Anda di halaman 1dari 41

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK MENGGUNAKAN TEKNIK

SELF- CONTROL TERHADAP KONSISTENSI BELAJAR SISWA SMAN 2 KENDARI

PROPOSAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Kependidikan Pada Jurusan Bimbingan Dan Konseling

OLEH:

AJULFA AZRIANI

A1Q1 19 064

JURUSAN PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2023
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Konsistensi belajar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan siswa


di kelas. Konsisten dalam belajar penting dikarenakan menjaga diri dari perilaku
yang menyimpang dan hal-hal yang dapat mengganggu dalam proses
pembelajaran. Dengan konsisten membuat siswa terlatih dan mempunyai
kebiasaan melakukan tindakan yang baik serta dapat mengontrol setiap
tindakannya sehingga siswa dapat taat, patuh dan tertib terhadap kegiatan belajar
mengajar.
Evertson (2011) mengatakan bahwa konsistensi belajar adalah
mempertahankan ekspetasi yang sama terhadap sebuah perilaku dalam kegiatan
tertentu (belajar) yang di lakukan sepanjang waktu. Contoh dari konsistensi
belajar akademik adalah, siswa yang kondisi belajar dan prestasinya memuaskan
serta stabil dalam kelas. Fenomena yang terjadi di dunia pendidikan saat ini,
banyak siswa yang mengalami penurunan konsistensi belajar. Dalam proses
belajar mengajar, siswa mengalami penurunan kestabilan dalam kelas. Tanpa
konsistensi yang baik, suasana kelas menjadi kurang kondusif bagi kegiatan
pembelajaran sehingga proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan lancar
sesuai dengan rencana.
Perilaku rendahnya konsistensi belajar saya temukan di SMA Negeri 2
Kendari. Saat melakukan pra-penelitian, peserta didik yang menunjukan beberapa
perilaku konsistensi belajar yang rendah berupa: kadang murung pada saat
melakukan proses belajar mengajar tapi kadang juga bersemangat dan tertarik,
kadang bosan hingga tidur dalam kelas kadang juga segar dan aktif dalm kelas,
pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa seperti tidak tertarik pada
belajar tetapi terkadang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, dibeberapa waktu
tidak aktif dalam melakukan proses diskusi tetapi di waktu lain siswa terlihat
menikmati diskusi di kelas, dan terkadang sering menghayal dalam kelas kadang
juga memperhatikan dengan seksama apa yang disampakan guru mata pelajaran.

1
2

Berdasarkan hasil wawancara pra-penilitian dengan Koordinator


Bimbingan dan konseling (BK) bahwa, terdapat beberapa siswa jika dalam kelas
terkadang aktif dan terkadang murung. Para peserta didik memiliki semangat
belajar yang suka berubah-ubah, akibatnya prestasi dan hasil belajar yang baik
tidak bisa dipertahankan. Usaha dan dorongan motivasi diri yang kuat dari siswa
naik turun, tidak dapat dipastikan jika siswa senang belajar hari ini, esoknya
malah sukar untuk belajar dan tidak ingin mengikut proses belajar mengajar.
pemicu yang membuat siswa menjadi anak yang sering bolos pada saat jam
pelajaran berlangsung.
Hasil wawancara dengan ketua kelas 11 IPS 2 mengatakan Beberapa
siswa di kelas, di jam pelajaran lain sangat semangat dalam mengikuti proses
belajar tetapi di jam pelajaran berikutnya terlihat tidak bersemangat dan bosan
dalam kelas, kadang terlihat aktif dalam tanya jawab, tetapi kadang juga murung
dan mengantuk dalam kelas, kadang mengerjakan tugas kadang juga acuh tak
acuh pada tugas yang di berikan oleh guru mata pelajaran, ini jelas terlihat bahwa
mereka mengalami ketidakstabilan dalam belajar akademik sehingga membuat
prestasi akademiknya menjadi tidak memuaskan dan bisa mengancam masa
depannya.
Untuk menunjang konsistensi siswa tentunya tidak terlepas dari adanya
peran layanan bimbingan dan koseling di sekolah. Menurut Sukardi (2008: 1),
“pelaksanaan bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau
pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu atau
kepada konseli”. Guru pembimbing di sekolah atau guru bimbingan dan konseling
tentunya memiliki peran penting dalam menegakkan konsistensi siswa di suatu
sekolah.
Juntika ( 2005:17) mengemukakan bahwa strategi lain dalam meluncurkan
bimbingan dan konseling adalah bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok
dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri
konseli. Isi kegiatan bimbingan kelompok terdiri atas penyampaian informasi
yang berkenaan dengan masalah akademik, karir, dan masalah social peserta
didik.
3

Adapun fungsi utama dari layanan bimbingan kelompok adalah fungsi


pemahaman dan pengembangan. Dengan melakukan bimbingan kelompok,
beberapa siswa yang mengalami masalah konsistensi belajar akademik akan lebih
mudah dikumpulkan secara bersamaan untuk menuntaskan secara mendalam
tentang apa yang dialami.
Berbagai upaya guru bimbingan dan konseling (BK) untuk melakukan
layanan bimbinan kelompok dalam menangani masalah rendahnya konsistensi
belajar pada peserta didik, tetapi masih saja banyak siswa yang tidak miliki
konsistensi belajar. Maka dari itu agar proses bimbingan kelompok lebih dapat
terarah perlu dilakukan dengan cara yang berbeda. Perlunya digunakan teknik
yang membuat peserta didik lebih mudah mengarahkan dirinya sendiri ke arah
yang lebih baik dan positif, yaitu teknik self-control.
Peserta didik dengan kontrol diri (self-control) rendah, cenderung
memiliki konsistensi belajar bermasalah di dalam kelas. Kontrol diri akan
membantu individu membimbing, memimpin dan mengatur tingkah lakunya
sendiri, dan pada akhirnya menuntun individu tersebut mengarah pada keinginan
yang berdampak positif. Guru sebagai pembimbing menggunakan prosedur dan
teknik dalam layanan bimbingan kelompok dengan pengendalian diri untuk
mengajarkan perilaku kontrol diri kepada peserta didik.

Safaria (2004) mengemukakan prosedur mengajarakan teknik self-control


dilaksanakan dengan menggunkan tiga cara yaitu: Pencatatan diri, evaluasi diri dan
pengukuhan diri yang secara spesifik dapat dipertanggung jawabkan secara teoritis
dan secara empiris teruji keefektifannya guna membantu guru untuk meningkatkan
konsistensi belajar peserta didik. Selanjutnya Trope (2000) mengatakan bahwa
penggunaan teknik self-control secara aktif dapat mengatasi godaan/gangguan serta
memberikan penghargaan untuk jangka pendek dan membantu seseorang beraksi
sesuai dengan interst jangka panjang. Oleh karena itu konselor sebagai pelaksana
bimbingan dan konseling di sekolah dituntut untuk memiliki kompetensi dalam
melaksanakan bimbingan yang memandirikan. Salah satu program layanan yang
dapat digunakan adalah konseling kelompok dengan teknik self control karena
program ini akan membantu peserta didik dalam mencapai perkembangan
maksimal.
4

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk


melaksanakan sebuah penelitian dengan judul “Pengaruh Layanan Bimbingan
Kelompok Menggunakan Teknik Self-Control Terhadap Konsistensi Belajar
Di SMA Negeri 2 Kendari”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
batasan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana layanan bimbingan kelompok dengan teknik self-control di
SMA Negeri 2 Kendari?
1.2.2 Bagaimana konsistensi belajar siswa SMA Negeri 2 Kendari
1.2.3 Apakah layanan bimbingan kelompok dengan teknik self-control
berpengaruh terhadap konsistensi belajar siswa di SMA Negeri 2 Kendari.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh dalam
pemberian layanan bimbingan kelompok dengan teknik self-control terhadap
konsistensi belajar siswa di SMA Negeri 2 Kendari
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian yang dilakukan harus mempunyai manfaat, baik itu secara
teoritis maupun praktis. Dalam penelitian ini, d harapkan manfaatnya, sebagai
berikut:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
dalam bidang ilmu bimbingan kelompok dengan teknik self- control dan
dapat digunakan sebagai bahan rujukan ilmiah bagi penelitian selanjutnya
dibidang bimbingan dan konseling kelompok di SMA Negeri 2 Kendari.
5

1.4.2 Manfaat Praktis:


1. Bagi Pihak Sekolah
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kualitas
konsistensi belajar siswa pada pembelajaran di sekolah.
2. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kualitas
siswa ketika sedang menjalani pembelajaran, dilihat dari tingkat
konsistensi belajar siswa. Selain itu, penelitian ini juga dapat memotivasi
guru untuk berinovasi menciptakan teknik, pola, atau metode
pembelajaran lain yang dapat digunakan untuk meningkatkan atau
menstabilkan konsistensi belajar siswanya.
3. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada siswa
tentang bagaimana tingkat konsistensi belajar dan apa saja yang terjadi
pada siswa ketika pembelajara berlangsung, sehingga siswa memahami
karakter yang ada pada dirinya sendiri.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Konsistensi Belajar
2.1.1 Definisi Konsistensi Belajar
Konsistensi belajar berasal dari dua kata yaitu konsistensi dan belajar.
sebelum membahas tentang konsistensi belajar, terlebih dahulu perlu dibahas
tentang konsistensi dan belajar.
Kata “konsisten” diambil dari bahasa Inggris, yaitu “consistent” yang
artinya berdiri dengan kokoh atau berdiri tegak. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), arti konsisten adalah tetap (tidak berubah-ubah),
taat asas atau ajek, selaras atau sesuai. Berdasarkan asal katanya tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa kata konsisten artinya sesuatu yang tidak
berubah-ubah, selalu berperilaku atau terjadi dalam cara yang sama, terutama
hal yang positif.
Evertson (dalam Leonard, 2015) mengatakan bahwa Konsistensi
adalah mempertahankan ekspektasi perilaku selaras dengan ketentuan yang
sebenarnya. Robbins (dalam Leonord, 2015) mengatakan Konsistensi berarti
kemampuan setiap individu dalam menyelaraskan perilaku dan sikapnya
supaya terlihat rasional dan stabil. Basten (dalam Leonord, 2015) mengatakan
Konsitensi dapat diartikan sebagai ketetapan hati (konsisten diri) yang
mengacuh pada tujuan, kehendak, dan minat.
Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud konsistensi adalah kemampuan individu dalam menyelaraskan
perilaku, terlihat stabil dalam melakukan proses, dan tidak berubah-ubah
dalam melakukan suatu aktvitas.
Menurut Irsyad dan Elfi (dalam Indah, 2019:12) pengertian belajar
yaitu “bergerak dari tidak tahu, tidak mampu mencapai aku tahu, aku
mampu”. Artinya, melalui proses belajar siswa akan memperoleh wawasan
dan pemahaman baru yang sebelumnya tidak diketahuinya.

6
7

Slameto juga memberikan definisi belajar (dalam Indah, 2019:12) yaitu


“suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya”. Artinya, bahwa belajar merupakan suatu
proses mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan baru yang sebelumnya tidak
kita ketahui menjadi tahu setelah melalui proses belajar dan diperoleh individu dalam
interaksinya dengan lingkungan. Hakim (dalam Indah, 2019:13) menjelaskan belajar
adalah “suatu proses perubahan didalam kepribadian manusia, dan perubahan
tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas tingkah laku seperti
peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan,
daya pikir, dan kemampuan lainnya”.
Berdasarkan pendapat diatas dapat dipahami bahwa belajar merupakan
suatu proses memperoleh ilmu dan wawasan baru yang diperoleh individu dari
interaksinya dengan lingkungan dan memperoleh perubahan tingkah laku kearah
yang lebih baik.
Dapat disimpulkan bahwa konsistensi belajar adalah kemampuan untuk
selalu stabil, tetap dan menyelaraskan perilaku dalam proses belajar guna
mempereoleh suatu pemahaman tertentu. Dengan konsistensi belajar yang baik,
peserta didik bisa meningkatkan hasil dan prestasi belajarnya dengan percaya diri
karena pencapaian yang didapat selalu konsisten.
2.1.2 Aspek-aspek Konsistensi belajar
Nugroho (2007) dalam artikel Riadi (2021) menjelaskan konsistensi belajar
memiliki beberapa aspek pendukung, antara lain yaitu sebagai berikut:
1. Pemusatan pikiran Suatu keadaan yang memerlukan ketenangan, kenyamanan,
dan juga perhatian dalam proses belajar agar dapat memahami pelajaran yang
sedang dipelajari.
2. Motivasi dan rasa khawatir. Motivasi yaitu keinginan yang muncul dari dalam
diri individu yang berusaha untuk mengubah tingkah laku agar lebih baik dari
sebelumnya. Rasa khawatir merupakan suatu perasaan tidak tenang karena
merasa kurang optimal dalam melakukan suatu pekerjaan.
8

3. Perasaan tertekan. Merupakan suatu dorongan atau tuntutan dari orang lain
ataupun dari lingkungan.
4. Gangguan pemikiran. Merupakan suatu hambatan dari dalam diri individu
ataupun dari orang lain. Misalnya: masalah keluarga, ekonomi, dan masalah
pribadi dari individunya.
5. Gangguan kepanikan. Merupakan suatu bentuk rasa waswas yang dapat
mengganggu hasil yang sudah dilakukan maupun hasil yang akan dilakukan.
6. Kesiapan belajar. Suatu keadaan atau kondisi dimana seseorang sudah siap
untuk menerima pelajaran, sehingga individu tersebut dapat mengembangkan
setiap potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan kebutuhan penelitian maka penulis menggunakan aspek-aspek
tersebut untuk diimplementasikannya pada siswa dan melihat seberapa mirip
dengan aspek yang telah disebutkan, Peneliti juga merangkum beberapa hal,
antara lain tentang suasana lingkungan dan kondisi kesehatan siswa.
2.1.3 Indikator Konsistensi belajar
Makmun (2003) dalam artikel Riadi (2021) menjelaskan konsistensi belajar
yang dilakukan oleh siswa memiliki beberapa indikator atau ciri-ciri, yaitu sebagai
berikut:
1. Konsistensi perhatian. memperhatikan sumber informasi dengan saksama
(guru atau buku), fokus pandangan tertuju pada guru atau papan tulis.
2. Sambutan lisan (verbal response). yaitu bertanya mencari informasi tambahan
penguji, pendapat hipotetiknya, menjadi pembicara.
3. Memberikan pernyataan. Seperti menguatkan, menyetujui, menentang dan
menyanggah atau membandingkan (dengan alasan, tanpa alasan).
4. Menjawab. Menjawab jawaban hasil diskusi atau jawaban teman sesuai
dengan masalah atau menyimpang dari masalah (ragu-ragu).
5. Sambutan psikomotorik. Dengan membuat catatan atau menulis informasi,
membuat jawaban atau mengerjakan tugas.
Berdasarkan kebutuhan penelitian, peneliti akan menggunakan indikator
konsistensi belajar yang telah dimodifikasi. Indikator konsistensi belajar tersebut
antara lain:
9

1. Adanya kestabilan dalam memperhatikan materi pelajaran


2. Selalu merespon dengan materi yang diajarkan
3. Mampu menjelaskan pengetahuan yang diperoleh dengan tanpa ragu-ragu
4. Aktif selalu dalam diskusi mengemukakan pendapat di kelas
5. Berminat terhadap mata pelajaran yang dipelajari
6. Tidak gampang bosan dengan proses pembelajaran yang dilalui

2.1.5 Faktor Penyebab Rendahnya Konsistensi Belajar


Surya (2009) dalam artikel Riadi (2021) menjelaskan ada beberapa faktor yang
dianggap dapat mempengaruhi rendahnya konsistensi belajar siswa antara lain,
yaitu sebagai berikut:
1. Lemahnya minat dan motivasi pada pelajaran. Kurangnya minat dan motivasi
belajar yang akan menyebabkan siswa mudah terpengaruh pada hal-hal yang
lebih menarik perhatian ketika proses belajar berlangsung.
2. Timbulnya perasaan negatif seperti gelisah, tertekan, marah, khawatir, takut,
benci dan dendam. Perasaan tidak enak yang ditimbulkan oleh adanya konflik
dengan pihak lain atau rasa khawatir karena suatu hal sehingga menyita
sebagian besar perhatian. Perhatian yang terpecah ini, tentu menyulitkan anak
untuk mengikuti pelajaran dengan baik. Oleh sebab itu, siswa mudah sekali
kehilangan konsentrasi saat belajar.
3. Suasana lingkungan belajar yang berisik dan berantakan. Suara hiruk-pikuk
kendaraan, suara musik yang keras, suara Televisi (TV), suara orang yang
sedang bertengkar dan lain-lain dapat memecahkan perhatian kita saat ingin
berkonsentrasi belajar. Selain itu keadaan ruang kelas atau ruang belajar yang
berantakan juga membuat tidak nyaman belajar sehingga menjadi gelisah.
4. Bersifat pasif dalam belajar. Anak yang tidak dilibatkan secara langsung dalam
proses belajar mengajar disebut sebagai bersifat pasif dalam belajar. Bersifat
pasif akan membawa anak pada perilaku-perilaku impulsif serta menurunnya
kestabilan karena mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses belajar
mengajar terebut.
10

5. Tidak memiliki kecakapan dalam cara-cara belajar yang baik. Konsistensi


belajar dibutuhkan pada anak ketika ingin mendapatkan prestasi yang baik, hal
ini banyak ditemukan pada anak-anak yang mampu menciptakan cara-cara
belajar yang baik dan efektif. Sementara itu, apabila anak tidak mampu
menciptakan cara belajar yang efektif, konsistensi belajar sulit untuk
dimunculkan.
6. Gangguan kebugaran jasmani. Ketika anak sedang belajar dalam keadaan tidak
bugar jasmani, hal ini akan mengganggu kestabilannya. Keadaan yang tidak
nyaman karena merasa lesu, letih, atau mengantuk akan mengganggu pemusatan
perhatian siswa pada pelajaran yang sedang berlangsung.
Kurniawan dan Agustang (dalam Astika, 2022) menjadi dua aspek yang
menghambat konsistensi belajar siswa di kelas yaitu faktor internal dan faktor
external.
1. Faktor internal merupakan akumulasi beberapa aspek yang menghambat
perilaku konsisten yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri. Faktor internal
menjadi sebuah paling dasar dalam membentuk konsistensi, dimana ini
menyangkut pola pikir, mindset, sikap dan perilaku siswa itu sendiri. Karakter
pribadi siswa (karakter malas). Faktor ini adalah yang paling dasar melekat
dalam diri individu itu sendiri. Karakter malas menjadi sebuah penghambat
paling besar bagi individu dalam memahami dan memperhatikan pelajaran
yang berlangsung. Karakter pribadi siswa ini tentunya menjadi hal penting
dalam membentuk konsistensi siswa itu sendiri. Sebagai sebuah hal dasar
dalam diri karakter menjadi sebuah cerminan diri dalam menganggapi berbagai
ransangan dari luar termaksud memahami dan memperhatikan pelajaran itu.
Perlu dipahaminya dengan baik proses dan cara belajar membuat siswa
menjadi bisa konsisten. Konsisten dalam kestabilan dan ketetapan siswa
terhadap belajar.
2. Faktor yang berasal dari luar individu atau siswa. Faktor ini disebut faktor
eksternal, hal ini mencakup beberapa aspek seperti kemajuan teknologi,
pengaruh lingkungan tempat tinggal dan keluarga, serta petemanan.
11

a. Kemajuan teknologi, sebagai sebuah perubahan teknologi hadir dengan


berbagai manfaat dan inovasi yang sangat membantu manusia, namun tak
dapat disangkal bahwa pada beberapa hal membawa pengaruh negatif pula
bagi masyarakat, salah satunya dengan kehadiran game online. Pada
hakikatnya game online ini sebagai alternatif hiburan masyarakat bagi
dalam menghilangkan kepenatan dari suntuknya aktivitas sehari-hari,
termasuk bagi siswa. Namun terkadang game online ini juga memberikan
efek negatif bagi siswa, dimana game online ini menghabiskan banyak
waktu siswa bukan hanya waktu belajar bahkan waktu istirahat siswa itu
sendiri, dan pada akhirnya meninmbulkan berbagai implisit berupa kesehatan,
sosial, dan ketidakonsistenan siswa, baik itu konsisten belajar, serta kehadiran
disekolah.
b. Lingkungan keluarga dan tempat tinggal. Lingkungan merupakan sesuatu
yang mengelilingi individu di dalam hidupnya, baik dalam bentuk
lingkungan fisik seperti orang tua, rumah, kawan bermain, dan masyarakat
sekitar maupun dalam bentuk lingkungan psikologis seperti perasaan-
perasaan yang dialami, cita-cita, persoalan-persoalan yang dihadapi dan
sebagainya. Hal tersebut tentunya juga berimbas pada konsistensi siswa itu
sendiri. Dimana konsistensi merupakan sikap focus dan memperhatikan
sesuatu secara teratur, dimana hal ini bisa bermula dari keluarga dan
lingkungan sekitar, apabila pada keluarga dan lingkungan tempat tinggal
kebiasan untuk hidup konsisten tidak dibiasakan maka, akan terbawah
kesekolah dan didalam kelas.
c. Faktor pertemanan. Pertemanan ini sendiri merupakan sebuah bentuk
relations atau hubungan dalam bentuk sebuah kelompok, biasanya
kelompok ini memiliki kedekatan dan keakraban yang kuat dengan individu.
Pada beberapa penjelasan dikatakan bahwa pertemanan adalah kelompok
yang terbentuk bisa karena persamaan usia, kedekatan tempat tinggal dan
lain sebagainya.
12

Menurut Kay (dalam Marsela & Supriatna, 2019) mengungkapkan bahwa


salah satu tugas perkembangan remaja yaitu memperkuat self-control
(kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau
filsafah hidup. Siswa yang memiliki kontrol diri, akan memungkinkan dapat
mengendalikan diri dari perilaku-perilaku yang melanggar aturan dan norma-
norma yang berada di lingkungan sekitarnya. Siswa yang memiliki kontrol diri
yang tinggi, akan lebih berperilaku yang positif dan bertanggung jawab dalam
belajar. Begitupun sebaliknya.
Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling
yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan
dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok.
Dinamika kelompok adalah suasana yang hidup, yang berdenyut, yang bergerak,
yang berkembang, yang ditandai dengan adanya interaksi antara sesama anggota
kelompok. Kelompok bisa menyediakan lingkup sosial realistik yang didalamnya
klien bisa berinteraksi dengan rekan sebaya (seusia). Dengan berkumpul bersama
dalam satu lingkup permasalahan yang sama, siswa dapat dengan mudah
mengekspresikan apa yang dirasakan, dapat melihat cara temannya menanggapi
suatu masalah (dalam artian positif), sehingga memungkinkan siswa secara
terdorong akan mengeluarkan potensi positif yang dimilikinya, yang tidak hanya
memiliki pemahaman mirip tentang problem atau kekhawatiran yang dibawa klien
ke kelompok namun juga dibanyak kasus menghadapi problem yang sama.
Dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku konsitensi
belajar siswa adalah karakter dari dalam diri siswa tersebut. Terjadinya
konsistensi beajar karena adanya self-control (Pengontrolan diri) yang baik
sehingga memungkinkan suatu individu memiliki konsistensi belajar akademik
yang baik, teratur dan tepat.
Individu yang memiliki kemampuan kontrol diri akan membuat keputusan
dan mengambil tindakan yang efektif untuk menghasilkan sesuatu yang
diinginkan dan menghindari akibat yang tidak diinginkan.
13

Untuk membantu seseorang memiliki kemampuan kontrol diri yang baik adalah
dengan cara mendorong melakukannya, memberikan motivasi, memberikan
contoh-contoh yang baik. Sehingga ketika seseorang diarahkan atau didorong
mengontrol dirinya dalam konsistensi belajar agar terciptnya prestasi belajar yang
baik, individu tersebut akan menyaring hal-hal yang disampaikan untuk bisa
dilakukannya dan merubah dirinya kearah yang lebih baik.
Layanan bimbingan kelompok dengan teknik self-control adalah layanan
yang tepat digunakan untuk meningkatkan konsistensi belajar siswa agar dapat
secara tuntas bersama-sama menyelesaikan permasalahan siswa dengan cara
mengajarkan para siswa tentang pengendalian diri yang bisa mengarahkannya
kearah yang lebih positif.

2.2 Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik self-control


2.2.1 Definisii Layanan Bimbingan Kelompok
Yusuf (dalam Novitasari, 2020) menjelaskan, bimbingan kelompok yaitu
pemberian bantuan kepada siswa melalaui situasi kelompok. masalah yang di
bahas dalam bimbingan kelompok adalah masalah yang di alami bersama dan
tidak rahasia, baik menyangkut masalaah pribadi, social, belajar, ataupun karir.
Gazda (dalam Intan, 2016) mengemukakan bahwa “bimbingan kelompok
di sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk
membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat”. Menurut
Mu’awanah dan Hidayah (dalam Novitasari, 2020) “bimbingan kelompok
merupakan sebuah kegiatan bimbingan yang dikelola secara klasikal dengan
memanfaatkan satuan/grup yang dibentuk untuk keperluan administrasi dan
peningkatan interaksi siswa dari berbagai tingkatan kelas”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok merupakan
suatu kegiatan kelompok yang dilakukan antara pemimpin kelompok (konselor)
dengan anggota kelompok (konseli/peserta didik) yang memanfaatkan dinamika
kelompok yaitu adanya interaksi saling mengeluarkan pendapat, memberikan
tanggapan, saran, dan sebagainya, dimana pemimpin kelompok menyediakan
informasi-informasi yang bermanfaat agar dapat membantu individu sebagai
anggota kelompok mencapai perkembangan dalam hal pribadi, sosial, belajar, dan
karir.
14

2.2.2 Teknik self-control


Nevid, Rathus & Greene (dalam Rahayu & Heriansyah, 2017)
mengemukakan bahwa teknik self-control adalah membantu individu yang
bermasalah mengembangkan keterampilan yang dapat mereka gunakan untuk
mengubah perilaku mereka. Martin & pear (dalam Rahayu & Heriansyah, 2017)
menjelaskan, teknik self-control adalah sebuah teknik pengendalian perilaku yang
mengakibatkan sebuah perubahan bagi perilaku yang dikendalikan. Sehingga
teknik self-control adalah sebuah teknik yang bertujuan membantu individu
mengontrol atau mengatur perilakunya.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tekni self-control
adalah sebuah cara untuk meningkatkan kemampuan mengontrol, mengatur dan
mengendalikan perilaku diri sendiri. Teknik Self-control juga membantu individu
mengembangkan keterampilan yang dapat digunakan untuk mengubah perilaku.
Menghilangkan kebiasaan ketidakkonsistenan sangat sulit karena konsisten sangat
sulit dikendalikan. Kestabilan untuk belajar sering disepelakan bahkan dianggap
tidak penting oleh banyak orang. Oleh karena itu pengontrolan diri dibutuhkan
untuk mengatur dan mengendalikan perilaku dalam menjalani kehidupan sesuai
dengan kemampuan individu dalam mengendalikan perilaku. Apabila individu
mampu mengendalikan perilakunya dengan baik maka individu tersebut dapat
menjalani kehidupan dengan baik, begitupun sebaliknya.
2.2.3 Langkah-langkah Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Self Control
1. Langkah-langkah Bimbingan Kelompok
Dalam bimbingan kelompok terdapat asas-asas yang diterapkan sebelum
menuju ke langkah dan tahapan. Prayitno (dalam Aditya, 2019) menjelaskan asas-
asas tersebut yaitu :
1) Asas Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibahas dan muncul dalam kegiatan bimbingan
kelompok hendaknya menjadi rahasia kelompok yang hanya boleh diketahui
oleh anggota kelompok dan tidak disebarluaskan ke luar kelompok.
15

1) Asas Kesukarelaan
Yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik
yang mengikuti atau menjalani layanan atau kegiatan yang diperuntukkan
baginya. Guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan
kesukarelaan seperti itu.
2) Asas Keterbukaan
Suatu asas yang menghendaki agar peserta didik yang menjadi sasaran
layanan atau kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam
memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima
berbagai informasi dari luar yang berguna bagi dirinya. Guru pembimbing
berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik. Agar peserta didik
mampu terbuka, guru pembimbing harus terlebih dulu bersikap terbuka dan
tidak berpura-pura. Assas keterbukaan ini erat kaitannya dengan asas
kerahasiaan dan kesukarelaan.
3) Asas Kenormatifan
Asas ini dipraktikkan berkenaan dengan cara-cara berkomunikasi dan
bertatakrama dalam kegiatan kelompok, dan dalam mengemas isi bahasan.
Prayitno (dalam Aditya, 2019) mengatakan tahapan dalam bimbingan
kelompok terbagi menjadi 4 tahapan, yaitu :
1. Tahap Pembentukan
Tahap pembentukan merupakan tahap pengenalan dan tahap perlibatan
awal dalam kelompok. Tahapan ini sangat perlu sebagai dasar pembentukan
dinamika kelompok. Dalam tahap ini pemimpin kelompok harus menjelaskan
pengertian layanan bimbingan kelompok, tujuan, tata cara dan asas-asas
bimbingan kelompok. Selain itu pengenalan antara sesama anggota kelompok
maupun pengenalan anggota kelompok dengan pemimpin kelompok juga
dilakukan dalam tahap ini.
2. Tahap Peralihan
Pada tahap ini pemimpin kelompok perlu kembali mengalihkan perhatian
anggota kelompok tentang kegiatan apa yang dilakukan selanjutnya,
16

menjelaskan jenis kelompok (kelompok tugas atau bebas) menawarkan atau


mengamati apakah anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap
selanjutnya, membahas suasana yang terjadi dan meningkatkan kemampuan
keikutsertaan anggota.
3. Tahap Kegiatan
Tahap ini merupakan tahap inti dari layanan bimbingan kelompok, dalam
tahap ketiga ini hubungan antar anggota kelompok tumbuh dengan baik. Saling
tukar pengalaman dalam bidang suasana perasaan yang terjadi , pengutaraan,
penyajian, dan pembukaan diri berlangsung dengan bebas.
4. Tahap Pengakhiran
Pada tahap ini pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan
segera berakhir, meminta kepada para anggota kelompok untuk
mengemukakan perasaan tentang kegiatan yang telah dijalani, serta membahas
kegiatan lanjutan. Dalam tahap ini pemimpin kelompok tetap mengusahakan
suasana hangat, bebas dan terbuka, memberikan pernyataan dan mengucapkan
terima kasih atas keikutsertaan anggota, memberikan semangat untuk kegiatan
lebih lanjut dan rasa penuh persahabatan.
Dalam pelaksanaanya bimbingan kelompok tentu tidak terlepas dari peran
dan tugas pemimpin beserta anggota kelompok yang nantinya akan memciptakan
dinamika di dalam kelompok tersebut. Mungin (dalam Aditya, 2019) menjelaskan
tugas dari pemimpin kelompok adalah :
1. Membentuk dan mempertahankan kelompok
Pemimpin mempunyai tugas untuk membentuk dan memepertahankan
kelompok. Melalui wawancara awal dengan calon anggota dan melalui seleksi
yang baik, pemimpin kelompok membentuk konseling.
2. Membentuk budaya
Setelah kelompok terbentuk, pemimpin kelompok memgupayakan agar
kelompok menjadi system social yang terapeutik kemudian dicoba
menumbuhkan norma- norma yang dipakai sebagai pedoman interaksi
kelompok.
17

3. Membentuk norma-norma
Norma-norma di dalam kelompok dibentuk berdasarkan harapan anggota
kelompok terhadap kelompok dan pengaruh langsung maupun tidak langsung
dari pemimpin dan anggota yang lebih pengaruh.
Kemudian Mungin (dalam Aditya, 2019) mengatakan dinamika kelompok
terwujud dapat dilihat dari :
1. Anggota kelompok mampu membantu terbinanya suasana keakraban dalam
hubungan antar anggota kelompok
2. Anggota kelompok mampu mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan
diri dalam kegiatan kelompok
3. Anggota kelompok dapat membantu tercapainya tujuan bersama
4. Anggota kelompok dapat mematuhi peraturan aturan kelompok dengan baik
5. Anggota kelompok benar-benar aktif dalam seluruh kegiatan kelompok
6. Anggota kelompok dapat berkomunikasi secara terbuka
7. Anggota kelompok dapat membantu orang lain
8. Anggota kelompok dapat memberi kesempatan kepada anggota lain untuk
menjalankan perannya
9. Anggota kelompok dapat menyadari pentingnya kegiatan kelompok
2. Langkah-langkah teknik Self-Control
Safaria (dalam Aditya, 2019) mengatakan bahwa teknik self control terdiri
dari pencatatan diri (self recording), evaluasi diri (self evaluation), dan
pengukuhan diri (self reinforcement). Untuk lebih jelasnya dijabarkan sebagai
berikut:

a. Pencatatan diri (self recording)

Pencatatan diri sering disebut juga observasi diri (self observation), atau
monitoring diri (self monitoring). Dalam pencatatan diri ini siswa diajarkan secara
sederhana dalam melakukan pencatatan diri atas semua perilaku baik perilaku positif
maupun perlaku negatif melalui sebuah tabel, buku diari, atau bisa melalui buku saku.
18

Dengan mencatat perilaku-perilakunya, baik yang positif maupun negatif,


siswa akan lebih memahami keadaan dirinya sendiri. Jika anak tidak menyadari
berapa sering perilaku negatifnya muncul, akibatnya anak akan kehilangan
kontrol terhadap dirinya. Tujuan akhir dari pencatatan diri ini selain untuk
melihat perkembangan perilaku yang terjadi juga agar siswa mengenali
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Langkah-langkah pelaksanaan
pencatatan diri:

1) Siswa diajak untuk mencatat semua perilakunya baik perilaku positif


maupun negatif dalam seminggu dalam sebuah tabel yang sudah diberikan
oleh konselor.
2) Dalam menuliskan perilakunya siswa juga diajak memberikan penilaian
terhadap perilakunya tersebut dalam skala 1 sampai 10.
3) Tabel yang sudah diisi kemudian dikumpulkan untuk dibahas bersama
dengan konselor.
b. Evaluasi diri (self evaluations)
Penilaian terhadap diri sendiri akan membantu siswa membandingkan
perilakunya pada dua hari yang lalu dengan perilakunya hari ini. Caranya
adalah dengan membuat evaluasi yang sekongkret mungkin salah satunya
dengan menggunakan skala angka seperti skala 1 sampai 10 atau dengan
menggambarkan dalam bentuk suatu tangga. Langkah-langkah pelaksanaan
evaluasi diri:

1) Tabel perilaku yang sudah diisi siswa dianalisis bersama.

2) Konselor mengklasifikasikan perilaku yang sama dan menganalisis apakah


terjadi peningkatan atau penurunan nilai yang sudah ditulis oleh siswa.
c. Pengukuhan diri (self reinforcement)
Pengukuhan diri bertujuan untuk mengajarkan siswa untuk memuji dirinya
sendiri. Siswa tidak bergantung dari orang lain untuk memuji perilakunya,
walaupun pengukuhan dari orang lain masih dibutuhkan. Pengukuhan diri akan
19

membuat perilaku siswa muncul secara konsisten, dan bertujuan pula untuk
meningkatkan kepercayaan diri dan mengembangkan gambaran diri yang
positif. Pengukuhan diri ini bisa dengan menggunakan pengukuhan konkret,
contohnya dengan memberikan hadiah berupa materi atau bisa juga secara
simbolis dengan pujian dan senyuman. Setelah konselor memberikan
pengukuhan konkret, kemudian siswa diminta untuk menuliskan kata pujian
untuk dirinya sendiri. Hal tersebut dilakukan setiap hari selama terapi
berlangsung. Langkah-langkah pelaksanaan pengukuhan diri:

1) Siswa diajak untuk dapat bangga dengan perilaku positif yang sudah
dituliskannya dalam sebuah proses konseling.
2) Siswa diajak untuk lebih bisa menerima keadaannya dengan sebuah proses
konseling.
3) Siswa diajak menuliskan pujian untuk dirinya sendiri.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini menggunakan
rancangan teknik self contol dari Ronen. Adapun pelaksanaannya dibagi menjadi
3 tahap, antara lain pemantauan diri, evaluasi diri dan pengukuhan diri.

1.2.4 Kelebihan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Self Control


1. Kelebihan Bimbingan Kelompok
Winkel (dalam Aditya, 2019) menjelaskan tentang kelebihan bimbingan
kelompok bagi konseli, antara lain:
1) Terpenuhinya beberapa kebutuhan, kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan
teman sebaya dan dapat diterima oleh mereka, kebutuhan untuk bertukar
pikiran dan berbagai perasaan, kebutuhan menemukan nilai-nilai kebutuhan
sebagai pegangan, kebutuhan untuk menjadi lebih independen serta lebih
mandiri.
2) Dalam suasana bimbingan kelompok mereka mungkin merasa lebih mudah
membicarakan persoalan mendesak yang mereka hadapi, lebih rela menerima
sumbangan pikiran dari seorang rekan konseli atau dari konselor yang
memimpin kelompok, lebih bersedia membuka isi hatinya bila menyaksikan
bahwa banyak rekannya tidak malu-malu untuk berbicara jujur dan terbuka
20

2. Kelebihan teknik Self-Control


R.N Jones (dalam Aditya, 2019) menjelaskan tentang kelebihan dari self-
control adalah sebagai berikut:
1) Individu dapat terlibat aktif dan dominan dalam pelaksanaan Self-control.
2) Menciptakan kebebasan dari ketergantungan dan kontrol orang lain
3) Pengubahan tingkah laku yang diperoleh lebih tahan lama
4) Keterlibatan guru atau ahli pengubahan perilaku relative sedikit
5) Dapat meningkatkan generalisasi belajar
6) Mudah dilaksanakan dan tidak mahal
2.2.5 Tujuan dan Manfaat Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Self-Control
1. Tujuan bimbingan kelompok dengan teknik Self-Control
Sukardi (dalam Aditya, 2019) tujuan bimbingan kelompok yaitu:
1) Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak.
2) Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman
sebayanya.
3) Dapat mengembangkan bakat dan minat masing masing- masing anggota
kelompok.

4) Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok.


Mungin (dalam Aditya, 2019) mengatakan tujuan yang ingin dicapai
dalam bimbingan kelompok yaitu, pengembangan pribadi, pembahasan dan
pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok
agar terhindar dari masalah dan masalah terselesaikan dengan cepat melalui
bantuan anggota kelompok lain.
Prayitno (dalam Aditya, 2019) menjelaskan tujuan bimbingan kelompok
terdiri dari dua, yaitu:
1) Tujuan Umum
Tujuan umum bimbingan kelompok adalah berkembangnya kemampuan
sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan.
Bimbingan juga bermaksud mengentaskan masalah klien dengan
memanfaatkan dinamika kelompok.
21

2) Tujuan Khusus
Tujuan khusus bimbingan kelompok pada dasarnya terletak pada pembahasan
masalah pribadi individu. Melalui bimbingan kelompok dalam upaya pemecahan
masalah tersebut para siswa memperoleh dua tujuan sekaligus:
a. Berkembangnya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap terarah
kepada tingkah laku khususnya dalam bersosialisasi atau komunikasi.
b. Terpecahkannya masalah individu yang bersangkutan dan diperolehnya
imbalan pemecahan masalah tersebut bagi individu- individu lain.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan
bimbingan kelompok yaitu membantu anggota kelompok dalam tugas-tugas
perkembangannya yaitu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Calhoun & Acocella (dalam Aditya, 2019) menjelaskan tentang Beberapa
tujuan dalam melakukan modifikasi perilaku dengan menggunakan teknik self-
control, yaitu:

1. Mampu mengadapi situasi yang tidak diinginkan dengan cara mencegah atau
menjauhi situasi tersebut.
2. Mampu mengatasi frustasi dan ledakan emosi.
3. Mampu menunda kepuasan dengan segera untuk mengatur perilaku agar dapat
mencapai sesuatu yang lebih berharga atau lebih diterima oleh masyarakat.
4. Mampu mengantisipasi peristiwa dengan mengantisipasi keadaan melalui
pertimbangan secara objektif.
5. Mampu menafsirkan peristiwa dengan melakukan penilaian dan penafsiran
suatu keadaan dengan cara memperhatikan segi- segi positif secara subjektif.
6. Mampu mengontrol keputusan dengan cara memilih suatu tindakan
berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau dietujuinya
Dari beberapa pendapat ahli mengenai tujuan bimbingan kelompok dan
teknik self-control dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan kelompok dengan
teknik self-control yaitu membantu anggota dalam mengatasi suatu masalah
dengan cara penguasaan atau kontrol diri yang mereka miliki sehingga tugas-tugas
perkembangan dapat tercapai.
22

2. Manfaat Bimbingan Kelompok dengan teknik Self-Control


Natawidjaja (dalam Aditya, 2019) menyatakan manfaat bimbingan
kelompok sebagai berikut :
1) Dapat mengemukakan hal-hal yang penting bagi dirinya
2) Memperoleh balikan yang cepat dari anggota kelompok lain dan pimpinan
kelompok dalam mengalami suatu kesempatan untuk menguji suatu prilaku
baru
3) Meningkatkan kepercayaan diri
Adhiputra (dalam Aditya, 2019) menyatakan bahwa manfaat bimbingan
kelompok yaitu:
1) Mampu memperluas populasi layanan.
2) Menghemat waktu pelaksanaan.
3) Mengajarkan individu untuk selalu komitmen pada aturan
4) Mengajarkan individu untuk hidup dalam suatu lingkungan yang lebih luas
5) Terbuka terhadap perbedaan dan persamaan dirinya dengan orang lain.
Dari kedua pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa manfaat
bimbingan kelompok yaitu dapat mengemukakan hal penting, memperoleh
feedback dari anggota lain, meningkatkan kepercayaan diri,melatih keterbukaan
diri dan berkomitmen.
Calhoun & Acocella (dalam Aditya, 2019) menjelaskan manfaat teknik
self- control yaitu:
1) Membantu individu untuk dapat mengelola diri baik pikiran, perasaan dan
perbuatan sehingga dapat berkembang secara optimal
2) Dengan melibatkan individu secara aktif maka akan menimbulkan perasaan
bebas dari kontrol orang lain.
3) Dengan meletakkan tanggung jawab perubahan sepenuhnya kepada individu
maka dia akan menganggap bahwa perubahan yang terjadi karena usahannya
sendiri dan lebih tahan lama.
4) Individu dapat semakin mampu untuk menjalani hidup yang diarahkan sendiri
dan tidak tergantung lagi pada konselor untuk berurusan dengan masalah
mereka.
23

Dari pendapat ahli diatas mengenai manfaat bimbingan kelompok dan


teknik self-control dapat disimpulkan bahwa manfaat dari keduanya yaitu melatih
individu untuk berani mengungkapkan masalahnya dalam situasi kelompok dan
diharapkan melalui teknik self-control individu dapat mengembangkan dirinya
dengan cara menahan dan mengontrol dirinya.
2.3 Efektifitas Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Self-Control Untuk
Meningkatkan Konsistensi Belajar Siswa
Permasalahan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran di sekolah sangat
beragam. Salah satunya adalah konsistensi belajar yang rendah. Hal ini
dikarenakan siswa belum mampu mengontrol diri sendiri dengan baik.
Konsistensi belajar yang rendah berdampak pada prestasi belajar, sehingga salah
satu cara untuk meningkatkan konsistensi belajar adalah dengan menerapkan
layanan bimbingan. Layanan bimbingan kelompok, siswa dapat mengungkapkan
masalah-masalah yang dialaminya kepada anggota kelompok yang memiliki
masalah sama terkait dengan kontrol diri terhadap Konsistensi belajar yang
rendah. Lingkungan sekolah memberikan pengaruh yang kuat terhadap
Konsistensi pada remaja, baik guru dan siswa itu sendiri. Selain guru mata
pelajaran yang berperan aktif, guru bimbingan dan konseling pun turut andil
dalam mengembangkan potensi, wawasan serta membantu mengentaskan
masalah-masalah yang terjadi pada setiap remaja yang berada disekolahnya.
Dalam masalah ini peneliti menggunakan bimbingan kelompok.
Bimbingan kelompok dianggap dapat meningkatkan kontrol diri karena
dalam bentuk kelompok yang memungkinkan terjadinya interaksi yang dinamis
antar siswa sebagai anggota kelompok. Bimbingan kelompok terdapat suatu
keadaan yang membangun suasana menjadi lebih aktif dan lebih bersahabat,
keadaan itu adalah dinamika kelompok. Dengan adanya dinamika kelompok
itulah siswa mengembangkan diri dan memperoleh banyak keuntungan. Dalam
masalah Konsistensi pada bimbingan kelompok memiliki dua fungsi yaitu fungsi
pencegahan dan penyembuhan, dikaitkan dengan self-control pada siswa maka
dalam memberikan bimbingan kelompok dapat dilakukan upaya pendekatan untuk
memodifikasi perilaku tersebut agar meningkat.
24

Bimbingan kelompok dengan teknik self-control diharapkan lebih efektif


dalam meningkatkan konsistensi belajar. Dalam pelaksanaan bimbingan
kelompok terdapat bentuk latihan-latihan sehingga siswa dapat memberikan
pemikiran dan pendapat untuk memecahkan masalahnya.
2.4 Prosedur Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik
Self-control Untuk Meningkatkan Kosistensi Belajar Siswa
Sebelum suatu kelompok dibentuk, ada ketentuan tertentu yang harus
dibuat. Konselor harus menentukan tempat, jangka waktu, frekuens pertemuan,
jangka waktu tiap sesi, dan besarnya jumlah anggota kelompok.
Folastri dan Rangga (dalam Astika, 2022) menyatakan tercapainya
kegiatan bimbingan dan konseling kelompok yang sukses ditentukan oleh kualitas
perencanaan, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh konselor dalam aspek teknis
operasonal layanan bimbingan kelompok, yaitu:
1. Tempat pelaksanaan
Layanan bimbingan kelompok dapat diselenggarakan dimana saja, di dalam
ruangan ataupun di luar ruangan, di sekolah atau di luar sekolah, di rumah
salah seorang peserta atau di rumah konselor, disuatu kantor atau lembaga
tertentu, atau di ruang praktik pribadi konselor. Dimanapun layanan itu
dilaksanakan, harus terjamin bahwa dinamika kelompok dapat berkembang
dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan layanan. Pertemuan kelompok
bisa dilakukan di mana saja, dengan ketentuan bahwa ruangan harus cukup
leluasa bagi tiap individu.
2. Besaran peserta
Secara umum, kelompok harus memiliki cukup banyak orang untuk
menciptakan interaksi yang mendalam antar anggota kelompok. Dalam
Folastri dan Rangka (dalam Astika, 2022) Corey menjelaskan bahwa jumlah
peserta bimbingan dan konseling kelompok yang ideal adalah 8 orang peserta.
Sedangkan menurut Prayitno menyebutkan jumlah peserta yang lebih efektif
dalam kegiatan bimbingan dan konseling kelompok yaitu sebanyak 10 orang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah peserta bimbingan dan
konseling kelompok yaitu 8-10 orang peserta.
25

3. Variasi peserta
Heterogen kelompok mewakili mikrokosmos struktur sosial yang ada di
dunia sehari-hari dan menawarkan peserta kesempatan untuk bereksperimen
dengan perilaku baru, mengembangkan keterampilan sosial, dan mendapatkan
umpan balik dari banyak sumber yang beragam. Dinamika kelompok yang
kaya dan bersemangat memerlukan kondisi anggota kelompok yang relatif
heterogen, sehingga terjadi proses saling memberi dan menerima, saling
mengasah, saling merangsang dan merespon berkenaan dengan materi yang
bervariasi. Dinamika yang demikian itu setiap anggota kelompok diharapkan
memperoleh hal-hal baru bagi peningkatan kualitas dirinya sebagai hasil
layanan.

4. Alokasi waktu
Waktu penyelenggaraan sebesar 120 menit harus dapat dipilih dengan baik
oleh konselor/pemimpin kelompok. Dalam kurun waktu tersebut semua
penahapan kegiatan bimbingan kelompok atau konseling kelompok harus
terdistribusi dengan baik.

Estimasi waktu dapat dikondisikan sesuai dengan kebutuhan anggota


kelompok dan karakteristik masalah/topik bahasan yang sedang dibahas dalam
kegiatan layanan bimbingan dan konseling kelompok. Banyaknya sesi untuk
penyelenggaraan layanan bimbingan atau konseling kelompok tergantung pada
keperluan dan kesempatan yang tersedia. Untuk pencapaian tujuan yang lebih
lengkap dan menyeluruh, dapat diselenggarakan kegiatan kelompok maraton,
yaitu kegiatan bimbingan kelompok dan/atau konseling kelompok dengan
jumlah sesi/pertemuan (3-8 sesi/pertemuan) secara terus menerus dengan
selingan istirahat seperlunya.

Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti akan melakukan bimbingan


kelompok di SMA Negeri 2 Kendari. Lama sesi konseling 2x45 menit dengan
frekuensi pertemuan 5 kali pertemuan. Jumlah peserta bimbingan kelompok
terdiri dari 8 orang peserta. Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
26

1. Mengambil satu kelompok yang akan digunakan sebagai subyek penelitian


yaitu siswa SMA Negeri 2 Kendari yang memiliki tingkat konsisteni yang
rendah sesuai dengan data/catatan yang diberikan oleh guru bimbingan dan
konseling (BK).
2. Memberikan tes awal (pre-test) kepada siswa yang memiliki catatan kestabilan
belajar yang rendah dari guru bimbingan dan konseling (BK) sebelum
dilaksanakan penerapan bimbingan kelompok dengan teknik self- control.
3. Memberikan perlakuan atau treatment pada subyek yaitu dalam bentuk
kelompok dalam jangka waktu tertentu bagi siswa yang memiliki tingkat
kestabilan yang rendah terhadap belajar dan pembelajaran di kelas.
4. Setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan bimbingan kelompok
dengan teknik self-control kemudian dilihat kembali hasil dari catatan
kestabilan belajar siswa yang telah ada sebagai kegiatan tes akhir (post- test).
Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan treatment adalah sebagai
berikut:
1. Persiapan :
a. Menetapkan waktu dan tujuan
b. Mempersiapkan perlengkapan yang di perlukan.
2. Pembentukan:
a. Menyampaikan salam dan doa sesuai agama masing-masing
b. Menerima anggota kelompok dengan keramahan dan keterbukaan
c. Melakukan perkenalan
d. Menjelaskan tujuan bimbingan kelompok dengan teknik self- control
e. Menjelaskan pelaksanaan bimbingan kelompok dengan teknik self- control
f. Menjelaskan asas-asas dipedomani dalam pelaksanaan bimbingan kelompok
dengan teknik self-control
g. Melakukan permainan untuk pengakraban.
3. Peralihan terdiri dari:
a. Menjelaskan kembali dengan singkat cara pelaksanaan bimbingan
kelompok dengan teknik self-control
27

b. Melakukan tanya jawab untuk memastikan kegiatan anggota


c. Menekankan asas-asas yang dipedomani dan di perhatikan dalam layanan
bimbingan kelompok dengan teknik self-control
4. Kegiatan terdiri dari:
a. Melakukan dinamika kelompok
b. Menanyakan kepada anggota untuk menyampaikan permasalahan terkait
dengan konsistensi belajar siswa
c. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya terkait proses dalam
kelompok
d. Membahas masalah yang dialami siswa secara bersama-sama
5. Pengakhiran terdiri dari:
e. Menyimpulkan pokok bahasan yang telah didiskusikan dalam kelompok
f. Menjelaskan bahwa kegiatan bimbingan kelompok dengan teknik
self-control akan berakhir
g. Menyepakati kegiatan berikutnya
h. Mengucapkan terima kasih
i. Berdoa menurut agama masing-masing
j. Salam penutup
2.5 Penelitian Yang Relevan
Berbagai hasil penelitian mengenai Pengaruh Self-control dalam
meningkatkan konsistensi belajar akademik telah banyak dipublikasikan. Namun
demikian, penelitian tentang pengaruh self control dalam meningkatkan
konsistensi belajar akademik peserta didik masih belum banyak dilakukan.
Berikut ini beberapa hasil penelitian yang menjadi dasar penelitian:

1. Penelitin yang di lakukan oleh Cahya (2020) yang berjudul Self-Control siswa
dalam meningkatkan mutu belajar oleh guru bimbingan dan konseling di
madrasah aliyah al-washliyah tanjung tiram kabupaten batu bara. Berdasarkan
penelitian yang di lakukan oleh Cahya, Penelitian tersebut menunjukan bahwa
meningkatkan self control siswa menggunakan teknis model bimbingan konseling
konvensional secara islami, yaitu memberikan jenis layanan, proses, dan tindakan
sesuai dengan kebutuhan peserta didik baik secara per-individu maupun secara
28

kelompok. Mengenai siswa dalam berperilaku cukup efektif, . Fungsi BK dalam


hal ini dapat menimbulkan kesadaran diri (self control) sangat baik sehingga
menyebabkan peserta didik dapat menerima kondisinya dengan baik dan
menjadikan Rabb-Nya sebagai sandaran saat timbulnya masalah. Selain itu,

Perbedaan penelitian Cahya dengan penelitian ini adalah, ia membahas


tentang self control peningkatan mutu belajar oleh guru bimbingan dan konseling,
sedangkan penelitian ini membahas tentang pengaruh layanan bimbingan
kelompok menggunakan teknik self control siswa itu sendiri untuk dapat
meningkatkan konsistensi belajar akademiknya.
2. Penelitin yang di lakukan oleh Zakiah dan Fikratul Khairi (2019) yang berjudul
pengaruh kemampuan kognitif terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas V SDN
Gugug 01 kecamatan Selaparang. Penelitian yang mereka lakukan menunjukkan bahwa
kemampuan kognitif dan prestasi belajar Matematika siswa kelas V SDN gugus 01
Kecamatan Selaparang tahun pelajaran 2018/2019 cenderung pada kategori sedang.
Berdasarkan hasil analisis regresi, nilai signifikansi pada tabel, yaitu 0.000 < taraf
signifikansi 0,05 maka, Ha yang berbunyi “Terdapat pengaruh kemampuan kognitif
terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas V SDN Gugus 01 Kecamatan
Selaparang Tahun Pelajaran 2018/2019” diterima, dengan besar sumbangan pengaruh
kemampuan kognitif terhadap prestasi belajar Matematika siswa 87,3%.
Perbedaan penelitian mereka dengan penelitian ini adalah mereka membahas tentang
kemampuan kognitif yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa sedangkan
penelitian ini tentang self kontrol yang dapat meningkatkan konsistensi belajar akademik
siswa.
3. Penelitian yang di lakukan oleh Ogan Wahyu Aditya (2019) yang berjudul Efektivitas
konseling kelompok dengan teknik self-control untuk meningkatkan kedisiplinan belajar
siswa. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kedisiplinan belajar siswa mengalami
peningkatan setelah memperoleh konseling kelompok dengan rata-rata 25% dan hasil
analisis uji Paired Samples T-test dengan nilai signifikansi menunjukan p=0,000. Hasil
probabilitas menunjukan kurang dari 0,05 maka hipotesis Ha diterima dan Ho ditolak.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa konseling
kelompok dengan teknik self control efektif untuk meningkatkan kedisiplinan belajar
pada siswa kelas X Multimedia 3 di SMK Muhammadiyah Salaman.
29

Perbedaan penelitian yang di lakukan oleh Ogan Wahyu Aditya dengan penelitian ini adalah,
Ogan membahas tentang self control untuk meningkatkan kedisiplinan belajar dengan konseling
kelompok sedangkan penelitian ini membahas tentang pengaruh bimbingan kelompok
menggunakan self control dalam peningkatan konsistnensi akademik peserta didik.
2.6 Kerangka Berpikir
Konsistensi adalah tetap, tdak berubah-ubah, selaras atau sesuai, stabil.
Konsistensi belajar adalah sikap dan perilaku yang mencermikan ketetapan dan
kestabilan terhadap belajar baik berupa, tugas yang diberikan oleh guru ataupun
proses pembelajaran dalam kelas. Menumbuhkan konsistensi sangat perlu untuk
mensuksesakan proses akademik dan kognitif siswa di sekolah. Konsisten adalah
bisa mengerjakan sesuatu dengan stabil, memanfaatkan waktu untuk melakukan
kegiatan posst dalam belajar secara teratur, selalu mengerjakan sesuatu dengan
penuh tanggung jawab, menjadi focus dalam melakukan sesuatu, dapat melakukan
sesuatu secara tetap dan tidak plin-plan, menjadi pribadi yang bisa menarik dan
mengambil kesimpulan sendiri, dapat menghargai waktu serta dapat dipercaya
dalam lingkungan sekolah,keluarga dan masyarakat.
Berkonsisten selain akan membuat seorang siswa memiliki kecakapan
mengenai cara belajar yang baik, juga merupakan suatu proses kearah
pembentukan watak yang baik dan pribadi yang luhur. Ketetapan dan kestabilan
harus ditanamkan dan dikembangkan dengan penuh kemauan dan kesungguhan.
Dengan memiliki kebiasaan yang baik, maka setiap usaha belajar selalu
memberikan hasil yang sangat memuaskan. Selain itu, konsisten dapat mengontrol
tingkah laku siswa yang dikehendaki agar tugas-tugas dan pelajaran di sekolah
dapat berjalan dengan optimal. Dengan konsisten juga diharapkan siswa bersedia
untuk selalu dapat stabil dan tidak berubah-ubah dalam melakukan sesuatu
terlebih dalam belajar.
Namun pada kenyataannya yang terjadi di lapangan masih ada saja siswa
yang tidak konsisten. Permasalahan-permasalahan tersebut memerlukan
penanganan salah satunya dari lembaga sekolah yaitu bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling adalah lembaga yang bertugas memberikan bantuan
kepada peserta didik agar mampu mengambil pilihan dan penyesuaian yang
pentng dalam menghadapi suatu permasalahan. Salah satu layanan yang dapat
digunakan adalah layanan bimbingan kelompok.
30

Bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh


sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok dan memberikan
kesempatan yang luas untuk berpendapat, memberikan pendapat tentang berbagai
hal yang terjadi di lngkungan sekitar agar mempunyai pemahaman yang efektif,
tepat, dan cukup luas tentang berbagai hal yang dibicarakan. Prayitno (dalam
Astika, 2022) menyatakan bahwa layanan bimbingan yang diselenggarakan dalam
suasana kelompok memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk
membahas dan mengentaskan masalah yang dialami melalui dinamika kelompok.
Konselor membuat semacam diskusi kemudian semua anggota bimbingan
kelompok ikut berpartisipasi membahas masalah siswa yang tidak konsisten untuk
meningkatkan dan menyadarkan diri siswa terhadap konsistensi belajar akademik.
Agar suasana dan proses bimbingan lebih efektif dan terkesan berbeda bahkan
menarik, maka konselor perlu memberikan teknik yang bisa membuat siswa enjoy
dan nyaman pada saat mengikuti bimbingan.
Konselor memberikan teknik yang membuat siswa dapat mengontrol,
mengarahkan, mengatur perlakunya sendiri dan mengatasi situasi-situasi
problematikanya yaitu teknik self-control. Bimbingan kelompok dengan teknik
self-control memberikan dorongan dan motivasi kepada individu untuk membuat
perubahan dengan memanfaatkan potens yang ada dalam dirinya secara maksimal
sehingga dapat dikembangkan dan diaktualisasikan ke dalam kehidupan sehari-
harinya. Dengan penguatan dari kelompok, bimbingan dengan teknik self-control
bisa menjadi pendorong untuk melakukan eksplorasi potensi diri maupun
kelemahannya.
bimbingan kelompok dengan teknik self-control dapat meningkatkan
konsistensi akademik pada peserta didik, karena penggunaan teknik self-control
dapat membantu pesrta didik untuk lebih pandai mengontrol dirinya sendiri.
Bimbingan kelompok dengan teknik self-contol ini diharapkan akan memberikan
pengaruh terhadap konsistensi belajar siswa di SMA Negeri 2 Kendari. Berikut
akan digambarkan alur kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah:
31

Gambar 1.1
Hubungan Antar Variabel

Layanan Bimbingan
Kelompok Dengan Teknik
Self-Control

Konsistensi belajar siswa Konsistensi belajar


Rendah siswa meningkat

2.7 Hipotesis Penelitian


Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh yang signifikan dari
pemberian layanan bimbingan kelompok dengan teknik self-control terhadap
peningkatan konsistensi belajar siswa di SMA Negeri 2 Kendari.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Dan Desain Penelitian
Penelitian ini untuk melihat "Pengaruh Layanan Konseling Kelompok
Dengan Teknik Self-Control Terhadap Peningkatan Konsistensi Belajar Siswa".
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah pendekatan
eksperimen. Menurut Latipun (2006:8) penelitian eksperimen merupakan
penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi yang bertujuan untuk
mengetahui akibat manipulasi terhadap perilaku individu yang diamati.
Manipulasi yang dilakukan dapat berupa tindakan ataupun situasi tertentu yang
diberikan kepada individu atau kelompok dan kemudian dilihat pengaruhnya.
Eksperimen ini juga dilakukan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari suatu
perlakuan yang diberikan secara sengaja oleh peneliti.
Desain yang dipilih dalam penelitian ini adalah pra-eksperimen. Menurut
Latipun (2006:94) pra-eksperimen merupakan eksperimen yang dilakukan dengan
tanpa melakukan pengendalian terhadap variabel-variabel yang berpegaruh.
Dalam penelitian ini yang diutamakan adalah perlakuan saja tanpa ada kelompok
kontrol. Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu desain eksperimen the
one group pre test-post test design. Pada desain ini, di awal penelitian akan
dilakukan terlebih dahulu pengukuran terhadap variabel terikat yang telah
memiliki subjek. Kemudian setelah diberikannya manipulasi maka dilakukan
pengukuran kembali variabel terikat dengan alaat ukur yang sama. Simbol dari
desain ini adalah sebagai berikut:
Bagan 1
Design Penelitian

Pengukuran (O1) Treatment (X) Pengukuran (O2)

Keterangan:
O1 = Pre-test (kondisi awal)
X = Treatment (pemberian layanan konseling kelompok)
O2 = Post-test (kondisi akhir)

32
33

3.2 Lokasi Dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Kendari yang beralamat di JL.
Sisingamangaraja, No.41, Rahandouna, Poasia, Kandai, Kec.Kendari, Kota
Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. Ditetapkan SMA Negeri 2 Kendari sebagai
tempat pelaksanaan penelitian karena peneliti menemukan adanya masalah atau
fenomena yang terkait dengan judul penelitian ini
Penelitian ini dilakukan dalam waktu yaitu bulan Februari sampai April
tahun 2023. Perlakuan (treatment) dalam penelitian ini dilaksanakan selama 5 kali
pertemuan dengan frekuensi pertemuan dua kali seminggu. Lamanya satu
pertemuan 2 x 45 menit
3.3 Objek Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan individu atau objek yang diteliti yang
memilliki beberapa karakteristik yang sama Karakteristik yang dimaksud yakni
berupa usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan wilayah tempat tinggal. Subjek
yag diteliti dapat merupakan sekelompok penduduk di suatu desa, sekolah, atau
yang menempati wilayah tertentu. (Latipun, 2006:42). Adapun populasi dari
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Kendari yang
berjumlah 38 Siswa
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2015:81). Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu 8 siswa dari kelas XI IPS 2 SMA Negeri 2 Kendari. Diambil 8 orang
siswa dengan rincian 5 orang subjek memiliki skor konsistensi rendah, 3 orang
memiliki skor konsistensi tinggi. Hal ini dimaksudkan agar tercipta dinamika
kelompok yang efektif karena adanya timbal balik dan juga saling berbagi
informasi terkait dengan sikap konsisten yang baik.
3.3.3 Teknik sampling
Siswa dipilih berdasarkan purposive sampling. Purposive sampling adalah
pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang
34

dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
Sampel yang akan diambil adalah siswa yang mempunyai sikap dan
perilaku yang mencerminkan konsistensi belajar yang paling rendah, seperti siswa
yang kadang murung kadang semangat, siswa yang kadang mengerjakan tugas
kadang tidak mengerjakannya, kadang masuk kelas kadang bolos, kadang aktif
dalam kelas kadang tidak bersemangat dan masih banyak lagi contoh-contoh
siswa yang tidak konsisten di dalam kelas.
Pengambilan jumlah sampel sesuai dengan pendapat dari Latipun (2006)
yang menyatakan bahwa bimbingan kelompok lebih efektif jika dilakukan dengan
jumlah anggota 4-12 orang. Pengambilan sampel ini berdasarkan hasil pretest
yang diberikan kepada 38 siswa di kelas XI IPS 2 dan yang menjadi sampel
adalah 5 siswa yang memiliki skor berdasarkan hasil skala konsistensi belajar
yang terendah dan 3 orang memiliki skor konsistensi belajar tinggi.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu atribut atau nilai dari orang, obyck, atau kegiatan
yang mempunyai variasi tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk di pelajari
dan kemudian ditarik kesimpulan. Adapun variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas (Independent Variable)
Variabel ini sering disebut variabel stimulus, predicator, antecedent Dalam
bahasa Indonesia disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah
variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas
adalah layanan konseling kelompok dengan Teknik self-control.
2. Variabel terikat (Dependent Variable) Variabel ini disebut sebagai variable
output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai
variabel terikat. Variable terikat adalah variable yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang
termasuk variabel terikat adalah konsistensi belajar siswa di SMA Negeri 2
Kendari
35

3.5 Definisi Operasional


1. Layanan Bimbingan kelompok dengan teknik self-control adalah Layanan yang
memungkinkan siswa dalam suatu kelompok mendapatkan kesempatan untuk
pembahasan dan pengentasan permasalahan masing- masing anggota kelompok
dengan bantuan konselor sebagai pemimpin kelompok, dengan memberikan
kesempatan individu untuk mengatur perilakunya sendiri dan mengubah tingkah
lakunya kearah yang lebih baik melalui beberapa tahap yaitu, tahap observasi
diri, tahap evaluasi diri, dan tahap pemberian pengukuhan, penghapusan atau
penghukuman. Peneliti akan melakukan bimbingan kelompok kepada siswa di
SMA Negeri 2 Kendari yang berjumlah 8 orang sebanyak 5 kali pertemuan,
setiap pertemuan 2x45 menit dan membahas materi yang sudah disiapkan oleh
peneliti.

2. Konsistensi belajar adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan siswa yang
menunjukkan kestabilan dan ketetapan terhadap belajar dan pembelajaran yang
diberikan dan mencakup konsisten di sekolah, konsisten di dalam kelas, dan
konsisten belajar mandiri di rumah. Konsistensi belajar rendah adalah suatu
sikap, tingkah laku dan perbuatan yang menunjukan ketidakstabilan dan selalu
berubah-ubah dalam hal belajar dan pembelajaran yang diberikan. Konsistensi
belajar yang rendah saya temui pada siswa di SMA Negeri 2 Kendari, saya
menggunakan bimbingan kelompok dengan teknik self-control untuk sebisanya
dapat menuntaskan konsistensi belajar yang rendah. Dengan bantuan guru dan
angket konsistensi belajar rendah dapat diidentifikasi dan bisa ditangani sesuai
dengan cara yang telah disiapkan.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi adalah proses mengamati tingkah siswa dalam suatu situasi
tertentu situasi yang dimaksud dapat berupa situasi sebenarnya atau alamiah, dan
juga situasi yang sengaja diciptakan atau eksperimen. Observasi digunakan pada
pra penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 2 Kendari untuk mengetahui
konsistensi siswa. Fokus observasi dari penelitian ini adalah kestabilan peserta
didik dalam belajar, ketetapan peserta didik dalam belajar, ketenangan dalam
belajar di kelas, kosentrasi dalam belajar di kelas dan kenyamanan peserta didik
pada saat proses belajar di kelas ataupun di rumah.
36

2. Wawancara
Sugiyono (2015:194) menjelaskan bahwa wawancara/interview digunakan
sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti. Dalam
penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara yang
tidak berstruktur dimana peneliti menggunakan pedoman wawancara yang
tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data, karena pedoman
wawancara yang diajukan berupa garis-garis besar hingga kecil dari permasalahan
yang akan ditanyakan.

Wawancara digunakan pada pra penelitian yang dilakukan kepada guru


bimbingan dan konseling (BK) untuk mengetahui konsistensi belajar siswa di
SMA Negeri 2 Kendari dan pada ketua kelas XI IPS 2 agar mendapatkan lebih
rinci informasi tentang kondisi dalam kelas di SMA Negeri 2 Kendari.
3. Angket
Dalam penelitian ini, peneliti memberikan angket kepada siswa untuk
mengetahui tingkat konsistensi belajar siswa di SMA Negeri 2 Kendari. Penelitian
angket dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala likert. Skala likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena social. Berikut tabel penskoran skala likert:

Tabel 3.1

Penskoran skala likert


Skor
No Jawaban
Positif Negatif
1. Sangat Sesuai (SS) 5 1
2. Sesuai (S) 4 2
3. Kurang Sesuai (KS) 3 3
4. Tidak Sesuai (TS) 2 4
5. Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 5
37

3.7 Validitas dan Reliabilitas


3.7.1 Uji Validitas
Penelitian ini menggunakan taraf signifikan sebesar 5%. Analisis
butir dilakukan untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal dalam
instrumen dengan cars yaitu skor-skor yang ada dalam butir soal
dikorelasikan dengan skor total, kemudian dibandingkan pada taraf
signifikansi 5% Dalam praktiknya untuk menguji validitas kuesioner
peneliti menggunakan Statistical Packages For SocialScience (SPSS) versi
16.
3.7.2 Realibilitas
Realibilitas pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup
dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
instrumen tersebut sudah baik. Uji realibilitas ini didasarkan pada
ketentuan bahwa apabila nilai hasil perhitungan Thitung dibandingkan
dengan Ttabel pada taraf signifikan 5% Jika Thitung>Ttabel maka instrumen
tersebut dapat dikatakan reliabel Untuk mempermudah perhitungan uji
realibilitas, maka digunakan bantuan program computer Statistical
Packages For Social Science (SPSS) versi 16.
3.8 Teknik Analisis Data
3.8.1 Analisis Statistik Deskriptif Persentase
Sugiyono (2013:147) menjelaskan analisis statistik deskriptif adalah
statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
untuk umum atau generalisasi Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
analisis deskriptif persentase untuk menjelaskan hasil perhitungan skor
pre-test dan post-test. Untuk mengetahui gambaran-gambaran konsistensi
belajar siswa maka skor jawaban akan dikonversikan ke dalam 5 kategori
penilaian yang terdiri atas: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat
rendah.
38

Adapun rumus yang digunakan yaitu:

n
%= ×100
N
Keterangan:
% = Presentase yang dicari
n = Jumlah skor yang diperoleh
N = Jumlah skor yang diharapkan
Skala konsistensi belajar menggunakan skor 1 sampai 5. Panjang interval
kriteria konsistensi belajar dtentukan dengan cara sebagai berikut:
5
Presentase skor maksimum = ×100 %=100 %
5
1
Presentase skor minimum = ×100 %=20 %
5
Rentangan Presentase skor = 100 %−20 %=80 %
Banyak kriteria = (sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi)
Panjang kelas interval = Rentang ÷ Banyaknya = 80 ÷ 5=16 %
Dengan panjang kelas interval 16% dan presentase skor terendah adalah 20%
maka dapat ditentukan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.2
Kriteria penilaian tingkat konsistensi belajar siswa
Interval Kategori
20 %−36 % Sangat rendah
37 %−52 % Rendah
53 %−68 % Sedang
69 %−84 % Tinggi
85 %−100 % Sangat tinggi
39

3.8.2 Analisis Statistik Inferensial


Sugiyono (2013, 148) menjelaskan bahwa statistik inferensial adalah
teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya
diberlakukan untuk populasi, yang artinya analisis statistik inferensial digunakan
untuk menguji hipotesis penelitian. Pengujian hipotesis dilakukan dengan
menggunakan statistika non parametric yaitu dengan uji wilcoxon signed ranks
test untuk melihat ada tidaknya perbedaan gain score antara pre test dan post test
pada eksperimen. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan skor konsistensi
belajar siswa pada saat sebelum diberikan treatment (pre test) dan sesudah
diberikan treatment (post test). Guna mengambil keputusan menggunakan
pedoman dengan taraf signifikansi 5% dengan ketentuan:
1. HO ditolak dan H, diterima apabila nilai Pvalue ¿ α , artinya pemberian layanan
bimbingan kelompok dengan teknik self-control secara signifikan
meningkatkan konsistensi belajar siswa.
2. HO diterima dan H. ditolak apabila nilai Pvalue ¿ α , artinya pemberian layanan
bimbingan kelompok dengan teknik self-control tidak signifikan
meningkatkan konsistensi belajar siswa.

Anda mungkin juga menyukai