PROPOSAL
OLEH:
AJULFA AZRIANI
A1Q1 19 064
KENDARI
2023
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
2
6
7
3. Perasaan tertekan. Merupakan suatu dorongan atau tuntutan dari orang lain
ataupun dari lingkungan.
4. Gangguan pemikiran. Merupakan suatu hambatan dari dalam diri individu
ataupun dari orang lain. Misalnya: masalah keluarga, ekonomi, dan masalah
pribadi dari individunya.
5. Gangguan kepanikan. Merupakan suatu bentuk rasa waswas yang dapat
mengganggu hasil yang sudah dilakukan maupun hasil yang akan dilakukan.
6. Kesiapan belajar. Suatu keadaan atau kondisi dimana seseorang sudah siap
untuk menerima pelajaran, sehingga individu tersebut dapat mengembangkan
setiap potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan kebutuhan penelitian maka penulis menggunakan aspek-aspek
tersebut untuk diimplementasikannya pada siswa dan melihat seberapa mirip
dengan aspek yang telah disebutkan, Peneliti juga merangkum beberapa hal,
antara lain tentang suasana lingkungan dan kondisi kesehatan siswa.
2.1.3 Indikator Konsistensi belajar
Makmun (2003) dalam artikel Riadi (2021) menjelaskan konsistensi belajar
yang dilakukan oleh siswa memiliki beberapa indikator atau ciri-ciri, yaitu sebagai
berikut:
1. Konsistensi perhatian. memperhatikan sumber informasi dengan saksama
(guru atau buku), fokus pandangan tertuju pada guru atau papan tulis.
2. Sambutan lisan (verbal response). yaitu bertanya mencari informasi tambahan
penguji, pendapat hipotetiknya, menjadi pembicara.
3. Memberikan pernyataan. Seperti menguatkan, menyetujui, menentang dan
menyanggah atau membandingkan (dengan alasan, tanpa alasan).
4. Menjawab. Menjawab jawaban hasil diskusi atau jawaban teman sesuai
dengan masalah atau menyimpang dari masalah (ragu-ragu).
5. Sambutan psikomotorik. Dengan membuat catatan atau menulis informasi,
membuat jawaban atau mengerjakan tugas.
Berdasarkan kebutuhan penelitian, peneliti akan menggunakan indikator
konsistensi belajar yang telah dimodifikasi. Indikator konsistensi belajar tersebut
antara lain:
9
Untuk membantu seseorang memiliki kemampuan kontrol diri yang baik adalah
dengan cara mendorong melakukannya, memberikan motivasi, memberikan
contoh-contoh yang baik. Sehingga ketika seseorang diarahkan atau didorong
mengontrol dirinya dalam konsistensi belajar agar terciptnya prestasi belajar yang
baik, individu tersebut akan menyaring hal-hal yang disampaikan untuk bisa
dilakukannya dan merubah dirinya kearah yang lebih baik.
Layanan bimbingan kelompok dengan teknik self-control adalah layanan
yang tepat digunakan untuk meningkatkan konsistensi belajar siswa agar dapat
secara tuntas bersama-sama menyelesaikan permasalahan siswa dengan cara
mengajarkan para siswa tentang pengendalian diri yang bisa mengarahkannya
kearah yang lebih positif.
1) Asas Kesukarelaan
Yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik
yang mengikuti atau menjalani layanan atau kegiatan yang diperuntukkan
baginya. Guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan
kesukarelaan seperti itu.
2) Asas Keterbukaan
Suatu asas yang menghendaki agar peserta didik yang menjadi sasaran
layanan atau kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam
memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima
berbagai informasi dari luar yang berguna bagi dirinya. Guru pembimbing
berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik. Agar peserta didik
mampu terbuka, guru pembimbing harus terlebih dulu bersikap terbuka dan
tidak berpura-pura. Assas keterbukaan ini erat kaitannya dengan asas
kerahasiaan dan kesukarelaan.
3) Asas Kenormatifan
Asas ini dipraktikkan berkenaan dengan cara-cara berkomunikasi dan
bertatakrama dalam kegiatan kelompok, dan dalam mengemas isi bahasan.
Prayitno (dalam Aditya, 2019) mengatakan tahapan dalam bimbingan
kelompok terbagi menjadi 4 tahapan, yaitu :
1. Tahap Pembentukan
Tahap pembentukan merupakan tahap pengenalan dan tahap perlibatan
awal dalam kelompok. Tahapan ini sangat perlu sebagai dasar pembentukan
dinamika kelompok. Dalam tahap ini pemimpin kelompok harus menjelaskan
pengertian layanan bimbingan kelompok, tujuan, tata cara dan asas-asas
bimbingan kelompok. Selain itu pengenalan antara sesama anggota kelompok
maupun pengenalan anggota kelompok dengan pemimpin kelompok juga
dilakukan dalam tahap ini.
2. Tahap Peralihan
Pada tahap ini pemimpin kelompok perlu kembali mengalihkan perhatian
anggota kelompok tentang kegiatan apa yang dilakukan selanjutnya,
16
3. Membentuk norma-norma
Norma-norma di dalam kelompok dibentuk berdasarkan harapan anggota
kelompok terhadap kelompok dan pengaruh langsung maupun tidak langsung
dari pemimpin dan anggota yang lebih pengaruh.
Kemudian Mungin (dalam Aditya, 2019) mengatakan dinamika kelompok
terwujud dapat dilihat dari :
1. Anggota kelompok mampu membantu terbinanya suasana keakraban dalam
hubungan antar anggota kelompok
2. Anggota kelompok mampu mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan
diri dalam kegiatan kelompok
3. Anggota kelompok dapat membantu tercapainya tujuan bersama
4. Anggota kelompok dapat mematuhi peraturan aturan kelompok dengan baik
5. Anggota kelompok benar-benar aktif dalam seluruh kegiatan kelompok
6. Anggota kelompok dapat berkomunikasi secara terbuka
7. Anggota kelompok dapat membantu orang lain
8. Anggota kelompok dapat memberi kesempatan kepada anggota lain untuk
menjalankan perannya
9. Anggota kelompok dapat menyadari pentingnya kegiatan kelompok
2. Langkah-langkah teknik Self-Control
Safaria (dalam Aditya, 2019) mengatakan bahwa teknik self control terdiri
dari pencatatan diri (self recording), evaluasi diri (self evaluation), dan
pengukuhan diri (self reinforcement). Untuk lebih jelasnya dijabarkan sebagai
berikut:
Pencatatan diri sering disebut juga observasi diri (self observation), atau
monitoring diri (self monitoring). Dalam pencatatan diri ini siswa diajarkan secara
sederhana dalam melakukan pencatatan diri atas semua perilaku baik perilaku positif
maupun perlaku negatif melalui sebuah tabel, buku diari, atau bisa melalui buku saku.
18
membuat perilaku siswa muncul secara konsisten, dan bertujuan pula untuk
meningkatkan kepercayaan diri dan mengembangkan gambaran diri yang
positif. Pengukuhan diri ini bisa dengan menggunakan pengukuhan konkret,
contohnya dengan memberikan hadiah berupa materi atau bisa juga secara
simbolis dengan pujian dan senyuman. Setelah konselor memberikan
pengukuhan konkret, kemudian siswa diminta untuk menuliskan kata pujian
untuk dirinya sendiri. Hal tersebut dilakukan setiap hari selama terapi
berlangsung. Langkah-langkah pelaksanaan pengukuhan diri:
1) Siswa diajak untuk dapat bangga dengan perilaku positif yang sudah
dituliskannya dalam sebuah proses konseling.
2) Siswa diajak untuk lebih bisa menerima keadaannya dengan sebuah proses
konseling.
3) Siswa diajak menuliskan pujian untuk dirinya sendiri.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menggunakan
rancangan teknik self contol dari Ronen. Adapun pelaksanaannya dibagi menjadi
3 tahap, antara lain pemantauan diri, evaluasi diri dan pengukuhan diri.
2) Tujuan Khusus
Tujuan khusus bimbingan kelompok pada dasarnya terletak pada pembahasan
masalah pribadi individu. Melalui bimbingan kelompok dalam upaya pemecahan
masalah tersebut para siswa memperoleh dua tujuan sekaligus:
a. Berkembangnya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap terarah
kepada tingkah laku khususnya dalam bersosialisasi atau komunikasi.
b. Terpecahkannya masalah individu yang bersangkutan dan diperolehnya
imbalan pemecahan masalah tersebut bagi individu- individu lain.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan
bimbingan kelompok yaitu membantu anggota kelompok dalam tugas-tugas
perkembangannya yaitu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Calhoun & Acocella (dalam Aditya, 2019) menjelaskan tentang Beberapa
tujuan dalam melakukan modifikasi perilaku dengan menggunakan teknik self-
control, yaitu:
1. Mampu mengadapi situasi yang tidak diinginkan dengan cara mencegah atau
menjauhi situasi tersebut.
2. Mampu mengatasi frustasi dan ledakan emosi.
3. Mampu menunda kepuasan dengan segera untuk mengatur perilaku agar dapat
mencapai sesuatu yang lebih berharga atau lebih diterima oleh masyarakat.
4. Mampu mengantisipasi peristiwa dengan mengantisipasi keadaan melalui
pertimbangan secara objektif.
5. Mampu menafsirkan peristiwa dengan melakukan penilaian dan penafsiran
suatu keadaan dengan cara memperhatikan segi- segi positif secara subjektif.
6. Mampu mengontrol keputusan dengan cara memilih suatu tindakan
berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau dietujuinya
Dari beberapa pendapat ahli mengenai tujuan bimbingan kelompok dan
teknik self-control dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan kelompok dengan
teknik self-control yaitu membantu anggota dalam mengatasi suatu masalah
dengan cara penguasaan atau kontrol diri yang mereka miliki sehingga tugas-tugas
perkembangan dapat tercapai.
22
3. Variasi peserta
Heterogen kelompok mewakili mikrokosmos struktur sosial yang ada di
dunia sehari-hari dan menawarkan peserta kesempatan untuk bereksperimen
dengan perilaku baru, mengembangkan keterampilan sosial, dan mendapatkan
umpan balik dari banyak sumber yang beragam. Dinamika kelompok yang
kaya dan bersemangat memerlukan kondisi anggota kelompok yang relatif
heterogen, sehingga terjadi proses saling memberi dan menerima, saling
mengasah, saling merangsang dan merespon berkenaan dengan materi yang
bervariasi. Dinamika yang demikian itu setiap anggota kelompok diharapkan
memperoleh hal-hal baru bagi peningkatan kualitas dirinya sebagai hasil
layanan.
4. Alokasi waktu
Waktu penyelenggaraan sebesar 120 menit harus dapat dipilih dengan baik
oleh konselor/pemimpin kelompok. Dalam kurun waktu tersebut semua
penahapan kegiatan bimbingan kelompok atau konseling kelompok harus
terdistribusi dengan baik.
1. Penelitin yang di lakukan oleh Cahya (2020) yang berjudul Self-Control siswa
dalam meningkatkan mutu belajar oleh guru bimbingan dan konseling di
madrasah aliyah al-washliyah tanjung tiram kabupaten batu bara. Berdasarkan
penelitian yang di lakukan oleh Cahya, Penelitian tersebut menunjukan bahwa
meningkatkan self control siswa menggunakan teknis model bimbingan konseling
konvensional secara islami, yaitu memberikan jenis layanan, proses, dan tindakan
sesuai dengan kebutuhan peserta didik baik secara per-individu maupun secara
28
Perbedaan penelitian yang di lakukan oleh Ogan Wahyu Aditya dengan penelitian ini adalah,
Ogan membahas tentang self control untuk meningkatkan kedisiplinan belajar dengan konseling
kelompok sedangkan penelitian ini membahas tentang pengaruh bimbingan kelompok
menggunakan self control dalam peningkatan konsistnensi akademik peserta didik.
2.6 Kerangka Berpikir
Konsistensi adalah tetap, tdak berubah-ubah, selaras atau sesuai, stabil.
Konsistensi belajar adalah sikap dan perilaku yang mencermikan ketetapan dan
kestabilan terhadap belajar baik berupa, tugas yang diberikan oleh guru ataupun
proses pembelajaran dalam kelas. Menumbuhkan konsistensi sangat perlu untuk
mensuksesakan proses akademik dan kognitif siswa di sekolah. Konsisten adalah
bisa mengerjakan sesuatu dengan stabil, memanfaatkan waktu untuk melakukan
kegiatan posst dalam belajar secara teratur, selalu mengerjakan sesuatu dengan
penuh tanggung jawab, menjadi focus dalam melakukan sesuatu, dapat melakukan
sesuatu secara tetap dan tidak plin-plan, menjadi pribadi yang bisa menarik dan
mengambil kesimpulan sendiri, dapat menghargai waktu serta dapat dipercaya
dalam lingkungan sekolah,keluarga dan masyarakat.
Berkonsisten selain akan membuat seorang siswa memiliki kecakapan
mengenai cara belajar yang baik, juga merupakan suatu proses kearah
pembentukan watak yang baik dan pribadi yang luhur. Ketetapan dan kestabilan
harus ditanamkan dan dikembangkan dengan penuh kemauan dan kesungguhan.
Dengan memiliki kebiasaan yang baik, maka setiap usaha belajar selalu
memberikan hasil yang sangat memuaskan. Selain itu, konsisten dapat mengontrol
tingkah laku siswa yang dikehendaki agar tugas-tugas dan pelajaran di sekolah
dapat berjalan dengan optimal. Dengan konsisten juga diharapkan siswa bersedia
untuk selalu dapat stabil dan tidak berubah-ubah dalam melakukan sesuatu
terlebih dalam belajar.
Namun pada kenyataannya yang terjadi di lapangan masih ada saja siswa
yang tidak konsisten. Permasalahan-permasalahan tersebut memerlukan
penanganan salah satunya dari lembaga sekolah yaitu bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling adalah lembaga yang bertugas memberikan bantuan
kepada peserta didik agar mampu mengambil pilihan dan penyesuaian yang
pentng dalam menghadapi suatu permasalahan. Salah satu layanan yang dapat
digunakan adalah layanan bimbingan kelompok.
30
Gambar 1.1
Hubungan Antar Variabel
Layanan Bimbingan
Kelompok Dengan Teknik
Self-Control
Keterangan:
O1 = Pre-test (kondisi awal)
X = Treatment (pemberian layanan konseling kelompok)
O2 = Post-test (kondisi akhir)
32
33
dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Sampel yang akan diambil adalah siswa yang mempunyai sikap dan
perilaku yang mencerminkan konsistensi belajar yang paling rendah, seperti siswa
yang kadang murung kadang semangat, siswa yang kadang mengerjakan tugas
kadang tidak mengerjakannya, kadang masuk kelas kadang bolos, kadang aktif
dalam kelas kadang tidak bersemangat dan masih banyak lagi contoh-contoh
siswa yang tidak konsisten di dalam kelas.
Pengambilan jumlah sampel sesuai dengan pendapat dari Latipun (2006)
yang menyatakan bahwa bimbingan kelompok lebih efektif jika dilakukan dengan
jumlah anggota 4-12 orang. Pengambilan sampel ini berdasarkan hasil pretest
yang diberikan kepada 38 siswa di kelas XI IPS 2 dan yang menjadi sampel
adalah 5 siswa yang memiliki skor berdasarkan hasil skala konsistensi belajar
yang terendah dan 3 orang memiliki skor konsistensi belajar tinggi.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu atribut atau nilai dari orang, obyck, atau kegiatan
yang mempunyai variasi tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk di pelajari
dan kemudian ditarik kesimpulan. Adapun variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas (Independent Variable)
Variabel ini sering disebut variabel stimulus, predicator, antecedent Dalam
bahasa Indonesia disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah
variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas
adalah layanan konseling kelompok dengan Teknik self-control.
2. Variabel terikat (Dependent Variable) Variabel ini disebut sebagai variable
output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai
variabel terikat. Variable terikat adalah variable yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang
termasuk variabel terikat adalah konsistensi belajar siswa di SMA Negeri 2
Kendari
35
2. Konsistensi belajar adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan siswa yang
menunjukkan kestabilan dan ketetapan terhadap belajar dan pembelajaran yang
diberikan dan mencakup konsisten di sekolah, konsisten di dalam kelas, dan
konsisten belajar mandiri di rumah. Konsistensi belajar rendah adalah suatu
sikap, tingkah laku dan perbuatan yang menunjukan ketidakstabilan dan selalu
berubah-ubah dalam hal belajar dan pembelajaran yang diberikan. Konsistensi
belajar yang rendah saya temui pada siswa di SMA Negeri 2 Kendari, saya
menggunakan bimbingan kelompok dengan teknik self-control untuk sebisanya
dapat menuntaskan konsistensi belajar yang rendah. Dengan bantuan guru dan
angket konsistensi belajar rendah dapat diidentifikasi dan bisa ditangani sesuai
dengan cara yang telah disiapkan.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi adalah proses mengamati tingkah siswa dalam suatu situasi
tertentu situasi yang dimaksud dapat berupa situasi sebenarnya atau alamiah, dan
juga situasi yang sengaja diciptakan atau eksperimen. Observasi digunakan pada
pra penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 2 Kendari untuk mengetahui
konsistensi siswa. Fokus observasi dari penelitian ini adalah kestabilan peserta
didik dalam belajar, ketetapan peserta didik dalam belajar, ketenangan dalam
belajar di kelas, kosentrasi dalam belajar di kelas dan kenyamanan peserta didik
pada saat proses belajar di kelas ataupun di rumah.
36
2. Wawancara
Sugiyono (2015:194) menjelaskan bahwa wawancara/interview digunakan
sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti. Dalam
penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara yang
tidak berstruktur dimana peneliti menggunakan pedoman wawancara yang
tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data, karena pedoman
wawancara yang diajukan berupa garis-garis besar hingga kecil dari permasalahan
yang akan ditanyakan.
Tabel 3.1
n
%= ×100
N
Keterangan:
% = Presentase yang dicari
n = Jumlah skor yang diperoleh
N = Jumlah skor yang diharapkan
Skala konsistensi belajar menggunakan skor 1 sampai 5. Panjang interval
kriteria konsistensi belajar dtentukan dengan cara sebagai berikut:
5
Presentase skor maksimum = ×100 %=100 %
5
1
Presentase skor minimum = ×100 %=20 %
5
Rentangan Presentase skor = 100 %−20 %=80 %
Banyak kriteria = (sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi)
Panjang kelas interval = Rentang ÷ Banyaknya = 80 ÷ 5=16 %
Dengan panjang kelas interval 16% dan presentase skor terendah adalah 20%
maka dapat ditentukan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.2
Kriteria penilaian tingkat konsistensi belajar siswa
Interval Kategori
20 %−36 % Sangat rendah
37 %−52 % Rendah
53 %−68 % Sedang
69 %−84 % Tinggi
85 %−100 % Sangat tinggi
39