Anda di halaman 1dari 2

Tugas Reading Report — DHIP 1945

Nama : Tarisha Arinindya Laksono


NPM : 2206078230
Kelas : DHIP B
Bahan Bacaan : Young, J. W. & Kent, J. (2013). US Predominance and The Search for a
Post-Cold War Order, Stability and Instability in the Less Developed World. Dalam International
Relations since 1945 (470-503, 509-528). Oxford: Oxford University Press.

Konstelasi Politik dan Ekonomi Dunia Pasca Perang Dingin


Disintegrasi persemakmuran Soviet membuat Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara
adidaya yang tersisa sekaligus pemenang Perang Dingin. Selama masa jabatannya, Bill Clinton
dan George Bush memusatkan fokus mereka untuk menjaga stabilitas dunia, termasuk di wilayah
negara berkembang. Dalam bukunya yang berjudul International Relations Since 1945 bagian
ke-21 dan 22, Young dan Kent membahas gejolak kehidupan internasional dalam berbagai aspek
pasca keruntuhan Uni Soviet. Laporan ini berisi: 1) langkah Amerika Serikat sebagai pemegang
kuasa tunggal, 2) dinamika politik dan ekonomi di negara berkembang, serta 3) kesimpulan.
George Bush dan Bill Clinton sama-sama menginginkan dunia yang berlandaskan
demokrasi, mengedepankan perdagangan bebas, serta liberalisasi untuk menjaga stabilitas.
Kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk meraih tujuan tersebut bertolak belakang dengan prinsip
negara-negara kediktatoran dan Islam fundamentalis, sehingga memicu ketegangan di antara
Amerika Serikat dengan negara-negara tersebut–yang, oleh Anthony Lake, disebut sebagai rogue
states, atau negara-negara liar yang dianggap mengancam keamanan internasional. Namun,
terjadinya kemerosotan ekonomi internal serta maraknya perdagangan narkotika atau ‘War on
Drugs’ di beberapa negara menjadi fokus utama Bush setelah Soviet runtuh.
Posisi Amerika Serikat sebagai negara adikuasa tunggal menjadikannya tak segan untuk
menghadang negara-negara liar bila tak sejalan dengan kebijakan Barat dan mengancam tatanan
kehidupan baru. Dalam konteks ini, yang dimaksud ‘liar’ adalah negara-negara berhaluan Islam
radikal yang berpotensi menjadi teroris dan melawan ideologi Barat. Contoh langkah konkret
yang diambil Amerika Serikat untuk menghalau pengaruh negara-negara tersebut adalah dengan
mencampuri urusan Kuwait dalam perang Irak-Kuwait serta melakukan intervensi kemanusiaan
di Somalia dan Haiti. Kendati demikian, ada pula kebijakan yang membawa dampak baik bagi
Amerika Serikat dan Rusia, yaitu proses denuklirisasi di beberapa negara dan perjanjian START.
Pada bagian dunia yang lain, Afrika dan Timur Tengah juga dihadapkan dengan situasi
yang kompleks. Penolakan Amerika Serikat terhadap Politik Apartheid berhasil menjatuhkan
rezim di Afrika Selatan dan Rhodesia. Di Afrika Selatan, Nelson Mandela, seorang aktivis dari
ANC yang giat menolak Politik Apartheid, diangkat menjadi presiden secara demokratis melalui
pemilihan umum. Tak sampai di situ, dinamika politik internasional yang baru juga turut
melahirkan negara-negara baru di wilayah Afrika, yaitu Namibia dan Angola. Namun, efeknya
tak selalu baik: Zaire, Rwanda, dan Burundi mengalami permasalahan internal yang berujung
pada genosida. Petaka tak dapat dihindari karena Amerika Serikat dan PBB sama-sama acuh. Di
Timur Tengah, upaya perdamaian Israel dan Palestina dalam Perjanjian Oslo berakhir buruk dan
gagal. Perjanjian itu menyebabkan terbunuhnya Yitzhak Rabin dan terjadinya ‘Intifada Kedua’.
Sementara itu, negara-negara di Asia mulai bangkit dari keterpurukan dengan membuka
diri terhadap investasi dan saham dari Amerika Serikat, termasuk berpartisipasi dalam APEC,
sehingga kondisi finansial domestik mengalami perbaikan yang signifikan. Bahkan, beberapa
negara Asia Timur seperti Korea Selatan, Tiongkok, Jepang, ditambah dengan Singapura dijuluki
sebagai Macan Asia akibat hebatnya pertumbuhan ekonomi yang dialami. Di Asia Tenggara,
terbentuk aliansi yang dikhususkan untuk mengembangkan perekonomian di kawasan Asia
Tenggara bernama ASEAN. Adanya aliansi ini sukses membuka lebar peluang perdagangan
internasional dan memperbaiki situasi ekonomi masing-masing negara. Meskipun demikian,
negara-negara ASEAN sempat terserang depresi ekonomi pada tahun 1997-an dan mulai kembali
stabil pada 2006. Hambatan ini tak hanya berdampak bagi dompet negara, namun juga dinamika
politik domestik di beberapa negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia dan Thailand.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis berkesimpulan bahwa disintegrasi Soviet dan
naiknya Amerika Serikat ke tahta kekuasaan tunggal membawa dampak yang sangat signifikan
di seluruh dunia. Negara-negara Barat, meskipun berada dalam euforia kemenangan, tak lepas
dari permasalahan internal yang cukup mengkhawatirkan. Selain itu, muncul pula berbagai
kompleksitas di Afrika dan Timur Tengah, serta gejolak ekonomi dan politik di Asia. Semua
kejadian itu, penulis melihat, dipengaruhi oleh hilangnya ketegangan yang disebabkan oleh
perebutan hegemoni dunia atau, dengan kata lain, akhir dari Perang Dingin.

Anda mungkin juga menyukai