pelayananmedik dasar, medik gigi mulut,
kesehatan ibudan anak, dan keluarga berencana.
c) Pelayanan medik spesialis dasar meliputipelayanan penyakit dalam,
kesehatan anak,bedah, dan obstetri dan ginekologi.
d) Pelayanan medik spesialis penunjangmeliputipelayanan anestesiologi,
radiologi, danpatologi klinik.
2. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medishabis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.
3. Pelayanan keperawatan meliputi asuhankeperawatan dan asuhan kebidanan.
4.Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayananbank darah, perawatan intensif
untuk semuagolongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasiinstrumen dan
rekam medik.
5. Pelayanan penunjang non klinik meliputi pelayanan laundry/linen, jasa
boga/dapur, teknikdan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah,gudang,
ambulans, sistem informasi dankomunikasi, pemulasaraan jenazah, system
penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan pengelolaan air bersih.
6.Pelayanan rawat inap harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:jumlah
tempat tidur perawatan kelas III palingsedikit 30% (tiga puluh persen) dari
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;jumlah tempat tidur
perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat
tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;jumlah tempat tidur perawatan intensif
sebanyak 5% (lima persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah dan Rumah Sakit milik swasta.

10
7. Sumber daya Manusia
a) Tenaga medis paling sedikit terdiri atas:4 (empat) dokter umum untuk
pelayanan medik dasar;1 (satu) dokter gigi;1 (satu) dokter spesialis untuk
setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar.
b) Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:1 (satu) orang apoteker sebagai
kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;1 (satu) apoteker yang bertugas di
rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 4 (empat)orang tenaga teknis
kefarmasian;1 (satu) orang apoteker sebagai coordinator penerimaan,
distribusi dan produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi
klinik di rawat inap atau rawat jalandan dibantu oleh tenaga teknis
kefarmasian yang jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan
kefarmasian Rumah Sakit.
c) Tenaga Keperawatan, Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan dihitung
dengan perbandingan 2 (dua)perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur.Kuali_kasi
dan kompetensi tenaga keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan
pelayanan Rumah Sakit.
d) Tenaga Kesehatan lain, Jumlah dan kuali_kasi tenaga kesehatan lain
disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah sakit.
e) Tenaga Non Kesehatan, Jumlah dan kuali_kasi tenaga kesehatan lain
disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan RumahSakit.

2.2 Instlasi Farmasi Rumah Sakit


2.2.1 Pengertian Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instlasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian di rumah sakit di bawah
pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi
persyaratanperaturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian
(Siregar, 2004).
Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan darisistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang
farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut.

11
Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit, struktur organisasi instalasi farmasi rumah sakit mencakup
penyelenggaraan pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen
mutu.

2.2.2 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Menurut Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004, fungsi pelayanan farmasi rumah
sakit sebagai pengelola perbekalan farmasi adalah:
a. memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
b. merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara efektif, efisien dan optimal.
c. mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telahdibuat
sesuai ketentuan yang berlaku.
d. memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di
rumah sakit.
e. menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku.
f. menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g. mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah
sakit.

2.3 Panitia Farmasi dan Terapi


2.3.1 Pengertan Panitia Farmasi dan Terapi
Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang
merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit
mengenai kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter
yang mewakili semua spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker Instalasi Farmasi, serta
tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan. Komite/Tim Farmasi dan Terapi harus dapat
membina hubungan kerja dengan komite lain di dalam Rumah Sakit yang
berhubungan/berkaitan dengan penggunaan Obat (Permenkes 2016:72)

Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) menurut Menteri Kesehatan RI


No.1197/Menkes/SK/X/2004 adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara
staf medik dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakilis

12
pesialisasi-spasialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari farmasi rumahsakit,
serta tenaga kesehatan lainnya.
2.3.2 Organisasi dan Kegiatan
Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap
rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat:
a. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter,
apoteker dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3
(tiga) orangyang mewakili semua Staf Medis Fungsional yang ada.
b. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan
dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua
adalah farmakologi. Sekretarisnya adalah apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker
yangditunjuk.
c. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2
(dua)bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat
Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari
luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan Panitia Farmasi
danTerapi.
d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan Terapi)
diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya
dengan penggunaan obat (Depkes RI, 2004)
Menurut Charles Siregar dalam bukunya Farmasi Rumah Sakit menyebutkan bahwa
keanggotaan PFT terdiri dari 8-15 orang. Semua anggota tersebut mempunyai hak suarayang
sama. Di rumah sakit umum besar (misalnya kelas A dan B) perlu diadakan suatu struktur
organisasi PFT yang terdiri atas keanggotaan inti yang mempunyai hak suara,sebagai suatu
tim pengarah dan pengambil keputusan. Anggota inti ini dibantu oleh
berbagai subpanitia yang dipimpin oleh salah seorang anggota inti. Anggota dalam subpanitia
adalah dokter praktisi spesialis, apoteker spesialis informasi obat, apotekerspasialis farmasi
klinik, dan berbagai ahli sesuai dengan keahlian yang diperlukan dalam tiap subpanitia
(Siregar, 2004:71).
Selain subpanitia yang pembentukannya didasarkan pada penggolongan penyakit
sasaran obat, di beberapa rumah sakit subpanitia didasarkan pada SMF (Staf Medik
Fungsional) yang ada. PFT dapat juga membentuk subpanitia untuk kegiatan

13
tertentu,misalnya subpanitia pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, subpanitia
evaluasi penggunaan obat, subpanitia pemantauan resistensi antibiotik, subpanitia formulasi
dietetik,atau subpanitia khusus jika perlu. Dalam subpanitia khusus ini, sering kali
melibatakan spesialis yang bukan anggota PFT (Siregar, 2003-71).

2.3.3 Fungsi dan Ruang Lingkup


a. Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Pemilihan obat
untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara
subjektif terhada pefek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus
meminimalkan duplikasi dalamtipe obat, kelompok dan produk obat yang sama.
b. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak
produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk
dalam kategori khusus.
d. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-
kebijakan dan peraturan peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit
sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji
medicalrecord dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini
dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara
rasional.
f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
danperawat (Depkes RI, 2004)

2.3.4 Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi


a. Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai budaya
pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional
b. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah
sakit,pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain
c. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat
terhadap pihak-pihak yang terkait

14
d. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan
umpan balik atas hasil pengkajian tersebut (Depkes RI, 2004)

2.3.5 Peranan Khusus Panitia Farmasi dan Terapi


a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat dan
evaluasinya.
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang
berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan (Depkes RI,
2004)

2.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
menurut peraturan menteri kesehatan Repulik Indinesia Nomor 72 tahun 2016 meliputi:
2.4.1 Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
a. formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;

b. standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang telah
ditetapkan;

c. pola penyakit;

d. efektifitas dan keamanan;

e. pengobatan berbasis bukti;


f. mutu;

g. harga; dan

h. ketersediaan di pasaran.

2.4.2 Perencanaan Kebutuhan


Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu dan efisien.

15
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan
metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi
dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;

d. data pemakaian periode yang lalu;


e. waktu tunggu pemesanan; dan
f. rencana pengembangan.

2.4.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang
tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan
yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan,
penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok,
penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan
dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai
Nomor Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-
lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan.

16
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok Obat yang
secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:

a. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa
yang berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang
meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
2. Persyaratan pemasok.

3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,


dan Bahan Medis Habis Pakai.

4. Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.

b. Produksi Sediaan Farmasi


Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
1. Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;

2. Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;


3. Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4. Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
5. Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
6. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter
paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan
terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.

c. Sumbangan/Dropping/Hibah

17
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sumbangan/dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen
administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka
jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai
dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan
rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk mengembalikan/menolak
sumbangan/dropping/hibah Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit.

2.4.4 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan
dengan baik.

2.4.5 Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum
dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan
kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan
keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label yang
secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal
kadaluwarsa dan peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan
klinis yang penting.

18
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi
dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi
ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa oleh
pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya
yang menyebabkan kontaminasi. Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa
Obat disimpan secara benar dan diinspeksi secara periodik.

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus disimpan
terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus
bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas medis
kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas
medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan
jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara
alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out
(FIFO) disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaanyang mirip (LASA, Look Alike
Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk
mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk
kondisi kegawat daruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian

2.4.6 Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu,
stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem

19
distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
1. Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
2. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang disimpan di
ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan.
3. Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (di
atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab
ruangan.
4. Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada
petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
5. Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi
Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.
b. Sistem Resep Perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi
Farmasi.
c. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda,
untuk penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien
rawat inap.
d. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a +
c. Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien
rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat
diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau
Resep individu yang mencapai 18%.

2.4.7Pemusnahan dan Penarikan

20
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak dapatdigunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh
BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary
recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan
dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai bila:
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. telah kadaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan; dan/atau
d. dicabut izin edarnya.

Tahapan pemusnahan terdiri dari:


a. membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
akan dimusnahkan;
b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait;
d. menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan
yang berlaku. a. Pencatatan dan Pelaporan

2.4.8 Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan Pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan
penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat
secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan,
triwulanan, semester atau pertahun).
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
21
Pencatatan dilakukan untuk:
a. persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
b. dasar akreditasi Rumah Sakit;
c. dasar audit Rumah Sakit; dan
d. dokumentasi farmasi.

2.5 Pelayanan Kefarmasian dalam penggunaan Obat dan Alkes


2.5.1 Distribusi Eksternal Obat dan Alkes
a. Sistem Resep Individu (Individual Prescription)
Sistem distribusi obat resep individual merupakan sistem penyampaian obat
kepada penderita secara individu sesuai dengan resep yang ditulis oleh dokter, setiap
resep dikaji dan disiapkan oleh instalasi farmasi.
1. Dokter menuliskan resep,
2. Perawat menuliskan resep ini ke dalam profil pemberian obat dan menyampaikan
permintaan obat ke intalasi farmasi.
3. Instalasi farmasi meracikkan obat tersebut untuk dua sampai lima hari atau sesuai
dengan waktu yang tertera dalam resep.
4. Perawat menyimpannya dan memberikan obat tersebut kepada penderita setiap
kali waktu pemberian obat

Keuntungan dan kerugian dari SDO R/ Induvidu


1. Keuntungan
a) Semua resep dikaji langsung oleh Apt
b) Memberi kesempatanberinterakasi antara dr.perawat, penderita
c) Memungkinkan pengendalian yangdekat pada perbekalan di IFRS
d) Mempermudah penagihanbiaya ke penderita
2. Kerugian
a) Kemungkinan keterlambatan sediaan obat
b) Jumlah kebutuhan personel IFRS meningkat
c) Memerlukan jumlah perawat dan waktu perawat banyak untuk menyiapkan
obat untuk penderita
d) Terjadi kesalahan penyiapan obat karena kurang pemeriksaan
b. Sistem Unti Dosis (Unit Dose Dispensing) dan Once Daily Dose (ODD)

22
Distribusi obat dosis unit adalah tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (IFRS) dengan kerjasama dengan staf medik, perawat, pimpinan rumah sakit dan
staf administratif. Maka diperlukan suatu panitia perencana untuk mengembangkan
sistem ini yang sebaliknya dipimpin oleh tenaga farmasi yang menjelaskan tentang
konsep sistem ini.
Sistem distribusi dosis unit merupakan metode dispensing dan pengendalian
obat yang dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda
dalam bentuk, tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit. Dasar dari semua
sistem dosis unit adalah obat dikandung dalam kemasan unit tunggal didispensing
dalam bentuk siap digunakan; dan untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam
persediaan dosis, dihantarkan atau tersedia pada ruang perawatan pada setiap waktu.
alur SDO unit dosis yaitu Obat dikemas dalam unit tunggal, Dispensing dalam bentuk
siap dikonsumsi, Kebanyakan obat disediakan tidak lebih dari 24 jam, Dihantarkan ke
ruang penderita setiap waktu konsumsi, secara jelasnya alur distribusinya sebagai
berikut :
1. dokter menuliskan resep,
2. kemudian perawat menuliskan resep ini ke dalam profil pengobatan penderita.
3. Apoteker dapat mendatangi ruang perawatan untuk melihat resep asli dan
mencatat resep baru
4. Pada saat pemberian obat, perawat membawa kereta obat ke ruang perawatan,
memeriksa identitas penderita dan mengambil obat yang diperlukan dari laci yang
sesuai, membandingkann etiket dan yang tertulis pada resep sebelum membuka
kemasannya dan memberikannya kepada penderita
gambar alur unit dose
Keuntungan dan Kerugian System Unit Dose
1. Keuntungan
a) Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita membayar
hanya obat yang dikonsumsi saja.
b) Semua dosis yang diperlukan pada pada unit perawat telah disiapkan oleh
IFRS Jadi perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung
penderita.
c) Adanya sistem pemeriksaan ganda dengan menginterpretasikan resep/ dokter
dan membuat profil pengobatan penderita (p3) oleh apoteker dan perawat

23
memeriksa obat yang disiapkan IFRS sebelum dikonsumsi. Dengan kata lain,
sistem ini mengurangi kesalahan obat.
d) Peniadaan duplikasi order obat yang berlebihan dan pengurangan pekerjaan
menulis di unit perawatan dan IFRS.
e) Pengurangan kerugian biaya obat yang tidak terbayar oleh penderita
f) Penyiapan sediaan intravena dan rekonstitusi obat oleh IFRS
2. Kerugian
a) Obat harus ada beberapa saat sebelum diberikan
b) Membutuhkan tenaga kefarmasian yang banyak

Untuk system distribusi Once Daily Dose hampir sama dengan UDD hanya
saja pengemasan obatnya bukan per unit dose tetapi pengemasannya untuk pemakaian
per hari.

c. SDO Perlengkapan di Ruang (Floor stock)


Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang merupakan sistem
penyampaian obat kepada penderita sesuai dengan order dokter yang obatnya
disiapkan dan diambil oleh perawat dari persediaan obat yang disimpan di ruang
1. dokter menuliskan resep,
2. perawat menginterpretasikan resep tersebut dan mencatatnya ke buku profil
pengobatan penderita.
3. Apoteker hanya menerima permintaan obat dari perawat, menyiapkan obat dalam
bentuk dosis berganda, kemudian menyampaikan persediaan ruahan obat ke unit
pelayanan penderita.
4. Perawat menyiapkan semua dosis pengobatan untuk diberikan kepada penderita
termasuk pencampuran sediaan intravena.
Keuntungan dan kerugian
1. Keuntungan
a) Obat yang diperlukan segera tersedia di ruang perawatan
b) Tidak ada pengembalian obat yang terpakai, karena obat langsung diberikan ke
penderita
c) Pengurangan penyalinan kembali order obat
d) Pengurangan jumlah personel IFRS
2. Kerugian

24
a) Kesalahan penggunaan obat meningkat
b) Perseidaan mutu obat tidak terkendali krn ditempatkana di ruang perawat
c) Pencurian obat meningkat
d) Kerusakan obat bertambah
e) Penambahan modal unuk penyiapan ruang penyimpanan obat
f) Diperlukan waktu yanng banyak untuk perawat dalam penanganan obat
g) Meningkatkan kerugian karena obat sering rusak

d. SDO kombinasi R/individual dan Floor stock


Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan di ruang
merupakan sistem penyampaian obat kepada penderita berdasarkan permintaan dokter
yang obatnya sebagian disiapkan instalasi farmasi dan sebagian lagi disiapkan dari
persediaan obat yang terdapat di ruang

1. dokter menuliskan resep,


2. interpretasi dilakukan baik oleh apoteker maupun perawat.
3. Apoteker menyiapkan obat dalam bentuk ruahan dan diserahkan ke unit pelayanan
penderita, tetapi ada pula obat-obat yang disiapkan oleh instalasi farmasi untuk
selanjutnya diserahkan kepada perawat.
4. Untuk obat yang terdapat di unit pelayanan penderita, perawat akan menyiapkan
semua dosis pengobatan untuk penderita
Keuntungan dan kerugian
1. Keuntungan
a) R/ order dikaji oleh apoteker, juga ada kesempatan untuk interaksi dari perawat
dan penderita
b) Obat-obat penggunaan umum dapat langsung tersedia di Ruangan
c) Beban IFRs berkurang, karena hanya melayani R/
2. Kerugian
a) Kemungkinan keterlambatan sediaan obat untuk sampai ke penderita
b) Kesalahan obat dapat terjadi di persediaan ruangan

2.5.2 Distribusi Internal Obat dan Alkes


a. Sentralisasi (apoteker tidak ada di ruang perawatan)

25
Metode sentralisasi merupakan suatu sistem pendistribusian perbekalan
farmasi yang dipusatkan pada satu tempat yaitu instalasi farmasi sentral. Seluruh
kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai, baik untuk kebutuhan individu
maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan
farmasi tersebut.

1. Keuntungan Sentralisasi
a) Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga dapat memberi
informasi kepada perawat berkaitan dengan obat pasien,
b) Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-
pasien,
c) Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas persediaan,
d) Mempermudah penagihan biaya pasien.

2. Permasalahan Sentralisasi
a) Terjadinya delay time dalam proses penyiapan obat permintaan dan
distribusi obat ke pasien yang cukup tinggi,
b) Jumlah kebutuhan personel di Instalasi Farmasi Rumah Sakit meningkat,
c) Farmasis kurang dapat melihat data riwayat pasien (patient records) dengan
cepat,
d) Terjadinya kesalahan obat karena kurangnya pemeriksaan pada waktu
penyiapan komunikasi.
Sistem ini kurang sesuai untuk rumah sakit yang besar, misalnya kelas A
dan B karena memiliki daerah pasien yang menyebar sehingga jarak antara
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan perawatan pasien sangat jauh.

a. Desentralisasi (apoteker ada di ruang perawatan)


Metode desentralisasi merupakan suatu sistem pendistribusian perbekalan
farmasi oleh cabang IFRS di dekat unit perawatan atau pelayanan. Cabang ini,
penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani
oleh instalasi farmasi pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini
bertanggung jawab terhadap efektifitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada
di depo farmasi.

1. Keuntungan Desentralisasi
26
a) Obat dapat segera tersedia untuk diberikan kepada pasien
b) Pengendalian obat dan akuntabilitas semua baik
c) Apoteker dapat berkomunikasi langsung dengan dokter dan perawat
d) Sistem distribusi obat berorientasi pasien sangat berpeluang diterapkan
untuk penyerahan obat kepada pasien melalui perawat
e) Apoteker dapat mengkaji kartu pengobatan pasien dan dapat berbicara
dengan penderita secara efisien
f) Informasi obat dari apoteker segera tersedia bagi dokter dan perawat
g) Waktu kerja perawat dalam distribusi dan penyiapan obat untuk digunakan
pasien berkurang, karena tugas ini telah diambil alih oleh personel IFRS
desentralisasi
h) Spesialisasi terapi obat bagi apoteker dalam bidang perawatan pasien lebih
efektif sebagai hasil pengalaman klinik terfokus
i) Pelayanan klinik apoteker yang terspesialisasi dapat dikembangkan dan
diberikan secara efisien, misalnya pengaturan suatu terapi obat penderita
khusus yang diminta dokter, heparin dan antikoagulan oral, digoksin,
aminofilin, aminoglikosida dan dukungan nutrisi
j) Apoteker lebih mudah melakukan penelitian klinik dan studi usemen mutu
terapi obat pasien.
2. Permasalahan Desentralisasi
a) Semua apoteker klinik harus cakap sebagai penyedia untuk bekerja secara
efektif dengan asisten apoteker dan teknisi lain.
b) Apoteker biasanya bertanggungjawab untuk pelayanan, distribusi dan
pelayanan klinik. Waktu yang mereka gunakan dalam kegiatan yang bukan
distribusi obat tergantung pada ketersediaan asisten apoteker yang bermutu
dan kemampuan teknisi tersebut untuk secara efektif mengorganisasikan
waktu guna memenuhi tanggungjawab mereka.
c) Pengendalian inventarisasi obat dalam IFRS keseluruhan lebih sulit karena
likasi IFRS cabang yang banyak untuk obat yang sama, terutama untuk
obat yang jarang ditulis.
d) Komunikasi langsung dalam IFRS keseluruhan lebih sulit karena anggota
staf berpraktek dalam lokasi fisik yang banyak.

27
e) Lebih banyak alat yang diperlukan, misalnya acuan (pustaka) informasi
obat, laminar air flow, lemari pendingin, rak obat, dan alat untuk meracik.
f) Jumlah dan keakutan pasien menyebabkan beban kerja distribusi obat dapat
melebihi kapasitas ruangan dan personal dalam unit IFRS desentralisasi
yang kecil.

2.6 Pelayanan Farmasi Klinik


2.6.1 Pengertian Pelayanan Farmasi Klinik
Pengertian Pelayanan Farmasi Klinikmenurut Peraturan Kemenkes RI Nomor 72
Tahun 2016, farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada
pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek
samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas
hidup pasien (quality of life) terjamin.

2.6.2 Jenis Pelayanan Farmasi Klinik


Jenis Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan berdasarkan Peraturan Kemenkes RI
Nomor 72 Tahun 2016 meliputi:
a. pengkajian dan pelayanan Resep;

Pengkajian Resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait Obat, bila
ditemukan masalah terkait Obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis Resep.
Apoteker harus melakukan pengkajian Resep sesuai persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun
rawat jalan

b. penelusuran riwayat penggunaan Obat;

Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan


informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan Obat pasien

c. rekonsiliasi Obat;

Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan


Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan Obat (medication error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan

28
dosis atau interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada
pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang
perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan
primer dan sebaliknya

d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian


informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan
komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat,
profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit

e. Konseling;

Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi Obat
dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien
rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas
inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian
konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap
Apoteker.

f. Visite;

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker
secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis
pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan
menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.

g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.
Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).

h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap


respon terhadap Obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang

29
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek Samping
Obat adalah reaksi Obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi

i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan Obat


yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif

j. dispensing sediaan steril; dan

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan teknik aseptik
untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan
zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian Obat.

k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil


pemeriksaan kadar Obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena
indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.

2.7 Sanitasi Rumah Sakit


Sampah dan limbah rumah sakit/Puskesmas adalah semua yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan kegiatan
instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat
dikategorikan kompleks. Secara umum sampah danlimbah rumah sakit/Puskesmas dibagi
kedalam dua kelompok besar, yautu sampah limbah klinis dan non klinis baik padat maupun
cair (Asmadi, 2013).
Menurut Djohan & Halim (2013), jenis limbah rumah sakit berdasarkan bahayanyanya
dibagi menjadi dua, yaitu:

2.7.1 Limbah medis


Limbah medis merupakan limbah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan,
ruang gigi, farmasi atau sejenisnya, pengobatan, serta penelitianatau pendidikan yang
menggunakan bahan-bahn beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika
dilakukan pengamanan tertentu.

30
2.7.2 Limbah nonmedis
Limbah nonmedis dirumah sakit merupakan limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit di luar medis berupa karton, kaleng dan botol, serta sampah dari ruangan pasien
yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Sebagian besar limbah ini
merupakan limbah organik dan bukan merupakan limbah B3, sehingga pengelolaannya dapat
dilakukan bersama-sama dengan sampah kota yang ada. Jenis limbah non medis tersebut
antara lain, limbah cair dari kegiatan laundry, limbah domestik cair dan sampah padat
(Adisasmito, 2009).
Sampah padat non medis adalah semua sampah padat diluar sampah padat medis yang
dihasilkan dari berbagai kegiatan, seperti berikut (Anies, 2006) :
a. Kantor/administrasi
b. Unit perlengkapan
c. Ruang tunggu
d. Ruang inap
e. Unit gizi atau dapur
f. Halaman parkir dan taman
g. Unit pelayanan

31
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sejarah RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung

Rumah Sakit Umum Daerh Bitung yang sebenarnya Rumah Sakit Umum Daerah
Provinsi Sulawesi Utara di Bitung adalah salah satu Rumah Sakit Umum Daerah milik
pemerintah Provinsi Sulawesi Utara dan merupakan ruislag dari RSUD. Gunung Wenang
Manado. Selain menjadi pusatnya rujukan kesehatan dari puskesmas yang ada di Kota Bitung,
RSUD Bitung jugs melayani masyarakat yamg dating dan berpergian melalui pintu gerbang
Pelabuhan Samudera Bitung, serta kabupaten sekitarnya seperti Kabupaten Minahasa Utara.

RSUD Bitung didirikan dan diresmikan pada tanggal 23 September 1995. Kemudian
Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsio Sulawesi Utara No. 14 Tahun 2007 Tentang
Organisasi dan Tata KEerja Rumah Sakit Umum Daerah Di Bitung, dimana merupakan Unit
Pelaksana Teknis Dinas dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. Dengan struktur 1
(satu) pejabat eselon IIIa yaitu Kepala dan 4 (empat) pejabat eselon IVa yaitu seksi pelayanan
dan rekam medic, seksi keperawatan, sekssi penunjang medic, sub bagian administrasi dan
keuangan.

Pada tanggan 17 Maret 2008 pengelolaan rumah sakit secara resmi diserahkan ke
pemerintah Kota Bitung dengan Status Pinajm Pakai dengans struktur organisasi beru
berdasarkan PP 41 Tahun 2008 yang berdiri dari 1 (satu) pejabat Eselon IIIa yaitu Direktur
dan 4 (empat) pejabat Eselon IIIb yaitu (satu) Keepala Bagian dan 3 (tiga)krpala bidang serta
9 (Sembilan) pejabat eselon IVa yang terdiri dari 3 (tiga) Kepala Sub Bagian dan 6 (enam)
KepalaSeksi. Pada tanggal 12 Desember 2012 Struktur organisasi mengalami perubahan lagi
dengan dikeluarkannya perda No 47 Tahun 2012,yang terdiri dari 1 (satu) pejabat Eselon IIIa
yaitu Direktur dan 4 (empat) pejabat Eselon IIIb yaitu 1 (satu) Kepala Bagian dan 3 (tiga)
Kepala bidang serta 9 (Sembilan) pejabat Eselon IVa yang terdiri dari 3 (tiga) Kepala Sub
Bagian dan 6 (enam) Kepala Sub Bidang.

32
3.2 Visi, Misi, dan Motto

3.2.1 Visi

Memberdayakan dan mengembangkan RSUD Bitung menjadi Rumah Sakit Unggulan


dengan pelayanan prima dan dengan semangat kebersmaan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat Bitung.

3.2.2 Misi

1. Meningkatkan kualitas sember daya manusia (SDM) sehingga mampu


melaksanakan pelayanan yang profesional dan optimal.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara prima dan memenuhi akreditasi
rumah sakit sehingga memberikan rasa aman dan nyaman bagi pelanggan dan
stakeholder.
3. Melengkapi berbagai jenis pelayanan spesialis.
4. Melengkapi sarana dan prasarana penunjang kegiatan rumah sakit untuk
mendukung sector unggulan kota.
5. Melengkapi manajemen, pendapatan dan kesejahteraan pegawai rumah sakit.
3.2.3 Motto
Adapun motto dari RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung adalah “Melayani
dengan Ksaih.”

3.3 Instalasi Farmasi RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung

Instalasi Farmasi RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung adalah salah satu unit penunjang
medis yang bertugas melaksanakan pengadaan, penyimpanan, peracikan dan pendistribusian
perbekalan farmasi untuk kebutuhan RSUD Maembo-Nembo Kota Bitung.

Instalasi Farmasi RSUD Manembo-Nembo merupakan salah satu Instalasi di dalam


RSUD Manembo-Nembo dengan dipimpin oleh seorang Apoteker yang bertanggung jawab
kepada kabid P. Medik dan Non Medik. Kegiatan kefarmasia di Rumah Sakit
berorientasikepada kepentingan pasien (Farmasi Klinis) yaitu dengan menyelnggarakan
sediaan Farmasi, pengelolaan obat, pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter dan
pelayanan informasi obat serta kegiatan lain seperti pendidikan dan penelitian.

33
Instalasi Farmasi RSUD Manembo-Nembo dipimpin oleh Kepala Instalasi Farmasi,
dibantu oleh tiga orang Koordinator, yaitu Koordinator Farmasi Klinik, Koordinator
Perbekalan Farmasi, dan Koordinator Pelayanan, dalam Instalasi Farmasi RSUD Manembo-
Nembo Kota Bitung ada istilah yang disebut dengan timbang terima dinas yang artinya
pergantian jam dinas dari satu petugas ke petugas penggantinya. Jam dinas di Instalasi
Farmasi RSUD Manembo-Nembo sebagai berikut :

1) pagi : 08.00 sampai dengan 14.00


2) Siamg : 14.00 sampai dengan 21.00
3) Malam : 21.00 sampai dengan 08.00
Instalasi Farmasi RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung dapat dilakukan selama 24 jam
dan 7 hari dalam seminggu melali kemudahan media komunikasi baik secara langsung
maupun tidak langsung, melalu teleponataupun media elektornik lainnya.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Manembo – Nembo Bitung terdiri dari dua
bagian, yaitu:
1. Pelayanan BPJS
a. Rawat Inap
Rawat inap adalah istilah yang berarti proses perawatan pasien oleh tenaga
kesehatan profesional akibat penyakit tertentu, dimana pasien diinapkan di suatu
ruangan yang berada di rumah sakit.
Rawat inap yang dilakukan RSUD Manembo – Nembo Bitung untuk
pengobatannya hanya untuk dipakai 3 hari, apabila pasien sudah mau pulang
pengobatan diberikan selama 7 hari, untuk penganbilan obat untuk Rawat Inap
menggunakan Kartu Kepemilikan Obat (KPO), dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Petugas farmasi melakukan distribusi obat keruangan keperawatan.
b) Petugas farmasi melakukan serah terima obat-obatpasien dengan perawat yang
bertugas dengan menggunakan berita acara kesesuaian obat dan resep/kpo yang
diminta.
c) Petugas farmasi memberikan informasi mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan penggunaan obat maupun cara penyimpanan yang benar.
d) Perawat melakukan verifikasi sebelumobat diberikan kepada pasien meliputi :
- Benar identitas pasien
- Benar nama obat
- Benar dosis
34
- Benar rute pemberian
- Benar waktu pemberian
e) perawat memberikan obat pada pasien :
 Apabila sediaan obat dalam bentuk oral unit dose dispensing (UDD)
maka perawat membantu pasien untuk menggunakan obanya.
 Apabila obat dalam sediaan interavena, intra muscular, suppositoria
atau sediaan khusus lainnya maka dokter atau perawat yang melakukan
pemberian obat langsung pada pasien.

b. Rawat Jalan
Rawat jalan adalah pelayanan medis kepada seorang pasien untuk tujuan
pengamatan, diagnosa, pengobatan, rehabilitasi dan pelayanan kesehatan lainnya,
tanpa mengharuskan pasien tersebut dirawat inap.

Rawat jalan yang dilakukan di RSUD Manembo – Nembo Bitung untuk


pengobatannya selama 1 bulan atau 30 hari.

Pelayanan farmasi di RSUD Kota Bitung menggunakan sistem distribusi individual


prescription yaitu resep datang dari pasien untuk disiapkan obatnya oleh petugas
farmasi yang kemudian diserahkan kembali obat-obat yang ditebus oleh pasien sesuai
dengan permintaan. Kegiatan pelayanan kefarmasian di Instalasi Farmasi RSUD Kota
Bitung meliputi bagian administrasi instalasi farmasi, Depo Farmasi BPJS, Depo
Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS).

3.4 Gudang Instalasi Farmasi


Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi dan operasi industri farmasi
yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum
didistribusikan. Selain untuk penyimpanan, gudang juga berfungsi untuk melindungi
bahan (baku dan pengemas) dan obat jadi dari pengaruh luar dan binatang pengerat,
serangga, serta melindungi obat dari kerusakan. Agar dapat menjalankan fungsi tersebut,
maka harus dilakukan pengelolaan pergudangan secara benar atau yang sering disebut

35
dengan manajemen pergudangan. Pergudangan adalah segala upaya pengelolaan gudang
yang meliputi penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, pendistribusian, pengendalian
dan pemusnahan, serta pelaporan material dan peralatan agar kualitas dan kuantitas
terjamin.
Manfaat dari gudang adalah untuk:
a. Terjaganya kualitas dan kuantitas perbekalan kesehatan.
b. Tertatanya perbekalan kesehatan.
c. Peningkatan pelayanan pendistribusian.
d. Tersedianya data dan informasi yang lebih akurat dan aktual.
e. Kemudahan akses dalam pengendalian dan pengawasan.
f. Tertib administrasi.
Penataan obat yang ada digudang menggunakan sistem FEFO (First Expire First
Out) dan FIFO (First In First OuT), dan diurutkan berdasrkan abjad, serta jenis sediaan.
Didalam instalasi farmasi ada hal yang disebut amprahan, amprahan maksudnya adalah
setiap pelayanan rawat inap dan rawat jalan serta ruangan dirumah sakit mengambil obat
dan alkes yang jumlahnya telah ditentukan ke gudang untuk persediaan diruangan
masing-masing. Kegiatan mengamprah obat dan alkes juga telah dilakukan oleh
mahasiswa. Alur dari kegiatan ini yaitu: pegawai dari ruangan ataupun unit pelayanan
rawat jalan dan rawat inap memberikan lembaran permintaan (amprahan) berisi nama
obat dan alkes serta jumlahnya kegudang, kemudian pegawai digudang menyiapkan
permintaan dan menyalurkannya.

Kemudian ada kegiatan stock opname tujuannya untuk mengetahui jumlah obat yang
ada dan mengetahui expire obat–obat tersebut. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan dalam melakukan pelayanan.

36
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1) Instalasi Farmasi RSUD Manembo-Nembo merupakan salah satu Instalasi di dalam


RSUD Manembo-Nembo dengan dipimpin oleh seorang Apoteker yang bertanggung
jawab kepada kabid P. Medik dan Non Medik.
2) Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Manembo – Nembo Bitung terdiri dari
dua bagian, yaitu : Rawat Inap dan Rawat Jalan
3) Penyimpanan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Manembo-nembo bitung
menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO).
4) Kegiatan dalam pengelolaan obat yang dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Manembo-nembo bitung sudah sesuai dengan prosedur yaitu meliputi perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan

4.2 Saran

4.2.1 Saran untuk kampus

Harus lebih sering mengadakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini agar mahasiswa dapat
langsung mempraktekan apa yang didapatkan dari kampus. Dan waktu PKL sebaiknya dapat
diperpanjang untuk setiap instansi bukan hanya 1 minggu saja.

4.2.2 Saran untuk IFRS

a. Adanya penambahan tenaga farmasi untuk memudahkan tercapainya pelayanan


kefarmasian yang maksimal untuk pasien.
b. Sebaiknya dibutkan ruangan khusus untuk tempat meracik obatagar lebih
berkonsentrasi dan leluasa dalam meracik obat.
c. Diharapkan untuk dapat memberikan informasi lebih mengenai obat pada saat
penyerahan, sehingga pekerjaan kefarmasian terlaksana dengan baik dan maksimal.

37
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. RSUD Bitung, diakses di http://rsud.bitungkota.go.id pada tanggal 15 Desember 2017
Depkes RI, 1992. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 983/menkes/SK/1992
tentang Tugas Rumah Sakit Umum. Jakarta.

Depkes RI, 2004. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1997/Menkes/SK/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta.

Republik Indonesia. 1992. Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor 983/MENKES/SK/1992 Tentang


Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum. Jakarta : Sekretariat Negara.

Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Jakarta :
Sekertariat Negara.

Republik Indonesia. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004


Tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit. Jakarta : Seketariat Negara.

Republik Indonesia. 2009. Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta :
Sekertariat Negara.

Republic Indonesia. 2010. Peraturan Mentri Kesehatan RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010


Tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta : Sekertariat Negara.

Republic Indonesia. Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta :
Sekertariat Negara.

Siregar, C. J. P. 2003.Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Penerapan. Jakarta : EGC.

38
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Struktur Organisasi RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung

Lampiran 2 : Struktur Organisasi IFRS Manembo-Nembo Kota Bitung

39
Lampiran 3 : Contoh Resep Rawat Inap RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung

Lampiran 4 : Contoh Resep Rawat Jalan RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung

40
Lampiran 5 : Contoh Etiket RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung

41
Lampiran 6 : Tempat Penyimpanan Obat di Apotik RSUD Manembo-Nembo Kota Bitung

42
43
Lampiran 7 : lemari tempat penyimpanan obat narkotika dan psikotropika.

44

Anda mungkin juga menyukai