Abstrak
Dalam perencanaan bangunan air, komponen hidrologi merupakan komponen yang
penting. Salah satu komponen utama dalam hidrologi adalah data hujan yang dicatat oleh
setiap stasiun hujan, baik kualitas maupun kuantitas pencatatan pada setiap pos hujan.
Sehingga dibutuhkan kajian rasionalisasi dan evaluasi jaringan stasiun hujan agar
mendapatkan jaringan pos stasiun hujan efektif dan efisien. Studi ini dilakukan di DAS
Ngrowo yang memiliki luas wilayah 1.512,20 km2 dengan 21 stasiun hujan yang tersebar di
DAS tersebut. Analisis rasionalisasi dan evaluasi dilakukan dengan menggunakan dua
metode yaitu metode WMO (World Meteorogical Organization) dan Kagan-Rodda. Dari
hasil analisis menggunakan standard WMO, didapati 2 dari 21 pos hujan yang memiliki
Kata kunci: stasiun hujan, WMO, Kagan- kerapatan normal. Sedangkan dari hasil analisis menggunakan metode Kagan-Rodda
Rodda, rasionalisasi
dengan kesalahan perataan 0,8% merekomendasikan 15 dari 21 pos stasiun hujan terpilih.
235
236 Muhammad Hafiizh Imaaduddiin dkk, Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, Volume 20, Nomor 2, Mei 2022 (235-242)
lebih dari 2 meter dengan lama genangan lebih dari delapan baik untuk analisis yang lebih detail [13]. Dengan tujuan
jam di area pekarangan dan lebih dari 20 jam di area sawah. diatas, Badan Meteotologi Dunia atau WMO (World Meteo-
Menurut standar World Meterological Organization rogical Organization) menyarankan kerapatan minimum jari-
(WMO), DAS Ngrowo merupakan daerah pegunungan tropis ngan stasiun hujan sebagaimana terlihat pada Tabel 1.
mediteran dan sedang yang memiliki syarat kerapatan
jaringan 100-250 km2 untuk setiap pos hujannya. Sehingga
dengan adanya 21 pos hujan eksisting untuk luasan DAS se-
besar 1.512,20 km2, akan didapat kerapatan jaringan sebesar
72 km2 untuk setiap pos hujan, yang terlalu rapat atau berle-
bihan. Maka dari itu perlu dilakukan analisis rasionalisasi
guna menyederhanakan atau meratakan perletakan pos
stasiun hujan [11].
Berkaitan dengan hal tersebut, maka diperlukan studi un-
tuk mengevaluasi kerapatan jaringan pos hujan di DAS
Ngrowo yang dilakukan dengan standar WMO dan Kagan-
Rodda sehingga menghasilkan rekomendasi pos hujan yang
rasional, efektif dan efisien.
2. Metode
Gambar 1. Metode Polygon Thiessen [17]
Adapun tahapan metodologi dalam penelitian ini yaitu
pengumpulan data sekunder berupa data curah hujan selama
10 tahun, peta sebaran & data stasiun hujan, peta topografi, Tabel 1. Kerapatan Minimum Jaringan Stasiun Hujan Re-
peta Sungai, peta Daerah Aliran Sungai dan Wilayah Sungai, komendasi WMO [14]
Luas Daerah (km2) per
serta peta batas administrasi kota dan kabupaten.
Satu pos
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara survey No. Tipe
Kondisi Kondisi
inventarisasi pos hidrologi stasiun hujan. Lalu dilakukan
Normal Sulit
analisis hidrologi dari data survey, kemudian dilanjut dengan
analisis kerapatan jaringan stasiun hujan untuk menentukan 1. Daerah dataran tropis
600-900 3.000-9.000
mediteran dan sedang
rekomendasi letak stasiun hujan yang efektif dan efisien.
Daerah pegunungan tro-
2.1 Polygon Thiessen 2.
pis mediteran dan se- 100-250 1.000-5.000
Polygon Thiessen merupakan metode yang memberikan dang
bobot tertentu disetiap stasiun hujan yang dianggap mewakili 3. Daerah kepulauan kecil
hujan dalam suatu daerah dengan luas tertentu dan mem- bergunung dengan curah 140-300
berikan faktor koreksi bagi hujan di stasiun bersangkutan hujan bervariasi
[12]. Polygon Thiessen dihitung dengan persamaan 1. 1.500-
4. Daerah arid dan kutub
10.000
⋯….
𝑅= (1)
⋯….
dengan 2.3 Metode Kagan Rodda
R : curah hujan daerah rata-rata Penetapan jaringan stasiun hujan tidak hanya terbatas
𝑅 : Curah hujan ditiap titik pos curah hujan pada penentuan jumlah stasiun yang dibutuhkan dalam suatu
𝐴 : Luas daerah Thiessen yang mewakili titik pos luasan DAS, namun juga tempat dan pola penyebarannya
curah hujan [15]. Petunjuk yang bersifat kualitatif diberikan oleh Rodda,
2.2 Metode WMO yaitu dengan memanfaatkan koefisien korelasi hujan [16,
Luas curah hujan yang terjadi lebih luas dari luas curah 17]. Kelebihan metode ini adalah jumlah pos hujan dapat
hujan yang diwakili oleh stasiun penakar hujan atau se- ditetapkan dalam tingkat ketelitian tertentu, dan juga cara ini
baliknya, maka dengan memperhatikan pertimbangan biaya, sekaligus memberikan pola penempatan dan persebaran
topografi dan lain-lain harus ditempatkan stasiun hujan stasiun hujan dengan jelas [18]. Kagan melakukan penelitian
dengan kerapatan optimal yang bisamemberikan data yang pada daerah tropis yang hujannya bersifat lokal dengan area
Muhammad Hafiizh Imaaduddiin dkk, Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, Volume 20, Nomor 2, Mei 2022 (235-242) 237
penyebaran yang tidak luas dan memiliki variasi ruang untuk Koefisien Determinasi
hujan dengan kala ulang tertentu. Hasilnya sangat tidak ber- Analisis koefisien determinasi (R2) digunakan untuk
variasi meskipun dalam kenyataan menunjukkan suatu kore- mengetahui seberapa besar prosentase sumbangan pengaruh
lasi pada tahap tertentu. Secara garis besar langkah-langkah variabel bebas secara serentak terhadap variabel tak bebas
perhitungan yang dilakukan dalam perencanaan jaringan [19]. Persamaan regresi Y terhadap X, nilai R2 dihitung de-
Kagan-Rodda adalah seperti di bawah ini [17]: ngan mengkuadratkan nilai koefisien korelasi. Dalam pene-
1. Berdasarkan pos hujan yang sudah ada, dibuat hubungan litian ini, digunakan model Regresi Linear Sederhana. Dika-
antara jarak pos dengan data hujan disesuaikan dengan takan sederhana karena hanya ada satu pengubah bebas dan
keperluan. Dalam penentuan tersebut tidak perlu tidak ada parameter yang muncul sebagai suatu eksponen
memperhatikan arah, karena tidak berdampak pada atau dikalikan atau dibagi oleh parameter lain serta meng-
korelasi antara keduanya. hasilkan model regresi yang baik.
2. Hubungan yang didapat pada tahap sebelumnya digambar
pada grafik lengkung eksponensial, sehingga dari grafik 3. Hasil dan Pembahasan
tersebut didapatkan nilai d(0) dengan menggunakan nilai 3.1 Deskripsi Lokasi Studi
rerata d dan r(d).
Nilai koefisien variasi (Cv) didapatkan dari jaringan pos hu-
jan yang tersedia. Untuk analisis jaringan Kagan-Rodda,
memakai persamaan 2-7 [17].
Skala 1:1.225.000
𝑟( ) = 𝑟( ) ∙ 𝑒 (2)
. √
( ) ( )√
𝑍 = 𝐶𝑣 (3)
. ( )
𝑍 = 𝐶𝑣 1 − 𝑟( ) + (4)
( )
𝐿 = 1,07 (5)
Gambar 2. Area DAS Ngrowo
𝐶𝑣 = (6)
∑ ∑ ∑ Pada Gambar 2, terlihat area DAS Ngrowo dengan blok
𝑟= (7) warna merah muda. DAS Ngrowo terletak di kabupaten
( ∑ (∑ ) )( ∑ (∑ ) )
Tulungagung dan Trenggalek (garis batas wilayah berwarna
dengan:
merah), provinsi Jawa Timur dengan luasan DAS mencapai
r(d) : Koefisien korelasi untuk jarak stasiun sejauh d
±1.512,20 km2 dan memiliki 21 pos stasiun hujan.
r(0) : Koefisien korelasi untuk jarak stasiun yang sangat
pendek 3.2 Analis Curah Hujan Rerata Daerah
d : jarak antar stasiun (km) Analisis data hujan menggunakan Polygon Thiessen de-
d(0) : radius korelasi ngan memberikan bobot tertentu pada setiap stasiun hujan.
Cv : Koefisien variasi Data yang di peroleh adalah dari tahun 2010-2019 pada setiap
A : luas DAS (km) stasiun hujan. Hasil perhitungan rata-rata curah hujan dari
N : jumlah stasiun setiap pos stasiun hujan, ditampilkan pada Tabel 2.
Z1 : Kesalahan perataan (%) 3.3 Evaluasi Jaringan Stasiun Hujan Berdasarkan WMO
Z3 : Kesalahan interpolasi (%) Evaluasi kerapatan jaringan stasiun hujan adalah untuk
L : Jarak anter stasiun (km) menentukan jumlah stasiun hujan yang ideal di dalam sebuah
S : Standart deviasi DAS. Salah satu metode dari evaluasi jaringan stasiun hujan
X : nilai rata-rata adalah berdasarkan standard WMO pada Tabel 3. Untuk
r : koefisien korelasi daerah DAS Ngrowo dengan tipe DAS berbentuk dataran
n : jumlah data pegunungan tropis memiliki syarat setiap satu stasiun hujan
X1 : data hujan pada stasiun X mewakili luasan tangkapan 100-250 km2.
Y1 : data hujan pada stasiun Y
2.4 Analisis Regresi Tabel 2. Rekapitulasi Curah Hujan Rata-Rata
238 Muhammad Hafiizh Imaaduddiin dkk, Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, Volume 20, Nomor 2, Mei 2022 (235-242)
Memperhitungkan Faktor Topografi Pada Daerah [17] S. Harto, Hidrologi Terapan, 2nd ed. Yogyakarta:
Aliran Sungai (Das) Sampean, Kabupaten Bondo- Biro Penerbit Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil,
woso, Jawa Timur,” 2017. Universitas Gadjah Mada, 1994.
[14] R. K. Linsley and J. B. Franzini, Teknik Sumber Daya [18] PUPengairan, “Pedoman Rasionalisasi Pos Hidrologi
Air Jilid II. Jakarta: Erlangga, 1986. dengan Metode Stepwise, Analisa Bobot, Kriging,
[15] S. Arifah, E. Suhartanto, and D. Chandrasasi, Kagan dan Analisa Regional,” Jakarta, 2014.
“Rasionalisasi Jaringan Pos Stasiun Hujan Pada DAS [19] Damodar Gujarati, Ekonometrika Dasar, 2nd ed.
Kemuning Kabupaten Sampang Menggunakan Meto- 1995.
de Kagan-Rodda Dan Kriging Dengan Memper- [20] H. Xu, C. Y. Xu, H. Chen, Z. Zhang, and L. Li,
timbangkan Aspek Topografi,” J. Mhs. Jur. Tek. “Assessing the influence of rain gauge density and
Pengair., vol. 1, no. 2, p. 15, 2018. distribution on hydrological model performance in a
[16] J. C. Rodda, “Precipitation Network,” WMO Bull., humid region of China,” J. Hydrol., vol. 505, pp. 1–
vol. No. 324, p, 1967. 12, 2013, doi: 10.1016/j.jhydrol.2013.09.004.
242 Muhammad Hafiizh Imaaduddiin dkk, Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, Volume 20, Nomor 2, Mei 2022 (235-242)