Anda di halaman 1dari 115

EVALUASI PENERIMAAN SISTEM INFORMASI

E-LEARNING DENGAN METODE TECHNOLOGY


ACCEPTANCE MODEL (TAM) DI PUSDIKLAT BPK RI

Tesis
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Sarjana S-2

Program Studi Magister Teknologi Informasi


Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi
Fakultas Teknik

diajukan oleh
Astomo Fitra Wibowo
11/322530/PTK/07510

kepada

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ii
iii
PRAKATA

Pertama-tama, penulis mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT, yang

telah memberikan anugerah dan kesehatan sehingga penulis bisa menyelesaikan

tesis ini. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

mendapatkan gelar Master of Engineering pada Sekolah Pasca Sarjana Magister

Teknologi Informasi program Studi Chief Information Officer Universitas Gadjah

Mada Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan pernah selesai tanpa bantuan

dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini ingin menyampaikan

penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Eko Nugroho, M.Si., sebagai pembimbing utama, yang telah

mengarahkan penulis dalam menyusun tesis ini.

2. Dr. Wing Wahyu Winarno, MAFIS., Ak., sebagai pembimbing pendamping,

yang juga telah mengarahkan penulis dalam menyusun tesis ini.

3. Seluruh staf dan dosen pengampu pada Magister Teknologi Informasi

Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan pelayanan dan bekal ilmu

yang sangat bermanfaat bagi penulis.

4. Ayah Ibu tercinta dan seluruh keluargaku atas segala bentuk dukungan,

bimbingan dan doa yang tak pernah berhenti diberikan kepada penulis.

5. Istriku Intan Rosita Rachmawati dan anakku Khairunnisa Gayatri Wibowo

yang merupakan pembawa semangat untuk senantiasa berkarya termasuk

dalam menyelesaikan tesis ini.

iv
6. Keluarga besar atas segala bentuk dukungan, bimbingan dan doa yang tak

pernah berhenti diberikan kepada penulis.

7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi CIO angkatan 7 Magister Teknologi

Informasi Universitas Gadjah Mada yang dengan segala bantuan dan

dukungan serta kebersamaannya dalam mengisi hari-hari di Yogyakarta.

8. Responden pengguna E-learning BPK RI yang telah bersedia membantu

penelitian ini.

9. Semua pihak yang tak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu terselesaikannya tesis ini dengan baik.

Semoga segala kebaikan, bimbingan, masukan dan doa mereka mendapat balasan

yang berlipat ganda dari Allah SWT dan diberikan kemudahan dalam urusannya.

Penulis berharap agar tesis ini memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Yogyakarta, April 2013

Penulis

v
ARTI SINGKATAN

AT : Attitude Towards Using Technology

AU : Actual Use

AVE : Average Variance Extracted

BI : Behavioral Intention To Use Internet

BPK RI : Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

CBSEM : Covariance Based Structural Equation Model

EUC : End User Computing

HOT : Human Organization Technology

ICT : Information and Communication Technology

KPU : Komisi Pemilihan Umum

LMS : Learning Management System

PEOU : Perceived Ease of Use

PU : Perceived Usefulness

PLS : Partial Least Square

SEM : Structural Equation Model

TAM : Technology Acceptance Model

TIK : Teknologi Informatika dan Komunikasi

TPB : Theory Planned Behavior

TTF : Task Technology Fit

TRA : Theory of Reasoned Action

UTAUT : Unified Theory of acceptance and Usage of Technology

(UTAUT)

vi
ABSTRACT

The implementation of e-learning at the Center of Education and Training


BPK RI encourage business process effectively and efficiently. E-learning is
expected to enhance the business processes of education and training center
because it facilitates the learning process of representative offices in 33 provinces.
E-learning also enables the learning activities independently. The readiness of the
factors supporting the success of e-learning can lead the full implementation of e-
learning. Therefore, it is necessary to evaluate the acceptance of e-learning
information system.

The theory that influences in the evaluation of the use of information


technology systems and is commonly used to explain the individual acceptance of
the use of information technology systems is the Technology Acceptance Model
(TAM). TAM was introduced by Fred D Davis. It defines two factors that
influence user acceptance in technology. These factors are the perception of the
benefits of technology and the perception of the ease of technology.

This research was carried out to 118 respondents of e-learning users. The
data was analyzed by Structural Equation Modeling (SEM) in software SmartPLS.
The results indicate that Perceived Ease of Use influences Perceived Usefulness,
Perceived Usefulness and Perceived Ease of Use influence Attitude Toward,
Attitude Toward and Perceived Usefulness influence Behavioral Intention, and
Behavioral Intention and Perceived Usefulness influence Actual Technology Use
(α = 0.05).

Keywords: Evaluation, E-learning, Technology Acceptance Model( TAM)

vii
INTISARI

Penerapan e-learning di Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPK RI mendorong


peningkatan proses bisnis menjadi efektif dan effisien. Dengan Kantor perwakilan
yang tersebar di 33 Provinsi, penerapan e-learning diharapkan dapat
meningkatkan proses bisnis pusat pendidikan dan pelatihan menjadi lebih baik. E-
learning juga memungkinkan terjadinya aktivitas pembelajaran secara
independen. Pemanfaatan e-learning dapat diperoleh secara lengkap apabila
seluruh faktor yang menyertainya dalam kondisi yang siap (ready). Oleh karena
itu, perlu adanya evaluasi terhadap penerimaan sistem informasi e-learning.

Salah satu teori tentang evaluasi penggunaan sistem teknologi informasi


yang dianggap sangat berpengaruh dan umumnya digunakan untuk menjelaskan
penerimaan individual terhadap penggunaan sistem teknologi informasi adalah
model penerimaan teknologi atau Technology Acceptance Model (TAM) yang
pertama kali diperkenalkan oleh Fred D Davis. TAM dapat digunakan untuk
mengukur tingkat penerimaan pengguna terhadap teknologi. TAM mendefinisikan
dua faktor yang mempengaruhi penerimaan pengguna terhadap teknologi yaitu
persepsi akan manfaat teknologi dan persepsi akan kemudahan dalam teknologi.

Penelitian ini dilakukan kepada 118 responden pengguna e-learning. Metode


analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Modelling (SEM)
dengan software SmartPLS. Hasil pengujian dengan menggunakan α = 0,05
menunjukan bahwa Perceived Ease of Use berpengaruh terhadap Perceived
Usefulness, Perceived Usefulness dan Perceived Ease of Use berpengaruh
terhadap Attitude Toward, Attitude Toward dan Perceived Usefulness berpengaruh
terhadap Behavioral Intention, serta Behavioral Intention dan Perceived
Usefulness berpengaruh terhadap Actual Technology Use.

Kata Kunci: Evaluasi, E-learning, Technology Acceptance Model( TAM)

viii
DAFTAR ISI

Hal

PERNYATAAN............................................................................................... ..iii

PRAKATA ....................................................................................................... ..iv

ARTI SINGKATAN ........................................................................................ ..vi

ABSTRACT ..................................................................................................... .vii

INTISARI......................................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ..ix

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ..xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ ...1

1.1. Latar Belakang ......................................................................... ....... 1

1.2. Perumusan Masalah .................................................................. ........6

1.3. Keaslian Penelitian .................................................................... .......6

1.4. Manfaat Penelitian..................................................................... .......8

1.5 Tujuan Penelitian........................................................................ .......9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. ......10

2.1 Tinjauan Pustaka ....................................................................... ......10

2.2 Landasan Teori .......................................................................... ......12

2.3 Hipotesis Penelitian ................................................................... ......45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................... ......47

3.1 Bahan Penelitian ........................................................................ ......47

ix
3.2 Alat Penelitian ........................................................................... ......48

3.3 Jalan Penelitian .......................................................................... ......53

3.4 Populasi dan Sampel .................................................................. ....59

3.5 Kesulitan - Kesulitan .................................................................. ....59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. ....60

4.1 Hasil Penelitian ........................................................................... ....60

4.2 Pembahasan ................................................................................ ....85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... ....92

5.1 Kesimpulan ................................................................................. ....92

5.2 Saran ........................................................................................... ....93

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. ....95

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tampilan muka E-learning BPK RI ............................................ 20

Gambar 2.2 Menu utama E-learning BPK RI .................................................. 21

Gambar 2.3 Proses Pendaftaran E-learning BPK RI ........................................ 21

Gambar 2.4 Proses Login E-learning BPK RI ................................................. 22

Gambar 2.5 Tampilan pengguna E-learning BPK RI ...................................... 22

Gambar 2.6 Menu diklat E-learning BPK RI ................................................... 23

Gambar 2.7 Menu mata kuliah E-learning BPK RI ......................................... 24

Gambar 2.8 Model Kesuksesan Deleon dan McLean ...................................... 25

Gambar 2.9 Technology Acceptance Model (TAM)........................................ 25

Gambar 2.10 Model Task Technology Fit ........................................................27

Gambar 2.11 Model UTAUT .......................................................................... 28

Gambar 2.12 End User Computing (EUC) Satisfaction .................................. 29

Gambar 2.13 Human organizational Technology (HOT) Fit Model .............. 30

Gambar 2.14 Technology Acceptance Model (TAM) (Davis, 1989) ............... 34

Gambar 2.15 Model Hipotesis Penelitian ......................................................... 45

Gambar 3.1 Tampilan awal E-learning BPK RI ......................................... .....48

Gambar 3.2 Jalan Penelitian .............................................................................54

Gambar 4.1 Grafik responden berdasarkan jenis kelamin .............................. 62

Gambar 4.2 Grafik responden berdasarkan lokasi penempatan ..................... 63

Gambar 4.3 Grafik responden berdasarkan usia ............. .............................. 64

xi
Gambar 4.4 Grafik responden berdasarkan pendidikan ................................. 65

Gambar 4.5 Grafik responden berdasarkan masa kerja . ............................... 66

Gambar 4.6 Grafik responden berdasarkan jabatan ........ .............................. 67

Gambar 4.7 Grafik jawaban responden terhadap Perceived Ease of Use ........68

Gambar 4.8 Grafik jawaban responden terhadap Perceived Usefulness ..........69

Gambar 4.9 Grafik jawaban responden terhadap Attitude Toward .................70

Gambar 4.10 Grafik jawaban responden terhadap Behavioral Intention

to Use Internet ..................................................................................................71

Gambar 4.11 Grafik jawaban responden terhadap Actual Use Internet ...........72

Gambar 4.12 Hasil Loading factor awal masing-masing indikator..................73

Gambar 4.13 Hasil Loading factor masing-masing indikator ..........................75

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan beberapa metode evaluasi sitem informasi................30

Tabel 3.1 Skala Likert.......................................................................................49

Tabel 3.2. Indikator Perceived Ease of Use (PEOU) .......................................51

Tabel 3.3. Indikator Perceived Usefulness (PU) ..............................................51

Tabel 3.4. Indikator Attitude Towards Using Technology (AT) .......................52

Tabel 3.5. Indikator Behavioral Intention to use internet (BI) .........................52

Tabel 3.6. Indikator Actual Use (AU) ...............................................................53

Tabel 3.7. Jadwal Rencana Penelitian ..............................................................53

Tabel 4.1 Hasil pengumpulan kuesioner ..........................................................62

Tabel 4.2 Deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin ...............................62

Tabel 4.3 Deskripsi responden berdasarkan lokasi penempatan ......................63

Tabel 4.4 Deskripsi responden berdasarkan usia..............................................63

Tabel 4.5 Deskripsi responden berdasarkan Pendidikan ..................................64

Tabel 4.6 Deskripsi responden berdasarkan lamanya masa kerja dalam

organisasi ...…………………...........……………………………. 65

Tabel 4.7 Deskripsi responden berdasarkan jabatan dalam organisasi.............66

Tabel 4.8 Jawaban responden terhadap variabel Perceived Ease of Use .........67

Tabel 4.9 Jawaban responden terhadap variabel Perceived Usefulness ...........68

Tabel 4.10 Jawaban responden terhadap variabel Attitude Toward .................69

Tabel 4.11 Jawaban responden terhadap variabel Behavioral Intention

xiii
to Use Internet ................................................................................70

Tabel 4.12 Jawaban responden terhadap variabel Actual Use Internet ............71

Tabel 4.13 Hasil awal Loading factor ..............................................................74

Tabel 4.14 Hasil Loading factor .......................................................................75

Tabel. 4.15 Nilai korelasi antar konstruk (Latent Variable Correlations) .......76

Tabel 4.16 Nilai AVE dan Akar AVE ................................................................76

Tabel 4.17 Nilai Cross Loading .......................................................................77

Tabel 4.18 Nilai Composite Reability dan Cronchbach Alpha ........................78

Tabel 4.19 Nilai R-Square ................................................................................79

Tabel 4.20 Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values) .................................80

Tabel 4.21 Hasil Inner Weight ..........................................................................81

Tabel 4. 22 Kesimpulan hasil uji hipotesis .......................................................85

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan Teknologi Informatika dan Komunikasi (TIK) berbasis

internet saat ini sangat pesat, membuat semua pihak termotivasi untuk secepat

mungkin beradaptasi dalam segala hal termasuk pemanfaatan dan

penyebarluasannya. Internet memungkinkan orang dapat berkomunikasi,

mengakses sumber-sumber informasi dan bertransaksi tanpa dibatasi oleh batas-

batas wilayah suatu negara. Berdasarkan data dari Internet Worlds Stats,

pengguna internet di Indonesia hingga Desember 2010 tercatat sebanyak 39,6 juta

pengguna [1]. Data ini menunjukkan bahwa internet dimanfaatkan oleh

masyarakat di semua bidang.

Salah satu wujud perkembangan TIK adalah penggunaan e-learning. E-

learning adalah sebuah pembelajaran pada semua tingkatan, formal atau non

formal yang menggunakan jaringan komputer (baik internet maupun intranet)

untuk pengantaran bahan ajar, interaksi, dan atau fasilitas [2]. E-learning pertama

kali diperkenalkan oleh Universitas Illionis di Urbana-Champaign dengan

menggunakan sistem instruksi berbasis komputer (computer-assisted instruction)

dan komputer bernama PLATO. Sejak itu e-learning berkembang sejalan dengan

perkembangan dan kemajuan Information, Communication, Technology (ICT).

BPK RI adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan

dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-

1
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945[3]. Dalam pasal 23 ayat E

ayat 1 disebutkan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab

tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas

dan mandiri.

Penerapan e-learning di pusat pendidikan dan pelatihan BPK RI baru

dimulai pada tahun 2011. Sistem pembelajaran secara elektronik ini dibangun

untuk mempermudah pegawai BPK dalam memperoleh pengetahuan/

pembelajaran melalui intranet BPK. Hal ini memungkinkan para pegawai untuk

belajar melalui komputer di unit kerja mereka masing-masing sehingga informasi

yang didapat melalui pembelajaran di kelas dapat di peroleh dengan mengakses

komputer. Di sini, peserta diklat bisa melihat modul-modul yang ditawarkan, bisa

mengambil tugas-tugas dan tes-tes yang harus dikerjakan, peserta juga bisa

melihat nilai tugas dan test serta peringkatnya berdasarkan nilai yang diperoleh.

Dengan e-learning, peserta diklat dan instruktur dapat memiliki

kesempatan untuk berinteraksi dan berkolaborasi dengan cara yang efektif dan

efisien, tanpa memerlukan kehadiran fisik di tempat yang sama. E-learning juga

memungkinkan terjadinya aktivitas pembelajaran secara independen.

Evaluasi terhadap sistem infomasi khususnya e-learning di BPK RI saat ini

masih belum dilakukan. Evaluasi sistem informasi membutuhkan integritas dan

komitmen dari pihak manajemen. Hal ini dirasakan sangat penting dikarenakan

organisasi telah melakukan investasi yang besar pada sistem informasi. Oleh

karena itu sistem informasi yang digunakan harus dapat memberikan timbal balik

atas investasi tersebut. Sistem informasi tersebut harus dapat melakukan

2
penghematan waktu, biaya, dan sumber daya lainnya serta mendukung

pengambilan keputusan yang tepat. Selain hal tersebut diatas, evaluasi sistem

informasi bermanfaat sebagai masukan bagi manajemen organisasi tentang

seberapa besar kontribusinya bagi organisasi. Hal lain adalah dengan sistem

informasi tersebut dapat meningkatkan pencapaian tujuan strategis organisasi.

Terakhir, dapat meraih keunggulan kompetitif dengan pemanfaatan sistem

informasi yang lebih luas.

Kegagalan dalam penerapan sistem informasi dapat terjadi bila evaluasi

tidak dilakukan secara tepat. Contoh nyata adalah tender pengadaan jaringan TI

KPU sendiri terdiri dari proyek pengadaan jaringan internet senilai Rp 1,6 miliar,

proyek pengadaan jaringan komunikasi data sebesar Rp 18, 9 miliar, pemeliharaan

data center Rp 2,3 miliar, dan pengadaan jasa integrasi sistem informasi KPU Rp

1,2 miliar [4]. Dengan investasi yang besar tersebut KPU diyakini dapat lebih

efektif dan effisien dalam perhitungan suara dalam Pemilu tahun 2009.

Realitasnya adalah bahwa informasi yang didapatkan adalah sekitar 6-7%

penghitungan suara nasional masuk ke Pusat Tabulasi Nasional sampai dengan

tanggal akhir. Angka capaian ini, jauh di bawah target KPU, dan juga capaian

suara sebagaimana yang dialami oleh KPU 2004. Pada hari yang sama, KPU 2004

sudah mampu mengumpulkan data hampir pada angka 80 %-an [5]. Hasil yang

didapat sangat jauh dari target yang diharapkan, hal ini menyebabkan dana Pemilu

tahun 2009 yang besar dan investasi IT KPU yang tidak sedikit tidak sebanding

dengan manfaat yang dirasakan dan terkesan sia-sia.

3
Contoh lain kegagalan penerapan TI adalah penerapan sistem baru yang

disebut dengan sistem kendali operasi terpadu (Integrated Operasional Control

System/IOCS) yang bernilai 1,5 juta dollar (sekitar Rp 13,5 miliar). Sistem ini

mengintegrasikan tiga sistem yang sebelumnya masing-masing terpisah dan

berdiri sendiri, yakni sistem untuk memantau pergerakan pesawat, awak kabin,

dan penjadwalan. Garuda mengoperasikan 81 pesawat, dengan penerbang sekitar

580 orang. Walaupun telah dilakukan uji coba, tetapi karena menyangkut banyak

data yang kompleks, dalam proses transisi ini ada data yang tidak sinkron dan

mengakibatkan informasi yang diterima awak kabin tidak akurat. Akibat tidak

akuratnya informasi yang diterima ini, awak kabin terlambat tiba di bandara

sehingga sejumlah penerbangan harus ditunda. Direktur Utama PT Garuda

Indonesia, Emirsyah Satar mengaku pihaknya telah mengeluarkan sekitar Rp 220

juta untuk biaya menginap sekitar 737 penumpang yang tidak jadi berangkat.

Biaya tersebut belum termasuk kompensasi pembayaran tiket hingga dua kali lipat

besarnya. Selain itu juga munculnya potensi kehilangan pendapatan akibat tidak

berfungsi sistem informasi tersebut [6].

Melihat contoh kasus kegagalan penerapan sistem informasi tersebut maka

evaluasi terhadap penerimaan e-learning ini dirasakan penting. Dengan kantor

perwakilan BPK RI yang tersebar di 33 propinsi yang terdiri dari auditor maupun

penunjang dan pendukung maka implementasi e-learning dirasakan akan

membuat penghematan dari sisi anggaran yang ada. E-learning akan membuat

proses bisnis Pusdiklat BPK RI menjadi lebih efektif dan efisien.

4
Salah satu teori tentang evaluasi penggunaan sistem teknologi informasi

yang dianggap sangat berpengaruh dan umumnya digunakan untuk menjelaskan

penerimaan individual terhadap penggunaan sistem teknologi informasi adalah

model penerimaan teknologi atau Technology Acceptance Model (TAM) yang

pertama kali diperkenalkan oleh Fred D Davis. Faktor utama yang menentukan

keberhasilan dari penerapan teknologi informasi dan komunikasi dalam organisasi

adalah sumber daya manusia yang juga sebagai pengguna. Hal yang menjadi

fundamental dari keberhasilan pengimplementasian teknologi informasi dan

komunikasi dalam organisasi adalah kemauan penggunaan untuk menerima dan

menggunakan teknologi informasi dan komunikasi tersebut.

TAM dapat digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan pengguna

terhadap teknologi. TAM mendefinisikan terdapat dua faktor yang mempengaruhi

penerimaan pengguna terhadap teknologi yaitu persepsi akan manfaat teknologi

dan persepsi akan kemudahan dalam teknologi. Kesederhanaan (parsimony) dan

kemampuan menjelaskan (explanatory power) hubungan sebab akibat merupakan

alasan utama penggunaan model TAM. Tujuan utama TAM adalah untuk

memberikan dasar untuk penelusuran pengaruh faktor eksternal terhadap

kepercayaan, sikap, dan tujuan pengguna [7]. TAM menganggap bahwa dua

keyakinan individual, yaitu persepsi kemanfaatan (perceived usefulness) dan

persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) adalah variabel perilaku

utama dalam mengadopsi sistem informasi.

Maka dengan uraian tersebut di atas, penulis berencana untuk melakukan

evaluasi E-learning dengan metode Technology Acceptance Model (TAM).

5
Metode ini akan mengukur tingkat penerimaan pengguna terhadap sistem

informasi e-learning di Pusdiklat BPK RI.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan kondisi tersebut diatas maka rumusan

penelitian ini adalah bagaimana tingkat penerimaan pengguna terhadap sistem

informasi E-Learning di BPK RI.

1.3 Keaslian Penelitian

Penelitian e-learning saat ini telah dilakukan baik itu kearah perancangan,

kesiapan (readiness), maupun keefektifan. Selain hal itu penelitian yang

membahas e-learning dilakukan terutama di perguruan tinggi atupun sekolah. Hal

ini dapat terjadi dikarenakan penerapan e-learning tersebut sudah berjalan dalam

jangka waktu yang cukup lama.

Adapun penelitian yang berkaitan dengan e-learning adalah:

1) Alam [8] melakukan penelitian yang memfokuskan pada efektifitas

pembelajaran ICT dalam konsep pembelajaran e-learning di Sekolah

Menengah Pertama. Penelitian ini memfokuskan pada aspek-aspek apa saja

yang mempengaruhi keefektifitasan e-learning di SMPN V Yogyakarta.

Metode yang dilakukan adalah dengan membandingkan dengan beberapa

kelas yang tidak menggunakan metode e-learning. Hasil penelitian ini

diketahui bahwa kelas yang menggunakan e-learning lebih efektif dengan

aspek yang dominan berupa aspek materi dan aspek guru.

6
2) Gunawan [9] dengan judul “Pengukuran kepuasan pengguna e-learning di

Madinah International University Yogyakarta”. Dalam penelitian ini diukur

tingkat kepuasan mahasiswa dalam menjalankan proses pembelajaran

dengan instrumen alat ukur kepuasan semisal ELS Yi-Shun Wang. Hasil

dari penelitian ini didapati bahwa semua valid, reliable dan mempunyai

korelasi yang kuat sehingga layak dijadikan pengukuran kepuasan. Korelasi

terkuat ada pada dimensi umpan balik dan penilaian.

Sementara penelitian dengan metode Technology Acceptance Model

(TAM) adalah:

1) Alfiansah [10] dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi

penggunaan teknologi informasi oleh auditor eksternal dan internal”.

Penelitian ini mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi para auditor

dalam menggunakan teknologi informasi. Penelitian dilakukan pada kantor

akuntan publik di Yogyakarta. Dari hasil pengujian hipotesis dengan 10

variabel terdapat 4 hipotesis yang diterima yaitu pengaruh positif antara

kemampuan akses terhadap persepsi kemudahan penggunaan teknologi

informasi dalam pengauditan, pengaruh positif kompatibilitas terhadap

persepsi manfaat TI dalam pengauditan, pengaruh positif persepsi

kemudahan penggunaan terhadap penggunaan TI dalam pengauditan, dan

pengaruh positif persepsi manfaat penggunaan teknologi informasi dalam

pengauditan.

2) Putra [11] dengan judul “Analisis Penerimaan Penggunan Terhadap

Aplikasi E-Procurement PT Pertamina EP Dengan Menggunakan Metode

7
Technology Acceptance Model.” Penelitian ini mengukur variabel-variabel

TAM terhadap penggunaan aplikasi e-procurement di PT Pertamina. Dari

hasil pengujian disimpulkan bahwa penerimaan penggunaan aplikasi e-

procurement PT Pertamina dipengaruhi oleh perceived usefulness,

perceived ease of use, dan security and privacy, sedangkan perceived

enjoyment dan attitude toward using tidak cukup bukti berpengaruh

terhadap penggunaan aplikasi e-procurement.

Salah satu penelitian evaluasi E-learning dengan metode Technology

Acceptance Model (TAM) adalah Wahyuni [13] dengan judul “ Analisa

Penerimaan Penerapan E-Learning System dengan Menggunakan Technology

Acceptance Model (TAM) pada PT. Bank Mandiri Tbk Cabang Yogyakarta

Sudirman.” Penelitian ini hanya membatasi variabel yang digunakan yaitu sebatas

Perceived ease of use, Perceived Usefulness, Attitude Toward, dan penerimaan

pengguna (Acceptance). Hasil penelitian tesebut semua hipotesis sebanyak 5 buah

diterima atau berpengaruh secara signifikan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Memberikan masukan dan saran kepada pihak manajemen di Pusdiklat BPK

RI dalam melakukan perbaikan dan menjadi landasan pengembangan e-

learning;

b. Memberikan sumbangan referensi penelitian khususnya yang berhubungan

dengan faktor-faktor penerimaan pengguna terhadap aplikasi e-learning.

8
1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui sejauh mana tingkat penerimaan pengguna terhadap e-learning

di Pusdiklat BPK RI;

b. Memberikan saran dan masukan kepada manajemen Pusdiklat BPK atas

identifikasi faktor yang mempengaruhi pengguna terhadap e-learning.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Saat ini perkembangan e-learning sudah banyak diterima oleh masyarakat

dunia, terbukti dengan maraknya implementasi e-learning di lembaga pendidikan

baik itu sekolah, training, maupun universitas ataupun di level industri seperti

Cisco System, IBM. HP, Oracle dan sebagainya. E-learning merupakan suatu

metode pembelajaran yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa

dengan menggunakan metode intranet, internet, dan jaringan komputer lainnya. E-

learning adalah proses learning (pembelajaran) menggunakan atau memanfaatkan

information and communication technology (ICT) sebagai tools yang dapat

tersedia kapanpun dan dimanapun dibutuhkan, sehingga dapat mengatasi kendala

ruang dan waktu.

Penelitian terhadap e-learning sendiri sudah banyak dilakukan oleh peneliti

sebelumnya salah satunya adalah Alam [8] dengan judul “Studi Efektifitas

pembelajaran ICT dengan metode e-learning di SMPN V Yogyakarta”. Penelitian

ini memfokuskan pada aspek-aspek apa saja yang mempengaruhi keefektifitasan

e-learning di SMPN V Yogyakarta. Metode yang dilakukan adalah dengan

membandingkan dengan beberapa kelas yang tidak menggunakan metode e-

learning. Hasil penelitian ini diketahui bahwa kelas yang menggunakan e-

learning lebih efektif dengan aspek yang dominan berupa aspek materi dan aspek

guru.

10
Gunawan [9] dengan judul : “Pengukuran kepuasan pengguna e-learning di

Madinah International University Yogyakarta. Dalam penelitian ini diukur tingkat

kepuasan mahasiswa dalam menjalankan proses pembelajaran dengan instrumen

alat ukur kepuasan semisal ELS Yi-Shun Wang. Hasil dari penelitian ini didapati

bahwa semua valid, reliable dan mempunyai korelasi yang kuat sehingga layak

dijadikan pengukuran kepuasan. Korelasi terkuat ada pada dimensi umpan balik

dan penilaian.

Penelitian dengan menggunakan metode Technology Acceptance Model

(TAM) dilakukan oleh Alfiansah [10] dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang

mempengaruhi penggunaan teknologi informasi oleh auditor eksternal dan

internal”. Penelitian ini mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi para auditor

dalam menggunakan teknologi informasi. Penelitian dilakukan pada kantor

akuntan publik di Yogyakarta. Dari hasil pengujian hipotesis dengan 10 variabel

terdapat 4 hipotesis yang diterima yaitu pengaruh positif antara kemampuan akses

terhadap persepsi kemudahan penggunaan teknologi informasi dalam

pengauditan, pengaruh positif kompatibilitas terhadap persepsi manfaat TI dalam

pengauditan, pengaruh positif persepsi kemudahan penggunaan terhadap

penggunaan TI dalam pengauditan, dan pengaruh positif persepsi manfaat

penggunaan teknologi informasi dalam pengauditan.

Penelitian lainnya adalah Putra [11] dengan judul “Analisis Penerimaan

Penggunaan Terhadap Aplikasi E-Procurement PT Pertamina EP dengan

menggunakan metode Technology Acceptance Model.” Penelitian ini mengukur

variabel-variabel TAM terhadap penggunaan aplikasi e-procurement di PT

11
Pertamina. Dari hasil pengujian disimpulkan bahwa penerimaan penggunaan

aplikasi e-procurement PT Pertamina dipengaruhi oleh perceived usefulness,

perceived ease of use, dan security and privacy, sedangkan perceived enjoyment

dan attitude toward using tidak cukup bukti berpengaruh terhadap penggunaan

aplikasi e-procurement.

Dalam penelitian ini akan dilakukan evaluasi penerimaan e-learning di

pusdiklat BPK RI dengan menggunakan metode TAM dengan variabel – variabel

kegunaan (perceived usefulness) dan kemudahan (perceived ease of use)

memberikan pengaruh pada sikap yang mendorong minat (attitude towards

behavior) yang pada akhirnya mendorong penggunaan teknologi yang

sesungguhnya (actual technology usage).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 E-learning

E-learning mengandung pengertian yang sangat luas, sehingga banyak

didefinisikan dari berbagai sudut pandang. Salah satu definisi dari e-learning

merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya

bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media internet, intranet, atau media

jaringan komputer lain [12].

Definisi lain dari e-learning adalah sebagai penyampaian pelatihan,

pembelajaran, atau program pendidikan dengan menggunakan media elektronik.

E-learning melibatkan penggunaan komputer atau perangkat elektronik (misalnya

12
ponsel) dalam beberapa cara untuk memberikan pelatihan, materi pendidikan atau

pembelajaran [14]. Naidu [15] menyatakan bahwa e-learning sering disebut

sebagai intensitas penggunaan jaringan informasi dan teknologi komunikasi dalam

proses belajar mengajar. Istilah lain untuk menggambarkan metode belajar

mengajar ini adalah termasuk belajar secara online, secara virtual, dan melalui

jaringan dan berbasis web.

Di dalam dunia belajar mengajar, e-learning memiliki arti yang lebih luas

dari sekedar definisi tersebut. Pertama, e-learning terhubung dengan network

yang membuatnya mudah di update, disimpan, didistribusikan, serta berbagi

instruksi dan informasi secara instan. Kedua, e-learning disampaikan pada user

melalui komputer yang memiliki standar teknologi internet maupun intranet. Dan

ketiga, e-learning berfokus pada cara pandang pendidikan secara luas yang

berbeda dengan cara pandang pendidikan tradisional.

Hrastinski [16] menyatakan terdapat tiga model yang dapat dijadikan acuan

dalam melakukan penerapan dan pengembangan sistem pembelajaran e-learning,

yaitu:

1) Asynchronous learning

Asynchronous learning merupakan model e-learning yang dilaksanakan

secara tidak langsung. Pada model ini peserta didik belajar secara mandiri,

namun tetap berkomunikasi dengan peserta didik lainnya maupun dengan

pendidik walaupun tidak harus di waktu khusus. Penggunaan email, instant

13
massage, atau forum yang dapat digunakan sebagai media komunikasi dan

interaksi baik dengan pendidik maupun sesama peserta didik.

2) Synchronous learning

Synchronous learning merupakan model e-learning yang dilaksanakan

secara langsung. Model ini mirip dengan pembelajaran konvensional hanya

saja pada e-learning hal ini tidak ditandai dengan kehadiran secara fisik.

Pada bentuk synchronous learning pendidik dan peserta didik melakukan

pertemuan secara online (live) baik menggunakan audio maupun video

conference.

3) Hybrid learning (Blanded learning)

Hybrid learning (Blanded learning) merupakan penggabungan antar model

asynchronous learning dan synchronous learning.

E-learning sendiri mempunyai beberapa kelebihan yaitu :

1) Biaya : kelebihan pertama e-learning adalah mampu mengurangi biaya

pembelajaran. Dengan adanya e-learning, perusahaan yang ingin melakukan

pelatihan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menyediakan ruang kelas

khusus serta perlengkapan lainnya seperti proyektor, papan tulis.

Penghematan biaya dengan penggunaan e-learning contohnya adalah

Daimler Chrysler yang telah menghemat sebanyak USD250.000 dari biaya

pelatihan.

2) Fleksibilitas Waktu: Seringkali seorang karyawan harus meninggalkan

pekerjaannya selama satu atau dua hari untuk mengikuti pelatihan di kelas.

Dengan tuntutan kompetisi perusahaan yang kian meningkat, kekurangan

14
pegawai selama lebih dari satu hari akan sangat mengganggu produktivitas

perusahaan. E-learning membuat karyawan atau siswa dapat menyesuaikan

waktu belajar. Mereka dapat menyisipkan waktu belajar setelah makan

siang, setelah kantor selesai dan menunggu jemputan, atau ketika sedang

menunggu laporan rekan dan tidak ada pekerjaan mendesak. Karyawan dan

siswa dapat dengan mudah mengakses e-learning.

3) Fleksibilitas tempat: akan sangat sulit bila tempat pendidikan harus

menyediakan tempat sekitar 50 atau 100 orang beserta perlengkapan

pembelajaran dalam waktu lebih dari empat kali seminggu. Para siswa pun

harus menempuh perjalanan dalam jarak tertentu ke kelas. Hal ini membuat

enggan untuk mengikuti pelatihan. Dengan adanya e-learning membuat

siswa dapat dengan santai mengakses pelatihan di kantor, bahkan di meja

kerja. Selama komputer terhubung dengan komputer yang menjadi server e-

learning, maka mereka dapat mengaksesnya dengan mudah. Terlebih lagi

bila server terhubung dengan internet, maka pembelajar dapat mengakses

pelajaran dari rumah. Jangkauan internet yang sangat luas membuat

perusahaan dapat melatih karyawan yang berada di kantor cabang lain kota

atau pulau. E-learning dapat menjadi solusi pelatihan yang tepat untuk

Indonesia yang berbentuk kepulauan.

4) Fleksibilitas kecepatan pembelajaran: siswa memiliki gaya belajar yang

berbeda-beda. Di dalam suatu kelas ada pelajar yang mengerti dengan cepat

dan ada yang harus mengulang pelajaran untuk memahaminya, namun

pengajar memiliki kecepatan mengajar yang sama untuk semua siswanya.

15
Siswa yang memiliki daya tangkap yang cepat akan menginginkan lebih

bnyak materi, sedangkan siswa yang lebih lambat menginginkan

pengulangan materi. Dengan e-learning siswa dapat mengatur sendiri

kecepatan pelajaran yang diikuti. Jika belum mengerti, ia dapat tetap

mempelajari modul tertentu dan mengulanginya nanti. Siswa juga dapat

memilih modul yang ingin dipelajari. Dia dapat melewati modul pelajaran

yang dianggap tidak sesuai dan mengkonsentrasikan diri ke bagian lain.

5) Kecepatan distribusi: kemajuan teknologi yang cepat menuntut suatu

pelatihan teknologi baru dan menjangkau area luas secara singkat. Dengan

kondisi geografis Indonesia memungkinkan terjadi perusahaan dengan

kantor pusat di Jakarta sedangkan kantor cabang di daerah terpencil. E-

learning dapat cepat menjangkau karyawan yang berada di luar wilayah

pusat. Tim desain pelatihan hanya perlu mempersiapkan bahan pelatihan

secepatnya dan menginstal hasilnya di server pusat e-learning. Jadi semua

komputer yang terhubung ke server dapat langsung mengakses materi

pelatihan. Apabila terdapat cabang yang tidak memiliki sambungan network

ke server, pelajaran hanya perlu disimpan di compact disk (CD) dan

dikirimkan.

6) Otomatisasi proses administrasi: e-learning dilengkapi oleh suatu learning

management system (LMS) yang berfungsi sebagai platform pelajaran-

pelajaran e-learning. LMS berfungsi pula menyimpan data pembelajar,

pelajaran, dan proses pembelajaran yang berlangsung. LMS yang baik dapat

menyimpan dan membuat laporan tentang kegiatan belajar seorang siswa,

16
mulai dari pelajaran yang telah diambil, tanggal akses, berapa persen

pelajaran yang telah diselesaikan, berapa lama pelajaran diikuti, sampai

berapa hasil tes akhir yang diambil. Dengan adanya laporan di dalam sistem,

administrator pelatihan akan sangat terbantu. Pengajar yang memiliki akses

ke LMS dapat setiap saat mencetak sendiri laporan dengan otomatis untuk

memonitor kemajuan belajar siswanya, tanpa harus menunggu

administrator.

Panitz [17] telah menuliskan beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari e-

learning yaitu:

a. Manfaat akademik (Academic Benefits): memacu keahlian berfikir secara

kritis; melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran; meningkatkan

hasil pembelajaran; merupakan model teknik pemecahan masalah siswa.

b. Manfaat sosial (Social Benefits): membangun sistem mendukung sosial bagi

siswa; menampung keberagaman pemahaman diantara siswa dan staf;

menciptakan atmosfer positif untuk memodelkan dan mempraktikan

kerjasama.

c. Manfaat psikologis (Psychological Benefits): dapat meningkatkan percaya

diri siswa; membangun perilaku positif dalam menghadapi dosen.

Di samping memiliki kelebihan e-learning juga memiliki beberapa

keterbatasan yang perlu diwaspadai yaitu:

1. Budaya: beberapa orang merasa tidak nyaman mengikuti pelatihan melalui

komputer. Penggunaan e-learning menuntut budaya self-learning, dimana

seseorang memotivasi diri sendiri agar mau belajar. Sebaliknya, sebagian

17
besar motivasi pembelajar masih tergantung pada pengajarnya. Maka di

dalam penerapan e-learning perlu dilihat budaya dan kebiasaan para

pembelajarnya, jika mereka tidak terbiasa dengan menggunakan komputer

implementasi e-learning akan memakan waktu yang lebih lama.

2. Investasi: walaupun e-learning dapat menghemat biaya, tetapi terlebih

dahulu harus mengeluarkan sejumlah investasi awal yang cukup besar untuk

memulai mengmplementasikannya. Investasi dapat berupa biaya desain, dan

pembuatan program LMS, paket pelajaran, dan biaya lain seperti hardware

(komputer, server, jaringan).

3. Teknologi: karena teknologi yang digunakan beragam, ada kemungkinan

teknologi tersebut tidak sejalan dengan yang sudah ada dan terjadi konflik

teknologi sehingga e-learning tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu,

kompatibilitas teknologi yang digunakan harus diteliti sebelum memutuskan

menggunakan suatu paket e-learning.

4. Infrastruktur: internet belum menjangkau seluruh kota di Indonesia layanan

broadband baru ada di kota-kota besar. Akibatnya, belum semua orang atau

wilayah dapat merasakan e-learning dengan internet.

5. Materi: pelajaran yang memerlukan banyak kegiatan fisik seperti olahraga

dan instrumen musik, sulit disampaikan melalui e-learning secara

sempurna, namun e-learning dapat digunakan untuk memberikan dasar-

dasar pelajaran sebelum masuk ke praktik.

Masalah keterbatasan budaya ditempatkan di urutan pertama karena sulit

diatasi. Masalah budaya memakan waktu lama untuk diubah karena menyangkut

18
kebiasaan organisasi yang turun-temurun. Oleh karena itu perlu dilakukan

evaluasi atas e-learning atas pengimplementasiannya didalam suatu organisasi.

2.2.2 E-learning di BPK

Penerapan e-learning sendiri di pusat pendidikan dan pelatihan BPK RI

sendiri baru dimulai pada tahun 2011. Sistem pembelajaran secara elektronik ini

dibangun untuk mempermudah pegawai BPK dalam memperoleh pengetahuan/

pembelajaran melalui intranet BPK. Hal ini memungkinkan para pegawai untuk

belajar melalui komputer di unit kerja mereka masing-masing sehingga informasi

yang didapat melalui pembelajaran di kelas dapat diperoleh dengan mengakses

komputer. Di sini, peserta diklat bisa melihat modul-modul yang ditawarkan, bisa

mengambil tugas-tugas dan test-test yang harus dikerjakan, peserta juga bisa

melihat nilai tugas dan test serta peringkatnya berdasarkan nilai yang diperoleh.

Dengan e-learning, peserta diklat dan instruktur dapat memiliki kesempatan

untuk berinteraksi dan berkolaborasi dengan cara yang efektif dan efisien, tanpa

memerlukan kehadiran fisik di tempat yang sama. e-learning juga

memungkinkan terjadinya aktivitas pembelajaran secara independen. Jumlah

pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi tidak dibatasi dengan kapasitas kelas.

Materi pembelajaran dapat diketengahkan dengan kualitas yang lebih standar

dibandingkan dengan kelas konvensional yang tergantung pada kondisi dari

pengajar.

19
Berikut ini adalah tampilan e-learning di BPK RI [18] :

Gambar 2.1 Tampilan muka E-learning BPK RI

E-learning tersebut dapat diakses dengan mendaftarkan terlebih dahulu e-

mail kita disertai dengan user name dan password. Setelah mendaftarkan e-mail

kita maka akan muncul notifikasi ke e-mail kita untuk pengaktifan e-learning.

Menu utama e-learning adalah berupa diklat-diklat yang disesuaikan dengan

peran peserta diklat. Berikut ini adalah tampilan e-learning setelah log in dengan

user name dan password kita:

Gambar 2.2 Menu Utama E-learning BPK RI

20
2.2.2.1 Mendaftar Di E-learning BPK

Untuk dapat menggunakan e-learning maka kita diharuskan untuk

mendaftar terlebih dahulu agar dapat memanfatkaan fitur-fitur secara penuh.

Berikut langkah-langkah mendaftar menjadi atau bergabung di e-learning BPK:

1. Mengklik tombol register di bagian kanan atas;

2. Mengisi form pendaftaran yang ditampilkan setelah mengklik menu register

pada tampilan depan;

3. Proses registrasi telah berhasil;

Gambar 2.3 Proses pendaftaran E-learning BPK RI

2.2.2.2 Login E-learning BPK

Langkah selanjutnya setelah mendaftar adalah melakukan login pada e-

learning BPK. Login dilakukan setelah ada konfirmasi dari administrator e-

learning ke email yang digunakan untuk proses pendaftaran.

21
Gambar 2.4 Proses login E-learning BPK RI
Setelah pendaftaran selesai dan telah berhasil login ke menu e-learning

BPK maka tampilan selanjutnya adalah tampilan dimana kita dapat melihat siapa

saja yang telah terdaftar dan login terakhir pada e-learning BPK seperti gambar di

bawah ini:

Gambar 2.5 Tampilan Pengguna E-learning BPK RI

22
2.2.2.3 Fitur E-learning

Pada menu awal E-learning terdapat beberapa jenis diklat yang dijadwalkan

seperti dibawah ini:

Gambar 2.6 Menu Diklat E-learning BPK RI

Setelah kita memilih menu kursus seperti pada gambar 2.6 maka tampilan

berikutnya adalah akan muncul menu dimana terdapat bahan-bahan atau mata

kuliah yang akan diambil bila kita mengikuti kursus yang telah kita ambil tersebut

seperti terlihat di bawah ini:

23
Gambar 2.7 Menu mata kuliah E-learning BPK RI

2.2.3 Evaluasi Sistem Informasi

Ada beberapa model yang biasa dan sering digunakan dalam evaluasi sistem

informasi, di antaranya adalah :

1. Model kesuksesan sistem informasi DeLone & McLean

Menurut DeLone & McLean [19] kesuksesan sistem model ini diukur dari

enam elemen atau faktor, yaitu: kualitas sistem (system quality), kualitas

informasi (information quality), penggunaan (use), kepuasan pemakai (user

satisfaction), dampak individual (individual impact) dan dampak organisasi

(organization impact). Model ini tidak mengukur ke enam dimensi pengukuran

kesuksesan secara independen tetapi mengukurnya secara keseluruhan satu

mempengaruhi yang lainnya.

24
System Quality

System Use
Information
Quality Net Benefit
User Satisfaction

Service Quality

Sumber : Delone & Mclean (2003)

Gambar 2.8. Model Kesuksesan DeLeon dan McLean

2. Technology Acceptance Model (TAM)

Metode TAM ini pertama sekali dikenalkan oleh Davis pada tahun 1989.

Model ini telah banyak digunakan dalam penelitian sistem informasi untuk

mengetahui reaksi pengguna terhadap sistem informasi. TAM adalah teori sistem

informasi yang membuat model tentang tingkat akseptasi pengguna terhadap

teknologi. Faktor – faktor dalam model ini yang mempengaruhi antara lain :

usefulness (keyakinan bahwa penggunaan sistem akan meningkatkan kinerjanya),

ease of use (keyakinan pengguna bahwa sistem mudah dalam penggunaannya).

Perceived Usefulness

Behavioral
Actual System Use
Intention to use

Perceived Ease of
Use

Sumber : Davis (1989)

Gambar 2.9. Technology Acceptance Model (TAM)

25
Perceived usefulness (kegunaan yang dirasakan) didefinisikan sebagai

sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan

meningkatkan kinerja pekerjaannya. Dengan demikian jika seseorang percaya

bahwa suatu sistem informasi berguna maka dia akan menggunakannya.

Sebaliknya jika seseorang merasa percaya bahwa sistem informasi kurang

berguna maka dia tidak akan menggunakannya. Perceived Ease of Use

(kemudahan penggunaan yang dirasakan) didefinisikan sebagai sejauh mana

seseorang percaya bahwa menggunakan suatu teknologi akan bebas dari usaha

yang rumit. Behavioral Intention to Use (niat perilaku) adalah suatu keinginan

seseorang untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Seseorang akan melakukan

suatu perilaku (behavior) jika mempunyai keinginan atau niat (behavioral

intention) untuk melakukannya.

3. Task Technology Fit (TTF)

Inti dari model ini adalah sebuah konstruk formal yang dikenal sebagai

Task-Technology Fit (TTF), yang merupakan kesesuaian dari kapabilitas

teknologi untuk kebutuhan tugas dalam pekerjaan yaitu kemampuan teknologi

informasi untuk memberikan dukungan terhadap pekerjaan [20]. Model TTF

memiliki empat konstruk kunci yaitu Task Characteristics, Technology

Characteristics, yang bersama-sama mempengaruhi konstruk ketiga TTF yang

balik mempengaruhi variabel outcome yaitu Performance atau Utilization. Model

TTF menempatkan bahwa teknologi informasi hanya akan digunakan jika fungsi

dan manfaatnya tersedia untuk mendukung aktivitas pengguna. Tampak bahwa

model TTF ini terdiri dari 5 variabel, yaitu: task characteristics, technology

26
characteristics, task-technology fit, performance impacts, dan utilization.
Task Performance
Characteristics Impacts

Task –
Technology Fit

Technology
Utilization
Characteristics

Sumber : Goodhue and Thomson (1995)


Gambar 2.10. Model Task Technology Fit

4. Unified Theory of Acceptance and Usage of Technology (UTAUT)

Venkatesh [21] melakukan penelitian teori penerimaan teknologi oleh

pemakai-pemakai sistem dengan menggabungkan delapan buah teori yang sudah

ada. Model gabungan ini kemudian disebut dengan nama teori gabungan

penerimaan dan penggunaan teknologi (Unified Theory of Acceptance and Use of

Technology) atau UTAUT. UTAUT ini bertujuan untuk menjelaskan maksud

pengguna untuk menggunakan sistem informasi dan perilaku penggunaan

berikutnya. Teori ini berpendapat bahwa empat faktor kunci (performance

expectancy, effort expectancy, social influence, facilitating conditions) adalah

penentu langsung niat penggunaan dan perilaku [21]. Ada empat moderator kunci

untuk model UTAUT ini adalah gender, age, experience, and voluntariness of

use. Performance expectancy, effort expectancy, social influence dan facilitating

conditions berhubungan dengan intention behavior yang akhirnya menghasilkan

behavior use. Behavior use menjadi pengukuran user acceptance dari sebuah

sistem.

27
Performance
Expectancy
Behavioral
Effort Intention
Expectancy

Social
Influence Use Behavior

Facilitating
Conditions

Gender Age Experience Voluntariness of Use

Sumber : Venkatesh (2003)

Gambar 2.11. Model UTAUT

5. End User Computing (EUC) Satisfaction

Pengukuran terhadap kepuasan dalam lingkup end-user computing,

sejumlah studi telah dilakukan untuk meng-capture keseluruhan evaluasi dimana

pengguna akhir telah menganggap penggunaan dari suatu sistem informasi

(misalnya kepuasan) dan juga faktor-faktor yang membentuk kepuasan ini [22].

Model evaluasi ini dikembangkan oleh Doll & Torkzadeh. Evaluasi dengan

menggunakan model ini lebih menekankan kepuasan (satisfaction) pengguna

akhir terhadap aspek teknologi, dengan menilai isi, keakuratan, format, waktu dan

kemudahan penggunaan dari sistem. Model ini telah banyak diujicobakan oleh

peneliti lain untuk menguji reliabilitasnya dan hasilnya menunjukkan tidak ada

perbedaan bermakna meskipun instrumen ini diterjemahkan dalam berbagai

bahasa yang berbeda.

28
Content

Accuracy

Format
End User
Computing
Satisfaction
Ease of Use

Timeliness
Sumber : Doll & Torkzadeh (1995)

Gambar 2.12. End User Computing (EUC) Satisfaction

6. Human Organization Tecnology (HOT) Fit Model

Yusof M. M., Paul R. J., dan Stergioulas L. K. [23] membuat suatu

kerangka baru yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi sistem informasi

yang disebut HOT-Fit Model yang menggabungkan konsep Manusia (Human),

Organisasi (Organization) dan Teknologi (technology) dan kesesuaian hubungan

di antaranya.

29
Sumber : Yusof et al (2006)

Gambar 2.13. Human-Organization-Technology (HOT)-Fit Model

Berikut ini perbandingan beberapa metode dalam melakukan evaluasi

terhadap sistem informasi:

Tabel 2.1 Perbandingan beberapa metode evaluasi sitem informasi


No Metode Evaluasi Keterangan
1 Technology Acceptance Menekankan bagaimana pengguna mau
Model (TAM) menerima dan menggunakan teknologi.
2 End User Computing (EUC) Menekankan kepada kepuasan
pengguna akhir terhadap aspek
teknologi dengan menilai isi,
keakuratan, format, waktu, dan
kemudahan penggunaan dari sistem.
3 Task Technology Fit (TTF) Menekankan kepada kesesuaian dari
kapabilitas teknologi untuk kebutuhan
tugas yaitu kemampuan teknologi untuk
memberikan dukungan terhadap

30
pekerjaan.
4 Human Organization Menekankan konsep menggabungkan
Technology (HOT) Fit unsur manusia, organisasi, dan
teknologi dan kesesuaian hubungan
didalamnya.
5 Delone & Mc Lean Menekankan bahwa kesuksesan sitem
informasi diukur dari enam elemen
yaitu: kualitas sistem, kualitas
informasi, penggunaan, kepuasaan
pemaikai, dampak individual, dan
dampak organisasi secara keseluruhan.
6 Unified Theory of Acceptance Menekankan bahwa terdapat empat
and Usage of Technology faktor kunci yaitu: performance
(UTAUT) expectancy, efford expectancy, social
influence, dan facilitating condition
yang menjadi peentu langsung niat
penggunaan dan perilaku terhadap
sistem informasi.

2.2.4 Evaluasi E-learning

Aspek yang penting dari e-learning adalah evaluasi terhadap implementasi

e-learning itu sendiri. Evaluasi akan memberikan gambaran sejauh mana

penggunaan e-learning telah berhasil diimplementasikan sesuai dengan tujuan

awal. Dalam hal ini keberhasilan sistem e-learning dapat dilihat dari

efektifitasnya dalam memfasilitasi kegiatan pendidikan dan pengembangan SDM

diantararanya dalam aktifitas penyampaian materi pembelajaran, proses interaksi

sosial dan komunikasi antara individu-individu yang terlibat, serta pencapaian

tujuan pembelajaran menggunakan e-learning. Kunci pokok untuk mencapai

31
efektivitas dari e-learning adalah konten yang menarik yang menitikberatkan pada

kebutuhan sasaran pembelajaran (user) serta teknologi yang digunakan dalam

penyampaiannya. Dengan demikian keberhasilan implementasi e-learning dapat

dilihat melalui assessment pada tiga aspek yaitu : content, teknologi, dan

manajemen. Namun demikian Danishwara tidak menguraikan lebih lanjut

bagaimana konsep assesmentnya.

Diantara sekian banyak komponen yang terlibat dalam implementasi e-

learning, maka aspek yang mendapat perhatian dalam evaluasi adalah pengguna,

pengajar, dan organisasi. Untuk kepentingan e-learning readiness dari sisi

mahasiswa terdapat beberapa model. Salter (2009), dan Rosenberg (2006)

masing-masing memberikan model yang berbeda dalam melakukan evaluasi bagi

aspek readiness untuk mahasiswa. Menurut Salter (2009) readiness dari isi

mahasiswa paling tidak mencakup tiga dimensi yaitu computer/technical skill,

learning skill, dan well time management behaviors. Semakin baik

computer/technical skill yang dimiliki siswa maka secara individu akan semakin

siap untuk menggunakan e-learning. Termasuk dalam computer dan technical

skill adalah kemampuan siswa dalah hal koneksi internet. Sementara itu learning

skill akan mencakup kemampuan siswa dalam bekerja secara independen,

memotivasi diri, kemampuan dalam hal menulis dan membaca serta literatur.

Rosenberg [24] menyusun sejumlah checklist untuk kepentingan self

assessment checklist terdapat 18 buah pertanyaan dengan arah utama pertanyaan

adalah pada penguasaan teknologi, karakteristik e-learning, dan kemampuan

belajar mandiri. Dari sisi institusi, terdapat beberapa model assessment untuk

32
mengukur readiness, diantaranya adalah yang dikemukakan oleh Schreurs.

Schreurs mengajukan konsep e-learning readiness assessment untuk kepentingan

executive team alignment, terdapat 10 pertanyaan yang akan mengukur sejauh

mana pimpinan dari institusi penyelenggara e-learning telah memasukan e-

learning sebagai bagian dari strategic planning institusinya. Menurut Schreurs

aktivitas e-learning seharusnya bukan menjadi individual initiatives dan part of

the strategy tapi harus menjadi bagian tak terpisahkan dari strategic planning

[25].

2.2.5 Technology Acceptance Model (TAM)

TAM merupakan suatu model penerimaan sistem teknologi informasi yang

akan digunakan oleh pemakai. TAM dikembangkan oleh Davis pada tahun 1998,

berdasarkan model Theory of Reasoned Action (TRA) [26]. Model TRA dapat

diterapkan karena keputusan yang dilakukan individu untuk menerima suatu

teknologi sistem informasi merupakan tindakan sadar yang dapat dijelaskan dan

diprediksi oleh minat perilakunya. TAM menambahkan dua konstruk utama

kedalam model TRA. Dua konstruk utama ini adalah kegunaan persepsian

(Perceived Usefulness), dan kemudahan penggunaan persepsian (Perceived Ease

of use). TAM berargumentasi bahwa penerimaan individual terhadap sistem

teknologi informasi ditentukan oleh dua konstruk tersebut.

Kegunaan (perceived usefulness) dan kemudahan (perceived ease of use)

memberikan pengaruh pada sikap yang mendorong minat (attitude towards

behavior) yang pada akhirnya mendorong penggunaan teknologi yang

33
sesungguhnya (actual technology usage). Berikut ini adalah konstruksi dalam

TAM:

Perceived
Usefulness

Attitude Toward Behavioral Actual


Using Intention Use Technology
Technology Use

Perceived Ease
of Use

Gambar 2.14 Technology Acceptance Model (Davis, 1989)

1. Persepsi Kegunaan (Perceived usefulness)

Perceived usefulness didefinisikan sebagai sejauh mana seorang percaya

bahwa menggunakan suatu teknologi akan meningkatkan kinerja pekerjaannya

(“as the extend to which a person believes that using a technology will enhance

her or his performance”). Dari definisinya diketahui bahwa persepsi kegunaan

(perceived usefulness) merupakan suatu kepercayaan (belief) tentang proses

pengambilan keputusan. Dengan demikian jika seseorang merasa percaya bahwa

sistem informasi berguna maka dia akan menggunakannya, sebaliknya jika

seseorang percaya bahwa sistem informasi kurang berguna maka dia tidak akan

menggunakannya [27].

34
Menurut Rahadi [28] persepsi kegunaan (Perceived usefulness)

didefinisikan sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa

penggunaan suatu subyek tertentu akan dapat meningkatkan prestasi kerja orang

tersebut.

2. Persepsi kemudahan pengguna (perceived ease of use)

Davis (2007) mendefinisikan kemudahan penggunaan (ease of use) sebagai

suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa komputer dapat dengan mudah

dipahami. Intensitas penggunaan dan interaksi antara pengguna (user) dengan

sistem juga dapat menunjukan kemudahan penggunaan.

Jogiyanto [26] mendefinisikan persepsi kemudahan penggunaan ini

merupakan suatu kepercayaan (belief) tentang proses pengambilan keputusan. Jika

seseorang merasa percaya bahwa sistem informasi tidak mudah digunakan, maka

dia tidak akan menggunakannya.

3. Sikap terhadap perilaku (attitude towards behavior) atau sikap

menggunakan teknologi (attitude towards using technology).

Sikap terhadap perilaku (attitude towards behavior) didefinisikan oleh

Davis [7] sebagai perasaan positif atau negatif dari seseorang jika harus

melakukan perilaku yang akan ditentukan (an individual positive or negative

feelings about performing the target behavior). Sikap terhadap perilaku juga

didefinisikan oleh Mathieson [29] sebagai evaluasi pemakai tentang ketertarikan

menggunakan sistem (the user evaluation of the desirability of his or her using the

system)

35
4. Minat perilaku (behavioral intention) atau minat perilaku menggunakan

teknologi (behavioral intention to use)

Minat perilaku adalah suatu keinginan (minat) seseorang untuk melakukan

suatu perilaku yang tertentu. Seseorang akan melakukan suatu perilaku (behavior)

jika mempunyai keinginan atau minat (behavioral intention) untuk melakukannya.

5. Perilaku (behavior) atau penggunaan teknologi sesungguhnya (actual

technology use)

Perilaku adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Dalam konteks

teknologi internet, perilaku adalah penggunaan sesungguhnya dari teknologi

internet. Karena penggunaan sesungguhnya (actual use) tidak dapat diobservasi

oleh peneliti yang menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) maka penggunaan

sesungguhnya diganti dengan pemakaian persepsian (perceived usage). Igbaria

dalam Jogiyanto [26] menggunakan pengukuran pemakaian persepsian (perceived

usage) yang diukur sebagai jumlah waktu yang digunakan untuk berinteraksi

dengan suatu teknologi dan frekuensi penggunaannya.

2.2.4.1 Kelebihan TAM

Kelebihan TAM menurut Jogiyanto [26] adalah :

1. TAM merupakan model perilaku (behavior) yang bermanfaat untuk

menjawab pertanyaan mengapa banyak sistem TI gagal diterapkan karena

pemakainya tidak mempunyai niat (intention) untuk menggunakannya.

Tidak banyak model-model penerapan system TI yang memasukan faktor

psikologis atau perilaku (behavior) di dalamnya modelnya dan TAM adalah

salah satu yang mempertimbangkannya

36
2. TAM telah diuji dengan banyak penelitian dan hasilnya sebagian besar

mendukung dan menyimpulkan bahwa TAM merupakan model yang baik.

Bahkan TAM telah banyak diuji dibandingkan dengan model lain misalnya

dengan Theory Planned Behavior (TPB) dan hasilnya juga konsisten bahwa

TAM cukup baik.

3. Kelebihan TAM yang paling penting adalah model ini adalah model yang

parsimony (parsimonious) yaitu model yang sederhana tapi valid. Membuat

model sederhana tapi valid merupakan hal yang tidak mudah. Terjadi trade

off dari pembuatan model. Jika diinginkan model yang sederhana mestinya

digunakan banyak asumsi bahwa faktor-faktor lain tetap tidak berpengaruh

pada modelnya, tetapi ini akan berpengaruh pada kualitas dan validitas

modelnya yang akan menurun. Sebaliknya jika diinginkan model valid dan

lengkap maka semua faktor-faktor pengaruh harus dimasukan ke dalam

model dengan akibat model akan menjadi komplek.

2.2.4.2 Kelemahan TAM

Kelemahan TAM menurut Jogiyanto [26] adalah :

1. TAM hanya memberikan informasi atau hasil yang sangat umum saja

tentang niat dan perilaku pemakai system dalam menerima system TI. TAM

hanya menjelaskan kepercayaan-kepercayaan (beliefs) mengapa pemakai

mempunyai niat perilaku menggunakan sistem yaitu percaya bahwa sistem

yang digunakan berguna dan mudah digunakan akan tetapi TAM belum

memberikan informasi dan menjelasakan mengapa pemakai sistem

mempunyai kepercayaan-kepercayaan tersebut.

37
2. Perilaku (behavior) yang diukur TAM seharusnya adalah pemakaian atau

penggunaan teknologi sesungguhnya (actual usage). Kenyataannya banyak

peneliti menggunakan teknologi yang dilaporkan sendiri oleh responden

(self report usage) atau penggunaan teknologi yang diperkirakan (self-

predicted usage) yang belum tentu mencerminkan atau mengukur

pemakaian sebenarnya.

3. Tidak mempertimbangkan perbedaan kultur.

2.2.5 Structural Equation Model (SEM)

Maruyama [30] menyatakan bahwa SEM merupakan sebuah model statistik

yang memberikan perkiraan perhitungan dari kekuatan hubungan hipotesis di

antara variabel dalam sebuah model teoritis, baik secara langsung atau melalui

variabel antara (intervening or mediating variables).

SEM adalah suatu teknik statistik yang memiliki kemampuan untuk

menganalisis pola hubungan antara konstruk laten dan indikatornya, konstruk

laten yang satu dengan lainnya serta kesalahan pengukuran secara langsung. SEM

atau model persamaan struktural telah digunakan dalam berbagai bidang ilmu

seperti psikologi, ekonomi, pendidikan, dan ilmu sosial lainnya. SEM merupakan

perkembangan dari beberapa keterbatasan analisis multivariat. SEM memiliki

keunggulan dibanding dengan analisis asosiasi lainnya seperti regresi atau analisis

jalur. SEM mampu menjelaskan keterkaitan variabel secara kompleks dan efek

langsung maupun tidak langsung dari satu atau beberapa variabel terhadap

variabel lainnya.

38
SEM adalah model yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian

hubungan yang relatif rumit. SEM juga seringkali disebut sebagai kombinasi

antara analisis faktor dan analisis jalur. SEM mengacu kepada hubungan antara

variabel endogen (Endogenous variables) dan variabel eksogen (Eksogenous

variables) atau variabel laten (latent variables).

Tujuan utama analisis SEM adalah menguji fit suatu model yaitu kesesuaian

model dengan data empiris. SEM mampu menganalisis hubungan antara variabel

laten dengan variabel indikatornya (variabel manifest), hubungan antara variabel

laten yang satu dengan variabel laten yang lain, juga mengetahui besarnya

kesalahan pengukuran. Selain hubungan kausal searah, SEM juga memungkinkan

untuk melakukan analisis hubungan dua arah yang seringkali muncul dalam ilmu

sosial dan perilaku. Perbedaan terbesar antara SEM dan teknik multivariat lainnya

adalah penggunaan dari relasi yang terpisah untuk setiap sekumpulan variabel

dependen.

Ada dua pendekatan SEM, yaitu SEM dengan dasar covariance (CBSEM)

dan SEM dengan pendekatan varians (VBSEM). Penggunaan SEM berbasis

covariance dipermudah oleh software pengolah data seperti Lisrel, Amos, EQS.

Sedangkan SEM berbasis varians yang banyak digunakan adalah XLSTAT PLS,

PLS Graph, SmartPLS, Visual PLS dan lainnya.

Ghozali [31] menyatakan istilah-istilah penting yang ada dalam SEM adalah

sebagai berikut :

39
a. Variabel laten

Variabel laten merupakan variabel pengukuran dari sebuah konstruk dalam

SEM, yang tidak dapat diukur secara langsung tapi dapat diwakili atau diukur

dengan satu atau lebih variabel manifest. Ada dua jenis variabel laten, yaitu

variabel eksogen dan variabel endogen. Variabel eksogen adalah variabel

independen dalam setiap persamaan yang ada sementara variabel endogen adalah

variabel dependen pada minimal satu persamaan yang ada, meskipun dalam

persamaan lain bisa menjadi variabel independen.

b. Variabel manifest

Variabel manifest adalah suatu nilai hasil observasi untuk suatu item atau

pertanyaan yang spesifik, yang dihasilkan dari jawaban responden atau dari

pengamatan peneliti. Variabel manifest digunakan sebagai indikator terhadap

variabel laten. Variabel manifest merupakan ukuran dan skor aktual, yang

ditujukan untuk menghubungkan model variabel laten dengan data sebenarnya.

Variabel manifest yang berhubungan dengan variabel eksogen dilambangkan

dengan X dan yang berhubungan dengan variabel endogen dihubungkan dengan

Y.

c. Model pengukuran (Measurement Model)

Setiap konstruk laten biasanya dihubungkan dengan multiple measure.

Hubungan antara konstruk laten dengan pengukurannya dilakukan lewat factor

analytic measurement model, yaitu setiap konstruk laten dibuat model sebagai

common factor dari pengukurannya (measurement). Nilai loading yang

40
menghubungkan konstruk dengan pengukurannya diberi simbol dengan “lamda”

(λ).

d. Kesalahan Pegukuran

Model SEM memasukkan kesalahan pengukuran dalam modeling.

Kesalahan pengukuran (error) ini adalah faktor yang unik dikaitkan dengan setiap

pengukuran. Kesalahan pengukuran yang berhubungan dengan pengukuran X

diberi simbol “delta” (δ), sedangkan kesalahan pengukuran yang dihubungkan

dengan pengukuran Y diberi simbol “epsilon” (ε).

e. Model struktural dengan variabel observed (analisis jalur atau path

analysis)

Analisis jalur merupakan regresi simultan dengan variabel observed atau

terukur secara langsung.

2.2.5.1 Ukuran Sampel SEM

Asumsi dasar yang harus dipenuhi dalam analisis SEM adalah jumlah

sampel yang memenuhi kaidah analisis. Menurut Ghozali [31] analisis SEM

membutuhkan sampel paling sedikit lima kali jumlah variabel indikator yang

digunakan. Teknik maximum likelihood membutuhkan sampel berkisar 100-200

sementara teknik Generalized Least Square Estimation (GLS) digunakan pada

sampel 150-400.

Analisis SEM mensyaratkan data berdistribusi normal untuk menghindari

bias dalam analisis data. Data outliner harus dikeluarkan karena menimbulkan

bias dalam interpretasi dan mempengaruhi data lainnya. Data dikatakan normal

apabila critical ratio (CR) memiliki syarat -2,58 <CR<2,58. Contohnya adalah

41
distribusi nilai ujian dalam satu kelas adalah 7,8,7,8,9,7,6,7,8,9, dan 3. Nilai 3

merupakan outliner sehingga harus dikeluarkan dalam analisis data.

2.2.5.2 Partial Least Square Path Modelling

Partial Least Square (PLS) pertama kali dikembangkan oleh Herman Word

(1975). PLS merupakan analisis yang powerfull karena dapat digunakan pada

setiap jenis skala data (nominal, ordinal, interval, dan rasio) serta syarat asumsi

yang lebih fleksibel. PLS tidak mengasumsikan data harus berdistribusi normal

multivariate. Pendekatan PLS merupakan distribution free serta ukuran sampel

yang fleksibel.

Bila CBSEM yang dianalisis dengan LISREL, AMOS berbasis covariance

yang membandingkan antara matriks covariance data dan matriks covariance

hasil prediksi model, maka PLS berbasis variance atau component, PLS didesain

dengan tujuan prediksi, namun PLS dapat juga digunakan untuk tujuan konfirmasi

seperti pengujian hipotesis dan tujuan eksploratori. PLS dapat menduga apakah

terdapat atau tidak terdapat hubungan dan kemudian proporsi untuk pengujian.

Selain itu, PLS dapat menganalisa konstruk yang dibentuk dengan indikator

reflektif dan formatif. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh SEM yang berbasis

Covariance Based Sem (CBSEM) karena akan terjadi unidentified model. Tujuan

utama adalah untuk menjelaskan hubungan antar konstruk dan menekankan

tentang nilai hubungan tersebut.

42
2.2.5.3 Evaluasi Model PLS

PLS tidak mengasumsikan adanya distribusi tertentu untuk estimasi

parameter, maka teknik parameter untuk menguji signifikasi parameter tidak

diperlukan Chin [32] Model evaluasi PLS berdasarkan pada pengukuran prediksi

yang mempunyai sifat non parametrik. Model pengukuran atau outer model

dengan indikator refleksif dievaluasi dengan convergent dan discriminant validity

dari indikatornya dan composite reliability untuk blok indikator. Outer model

dengan formatif indikator dievaluasi berdasarkan pada substantive content nya

yaitu dengan membandingkan besarnya relatif weight dan melihat signifikasi dari

ukuran weight tersebut [32]. Model struktural atau inner model dievaluasi dengan

melihat prosentase variance yang dijelaskan yaitu dengan melihat nilai R-Square

untuk konstruk laten dependen dengan menggunakan ukuran stone Geisser Q

sqaures test dan juga melihat besarnya koeffisien jalur strukturalnya. Stabilitas

dari estimasi ini dievaluasi dengan menggunakan uji t-statistik yang didapat lewat

prosedur bootstraping.

A. Model pengukuran atau Outer Model

Convergent Validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator

dinilai berdasarkan korelasi antar item score atau component score dengan

construct score yang dihitung dengan PLS. Ukuran refleksif individual dikatakan

tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur. Artinya

indikator tersebut dikatakan valid sebagai indikator yang mengukur konstruk.

Namun demikian untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala

pengukuran nilai loading 0,50 sampai 0,60 dianggap cukup [32].

43
Disciminant validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator

dinilai berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi

pengukuran dengan konstruk lebih besar daripada ukuran dengan kontruk lainnya,

maka hal ini menunjukan bahwa kontruk laten memprediksi ukuran pada blok

mereka lebih baik daripada ukuran pada blok lainnya. Metode lain dalam menilai

discriminant validity adalah membandingkan nilai square root of average

variance extracted (AVE) setiap kontruk dengan korelasi antara kontruk dengan

konstruk lainnya dalam model. Jika nilai akar kuadrat AVE setiap kontruk lebih

besar daripada nilai korelasi antara konstruk dengan lainnya dalam model, maka

dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang baik. Direkomendasikan nilai

AVE lebih besar dari 0,50.

Composite reliability blok indikator yang mengukur suatu konstruk

dievaluasi dengan melihat nilai dari cronbach’s alpha dan composite reliability.

Composity reliability lebih baik dalam mengukur internal consistency

dibandingkan dengan cronbach’s alpha dalam model SEM. Cronbach’s alpha

cenderung menaksir lebih rendah dari konstruk reliability dibandingkan dengan

composite reliability. Interpretasi dari composite reliability dan cronbach’s alpha

adalah 0,70; diatas 0,80 dan 0,90, berarti sangat memuaskan.

B. Model Struktural atau Inner Model

Evaluasi terhadap model struktural dilakukan melalui dua tahap. Tahap

pertama adalah dengan melihat signifikasi hubungan antar konstruk. Signifikansi

hubungan antar konstruk ini dapat dilihat dari koeffisien jalur (path coeffisient)

44
yang menggambarkan kekuatan hubungan antara konstruk yang diperoleh dari

proses bootsrtapping (resampling method).

Evaluasi tahap kedua dari model struktural adalah dengan melakukan

evaluasi terhadap nilai R-Square. Penjelasan nilai R Square sama dengan nilai R

Square dalam regresi linear yaitu besarnya variability variabel endogen yang

mampu dijelaskan oleh variabel eksogen. Chin [31] menjelaskan kriteria batasan

nilai R-Square dalam tiga klasifikasi yaitu 0,67 sebagai kategori baik; 0,33

sebagai kategori moderat; dan 0,19 sebagai kategori lemah.

2.2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan konstruksi TAM tersebut di atas maka terdapat beberapa

hipotesis penelitian seperti pada Gambar 2.15:

Perceived H7
Usefulness

H2 H6

Attitude Toward Behavioral Actual


H1
Using Intention Use Technology
Technology H4 Use
H5

H3

Perceived Ease
of Use

Gambar 2.15. Model Hipotesis Penelitian

45
Model hipotesis yang dikembangkan untuk evaluasi penerimaan sistem

informasi E-learning yang berdasarkan metode TAM adalah sebagai berikut :

H1 : Perceived Ease of Use (Persepsi kemudahan) penggunaan e-learning

berpengaruh positif terhadap Perceived Usefulness (persepsi kegunaan) dari

menggunakan e-learning;

H2 : Perceived Usefulness (persepsi kegunaan) dari penggunaan e-learning

berpengaruh positif terhadap Attitude Toward Using Technology (sikap

menggunakan teknologi) e-learning;

H3: Perceived Ease of Use (persepsi kemudahan) penggunaan e-learning

berpengaruh positif terhadap Attitude Toward Using Technology (sikap

menggunakan teknologi) yang ada pada e-learning.

H4: Attitude Toward Using Technology (sikap menggunakan teknologi) e-

learning berpengaruh positif terhadap Behavior Intention Use (minat

keperilakuan).

H5: Behavior Intention Use (perilaku minat menggunakan teknologi) e-learning

berpengaruh positif terhadap Actual Technology Use (pemakaian

sesungguhnya) dari e-learning.

H6: Perceived Usefulness (persepsi kegunaan) dari penggunaan e-learning

berpengaruh positif terhadap Behavior Intention Use (minat menggunakan

teknologi) e-learning.

H7: Perceived Usefulness (persepsi kegunaan) dari penggunaan e-learning

berpengaruh positif terhadap Actual Technology Use (pemakaian

sesungguhnya) e-learning.

46
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan Penelitian

Bahan penelitian ini adalah sistem e-learning pada Pusat Pendidikan dan

Pelatiahan BPK RI. Penelitian ini menggunakan dua jenis data yakni primer dan

sekunder. Data primer diperoleh dari kuesioner yang akan diberikan kepada

pengguna e-learning sebagai responden. Pengguna adalah pegawai di lingkungan

BPK RI baik di kantor pusat maupun kantor perwakilan. Responden yang diambil

adalah dari kalangan auditor maupun penunjang/pendukung dengan jumlah 118

orang. Responden diambil dengan dua cara yaitu datang langsung ke masing-

masing kantor perwakilan dengan menyebarkan kuesioner dan melalui survey

online yang dilakukan melalui email, facebook dengan media kuesioner google

docs. Data sekunder diperoleh dari studi literatur baik dari buku, jurnal ataupun

peneilitian sebelumnya tentang model-model yang mendukung penelitian ini.

Berdasarkan Gambar 3.1 tampak bahwa tampilan muka layanan e-learning

Pusdiklat BPK RI yang akan dievaluasi menggunakan model TAM adalah sebagai

berikut:

47
Gambar 3.1. Tampilan awal E-learning BPK RI

3.2 Alat Penelitian

Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari kuesioner.

Kuesioner tersebut berisi sejumlah pertanyaan tertulis yang nantinya akan diisi

oleh responden secara langsung yang terbagi ke dalam dua bagian yaitu bagian

pertama adalah demografi responden dan bagian kedua adalah pertanyaan yang

sesuai Skala likert merupakan metode yang digunakan untuk mengukur sikap,

persepsi, pendapat seseorang terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu.

Dengan skala likert, variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.

Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-

item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan [39].

Dalam hal ini ada lima klasifikasi jawaban yang diberikan dengan

kemungkinan pemberian skor sebagai berikut :

48
Tabel 3.1 Skala Likert
1 Sangat Tidak Setuju 1
2 Tidak Setuju 2
3 Netral 3
4 Setuju 4
5 Sangat Setuju 5
Nilai 1 :

Untuk jawaban yang sangat tidak setuju, dimana pertanyaan sangat tidak sesuai

dengan keadaan yang dirasakan oleh responden

Nilai 2 :

Untuk jawaban yang tidak setuju, dimana pertanyaan tidak sesuai dengan keadaan

yang dirasakan oleh responden

Nilai 3 :

Untuk jawaban yang cukup setuju, dimana pertanyaan cukup menggambarkan

dengan keadaan yang dirasakan oleh responden

Nilai 4 :

Untuk jawaban yang setuju, dimana pertanyaan sesuai dengan keadaan yang

dirasakan oleh responden

Nilai 5 :

Untuk jawaban yang sangat setuju, dimana pertanyaan sangat sesuai dengan

keadaan yang dirasakan oleh responden

Hasil kuesioner yang disebarkan akan digunakan untuk mengukur variable-

variabel yang terdapat di dalam model penelitian. Selanjutnya data yang diperoleh

akan dianalisa dengan menggunakan software pengolah data.

Kemudian hasil dari pengukuran dengan kuesioner akan dianalisis dengan

Structural Equation Model (SEM). SEM adalah teknik statistic multivariat yang

49
merupakan kombinasi antara analisa faktor dan analisis regresi (korelasi), yang

bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar variabel yang ada pada sebuah

model, baik itu indikator dan konstruknya, ataupun hubungan antar konstruk [33].

Jika dilihat dari penyusunan model serta cara kerjanya, sebenarnya SEM adalah

gabungan analisis faktor dan analis regresi. Pada tahun 1950-an SEM sudah

dikemukakan oleh para ahli statistik yang mencari metode untuk membuat model

yang dapat menjelaskan hubungan diantara variabel-variabel. Dalam

kenyataannya, khususnya ilmu-ilmu sosial, banyak variabel yang bersifat laten,

seperti motivasi seseorang, komitmen, kesetiaan pelanggan dan lainnya [33].

SEM adalah generasi kedua teknik analisa multivariate yang

memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks

baik recursive maupun non recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh

mengenai keseluruhan model. Tidak seperti analisis multivariate biasa (regresi

berganda, analisis faktor), SEM dapat menguji secara bersama-sama:

1. Model Struktural: Hubungan antara konstruk independen dan dependen

2. Model Measurement: hubungan (nilai loading) antara indikator dengan

konstruk (variable laten)

Bentuk pertanyaan yang diukur adalah Perceived Ease of Use (PEOU),

Perceived Usefulness (PU), Attitude Towards Using technology (AT), Behavioral

Intention to use internet (BI),dan Actual use (AU) diadopsi dari jurnal TAM dan

studi yang pernah dilakukan sebelumnya dengan menyesuaikan dengan kondisi

yang ada. Tujuannya adalah untuk menjaga tingkat validitas dan realibilitasnya.

50
a. Perceived Ease of Use (PEOU) atau persepsi kemudahan menggunakan.

Indikator PEOU diukur dengan menggunakan item-item pertanyaan yang

diadaptasi dari Davis, 1989 dan Chau, 1996.

Tabel 3.2. Indikator Perceived Ease of Use (PEOU)


Perceived Ease of Use (PEOU)
PEOU _1 Saya merasa e-learning mudah untuk dipelajari
PEOU _2 Saya merasa e-learning mudah untuk digunakan
PEOU _3 Saya merasa sangat mudah untuk mendapatkan materi
pendidikan dan pelatihan dari e-learning
PEOU _4 E-learning menyediakan petunjuk pelaksanaan (SOP)
sehingga memudahkan penggunaannya
PEOU _5 Secara keseluruhan, E-learning mudah untuk digunakan

b. Perceived Usefulness (PU) atau persepsi kegunaan.

Indikator PU diukur dengan menggunakan item-item pertanyaan yang

diadaptasi dari Davis, 1989, dan Chau, 1996.

Tabel 3.3. Indikator Perceived Usefulness (PU)


Perceived Usefulness (PU)
PU _1 Menggunakan e-learning dapat meningkatkan kinerja
saya
PU _2 Menggunakan e-learning dapat memudahkan saya dalam
mengerjakan dan menyelesaikan aktivitas pendidikan dan
pelatihan saya
PU _3 Menggunakan e-learning dapat meningkatkan efektivitas
pendidikan dan pelatihan saya
PU _4 Menggunakan e-learning menghemat waktu saya
PU _5 Secara keseluruhan, e-learning bermanfaat untuk
pekerjaan saya

51
c. Attitude Towards Using Technology (AT) atau sikap menggunakan

teknologi.

Indikator AT diukur dengan item-item pertanyaan indikator yang diadaptasi

dari Agarwal dan Karashanna [34].

Tabel 3.4. Indikator Attitude Towards Using Technology (AT)


Attitude Towards Using Technology (AT)
AT _1 Saya merasa nyaman belajar secara online dan
berpartisipasi dalam proses pembelajaran
AT _2 Saya senang berinteraksi dengan menggunakan e-
learning
AT _3 Saya menikmati pembelajaran e-learning
AT _4 Saya merasa terjamin keamanan account saya di e-
learning
AT _5 Saya senang dengan tampilan interface e-learning

d. Behavioral Intention to use internet (BI) atau minat keperilakuan.

Indikator BI diukur dengan menggunakan item-item pertanyaan yang

diadaptasi dari Davis, 1989, dan Chau, 1996.

Tabel 3.5. Indikator Behavioral Intention to use internet (BI)


Behavioral Intention to use internet (BI)
BI _1 Saya berniat menggunakan e-learning dalam aktivitas
pendidikan dan pelatihan saya
BI _2 Saya berniat menggunakan e-learning sesering mungkin
dalam proses pendidikan dan pelatihan saya
BI _3 Saya berniat mengikuti diskusi secara online melalui
komunitas e-learning
BI _4 Saya menyarankan teman saya menggunakan e-learning

e. Actual Use (AU) atau penggunaan sesungguhnya.

Indikator AU diukur dengan menggunakan item-item pertanyaan yang

diadaptasi dari Davis [7], dan Iqbaria [36]

52
Tabel 3.6. Indikator Actual Use (AU)
Actual Use (AU)
AU _1 Saya hanya menggunakan e-learning selama memerlukan
AU _2 Saya mengakses e-learning hampir setiap minggu
AU _3 E-learning menyediakan informasi yang saya butuhkan
AU _4 Pelatihan terkait e-learning tersedia untuk saya.
AU _5 Saya merasa puas dengan kinerja e-learning

3.3 Jalan Penelitian

Agar penelitian ini dapat berjalan dengan sistematis dan tidak menyimpang

dari tujuan maka terdapat beberapa tahap yang ditentukan sebelum penelitian

dimulai. Penelitian dilaksanakan pada semester 3-4 tahun ajaran 2012/2013

dengan tabel waktu sebagai berikut:

Tabel 3.7. Jadwal Rencana Penelitian

No Kegiatan Bulan
Agt- Okt- Jan Feb Mar Apr
Sept Des 2013 2013 2013 2013
2012 2012
1 Tahap Awal
2 Tahap identifikasi
Masalah
3 Tahap Pengolahan dan
Analisa Data
4 Tahap Perumusan Hasil
5 Tahap Akhir

Untuk mendukung tahapan agar berjalan sistematis dalam rangka penelitian

tersebut dibuatlah jalan penelitian seperti berikut:

53
Mulai

Study Literatur

Observasi E-Learning

Perancangan Kuesioner

Penentuan Sampel dan Populasi

Penyebaran Kuesioner

Validasi data dengan SEM

Diterima Evaluasi
Ditolak
Hasil

Uji Hipotesis

Selesai

Gambar 3.2. Jalan Penelitian


3.3.1 Tahap Awal (Agustus s.d September 2012)

Pada tahap ini penelitian dimulai dengan studi literatur dari buku, jurnal,

dan artikel yang terkait dengan e-learning di Pusdiklat BPK RI. Selain itu juga

dilakukan diskusi dengan para stakeholder Pusdiklat BPK RI untuk mengetahui

permasalahan yang dapat diidentifikasi menjadi perumusan masalah dalam

penelitian. Di samping itu penulis juga menguraikan apa yang membedakan

54
dengan penelitian-penelitian sebelumnya terkait dengan objek penelitian yang

dipilih.

3.3.2 Tahap identifikasi Masalah (Oktober s.d Desember 2012)

Pada tahap ini, penulis mengidentifikasi permasalahan dengan cara

mengumpulkan data dan mencari informasi yang terkait dengan penyelenggaraan

e-learning di Pusdiklat BPK RI. Tahapan selanjutnya menyusun daftar faktor-

faktor yang mempengaruhi penerimaan pengguna terhadap e-learning,

menentukan tujuan penelitian yang akan dicapai dan penentuan metode

pendekatan yang dinilai sesuai yaitu menggunakan metode Technology

Acceptance Model (TAM). Selanjutnya, peneliti melakukan penyebaran dan

pengumpulan data kuesioner dengan melibatkan pengguna sebagai responden dan

sumber informasi penelitian.

3.3.3 Tahap Pengolahan dan Analisis Data (Januari - Februari 2013)

Pengolahan data akan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM)

dengan aplikasi SmartPLS.

Dalam metode PLS untuk pengujian model dilakukan dua tahap analisis

yaitu :

1. Model pengukuran atau Outer model

Outer model sering juga disebut outer relation atau measurement model,

mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel

latennya. Ada tiga kriteria untuk menilai outer model, yaitu :

55
1) Validitas Konvergen (Convergent Validity)

Validitas berhubungan dengan apakah suatu variabel mengukur apa yang

seharusnya diukur. Validitas dalam penelitian menyatakan derajat ketepatan alat

ukur penelitian terhadap isi atau arti sebenarnya yang diukur. Pengujian validitas

dilakukan untuk mengetahui apakah semua pertanyaan (instrumen) penelitian

yang diajukan untuk mengukur variabel penelitian adalah valid. Uji validitas di

dalam PLS dengan melihat convergent validity masing-masing indikator. Hasil

output menunjukkan loading factor untuk indikator tidak kurang dari 0,5. Bila

terjadi maka indikatornya sebaiknya didrop. Convergent validity dari model

pengukuran dengan reflektif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item

score/component score dengan construct score yang dihitung dengan PLS.

Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,7 dengan

konstruk yang ingin diukur. Namun demikian untuk penelitian tahap awal dari

pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup

menurut Chin [32].

2) Validitas Diskriminan (Discriminant Validity) atau menggunakan rerata

ekstraksi varian (Average Varian Extracted)

Validitas instrumen selain ditentukan berdasarkan convergent validity juga

ditentukan oleh discriminant validity, yang bertujuan membuktikan bahwa

indikator pada konstruk laten memprediksi ukuran pada blok mereka lebih baik

dari ukuran pada blok lainnya. Atau dengan kata lain discriminant validity

bertujuan untuk menguji bahwa alat ukur, secara tepat mengukur konstruk yang

diukur, bukan konstruk yang lain Untuk pengujian discriminant validity dapat

56
dilihat dari nilai cross loadings dan akar AVE konstruk. Pada data cross loadings

akan valid jika nilai korelasi indikator terhadap konstruknya harus lebih besar

dibandingkan nilai korelasi antar indikator dengan konstruk lainnya, atau jika akar

AVE lebih besar daripada korelasi antar konstruk dan konstruk lainnya maka

memenuhi discriminant validity [31].

3) Construct Reliability yang diukur menggunakan Composite Reliability dan

Cronbachs Alpha

Reliabilitas adalah instrumen yang digunakan dalam penelitian untuk

memperoleh informasi yang diinginkan dapat dipercaya (terhandal) sebagai alat

pengumpul data serta mampu mengungkap informasi yang sebenarnya.

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu alat ukur

dapat menghasilkan data yang reliabel, artinya data tersebut dapat memberikan

hasil yang stabil dan konsisten bila dipakai untuk mengukur gejala yang sama

pada waktu yang berbeda. Uji reliabilitas dapat dilakukan secara bersama-sama

terhadap seluruh item pertanyaan untuk lebih dari satu variabel, namun sebaiknya

uji reliabilitas dilakukan pada masing-masing variabel, sehingga dapat diketahui

konstruk variabel mana yang tidak reliabel.

Uji reliabilitas di dalam PLS dengan melihat construct reliability masing-

masing indikator. Construct reliability adalah konsistensi indikator jika

pengukuran skala tersebut dilakukan pada waktu, lokasi dan populasi yang

berbeda. Construct reliability diukur dengan dua kriteria yaitu composite

reliability dan cronbachs alpha (Internal consistency reliability) dari blok

57
indikator yang mengukur konstruk. Konstruk dinyatakan reliabel jika nilai

composite reliability lebih besar 0,7 dan cronbachs alpha diatas 0,6 [31].

2. Model struktural atau inner model

Inner model (inner relation, structural model dan substantive theory)

menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substantive

theory. Menilai inner model adalah mengevaluasi hubungan antar konstruk laten

seperti yang telah dihipotesiskan dalam penelitian ini. Inner model dievaluasi

dengan menggunakan R-square untuk konstruk dependen, Stone-Geisser Q-

Square test untuk predictive relelvance dan uji t serta signifikansi dari koefisien

parameter jalur struktural. Perubahan nilai R-squares dapat digunakan untuk

menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten

dependen.

Pengujian terhadap model struktural dilakukan dengan melihat nilai R-

square yang merupakan uji goodness-fit model. Nilai R-square mencerminkan

kekuatan prediksi dari keseluruhan model [35] dengan batasan nilai R-square

lebih besar dari 0,1 atau lebih besar dari 10%.

Di samping melihat nilai R-square, model PLS juga dievaluasi dengan

melihat Q-square predictive relevance untuk model konstruk. Q-square mengukur

seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi

parameternya. Nilai Q-square lebih besar 0 (nol) menunjukkan bahwa model

mempunyai nilai predictive relevance, sedangkan nilai Q-square kurang dari 0

(nol) menunjukkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance.

58
3.3.4 Tahap Perumusan Hasil (Maret 2013)

Pada tahap ini merupakan pengujian hipotesis yang dilakukan dengan

membandingkan hipotesis awal dari model yang digunakan dengan data hasil

kuesioner yang telah diolah dan diuji dengan memanfaatkan software smart PLS.

3.3.5 Tahap Akhir (April 2013)

Pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan atas penelitian yang

dilakukan. Setelah peneliti dapat menarik kesimpulan maka selanjutnya

diharapkan akan memberikan masukan dan saran kepada Pusdiklat BPK RI.

3.4 Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini populasinya adalah pegawai di lingkungan Badan

Pemeriksa Keuangan RI. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

Purposive sampling yaitu terfokus kepada target yang telah melakukan e-learning.

Dalam hal ini penelitian dilakukan pada seluruh pegawai BPK RI baik kantor

pusat maupun perwakilan yang telah menggunakan e-learning. Sampel yang

diambil sebanyak 120 orang yang tersebar di seluruh kantor BPK RI.

3.5 Kesulitan-Kesulitan

Pada penelitian ini dimungkinkan akan ditemukan beberapa kesulitan yang

mungkin akan dihadapi adalah :

1. Sosialisasi e-learning di BPK yang masih minim menjadikan beberapa

responden belum mengerti, sehingga peneliti harus memberikan penjelasan

awal terlebih dahulu.

2. Jarak dan responden yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi kendala

dalam proses pengumpulan data.

59
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPK RI

Pusdiklat BPK RI merupakan unit kerja setingkat eselon dua yang berada di

lingkungan BPK RI. Berdasarkan Keputusan BPK RI Nomor 39/K/I-

VIII.3/7/2007 tanggal 13 Juli 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana

BPK RI, Pusat Pendidikan dan Pelatihan atau Pusdiklat adalah unsur pelaksana

sebagian tugas dan fungsi Ditama Revbang (Direktorat Utama Perencanaan,

Evaluasi, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Pemeriksaan Keuangan

Negara), yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Ditama

Revbang

Pusdiklat mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan

pemeriksaan keuangan negara dalam rangka peningkatan kompetensi/

profesionalisme pegawai dan calon pegawai di lingkungan BPK berdasarkan

kebijakan pengembangan SDM. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut,

Pusdiklat menyelenggarakan fungsi:

 Perumusan dan pengevaluasian rencana aksi Pusdiklat dengan

mengidentifikasikan indikator kinerja utama berdasarkan rencana

implementasi rencana strategis BPK;

 Perumusan rencana kegiatan Pusdiklat berdasarkan rencana aksi, serta tugas

dan fungsi Pusdiklat;

60
 Pelaksanaan kegiatan diklat pada Pusdiklat, Balai Diklat Medan, Balai

Diklat Yogyakarta dan balai Diklat Makassar;

 Pelaksanaan hubungan kerja sama di bidang pendidikan dan pelatihan yang

terkait dengan tugas dan fungsi BPK;

 Pelaksanaan kegiatan lain yang ditugaskan oleh kepala Ditama Revbang;

 Pelaporan hasil kegiatannya secara berkala kepada Ditama Revbang.

4.1.2. Sistem Pembelajaran E-learning

Sistem pembelajaran secara elektronik ini di bangun untuk mempermudah

pegawai BPK dalam memperoleh pengetahuan/ pembelajaran melalui intranet

BPK. Hal ini memungkinkan para pegawai untuk belajar melalui komputer di unit

kerja mereka masing-masing sehingga informasi yang di dapat melalui

pembelajaran di kelas dapat di peroleh dengan mengakses komputer. Di sini,

peserta diklat bisa melihat modul-modul yang ditawarkan, bisa mengambil tugas-

tugas dan test-test yang harus dikerjakan, peserta juga bisa melihat nilai tugas dan

test serta peringkatnya berdasarkan nilai yang diperoleh.

4.1.3. Analisis Data

4.1.3.1.Identifikasi Responden

Penelitian dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner terhadap beberapa

responden. Dari 120 kuesioner yang disebar ada 118 kuesioner yang dikembalikan

dan layak dianalisis, seperti pada Tabel 4.1

61
Tabel 4.1 Hasil pengumpulan kuesioner
Keterangan Jumlah
Kuesioner yang disebar 120
Kuesioner yang kembali 118
Kuesioner yang bisa dianalisis 118

Identifikasi responden dikelompokkan menjadi empat, yaitu berdasarkan

jenis kelamin, usia, jenjang pendidikan, masa kerja di BPK RI dan jabatan

terakhir dalam organisasi. Secara terperinci deskripsi responden, yaitu :

1. Deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, responden terdiri dari laki-laki dan perempuan,

yang ditunjukkan Tabel 4.2 dan Gambar 4.1

Tabel 4.2 Deskripsi responden berdasarkan jenis kelamin


Jenis kelamin Jumlah (orang)
Laki-laki 46
Perempuan 72

Jenis Kelamin
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Laki - Laki Perempuan

Gambar 4.1. Grafik responden berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan Tabel 4.2 dan Grafik 4.1 terlihat bahwa responden terbanyak

adalah perempuan yaitu 72 orang atau 61,02% dari total jumlah responden.

62
2. Deskripsi responden berdasarkan lokasi penempatan kerja

Berdasarkan lokasi penempatan kerja, responden terdiri dari kantor pusat

dan kantor perwakilan, yang ditunjukkan Tabel 4.3 dan Gambar 4.2

Tabel 4.3 Deskripsi responden berdasarkan lokasi penempatan


Jenis kelamin Jumlah (orang)
Kantor Pusat 13
Kantor Perwakilan 105

Lokasi Penempatan
150

100

50

0
Kantor Pusat Kantor Perwakilan

Gambar 4.2. Grafik responden berdasarkan lokasi penempatan

Berdasarkan Tabel 4.3. dan Gambar 4.2 terlihat bahwa responden terbanyak

adalah kantor perwakilan yaitu 105 orang atau 88,98% dari total jumlah

responden.

3. Deskripsi responden berdasarkan usia

Berdasarkan usia, responden terdiri atas empat kategori, yaitu < 25 tahun,

25 – 35 tahun, 36 – 45 tahun dan >45 tahun. Data karakteristik responden

berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 4.4. dan Gambar 4.3.

Tabel 4.4 Deskripsi responden berdasarkan usia


Usia Jumlah (orang)
< 25 11
25 – 35 80
36 – 45 18
> 45 9

63
Usia
100

80

60

40

20

0
< 25 Th 25 - 35 Th 36 - 45 Th > 45 Th

Gambar 4.3. Grafik responden berdasarkan usia

Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.3 menunjukkan bahwa responden

terbanyak berusia antara 25 – 35 tahun yaitu 80 orang atau 67,80% dari total

jumlah responden diikuti dengan responden yang berusia 36– 45 tahun yaitu 18

orang atau 15,25% dari total jumlah responden. Sisanya berasal dari kelompok

usia lain, yaitu <25 tahun sebanyak 11 orang atau 9,32% dan kelompok usia >45

sebanyak 9 orang atau 7,63%.

4. Deskripsi responden berdasarkan jenjang pendidikan

Berdasarkan jenjang pendidikan, responden terdiri atas empat kategori,

yaitu SMA dan sederajat, Diploma (D1/D3), Sarjana (S1), dan Pasca Sarjana (S2).

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat pada Tabel

4.5 dan Gambar 4.4.

Tabel 4.5 Deskripsi responden berdasarkan Pendidikan


Pendidikan Jumlah (orang)
SLTA/Sederajat 13
Diploma (D1/D3) 7
Sarjana (S1) 81
Pasca Sarjana (S2) 17

64
Pendidikan
100
80
60
40
20
0
SLTA/Sederajat Diploma Sarjana (S1) Pasca Sarjana
(D1/D3) (S2)

Gambar 4.4. Grafik responden berdasarkan pendidikan

Berdasarkan Tabel 4.5 dan Gambar 4.4 menunjukkan bahwa responden

mayoritas memiliki tingkat pendidikan terakhir Sarjana (S1) sebanyak 81

responden atau 68,64% dari total responden.Sisanya dari tingkat pendidikan lain

yaitu Pasca Sarjana sebanyak 17 orang atau 14,41%, SLTA/Sederajat sebanyak 13

orang atau 11,02%, dan Diploma (D1/D3) sebanyak 7 orang atau 5,93%.

5. Deskripsi responden berdasarkan lamanya masa kerja dalam organisasi

Berdasarkan jabatan dalam organisasi, responden terdiri atas auditor dan

penunjang/pendukung. Data responden berdasarkan jabatan dalam organisasi

dapat dilihat pada Tabel 4.6. dan Gambar 4.5

Tabel 4.6 Deskripsi responden berdasarkan


lamanya masa kerja dalam organisasi
Masa Kerja Jumlah (orang)
< 1 Th 6
1 – 5 Th 44
5 – 10 Th 47
>10 Th 21

65
Masa Kerja
50
40
30
20
10
0
< 1 Th 1 - 5 Th 5 - 10 Th > 10 Th

Gambar 4.5. Grafik responden berdasarkan masa kerja

Berdasarkan Tabel 4.6 dan Gambar 4.5 menunjukkan bahwa responden

mayoritas lama bekerja bekerja 5-10 tahun sebanyak 47 responden atau 39,83%

dari total responden. Sisanya 1-5 tahun sebanyak 44 orang atau 37,29%, lama

bekerja >10 tahun sebanyak 21 orang atau 17,80%, dan lama bekerja <1 tahun

sebanyak 6 orang atau 5,08%.

6. Deskripsi responden berdasarkan jabatan dalam organisasi

Berdasarkan jabatan dalam organisasi, responden terdiri atas auditor dan

penunjang/pendukung. Data responden berdasarkan jabatan dalam organisasi

dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.6

Tabel 4.7 Deskripsi responden berdasarkan jabatan dalam organisasi


Jabatan Jumlah (orang)
Auditor 47
Penunjang/pendukung 71

66
Jabatan
80
60
40
20
0
Auditor Penunjang/Pendukung

Gambar 4.6. Grafik responden berdasarkan jabatan

Berdasarkan Tabel 4.7 dan Gambar 4.6 terlihat bahwa responden terbanyak

adalah penunjang/pendukung yaitu 71 orang atau 60,17% dari total jumlah

responden.

Sedangkan jawaban responden di tiap variabel berdasarkan kuesioner yang

telah disebar akan diuraikan sebagai berikut :

1. Variabel Perceived Ease of Use (Kemudahan dalam menggunakan E-

learning)

Jawaban responden untuk variabel kualitas sistem bisa dilihat pada Tabel

4.8.

Tabel 4.8 Jawaban responden terhadap variabel Perceived Ease of Use


Jenis Jawaban
Item Sangat Jumlah
Tidak Sangat
Pertanyaan Tidak Netral Setuju Total
Setuju Setuju
Setuju
PEOU1 1 7 37 70 3 118
PEOU2 1 5 39 70 3 118
PEOU3 0 11 40 64 3 118
PEOU4 0 12 49 53 4 118
PEOU5 0 11 45 57 5 118
Jumlah 2 46 210 314 18 590
Persentase 0.3% 7.8% 35,6% 53,2% 3,1% 100%

67
Berdasarkan Tabel 4.8
4. terlihat bahwa mayoritas responden yang menjawab

setuju atas pertanyaan mengenai Perceived Ease of Use (Kemudahan dalam

menggunakan E-learning
learning) yaitu 53,2%

Gambar 4.7 Grafik jawaban responden terhadap Perceived Ease of Use


(Kemudahan dalam menggunakan E-learning)

80

60

40

20

0
STS TS N
S
SS

PEOU1 PEOU2 PEOU3 PEOU4 PEOU5

2. Variabel Perceived Usefulness (kebermanfaatan dalam menggunakan

E-learning)

Jawaban responden
responden untuk variabel kualitas informasi bisa dilihat pada Tabel

4.9.

Tabel 4.9 Jawaban responden terhadap variabel Perceived Usefulness


Jenis Jawaban
Item Sangat Jumlah
Tidak Sangat
Pertanyaan Tidak Netral Setuju Total
Setuju Setuju
Setuju
PU1 0 8 38 67 5 118
PU2 0 8 26 76 8 118
PU3 0 4 33 73 8 118
PU4 0 5 25 77 11 118
PU5 0 5 36 69 8 118
Jumlah 0 30 158 362 40 590
Persentase 0.0% 5,1% 26,8% 61,4% 6,7% 100%

68
Berdasarkan Tabel 4.9
4. terlihat bahwa mayoritas responden yaitu 61,4% dari

total jumlah responden menjawab setuju atas pertanyaan mengenai Perceived

Usefulness (kebermanfaatan dalam menggunakan E-learning)

Gambar 4.8 Grafik jawaban responden terhadap Perceived Usefulness


(kebermanfaatan dalam menggunakan E-learning)
learning)

80
60
40
20
0
STS TS N S
SS

PU1 PU2 PU3 PU4 PU5

3. Variabel Attitude Toward (Sikap untuk menggunakan E-learning


learning)

Jawaban responden untuk variabel Attitude Toward bisa dilihat pada Tabel

4.10.

Tabel 4.10 Jawaban responden terhadap variabel Attitude Toward


Jenis Jawaban
Item Sangat Jumlah
Tidak Sangat
Pertanyaan Tidak Netral Setuju Total
Setuju Setuju
Setuju
AT1 0 7 43 64 4 118
AT2 0 6 49 60 3 118
AT3 0 6 50 57 5 118
AT4 0 10 65 42 1 118
AT5 0 10 57 50 1 118
Jumlah 0 39 264 273 14 590
Persentase 0.0% 6.6% 44,7% 46,3% 2,4% 100%

69
Berdasarkan Tabel 4.10
4. terlihat bahwa mayoritas responden yang menjawab

setuju atas pertanyaan mengenai Attitude Toward (Sikap untuk menggunakan E-

learning) yaitu 46,3%

Gambar 4.9 Grafik jawaban responden terhadap


Attitude Toward (Sikap untuk menggunakan E-learning)
learning)

70
60
50 AT1
40 AT2
30 AT3
20 AT4
10 AT5
0
STS TS N
S
SS

4. Variabel Behavioral Intention to Use Internet

Jawaban responden untuk variabel Behavioral Intention to Use Internet bisa

dilihat pada Tabel 4.11.


4.1

Tabel 4.11 Jawaban responden terhadap variabel Behavioral Intention to Use


Internet
Jenis Jawaban
Item Sangat Jumlah
Tidak Sangat
Pertanyaan Tidak Netral Setuju Total
Setuju Setuju
Setuju
BI1 0 2 38 72 6 118
BI2 0 3 45 63 7 118
BI3 1 6 50 54 7 118
BI4 1 5 52 52 8 118
Jumlah 2 16 185 241 28 472
Persentase 0.4% 3.4% 39,2% 51,1% 5,9% 100%

70
Berdasarkan Tabel 4.11
4. terlihat bahwa mayoritas responden yaitu 51,1%

dari total jumlah responden menjawab setuju atas pertanyaan mengenai

Behavioral Intention to Use Internet

Gambar 4.10 Grafik jawaban responden terhadap


Behavioral Intention to Use Internet

80
70
60
50 BI1
40 BI2
30
BI3
20
10 BI4
0
STS
TS
N
S
SS

5. Variabel Actual Use Internet (Kondisi Sebenarnya dalam menggunakan

internet.

Jawaban responden untuk variabel Actual Use Internet bisa dilihat pada

Tabel 4.12.

Tabel 4.12 Jawaban responden terhadap variabel Actual Use Internet


Jenis Jawaban
Item Sangat Jumlah
Tidak Sangat
Pertanyaan Tidak Netral Setuju Total
Setuju Setuju
Setuju
AU1 2 2 32 75 7 118
AU2 6 28 55 28 1 118
AU3 0 6 48 61 3 118
AU4 2 13 62 39 2 118
AU5 0 6 66 44 2 118
Jumlah 10 55 263 247 15 590
Persentase 1,7% 9,3% 44,6% 41,9% 2,5% 100%

71
Berdasarkan Tabel 4.12
4.1 terlihat bahwa mayoritas responden yaitu 44,6%

dari total jumlah responden menjawab setuju atas pertanyaan mengenai Actual

Use Internet (Kondisi Sebenarnya


Sebena dalam menggunakan internet)

Gambar 4.11 Grafik jawaban responden terhadap Actual Use Internet


(Kondisi Sebenarnya dalam menggunakan internet)

80

60 AU1
AU2
40
AU3
20 AU4

0 AU5

STS TS N S
SS

4.1.3.2.Analisis
Analisis Model Persamaan Struktural

Pada tahap ini data diolah dengan menggunakan software SMARTPLS.

Langkah di dalam menyelesaikan model persamaan strukutral (SEM) dengan

menggunakan software SMARTPLS adalah sebagai berikut :

Model Pengukuran (outer model)

Outer model atau measurement model mendefinisikan bagaimana setiap

blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Ada tiga kriteria untuk

mengevaluasi outer model yaitu 1) Validitas Konvergen (Convergent


Convergent Validity); 2)

Validitas Diskriminan (Discriminant


( Validity)) atau menggunakan rerata ekstraksi

varian (Average
Average Varian Extracted);
Extracted 3) Construct Reliability yang diukur

menggunakan Composite Reliability dan Croncbach Alpha.

72
a. Validitas Konvergen (Convergent Validity)

Convergent validity bertujuan untuk mengetahui validitas setiap hubungan

antar indikator dengan mengukur skor konstruk item indikator terhadap

konstruknya. Jika nilai korelasi diatas 0,70 indikator individu dianggap valid [31].

Validitas Konvergen mensyaratkan bahwa alat ukur (indikator) secara tepat

mengukur konstruk yang dimaksud. Dalam software SMARTPLS, convergent

validity sama dengan outer loading/loading factor yang nilainya dikatakan tinggi

apabila lebih besar dari 0,7. Namun demikian untuk penelitian tahap awal dari

pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,5 dianggap cukup [32]. Hasil

loading factor dapat pula dilihat dalam Gambar 4.12 dan Tabel 4.13.

Gambar 4.12 Hasil loading factor awal masing-masing indikator

73
Tabel 4.13 Hasil awal Loading factor
Variabel Laten Variabel Manifest Loading Factor
Perceived Usefulness PU1 0.794
PU2 0.917
PU3 0.927
PU4 0.860
PU5 0.854
Perceived Ease of Use PEOU1 0.883
PEOU2 0.901
PEOU3 0.797
PEOU4 0.758
PEOU5 0.764
Attitude Toward AT1 0.806
AT2 0.896
AT3 0.881
AT4 0.769
AT5 0.717
Behavioral Intention BI1 0.889
BI2 0.911
BI3 0.867
BI4 0.866
Actual Use AU1 0.314
AU2 0.570
AU3 0.852
AU4 0.719
AU5 0.849

Dari Gambar 4.12 dan Tabel 4.13 tersebut diatas ditemukan terdapat 1

indikator dengan nilai dibawah 0,5 yaitu AU1. Dengan demikian indikator AU1

tersebut dikeluarkan dari model. Dengan membuang indikator tersebut kemudian

dilakukan perhitungan kembali maka didapat hasil outer loading sebagai berikut:

74
Gambar 4.13 Hasil loading factor masing-masing indikator

Tabel 4.14 Hasil loading factor


Variabel Laten Variabel Manifest Loading Factor
Perceived Usefulness PU1 0.794
PU2 0.916
PU3 0.927
PU4 0.860
PU5 0.854
Perceived Ease of Use PEOU1 0.882
PEOU2 0.901
PEOU3 0.797
PEOU4 0.758
PEOU5 0.764
Attitude Toward AT1 0.806
AT2 0.896
AT3 0.881
AT4 0.769
AT5 0.717
Behavioral Intention BI1 0.887
BI2 0.910
BI3 0.869
BI4 0.868
Actual Use AU2 0.618
AU3 0.848
AU4 0.747
AU5 0.860

75
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai loading factor di atas

0.50, sehingga semua indikator telah memenuhi convergent validity dan memiliki

validitas yang dipersyaratkan.

b. Validitas diskriminan (Discriminant Validity) dan rerata ekstraksi varian

(Average Varian Extracted)

Validitas diskriminan adalah menguji bahwa alat ukur, secara tepat

mengukur konstruk yang diukur, bukan konstruk yang lain. Validitas instrumen

selain ditentukan berdasarkan convergent validity juga ditentukan oleh

discriminant validity. Untuk pengujian discriminant validity dapat dilihat dari

nilai Cross Loadings dan akar AVE konstruk. Berdasarkan Tabel 4.15 terlihat

korelasi antar konstruk (Latent Variable Correlations) dan nilai AVE bisa dilihat

dari Tabel 4.16.

Tabel. 4.15 Nilai korelasi antar konstruk (Latent Variable Correlations)

AT ATU BI PEOU PU
AT 1,000000
ATU 0,657617 1,000000
BI 0,725989 0,607249 1,000000
PEOU 0,727733 0,604672 0,591518 1,000000
PU 0,694197 0,627774 0,683133 0,641840 1,000000

Tabel 4.16 Nilai AVE dan Akar AVE


AVE Akar AVE
AT 0,666761 0,816554346
ATU 0,595122 0,771441508
BI 0,780920 0,883696781
PEOU 0,676588 0,822549695
PU 0,759666 0,871588206
Pada Tabel 4.16 terlihat bahwa nilai AVE untuk semua variabel di atas 0.50,

sehingga bisa dikatakan bahwa semua variabel valid. Sementara itu berdasarkan

76
Tabel 4.16 terlihat bahwa nilai akar AVE lebih besar daripada korelasi antar

konstruk dan konstruk lainnya, misalnya pada akar AVE AT sebesar 0.816554346

nilai ini lebih besar daripada nilai korelasi antar konstruk dan konstruk lainnya

pada Tabel 4.15. Demikian halnya dengan nilai akar AVE variabel yang lain

sehingga dapat dikatakan bahwa semua variabel memenuhi discriminant validity.

Untuk nilai cross loading masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel
4.17. Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai korelasi indikator terhadap
konstruknya lebih besar dibandingkan nilai korelasi antar indikator dengan
konstruk lainnya, sehingga indikator-indikator tersebut bisa dikatakan valid.
Tabel 4.17 Nilai Cross Loading

AT ATU BI PEOU PU
AT1 0,805519 0,484956 0,597936 0,603605 0,579082
AT2 0,896490 0,579498 0,689232 0,591040 0,639266
AT3 0,881082 0,573893 0,645929 0,681005 0,642912
AT4 0,768659 0,499426 0,467732 0,531487 0,533378
AT5 0,717015 0,549159 0,537359 0,555528 0,413528
AU2 0,330812 0,617796 0,238638 0,306666 0,288683
AU3 0,583480 0,848260 0,500530 0,482175 0,586691
AU4 0,455798 0,746666 0,402014 0,345690 0,323923
AU5 0,589068 0,849566 0,617931 0,631834 0,612631
BI1 0,713025 0,518749 0,887434 0,577309 0,650242
BI2 0,696511 0,578496 0,910062 0,575419 0,641528
BI3 0,589618 0,502359 0,868952 0,474406 0,547002
BI4 0,552708 0,544550 0,867670 0,451210 0,566709
PEOU1 0,648918 0,517445 0,541102 0,882498 0,611951
PEOU2 0,663005 0,505609 0,532410 0,901003 0,619109
PEOU3 0,572813 0,499858 0,470738 0,796548 0,497382
PEOU4 0,526534 0,457876 0,467704 0,757977 0,369390
PEOU5 0,567213 0,509994 0,414025 0,763751 0,500511
PU1 0,491576 0,539261 0,463145 0,464249 0,794450
PU2 0,629614 0,534862 0,677848 0,600265 0,916386
PU3 0,647400 0,537721 0,622152 0,548380 0,926935
PU4 0,620423 0,607378 0,607470 0,607074 0,859638
PU5 0,621631 0,518115 0,585708 0,563167 0,853949

77
c. Reliabilitas Konstruk (Construct Reliability)

Dalam PLS uji reliabilitas diukur dengan dua kriteria yaitu composite

reliability dan cronbachs alpha dari blok indikator yang mengukur konstruk.

Konstruk dinyatakan reliabel jika nilai composite reliability lebih besar 0,7 [31],

sedangkan beberapa batasan mengenai skor Cronbachs Alpha lebih besar dari 0,6

[26]. Hasil dari pengolahan dengan menggunakan SmartPLS dapat dilihat pada

Tabel 4.18.

Tabel 4.18 Nilai Composite Reliability dan Cronbachs Alpha


Composite Cronbachs
Reliability Alpha
AT 0,908557 0,873344
ATU 0,852733 0,779100
BI 0,934438 0,906641
PEOU 0,912315 0,879397
PU 0,940322 0,920158

Pada Tabel 4.18 dapat diketahui bahwa nilai composite reliability dan

cronbachs alpha pada model bahwa konstruk telah memenuhi reliabilitas.

4.1.3.3.Model struktural (inner model)

Inner model (inner relation, structural model dan substantive theory)

menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substantive

theory. Menilai inner model adalah mengevaluasi hubungan antar konstruk laten

seperti yang telah dihipotesiskan dalam penelitian ini. Inner model ingin melihat

hubungan antar konstruk dan nilai signifikansi serta nilai R-Square. Berdasarkan

Tabel 4.19 diketahui nilai R-Square.

78
Tabel 4.19 Nilai R-Square
R Square
AT 0,617308
ATU 0,453773
BI 0,589011
PEOU -
PU 0,411959

Pengujian terhadap model struktural dilakukan dengan melihat nilai R-

Square yang merupakan uji goodness-fit model. Berdasarkan tabel 4.19 di atas

dapat disimpulkan bahwa :

1. Konstruk AT (Attitude Toward) memiliki R-Square sebesar 0,617308 yang

berarti bahwa variansi pada konstruk attitude toward dapat dijelaskan oleh

konstruk perceived usefulness, dan perceived ease of use sebesar 61,73 %.

Sementara 38,27 % lainnya dijelaskan oleh variabel lain diluar model.

2. Konstruk ATU (Attitude Toward Usefulness) memiliki R-Square sebesar

0,453773 yang berarti bahwa variansi pada konstruk Attitude toward dapat

dijelaskan oleh konstruk Behavioral Intention dan Perceived Usefulness

sebesar 45,38 %. Sementara 54,62% lainnya dijelaskan oleh variabel lain

diluar model.

3. Konstruk BI (Behavioural Intention) memiliki R-Square sebesar 0,589011

yang berarti bahwa variansi pada konstruk behavioral Intention dapat

dijelaskan oleh konstruk Perceived of usefulness dan attitude toward sebesar

58,90%. Sementara 41,10% lainnya dijelaskan oleh variabel lain diluar

model.

79
4. Konstruk PU (perceived of usefulness) memiliki R-Square sebesar 0,411959

yang berarti bahwa variansi pada konstruk perceived of usefulness dapat

dijelaskan oleh konstruk Perceived ease of use sebesar 41,20%. Sementara

58,80% lainnya dijelaskan oleh variabel lain diluar model.

Menurut Falk dan Miller [35] menyatakan bahwa nilai R-Square dapat

dikatakan baik atau memadai apabila nilainya lebih besar dari 0,100. Tabel 4.19

menunjukkan nilai R-Square dari variabel masing-masing variabel endogen yang

lebih besar dari 0,10. Hai ini dapat dikatakan bahwa seluruh konstruk memadai

atau baik.

Dengan menggunakan bootstrap dalam PLS kita dapat memperoleh hasil

path coefficients dan t-value

Tabel 4.20 Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values)


Original Standard Standard
Sample T Statistics
Sample Deviation Error
Mean (M) (|O/STERR|)
(O) (STDEV) (STERR)
AT -> BI 0,485938 0,490998 0,087666 0,087666 5,54304
BI -> ATU 0,334495 0,33862 0,098557 0,098557 3,393933
PEOU -> AT 0,479846 0,483839 0,07914 0,07914 6,063247
PEOU -> PU 0,64184 0,649006 0,078527 0,078527 8,173448
PU -> AT 0,386213 0,388856 0,075887 0,075887 5,089308
PU -> ATU 0,399269 0,404319 0,094791 0,094791 4,212101
PU -> BI 0,345797 0,345363 0,092681 0,092681 3,731032

Berdasarkan Tabel 4.20 terlihat bahwa signifikansi pengaruh antar variabel

dengan melihat nilai koefisien parameter dan nilai signifikansi t-statistiknya.

4.1.3.4.Pengujian Hipotesis

Untuk pengujian hipotesis biasanya digunakan tingkat signifikansi sebesar

95% (α = 0.05). Dengan menggunakan nilai signifikansi sebesar 95% (α = 0.05),

80
maka nilai t tabel dengan tingkat signifikasi 95% adalah 1,96. Pengujian hipotesis

dan hubungan antar variabel dapat dilihat dari hasil Inner Weight pada model.

Berdasarkan Tabel 4.21 dapat dilihat hasil path coefficients dan t-value pada inner

model.

Tabel 4.21 Hasil Inner Weight


Jalur Path
T– Hasil Pengujian
Hipotesis Cofficeints
Value (t) hα = 0,05
Dari Ke (β)
H1 PEOU PU 0.642 8.173 Diterima
H2 PU AT 0.386 5.089 Diterima
H3 PEOU AT 0.480 6.063 Diterima
H4 AT BI 0.486 5.543 Diterima
H5 BI ATU 0.334 3.393 Diterima
H6 PU BI 0.346 3.731 Diterima
H7 PU ATU 0.399 4.212 Diterima

Dari Tabel 4.21 diatas dapat diketahui hipotesis ditolak maupun yang

diterima dengan melihat nilai dari T statistik dan koefisien jalurnya.

1. H1 : Perceived Ease of Use (PEOU) berpengaruh terhadap Perceived

Usefulness (PU).

Berdasarkan hasil pengujian yang dapat dilihat pada tabel 4.21 diperoleh

nilai t-statistik untuk variabel Perceived Ease of Use terhadap Perceived

Usefulness sebesar 8.173. Nilai t-statistik tersebut lebih besar dari pada nilai

t-tabel pada tingkat keyakinan 95 % yaitu sebesar 1,960. Hal ini

menunjukkan bahwa ada pengaruh yang siginifikan dari variabel Perceived

Ease of Use terhadap Perceived Usefulness, karena itu dapat dinyatakan

bahwa hipotesis pertama (H1) diterima. Sementara koefisien jalur bernilai

81
0.642 membuktikan bahwa adanya terdapat korelasi yang positif antara

Perceived Ease of Use dengan Perceived Usefulness.

2. H2 : Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap Attitude Toward

(AT)

Berdasarkan hasil pengujian yang dapat dilihat pada tabel 4.21 diperoleh

nilai t-statistik untuk variabel Perceived Usefulness (PU) terhadap Attitude

Toward (AT) sebesar 5.089. Nilai t-statistik tersebut lebih besar dari pada

nilai t-tabel pada tingkat keyakinan 95 % yaitu sebesar 1,960. Hal ini

menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang siginifikan dari variabel

Perceived Usefulness (PU) terhadap Attitude Toward (AT), karena itu

dapat dinyatakan bahwa hipotesis kedua (H2) diterima. Sementara

koefisien jalur bernilai 0.386 membuktikan bahwa adanya terdapat korelasi

yang positif antara Perceived Usefulness (PU) terhadap Attitude Toward

(AT).

3. H3 : Perceived Ease of Use (PEOU) berpengaruh terhadap Attitude

Toward (AT)

Berdasarkan hasil pengujian yang dapat dilihat pada tabel 4.21 diperoleh

nilai t-statistik untuk variabel Perceived Ease of Use (PEOU) terhadap

Attitude Toward (AT) sebesar 6.063. Nilai t-statistik tersebut lebih besar

dari pada nilai t-tabel pada tingkat keyakinan 95 % yaitu sebesar 1,960. Hal

ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang siginifikan dari variabel

kualitas informasi terhadap penggunaan sistem, karena itu dapat dinyatakan

bahwa hipotesis ketiga (H3) diterima. Sementara koefisien jalur bernilai

82
0.480 membuktikan adanya terdapat korelasi yang positif antara Perceived

Ease of Use (PEOU) terhadap Attitude Toward (AT)

4. H4 : Attitude Toward (AT) berpengaruh terhadap Behavioral Intention

of Use (BI).

Berdasarkan hasil pengujian yang dapat dilihat pada tabel 4.21 diperoleh

nilai t-statistik untuk variabel Attitude Toward (AT) terhadap Behavioral

Intention of Use (BI) sebesar 5.543. Nilai t-statistik tersebut lebih besar dari

pada nilai t-tabel pada tingkat keyakinan 95 % yaitu sebesar 1,960. Hal ini

menunjukkan adanya pengaruh yang siginifikan dari variabel Attitude

Toward (AT) berpengaruh terhadap Behavioral Intention of Use (BI), karena

itu dapat dinyatakan bahwa hipotesis keempat (H4) diterima. Sementara

koefisien jalur bernilai 0.486 membuktikan adanya korelasi yang positif

antara Attitude Toward (AT) berpengaruh terhadap Behavioral Intention of

Use (BI)

5. H5 : Behavioral Intention of Use (BI) berpengaruh terhadap Actual

Technology Use (ATU)

Berdasarkan hasil pengujian yang dapat dilihat pada tabel 4.21 diperoleh

nilai t-statistik untuk variabel Behavioral Intention of Use (BI) terhadap

Actual Technology Use (ATU) sebesar 3.393. Nilai t-statistik tersebut lebih

besar dari pada nilai t-tabel pada tingkat keyakinan 95 % yaitu sebesar

1,960. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh siginifikan dari

Behavioural Intention of Use (BI) berpengaruh terhadap Actual Technology

Use (ATU), karena itu dapat dinyatakan bahwa hipotesis kelima (H5)

83
diterima. Sementara koefisien jalur bernilai 0.334 membuktikan bahwa

adanya terdapat korelasi yang positif antara Behavioural Intention of Use

(BI) berpengaruh terhadap Actual Technology Use (ATU)

6. H6 : Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap Behavioural

Intention of Use (BI).

Berdasarkan hasil pengujian yang dapat dilihat pada tabel 4.21 diperoleh

nilai t-statistik untuk variabel Perceived Usefulness (PU) terhadap

Behavioural Intention of Use (BI) sebesar 3.731. Nilai t-statistik tersebut

lebih besar dari pada nilai t-tabel pada tingkat keyakinan 95 % yaitu sebesar

1,960. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang siginifikan dari

variabel Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap Behavioural

Intention of Use (BI), karena itu dapat dinyatakan bahwa hipotesis keenam

(H6) diterima. Sementara koefisien jalur bernilai 0.346 membuktikan

bahwa adanya terdapat korelasi yang positif antara Perceived Usefulness

(PU) berpengaruh terhadap Behavioural Intention of Use (BI).

7. H7 : Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap Actual

Technology Use (ATU)

Berdasarkan hasil pengujian yang dapat dilihat pada tabel 4.21 diperoleh

nilai t-statistik untuk variabel Perceived Usefulness (PU) terhadap Actual

Technology Use (ATU) sebesar 4.212. Nilai t-statistik tersebut lebih besar

dari pada nilai t-tabel pada tingkat keyakinan 95 % yaitu sebesar 1,960. Hal

ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang siginifikan dari variabel

Perceived Usefulness (PU) terhadap Actual Technology Use (ATU), karena

84
itu dapat dinyatakan bahwa hipotesis ketujuh (H7) diterima. Sementara

koefisien jalur bernilai 0.399 membuktikan walaupun terdapat korelasi yang

positif antara Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap Actual

Technology Use (ATU)

Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan SmartPLS, semua hipotesis

diterima dan hasilnya dapat ditunjukan di Tabel 4.22.

Tabel 4. 22 Kesimpulan hasil uji hipotesis


Hipotesis Hasil Uji
Perceived Ease of Use (PEOU) berpengaruh terhadap
H1 Diterima
Perceived Usefulness (PU).
Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap
H2 Diterima
Attitude Toward (AT)
Perceived Ease of Use (PEOU) berpengaruh terhadap
H3 Diterima
Attitude Toward (AT)
Attitude Toward (AT) berpengaruh terhadap Behavioural
H4 Diterima
Intention of Use (BI).
Behavioural Intention of Use (BI. berpengaruh terhadap
H5 Diterima
Actual Technology Use (ATU)
Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap
H6 Diterima
Behavioural Intention of Use (BI).
Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap Actual
H7 Diterima
Technology Use (ATU)

4.2. Pembahasan

Hasil penelitian evaluasi tingkat penerimaan sistem informasi e-learning

dengan metode TAM di Pusdiklat BPK RI ini memiliki 7 (tujuh) hipotesis yang

diuji. Dari 7 (tujuh) hipotesis tersebut ternyata semua hipotesis tersebut diterima.

1. H1 : Perceived Ease of Use (PEOU) berpengaruh terhadap Perceived

Usefulness (PU).

Perceived ease of use (persepsi kemudahan dalam pemakaian) didefinisikan

sebagai tingkat dimana seseorang meyakini bahwa penggunaan sistem informasi

85
merupakan hal yang mudah dan tidak memerlukan usaha keras dari pemakainya.

Konsep ini mencakup kejelasan tujuan penggunaan sistem informasi dan

kemudahan penggunaan sistem untuk tujuan sesuai dengan keinginan pemakai

[7].

Sedangkan perceived usefulness (persepsi kegunaan) didefinisikan sebagai

sejauh mana seseorang meyakini bahwa penggunaan sistem informasi tertentu

dalam pekerjaannya akan meningkatkan kinerjanya. Konsep ini menggambarkan

manfaat sistem bagi pemakainya yang berkaitan dengan productivity

(produktivitas), Job performance atau effectiveness (kinerja tugas atau efektifitas),

immportance to job (pentingnya bagi tugas), dan overall usefulness

(kebermanfaatan secara keseluruhan) [7].

Berdasarkan teori, sesuai dengan TAM, perceived usefullness juga

dipengaruhi oleh perceived ease of use karena semakin mudah suatu sistem

digunakan maka sistem tersebut dirasakan semakin bermanfaat. Rasa mudah

menggunakan teknologi/sistem informasi akan menimbulkan perasaan dalam

dirinya bahwa sistem itu mempunyai kegunaan, dan karenanya menimbulkan rasa

nyaman bila bekerja dengan teknologi/sistem informasi [40].

Berdasarkan hasil penelitian ditinjau dari berbagai aspek antara lain profil

responden, hasil pengolahan data dan wawancara dengan objek penelitian,

terdapat pengaruh yang signifikan antara persepsi kemudahan dalam

menggunakan sistem terhadap persepsi kegunaan sistem itu sendiri dapat

dijelaskan.

86
Kemudahan – kemudahan yang didapat dalam penggunaan fitur e-learning

yaitu meng-upload dan men-download materi perkuliahan, serta dapat diakses

kapanpun dan dimanapun. Kedua fitur ini sangatlah membantu dalam terciptannya

kesuksesan pembelajaran jarak jauh melalui media internet, intranet [37].

Kemudahan-kemudahan lainnya adalah ditunjukannya petunjuk navigasi yang

jelas, petunjuk ini sangat membantu atau memudahkan penggunan untuk

mempelajari e-learning itu sendiri. Navigasi berfungsi untuk mengarahkan

penggunaan agar tidak tersesat dalam menggunakan sistem, sehingga penggunaan

sebuah sistem tepat dan sesuai sasaran.

Hasil ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yaitu Davis, Chau di

dalam Jogiyanto [38] yang menunjukan bahwa kemudahan penggunaaan

persepsian (Perceived Ease of Use) merupakan konstruk yang mempengaruhi

kegunaan persepsian (Perceived Usefulness), artinya semakin besar kepercayaan

atau kemudahan dalam menggunakan TI ini maka akan semakin besar pula minat

untuk menggunakan TI tersebut, sehingga berpengaruh langsung terhadap

kegunaan atau manfaat yang dirasakan penggunanya.

2. H2 : Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap Attitude Toward

(AT)

Artinya persepsi manfaat dari menggunakan e-learning akan meningkatkan

sikap positif untuk menggunakan e-learning tersebut. Manfaat yang dirasakan

oleh pengguna e-learning secara tidak langsung akan membawa peningkatan

kualitas pembelajaran, pengguna merasa dimudahkan dalam proses belajar

87
mengajar dengan adanya fitur upload dan download materi diklat. Pengajar tidak

perlu dipusingkan jika membutuhkan materi diklat yang hendak diajarkan.

Hal ini juga didukung oleh penelitian Davis [7], Iqbaria [36] dan Jogiyanto

[26] yang menunjukan bahwa konstruk kegunaan persepsian (Perceived

Usefullness) meerupakan konstruk yang mempengaruhi secara positif dan

signifikan terhadap konstruk sikap menggunakan teknologi (Attitude Toward

Using) artinya semakin besar manfaat yang dirasakan dalam menggunakan e-

learning maka akan semakin besar pula respon dan sikap positif untuk

menggunakan e-learning tersebut.

3. H3 : Perceived Ease of Use (PEOU) berpengaruh terhadap Attitude

Toward (AT)

Pengaruh positif menunjukan pengaruh yang bersifat searah, yaitu apabila

persepsi kemudahan meningkat maka sikap positif untuk terus menggunakan e-

learning juga akan meningkat. Hasil ini juga didukung oleh penelitian

sebelumnya didalam Jogiyanto [26] yang menunjukan bahwa kemudahan

menggunakan persepsian (Perceived Ease of Use) merupakan konstruk yang

mempengaruhi sikap menggunakan teknologi (Attitude Toward using) artinya

semakin besar kepercayaan atau kemudahan yang diberikan dalam penggunaan e-

learning maka semaikin besar pula respon dan sikap positif untuk menggunakan

e-learning tersebut.

88
4. H4 : Attitude Toward (AT) berpengaruh terhadap Behavioral Intention

of Use (BI).

Pengaruh positif menunjukan pengaruh searah, yaitu apabila sikap positif

untuk menggunakan teknologi meningkat maka minat untuk menggunakan e-

learning juga akan meningkat. Pengguna e-learning yang bersikap positif

menggunakaan e-learning akan mempengaruhi minatnya untuk terus

menggunakan e-learning. Ketika seseorang telah nyaman untuk menggunakan e-

learning maka akan timbul sikap dan minat untuk terus menggunakan e-learning

ini.

Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnnya dalam Jogiyanto [26] yang

menunjukan bahwa konstruk minat menggunakan teknologi (Attitude Toward

using) merupakan konstruk yang mempengatugi secara positif dan signifikan

terhadap kontruk minat menggunakan teknologi (Behavioral Intention) artinya

semakin positif sikap yang ditunjukan dalam penggunaan e-learning maka akan

semakin besar pula minat untuk menggunakan e-learning tersebut.

5. H5 : Behavioural Intention of Use (BI) berpengaruh terhadap Actual

Technology Use (ATU)

Pengaruh positif menunjukan pengaruh searah, yaitu apabila minat untuk

menggunakan teknologi meningkat maka penggunaan yang sesungguhnya untuk

menggunakan e-learning juga akan meningkat. Seseorang pengguna e-learning

akan berminat terus menggunakan e-learning dan mengaplikasikan e-learning

tersebut sesering mungkin sebagai media pembelajaran sehingga membantu

mempermudah proses belajar mengajar kapanpun.

89
Hasil ini didukung oleh penelitian sebelumnya Davis [7], Vankatesh dan

Davis [40] di dalam Jogiyanto [26] yang menunjukan bahwa semakin besarnya

minat diberikan untuk menggunakan sistem TI maka semakin besar pula sikap

untuk menggunakan TI tersebut dengan sungguh sungguh sesuai dengan fungsi TI

sebenarnya.

6. H6 : Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap Behavioural

Intention of Use (BI).

Pengaruh positif menunjukan pengaruh searah, yaitu apabila manfaat dari

menggunakan teknologi meningkat maka minat yang besar untuk terus

menggunakan e-learning juaga akan meningkat. Seseorang akan terus

menggunakan suatu teknologi bila manfaaat dari sebuah teknologi tersebut dapat

dirasakan manfaatnya.

Hal ini didukung oleh penelitian Davis [7], Iqbaria [36], dan Jogiyanto [26]

yang menunjukan bahwa konstruk kegunaan persepsian (Perceived Usefulness)

merupakan konstruk yang mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap

konstruk minat menggunakan teknologi (Behavioral Intention) artinya semakin

besar manfaat yang dirasakan dalam menggunakan TI maka akan semakin besar

pula minat untuk menggunakan TI tersebut.

7. H7 : Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap Actual

Technology Use (ATU)

Pengaruh positif menunjukan pengaruh searah, yaitu apabila manfaat dari

menggunakan teknologi meningkat maka penggunaan e-learning secara

sesungguhnya juga akan meningkat.

90
Hal ini didukung oleh penelitian Davis [7], Iqbaria [36], dan Jogiyanto [26]

yang menunjukan bahwa konstruk kegunaan persepsian (Perceived Usefulness)

merupakan konstruk yang mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap

konstruk penggunaan teknologi secara sesungguhnya (Actual Technology Use)

artinya semakin besar manfaat yang dirasakan dalam menggunakan TI maka akan

semaikin besar pula penggunaan TI tersebut secara sebenarnya.

Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan e-learning

cukup berhasil karena memberikan dampak yang positif terhadap pengguna

maupun organisasi. Hasil konfirmasi dengan beberapa pengguna e-learning

diketahui bahwa e-learning sangat bermanfaat namun terkadang di kantor

perwakilan sering terjadi gangguan jaringan dan terkadang kurang tersedianya

waktu untuk melakukan akses e-learning dikarenakan padatnya jadwal

pemeriksaan yang ada. Faktor seperti koneksi yang lambat serta interface yang

kurang menarik menjadi masukan dari para pengguna bagi penyedia jasa e-

learning.

Hasil konfirmasi dengan Kepala Sub Bagian Fasilitas Pembelajaran

Pusdiklat BPK RI menyatakan bahwa e-learning saat ini masih terus akan

disempurnakan. Saat ini e-learning pusdiklat hanya digunakan untuk diklat peran

auditor dan hanya untuk mengunduh modul yang akan diajarkan. Unsur interaksi

antara peserta diklat dengan pengajar secara langsung memang belum ada. Untuk

kedepan diharapkan adanya penyempurnaan interaksi langsung antara peserta dan

pengajar secara langsung serta tata cara pengelolaan yang lebih baik lagi.

91
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil analisis dan pembahasan mengenai evaluasi

penerapan sistim informasi E-learning di Pusdiklat BPK RI, secara umum

penerapan E-learning cukup berhasil karena memberikan dampak yang positif

terhadap pengguna maupun organisasi.

1. Perceived Ease of Use (PEOU) berpengaruh terhadap Perceived Usefulness

(PU). Hal ini berarti pengguna E-learning merasa mudah dalam

menggunakan E-learning dan meyakini akan kebermanfaatannya.

2. Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap Attitude Toward (AT). Hal

ini berarti bahwa dengan adanya kebermanfaatan dalam menggunakan e-

learning akan mendorong sikap untuk menggunakannya.

3. Perceived Ease of Use (PEOU) berpengaruh terhadap Attitude Toward

(AT). Hal ini berarti bahwa pengguna e-learning mudah digunakan dan

akan menimbulkan sikap untuk menggunakannya.

4. Attitude Toward (AT) berpengaruh terhadap Behavioural Intention of Use

(BI). Hal ini berarti bahwa ketika sikap pengguna e-learning telah nyaman

untuk menggunakan e-learning maka akan timbul sikap dan minat untuk

terus menggunakan e-learning ini.

5. Behavioural Intention of Use (BI) berpengaruh terhadap Actual Technology

Use (ATU). Hal ini menunjukan bahwa pengguna e-learning akan berminat

92
terus menggunakan e-learning dan mengaplikasikan e-learning tersebut

sesering mungkin sebagai media pembelajaran sehingga membantu

mempermudah proses belajar mengajar kapanpun.

6. Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap Behavioural Intention of

Use (BI). Hal ini menunjukan apabila manfaat dari penggunaan e-learning

meningkat maka minat yang besar untuk terus menggunakan e-learning

juaga akan meningkat. Pengguna sistim informasi akan terus menggunakan

suatu teknologi bila manfaaat dari sebuah teknologi tersebut dapat terus

dirasakan.

7. Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap Actual Technology Use

(ATU). Hal ini menunjukan bahwa apabila pengguna e-learning dapat

merasakan manfaat dari penggunaan e-learning tersebut maka penggunaan

e-learning secara sesungguhnya juga akan meningkat.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian tersebut maka terdapat

beberapa saran yaitu:

1. Dilihat dari sisi regulasi, perlu adanya aturan yang jelas untuk jenis-jenis

diklat apa saja yang dapat dilakukan dengan metode e-learning. E-learning

perlu untuk terus dilakukan sosialisasi dan pelatihan secara intensif, agar

pengguna semakin mudah dalam menggunakan dan memanfaatkan aplikasi

e-learning dengan memanfaatkan teknologi yang ada.

93
2. Dilihat dari sisi pelaksanaan, peningkatan akan kualitas e-learning dalam

hal kemudahan pengguna dalam menggunakan e-learning perlu terus

ditingkatkan, contohnya adalah peningkatan interface yang menarik dan

user friendly, penambahan bandwidth, serta kemudahan akses untuk

menggunakan e-learning tersebut dapat digunakan dimana saja dan kapan

saja melalui jaringan internet.

3. Dilihat dari sisi evaluasi, e-learning ini perlu dilakukan evaluasi terus

menerus, berkala dalam suatu periode tertentu. Untuk penelitian selanjutnya

dapat menambahkan variabel lain diluar persepsi seperti user interface atau

tampilan fitur.

4. Untuk penelitian yang akan datang sebaiknya dapat dikembangkan dengan

lingkup yang lebih luas dari seluruh perwakilan yang ada di Indonesia dan

tingkat pendidikan yang beragam.

5. Penelitian selanjutnya dapat pula dengan menggunakan metode lain

sehingga dapat diperoleh bahan evaluasi penerapan e-learning sehingga

pengembangan e-learning lebih baik.

94
DAFTAR PUSTAKA

[1] Situs resmi Internet World Stats pada http://www.internetworldstats.com


diakses tanggal 8 Juni 2012.
[2] Tinio, Victoria L., 2006, ICT in Education, United Nation Development
Programme.
[3] Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

[4] Situs resmi Komisi Pemilihan Umum pada http://www.kpu.go.id diakses


tanggal 12 Agustus 2012.
[5] Situs resmi media digital vivanews pada http://www.vivanews.co.id diakses
tanggal 12 Agustus 2012.
[6] Situs resmi media digital surabaya post pada http://www.surabayapost.co.id
diakses tanggal 12 Agustus 2012.
[7] Davis. F. D, 1989 Perceived Usefulness, Ease of User & User Acceptance of
IT, MIS Quarterly.
[8] Alam, Lukis, 2007, Studi Efektivitas Pembelajaran ICT menggunakan metode
E-learning di SMPN V Yogyakarta, Tesis. Universitas Gadjah Mada.
[9] Gunawan, Muh, 2009, Pengukuran Kepuasan Pengguna E-Learning di
Madinah International University Yogyakarta, Tesis, Universitas Gadjah
Mada.
[10] Alfiansah, Herjuno, 2010, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Penggunaan Teknologi Informasi oleh Auditor Eksternal dan Internal,
Tesis, Universitas Gadjah Mada
[11] Putra, Meinur, 2009, Analisis Penerimaan Pengguna Terhadap Aplikasi E-
procurement PT Pertamina dengan Menggunakan Metode Technology
Acceptance Model, Tesis, Universitas Gadjah Mada
[12] Hartley, Darin and Ellisabeth Rossen, 2001, Basic of e-learning, American
Society for Training and Development
[13] Wahyuni, Sri., 2008, Analisa Penerimaan Penerapan E-learning System
dengan Menggunakan Technology Acceptance Model (TAM) pada PT.
Bank Mandiri, Tbk Cabang yogyakarta Sudirman, Tesis, Universitas
Gadjah Mada.
[14]Stockley, Derek, 2003, E-learning Definition and Explanation,
www.derekstockey.com.au, diakses tanggal 7 Juni 2012
[15] Naidu, Som.,2006, E-learning – A Guidebook of Principes and Practices,
Commonwealth of Learning, New Delhi
[16] Hrastinski, Stefan, 2008, Asynchronous & Synchronous E-learning, Educase
Quarerly Number 4.

95
[17] Panitz, Ted, 2001, Ted's Cooperative Learning e-book, New Forums Press
Stillwater, Oklahoma.
[18]Situs resmi Pusat Pendidikan dan Pelatihan BPK RI pada
http://pusdiklat.bpk.gio.id diakses tanggal 8 Juni 2012.
[19] DeLone, W. H. McLean, E.R. 1992. Information Systems Success: The
Quest for the Dependent Variable. Information Systems Research,
Volume 3, Nomor 1. Institue Of Management Science.
[20] Goodhue, Dale and Thompson, R.L. (1995), "Task-technology fit and
individual performance",MIS quarterly, Vol. 19, No. 2.
[21] Venkatesh, 2003, User Acceptance of Information Technology: Toward a
Unified View, MIS Quarterly, Management Information System.
[22] Doll, W. J., dan G. Torkzadeh. 1995. The Measurenment of End-User
Computing Satisfaction, MIS Quarterly Volume 12.
[23] Yusof M.M, R.J. Paul dan L. K. Stergioulas,2006, Towards a Framework
for Health Information System Evalutio,. Proceedings of the 39th Hawaii
international Conferences on System Sciences.
[24] Rosenberg, M.J, 2006, Beyond e-Learning, John Wiley & Sons, Inc, San
Fransisco, CA.
[25] Prayudi, Y. 2009, Kajian Awal:E-learning Readiness Index (ELRI) sebagai
model bagi Evaluasi E-learning pada sebuah Institusi, Seminar Nasional
Aplikasi Teknologi Informasi 2009.
[26] Jogiyanto, H. M, 2008, Sistem informasi keperilakuan, Penerbit Andi
Yogyakarta.
[27] Jogiyanto, H. M, 2007. Model Kesuksesan Sistem Teknologi Informasi.
Penerbit Andi, Yogyakarta.
[28] Rahadi, Dedi Rianto, 2007, Peranan Teknologi Informasi Dalam
peningkatan pelayanan di Sektor Publik. Seminar nasional Teknologi,
Yogyakarta.
[29] Mathieson, K., 1991. Predicting user Intentions: Comparing The Technology
Acceptance Model with yhe Therory of Planned Behaviour, Information
Research.
[30] Maruyama, M. Geoffrey, 1998, Basic of Structural Equation Modeling,
SAGE Publications, Inc, 1st Edition.
[31] Ghozali, Imam, 2011, SEM Metode Alternatif dengan PLS, Badan Penerbit
Undip, Semarang.
[32] Chin, W.W, 1998. The Partial Least Squares Approach for Structural
Equation Modelling in G.A. Marcoulides (Ed.), Modern Methods for
Business Research (pp. 295-236), London, Lawrence Erlbaum
Associates.

96
[33] Santoso, 2008, Analisis SEM menggunakan AMOS, Elex Media Komputindo,
Jakarta.
[34] Agarwal, R. dan Karahanna, E., 2000, Time Flies When You’re Having Fun
Cognitive Absorption and Beliefs about Information Technology Usage,
MIS Quarterly 24.
[35] Falk, R.F dan Miller N.B., 1992, A Primer for Soft Modelling, Akron,
University of Akron Press.
[36] Iqbaria, M.N., Zinaelli, P.C. and Cavaye, L.M. (1997). Personal Computing
Acceptance Factors in Small Firms: A Structural Equation Model. MIS
Quarterly, 21.
[37] Purbo, O.W ,2002, E-learning berbasis PHP dan My SQL, Penerbit Elex
Media Komputindo, Jakarta.
[38] Jogiyanto, H.M. 2011. Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling
Berbasis Varian Dalam Penelitian Bisnis. Penerbit STIM YKPN.
Yogyakarta.
[39] Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D,
Penerbit. Alfabeta, Bandung.
[40] Venkatesh, V & F.D Davis, 1996, A model of the Antecendents of perceived
ease of use development test, Decision Science.

97
LAMPIRAN
KUISIONER PENELITIAN

Evaluasi Penerimaan Sistem Informasi E-Learning Dengan Metode Technology


Acceptance Model (TAM) di Pusdiklat BPK RI

Kepada Yth. Bapak/Ibu/rekan-rekan di BPK RI

Kuisioner ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi


penerimaan pengguna terhadap sistem informasi E-Learning di BPK RI. Saya sangat
mengharapkan bantuan dan kesediaan Bapak/Ibu/rekan-rekan untuk berpartisipasi
dalam survey ini. Survey ini tidak ada hubungan nya dengan status dan kedudukan
Bapak/Ibu/rekan-rekan. Segala informasi yang Bapak/Ibu/Sdr/Rekan-rekan
sampaikan semata-mata hanya akan dipergunakan untuk kepentingan penelitian
sehingga kerahasiaan data pribadi dijamin. Tidak ada jawaban yang benar atau salah
dalam survey ini. Hal yang terpenting adalah memilih jawaban yang paling sesuai
dengan pendapat anda.

Atas kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/Rekan-rekan berpartisipasi dalam kuisioner ini, kami


ucapkan terimakasih.

Hormat Saya,

Astomo Fitra Wibowo

A. Identitas Responden
Nama : ............................................................
Lokasi Penempatan Kerja : a. Kantor Pusat BPK RI
b. Kantor Perwakilan BPK RI
B. Karakteristik Responden(Berikan tanda silang atau bulat pada pilihan anda)
1. Jenis Kelamin:
a. Perempuan
b. Laki-laki
2. Usia anda saat ini:
a. <25 tahun
b. 25-35 tahun
c. 36-45 tahun
d. >45 tahun

L- 1
3. Pendidikan terakhir:
a. SLTA/Sederajat
b. D3
c. S1
d. S2
e. S3
4. Masa kerja di BPK RI:
a. < 1 tahun
b. 1-5 tahun
c. 6-10 tahun
d. >10 tahun
5. Jabatan tearkhir, sebagai:
a. Auditor
b. Penunjang/Pendukung
Keterangan: isilah kotak kosong disetiap pertanyaan pada tabel C dibawah ini dengan
tanda cek (v) atau silang (x) pada salah satu jawaban yang anda pilih.
ST: Sangat Tidak Setuju TS: Tidak Setuju N: Netral S: Setuju SS: Sangat Setuju

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan E-Learning:


1. Perceived ease of use
Perceived ease of use (kemudahan dalam menggunakan E-Learning)

Pertanyaan ST TS N S SS
1.1 Saya merasa e-learning mudah untuk
dipelajari
1.2 Saya merasa e-learning mudah untuk
digunakan
1.3 Saya merasa sangat mudah untuk
mendapatkan materi pendidikan dan
pelatihan dari e-learning
1.4 E-learning menyediakan petunjuk
pelaksanaan (SOP) sehingga
memudahkan penggunaannya
1.5 Secara keseluruhan, E-learning mudah
untuk digunakan

L- 2
2. Perceived usefulness
Perceived usefulness (kebermanfaatan dalam menggunakan E-learning)

Pertanyaan ST TS N S SS
2.1 Menggunakan e-learning dapat
meningkatkan kinerja saya
2.2 Menggunakan e-learning dapat
memudahkan saya dalam mengerjakan
dan penyelesaikan aktivitas pendidikan
dan pelatihan saya
2.3 Menggunakan e-learning dapat
meningkatkan efektivitas pendidikan dan
pelatihan saya
2.4 Menggunakan E-Learning menghemat
waktu saya
2.5 Secara keseluruhan, E-learning
bermanfaat untuk pekerjaan saya
3. Attitude Towards
Attitude Towards (Sikap untuk menggunakan e-learning)

Pertanyaan ST TS N S SS
3.1 Saya merasa nyaman belajar secara
online dan berpartisipasi dalam proses
pembelajaran
3.2 Saya senang berinteraksi dengan
menggunakan e-learning
3.3 Saya menikmati pembelajaran
e-learning
3.4 Saya merasa terjamin keamanan account
saya di e-learning
3.5 Saya senang dengan tampilan interface
e-learning

4. Behavioral Intention to use internet

Behavioral Intention to use internet


Pertanyaan ST TS N S SS
4.1 Saya berniat menggunakan e-learning
dalam aktivitas pendidikan dan
pelatihan saya
4.2 Saya berniat menggunakan e-learning

L- 3
sesering mungkin dalam proses
pendidikan dan pelatihan saya
4.3 Saya berniat mengikuti diskusi secara
online melaluiu komunitas e-learning
4.4 Saya menyarankan teman saya
menggunakan e-learning

5. Actual use Internet


Actual use Internet
Pertanyaan ST TS N S SS
5.1 Saya hanya menggunakan e-learning
selama memerlukan
5.2 Saya mengakses e-learning hampir
setiap minggu
5.3 E-learning menyediakan informasi yang
saya butuhkan
5.4 Pelatihan terkait e-learning tersedia
untuk saya.
5.5 Saya merasa puas dengan kinerja
e-learning

D. Masukan dan Saran kepada Pengelola E-Learning (optional):


.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
.................................................................................................................................

Terima kasih atas segala masukan, saran, dan partisipasi Bapak/Ibu/Sdr/Rekan-


rekan dalam penelitian. Semoga dengan penelitian ini akan membantu
pengembangan E-learning lebih baik lagi.

L- 4

Anda mungkin juga menyukai