Anda di halaman 1dari 2

MENGHALAU SEGALA DISKRIMINASI ATAS WANITA

Allah menciptakan segala sesuatu di dunia ini berpasang-pasangan. Ada siang ada malam, ada sedih ada
bahagia, ada hidup ada mati dan ada pria ada wanita. Semuanya tercipta untuk saling melengkapi dan
menyempurnakan jalannya kehidupan. Bayangkan jika dalam kehidupan hanya ada siang saja, maka tak
ada saat bagi kita untuk merebahkan diri menikmati indahnya alam mimpi. Begitupun jika dalam
kehidupan hanya ada wanita atau pria saja, niscaya roda generasi kehidupan tak kan lestari.

Berbicara tentang roda kehidupan, manusia dapat melestarikan generasi kehidupan dengan hubungan
simbiosis antara pria dan wanita yang harus terjalin. Baik hubungan itu merupakan hubangan yang legal
dalam perspektif agama maupun tidak. Akan tetapi, Islam sangat mewanti-wanti hubungan yang vital ini.
Karena salah satu dari Maqâsidusy-Syarîat (tujuan syariat) Islam adalah Hifzun-Nasl (menjaga jalur
keturunan). Jadi mau tidak mau, hubungan yang dilegalkan syariat terkait pelestarian keturunan adalah
mahligai pernikahan.

Secara kodrati, dalam hubungan ini wanita lah yang menjadi pihak terpimpin, identik dengan kelemahan,
namun lebih dominan dalam hal kasih dan sayang. Sedangkan pria berperan sebagai tameng bagi sang
istri dari bahaya, sandaran saat nestapa dan pelipur lara dalam gundah gulana.

Namun apa jadinya jika dalam mahligai rumah tangga pihak suami berlaku semena-mena? Apakah Islam
tinggal diam? Lantas, apa bentuk pembelaan Islam terhadap kesenjangan hubungan yang seperti itu? Di
sini, K.H. Cholil Nafis, Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, memberikan sedikit pandangan
mengenai kejadian ini. Mari kita perhatikan beberapa ulasan beliau terkait KDRT (Kekerasan Dalam
Rumah Tangga)!

Seberapa muliakah kedudukan kaum Hawa di dalam pandangan syariat Islam?

Dalam Islam, perempuan itu sangat dihormati. Tak seperti zaman jahiliyah dulu yang menganggap
perempuan tak ubahnya aib. Sekarang perempuan dihormati. Hal ini tercermin dari ayat ‘Wabil wâlidaini
ihsânâ’. Selain itu, dalam hadis ‘Ummuka ummuka ummuka’ saat Nabi ditanya tentang siapa yang harus
dihormati terlebih dahulu. Ketiga, perempuan kalau menikah membutuhkan wali untuk melindunginya
dari tipu daya laki-laki.

Dalam konteks rumah tangga, istri bukanlah subordinat (pribadi yang dibatasi), bukan pembantu, tetapi
mitra suami dalam keluarga. Bukti mereka dimuliakan adalah mendapatkan hak waris. Kalau waris
dianggap diskriminasi karena mereka mendapatkan separuh, maka perlu diingat bahwa bagian laki-laki
juga diberikan kepada perempuan dalam bentuk mahar. Artinya, secara keseluruhan, perempuan bisa
mendapatkan lebih banyak daripada laki-laki.

Sejak pandemi mendera, kasus KDRT semakin meningkat. Apakah faktor yang melatarbelakangi
hal ini?

Pertama, mayoritas kasus kekerasan dalam rumah tangga dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi. Saat ada
masalah dan kekisruhan ekonomi, kadang-kadang laki-laki yang merasa lebih kuat mudah tersinggung.
Setelah itu mereka mudah sekali melampiaskan perasaannya kepada perempuan dalam bentuk siksaan.
Nah, di sinilah perlunya penguatan ekonomi dalam keluarga.
Kedua, laki-laki merasa lebih dominan daripada perempuan, meskipun tidak sedikit juga perempuan
melakukan kekerasan pada laki-laki.

Apakah solusi yang tepat dalam menghadapi hal tersebut?

Solusinya tergantung faktor awal. Jika terjadi dalam sektor ekonomi, maka perlu adanya pemberdayaan
ekonomi dari program-program pemerintah. Namun sebenarnya ada penguatan sektor ekonomi yang
sederhana, yaitu gerakan bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Perlu diingat bahwa kehidupan pasangan suami-istri dibangun atas perasaan cinta dan kasih. Jika ada
masalah ekonomi, maka selesaikanlah secara kekeluargaan karena hal itulah yang akan mendatangkan
rezeki, bukan dengan pertengkaran. Jika dalam keluarga ada pemasalahan, maka bicarakanlah dengan
baik. Jika dengan cara tersebut masih tak memiliki efek yang berdampak, maka mintalah bantuan kepada
pihak ketiga yang memiliki pengaruh kepada orang yang melakukan kekerasan untuk menjadi penetral
suasana hati diantara keduanya. Jika masih tak ada hasil, maka tempuhlah jalur hukum atau perceraian,
karena sebenarnya semua kasus KDRT bisa langsung diatasi lewat jalur hukum.

Selain KDRT ada pula kejahatan seksual yang sering memakan korban perempuan. Nah,
bagaimana cara mengatasinya menurut kacamata syariat?

Sebenarnya dalam Islam tidak ada kesepakatan tentang kejahatan seksual. Siasat yang paling jitu
sebenarnya mencegah ikhtilath. Dalam artian, jangan sampai ada perkumpulan antara laki-laki dan
perempuan yang bukan mahram. Harus ada satir yang membentang di antara keduanya ketika ada acara.

Anda mungkin juga menyukai