Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sumber daya alam yang kita miliki dan merupakan hasil tambang mineral utama

negara adalah pertambangan minyak bumi dan gas yang menjadikan sumber

pendapatan devisa bagi Negara pada khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM) dan

gas bumi yang merupakan salah satu pendukung roda-roda pembangunan

nasional yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan perekonomian bangsa ini.

Bisa di lihat di awal tahun 80-an, hasil pengolahan minyak bumi antara lain minyak

mentah dan minyak suling menyumbang sekitar 75% dari keseluruhan ekspor

negara. Sejak tahun 1995, jumlah tersebut turun menjadi kurang dari 20% dan

indonesia mulai mengimport minyak di karenakan hampir seluruh sektor baik itu

sektor industri, pengguna jasa angkutan, rumah tangga dan lain-lain menjadikan

BBM dan gas bumi sebagai kebutuhan utamanya sedangkan cadangan minyak

bumi makin menipis.

Melihat wilayah Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan yang terdiri atas

lebih dari 13.500 pulau besar dan kecil, dan lebih dari 6000 pulau

berpenduduk(Ensiklopedia negara dan bangsa)


. Pulau pulau ini membentang bagai jembatan

batu pijakan antara daratan Asia dan benua Australia. Ini menjadikan

pengangkutan BBM di Indonesia pada umumnya menggunakan sarana

1
transportasi laut yaitu kapal tanker ke setiap pulau di Indonesia. Ada 2 (Dua) tahap

dalam pengangkutan minyak ini :

1. Ada pengangkutan dari pengeboran minyak mentah ke lokasi pengolahan

dan dari lokasi pengolahan tersebut ke pelabuhan-pelabuhan dalam bentuk

minyak jadi (Product)

2. Ada dari kapal-kapal penampung ke kapal-kapal pengangkut dalam bentuk

ship to ship transfer (STS) untuk di distribusikan ke berbagai tempat

Salah satu proses yang memegang peranan penting dalam pendistribusian

minyak adalah proses pemuatan minyak jadi (Product) dari kapal penampung ke

kapal pengangkut di lepas pantai. Lancarnya pengangkutan minyak product dari

kapal penampung ke kapal pengangkut bergantung dari lancar tidaknya

pengolahan minyak mentah (Crude). Kelancaran proses bongkar muat minyak

product di lepas pantai tidak lepas dari peran aktif oleh kedua belah pihak kapal

mengenai sistem perencanaan dan pelaksanaan bongkar muat yang tepat. Penulis

menjalani praktek berlayar selama 2 bulan di kapal MT. Griya Asmat yang

armadanya ini digunakan PERTAMINA sebagai kapal pengangkut, maka di sini

penulis ingin mengangkat permasalahan dalam bentuk skripsi yang berjudul

“Efisiensi bongkar muat minyak product secara Ship To Ship Transfer (STS)”.

Ini untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam bagaimana

merencanakan, melaksanakan dan mengawasi proses pemuatan minyak product

di kapal pengangkut. Dengan adanya pengetahuan dan wawasan yang baik, di

harapkan dapat di laksanakan secara optimal, sehingga dapat mengatasi segala

masalah yang terjadi di atas kapal tanker product yang sedang Ship to Ship

transfer. Masalah utama tersebut adalah kurang mampunya anak buah kapal

2
(mualim I dan bawahannya) dalam merencanakan pemuatan minyak product,

ketidaksiapan peralatan yang digunakan dan kelalaian ABK kapal dalam berdinas

jaga yang menyebabkan tank over flow.

B. TUJUAN DAN KEGUNAAN PENELITIAN

Tujuan penulisan ini adalah agar semua awak kapal dapat mengetahui dan

menguasai dengan baik segala sesuatu tentang keadaan perairan, persiapan alat-

alat bongkar muat, mengatasi pencemaran tumpahan minyak akibat kelalaian ABK

kapal yang menyebabkan tank over flow, serta memahami dan menguasai

bagaimana sistem pemuatan yang tepat. Segala sesuatu yang di bahas di dalam

penulisan skripsi ini di usahakan nantinya berguna bagi orang-orang yang turut

andil khususnya anak buah kapal dalam hal pemuatan minyak product pada saat

kapal Ship To Ship transfer (STS).

C. PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang ada pada pelaksanaan pemuatan minyak product pada saat

kapal ship to ship sangat banyak dan luas, mengingat hal itu maka permasalahan

yang akan di bahas hanya meliputi :

1. Kurangnya pengetahuan perwira dan kru kapal mengenai fungsi dan

penggunaan alat alat yang di gunakan dalam proses pemuatan.

2. Kurang optimalnya sistem pemuatan meliputi perencanaan pemuatan

yang belum di buat secara seksama oleh mualim I, kurangnya perawatan

3
terhadap peralatan yang digunakan dan ketidakdisiplinan ABK kapal dalam

berdinas jaga.

D. PEMBATASAN MASALAH

Pengalaman yang penulis dapat dalam PRALA (Praktek Laut) mengenai masalah

yang di hadapi dalam proses memuat di lepas pantai sangat banyak. Maka dari itu

penulis ingin membahas pokok-pokok masalah yang kiranya penulis mengerti

masalah pemecahannya. Adapun permasalahannya adalah bagaimana cara

persiapan, perawatan dan penggunaan alat-alat bongkar muat semaksimal

mungkin agar proses pemuatan dapat berjalan dengan lancar dan mendapatkan

efisiensi waktu yang baik, mencegah tumpahan minyak ke laut agar tidak terjadi

pencemaran laut yang dapat merusak ekosistem di laut mengingat besar sekali

manfaat laut dalam kehidupan manusia dan yang terakhir bagaimana pelaksanaan

sistem pemuatan yang cepat dan tepat. Pembatasan masalah di sini yang di

angkat menjadi sebuah judul dari skripsi penulis adalah bagaimana proses

bongkar muat minyak product secara Ship To Ship yang baik dan benar agar

mendapatkan efisiensi waktu pengoperasian di kapal MT.PENDOPO/P.1020.

4
E. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI

Dalam membaca skripsi ini pembaca harus memahami isi skripsi ini dengan

uraian-uraian yang berdasarkan pada sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang latar belakang masalah,

tujuan dan kegunaan penelitian, perumusan masalah, pembatasan

masalah dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini penulis menjelaskan hasil terlebih dahulu, tinjauan

pustaka dari beberapa buku yang pernah penulis baca dan juga

berisikan pokok-pokok pemikiran dari skripsi ini.

BAB III METODE PENELITIAN

Berisikan tentang cara-cara penulis mendapatkan hasil penelitian

dengan waktu dan tempat penelitian, bagaimana penulis

mengumpulkan data, populasi, sample dan tehnik analisis.

BAB IV METODE PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini di jelaskan deskripsi dan analisis data dan bagaimana

alternatif pemecahan masalah yang penulis hadapi serta evaluasi

pemecahan masalah tersebut.

BAB V PENUTUP

Bagian ini merupakan bab terakhir yang berisikan tentang

kesimpulan dan saran yang merupakan jawaban dari permasalahan

dalam skripsi ini.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

A. HASIL PENELITIAN TERDAHULU

Sesuai dari penelitian yang di lakukan di atas kapal, hasil penelitian yang berkaitan

dengan terlambatnya proses bongkar muat kapal tanker pada waktu (STS) ada

beberapa hal, antara lain adalah :

1. Kurangnya pengetahuan tentang penggoperasian pompa-

pompa dan kran-kran dengan baik dan benar

2. Penggunaan Cargo hose (slang karet muatan) yang sudah

tidak layak pakai

3. Fender (Dapra-dapra) yang di pakai tidak sesuai dengan

besar ukuran kapal

4. Kurangnya pengertian jalur pipa muatan (Cargo piping line)

pada setiap perwira

Yang paling utama yang harus di perhatikan oleh seorang perwira dek kapal tanker

terutama yang baru mulai bertugas ialah mengenal ”Cargo piping line”

kapalnya(Kapal dan muatanya).

6
Dan hasil penelitian yang penulis lakukan di atas kapal yang berkaitan dengan

sering terjadinya pencemaran di laut di sebabkan oleh :

1. Penggunaan Cargo hose (slang karet muatan) yang tidak kedap di

karenakan pengaruh reducer (sambungan pengecil) mengakibatkan

rembesan dan kebocoran muatan

2. Belum mengertinya pemasangan oil boom (sebuah takel angkat untuk

mengangkut/memindahkan slang muatan) yang baik dan benar

3. kecerobohan awak kapal dalam menutup lubang-lubang dengan penutup

lubang (scrupper) di geladak yang berhubungan langsung dengan laut

Inilah beberapa hal yang penulis ketahui dalam melakukan penelitian dan

pengamatan selama praktek berlayar di atas kapal agar dapat di mengerti dan di

pahami oleh anak buah kapal agar dapat tercapai waktu bongkar muat yang

efesien dan mencegah pencemaran di laut.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam menjelaskan beberapa masalah yang penulis hadapi dalam pembuatan

skripsi ini penulis membutuhkan beberapa buku sebagai buku pedoman atau

acuan guna membandingkan pengalaman yang penulis hadapi dengan teori

yang di terapkan dalam menyelesaikan naskah tersebut, adapun buku yang

menjadi acuan tersebut adalah:

1. Teori pemuatan dan slang-slang muatan dan rencana pemuatan dari

buku : Tanker Safety Perwira, Diklat PERTAMINA hal 81, 152,172 dan

173

7
2. Teori reducer, fender dan hoses dari buku : Ship To Ship transfer guide

( PETROLEUM ), Third Edition 1997 hal : 4, 5, 25 s/d 30, 49 dan 50

3. Teori tindakan bila terjadi tumpahan minyak dari buku : Pollution

Prevention, Diklat PERTAMINA hal 102 dan 103

4. Teori sistim penataan pipa dari buku : Kapal dan muatannya, Capt.

Istopo, MM hal 240

5. Teori tumpahan minyak ke laut dari kapal tanker, sebab terjadinya

tumpahan minyak dari kapal dan cara pembersihan tumpahan minyak

dari buku : Pollution Prevention untuk perwira, Diklat PERTAMINA hal:

4, 5, 14, 15 dan 16

6. Data-data fender, hose dan reducer di dapat dari buku terbitan

Bridgestone

Dari beberapa buku di atas yang digunakan sebagai daftar pustaka pembuatan

skripsi ini maka penulis mendapatkan pengertian-pengertian yang sering

digunakan atau disebutkan dalam pengoperasian kapal tanker, antara lain :

1. Mooring Master (MM)

Orang yang bertugas menyandarkan dan melepaskan kapal dari lokasi STS

2. Manifold

Lubang bermulut banyak yang fungsinya sebagai tempat keluar masuknya

minyak yang merupakan tempat penyambung (Connection) antara slang

bongkar kapal yang satu dengan yang lain

8
3. Reducer

Alat yang digunakan sebagai penyambung antara cargo hose dengan

manifold. Alat ini digunakan sebagai sambungan pengecil yang

menghubungkan antara cargo hose dengan manifold

4. Cargo piping line

Jalur pipa muatan yang berguna untuk di mana tangki-tangki di bagi dalam

kelompok-kelompok

5. Fender

Alat ini sering di sebut juga dapra-dapra yang berfungsi sebagai penahan

benturan langsung antara kapal pada saat STS transfer

6. Ship To Ship transfer (STS)

Kegiatan bongkar muat antara 2 kapal yaitu kapal penampung (storage) ke

kapal pengangkut (carried) yang di lakukan di lepas pantai

7. Shutle

Kapal-kapal yang mengangkut minyak dari kapal penampung

8. Sounding

Alat ukur yang di gunakan untuk mengetahui ketinggian permukaan cairan

dalam tangki

9
9. Rate

Jumlah cairan muatan yang mengalir melalui slang setiap 1 jam

10. Stripping

Proses pengisapan cairan muatan yang sudah mencapai pada tahap

terendah atau akhir

11. Oil product

Minyak jadi yang siap di pasarkan dengan sedikit pengolahan

12. Topping off

Tahap operasi pada akhir pemuatan pada suatu tangki untuk memperoleh

level tertinggi minyak yang di inginkan

13. Saw dust

Serbuk gergaji yang berfungsi untuk mencegah meluasnya minyak yang

tumpah di main deck

14. Oil dispersant

Larutan yang berfungsi menghilangkan minyak yang tercampur dengan air

laut

10
15.Multiplan

Sebuah kapal merambat dengan cara menurunkan kedua jangkar secara

bersamaan dan hati-hati

16.Singleplan

Sebuah kapal mempercepat arahnya menuju canggahnya atau bouy

setelah menempatkan pipannya ke manifold

C. KERANGKA PEMIKIRAN

Dengan memperhatikan berbagai macam hal yang mengenai pencemaran di laut

pada saat proses bongkar muat di atas kapal tanker, penulis mengetahui bahwa

perencanaan pemuatan minyak product pada kapal penampung di laut lepas

sangat penting dalam :

1. Menunjang efesiensi waktu pengoperasian kapal untuk distribusi minyak

2. Pencegahan pencemaran di laut

Dengan adanya persiapan yang tepat untuk peralatan atau perlengkapan yang di

operasikan maupun penataan rencana pada saat pemuatan atau loading plan di

harapkan dapat menaggulangi masalah-masalah yang terjadi. Maka kerangka

pemikiran yang penulis angkat dan sajikan dalam skripsi ini adalah: ”Kurangnya

kemampuan mualim I dan bawahannya dalam persiapan pemuatan, meliputi

peralatan-peralatan yang di gunakan dan kurangnya perencanaan pemuatan

(loading plan)”

11
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Dalam masa praktek layar selama 1 tahun di MT.PENDOPO/P.1020 milik

PT.PERTAMINA penulis mendapat pengalaman yang berarti tentang bagaimana

cara bernavigasi yang benar pada saat kapal berlayar, teknik olah gerak pada

waktu kapal sandar di dermaga, CBM ataupun Ship To Ship transfer (STS)

dengan aman, sistematis dan efisien. Dalam masa praktek juga penulis

mendapatkan pengalaman tentang bagaimana cara bongkar muat yang baik dan

benar agar mendapatkan efisien waktu pengoperasian kapal pada saat kapal STS

di laut lepas mengingat proses bongkar muat selama penulis praktek di

MT.PENDOPO/P.1020 banyak di lakukan di STS dan banyak hal lagi yang di

dapat dalam masa praktek berlayar yang penulis tidak sebutkan satu persatu.

Teknik bongkar muat pada saat kapal STS diperoleh oleh penulis waktu kapal

berada di Kalbut, Situbondo Jawa-Timur dari akhir bulan November 2004 sampai

awal bulan September 2005. Pada saat sekarang banyak kapal tanker di dunia ini

menggunakan STS sebagai salah satu bagian dari proses bongkar muatnya dan

PT.PERTAMINA sebagai perusahaan tambang minyak dan gas negara

mengoperasikan armada-armadanya dengan sistem STS walau di samping itu ada

juga sebagian armadanya yang menggunakan dermaga sebagai proses

12
pemuatannya hal ini tergantung dari kebutuhannya. Sistem STS di pilih karena

banyak keuntungannya dari segi efisiensi waktu. Proses bongkar muatnya lebih

cepat dan relatip lebih mudah dalam proses sandar dan lepas sandarnya, ini di

karenakan tidak begitu memperhatikan pasang surut airnya karena berada di laut

lepas yang mudah di jangkau oleh kapal tanker, baik kapal yang besar maupun

yang kecil.

Kapal MT.PENDOPO/P.1020 sebagai salah satu armada kapal milik

PT.PERTAMINA menggunakan sistem STS untuk proses pemuataanya. Ini terjadi

karena mengingat kondisi kapal yang sudah tua yakni buatan tahun 1979 dan

memiliki kecepatan kapal yang lambat jadi kapal ini di pilih untuk banyak

beroperasi di daerah Jawa-Timur. Rute pelayaran kapal MT.PENDOPO/P.1020

adalah: Kalbut-Gresik-Kalbut-Gospier-Kalbut-Semampir-Kalbut-Pasuruan. Rute ini

di pilih agar mencapai target operasi yang di inginkan oleh perusahaan karena

jarak pelayaran yang dekat jadi di pilih kapal-kapal yang sudah tua dan lambat.

Rute ini penulis jalanin hampir 9 bulan dan selebihnya proses bongkar muat di

lakukan di dermaga antara lain di pelabuhan PERTAMINA di Palembang, Merak

dan Balikpapan.

B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Menjadi Cadet deck di kapal selama menjalankan Proyek laut beberapa

pengalaman di dapat oleh penulis. Pengalaman yang di dapat di atas kapal selalu

berhubungan dengan sesuatu yang di dapat oleh penulis selama menjadi taruna di

Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP). Akan tetapi implementasi dari ilmu yang di

13
dapat ada yang mengalami perkembangan sesuai dengan jenis kapal di mana

penulis praktek berlayar. Selama menjadi taruna di STIP penulis mendapatkan

ilmu yang di berikan oleh dosen memuat hanya mencakup mengenai bagaimana

perhitungan muatan yang baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku di

atas kapal tanker. Seperti mengatur Trim yang benar agar kapal dapat berlayar

dengan aman, tata cara memuat yang baik dalam tangki agar sesuai dengan

kapasitas tangki tersebut dan lain-lain.

Selama praktek di atas kapal penulis mendapatkan teknik bongkar muat yang baik

dengan memperhatikan Trim agar kapal tidak mendapatkan pemberatan pada

bagian depan, tengah maupun di bagian belakang. Untuk mendapatkan hal ini

perwira di atas kapal khususnya mualim 1 yang bertugas menangani muatan

membuat loading atau Discharging Plan dengan memperhitungkan segala sesuatu

yang ada di atas kapal tersebut. Prosedur pemuatan tangki yang penulis dapat

selama penulis menjadi taruna hanyalah sebatas efisiensi pemuatan tangki sesuai

dengan kapasitas tangki. Namun sewaktu praktek berlayar penulis mengetahui

bahwa tidak hanya hal itu saja yang di perhatikan dalam proses memuat tapi juga

harus memperhatikan kebersihan tangki tersebut. Ini di perhatikan agar dalam

proses pemuatan berikutnya apabila kapal ingin memuat dengan muatan yang

berbeda jenisnya dengan muatan sebelumnya tidak tercemar dan merusak

muatan, hal ini dapat di hindari dengan proses pembongkaran muatan yang benar-

benar bersih atau kering (dry tank).

Mengenai beberapa hal di atas penulis menyadari bahwa dalam proses

pengolahan berbagai data harus di perhatikan informasi yang lengkap, objektif,

efisien dan dapat di pertanggungjawabkan agar dapat di olah dan di sajikan dalam

14
pemaparan gambar-gambar dan pandangan yang benar. Ada beberapa teknik

pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini yaitu :

1. Observasi

Pada teknik pengumpulan data ini penulis melakukan pengamatan secara

langsung pada objek yang di teliti. Ini di lakukan pada saat penulis menjalankan

praktek berlayar selama 1 tahun di kapal tanker. Pengamatan ini di lakukan pada

persediaan peralatan dan perlengkapan pada saat kapal ship to ship transfer yang

menjadi penyebab lambatnya proses bongkar muat seperti :

1. Kurangnya pengetahuan tentang penggoperasian pompa-pompa dan kran-

kran dengan baik dan benar yang memungkinkan terjadinya tekanan

bergelombang yang menghentak-hentak dalam suatu sistim pipa muatan,

jika sentakan-sentakan/gelombang-gelombang ini menjadi cukup

besar/tinggi maka dapat meruakan pipa-pipa muatan, slang-slang atau

Loading Arm

2. fender (dapra-dapra) yang sudah tidak layak pakai. Hal ini terjadi karena

pemasangan fender yang tidak sesuai dengan besar atau ukuran kapalnya

yang mengakibatkan fender cepat rusak. Jadi apabila kapal yang ingin STS

harus menunggu fender cadangan dari darat yang di bawa oleh kapal tunda

ke lambung kapal atau juga sering terjadi pemberhentian pembongkaran

akibat fender rusak pada saat kapal sedang menjalani proses bongkar

muat.

15
3. Pemasangan slang yang tidak benar pada manifold (pipa bermulut banyak)

pada saat kapal bergerak naik turun akibat alur dan ombak di sekitar lokasi,

slang tersebut tidak dapat mengimbangi beban-beban dinamis yang terjadi.

Mengingat selang merupakan salah satu hal penunjang dalam bongkar

muat kapal pada waktu STS hal tersebut harus selalu di perhatikan

pemasangannya yang benar dan baik oleh perwira yang berdinas jaga.

4. Pada pengamatan reducer (alat pengurang skala) di kapal, kejadian yang di

alami banyak terjadi pada waktu STS kapal tidak mempunyai reducer yang

cocok akibat tidak lengkapnya ukuran reducer yang di miliki oleh kapal. Ini

mengakibatkan kapal meminjam reducer dari kapal lain, jadi akan

memperlambat proses bongkar muat itu sendiri. Reducer merupakan salah

satu penunjang dalam bongkar muat kapal tanker, mengingat pentingnya itu

maka kapal harus memiliki ukuran reducer yang lengkap agar tidak terjadi

lagi hal yang serupa. Di sini mualim I harus berperan aktif dengan

mengecek kelengkapan dari peralatan-peralatan kapal, apabila ada yang

kurang maka Nakhoda harus meminta dan melaporkan kepada perusahaan

agar segera mengirim peralatan-peralatan tersebut.

2. Wawancara

Dalam teknik pengumpulan data ini penulis melakukan tanya jawab dengan

perwira dan anak buah kapal guna mengetahui persoalan-persoalan yang sering

terjadi dalam proses bongkar muat selama di STS. Selain itu juga penulis bertanya

tentang cara perawatan kapal yang baik, cara bongkar muat yang baik, cara

penanggulangan pencemaran yang benar dan lain-lain. Dalam melakukan tanya

jawab ini penulis tidak menghadapi kesulitan dalam berkomunikasi, ini karena

16
seluruh kru di kapal MT.PENDOPO/P.1020 berkewarganegaraan Indonesia dan

setiap pertannyaan yang penulis tanyakan selalu di jawab dengan senang hati.

Pada sesi tanya jawab ini penulis melakukan dengan orang-orang yang

berkompenten dalam bidangnya, adapun orang-orang tersebut adalah:Mualim I,

Mualim II, Mualim III, Bosun, Juru mudi dan Kelasi. Mereka adalah yang

berkontribusi dalam pengumpulan data ini dengan banyak memberi jawaban-

jawaban yang berkenaan dengan penyusunan skripsi ini.

Dalam melakukan wawancara dengan mualim I penulis tidak mengalami kesulitan,

ini mungkin karena mualim I telah banyak mempunyai pengalaman berkenaan

dengan bongkar muat di STS.

Sebagai contoh :

1. Penulis menanyakan tentang pompa :

“Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan mesin pompa tidak berfungsi

sebagaimana mestinya ?”.

Mualim I menjawab :

Faktor-faktor yang menyebabkan mesin pompa tidak berfungsi sebagai mana

mestinya adalah kurangnya perawatan dan pemeriksaan terhadap mesin

pompa, pemberian minyak pelumas yang tidak teratur, penggunaan mesin

pompa yang tidak benar seperti waktu pengeringan pompa, pompa sering

menghisap angin bukan minyak yang mengakibatkan pompa meraung. Ini

terjadi karena pumpman (orang yang merawat pompa/tukang pompa) yang

sedang berdinas jaga kurang memahami karakteristik pompa pada saat

pengeringan. Faktor-faktor lain yang menyebabkan pompa tidak berfungsi

sebagai mana mestinya adalah karena mesin pompa yang sudah tua.

17
2. Penulis menanyakan tentang pengoperasian kran-kran :

“Bagaimana cara pengoperasian kran-kran yang baik dan benar agar dapat

mencegah terjadinya tekanan yang menghentak-hentak ?”

Mualim I menjawab :

Untuk mencegah terjadinya tekanan yang menhentak-hentak, kran-kran yang

berada pada ujung yang menyongsong aliran minyak (downstream end) dari

suatu sistim pipa muatan harus sebagaimana yang diatur dalam peraturan

umum, tidak boleh di tutup selama cairan masih mengalir ke arahnya, kecuali

dalam suatu darurat.

Dan penulis juga banyak menanyakan kepada Mualim II & III yang tidak di jelaskan

satu per satu di sini mengingat tugas dari perwira tersebut berbeda dalam

pengumpulan data untuk skripsi ini.

Untuk pertanyaan kepada bosun, penulis menanyakan pekerjaan sehari-hari

tentang perawatan alat-alat kapal dan perawatan dek di kapal.

3. Penulis menanyakan tentang winch roll

“Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan winch roll tidak dapat berputar

dengan cepat?”

Bosun menjawab :

Faktor-faktor yang menyebabkan winch roll tidak dapat berputar dengan cepat

adalah karena jalur pipa untuk steam winches banyak yang bocor akibatnya

uap air yang di gunakan untuk winch banyak terbuang di jalur pipa steam hal ini

katanya di akibatkan oleh karat dan galvanisasi.

18
Kepada juru mudi dan kelasi penulis menanyakan tentang berdinas jaga yang baik

waktu bongkar muat di STS seperti :

1. Mengecek ullage (jarak dari permukaan barang cair

sampai ke langit-langit tangki) setiap jamnya untuk di catat di buku jurnal

untuk mengetahui rate (kecepatan/laju) rata-rata minyak tiap jamnya yang

masuk ke tangki pada saat muat atau yang keluar pada saat bongkar.

2. Menutup lubang-lubang yang berhubungan langsung

dengan laut menggunakan scrupper.

3. Mengambil density dan temperature muatan.

Penulis juga menanyakan persiapan alat-alat apa saja yang perlu di siapkan waktu

kapal ingin bongkar muat dan masih banyak lagi tanya jawab yang penulis lakukan

pada saat praktek berlayar yang tidak di sebutkan di sini.

3. Dokumentasi

Pada teknik ini pengumpulan data di gunakan sebagai bukti otentik agar semua hal

yang berkenaan dengan bongkar muat dapat terkoordinir dengan baik. Karena

pada saat bongkar muat semua kegiatan harus di catat di dokumen pengapalan

tentang apa saja yang terjadi, kenapa bisa terjadi dan kapan waktu terjadinya.

Tujuannya agar tidak adanya salah pengertian antara kapal yang membongkar

muatan dan yang memuat muatan. Adapun dokumen pengapalan itu antara lain :

Mate’s receipts (Resi mualim), Bill of lading (Kontrak angkutan barang melalui

laut), Manifest (Daftar muatan), Ship condition (Keadaan kapal), Tanker time sheet

(Daftar waktu), Notice of readiness (Pemberitahuaan keadaan siap), Cargo pump

check list (Daftar pengecekan mesin pompa) dan lain-lain.

19
a. Mate’s receipts adalah suatu tanda terima muatan yang di muat di atas

kapal yang di tanda tangani oleh mualim I. Dalam resi ini tercantum

keterangan sebagai berikut :

 Macam muatan

 Ukuran dan berat muatan

 Merek

 Jumlah

 Tempat di mana muatan itu di muat di kapal

b. Bill of lading adalah kontrak angkutan barang melalui laut

c. Manifest adalah suatu dokumen yang berisi rekapitulasi kumpulan B/L

dari barang-barang yang telah di muat di kapal.

d. Ship condition adalah surat yang menyatakan keadaan kapal pada

saat kapal berada di pelabuhan baik pada saat bongkar ataupun muat.

Surat ini berisi :

 Trim kapal (Draft depan dan belakang kapal)

 Banyaknya air tawar yang ada di atas kapal

 Sisa bahan bakar yang tersedia

 Jumlah muatan yang telah di bongkar atau di terima di atas kapal

e. Tanker time sheet adalah surat yang menyatakan bahwa muatan yang

telah di bongkar kapal telah di terima di oleh darat (ship yard) ataupun

muatan yang telah di muat di atas kapal telah di terima nakhoda yang di

wakili Mualim I yang di berikan oleh ship yard.

20
f. Notice of readiness adalah surat yang menyatakan kesiapan orang

kapal untuk melakukan kegiatan bongkar muat.

g. Cargo pump check list adalah surat yang menyatakan tentang

pemakaian pompa yang akan di gunakan dan kesiapan pompa tersebut

pada saat bongkar, surat ini untuk menyatakan bahwa pada saat muat

pompa-pompa di kamar pompa sudah tertutup rapat valve-valvenya agar

muatan yang di muat tidak masuk ke kamar pompa.

4. Studi pustaka

Pada teknik ini penulis bertujuan untuk membandingkan antara permasalahan-

permasalahan yang ada di atas kapal yang di hadapi dengan berbagai macam

buku-buku referensi sebagai penunjangnya. Dengan kata lain peneliti membaca

buku-buku referensi tersebut yang relevan dengan objek penelitian guna dapat di

proses dan di tampilkan menjadi gambaran dan pandangan yang benar. Adapun

buku referensi tersebut yang penulis baca sebagai acuan dalam penulisan skripsi

ini adalah:

a. Manual book pengoperasian sistem bongkar muat yang ada di atas

kapal MT.Pendopo/P.1020. Buku ini berisi tentang keterangan alat-alat

bongkar muat dan cara pengoperasiannya

b. Buku pengoperasian yang sudah di revisi

Buku ini merupakan revisi dari manual book mengingat manual book

sebagai buku asli dari pembuat sistem bongkar muat tersebut sudah tidak

sesuai lagi dengan petunjuk pengoperasian yang di gunakan sekarang. Ini

karena dengan seiring dengan melemahnya kemampuan alat-alat bongkar

muat yang ada di kapal.

21
c. Safety Of Life At Sea (SOLAS), International Safety Management

(ISM), STCW 95 dan sebagainya

Buku-buku tersebut wajib di baca oleh seluruh perwira kapal karena buku

tersebut berisi tentang keselamatan awak kapal, perlindungan lingkungan,

hak dan kewajiban, persyaratan dan peraturan yang harus di miliki oleh

kapal dan sebagainya.

C. POPULASI DAN SAMPEL

Populasi penelitian adalah dari hampir seluruh kru kapal MT.PENDOPO/P.1020

dan sampel penelitian adalah sekelompok orang, benda, atau hal yang menjadi

sumber pengambilan sampel penelitian ini. Pada umumnya penafsiran di antara

kru kapal berbeda-beda tentang sistem bongkar muat di lepas pantai. Hal ini

menarik perhatian penulis untuk lebih jauh meneliti sistem bongkar muat yang baik

dan benar dengan mengumpulkan populasi dan sampel dari mereka.

D. TEKNIK ANALISIS

Pada teknik ini penulis menganalisis suatu masalah dengan metode deskriptif.

Karena keterbatasan data yang penulis dapatkan, waktu penelitian yang terlalu

singkat dan kurangnya pemahaman penulis tentang proses bongkar muat sistem

STS. Maka dalam penulisan skripsi ini penulis hanya memaparkan tentang apa

saja yang telah penulis dapatkan selama praktek berlayar di atas kapal

MT.PENDOPO/P.1020.

22
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.DESKRIPSI DATA

Selama masa praktek berlayar di kapal penulis mendapat pengalaman yang

sangat berharga mengenai proses bongkar muat pada Ship To Ship transfer (STS)

di lepas pantai. Pengalaman yang sering di hadapi oleh penulis adalah

keterlambatan proses bongkar muat minyak product dari kapal storage

(penampung) ke kapal carried (pengangkut) yang di sebabkan oleh keditaklayakan

peralatan dan perlengkapan yang di gunakan. Kejadian yang sering terjadi

sewaktu proses bongkar muat adalah :

 Kurangnya pengetahuan tentang penggoperasian

pompa-pompa dan kran-kran dengan baik dan benar

 Fender yang di gunakan tidak berfungsi sebagaimana

mestinya

 Cargo hose (selang karet muatan) yang di gunakan

merembes

 Tidak adanya ukuran reducer yang akan di gunakan

 Tidak tepatnya perencanaan pemuatan (loading plan)

23
 Kurang tepatnya perencanaan pembongkaran

(discharging plan)

Pada bab ini penulis ingin mengungkapkan beberapa fakta-fakta yang terjadi yang

menyebabkan timbulnya beberapa masalah dalam proses pemuatan minyak

product sewaktu kapal STS di lepas pantai yang sebelumnya sudah di singgung

dalam bab sebelumnya.

1. Kurang tepatnya perencanaan pembongkaran (discharging plan)

Pada tanggal 31 Januari 2005 pada saat kapal membongkar muatan di

kapal MT Geudondong yang sudah mendekati tahap pengurasan

(Stripping), pompa-pompa muatan maupun pompa-pompa stripping tidak

mampu lagi menghisap minyak yang masih tersisa kira-kira 10 cm pada

setiap tanki. Sisa muatan sekitar 100m 3 , pihak pencharter kapal maupun

Sucofindo tetap menhendaki sisa muatan tersebut di bongkar habis, hal ini

menyebabkan pembongkaran di hentikan untuk mengatur trim kapal sampai

mencapai keadaan yang memungkinkan pompa-pompa stripping dapat

menguras sisa muatan.

Pada saat memasuki tahap stripping, pompa-pompa stripping untuk

memudahkan pengurasan sisa muatan. Tetapi pada kenyataannya seperti

pada kasus di atas, biarpun pompa-pompa stripping sudah di gunakan,

kadang-kadang sisa muatan tidak dapat di kuras habis padahal seharusnya

pada saat selesai bongkar tanki-tanki muatan yang di bongkar harus dalam

keadaan kering. Biasanya pada saat pembongkaran berlangsung, tanggung

24
jawab terhadap keadaan kapal di lakukan oleh para perwira (mualim) jaga.

Hal ini menyebabkan keadaan kapal khususnya stabilitas kapal tidak sesuai

dengan rencana pembongkaran yang telah di susun oleh mualim I

sebelumnya.

2. Fender yang di gunakan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Pada tanggal 15 April 2005 pada saat kapal MT.Pendopo sedang berolah

gerak sandar di kapal penampung MT.Geudondong untuk melakukan

transfer minyak, salah satu fender di laporkan rusak dan tidak berfungsi

sebagaimana mestinya. Mengetahui hal tersebut Mooring master (orang

yang ahli menyandarkan kapal di STS / pandu) memutuskan untuk

melabuhkan kapal MT.Pendopo dan menunggu fender tersebut di ganti

dengan fender yang kondisinya baik. Sebelum kapal berolah gerak sandar

Mooring master terlebih dahulu menanyakan kesiapan perlengkapan

kepada pihak kapal penampung termasuk fender dan pihak storage

menyatakan kesiapannya. Tetapi pada kenyataannya di lapangan di ketahui

salah satu dari fender kapal storage rusak dan tidak dapat berfungsi

sebagaimana mestinya. Setelah di check ternyata rusaknya fender di

sebabkan oleh banyaknya benturan dan gesekan antara dua kapal, ini

karena kurang banyaknya fender di kapal penampung jadi beban yang di

terima fender tidak sesuai dengan ukuran kapal. Mengingat kapal

MT.Geudondong sebelumnya melakukan pembongkaran di kapal

MT.Sanga-sanga yang ukurannya lebih besar dari kapal MT.Pendopo dan

alunnya waktu itu sangat tinggi. Atas kejadian di atas, proses penyandaran

25
terlambat sekitar tiga jam. Hal ini mengakibatkan proses pengangkutan

muatan ke lokasi pembongkaran mengalami keterlambatan.

3. Cargo hose (slang karet muatan) yang di gunakan merembes.

Pada tanggal 05 Mei 2005 pada kapal penampung MT.Geudondong

sedang membongkar muatan pada kapal MT.Pendopo terjadi kebocoran

pada sambungan selang dengan manifold. Hal lain yang terjadi juga

terdapat rembesan minyak yang berasal dari selang. Kebocoran ini terjadi

sekitar 20 menit setelah pihak kapal pembongkar menaikan tekanan

pompanya. Setelah di check ternyata tekanan yang di berikan sebesar 3

bar sementara tekanan maksimal yang di sepakati adalah 2.5 bar dan

pemasangan sambungan pada manifold yang tidak kedap. Akhirnya proses

bongkar muat di hentikan dan adapun akibat-akibat dari kejadian tersebut

adalah :

A. Slang bongkar terpaksa diganti dan proses penggantiannya itu

memakan waktu yang cukup lama sehingga proses kelancaran

bongkar muat menjadi terhambat. Penggantian slang ini memakan

waktu yang lama karena mengingat di dalam slang tersebut masih

terdapat sisa muatan dan persiapan memilih slang muatan yang baru

untuk mengganti slang yang rusak.

B. Terjadi pencemaran di laut walaupun dalam jumlah yang kecil. Hal

tersebut tidak dapat di hindarkan karena lubang-lubang yang terdapat

26
di dek tidak tertutup rapat atau kedap walaupun sudah di tutup dengan

scrupper. Kejadian ini di ketahui dengan terlihatnya perubahan warna

air laut di sekitar lambung kapal yaitu adanya oil firm.

C. Tekanan/rate rata-rata di turunkan oleh pihak loading master (orang

yang ahli dalam bidang pemuatan) untuk menghindari kemungkinan

kebocoran dan putusnya slang bongkar. Hal ini mengakibatkan jumlah

aliran minyak yang di muat tiap jamnya menjadi menurun sehingga

waktu memuat menjadi lama.

Slang bongkar muat di STS pengadaannya di lakukan pihak kapal

penampung dalam hal ini pihak pencharter atau pihak pemilik muatan

berkerja sama dengan mualim I sebagai penanggung jawab terhadap

kegiatan bongkar muat yang melaporkan data-data mengenai jumlah dan

ukuran slang yang di butuhkan kepada Nakhoda, disini Nakhoda bersama

dengan kepala proyek pencharter kapal akan menetapkan alokasi dana

yang di butuhkan untuk pengadaan dan penggantian sesuai kebutuhan.

Pemasangan slang bongkar di atas kapal sebelum pembongkaran,

biasanya di lakukan oleh mooring gang (regu pengepil) yang ada di kapal

penampung yang bekerja sama dengan kru kapal pengangkut antara lain

Pumpman, Serang, Juru mudi dan Kelasi yang bertugas mengoperasikan

oil boom.Di sini perwira yang berdinas jaga sudah mempercayakan kepada

bawahannya yang sudah berpengalaman dalam pemasangan slang

bongkar. Tingginya alun di laut lepas dan berkurangnya syarat kapal

penampung sewaktu bongkar muat mengakibatkan slang bongkar muat

bergerak mengikuti keadaan kapal sehingga slang tidak dapat

27
mengimbangi beban-beban dinamis yang terjadi. Untuk menghindari itu

slang bongkar sering diikat direling kapal namun karena besarnya alun

yang mengakibatkan banyaknya gerakan kapal sering tali pengikat tersebut

putus.

4. Tidak tepatnya perencanaan pemuatan (loading plan).

Pada tanggal 20 Mei 2005 jam 01.00 WIB, waktu itu kapal sedang memuat

Kerosene (minyak tanah) terjadi tank over flow (minyak luber dari tangki)

akibat perencanaan pemuatan perwira jaga saat itu yang kurang baik. Hal

ini terjadi karena perwira jaga banyak membuka kran muatan yang

mengakibatkan tangki terisi hampir bersamaan, adapun waktu itu kran

muatan yang di buka adalah : 1 wings (1 port side, 1 center, 1 starboard

side), 2 wings dan 4 wings.Ini mengakibatkan penutupan kran muatan

sewaktu muatan sudah mencapai batas ullage yang di inginkan, terjadi

hampir bersamaan. Regu yang berdinas jaga sewaktu itu tidak mampu

menutup kran dengan cepat dan juga jumlah kran yang akan di tutup cukup

banyak. Mengingat jumlah orang yang berdinas jaga hanya berjumlah 3

orang hal tersebut tidak dapat di hindarkan. Untuk di ketahui bahwa kapal

MT.Pendopo menggunakan cara manual dalam pengoperasian bongkar

muatnya seperti kran muatannya terdapat di dek lain halnya dengan kapal-

kapal buatan baru sekarang ini, proses bongkar muatnya di lakukan di

cargo control room. Akibat dari tank over flow ini terjadi pencemaran di laut

yang tidak dapat di hindarkan, regu yang berdinas jaga waktu itu akhirnya

menyemprotkan oil dispersant untuk menanggulangi pencemaran tersebut.

28
5. Kurangnya pengetahuan tentang penggoperasian pompa-pompa dan

kran-kran dengan baik dan benar

Pada tanggal 30 mei 2005 sewaktu kapal membongkar minyak product

pada kapal MT. Geudondong pada tahap pengeringan tangki terakhir 3

Center pompa muatan meraung pada Cargo Oil Pump (COP) no.2 selama

kira-kira 20 detik dan menyebabkan trouble pada pompa sehingga pompa

tidak dapat di gunakan lagi, ini menyebabkan COP no.2 di ganti dengan

COP no.3 yang proses penggantiannya memakan waktu selama kurang

lebih 2 jam. Hal ini terjadi karena pompa makan banyak tenaga akibat

kurangnya pengawasan terhadap Rpm dan rate pompa oleh regu yang

berdinas jaga menyebabkan Rpm dan rate terlalu tinggi.

B.ANALISA DATA

I. Peralatan-peralatan yang berhubungan dalam kegiatan bongkar-muat antar

kapal di lepas pantai.

Dalam proses bongkar muat minyak product disini pihak kapal harus

memperhatikan kelengkapan peralatan untuk proses bongkar muat. Pihak kapal

dalam hal ini khususnya para perwira harus merencanakan semua pelaksanaan

bongkar muat demi menunjang kelancaran proses pemuatan itu sendiri. Para

29
perwira harus berpedoman pada buku panduan ship to ship transfer guidance

dalam setiap pelaksanaan pemuatannya karena di dalam buku tersebut terdapat

petunjuk-petunjuk pelaksanaan STS yang aman serta aturan-aturan yang harus di

laksanakan oleh setiap pihak kapal.

A. FENDER

Fender adalah suatu alat yang berfungsi sebagai penahan atau bantalan untuk

menghindari benturan langsung antara kedua badan kapal. Mengingat pentingnya

alat tersebut maka sudah tentu alat ini harus mendapat penanganan yang baik

sebelum alat tersebut digunakan sehingga tidak menghambat kegiatan pemuatan.

Jika alat tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya atau rusak maka

akan menyebabkan benturan antara kedua badan kapal atau lambung kapal yang

dapat merusak konstruksi kapal itu sendiri yang lebih berbahaya lagi jika dari

benturan-benturan itu mengakibatkan percikan api dan menyebabkan kebakaran.

Tetapi keadaan di lapangan seperti yang penulis uraian pada fakta sebelumnya

bahwa Fender tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Ada beberapa faktor yang mengakibatkan fender tidak dapat berfungsi

sebagaimana mestinya antara lain :

 Jumlah fender yang di pasang tidak sesuai dengan

perbandingan ukuran/bobot kapal yang sandar.

 Perawatan dan pemeliharaan secara rutin terhadap

fender dan kelengkapanya kurang di perhatikan.

30
 Fender sering terkena benturan-benturan yang terjadi

pada saat kapal olah gerak sandar maupun lepas sandar pada kondisi laut

beralun atau berombak.

Di samping kegunaan fender itu sendiri fender juga di lengkapi dengan alat-alat

seperti rantai yang berfungsi sebagai pengikat fender, wire yang berfungsi sebagai

penahan fender terhadap lambung kapal dan segel untuk menyambung wire

dengan rantai fender.Alat-alat tersebut harus di rawat dan di pelihara agar tidak

rusak dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Jika salah satu dari alat

perlengkapan fender itu rusak maka fender tidak dapat di gunakan, seperti contoh:

 Kurangnya perawatan terhadap rantai fender akan

mengakibatkan berkarat dan di makan teritip sehingga rantai mudah putus.

Apabila hal ini terjadi maka fender akan lepas.

 Segel yang sudah berkarat dan menipis akan mudah

patah yang mengakibatkan wire penahan lepas dari rantai fendernya.

 Ketebalan pada karet fender yang sudah menipis yang

dapat mengakibatkan kebocoran pada fender itu sendiri di karenakan

umurnya yang sudah tua dan fender yang sudah tidak layak pakai lagi.

 Umur wire yang sudah tua dan lama tidak di ganti akan

mudah putus jika mendapat tegangan.

Berdasarkan tempatnya penulis mendapatkan kesimpulan bahwa fender pada

kapal storage yang selalu berada di air kemungkinan teritip-teritip menempel

mungkin saja terjadi. Jika hal ini di biarkan dan tidak di adakan perawatan dan

31
pemeliharaan dengan baik seperti di bersihkan secara rutin akan mengakibatkan

fender akan lebih cepat rusak.

Pada kenyataan di lapangan perawatan dan pemeliharaan dengan baik rupanya

sering di abaikan oleh para awak kapal terutama para perwira kapal. Sudah

banyak contoh yang penulis uraikan pada fakta sebelumnya yaitu lepasnya fender

karena rantai fender yang sudah berkarat atau di makan teritip sehingga mudah

putus. Kurangnya perawatan pada fender di sebabkan oleh keterbatasanya

cadangan peralatan ( Spare part ) fender itu sendiri. Jadi jika di ketemukan bagian

dari perlengkapan fender yang rusak awak kapal tidak dapat menggantinya. Ini yg

menyebabkan kerusakan fender tidak bisa di tangani oleh pihak kapal.

B. SLANG

Slang yang biasanya di gunakan pada minyak mentah atau minyak jadi sebaiknya

di bentuk dan di konstruksikan secara khusus untuk dapat menangani muatan.

Proses pemuatan minyak product hanya bisa terjadi jika kondisi slang dalam

keadaan baik. Ada beberapa penyebab kondisi slang tidak dalam keadaan baik

atau siap pakai, seperti kebocoran pada slang yang di akibatkan oleh :

1. Banyak di dapat beberapa baut yang sudah longgar dan sudah tidak dapat

berfungsi sebagaimana mestinya. Mengingat fungsi baut adalah sebagai

sambungan slang dengan manifold. Jadi apabila hal ini di biarkan maka

akan terjadi kebocoran pada slang dan dapat menyebabkan pencemaran di

laut.

32
2. Umur slang yang sudah tua jadi sudah tidak mampu menahan tekanan dan

kecepatan yang tinggi dari aliran muatan.

3. Kurang profesionalnya mooring gang dalam pemasangan slang yang baik

dan benar sesuai prosedur yang terdapat dalam STS transfer guide /

OCIMF sehingga slang tidak dapat menahan atau mengimbangi beban-

beban dinamis yang di akibatkan gerakan naik turun akibat alun dan ombak

di sekitar lokasi perairan.

Ukuran slang bermacam-macam di lihat dari penggunaanya. Penggunaan slang

tergantung dari rate dan tekanan slang yang di gunakan sehingga dapat mengatasi

kenaikan tekanan dalam selang secara tiba-tiba yang mungkin terjadi yang tidak

kita kehendaki.

A. UKURAN SLANG

Slang yang diameternya berukuran lebih besar dari 12 inch makin lebih sulit

penanganannya dan di butuhkan perawatan yang lebih khusus untuk menghindari

kerusakan dari kekusutan dan kekakuan. Panjang slang seharusnya cukup mampu

untuk mengatasi perbedaan tinggi dari kedua manifold muatan, penjajaran depan

dan belakang serta pergerakan-pergerakan yang berbeda lainnya seperti

anggukan/olengan sepanjang transfer muatan berlangsung. Biasanya jumlah

panjang slang adalah antara 75 hingga 90 feet.

B. PENANGANAN SLANG

1. Pengetesan dan pemeriksaan slang

33
Slang yang di gunakan seharusnya di periksa secara teratur untuk

mengetahui kerusakan-kerusakan atau kekurangannya. Ada beberapa

kemungkinan yang di dapat jika di lakukan pemeriksaan secara teratur

seperti(Tanker safety perwira hal 150) :

a. Lecet-lecet ( abrasion )

b. Kulit selang yang terkelupas ( bustering )

c. Slang mengempis ( flattening of the hose )

d. Merembesnya muatan akibat kebocoran

Pemeriksaan ini di lakukan sebelum slang di sambungkan ke manifold dan

di sini pihak yang bertugas adalah mooring gang.Mooring gang yang

bertugas memasang slang muatan juga harus mempersiapkan peralatan

secara betul-betul seperti packing yang dalam kondisi baik, baut yang akan

di gunakan harus mencukupi sesuai yang di butuhkan dan reducer di mana

pengadaannya dan pemasangannya di lakukan oleh pihak kapal harus di

perhatikan pemasangan dengan benar-benar agar supaya tidak terjadi

kebocoran dan kelengkapan ukuran reducer harus di miliki oleh pihak kapal.

Pemeriksaan juga harus di lakukan pada ujung slang yang biasanya terbuat

dari kuningan harus dalam keadaan bersih. Mooring gang harus

memastikan bahwa pemasangan slang ke manifold sudah benar-benar

kedap dan rapat agar tidak terjadi rembesan sewaktu proses bongkar muat

berjalan.

34
Pengetesan secara teratur terhadap slang biasanya di lakukan sesuai

dengan persyaratan-persyaratan dan spesifikasi dari OCIMF publication.

2. Perubahan tekanan

Perubahan tekanan sering tidak terkontrol oleh regu yang berdinas jaga.

Jika hal ini terjadi maka akan mengakibatkan tank over flow atau muatan

luber dari tangki yang mengakibatkan pencemaran di laut.

Hal ini terjadi karena pihak storage tidak mengikuti rekomendasi dari

pabrikan slang mengenai kekuatan atau kemampuan slang dalam

menerima tekanan dan kecepatan aliran muatan, pihak storage kurang

memperhatikan keadaan laut dan keadaan tangki-tangki muat pada kapal

penerima.

C. REDUCER

Reducer adalah alat yang di gunakan sebagai penghubung (connection) antara

slang muatan dengan manifold di karenakan tidak samanya ukuran manifold kedua

kapal, biasanya alat ini terbuat dari besi baja namun ada juga reducer yang terbuat

daribesi baja yang terbungkus oleh karet. Alat ini memiliki beberapa ukuran sesuai

penggunaanya ada yang (10” x 8”), (12” x 8”), (12” x 10”), (16” x 10”), (16” x 12”),

(20” x 12”), (20” x 16”), (24” x 16”) dan (24” x 20”) apabila kapal STS dengan kapal

super tanker MT.Hua San biasanya kapal menggunakan reducer yang berukuran

16” x 10 “ atau kalau kapal STS dengan kapal large tanker milik PERTAMINA MT.

Geudondong/P.8001 biasanya menggunakan reducer yang berukuran 12” x 10”.

35
Keberadaan reducer di kapal tidak begitu lengkap jadi apabila kapal STS dengan

kapal tanker lain sering terlambat akibat pihak kapal harus menunggu reducer

yang di bawa oleh tug boat dari pelabuhan khusus PERTAMINA setempat.

Kebocoran minyak/muatan pada reducer di akibatkan oleh mur dan baut yang

sudah haus jadi tidak bisa menghubungkan slang muatan dengan manifold dengan

kedap. Di samping itu kadang karena keterbatasan mur dan baut jadi sering di

pakai mur dan baut yang tidak sesuai dengan ukuran sebenarnya yang harus di

pasang pada reducer. Hal ini mengakibatkan rumah-rumah tempat mur yang ada

di reducer menjadi longgar.

D. CARGO OIL PUMP

Fungsi dari Cargo Oil Pump adalah untuk membongkar muatan, membongkar sisa

muatan dan untuk Tank washing, ballast dan deballasting. Adapun kapasitas

effective suatu pompa di pengaruhi oleh :

 Tahanan pada pipa dan kerangan.

 Kecepatan dari aliran.

 Viscositas cairan muatan.

 Jarak ketempat penampungan.

 Kapasitas di dalam pompa.

Kerusakan-kerusakan yang sering terjadi pada pompa sewaktu pembongkaran

berlangsung adalah :

A. Cairan muatan tidak mengalir

Penyebabnya :

36
 Pompa belum dicerat

 Pompa tidak terisi penuh cairan muatan

 Tinggi isap terlalu tinggi

 Saringan isap buntu

 Rpm terlalu rendah

B. Cairan muatan yang mengalir tidak banyak

Penyebabnya :

 Pompa tidak terisi penuh dengan cairan muatan

 Bell mouth isap tidak terendam cairan muatan

 Saringan isap sebagian buntu

 Rpm rendah

 Terdapat udara / gas didalam saluran isap

 Viscositas cairan muatan encer (lebih tinggi)

C. Pompa banyak makan tenaga

Penyebabnya :

 Rpm terlalu tinggi

 Viscosity muatan lebih tinggi

 Muatan lebih berat

 Impeller menggesek mouth ring

 Rate pompa terlalu tinggi

D. Ball bearing overheat

37
Penyebabnya :

 Pompa tidak lurus

 Minyak pelumas kurang

 Minyak pelumas terlalu penuh

 As bengkok

 Kelainan di Thrust bearing

 Ada kotoran di bearing

 Kelainan di oil ring

E. Mechanical seal bocor

Penyebabnya :

 Kerusakan/aus pada mech seal

 Kerusakan pada “O” ring

 Coalar tidak duduk

 Ada kotoran pada permukaan seal

 Baud/mur pengikat gland longgar

 Pipa untuk flushing mech seal buntu

D. TERJADINYA PENCEMARAN LAUT

Pengertian pencemaran laut di sini adalah masuknya atau di masukannya mahluk

hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam laut oleh kegiatan manusia

atau proses alam sehingga menyebabkan lingkungan laut menjadi kurang atau

tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Pollution prevention hal 1)


. Kapal tanker

adalah salah satu dari penyebab umum pencemaran di laut di mana dari operasi

tanker minyak terbuang kelaut sebagai akibat dari (Pollution prepention hal 4-5):

38
A. Pembersihan tangki atau pembuangan air ballast.

B. Tumpahan minyak selama loading, discharging atau bunkering.

Sesuai dengan konvensi MARPOL 73/78 annex 1 semua kapal tanker minyak

harus di lengkapi sarana dan peralatan untuk mencegah meluasnya tumpahan

minyak di laut.

Ada 2 penyebab jika di lihat dari terjadinya tumpahan minyak dari kapal tanker,

yaitu(Pollution prepention hal 5) :

1.) Kerusakan dinamis

a. Kebocoran badan kapal

b. Kerusakan katup-katup hisap atau katup pembuang ke laut

c. Kerusakan slang-slang muatan

d. Kerusakan dari sistem peralatan kapal

2.) Kesalahan manusia

a. Kurang perhatian dari personil

b. Kurang pengetahuan/pengalaman

c. Kurang di taatinya ketentuan-ketentuan yang telah di tetapkan

d. Kurang pengawasan

39
Proses transfer muatan antara kapal tanker turut andil dalam pencemaran di laut.

Ini bisa di lihat dari kerusakan mekanis seperti kerusakan pada slang-slang

muatan yang mengakibatkan muatan dapat bocor atau merembes dari slang

muatan dan jika tidak di tangani secara cepat dan tepat maka minyak akan

terbuang ke laut.

Salah satu alat yang paling penting di siapkan di kapal tanker adalah oil boom. Alat

ini di pasang mengelilingi area lokasi STS yang berfungsi untuk mencegah

meluasnya minyak yang tumpah ke laut. Jadi alat ini berfungsi sebagai

penghalang.

Pengalaman yang penulis dapat selama praktek berlayar mengenai pencemaran

laut akibat tumpahan minyak adalah masih kurangnya perhatian dari personil kapal

tentang persiapan alat-alat pencegahan pencemaran laut sebelum transfer muatan

berlangsung. Sebenarnya hal ini telah di atur dalam peraturan international

mengenai keharusan untuk menyiapkan semua peralatan pencehan pencemaran

di laut.

Untuk mengatasi pencemaran di laut yang lebih luas maka di perlukan tindakan-

tindakan yang cepat dan efisien sangat di perlukan. Adapun peralatan-peralatan

pencegah pencemaran laut yang harus di siapkan adalah :

a. Oil dispersant

b. Zat peng-absorb sintesis yaitu :

1. Polyethylene

40
2. Polystyrene

3. Polypropylene

4. Poliurethane

c. Serbuk gergaji

d. Skop yang terbuat dari plastik

e. Sapu lidi

f. Ember plastik

g. Kantong plastik

h. Karet pembersih lantai

Peralatan-peralatan tersebut harus di siapkan sebelum proses transfer muatan

berlangsung dan para personil dari setiap kapal harus memahami tentang

kegunaan dari tiap-tiap peralatan tersebut.

II. Pemuatan ( Loading of cargo )

Pada kejadian sebelumnya yang di singgung dalam fakta permasalahan, di kapal

MT.PENDOPO terjadi tank over flow ( Minyak luber dari tangki ) akibat

perencanaan pemuatan perwira jaga saat itu yang kurang baik. Akibat dari tank

over flow ini terjadi pencemaran di laut yang tidak dapat di hindarkan. Untuk

menghindari kejadian tersebut terulang kembali maka ada beberapa tahap yang

harus di perhatikan dalam Loading of cargo / Pemuatan, yaitu(Tanker safety hal 81-82) :

41
1. Mulainya pemuatan

Sebelum memulai pemuatan, semua kran-kran yang perlu baik di atas kapal

pengangkut ( carrier ) maupun di atas kapal penampung ( storage ) dalam

rangkaian sistem pemuatan harus di buka. Pemuatan haruslah dalam

jangkauan pengontrolan pihak kapal storage sesuai dengan permintaan dari

pihak kapal carrier dan kecepatannya tidak boleh di naikan sampai kecepatan

aliran muatan telah di capai sebagaimana seharusnya.

2. Tahap akhir pemuatan di atas kapal tanker pengangkut ( Topping off on

board the tanker carrier )

Apabila pada tangki-tangki terakhir sedang di laksanakan tahap-tahap akhir

pemuatan. Di minta kepada pihak kapal penampung (Storage) untuk

mengurangi kecepatan pemuatan secukupnya untuk memungkinkan

pengontrolan terhadap aliran minyak yang efektif. Setelah selesai mengisi

penuh masing-masing tangki, harus di cek juga dari waktu ke waktu tinggi-

tinggi ruangan yang berada di atas permukaan cairan ( Ullages ) untuk

meyakinkan bahwa tidak terjadi luapan-luapan minyak yang di sebabkan oleh

adanya kran-kran yang bocor atu kesalahan operasi. Kran-kran kapal

pengangkut tidak boleh di tutup sebelum kran kapal penampung tertutup,

kecuali dalam suatu keadaan darurat.

3. Penghentian pemuatan oleh pihak kapal penampung

42
Kebanyakan pihak kapal storage meminta untuk di beri waktu ”siaga / Stand

by” guna mematikan / menghentikan pompa-pompa dan hal ini harus di

pahami sebaik-baiknya sebelum memulai pemuatan. Apabila mungkin, tahap

akhir pemuatan sebaiknya di lakukan dengan menggunakan gravitasi.

Jika pompa-pompa harus di gunakan sampai selesai maka kecepatannya

selama waktu ”siaga / Stand by harus di atur sedemikian rupa agar kran-kran

pengontrol di kapal storage di tutup tepat saat di minta oleh pihak kapal

pengangkut. Kran-kran kontrol di kapal storage harus di tutup sebelum kran-

kran di kapal pengangkut. Banyak kran-kran yang akan di tutup harus di

kurangi seminimum mungkin selama periode ( kurun waktu ) tahap akhir

pemuatan.

4. Pemeriksaan setelah pemuatan

Secepatnya keadaan memungkinkan setelah selesainya pemuatan, seorang

perwira kapal pengangkut yang bertanggung jawab harus memeriksa bahwa

semua kran-kran dalam sistem penataan muatan tersebut telah di tutup.

Demikian juga semua lubang-lubang tangki yang berhubungan telah di tutup

serta bahwa kran-kran pelepas tekanan / hampa udara ( Pressure / Vacuum

relief valves ) telah di stel sebagaimana mestinya.

Dari uraian di atas maka keterampilan dalam pengaturan pemuatan sangat di

perlukan. Kurang lancarnya komunikasi antara pengontrol level muatan ( tank

watch ) pihak kapal pengangkut dengan ruang kontrol muatan / pompa pihak kapal

43
penampung juga menyebabkan kesalahan dalam pengaturan pemuatan yang baik

dan benar.

III. Pengurasan sisa muatan (stripping)

Dalam merencanakan discharging plan ada beberapa hal penting yang harus di

perhatikan, antara lain :

a. Stabilitas kapal

Yang penting dalam hal stabilitas kapal ini adalah masalah trim dan

listing. Pada umumnya isapan (suction) pada tiap tanki berada di bagian

belakang, sehubungan dengan keadaan ini maka, jika pada saat proses

pengurasan di lakukan dan kapal tidak mempunyai trim belakang yang

cukup (even keel), kemungkinan besar pompa tidak dapat menghisap

sisa minyak dalam tanki.

Pada kejadian seperti yang di uraikan dalam fakta permasalahan

sebelumnya, pihak kapal MT. PENDOPO tidak dapat menguras habis

sisa muatan karena trim belakang pada saat yang tersebut sangat kecil.

44
Hal menyebabkan katup penghisap (suction) tidak mampu lagi karena

konsentrasi cairan tidak berada di sekitar katup.

Kecilnya trim pada saat itu di sebabkan oleh 2 hal :

1. Perencanaan pembongkaran yang kurang tepat mengenai tanki-tanki

muatan yang akan di bongkar. Pada kasus di atas , mualim I sebagai

pengatur muatan menempatkan muatan (minyak product) yang tidak

di bongkar pada tanki-tanki depan.

2. Pada saat pelaksanaan bongkar, yang di kuras terlebih dahulu

adaklah tanki-tanki bagian belakang. Dalam hal ini kemampuan daya

isap pompa tidak di perhatikan, sehubungan dengan jarak antara

tanki dengan pompa. Semakin jauh daya isap pompa juga semakin

berkurang.

b. Penggunaan pompa-pompa

Penggunaan pompa-pompa (pada saat stripping) yang kurang cermat

juga dapat menimbulkan masalah pada saat stripping di mana tinggi

cairan di dalam tanki sudah rendah apabila masih menggunakan pompa

muatan, maka cairan akan sukar untuk untuk di isap / di kuras. Hal ini di

sebabkan karena katup penghisap (suction) dari pompa muatan

berukuran besar sedangkan cairan sedangkan cairan yang hendak di

kuras sisa sedikit, akibatnya udara akan mengisi pipa / saluran bongkar.

45
Adapun akibat-akibat yang di alami oleh pihak kapal apabila terdapat

kejadian seperti pada fakta sebelumnya adalah :

1. Waktu pembongkaran minyak bertambah mengingat pekerjaan untuk

mendapatkan trim yang sesuai cukup lama. Hal ini jelas

menghambat kelancaran pengangkutan minyak product

2. Pihak kapal mendapat complain dari pencharter maupun pihak

Sucofindo.

Oleh karena itu keterampilan dalam pengaturan penggunaan pompa-

pompa dan pengontrolan kran-kran sangat di perlukan. Kurang

lancarnya komunikasi antara pengontrol level muatan (tank watch)

dengan ruang control muatan / pompa juga menyebabkan kesalahan

dalam pengaturan pompa-pompa dengan tanki terkait.

C. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

I. Ketidaklancaran pemuatan minyak product dan terjadinya pencemaran laut,

sehubungan dengan peralatan yang di gunakan.

1. Fenders.

Fender atau dapra-dapra adalah suatu alat yang tidak lepas memberikan

kontribusinya dalam keberhasilan proses transfer muatan antara kapal dengan

baik. Nakhoda kapal penampung dan mooring master harus memastikan keadaan

46
fender dalam kondisi baik sebelum di gunakan dan menjamin keamanan

penggunaanya dari fender tersebut.

Fender di katakan dalam keadaan baik jika :

a. Perlengkapan peralatan fender seperti wire, tali-tali penahan, segel

dan rantai dalam kondisi baik

b. Fender yang di gunakan sudah sesuai ukurannya dengan ukuran

kapal. Ini untuk menghindari tekanan-tekanan yang terjadi pada saat kapal

sandar dan lepas sandar

c. Tidak ada kebocaran atau tanda-tanda akan terjadinya kebocoran

pada badan fender

Agar supaya fender dapat digunakan dalam proses pemuatan dengan keadaan

aman maka ada hal-hal yang harus di perhatikan sebagai berikut :

A. PERSIAPAN

1. Badan fender harus terikat kuat dengan rantai yang mana rantai tersebut

berfungsi sebagai penahan badan fender agar supaya tidak lepas dari

credelnya

2. Tali/wire penahan fender panjangnya harus cukup agar dapat mengimbangi

naik turunnya badan kapal akibat pengaruh alun atau ombak dan tegangan

pada tali/wire ini harus di hindari karena perubahan draft

47
3. Bagian pada ujung fender harus di ikat kuat pada suatu tempat di atas deck

agar supaya fender dapat di naikan atau di turunkan dengan mudah

4. Harus diadakan pemeriksaan terhadap segel dan kalau perlu di ganti apabila

kondisinya sudah meragukan mengingat fungsinya sebagai penyambung

antara rantai dan wire penahan fender

5. Fender yang di gunakan jumlahnya harus di sesuaikan dengan ukuran

panjang kapal maupun bobot kapalnya. Hal ini untuk mencegah kerusakan

fender yang di sebabkan oleh pembagian tekanan yang tidak merata

disepanjang lambung kapal. Untuk itu penambahan fender sangat penting

untuk menghindari tekanan-tekanan yang hanya terpusat pada sebagian

fender saja

6. Dalam keadaan cuaca buruk, sebaiknya transfer minyak di batalkan

7. Primary fender harus di tempatkan mengapung sejajar badan kapal dengan

jarak yang sedekat mungkin untuk menghindari benturan bagian shoulder

dan quarter dari kapal shuttle. Secondary fender harus di tempatkan pada

ujung depan dan belakang badan kapal

8. Keahlian mooring master sangat di butuhkan di sini dalam olah gerak kapal

yang baik dan benar untuk menghindari kerusakan fender akibat benturan

saat sandar atau lepas sandar

B. PERAWATAN

48
1. Fender yang tidak di gunakan dalam waktu yang cukup lama maka fender

harus di simpan dalam tempat yang aman dan terhindar dari sinar matahari

lansung yang dapat merusak keelastisan karet fender itu sendiri

2. Di adakan pemeriksaan secara rutin terhadap kemungkinan adanya

kebocoran

3. Wire penahan fender harus sering di beri gemuk

4. Pada fender yang sudah tua keelastisan karetnya sudah berkurang maka

fender harus segera di ganti

5. Di sarankan pada segel yang sudah berkarat harus segera di ganti oleh

rantai atau segel dari bahan stainless steel

6. Pembersihan secara rutin terhadap teritip-teritip yang melekat di fender untuk

menghindari korosi

2. SLANG

Ada beberapa hal yang perlu di perhatikan sehubungan dengan keadaan slang.

Hal ini meliputi(Tanker safety hal 150-152) :

1. Pemeriksaan sebelum di pakai

2. Cara-cara penanganan, mengangkat dan menggantung

3. Tekanan-tekanan yang di alami oleh slang

4. Penyetelan selama berlangsungnya operasi bongkar/muat

5. Perawatan

Adapun penjelasannya sebagai berikut :

49
1. PEMERIKSAAN SEBELUM DI PAKAI

a. Pihak kapal penampung (Storage) yang membongkar muatannya

bertanggung jawab untuk menyediakan slang-slang muatan yang baik

kondisinya tetapi nakhoda kapal pengangkut (Carrier) dapat menolak setiap

muatan yang kelihatannya rusak (Appears to be deffective). Sebelum di

sambungkan, sambungan-sambungan slang harus di periksa terhadap

kemungkinan adanya kekurangan / kerusakan yang mungkin terlihat dalam

lubang (Bore) atau penutup bagian luar / kulit luar misalnya : kulit slang yang

terkelupas (Blistering), lecet-lecet (Abrasion), slang mengempis (Flattening

of the hose) atau adanya tanda-tanda kebocoran

b. Slang-slang muatan yang telah digunakan melebihi tekanan yang di

isyaratkan harus di lepaskan dan di test kembali sebelum di pakai lebih

lanjut

c. Slang-slang harus di test setiap tahunnya menurut spesifikasi pabriknya dan

/ atau sebagaimana di perinci di dalam “OCIMF Buoy Mooring Forum Hose

Guide for the Handling, Storage, Inspection and Testing Hoses in Field)”

Tanggal penge-test-an harus dinyatakan pada slang tersebut

2. CARA-CARA PENANGANAN, MENGANGKAT DAN MENGGANTUNG

a. Slang-slang selamanya harus di tangani dengan hati-hati dan tidak boleh di

tarik sepanjang sesuatu permukaan atau menggulingkannya dengan sesuatu

cara yang dapat menyebabkan slang tersebut terbelit / terputar (Twist)

b. Slang-slang tidak boleh bersentuhan langsung (Come into contact) dengan

suatu permukaan yang panas, misalnya suatu pipa uap

50
c. Harus di lakukan perlindungan pada setiap tempat di mana dapat terjadi

gesekan berulang-ulang (Chafing) atau tergeser-geser (Rubbing)

d. Sling-sling penghibob berbentuk segitiga (Bridles) dan tempat-tempat

dudukan (Sadler) harus di sediakan dan tidak boleh di gunakan kawat-kawat

baja yang langsung di hubungkan dengan penutup slang (Hose cover)

e. Tidak boleh mengangkat / menghibob slang pada satu tempat saja sambil

membiarkan kedua ujung-ujungnya tergantung, tetapi harus di topang (Be

supported) pada beberapa tempat sehingga slang tersebut tidak berkeluk /

membongkok sampai mencapai jari-jari (Radius) yang kurang dari radius

yang di rekomendasikan oleh pabriknya

f. Beban (Berat) yang berlebihan pada manifold kapal harus di cegah

g. Jika slang tergantung terlalu tinggi (Over hang) atau kran kapal terletak di

luar dari tumpuan menopang (Stool support), sarana menopang tambahan

(Additional support) harus di pasangkan ke manifold

h. Suatu plat atau bagian dari pipa yang datar dan melengkung harus di

tempatkan pada sisi-sisi kapal untuk melindungi slang-slang terhadap sisi-sisi

/ ujung-ujung yang tajam atau rintangan lainnya

i. Harus di sediakan penyokong-penyokong yang cukup / memadai untuk

slang-slang apabila di sambungkan ke manifold

j. Apabila di gunakan sistem penghibob bertumpuan tunggal (Single lifting

point), misalnya sebuah derek (Derrick) maka slang-slang yang

bersambungan (Hose string) harus di sokong dengan sling-sling pengangkat

berbentuk segitiga (Bridles) atau tempat-tempat dudukan (Saddles)

3. TEKANAN-TEKANAN YANG DI ALAMI OLEH SLANG

51
Untuk menghindari tekanan yang melebihi batas (Over pressure) yang dapat

menyebabkan putusnya slang atau terjadinya kebocoran sepanjang slang, maka

perlu di perhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Tekanan yang di berikan tidak melebihi batas tekanan sesuai pada waktu

slang tersebut di test

b. Tekanan yang terjadi di manifold sesering mungkin diamati

c. Apabila di temukan adanya tanda-tanda kebocoran harus segera di laporkan

ke perwira jaga

4. PENYETELAN SELAMA BERLANGSUNGNYA OPERASI BONKAR/MUAT

Sehubungan dengan naik turunnya kapal tanker karena pengaruh pasang-surut

ataupun operasi bongkar muat, slang-slang bersambungan harus di setel

(Adjusted) untuk mencegah tekanan terhadap slang-slang, sambungan-

sambungan, dan manifold kapal serta untuk menjamin bahwa lekukan dari slang-

slang tetap berada dalam batas-batas yang di rekomendasikan oleh pabriknya.

5. PERAWATAN

a. Ujung-ujung slang yang terbuat dari kuningan supaya selalu di bersihkan

b. Baut-baut sambungan slang harus selalu di bersihkan dan di beri gemuk

(Grease)

c. Slang-slang yang tidak dipakai / selesai digunakan diatur memanjang karena

apabila tergulung akan menimbulkan kerusakan atau robek pada badan

slang

52
d. Slang-slang yang sudah tua harus segera di ganti

e. Slang-slang selama tidak di gunakan harus di simpan di tempat yang aman

artinya terhindar dari panas yang tinggi, hujan dan air laut

3. REDUCER

Dalam penggunaan reducer pihak kapal harus terlebih dahulu memperhatikan

kelayakan dari alat tersebut karena apabila tidak di lakukan pengecekan terlebih

dahulu maka di khawatirkan akan menyebabkan rembesan minyak dari alat

tersebut. Ada beberapa hal yang perlu di perhatikan sehubungan dengan keadaan

reducer. Hal ini meliputi :

1. Pemeriksaan sebelum di pakai

2. Perawatan

1. PEMERIKSAAN SEBELUM DI PAKAI

Pemeriksaan sebelum di pakai adalah salah satu hal yang harus di perhatikan

dalam penggunaan reducer karena di lihat dari fungsi alat ini adalah sebagai

connection slang cargo dengan manifold yang sangat beresiko terhadap

rembesnya minyak. Pemeriksaan dilakukan pada lubang mur dan baut, lubang mur

dan baut yang baik adalah apabila ulir-ulir dari lubang tersebut masih ada jika ulir

tersebut sudah tidak ada maka lubang mur tersebut di katakan sudah dol. Hal ini

mengakibatkan sambungan slang muatan ke manifold tidak kuat dan dapat

mengeluarkan/rembesan minyak ke dek. Kerusakan lubang mur di akibatkan

karena pemakaian mur yang tidak pas/sesuai ukurannya dengan lubang murnya.

Bosun sebagai kepala kerja harian di dek seharusnya mengetahui peralatan-

peralatan yang kurang dan di laporkan ke mualim I agar mualim I mengetahui dan

melaporkan ke kantor perusahaan agar perusahaan segera melakukan pengadaan

53
peralatan. Jadi apabila alat-alat yang akan di gunakan untuk bongkar muat seperti

mur tidak akan kekurangan atau tidak pas ukurannya jika akan di gunakan pada

reducer. Jadi tidak ada lagi pemakaian mur ke lubangnya yang tidak sesuai

dengan ukurannya yang dapat merusak kontruksi dari lubang mur/ulir-ulirnya.

2. PERAWATAN

A. Reducer yang sudah tidak di gunakan lagi di simpan di dalam ruangan yang

terhindar dari hujan yang dapat menyebabkan karat/corrosive pada lubang

reducer akibatnya apabila reducer ingin di gunakan lubangnya menjadi susah

untuk di pasangkan mur dan ulir-ulirnya yang terdapat di dalam lubang

reducer menjadi rusak/dol.

B. Lubang mur, mur dan baut harus selalu di beri grease/gemuk agar alat-alat

tersebut tidak karatan dan memudahkan mur masuk ke dalam rumahnya

(apabila di putar murnya tidak keras).

4. POMPA MUAT (CARGO OIL PUMP)

Ketidakefisienan waktu bongkar muat sering tidak tercapai oleh karena

kerusakan/trouble pada pompa (cargo oil pump). Hal yang sudah di singgung

dalam fakta sebelumnya pompa meraung, pompa tidak dapat mengalirkan muatan,

pompa mengalirkan muatan tidak banyak dan pompa banyak makan tenaga.

Untuk mencegah hal ini terulang kembali, maka ada beberapa hal yang harus di

perhatikan berkenaan dengan pompa muat, yaitu :

A. Persiapan untuk menjalankan pompa

a. 1. Apabila menjalan pompa untuk pertama kali setelah

pemasangan/overhoul, tuangkan/isi lub oil pada gear coupling dan

bearing.

54
2. Tutup kerangan discharge dan buka penuh kerangan isap :

 Bila level cairan muatan berada diatas pompa, maka cairan akan

mengalir ke pompa secara gravity, buka vent cock dan tutup

kembali setelah ada cairan keluar.

 Bila level cairan muatan berada di bawah pompa, maka untuk

membuang udara dari pompa dan suction line, caranya melalui 2

buah gas vent pada valute cover dengan bantuan stripping

pump, pada kondisi ini air vent valve harus selalu tertutup

b. Kalau menjalankan pompa, selalu di jaga agar rumah pompa harus terisi

cairan. Bila rumah pompa sampai kering, akan menyebabkan kerusakan

(aus) pada impeler, mouth ring dan pada mechanical seal.

Untuk itu jangan lupa kerjakan priming

B. Menjalankan pompa

1. Hidupkan/jalankan turbine dengan buka penuh kerangan isap pompa

dan kerangan buangan tertutup.

2. Naikan putaran turbine secara bertahap sampai disch pressure pompa

naik 5 kg/cm2 kemudian buka kerangan discharge dengan bertahap.

C. Penjagaan / pengawasan selama pompa jalan :

1. Jangan sekali-kali membiarkan pompa jalan dengan tekanan

discharge mendekati/dibawah nol.

2. Jangan sekali-kali menutup kerangan isap sewaktu pompa jalan.

3. Periksa/check temperature dan minyak bearings

55
4. Periksa kebocoran-kebocoran dan temperature/panas dari

mechanical seal

5. Kerangan buang(discharge valve) harus selalu terbuka penuh.

Apabila ingin mengatur discharge rate sebaiknya dengan merubah

putaran pompa.

6. Apabila menggunakan 2 pompa pararel, juga supaya tekanan

discharge kedua pompa tersebut sama.

Tetapi apabila salah satu pompa drop (misalnya karena tanki yang di

bongkar tinggal sedikit) matikan salah satu pompa.

D. Menghentikan pompa

1. Stop primover (turbine)

2. Tutup discharge valve

3. Tutup suction valve

4. Drain/cerat rumah pompa

4. PENANGGULANGAN TERJADINYA PENCEMARAN DI LAUT

Terjadinya pencemaran di laut yang di akibatkan oleh tumpahan minyak pada

kegiatan STS yang di akibatkan oleh bocornya atau putusnya slang

kemungkinannya sangat besar. Mengingat hal itu maka tiap personel kapal baik itu

pembongkar maupun penerima harus melaksanakan pengecekan / pemeriksaan

yang teliti terhadap bocornya slang. Semua kru kapal harus menjalankan fungsi-

fungsi dan tugas organisasi dari Ship Board Oil Pollution Emergency Plan /

SOPEP yang ada di kapal dengan baik dan benar. Apabila terjadi kebocoran pada

slang proses transfer muatan harus segera di hentikan sampai penyebabnya di

56
ketahui dan perbaikan dilaksanakan. Pengalaman-pengalaman menunjukan

bahwa pembersihan minyak tidak selalu sama, tergantung situasinya. Tumpahan

dalam daerah yang kecil dapat di isolir dengan lebih mudah di bandingkan dengan

daerah yang luas seperti di STS yang pengisolirannya cukup sulit.

A. Ship Board Oil Pollution Emergency Plan / SOPEP(Pollution prevention hal 102-103) :

Suatu rencana darurat penanggulangan pencemaran minyak dari kapal, karena

sesuai regulation 26 annex I MARPOL 73 / 78 di isyaratkan bagi kapal tanker

ukuran 150 GRT atau lebih dan kapal jenis lain ukuran 400 GRT atau lebih harus

membuat bagan “Rencana darurat penanggulangan pencemaran minyak dari

kapal” yang di syahkan oleh Administrasi. Bagan organisasi perencanaan ini

merupakan petunjuk bagi Nakhoda dan para awak kapal tentang tindakan yang

harus di lakukan oleh mereka di kapal untuk mengurangi atau mengendalikan

tumpahan minyak akibat suatu kecelakaan.

Adapun tugas-tugas dalam organisasi SOPEP sebagai berikut :

Pimpinan umum : Nakhoda


Kelompok Posisi Tugas dan tanggung jawab
Pimpinan  Membantu Nakhoda, membuat dan
kelompok menyimpan rekaman dan berkomunikasi
dengan pemancar / penerima.
 Melaporkan kepada penguasa nasional
dan lokal.
 Menyampaikan berita dan pengamatan.
Kelompok  Memimpin pengambilan minyak dan
pengambil berkomunikasi dengan pemancar / penerima.
minyak  Memastikan penutupan lubang-lubang
pembuangan, kumpulkan minyak di kapal
dengan bahan penyerap minyak, serbuk gergaji
dan majun dsb.
 Mengeluarkan oilboom dan bahan
penyerap minyak untuk mengumpulkan minyak
yang terbuang.
Kelompok  Memimpin kelompok minyak yang

57
pengumpul terbuang dan berkomunikasi dengan pemancar
minyak yang / penerima.
terbuang  Membentangkan oilboom dan
menyebarkan bahan penyerap minyak.
 Mengumpulkan minyak yang terbuang.
 Mengolah gerak sekoci.
Kelompok mesin C/E  Memimpin kelompok mesin.
 Mengoperasikan pompo-pompa.
 Berkomunikasi dengan anjungan dan
membuat catatan.
Kelompok C/R  Berkomunikasi dengan anjungan.
komunikasi

B. Contigency plan (Rencana darurat)(SAR dan prosedur darurat) :

Contigency plan adalah tata cara penanggulangan pencemaran dengan muatan

prioritas pelaksanaan serta jenis alat yang di gunakan dalam (Pollution prevention hal 14):

 Memperkecil sumber pencemaran.

 Melokalisir dan pengumpulan pencemaran.

 Menetralisir pencemaran.

Ada beberapa tahap dalam penerapan contigency plan yaitu(SAR dan prosedur darurat):

1. Assessment(Taksiran/penilaian suatu keadaan bahaya)

a. Data jenis emergency situaion

b. Bahaya-bahaya yang di timbulkan dan resiko yang dapat terjadi

(kapal/muatan dan orang)

c. Denah/lokasi kecelakaan

d. Kebutuhan alat bantu pertolongan

58
e. Kebutuhan bahan pertolongan

f. Personil yang terlibat

g. Kebutuhan alat-alat komunikasi

h. Cara penanggulangan

2. Perencanaan / plan

a. Denah / peta lokasi (Safety Arrangement)

b. Persiapan personil

c. Persiapan alat dan bahan pertolongan

d. Persiapan alat komunikasi

e. Kebutuhan waktu

3. Prosedur dan pelaksanaan

4. Action/record

5. Drill / exercise / record

6. Aproval / controlling

Ada beberapa cara dalam pembersihan tumpahan minyak (Pollution prevention hal 14-16) :

1. Menghilangkan minyak secara mekanik

Memakai boom atau barrier akan baik pada laut yang tidak berombak dan yang

arusnya tidak kuat (Maksimum satu knot). Juga di pakai untuk tebal yang tidak

melampaui tinggi boom. Posisi boom di buat menyudut minyak akan terkumpul

di sudut dan kemudian di hisap dengan pompa, umumnya pompa hanya

mampu menghisap sampai pada ketebalan minyak sebesar ¼ inchi. Air yang

terbawa dalam minyak akan terpisah kembali.

59
2. Absorbents

Zat untuk meng-absorb minyak di taburkan di atas tumpahan minyak dan

kemudian zat tersebut meng-absorb minyak tersebut. Kemudian zat tersebut di

angkut yang berarti minyak akan turut terangkat bersamanya. Umumnya zat

yang di gunakan meng-absorb tersebut antara lain : lumut kering, ranting,

potongan kayu, talk.

Sekarang banyak juga zat peng-absorb di buat secara sintesis, yaitu dari

polyethylene, polystyrene, polypropylene dan polyurethane.

3. Menenggelamkan minyak

Suatu campuran 3.000 ton kalsium karbonat yang di tambah dengan 1 %

sodium stearate pernah di coba dan berhasil menenggelamkan 20.000 ton

minyak.

Setelah 14 bulan kemudian, tidak lagi di temui tanda-tanda adanya minyak di

dasar laut tersebut. Cara ini masih di pertentangkan karena di anggap akan

memindahkan masalah kerusakan oleh minyak ke dasar laut yang relatip

merusakan kehidupan. Tetapi untuk laut-laut yang dalam, hal ini tidak akan

memberikan efek.

4. Dispersant

Fungsi dispersant adalah guna bercampur dengan 2 komponen yang lain dan

masuk ke lapisan minyak dan kemudian membentuk emulsi. Stabiliser akan

60
menjaga emulsi tadi tidak pecah. Dispersant ini akan menenggelamkan minyak

dari permukaan air.

Keuntungan cara ini adalah mempercepat hilangnya minyak dari permukaan air

dan mempercepat proses penghancuran secara mikrobiologi. Dispersant tidak

akan berguna pada daerah pesisir karena adanya unsur timbal yang terlarut.

Perlu di tambahkan bahwa Dispersant yang makin baik selalu menggunakan

pelarut yang lebih beracun untuk kehidupan laut. Guna mengurangi daya

racunnya, mau tidak mau dispersant yang di dapat kurang efektif.

5. Pembakaran

Membakar minyak di laut lepes umumnya sedikit sekali dapat berhasil, karena

minyak ringan yang terkandung telah menguap secara cepat. Juga panas yang

di butuhkan guna menahan tetap berjalan, cepat sekali di serap oleh air

sehingga tidak cukup untuk mendukung pembakaran tersebut. Banyak yang di

kembangkan adalah menabur zat-zat ringan di atas lapisan minyak tersebut

yang nantinya berfungsi untuk menambah api dengan air. Teknik pembakaran

ini akan mengakibatkan polusi udara.

II. Perencanaan pemuatan (Loading plan)

Berdasarkan pertukaran informasi, sebuah rencana pemuatan harus di setujui baik

oleh perwira kapal yang bertanggung jawab dan wakil terminal yang meliputi hal-

hal di bawah ini(Tanker safety hal 172 -173) :

1. Tahap-tahap pemuatan ke dalam tanki-tanki kapal yang akan di muati dengan

memperhitungkan :

61
 Penggantian/pemindahan tanki, baik di kapal pengangkut maupun di kapal

pembongkar.

 Pencegahan terjadinya kontaminasi muatan.

 Pembebasan pipa muatan untuk pemuatan.

 Pergerakan atau operasi yang dapat mempengaruhi kecepatan aliran

minyak (Flow rates).

 Batas-batas tekanan pada badan kapal.

 Beda pada sarat muka belakang (Limiting stresses and trim of the tanker).

2. Kecepatan muat waktu mulai dan maksimum, kecepatan waktu tahap-tahap

akhir pengisian tanki dan waktu yang di butuhkan untuk menghentikan operasi

secara normal, dengan memperhatikan :

 Ciri-ciri dari muatan yang akan di muat.

 Pengaturan dan kapasitas pipa-pipa muatan kapal dan sistem ventilasi gas.

 Tekanan dan kecepatan aliran minyak maksimum yang di benarkan dalam

selang-selang muatan/lengan-lengan pemuat kapal.

 Tindakan berjaga-jaga untuk mencegah akumulasi listrik statis.

 Batas-batas pengontrolan aliran minyak lainnya.

3. Metode ventilasi tanki untuk mencegah atau mengurangi pancaran/aliran gas

pada tingkat geladak. Patut di perhitungkan hal-hal berikut :

 Tekanan uap sesungguhnya dari muatan yang akan di muat.

 Kecepatan pemuatan.

 Kondisi-kondisi atmosfir.

4. Prosedur penghentian pemuatan dalam keadaan darurat (Emergency stop

procedure).

62
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ada dua hal yang dapat menyebabkan ketidaklancaran pada proses pemuatan

minyak product di lepas pantai, yaitu :

1. Peralatan yang di gunakan dalam keadaan tidak layak pakai.

63
a. Pemeliharaan, perawatan dan pengetesan terhadap peralatan yang di

gunakan khususnya fender-fender dan slang-slang muat yang tidak

sempurna.

b. Kurang lengkapnya peralatan STS seperti fender, slang muat dan

perlengkapan pencegahan pencemaran tumpahan minyak di atas kapal,

keterbatasan ini mengakibatkan peralatan STS yang sudah tidak layak

terpaksa di gunakan.

c. Tidak terampilnya anak buah kapal khususnya bagian deck, dalam

menyiapkan dan menangani alat-alat tidak sesuai dengan syarat-syarat

yang di atur dalam ketentuan Internasional khususnya keamanan alat

tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya kecelakaan-kecelakaan yang

seharusnya tidak terjadi.

2. Perencanaan pemuatan (Loading plan)

Hal ini penting agar setiap ABK kapal dan setiap mualim yang sedang berdinas

jaga mengerti tahap-tahap dari pemuatan agar tidak terjadi kesalahan menutup

kran-kran muatan saat penghentian pemuatan yang mengakibatkan terjadinya

tank over flow yang apabila lubang-lubang yang berhubungan langsung ke laut

tidak di tutup dengan scupper maka minyak tersebut tumpah ke laut dan

menyebabkan pencemaran di laut. Perencanaan pemuatan juga di maksudkan

agar setiap ABK kapal dan setiap mualim mengetahui kecepatan muat

maksimum yang di setujui dan kecepatan waktu tahap-tahap akhir pengisian

64
tanki, mengetahui ciri-ciri muatan yang akan di muati dan mengetahui prosedur

penghentian pemuatan dalam keadaan darurat.

B. SARAN-SARAN

1. Hendaknya pihak pengelola dalam hal ini Sucofindo bekerja sama

dengan pihak kapal (Nakhoda) mengenai peralatan bongkar muat, meliputi

pengadaan, penggantian, dan pengakolasian dana khususnya fender-fender

dan slang-slang muat. Hal ini berhubungan erat dengan pengadaan spare parts

di atas kapal, sehingga apabila terjadi kerusakan dapat di atasi dengan cepat.

2. Dalam hal ini mualim I sebagai penanggung jawab terhadap muatan perlu

mengadakan pemeliharaan, perawatan dan pengetesan secara rutin dan

teratur, serta memberikan petunjuk kepada bawahannya tentang

pengoperasian tiap-tiap peralatan, sehingga alat-alat tersebut dapat berfungsi

dengan baik.

3. Perlunya meningkatkan keterampilan khususnya pada perwira yang ada

di atas kapal MT. PENDOPO/P.1020, dalam hal ini mengatur sistem pemuatan.

65
DAFTAR PUSTAKA

1. Diklat khusus perkapalan PERTAMINA, Tanker safety Perwira.

2. Diklat khusus perkapalan PERTAMINA, Marine pollution prevention and

abatement.

3. Ship To Ship transfer guide ( PETROLEUM ), Third Edition 1997

4. MARPOL 73/78, Consolidated Edition 2002.

5. Badan Diklat Perhubungan 2000 MODUL – 1, Oil Tanker Familiarization.

66
6. OCIMF Recommendations for oil tanker manifolds and associated

equipment, Fourth Edition 1991.

7. Safety Of Life At Sea (SOLAS), Consolidated 2001

8. Capt. Istopo, MSc Edisi Ke II, Kapal dan muatannya.

9. Encyclopedia 2003 Edisi ketujuh jilid 3, Negara dan bangsa.

67

Anda mungkin juga menyukai