Anda di halaman 1dari 43

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMENANG LELANG HAK

ATAS TANAH TERHADAP GUGATAN DARI PIHAK LAIN


BERDASARKAN UNDANG–UNDANG
NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG
HAK TANGGUNGAN
(Studi Kasus Putusan Nomor 11/Pdt.G/1996/PN.PP)

PROPOSAL
Penulisan Skripsi

Oleh :
SUVIANTO
NIM : 10.19.3942

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
BANYUWANGI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMENANG LELANG HAK ATAS


TANAH TERHADAP GUGATAN DARI PIHAK LAIN
BERDASARKAN UNDANG–UNDANG
NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG
HAK TANGGUNGAN
(Studi Kasus Putusan Nomor 11/Pdt.G/1996/PN.PP)

Diajukan oleh:

SUVIANTO
NIM: 10.19.3942

Menyetujui,
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

WISNU ARDYTIA, S.H., M.Kn DEMAS BRIAN W, S.H., M.H.


NIDN. 0707078106 NIDN. 0703128804

Mengesahkan
Dekan Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi

RUDI MULYANTO, S.H., M.Kn.


NIDN. 0715116801

KATA PENGANTAR

ii
Puji syukur kehadirat Allah SWT, bahwa atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal yang berjudul
“Perlindungan Hukum Bagi Pemenang Lelang Hak Atas Tanah Terhadap
Gugatan Dari Pihak Lain Berdasarkan Undang–Undang No. 4 Tahun 1996
Tentang Hak Tanggungan” (Studi Kasus Putusan Nomor
11/Pdt.G/1996/PN.PP).

Penulisan proposal ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi. Penulis menyadari
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai
penyusunan proposal ini tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan proposal ini
dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan
motivasi pada penyelesaian penyusunan proposal ini:
1. Bapak Wisnu Ardytia, S.H., M.Kn., selaku Dosen Pembimbing Utama
yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu, pikiran dan
perhatiannya untuk membimbing penulisan proposal ini.
2. Bapak Demas Brian W, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Anggota
telah banyak memberi bimbingan dan arahan pada penulisan proposal serta
membantu dalam penyusunan pemberkasan dan motivasi untuk pengajuan
skripsi ini.
3. Ibu Etis Cahyaning Putri, S.H., M.H., selaku Dosen Wali yang telah
memberikan semangat dan arahan dalam kegiatan perkuliahan dalam
kegiatan perkuliahan selama ini.
4. Bapak Rudi Mulyanto, S.H., MKn., selaku Dekan Fakultas yang telah
menyediakan waktu dalam memberikan arahan, bimbingan dan petunjuk
hingga selesainya penulisan proposal ini.

iii
5. Bapak dan Ibu Dosen serta segenap staf Fakultas Hukum dan Universitas
17 Agustus 1945 Banyuwangi yang telah memberikan jasanya dalam
penulisan proposal ini.
6. Pihak-pihak yang membantu dan mengijinkan saya untuk melakukan
penelitian untuk memperoleh data yang saya perlukan.
7. Orang tua, saudara-saudara saya, semua keluarga dan kerabat atas do’a
serta dukungan yang telah diberikan.
8. Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum angkatan 2019 tanpa
terkecuali yang selalu memberi semangat kebersamaan dalam menuntut
ilmu, semoga kita selalu dalam lindungan-Nya.

Dalam penyusunan proposal ini, penulis menyadari masih banyak


kekurangan dan ketidaksempurnaan karena keterbatasan kemampuan serta
pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis menerima segala bentuk kritik dan
saran agar penulis dapat menjadi penulis yang lebih baik lagi.

Penulis ucapkan terima kasih sekaligus permintaan maaf kepada berbagai


pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini, mudah-mudahan
proposal ini dapat menambah bahan referensi serta bermanfaat dalam menambah
pengetahuan di bidang pendaftaran tanah. Semoga seluruh kebaikan dan arahan
yang telah diberikan dibalas oleh Allah SWT.

Banyuwangi, 06 November 2022


Penulis,

SUVIANTO
NIM: 10.19.3942

iv
DAFTAR ISI

1. HALAMAN JUDUL...................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................v
2. PENDAHULUAN.......................................................................................1
2.1 Latar Belakang.......................................................................................1
2.2 Rumusan Masalah..................................................................................7
2.3 Tujuan Penelitian...................................................................................7
2.4 Manfaat Penelitian.................................................................................7
2.5 Penelitian Terdahulu..............................................................................8
3. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................10
3.1 Kajian Teori...........................................................................................10
3.1.1 Hak Atas Tanah..............................................................................10
3.1.2 Kredit..............................................................................................13
3.1.3 Hak Tanggungan............................................................................15
3.1.4 Perlindungan Hukum......................................................................20
3.2 Kerangka Konseptual.............................................................................22
3.2.1 Eksekusi Lelang Hak Atas Tanah..................................................22
3.2.2 Gugatan..........................................................................................27
4. METODE PENELITIAN..........................................................................32
4.1 Jenis Penelitian.......................................................................................32
4.2 Metode Pendekatan................................................................................32
4.3 Sumber Bahan Hukum...........................................................................32
4.4 Metode Pengumpulan Bahan Hukum....................................................33
4.5 Analisis Bahan Hukum..........................................................................34
5. DAFTAR PUSTAKA..................................................................................35

v
2. PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Lembaga keuangan bank merupakan lembaga yang bersifat sebagai
perantara bagi mereka yang membutuhkan uang dengan mereka yang memiliki
uang berlebih. Lembaga keuangan bank tidak terlepas dari kehidupan ekonomi
suatu negara dan berperan penting dalam memajukan perekonomian serta
pemerataan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Ketentuan-ketentuan mengenai lembaga keuangan bank diatur dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 j.o. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut dengan UU Perbankan) dan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1999 j.o. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Fungsi
bank dapat ditemui dalam pasal 1 angka 2 UU Perbankan, yang menyatakan
bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat diketahui fungsi utama bank
yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Salah satu bentuk penyaluran dana oleh bank kepada masyarakat yaitu
dengan melakukan kegiatan pemberian kredit. Pengertian kredit termuat dalam
Pasal 1 angka 11 UU Perbankan yang menyatakan: Kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian jumlah bunga.
Pada praktik perbankan, untuk memberi pengamanan yang lebih terhadap
dana yang disalurkan oleh kreditur kepada debitur, dibutuhkan jaminan khusus
yang sering digunakan yaitu jaminan kebendaan berupa tanah. Penggunaan tanah
sebagai jaminan kredit didasarkan pada pertimbangan bahwa tanah mempunyai
nilai ekonomis yang relatif tinggi. Jaminan kebendaan yang dibebankan terhadap
tanah tersebut disebut dengan hak tanggungan atas tanah.

1
2

Barang yang dijadikan jaminan disebut tanggungan. Sedangkan jaminan


itu sendiri juga mengandung arti tanggungan atas kredit yang didapat. Suatu
alternatif penyelesaian.1 Hak tanggungan didefinisikan oleh Prof. Budi Harsono
sebagai:

“Penguasaan hak atas tanah memberikan kewenangan kepada kreditur


untuk mengambil tindakan mengenai tanah yang dijadikan jaminan. Tetapi
bukan untuk dikuasai atau dipergunakan secara fisik, melainkan untuk
dijual jika debitur wanprestasi dan menggunakan uangnya untuk melunasi
utang debitur. Pemegang hak tanggungan pertama berhak menjual barang
yang digadaikan dalam pelelangan umum dan menagih pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan dalam hal debitur wanprestasi.”

Adanya wanprestasi debitur atas perjanjian kredit yang digadaikan


menjadi dasar klausul ini, yang disebut dengan eksekusi hak tanggungan. Dalam
Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (yang selanjutnya disingkat
KUH Perdata), mendefinisikan ingkar janji (wanprestasi) sebagai berikut:

Apabila debitur tetap saja lalai untuk memenuhi kesepakatan tersebut


meskipun dinyatakan lalai, atau jika sesuatu harus dilakukan, penggantian
biaya, kerugian, dan diperlukan bunga akibat tidak dipenuhinya suatu
perjanjian diberikan atau dilakukan tidak dapat diselesaikan dalam waktu
yang lebih pendek dari waktu yang telah ditentukan.2

Oleh karena itu, unsur-unsur wanprestasi ialah:

a. Para pihak telah mencapai kesepakatan.


b. Adanya pihak yang tidak melaksanakan syarat-syarat perjanjian yang telah
disepakati atau melanggarnya.
c. Meskipun ditemukan lalai, namun tetap menolak untuk melaksanakan syarat-
syarat perjanjian.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa wanprestasi adalah
keadaan dimana kreditur atau debitur lalai dalam melaksanakan perjanjian yang
telah diperjanjikan.
1
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2016), h. 98.
2
Rachmadi Usman, Hukum Lelang (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2015), h. 20.
3

Dalam hal terjadinya wanprestasi debitur, kreditur pemegang hak


tanggungan berhak untuk menjual objek hak tanggungan tersebut dalam
pelelangan sebagai pelunasan utang dari debitur. Istilah lelang berasal dari bahasa
Belanda yaitu openbare verkooping, openbare veiling, atau openbare
verkopingen, yang berarti “lelang” atau “penjualan dimuka umum”. Berikut
pengertian “lelang umum” menurut kamus hukum:

Lelang umum adalah penjualan barang secara umum yang dilaksanakan


pada tempat dan waktu yang telah ditentukan yang harus didahului dengan
melalui penawaran terbuka, penawaran lisan dengan kenaikan atau
penurunan harga, atau penawaran tertulis dalam amplop.

Dari pengertian diatas, diketahui bahwa istilah lelang secara singkatnya


adalah penjualan barang-barang secara umum dihadapan juru lelang. Maka dari
itu lelang yang sudah sesuai dengan aturan yang ada, dapat dikatakan sah secara
hukum. Menurut Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), lelang
eksekusi meliputi pelelangan barang yang dijadikan objek hak tanggungan karena
wanprestasi debitur: “Lelang hak atas tanah atau debitur atau pemilik barang
jaminan yang dijadikan jaminan dan terikat hak tanggungan karena debitur
melakukan wanprestasi”.3 Metode lelang eksekusi berdasarkan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
yang berkaitan dengan Tanah, dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia ialah melalui parate eksekusi.4

Pada saat diadakannya lelang barang jaminan, pemilik asli/debitur atau


pihak lain merasa tidak puas atau haknya dilanggar oleh keputusan dan tindakan
kreditur. Dalam prakteknya, kreditur menjual objek lelang sebagai pemegang

3
Yudha Cahya Kumala, Lelang Indonesia (serba serbi lelang dan pelaksanaanya di Indonesia)
(Yogyakarta: Budi Utomo, 2020), h. 14.
4
Michael Willy et.al, Penyelesaian Sengketa Kredit Macet Melalui Pelaksanaan Pelelangan Aset
Debitur Oleh Bank Artha Graha Internasional Tbk Medan, Dalam DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 5. No. 2. (2020). hal. 218-219.
4

objek/objek jaminan atas lelang barang jaminan yang diberikan kepada kreditur,
yang menyebabkan para pihak lain memutuskan untuk mengambil tindakan
hukum dan menggugat pihak yang melakukan lelang. atas agunan yang diberikan
kepada kreditur.

Pemenang lelang yang dalam hal ini menjadi pembeli barang jaminan hasil
lelang juga menghadapi gugatan dari debitur atau pihak lain karena merasa tidak
senang dan merasa keputusan kreditur untuk mengadakan lelang melanggar
haknya.

Perbuatan tersebut tidak hanya perbuatan yang langsung melanggar


hukum, melainkan juga perbuatan yang secara langsung melanggar peraturan lain
daripada hukum yaitu peraturan dalam konteks kesusilaan, keagamaan dan sopan
santun. Suatu perbuatan dapat dikatakan melawan hukum jika:5

a. Melanggar hak orang lain.


b. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat.
c. Bertentangan dengan kesusilaan yang baik, bertentangan dengan kepatutan
yang terdapat dalam masyarakat terhadap diri maupun barang orang lain.

Kasus tersebut sering banyak terjadi dan lebih detail kasusnya ialah pada
tanggal 20 November 1987, H. Syamsuddin Dt. Marajo bersama Abdul Muis
membuka kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Padang Panjang
sebesar Rp 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta Rupiah) dengan Akta
Kredit Nomor 120. Bahwa atas pembukaan kredit tersebut, H. Syamsuddin Dt.
Marajo bersama Abdul Muis telah memberikan jaminan berupa tanah kosong dan
tanah berikut bangunan yang ada di atasnya, kemudian setelah berjalan kredit
tersebut beberapa tahun, ternyata Abdul Muis tidak dapat melunasi hutangnya
pada PT. Bank Rakyat Indonesia, sedangkan H. Syamsuddin Dt. Marajo sudah
melunasi hutang pada PT. Bank Rakyat Indonesia. Berhubung oleh karena Abdul
Muis tidak dapat melunasi hutangnya, maka PT. Bank Rakyat Indonesia meminta

5
Purnama Tioria Sianturi, op.cit, h, 160.
5

bantuan pada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (selanjutnya disingkat
KPPLN) untuk melakukan lelang paksa atas seluruh jaminan kredit. Bahwa
kemudian pihak KPPLN telah melaksanakan lelang paksa terhadap jaminan
debitur, yaitu berupa :

1. Sebidang tanah Hak Milik Nomor 158 seluas kurang lebih 43 M² berikut
bangunan toko yang ada di atasnya atas nama H. Syamsuddin Dt. Marajo.
2. Sebidang tanah Hak Milik Nomor 157 seluas kurang lebih 31 M² berikut
bangunan toko yang ada di atasnya atas nama H. Syamsuddin Dt. Marajo.

Berdasarkan Risalah Lelang, dimana atas lelang tersebut dimenangkan oleh


Rusyida, dinyatakan sebagai pemenang pembeli lelang.

Bahwa oleh karena PT. Bank Rakyat Indonesia dan KPPLN telah
melaksanakan lelang paksa atas seluruh jaminan, H. Syamsuddin Dt. Marajo
merasa keberatan terhadap tindakan yang dilakukan PT. Bank Rakyat Indonesia,
dengan alasan bahwa antara H. Syamsuddin Dt. Marajo dan Abdul Muis sudah
ada tanggung jawab masing-masing tentang pelunasan hutang, namun dengan
keberatan H. Syamsuddin Dt. Marajo tersebut tidak ditanggapi oleh PT. Bank
Rakyat Indonesia.

Maka dari itu si debitur/pihak lain mengambil langkah untuk mengajukan


gugatan ke pengadilan negeri yang merasa haknya dirugikan, merupakan suatu
cara untuk mempertahankan haknya.

Dalam hal ini kreditur/bank selaku pihak yang secara langsung memang
memiliki hubungan hukum dengan debitur/pihak lain melalui perjanjian yang
telah mereka lakukan tentu saja sudah siap dengan segala sikap debitur tersebut,
namun bagaimana dengan si pemenang lelang, yang dalam ini pemenang lelang
hanyalah perorangan/badan hukum yang secara sah dan legal melakukan jual beli
dengan cara yang ditetapkan dan dijalankan berdasarkan undang-undang.
6

Tentunya hal ini perlu pengkajian lagi agar para pemenang lelang tidak menjadi
pelampiasan ketidakpuasan pihak manapun atas pelelangan barang jaminan yang
diberikannya kepada pihak kreditur/bank.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini diberi judul
“Perlindungan Hukum Bagi Pemenang Lelang Hak Atas Tanah Terhadap
Gugatan Dari Pihak Lain Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun
1996 Tentang Hak Tanggungan (Studi Kasus Putusan Nomor
11/Pdt.G/1996/PN.PP)”.

2.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik beberapa permasalahan yang akan
menjadi pembahasan dari penelitian ini nantinya, adapun permasalahannya yaitu:
7

a. Bagaimana hubungan hukum antara pemenang lelang dengan status hak atas
tanah yang menjadi objek lelang?
b. Bagaimana perlindungan hukum bagi pemenang lelang hak atas tanah terhadap
gugatan dari pihak lain?

2.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penulisan dapat diuraikan sebagai berikut, berdasarkan rumusan
masalah di atas:

a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan hukum antara si pemenang lelang dengan
status hak atas tanah yang dimenangkan melalui lelang.
b. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui perlindungan hukum yang didapat oleh pemenang
lelang hak atas tanah terhadap gugatan dari pihak lain.

2.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini diharapkan berguna baik secara teoritis maupun
praktis, dengan kata lain yang dimaksud dengan manfaat teoritis yaitu manfaat
sebagai sumbangan baik kepada ilmu pengetahuan pada umumnya maupun
kepada ilmu hukum khususnya, dari segi praktis penelitian ini bermanfaat bagi
kepentingan Negara, Bangsa, Masyarakat dan Pembangunan.

a. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat melalui pemikiran secara
teoritis, sekurang-kurangnya dapat dijadikan referensi ilmiah dan sumbangan
pemikiran yang berguna dalam perkembangan ilmu hukum serta sumbangan
pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya dibidang hukum perdata mengenai
perlindungan hukum bagi pemenang lelang hak atas tanah terhadap gugatan
dari pihak lain.
b. Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi pihak-
pihak yang terkait termasuk bagi kepentingan negara, bangsa, masyarakat dan
8

para praktisi hukum khususnya bagi pemenang lelang hak atas tanah yang
mendapatkan gugat atas objek yang dimenangkannya.

2.5 Penelitian Terdahulu


Persoalan pemenang lelang yang digugat pihak lain bukanlah merupakan
hal yang baru. Oleh karenanya, penulis meyakini telah banyak peneliti-peneliti
sebelumnya yang mengangkat tentang perlindungan hukum bagi pemenang lelang
ini. “Perlindungan Hukum Pemenang Lelang Terhadap Gugatan Pihak Lain
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan (Studi Kasus Putusan Nomor 11/Pdt.G/1996/PN.PP)” adalah
tema dan pokok pembahasan yang penulis teliti, namun berdasarkan literatur yang
ditemukan oleh penulis melalui penelusuran internet dan penelusuran pustaka dari
Universitas Agustus 17 Tahun 1945 Banyuwangi dan perguruan tinggi lainnya,
penulis tidak menemukan penelitian yang sama.

Dari beberapa judul penelitian yang pernah diangkat oleh penulis


sebelumnya, ada dua judul yang hampir mendekati sama dengan penelitian dalam
penulisan ini, antara lain:

a. Ghani Yoga Pratama, NPM: 14410124, Mahasiswa Fakultas Hukum


Universitas Islam Indonesia, Tahun 2018 yang berjudul “Perlindungan Hukum
Terhadap Pemenang Lelang Eksekusi Tanggungan”. Penulisan ini merupakan
penelitian Normatif dengan analisis data dengan cara deskriptif kualitatif yang
lebih menekankan pada perlindungan terhadap hak dari pemenang lelang atas
objek yang di menangkannya.
b. Ramadhan Muawad, NPM: 110110080012, Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran, Tahun 2012 yang berjudul “Peralihan Hak Atas
Tanah Melalui Lelang Dalam Proses Lelang Eksekusi Yang Digugat Oleh
Pemilik Tanah Sebelumnya Ditinjau Dari Peraturan Pemerintahan Nomor 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah”. Penulisan ini merupakan penelitian
Normatif dengan analisis data dengan cara deskriptif kualitatif dan studi kasus
9

yang memfokuskan penelitian pada peralihan hak atas tanah melalui proses
lelang.

Secara konstruktif, substansi dan pembahasan terhadap kedua penelitian


tersebut diatas berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulisan saat ini.
Yang mana penelitian Ghani Yoga Pratama membahas tentang perlindungan
terhadap hak dari pemenang lelang atas objek lelang yang dimenangkannya dan
penelitian Ramadhan Muawad yang memfokuskan penelitiannya pada peralihan
hak atas tanah melalui proses lelang. Dalam kajian topik bahasan yang penulis
angkat dalam penelitian ini membahas tentang perlindungan hukum bagi
pemenang lelang hak atas tanah dari gugatan pihak lain dengan metode penelitian
normatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif yang mana pendekatan ini ialah penelitian yang semata-mata hanya
melukiskan keadaan objek atau peristiwanya tanpa suatu maksud untuk
mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum.
3. TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Kajian Teori


Kajian teori merupakan serangkaian konsep, asumsi, definisi, konstruk,
dan juga proposisi untuk menjelaskan sebuah fenomena sosial secara sistematis
dengan merumuskan hubungan antar variabel. Penulis menggunakan beberapa
teori yang memiliki kaitan dengan suatu permasalahan yang akan menjadi topik
dari pembahasan ini.

3.1.1 Hak Atas Tanah

a. Pengertian Hak Atas Tanah


Hak atas tanah tersebut ialah hak yang berisikan wewenang bagi subjek
hak (orang maupun badan hukum) yang mempergunakan dan mengambil manfaat
dari tanah yang diatas bidang tanahnya melekat tersebut penegasan terhadap hak
atas tanah tersebut di tuliskan dalam rumusan Pasal 4 ayat (2) UUPA, yaitu
sebagai berikut:

Kewenangan untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian


juga badan bumi dan air serta ruang angkasa di atasnya, diberikan oleh hak
atas tanah yang disebut dalam ayat (1) Pasal ini. Hak-hak ini hanya
berlaku untuk kepentingan langsung yang berkaitan dengan penggunaan
tanah dalam batas-batas hukum. undang-undang ini dan undang-undang
lain yang lebih tinggi.

Pada dasarnya, istilah hak-hak atas tanah berasal dari bahasa Inggris,
yaitu: land right, sedangkan dalam bahasa Belanda hak atas tanah disebut dengan
landrechten, dan dalam bahasa Jerman disebut dengan landrechte. Secara
etimologi, hak diartikan sebagai kekuasaan untuk berbuat sesuatu atau kekuasaan
yang benar atas sesuatu atau untuk menunutut sesuatu. Menurut Boedi Harsono:

“Serangkaian wewenang, kewajiban, dan/atau larangan bagi pemegang


hak untuk melakukan sesuatu terhadap tanah yang dikehendakinya
termasuk dalam hak penguasaan tanah. Sesuatu yang boleh, wajib, atau
dibatasi untuk dilakukan yang merupakan substansi hak milik adalah

10
11

ukuran atau tolak ukur untuk memisahkan antara keistimewaan


keresidenan tanah yang diatur dalam pengaturan pertanahan”.6

Kepastian hukum akan tanah merupakan sesuatu hal yang mutlak yang
harus ada guna menjaga kestabilan penggunaan tanah dalam pembangunan serta
mewujudkan kepastian hukum atas kepemilikan tanah bagi sesama masyarakat
yang mau berhubungan dengan tanah tersebut. Kepastian hukum yang
dimaksudkan dalam pendaftaran tanah akan membawa akibat diberikannya surat
tanda bukti hak atas tanah (sertifikat) oleh Kantor Pertahanan sebagai lembaga
penyelenggara administrasi negara kepada yang berhak, dan dapat diandalkan
pemilik atas miliknya untuk berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat terhadap
hak-hak atas tanah seseorang tersebut.7 Sertifikat hak atas tanah merupakan
benang merah yang menghubungkan antara kepastian hukum, bidang tanah dan
pemegang hak. Lebih lanjut, meskipun Pasal 19 ayat(2) huruf (c) PP No. 24.
Tahun 1997 menegaskan bahwa:

“Sebagai alat bukti yang kuat, memberikan surat-surat bukti hak yang
sah”.8

Karena sistem pendaftaran tanah Indonesia yang menganut sistem negatif


yang mempunyai kecenderungan positif, artinya segala sesuatu yang tercantum
dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah adalah sah sebagai alat bukti, yang
ditegaskan dalam pasal tersebut tidak sepenuhnya menjamin kepastian dan
perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah, sampai dapat dibuktikan
bahwa tidak demikian halnya.

6
Rahmat Ramadhani, Beda Nama dan Jaminan Kepastian Hukum Sertifikat Hak Atas Tanah
(Medan: Pustaka Prima, 2018), h. 43.
7
Rahmat Ramadhani, Pendaftaran Tanah Sebagai Langkah Untuk Mendapatkan Kepastian Hukum
Terhadap Hak Atas Tanah, SOSEK: Jurnal Sosial & Ekonomi, Vol. 2. No. 1. (2021). hal. 32-33.
8
Rahmat Ramadhani, Jaminan Kepastian Hukum Yang Terkandung Dalam Sertifikat Hak Atas
Tanah, Dalam DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2. No. 1. (2017). hal. 140.
12

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) menyatakan bahwa,


seperti hak-hak lainnya, hak atas tanah seperti hak guna bangunan, hak pakai
hasil, hak sewa, hak pembukaan lahan, dan hak memungut hasil hutan akan diatur
dengan undang-undang serta hak-hak sementara, yang meliputi hak gadai, hak
bisnis bagi hasil, hak menumpang, dan hak sewa lahan pertanian. Hak-hak ini
diatur untuk membatasi properti yang bertentangan dengan UUPA dan
dimaksudkan untuk segera dihapus.

b. Ruang Lingkup Hak Atas Tanah


Berikut dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah yang diatur dalam Pasal
4 ayat (1) UUPA:
Ditetapkan bahwa ada berbagai hak atas permukaan bumi, atau tanah,
yang dapat diberikan dan dimiliki oleh individu baik sendiri maupun
bersama-sama dengan individu dan badan hukum lainnya. Hak-hak ini
didasarkan pada hak menguasai negara, yang disebutkan dalam Pasal 2.

Perorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing, kelompok orang,


badan hukum privat, dan hukum publik semuanya berhak menerima hak atas
tanah yang berasal dari hak menguasai tanah oleh negara.

Menurut Sudikno Mertokusumo, pemegang hak atas tanah memiliki dua


tingkat kewenangan atas tanahnya:9

1. Wewenang Umum
Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas yang mempunyai
wewenang untuk menggunakan tanah, termasuk juga bumi dan air dan ruang
yang ada diatasnya sekedar dipermukaan untuk kepentingan yang berlangsung
dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-
peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

2. Wewenang Khusus
9
Rahmat Ramadhani, Buku Ajar Hukum Agraria (Suatu Pengantar) (Medan: UMSU Press, 2018),
h. 31.
13

Wewenang yang bersifat khusus ialah sekelompok orang yang bekerja


sama untuk membantu orang mengenal satu sama lain melalui media hak atas
tanah. Misalnya, penguasaan atas tanah Hak Milik digunakan untuk
kepentingan pertanian dan/atau mendirikan bangunan membantu orang
mengenal satu sama lain melalui hak atas tanah, penguasaan atas tanah Hak
Guna Bangunan digunakan untuk membantu orang mengenal hanya untuk
kepentingan perusahaan di bidang pertanian, peternakan, ataupun
perkebunan.10

3.1.2 Kredit
Pengertian kredit menurut bahasa berasal dari bahasa latin creditus yang
dapat diartikan sebagai kepercayaan, dalam artian bahwa seseorang atau badan
usaha yang mendapatkan kredit dari bank, maka orang atau badan hukum tersebut
telah mendapat kepercayaan dari bank pemberi kredit. 11 Menurut UU Perbankan,
kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Menurut A. Abdurrahman kata kredit diartikan sebagai kesanggupan akan


meminjam uang atau kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau
memperoleh penyerahan barang atau jasa, dengan perjanjian akan membayarnya
kelak.12 Berdasarkan pengertian yang telah disebutkan, maka dapat dilihat
beberapa unsur kredit yaitu:

a. Kepercayaan
10
Urip Santoso, Hak-Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
(Jakarta: Kencana, 2017), h. 8.
11
H. R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005) h.
123.
12
Munir Fuady, op.cit, h, 5.
14

Berarti adanya keyakinan oleh bank bahwa setiap pelepasan kredit dapat
dibayar kembali oleh debiturnya sesuai dengan jangka waktu yang telah
disepakati.
b. Waktu
Berarti bahwa antara pemberian kredit dengan pelunasan tidak dilakukan
dalam satu waktu, melainkan dipisahkan oleh tenggang waktu serta dilakukan
dalam waktu yang berbeda dan telah ditentukan jangka waktu pembayaran
kembali.
c. Resiko
Berarti terhadap setiap jenis pelepasan kredit akan terkandung resiko
dalam jangka waktu pelaksanaannya, dimulai dari pemberian kredit hingga
pembayaran kembali. Semakin panjang jangka waktunya maka semakin besar
risiko yang mungkin terjadi.
d. Prestasi
Berarti pada setiap kesepakatan yang terjadi antara bank dengan
debitornya mengenai pemberian kredit, maka akan timbul prestasi dan kontra
prestasi. 13

Untuk menghindari risiko, berdasarkan Pasal 2 UU Perbankan menyatakan


bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi
ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian adalah
prinsip untuk mengendalikan risiko melalui penerapan peraturan perundang-
undangan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten.14 Selain menggunakan
prinsip kehati-hatian, bank jug harus menerapkan prinsip 5 C yang merupakan
singkatan dari unsur-unsur:

a. Character (Kepribadian) merupakan salah satu unsur yang harus diperhatikan


oleh bank dalam memberikan kredit. Maksud dari unsur ini yaitu sebelum
memberikan kredit, harus terlebih dahulu melakukan penilaian atas karakter
kepribadian calon debiturnya.
b. Capacity (Kemampuan) yaitu seorang calon debitur harus diketahui
kemampuan bisnisnya, sehingga dapat diperkirakan kemampuannya untuk
melunasi hutangnya.

13
H. R. Daeng Naja, op.cit, h, 124.
14
Ibid, h. 293
15

c. Capital (Modal) yaitu pentingnya untuk mengetahui permodalan dari debitur,


karena permodalan dan kemampuan keuangan dari debitur mempunyai korelasi
langsung terhadap tingkat kemampuan bayar kredit.
d. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi) kondisi perekonomian secara makro
atau mikro merupakan faktor penting untuk dianalisis sebelum memberikan
kredit, terutama yang berhubungan langsung dengan bisnis pihak debitur.
e. Collateral (Agunan) Undang-Undang mensyaratkan bahwa agunan itu mesti
ada dalam setiap pemberian kredit. Agunan berfungsi sebagai jaminan bagi
kreditur apabila mengalami kredit macet.15

3.1.3 Hak Tanggungan


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan
“tanggungan” adalah barang yang dikaitkan dengan suatu jaminan. Sedangkan
jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterimanya. Berikut
ringkasan ayat (1) UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan:

Hak jaminan yang dibebankan atas hak atas tanah sama dengan yang
tercantum dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Peraturan Pokok Agraria.
Merupakan jenis kesatuan yang digunakan oleh hak atas tanah untuk
tujuan pelunasan hutang, dan memberikan kedudukan yang digunakan
oleh kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya.16

Berikut ini adalah beberapa unsur yang dapat ditemukan dalam proses
identifikasi tanggungan:17

a. Hak jaminan yang dibebankan hak atas tanah adalah hak penguasaan yang
secara khusus dapat diberikan kepada kreditur, yang memberi wewenang
kepadanya, jika debitur ingkar janji. Menjual lelang tanah yang secara khusus
pula ditunjuk sebagai agunan piutangnya dan mengambil seluruh atau sebagai
hasilnya untuk pelunasan hutangnya tersebut, dengan hak mendahului dari
pada kreditur-kreditur lain (droit de preference). Selain berkedudukan

15
Munir Fuady, op.cit, h. 21.
16
Salim HS, op.cit, h, 95.
17
Ibid, h. 96.
16

mendahului, kreditur pemegang hak jaminan dan mengambil pelunasan


piutangnya dari hasil penjualan tersebut, serta tanah yang bersangkutan sudah
dipindahkan kepada pihak lain (droit de suite);
b. Hak atas tanah berikut atau tidak termasuknya benda-benda lain yang
merupakan satu-kesatuan dengan tanah itu. Pada dasarnya, hak tanggungan
dapat dibebankan pada hak atas tanah semata-mata, tetapi dapat juga hak atas
tanah tersebut berikut dengan benda-benda yang diatasnya;
c. Untuk pelunasan hutang tertentu. Maksud untuk pelunasan hutang tertentu
adalah hak tanggungan itu dapat dibereskan dan selesailah dibayar hutang-
hutangnya debitur yang ada pada kreditur; dan
d. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur lainnya. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya. Lazim nya disebut droid de
preference. Keistimewaan ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka (1) dan Pasal 20
ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 1996.

Pencapaian yang harus dicapai oleh debitur atas kredit yag diberikan
kepadanya bukan hanya untuk melunasi utangnya tetapi juga harus disertai
dengan bunga yang sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.
Kesepakatan yang dimaksud disini adalah sumber terpenting dari lahirnya aliansi,
karena perjanjian adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak,
sedangkan perjanjian yang lahir ialah dari undang-undang yang dibuat tanpa
kehendak para pihak yang bersangkutan, karena persekutuan adalah suatu
hubungan hukum (rechtsbetrekking) oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan
dengan cara hubungan. Jadi perjanjian adalah suatu pengertian yang abstrak,
sedangkan perjanjian itu sendiri adalah suatu hal atau peristiwa yang konkrit.18

Selain deskripsi dan penjelasan diatas, maka berikut ini dapat disimpulkan
ciri hak tanggungan yaitu:
18
Rahmat Ramadhani, Legal Consequenses of Transfer of Home Ownership Loans without
Creditors’ Permission, Dalam IJRS: Internasional Journal Reglement & Society, Vol. 1. No. 2.
(2020), hal. 31-32.
17

1. Memberikan kedudukan kepada orang yang diutamakan atas objek yang


tanggungan;
2. Selain itu, Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun benda
itu;
3. Untuk mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-
pihak yang terlibat dalam hak tanggungan, maka harus berpegang pada asas
kekhususan dan publisitas; dan
4. Sederhana dan tidak ambigu dalam hal eksekusi.

Dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang


Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah,
disebutkan bahwa hak tanggungan adalah hak tanggungan atas tanah untuk
pelunasan utang-utang tertentu yang mengutamakan kreditur tertentu atas kreditur
lainnya.19

Kembali pada defenisi hak tanggungan, maka ada beberapa unsur pokok
yang dapat diambil yaitu:

a. Hak tanggungan adalah jaminan untuk pelunasan suatu hutang;


b. Objek yang dapat dijadikan sebagai hak tanggungan adalah hak atas tanah yang
sesuai dengan ketentuan dalam UUPA; dan
c. Hak tanggungan yang dibebankan atas tanah, tidak hanya terbatas pada tanah
itu saja, tetapi juga dapat dibebankan kepada benda-benda lain yang berada
diatas tanah tersebut, karena dianggap sebagai satu kesatuan. Memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu dibandingkan kreditur-
kreditur lainnya.

Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang dapat digunakan untuk


membahas hak tanggungan ini, antara lain:

19
Michael Willy et.al, Penyelesaian Sengketa Kredit Macet Melalui Pelaksanaan Pelelangan Aset
Debitur Oleh Bank Artha Graha Internasional Tbk Medan, Dalam DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 5. No. 2. (2020), hal. 223.
18

1. Undang-Undang Pokok Agraria dari Pasal 25, 33, dan 39 dalam hal hak milik,
hak guna usaha, dan hak guna bangunan sebagai tujuan tanggungan dalam
Pasal 51.
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang hak tanggungan atas tanah,
khususnya benda-benda yang berhubungan dengan tanah (UUHT).
3. Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Sebelum lahirnya UUHT, jaminan atas tanah disebut dengan “hipotek”


sebagaimana diatur dalam BAB XXI pasal 1162 sampai dengan 1232 KUH
Perdata. Dengan diberlakukannya UUHT maka hipotek atas tanah tidak lagi
berlaku. Pemberian hak tanggungan harus dibicarakan dalam kaitannya dengan
kewajiban pendaftaran yang dibukukan dalam buku tanah di Kantor Pertanahan
untuk memberikan hak tanggungan. Dengan pendaftaran sekaligus penentuan saat
dikeluarkannya hak tanggungan, ialah saat penandatanganan Akta Pemberian Hak
Tangungan (APHT), hak tanggungan belum keluar, yang keluar hanyalah “janji”
untuk memberikan hak tanggungan. Pendaftaran hak tanggungan suatu tata cara
yang harus dilakukan, antara lain pada hal-hal sebagai berikut:

a.Menentukan preferen dari kreditur;


b.Menentukan kedudukan kreditur dalam kaitannya dengan preferen kreditur yang
sama; dan
c.Menentukan kedudukan kreditur dalam hubungan dengan keadaan sita jaminan
atas persil jaminan.20

Dalam Pasal 13 UUHT tentang menentukan tata cara pendaftaran hak


tanggungan, berikut dapat diuraikan tata cara pendaftaran hak tanggungan:21

1. Para pihak menandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan yang telah


dibuat oleh PPAT, dan PPAT mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan

20
Lilawati Ginting, Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Yang Beritikad Baik Akibat Pembatalan
Hak Tanggungan, Dalam DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 1. No. 2. (2016), hal. 379.
21
Ibid, h. 380.
19

yang bersangkutan dan dokumen lain yang dipersyaratkan oleh Kantor


Pertanahan. Pengirimannya wajib dilakukan oleh PPAT yang bersangkutan
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta
Pemberian Hak Tanggungan. Adapun berkas yang diperlukan itu meliputi:

a. Surat pengantar rangkap dari PPAT dengan daftar jenis surat yang
disampaikan;
b. Surat permohonan pendaftaran hak tanggungan dari penerima hak
tanggungan yang meminta pendaftaran hak tanggungan;
c. Fotokopi surat keterangan pemberi dan pemegang hak tanggungan;
d. Sertifikat asli hak milik atas satuan rumah susun atau hak atas tanah yang
menjadi pokok hak tanggungan;
e. Halaman kedua dokumen Akta Pemberian Hak Tanggungan;
f. Salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang telah ditandatangani oleh
PPAT yang bersangkutan dan salinan yang disahkan oleh Kepala Kantor
Pertanahan untuk dapat dibuatkan sertifikat hak tanggungan; dan
g. Bukti bahwa biaya pendaftaran hak tanggungan telah dibayarkan.

2. Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan


membuatkan buku tanah hak tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah
hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan, serta menyalin catatan
tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.

3. Jika hari ketujuh jatuh pada hari libur, maka buku tanah hak tanggungan yang
bersangkutan diberi tanggal pada hari kerja berikutnya. Dan tanggal buku tanah
hak tanggungan adalah hari ketujuh setelah dokumen yang diperlukan untuk
pendaftaran diterima secara lengkap.

Selain itu, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,


Kantor Pertanahan mengeluarkan sertifikat hak tanggungan sebagai bukti adanya
hak tanggungan. Menurut ayat (4) Pasal 14 UUHT, sertifikat hak atas tanah
dengan catatan pembebanan hak tanggungan akan dikembalikan kepada pemilik
20

tanah yang bersangkutan, tetapi kreditur dapat memperjanjikan lain dalam Akta
Pemberian Hak tanggungan, yaitu agar sertifikat hak atas tanah tersebut
diserahkan kepada kreditur.

3.1.4 Perlindungan Hukum


Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi hak
asasi manusia dan menjamin segala warga negara untuk mempunyai kedudukan
yang sama di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung tinggi
keduanya itu tanpa kecuali.22 Perlindungan adalah pemberian jaminan atas
keamanan, ketentraman, kesejahteraan dan kedamian dari perlindungan atas
segala bahaya yang mengancam pihak yang dilindungi.

Philipus M. Hadjon menjelaskan bahwa istilah perlindungan hukum dalam


kepustakaan hukum yang menggunakan bahasa Belanda dikenal dengan
“rechbescherming van de burgers” dalam bahasa Belanda bahwa perlindungan
hukum digunakan untuk menggambarkan metode pertahanan hukum di wilayah
Belanda. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa istilah rechbescherming terdapat
pada proses dimana hukum disebut di Belanda ini mengacu pada proses hak-hak
pihak yang dilindungi sehubungan dengan kewajiban yang dilakukan.23

Dalam hal pemerintah apabila melakukan pelanggaran hukum maupun


bertentangan dengan hukum, maka diberikannya perlindungan hukum, baik
perbuatan penguasa yang bertindak melawan hukum ataupun perbuatan
masyarakat yang harus diperhatikan. Pengertian perlindungan hukum adalah agar
hak-hak yang dilindungi ditegakkan sesuai dengan tanggung jawab dan kewajiban
yang harus dipenuhi.24 Setiap warga negara berhak mendapat perlindungan hukum
22
Padian Adi, Syarat Objektifitas Dan Subjektifitas Penangguhan Penahanan, Dalam DE LEGA
LATA: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 4. No .2. (2019), hal. 176.
23
Harisman, Perlindungan Hukum Bagi Guru Dalam Menjalankan Tugas Pendidikan Dan
Pengajaran, Dalam DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 5. No.1. (2020), hal. 88.
24
Muhammad Yusrizal, Perlindungan HukumPemegang Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah
Untuk Kepentingan Umum, Dalam DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2. No.1. (2017),
yang adil dari negara. Dalam arti hukum lainnya bahwa, “setiap warga negara
yang beritikad baik dan telah menunaikan prestasinya untuk negara, dapat
menuntut hak perlindungan hukum dari negara sebagai bentuk kontra prestasi
terhadap negara. Nilai keadilan demikian pernyataan meta teori hukum lainnya
dalam hal ini. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan “kepastian hukum”
adalah kepastian objek, kepastian hak, dan kepastian subjek, yang semuanya itu
diperlukan untuk memperoleh atau memberikan “kepastian hukum” atas
kepemilikan tanah.25

Perlindungan hukum merupakan suatu yang umum didalam negara


hukum, yang pada dasarnya perlindungan hukum ini ada dua bentuk yaitu
perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif, yang pertama
sebab dengan adanya perlindungan hukum preventif membuat pemerintah
terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan. Perlindungan
Hukum Preventif ialah bentuk perlindungan yang diberikan kepada rakyat
langsung untuk mengajukan keberatan pendapatnya sebelum suatu keputusan
pemerintah mendapatkan bentuk yang definitif.26 Sedangkan yang kedua,
Perlindungan Hukum Represif perlindungan ini merupakan perlindungan akhir
yang berupa pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang telah dilakukan.27

3.2 Kerangka Konseptual


Kerangka konseptual adalah sebuah visualisasi atau gambaran atau juga
berupa representasi tertulis dari hubungan antara variabel yang diteliti dalam
penelitian. Atau dalam bahasa lain, kerangka konseptual merupakan susunan

hal. 128.
25
Faisal, Akibat Hukum Ketiadaan Akta Ikrar Wakaf Atas Perwakafan Tanah, Dalam DE LEGA
LATA:Jurnal Ilmu Hukum Vol. 3. No. 3. (2018), hal. 147.
26
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia (Surabaya: Bina Ilmu, 1987),
h. 29.
27
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009), h. 41.

10
konstruksi logika berpikir yang diatur dalam rangka menjelaskan variabel
penelitian yang akan diteliti. Umumnya, dalam sebuah penelitian, kerangka
konseptual dikembangkan berdasarkan kajian teori yang sesuai dengan topik
penelitian.

3.2.1 Eksekusi Lelang Hak Atas Tanah


Salah satu kemudahan yang diberikan oleh hak tanggungan adalah
kemudahan dalam mengeksekusi, untuk penjelasannya sendiri eksekusi adalah
pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in
kracht van gewijsde) yang dijalankan secara paksa karena pihak yang kalah dalam
perkara tidak mau mematuhi pelaksanaan acara putusan pengadilan. Dalam arti
lain, pengertian eksekusi dapat diartikan sebagai tindakan paksa yang dilakukan
pengadilan negeri terhadap pihak yang kalah dalam perkara, supaya pihak yang
kalah dalam perkara menjalankan amar putusan pengadilan sebagaimana
mestinya. Pelaksanaan hak tanggungan dapat dilakukan oleh pemegang hak
tanggungan dengan mengadakan pelelangan di muka umum. Hal ini tentunya
dapat dilakukan dengan kesepakatan antara kreditur dan debitur, dalam hal ini jika
debitur wanprestasi, kreditur berhak menjual barang jaminan dengan cara lelang.28

Lelang adalah penjualan publik yang diawasi oleh juru lelang (dengan
tawaran yang keterlaluan). Sedangkan melelang adalah penjualan berbasis lelang.

Berikut penjelasan mengenai pengertian “pelelangan umum” yang terdapat


dalam kamus hukum yang sama:29
Penjualan barang di depan umum pada waktu dan lokasi tertentu dikenal
sebagai lelang umum. Lelang harus didahului dengan pengumuman lelang
melalui penawaran terbuka, penawaran lisan dengan kenaikan atau
penurunan harga, atau penawaran tertulis dalam amplop.

28
M. Khoidin, Hukum Jaminan (Hak-hak Jaminan, Hak tanggungan, dan Eksekusi Hak
Tanggungan), (Surabaya: Laksbang Yustitla, 2017), h. 89.
29
Rachmadi Usman, Hukum Lelang, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2015), h. 20.

10
Secara keseluruhan, pelaksanaan lelang itu sendiri diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan (yang selanjutnya disingkat menjadi PMK) petunjuk pelaksanaan
lelang. Berdasarkan PMK petunjuk pelaksanaan lelang dapat dipisahkan menjadi
beberapa macam, yaitu:30

a. Lelang Eksekusi
Lelang Eksekusi adalah lelang yang dilaksanakan berdasarkan putusan
atau penetapan pengadilan, dokumen yang dipersamakan dengan itu, dan/atau
melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Lelang jenis ini
meliputi:

1. Lelang eksekusi pengadilan.


2. Lelang eksekusi pajak.
3. Lelang eksekusi harta pailit.

b. Lelang Non-Eksekusi Wajib


Lelang Non-Eksekusi Wajib adalah lelang untuk melakukan penjualan
barang-barang yang wajib dijual secara lelang demi hukum. Lelang jenis ini
meliputi:
1. Lelang barang milik negara atau daerah.
2. Lelang barang milik BUMN/BUMD.
3. Lelang barang yang menjadi milik negara bea-cukai.

c. Lelang Non-Eksekusi Sukarela


Lelang Non-Eksekusi Sukarela adalah lelang barang pribadi, perorangan,
badan hukum, atau badan usaha yang dilelang secara sukarela. Lelang jenis ini
meliputi:
1. Lelang milik BUMN/BUMD berbentuk persero.
2. Lelang barang milik swasta.
3. Lelang harta milik bank dalam liuidasi kecuali ditentukan lain oleh undang-
undang.
4. Lelang milik perwakilan negara asing.

30
Salim HS, op.cit, (2015), h, 245.

10
Jika dilihat dari objek atau benda yang akan dilelang, penggolongan lelang
dapat dibedakan menjadi lelang benda bergerak dan lelang benda tidak bergerak.
Benda bergerak merupakan benda yang dapat berpindah-pindah ataupun
dipindahkan, seperti perabot rumah, mobil dan harta benda lainnya. Sedangkan
benda tidak bergerak merupakan benda yang tidak berpindah atau dipindahkan,
seperti tanah dan bangunan yang ada pada tanah tersebut.31

Ada beberapa aturan tentang lelang yang harus diikuti saat jual beli:

a. Kecuali disyaratkan lain oleh undang-undang atau peraturan pemerintah, lelang


harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan pejabat;
b. Bahkan jika hanya satu orang yang berpartisipasi dalam pelelangan, itu terus
berlanjut;
c. Setiap lelang dibuatkan risalah lelang itu sendiri;
d. Lelang akan tetap berjalan meskipun penawar tidak hadir, dan risalah lelang
akan dibuat; dan
e. Lelang yang telah diadakan sesuai pedoman yang sesuai tidak dapat dibatalkan.

Lelang jual beli melibatkan pihak-pihak sebagai berikut:

1. Penjual: seseorang, badan hukum, bisnis, atau agensi diizinkan untuk menjual
melalui lelang berdasarkan perjanjian atau peraturan.
2. Pemilik barang: orang, badan hukum, atau bisnis yang memiliki barang yang
akan dilelang.
3. Penawar: orang perseorangan, badan hukum, dan badan usaha yang telah
memenuhi persyaratan untuk mengikuti lelang.
4. Pembeli: orang atau badan hukum atau badan usaha yang mengajukan
penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang lelang oleh pejabat lelang.
5. Pejabat lelang: orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi
wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan secara lelang.

31
Purnama Tioria Sianturi, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak
Bergerak Melalui Lelang (Bandung: Mandar Maju, 2018), h. 57.

10
6. Afslager (pemandu lelang): orang yang membantu pejabat lelang untuk
menawarkan dan menjelaskan barang dalam suatu pelaksaan lelang.
7. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) atau balai lelang:
badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas (PT) yang khusus
didirikan untuk melakukan kegiatan usaha dibidang lelang sebagai
penyelenggaran lelang.

Menurut Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT), lelang


eksekusi meliputi pelelangan barang yang dijadikan objek hak tanggungan akibat
wanprestasi debitur, yang berbunyi:

“Lelang hak atas tanah dan/atau bangunan debitur yang dijadikan jaminan
utang bank (kreditur) yang terikat hak tanggungan debitur karena debitur
ingkar janji (wanprestasi)”.

Lelang semacam ini harus dilaksanakan sesuai dengan aturan yang sudah ada
untuk mengadakan lelang. Pelaksanaan lelang dapat diringkas sebagai berikut:32

a. Penjual atau pemilik barang dapat meminta pelelangan.


b. Pemilihan tanggal, hari, dan waktu lelang.
c. Publikasi pengumuman lelang di surat kabar harian.
d. Rekening KPKNL menerima uang jaminan dari peserta lelang.
e. Pelaksanaan lelang oleh pejabat lelang KPKNL.
f. KPPNL menerima harga lelang dari pemenang.
g. KPPNL menyetorkan biaya lelang ke kas negara.
h. Keuntungan bersih hasil barter dibayarkan kepada penjual atau pemilik barang.
Hasil lelang disetorkan ke kas negara apabila pemohon lelang atau pemilik
barang adalah instansi pengendali.
i. Sebagai bukti pengalihan hak, KPKNL memberikan dokumen dan petikan
risalah lelang, dan lain sebagainya.

32
Rachmadi Usman, op.cit, h, 154.

10
Pada dasarnya setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau
dihadapan pejabat lelang, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang atau
peraturan pemerintah. Kemudian keharusan atau kewajiban pelaksanaan lelang
dilakukan oleh dan/atau dihadapan pejabat lelang, dipertegas lagi dalam pasal 2
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2021, yang menyatakan:
“Bahwa setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan
pejabat lelang, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang atau peraturan
pemerintah.”

Publikasi berita acara lelang oleh petugas lelang menunjukkan bahwa


lelang yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada dianggap sah.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2021 ayat (1) Pasal 87
kewajiban pencatatan berita acara lelang lelang dinyatakan sebagai berikut:
“Lelang dicatat dalam risalah lelang oleh masing-masing pejabat lelang”.
Sebelumnya Pasal 35 vendu reglement peraturan penjualan menyatakan: “Untuk
setiap harinya penjualan umum yang dilakukan oleh juru lelang atau kuasanya
selama penjualan harus diserahkan laporan tersendiri. berita acara lelang, yang
selanjutnya disebut Risalah Lelang”.

Ketentuan Pasal 35 vendu reghlement tersebut mengatur risalah lelang


sama artinya dengan berita acara lelang, yang merupakan landasan autentikasi
penjualan lelang, berita acara lelang mencatat segala peristiwa yang terjadi pada
penjualan lelang. Sementara itu, menurut ketentuan dalam Pasal 1 angka 32
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2021 risalah lelang itu adalah
berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang merupakan
akta autentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna. Dalam berita acara
lelang itu berisikan uraian mengenai segala sesuatu yang terkait dengan
pelaksanaan pelelangan atau penjualan umum yang dilakukan oleh pejabat
lelang.33 Siapa, apa, mengapa, di mana, jika, dan bagaimana pelelangan harus
dicantumkan dalam berita acara. Yang dibongkar adalah objek barang yang dijual.

33
Ibid, h. 55.

10
Latar belakang sebelum pelelangan dijelaskan dengan alasan lelang diadakan. Hal
ini penting untuk diperjelas selama pelaksanaan lelang. Kemudian, lokasi dan
waktu lelang akan dibahas.

Bagaimana lelang menjelaskan proses penawaran, pemilihan pembeli


lelang, dan terakhir siapa yang terlibat dalam lelang, siapa penawar atau penjual
lelang, siapa penawarnya. Sebagaimana dapat dilihat dari penjelasan di atas,
risalah lelang memuat suatu akta autentik karena bentuknya telah ditetapkan
undang-undang dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Dalam isi Pasal
1870 KUH Perdata menjelaskan kekuatan pembuktian suatu akta autentik, yaitu:

Akta yang asli memberikan pembuktian yang sempurna tentang apa yang
terkandung didalamnya bagi pihak yang berkepentingan dan ahli warisnya
atau bagi orang yang mendapat hak darinya.

3.2.2 Gugatan
Gugatan adalah suatu perkara oleh seseorang atau beberapa kelompok
sebagai pihak yang dirugikan yang berhubungan dengan suatu masalah bersama
yang berisi perdebatan antara sekurang-kurangnya dua pertemuan yang diajukan
kepada pimpinan pengadilan daerah dimana salah satu pihak menjadi pihak yang
dirugikan untuk menuntut pihak yang lain. sebagai penggugat. Kata Latin untuk
contentiosa berarti bersaing dengan antusias atau berpolemik. Disebut yurisdiksi
contentiosa, atau otoritas yudisial yang memeriksa kasus yang berkaitan dengan
perselisihan antara pihak yang berselisih, mengacu pada proses penyelesaian
perselisihan dalam kasus.34 Menurut rancangan Undang-Undang Hukum Acara
Perdata pada Pasal 1 angka (2) gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung
sengketa dan diajukan kepengadilan untuk mendapatkan putusan.

Ciri-ciri daripada sebuah gugatan adalah:

34
Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata di Indonesia (Jakarta: Prenadamedia Group,
2016), h. 19.

10
a. Permasalahan yang diajukan kepengadilan mengandung sengketa.
b. Para pihak berselisih, atau setidaknya ada dua pihak yang terlibat.
c. Sifat suatu kelompok, dengan satu pihak sebagai penggugat dan pihak lainnya
sebagai tergugat.
d. Tidak dapat dilakukan sendiri oleh penggugat atau tergugat (ex-parte).
e. Sejak awal sidang sampai putusan diambil, sengketa harus diperiksa secara
kontradiktor.
f. Dikirim oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam isu yang
dipersengketakan.
g. Diserahkan ke pengadilan dengan yurisdiksi yang kompeten.

Proses pemeriksaan gugatan dipengadilan berlangsung secara


kontradiktor, yaitu memberikan hak dan kesempatan kepada tergugat untuk
membantah dalil-dalil penggugat, dan sebaliknya penggugat juga berhak untuk
melawan bantahan tergugat. Dengan kata lain, pemeriksaan perkara berlangsung
dengan proses sanggah menyanggah atau jawab menjawab, baik dalam bentuk
replik duplik maupun dalam bentuk kesimpulan (conclusion). Pengecualian
terhadap pemeriksaan contradictoir dapat dilakukan melalui verstek atau tanpa
bantahan, yaitu apabila pihak yang bersangkutan tidak menghadiri persidangan
yang ditentukan tanpa alasan yang sah, padahal sudah dipanggil secarah sah dan
patut oleh juru sita. Setelah pemeriksaan sengketa antara dua pihak atau lebih
diselesaikan dari awal sampai akhir, maka pengadilan akan mengeluarkan putusan
atas gugatan tersebut.35

Gugatan dapat dibedakan menjadi dua bentuk berdasarkan bentuknya,


yaitu gugatan lisan dan gugatan tertulis. Pasal 142 RBG untuk gugatan tertulis dan
Pasal 1 sampai 8 ayat (1) herziene inlandsch reglement (HIR) menentukan dasar
hukum gugatan. Selain itu, masalah gugatan diatur dalam Pasal 120 HIR juncto
Pasal 144 rectstreglement voor the buitengewesten (RBG). Namun dalam
pelaksanaannya, gugatan tertulislah yang lebih diprioritaskan dan digunakan

35
Ibid, h. 20.

10
secara luas. gugatan lisan, maka surat gugatan dapat disampaikan secara lisan
kepada ketua pengadilan negeri yang mencatat perkara jika penggugat buta huruf.
Bahkan menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 4 Desember 1975, No.
369 K/Sip/1973, orang tersebut menerima surat kuasa tidak diizinkan untuk
mengajukan gugatan secara lisan saat ini.

Dilihat dari isi gugatan, maka secara umum gugatan memuat beberapa hal, yaitu:

1. Identitas para pihak adalah keterangan yang lengkap dari pihak-pihak yang
berperkara, yaitu nama, tempat tinggal, dan pekerjaan.

2. Dasar atau dalil gugatan/posita/fundamentum petendi adalah dasar dari gugatan


yang memuat tentang adanya hubungan hukum antara pihak-pihak yang
berperkara yang terdiri dari dua bagian, yaitu:

a. Uraian tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang


merupakan penjelasan duduk perkaranya; dan
b. Urutan tentang hukumnya yakni uraian tentang adanya hak atau
hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari gugatan.

3. Petitum adalah yang dimohonkan atau dituntut supaya diputuskan dipengadilan.


Dalam prakteknya ada dua jenis petitum, yaitu:
a.Tuntutan pokok (primair) yaitu tuntutan utama yang dimohonkan untuk
dikabulkan.
b.Tuntutan tambahan/pelengkap (subsidair) yaitu berupa tuntutan
tambahan dari pada tuntutan pokok.

1. Gugatan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum


Gugatan Wanprestasi adalah gugatan yang didasari salah satu pihak tidak
memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perikatan baik karena kesalahan
yang disengaja salah satu pihak sehingga membuat tidak terpenuhi kewajibanya,
maupun adanya keadaan memaksa (force mejeure) yang diluar kuasa dari salah

10
satu pihak yang membuatnya tidak bisa memenuhi kewajbanya kepada pihak
lain.36 Jika menyangkut gugatan wanprestasi maka gugatan itu diawali dengan
adanya perjanjian yang dibuat oleh kedua pihak, yang perjanjian itu sama-sama
mereka sepakati tentang hak dan kewajiban masing-masing dari mereka. Setelah
perjanjian dibuat, salah satu pihak cidera janji dan tidak memenuhi kewajibannya.

Gugatan Perbuatan Melawan Hukum adalah gugatan yang didasari adanya


perbuatan salah satu pihak, yang menimbulkan kerugian pada pihak lainnya yang
mengakibatkan pihak yang merugikan hak pihak lain itu untuk melakukan ganti
rugi. Perbuatan melawan hukum dalam KUH Perdata dijelaskan dalam Pasal
1365, yang mengatakan:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena
kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut. Perbuatan melawan
hukum diartikan secara luas yaitu perbuatan yang merugikan hak orang
lain, perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang
bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, baik terhadap
diri orang lain maupun terhadap benda orang lain.

2. Gugatan Terhadap Objek Lelang


Gugatan terhadap objek lelang adalah gugatan yang didasari atas adanya
pihak yang merasa dirugikan atas berlangsungnya suatu lelang, baik itu pemilik
objek lelang, maupun pihak ketiga yang dijaminkan objek lelang tersebut.
Gugatan terhadap objek lelang bertujuan untuk membatalkan jual beli melalui
lelang itu yang secara tidak langsung juga akan membatalkan perpindahan hak
atas objek lelang tersebut.

Sejak gugatan hak diajukan ke pengadilan sampai putusan dijatuhkan, para


pihak tentunya akan berproses sesuai dengan hukum acara perdata yang berlaku.
penyelesaian perkara yang telah terjalin hak dan hubungan hukum para pihak
terhadap pokok sengketa. Namun dapat dipastikan bahwa putusan tersebut
mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan, sehingga putusan pengadilan dapat
dilaksanakan untuk seluruhnya dan mencapai apa yang diharapkan. disebut

36
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), h. 241.

10
sebagai Rule of Law atau penegakan hukum dan keadilan. Jika tidak dapat
dilaksanakan, putusan tidak ada artinya. Akibatnya, putusan hakim memiliki
kekuatan eksekutorial kewenangan untuk dijalankan oleh negara sesuai dengan
dengan ketentuan putusan.37

Gugatan terhadap objek lelang dapat dilakukan dengan memenuhi unsur-


unsur:38
a. Perbuatan melawan hukum, dalam lelang mencakup pengertian perbuatan
melawan hukum dalam arti sempit dan luas. Gugatan kebanyakan didasarkan
pada perbuatan melawan hukum karena melanggar suatu peraturan hukum.
b. Kesalahan, dalam gugatan perkara perbuatan melawan hukum dalam lelang,
selalu mendalilkan adanya kesalahan dalam pembuatan dokumen persyaratan
lelang atau dalam pelaksanaan lelang baik karena kesengajaan atau kealpaan
yang membuat kerugiaan pada sipenggugat.
c. Kerugian, bahwa didalam lelang harga yang didapat dari hasil lelang tidak
sesuai dengan harga seharusnya, sehingga si penggugat merasa dirugikan
dalam hal ini.

37
Purnama Tioria Sianturi, op.cit, h, 164.
38
Mhd. Teguh Syuhada Lubis, Pelaksanaan Sita Jaminan Terhadap Objek Sengketa Yang Berada
Di Tangan Pihak Ketiga, Dalam Penanganan Perkara Perdata DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu
Hukum Vol. 4. No. 1. (2019), hal. 43.

10
4. METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan suatu kegiatan penelitian yang dilakukan
secara ilmiah dan memiliki tahapan dan prosedurnya dalam melakukan suatu
penelitian. Penelitian yang dilakukan menggunakan tahapan kegiatan secara
ilmiah adalah semata-mata tujuannya untuk memecahkan suatu permasalahan
yang dihadapi.

4.2 Metode Pendekatan


Metode yang digunakan penelitian ini adalah penelitian hukum normatif,
atau (yuridis normative). Metode pendekatan penelitan ini adalah pendekatan
konseptual, yaitu sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan
(law in books) atau bahkan dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam
penormaan, dan penelitian ini juga menggunakan pendekatan perundang-
undangan adalah tentang sistematika hukum yang dapat dilakukan terhadap
peraturan perundang-undangan tertentu atau dengan menganalisa aturan dan
regulasi yang berkaitan dengan isu hukum tersebut. Penelitian hukum normatif
disebut juga penelitian hukum doktrinal.

4.3 Sumber Bahan Hukum


Pada metode penelitian normatif sumber data diperoleh dari sumber data
hukum islam, primer, sekunder, dan tersier yakni data yang diperoleh dari bahan
kepustakaan atau literatur yang ada hubungannya dengan objek penelitian.39

a. Sumber Hukum Primer


Sumber hukum primer yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-
undangan atau ketentuan yang berlaku. Bahan hukum primer yang digunakan
dalam hal ini adalah:

39
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi (Bandung:
Alfabeta, 2017), hal. 67.

32
33

1.Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria


2.Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, yang mengatur tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah.
3.Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
4.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang prosedur
pelaksanaan lelang.

b. Sumber Hukum Sekunder


Bahan hukum sekunder adalah berupa buku-buku dan tulisan-tulisan
ilmiah hukum yang terkait dengan objek penelitian 40, bahan-bahan yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti tulisan, jurnal
dan buku-buku yang dianggap berkaitan dengan pokok permasalahan yang
akan diangkat.

c. Sumber Hukum Tersier


Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan mengenai bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum,
ensiklopedia, internet dan lain sebagainya.41

4.4 Metode Pengumpulan Bahan Hukum


Metode pengumpulan bahan hukum yang dipergunkan dalam penelitian
dilakukan dengan melalui studi Kepustakaan (library research) yang dilakukan
dengan dua cara yaitu:

a. Secara Offline
Yaitu menghimpun data studi kepustakaan (library research) secara
langsung di perpustakaan (baik didalam maupun diluar kampus Universitas 17
Agustus 1945 Banyuwangi) guna menghimpun data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini.

40
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Edisi 1 (satu), Cetakan Pertama (Jakarta: Sinar
Grafika, 2009), hal. 106.
41
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Edisi Satu, Cetakan
Ketujuh (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 119.
34

b. Secara Online
Yaitu studi kepustakaan (library research) yang diakukan dengan cara
searching melalui media internet guna menghimpun data sekunder yang
dibutuhkan dalam penelitian ini.

4.5 Analisis Bahan Hukum


Proses pemfokusan, abstraksi, dan pengorganisasian data secara rasional
guna menyediakan bahan untuk pemecahan masalah dikenal dengan analisis
bahan hukum. Analisis bahan hukum ini menjelaskan bagaimana memecahkan
masalah penelitian dengan memanfaatkan data yang terkumpul. Analisis
kuantitatif dan kualitatif adalah dua jenis analisis data.42 Tergantung pada jenis
penelitian dan tujuannya, penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif.

5. DAFTAR PUSTAKA

42
Ibid, h. 22.
35

Buku:
Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum, Edisi 1 (satu), Cetakan Pertama.
Jakarta: Sinar Grafika.

Amiruddin dan Asikin, Zainal. 2013. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Edisi
Satu, Cetakan Ketujuh. Jakarta: Rajawali Pers.

Asikin, Zainal. 2016. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Jakarta:


Prenadamedia Group.

Cahya Kumala, Yudha. 2020. Lelang Indonesia (serba serbi lelang dan
pelaksanaanya di Indonesia). Yogyakarta: Budi Utomo.

Daeng Naja, H. R. 2005. Hukum Kredit dan Bank Garansi. Bandung: Citra Aditya
Bakti.

HS, Salim. 2016. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Ishaq. 2017. Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta
Disertasi. Bandung: Alfabeta.

Khoidin, M. 2017. Hukum Jaminan (Hak-hak Jaminan, Hak tanggungan, dan


Eksekusi Hak Tanggungan). Surabaya: Laksbang Yustitla.

M. Hadjon, Philipus. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia.


Surabaya: Bina Ilmu.

Mertokusumo, Sudikno. 2009. Penemuan Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Muhammad, Abdulkadir. 2014. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya


Bakti.

Ramadhani, Rahmat. 2018. Beda Nama dan Jaminan Kepastian Hukum Sertifikat
Hak Atas Tanah. Medan: Pustaka Prima.
36

Santoso, Urip. 2017. Hak-Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, dan Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun. Jakarta: Kencana.

------. 2018. Buku Ajar Hukum Agraria (Suatu Pengantar). Medan: UMSU Press.

Tioria Sianturi, Purnama. 2018. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Barang


Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang. Bandung: Mandar Maju.

Usman, Rachmadi. 2015. Hukum Lelang. Jakarta Timur: Sinar Grafika.

Jurnal:
Faisal, Akibat Hukum Ketiadaan Akta Ikrar Wakaf Atas Perwakafan Tanah,
Dalam DE LEGA LATA:Jurnal Ilmu Hukum Vol. 3. No. 3. (2018).

Harisman, Perlindungan Hukum Bagi Guru Dalam Menjalankan Tugas


Pendidikan Dan Pengajaran, Dalam DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum
Vol. 5. No.1. (2020).

Lilawati Ginting, Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Yang Beritikad Baik Akibat
Pembatalan Hak Tanggungan, Dalam DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 1. No. 2. (2016).

Mhd. Teguh Syuhada Lubis, Pelaksanaan Sita Jaminan Terhadap Objek Sengketa
Yang Berada Di Tangan Pihak Ketiga, Dalam Penanganan Perkara Perdata
DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 4. No. 1. (2019).

Michael Willy et.al, Penyelesaian Sengketa Kredit Macet Melalui Pelaksanaan


Pelelangan Aset Debitur Oleh Bank Artha Graha Internasional Tbk
Medan, Dalam DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 5. No. 2.
(2020).

Muhammad Yusrizal, Perlindungan HukumPemegang Hak Atas Tanah Dalam


Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Dalam DE LEGA LATA:
Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2. No.1. (2017).
37

Padian Adi, Syarat Objektifitas Dan Subjektifitas Penangguhan Penahanan,


Dalam DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 4. No .2. (2019).

Rahmat Ramadhani, Legal Protection for Land Rights Holders Who Are Victims
of the Lan Mafia, Dalam IJRS: International Journal Reglement & Society
Vol. 2. No. 2. (2021).

------, Jaminan Kepastian Hukum Yang Terkandung Dalam Sertifikat Hak Atas
Tanah, Dalam DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2. No. 1. (2017).

------, Pendaftaran Tanah Sebagai Langkah Untuk Mendapatkan Kepastian


Hukum Terhadap Hak Atas Tanah, SOSEK: Jurnal Sosial & Ekonomi,
Vol. 2. No. 1. (2021).

Peraturan Perundang-Undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria.

Undang-Undang No. 42 tentang Jaminan Fidusia Tahun 1999.

Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, yang mengatur tentang Hak Tanggungan


Atas Tanah dan Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang prosedur


pelaksanaan lelang.

Internet:
Ahmad Mughits Naufal, Kewajiban Mempertahankan Harta dan Benda dan
Syahidnya Seseorang yang meninggal Karenanya, diakses melalui
38

https://www.kompasiana.com, pada tanggal 19 November 2022, pukul


09.08 WIB.

Anda mungkin juga menyukai