Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian teori
2.1.1 Pendekatan saintifik
2.1.1.1 Pengertian Pendekatan Saintifik
Menurut Hosnan (2014) pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran
yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruksi
konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk
mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan
atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data (menalar), menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep,
hukum atau prinsip yang di temukan. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk
memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami
berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal
dari mana saja, kapan saja, tidak tergantung pada informasi searah dari guru. Oleh
karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk
mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui
observasi, dan bukan hanya diberi tahu.
Menurut Daryanto (2014:51) pembelajaran dengan pendekatan saintifik
adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara
aktif mengkonstruksi konsep, Hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan
mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan
masalah, mengajukan pertanyaan atau mengajukan hipotesis, mengumpulkan data
dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip-prinsip yang ditemukan.
Pendekatan saintifik menurut Imas Kurniasih (2014:29) adalah proses
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif
mengkonstruksikan konsep pembelajaran melalui tahapan-tahapan mengamati
(untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan
masalah,mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan

1
berbagai teknik,menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan
konsep.

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Saintifik


Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada
keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan
pendekatan saintifik adalah :
1. Untuk meningkatkan kemampuan intelektual , khususnya kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa
2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah
secara sistematik.
3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu
merupakan suatu kebutuhan.
4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.
5. Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam
menulis artikel ilmiah.
6. Untuk mengembangkan karakter siswa.
2.1.1.3 Prinsip- prinsip Pembelajaran Saintifik
Menurut Imas kurniasih (2014:34) Beberapa prinsip pendekatan saintifik
dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: (1) pembelajaran berpusat
pada siswa, (2) pembelajaran membentuk students self concept, (3) pembelajaran
terhindar dari verbalisme, (4) pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa
untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep , hukum, dan prinsip. (5)
pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berfikir siswa. (6)
pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi pengajar guru.
(7) memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam
komunikasi. (8) adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang
dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

2
2.1.1.4 Langkah-langkah Pendekatan Saintifik
Menurut Imas Kurniasih (2014:38) langkah-langkah pendekatan saintifik adalah:
1. Mengamati
Menurut Imas Kurniasi (2014:38) Model mengamati mengutamakan
kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Model ini memiliki
keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik
senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya.
Model mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu
peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.
Dengan Model observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan
antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh
guru.

Menurut Imas Kurniasih Kegiatan mengamati dalam pembelajaran


dilakukan dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut : (1) Menentukan
objek apa yang akan di observasi, (2) Membuat pedoman observasi sesuai dengan
lingkup objek yang akan diobservasi, (3) Menentukan secara jelas data-data apa
yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder, (4) Menetukan di mana
tempat yang akan di observasi, (5) Menentukan secara jelas bagaimana observasi
akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar, (6)
Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat
lainnya.

Menurut Hosnan (2014) Kegiatan mengamati dalam pembelajaran


dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini: (1)Menentukan
objek apa yang akan diobservasi. (2) Membuat pedoman observasi sesuai dengan
lingkup objek yang akan diobservasi. (3) Menentukan secara jelas data-data apa
yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder. (4) Menentukan di mana
tempat objek yang akan diobservasi. (5) Menentukan secara jelas bagaimana
observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan
lancar. (6) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi ,

3
seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan
alat-alat tulis lainnya.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama
observasi pembelajaran disajikan berikut ini.
a. Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk
kepentingan pembelajaran.
b. Banyak atau sedikit serta homogenitas atau heterogenitas subjek, objek, atau
situasi yang diobservasi. Makin banyak dan heterogen subjek, objek, atau
situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan observasi itu dilakukan.
Sebelum observasi dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya
menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan.
c. Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam,
dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.
2. Menanya

Menurut Imas Kurniasih (2014:42) Guru yang efektif mampu


menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah
sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu
pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika
guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong
peserta didiknya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.

Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan


dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak
selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk
pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.
Fungsi bertanya menurut Imas Kurniasih (2014:42) : (1) Membangkitkan
rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topok
pembelajaran. (2) Mendorong
dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan
pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri. (3) Mendiagnosis kesulitan belajar
peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya, (4)

4
Mensrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahaman atas substansi
pembelajaraan yang di berikan, (5) Membangkitkan keterampilan peserta didik
dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis,
sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar, (6) Mendorong
partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan
kemampuan berfikir, dan menarik kesimpulan, (7) Membangun sikap keterbukaan
untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan memperkaya kosa
kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok, (8)
Membiasakan peserta didik berfikir spontan dan cepat, serta sigap dalam
merespon persoalan yang tiba-tiba muncul, (9) Melatih kesatuan dalam berbicara
dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.

3. Mencoba
Menurut Imas Kurniasih(2014:51) Kegiatan “mengumpulkan informasi”
merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali
dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk
itu peserta didik dapat membaca buku dengan lebih banyak, memperhatikan
fenomena atau objek yang lebih teliti,atau bahkan melakukan eksperimen.dari
kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikhub Nomor
81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui
eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian,
aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetisi yang
diharapkan adalah mengambangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai
pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan
mengumpulkan informasi berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan
kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
4. Menalar
Menurut Imas Kurniasih (2014:51) Istilah aktivitas menalar dalam konteks
pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk
pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam
pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan

5
mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi
penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak,
pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-
pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi
dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai
asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi
antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran
atau kedekatan dalam ruang dan waktu.
Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap
ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari
pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan peniruan
terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan temannya di kelas.
Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua cara menalar, yaitu
penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara
menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus
untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses
penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual atau
spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif
lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik.
Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari
pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang
bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara kerja
menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu
untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus.
5. Menarik Kesimpulan
Menurut Imas Kurniasih(2014:52) Kegiatan menyimpulkan dalam
pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan
mengolah data atau informasi setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan
menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut selanjutnya secara bersama-
sama dalam satu kesatuan kelompok, atau secara individual membuat kesimpulan.

6
6. Mengkomunikasikan
Menurut Imas Kurniasih (2014:53) Pada pendekatan saintifik guru di
harapkan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan
melalui menuliskan atau menceritakan apa yang di temukan dalam kegiatan
mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut di
sampaikan di kelas dan di nilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau
kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “menginformasikan” dalam kegiatan
pembelajaran sebagai mana di sampaikan dalam permendikbud Nomor 81a tahun
2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil
analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
Adapun kompetisi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan
sikap jujur, teliti, toleransi, kemampun berfikir secara sistematis, mengungkapkan
pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengambangkan kemampuan berbahasa
yang baik dan benar.

2.1.2 Model Inquiry


2.1.2.1 Pengertian Model Inquiry
Inquiri menurut Sofan Amri (2010:85) inquiri berasal dari bahasa inggris
yang dapat di artikan sebagai proses dan bertanya dan mencari jawaban terhadap
pertanyaan ilmiah yang diajukan. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat
mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap objek pertanyaan. Dengan kata
lain, inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi
dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau
memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan
menggunakan kemampuan berfikir kritis dan logis.
Inquiri sebenarnya merupakan prosedur yang bisa di lakukan oleh ilmuan
dan orang dewasa yang memiliki motivasi tinggi dalam upaya memahami
fenomena alam, memperjelas pemahaman, dan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari (Hebrank, budnitz, Chiapetta & Adam).

7
Secara umum, inquiri merupakan proses yang bervariasi dan meliputi
kegiatan-kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan,
mengevaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain secara kritis,
merencanakan penyelidikan atau investigasi, mereview apa yang telah di ketahui,
melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk
memperoleh data, menganalisis dan menginterprestasi data,serta membuat
prediksi data dan mengkomunikasikan hasilnya.
Menurut Widi Rahardja, (2002:75) pendekatan inquiry adalah suatu cara
penyajian bahan ajar dengan menghadapkan siswa pada suatu masalah, untuk
menemukan penyebabnya dengan melalui pelacakan data/informasi dengan
pemikiran yang logis,kritis, sistematis dalam rangka mencari tujuan pengajaran.
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa inquiry
adalah suatu Model pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara
kritis dan analitis dengan memberi kesempatan pada siswa untuk mencari
penyelesaian sendiri terhadap masalah yang dihadapi siswa melalui proses
orientasi, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data,
menguji hipotesis dan merumuskan kesimpulan. Dengan demikian siswa belajar
dengan mengamati fenomena, menemukan masalah, dan menyelidiki
kemungkinan-kemungkinan penyelesaian masalah sendiri.
Menurut Francesco Redi dalam Noehi Nasution, (2008:5.9) berpendapat
inquiry adalah suatu pendekatan yang menggunakan cara bagaimana atau jalan
apa yang harus ditempuh oleh murid dengan bimbingan guru untuk sampai pada
penemuan-penemuan, dan bukan penemuan itu sendiri.

2.1.2.2 Langkah-Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Inquiry


Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran inquiri menurut Hosnan (2013:342)
1. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk suasana atau iklim pembelajaran
yang responsif. Pada langkah ini, pendidikan mengondisikan agar peserta didik
siap melaksanakan proses pembelajaran. Pendidik merangsang dan mengajak

8
peserta didik untuk berfikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan
langkah yang sangat penting. Keberhasilan strategi ini sangat tergantung pada
kemampuan peserta didik untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam
memecahkan masalah, tanpa kemauan dan kemampuan itu tak mungkin proses
pembelajaran akan berjalan lancar.
2. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa peserta didik pada
suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang di sajikan adalah
persoalan yang menantang peserta didik untuk memecahkan teka-teki itu.
Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin di kaji disebabkan
masalah itu tentu ada jawabannya, dan peserta didik di dorong untuk mencari
jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam
pembelajaran inquiry.
3. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang
dikaji. Sebagai jawaban sementara, Hipotesis perlu di uji kebenarannya. Perkiraan
sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tapi harus mempunyai landasan
berfikir yang kokoh, sehingga hipotesis sehingga hipotesis yang di munculkan itu
bersifat rasional dan logis. Kemampuan berfikir logis itu sendiri akan sangat di
pengaruhi oleh ke dalam wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalam.
4. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang di
butuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inquiry,
mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting untuk proses
intlektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat
dalam belajar, tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan
menggunakan potensi berfikirnya. Karena itu, tugas dan peran pendididkan dalam
tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyan yang dapat mendorong
peserta didik untuk berfikir mencari informasi yang dibutuhkan.

9
5. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang di anggap di
terima sesuai data atau informasi yang di peroleh berdasarkan pengumpulan data.
Dalam menguji hipotesis, yang terpenting adalah mencari tingkat keyakinan
peserta didik atas jawaban yang di berikan. Di samping itu menguji hipotesis juga
mengembangkan kemampuan berfikir rasional.
6. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan Kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang di
peroleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan
merupakan inti dari proses pembelajaran,

2.1.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran inquiry


Kelebihan Pendekatan Pembelajaran Inquiry menurut Sudjana,
(2004:155) yaitu:
1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berfikir dan menggunakan
untuk hasil akhir.
2. Perkembangan cara berpikir ilmiah, seperti menggali pertanyaan, mencari
jawaban, dan menyimpulkan/memproses keterangan dengan pendekatan
inquiry dapat di kembangkan seluas-luasnya.
3. Dapat melatih anak untuk belajar sendiri dengan positif sehingga dapat
mengembangkan pendidikan demokrasi
Kelemahan Pendekatan Pembelajaran Inquiry menurut Sudjana,
(2004:155) yaitu
1. Belajar mengajar dengan pendekatan inquiry memerlukan kecerdasan anak
yang tinggi. Bila anak tersebut kurang cerdas maka hasilnya kurang
efektif.
2. Pendekatan inquiry kurang cocok pada anak yang usianya terlalu muda.
Karena dalam pembelajaran menggunakan pendekatan inquiry ini tidak
diterapkan pada kelas rendah yaitu kelas 1, 2, dan 3 SD/MI
pembelajarannya tidak akan tercapai. Karena dalam pembelajaran
menggunakan pendekatan inquiry ini memerlukan kecerdasan anak yang

10
tinggi. Sehingga diterapkan pada kelas 5 SD sampai dengan perguruan
tinggi.

2.1.3 Model Problem Based Learning


2.1.3.1 Pengertian Problem Based Learning
Problem Based Learning menurut Rusman (2010:232) Problem Based
Learning merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan
untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk
menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada.
Karakteristik Problem Based Learning adalah sebagai berikut: (1)
Perrmasalahan menjadi starting point dalam belajar, (2) Permasalahan yang
diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur, (3)
Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective), (4)
Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan
kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan dan bidang baru
dalam belajar, (5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama, (6)
Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi
sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam Problem Based
Learning, (7) Belajar adalah Kolaboratif, Komunikasi, dan Komperatif, (8)
Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya
dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah
permasalahan, (9) Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integritas
dari sebuah proses belajar, (10) PBL melibatkan evaluasi dan Review pengalaman
siswa dan proses belajar.
Studi kasus Problem Based Learning yaitu meliputi: (1) Penyajian
masalah, (2) Menggerakkan inquiry, (3) Langkah-langkah PBL, yaitu analisis
inisial, mengangkat isi-isu belajar, interaksi kemandirian dan kolaborasi
pemecahan masalah , integrasi pengetahuan baru, penyajian solusi dan evaluasi.
Menurut Sofan Amri 2013:21 Problem Based Learning merupakan Model
instruksional yang menantang mahasiswa agar “belajar untuk belajar”, bekerja
sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah

11
ini digunakan untuk mengkaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis
mahasiswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem Based Learning
mempersiapkan mahasiswa untuk berpikir kritis dan analisis, dan untuk
mencari serta menggunakan sumber pembelajaran yang sesuai.
Pengertian Problem Based Learning menurut Ali Muhson (2009:173)
belajar berdasarkan masalah atau Problem Based Learning (PBL) adalah suatu
proses pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah yang ditemukan
dalam suatu lingkungan pekerjaan.
Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa Problem Based
Learning adalah proses pembelajaran yang menyajikan sebuah masalah dimana
masalah tersebut dialami oleh siswa di kehidupan nyata. Selanjutnya siswa
dituntut untuk dapat berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah yang
diselesaikan secara berkelompok, sehingga siswa dapat menemukan pengetahuan
baru dan pembelajaran jadi lebih bermakna.

2.1.3.2 Langkah-langkah Problem Based Learning


Penerapan model Problem Based Learning menurut Hosnan (2014:301)
terdiri atas lima langkah utama yang pertama dimulai dari guru memperkenalkan
siswa dengan situasi masalah dan akhir dengan penyajian dan analisis hasil kerja
siswa:
1. Orientasi siswa pada masalah, guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi agar siswa terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah yang di pilih,
2. Mengorganisasi siswa untuk belajar, Guru membantu siswa untuk
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut,
3. Membimbing penyelidikan individual dan kelompok, Guru mendorong siswa
untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalahnya.

12
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, Guru membantu siswa untuk
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan
model serta membantu berbagai tugas dengan temannya.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, Guru membantu
siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-
proses yang mereka gunakan.

2.1.3.3 Ciri-Ciri Problem Based Learning


1. Pengajuan masalah atau pertanyaan
Pengaturan pembelajaran berkisar pada masalah atau pertanyaan yang
penting bagi siswa maupun masyarakat. Pertanyaan dan masalah yang di
ajukan itu haruslah memenuhi kriteria autentik, jelas mudah dipahami, luas,
dan bermanfaat.
2. Keterikatan dengan berbagai Masalah Disiplin ilmu
Masalah yang di ajukan dalam Problem Based Learning hendaknya
mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu.
3. Penyelidikan yang Autentik
Penyelidikan yang di perlukan dalam Problem Based Learning bersifat
autentik selain itu penyelidikan di perlukan untuk mencari penyelesaian
masalah yang bersifat nyata. siswa menganalisis dan merumuskan masalah.
4. Menghasilkan Dan Memamerkan Hasil/Karya
Pada Problem Based Learning, siswa bertugas menyusun hasil
penelitiannya, dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya
5. Kolaborasi
Pada pembelajaran masalah, tugas-tugas Belajar berupa masalah harus
diselesaikan bersama-sama antar siswa dengan siswa, baik dengan kelompok
kecil maupun besar.

13
2.1.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning
Setiap Model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kelemahan
dari segi penyajian ataupun penyediaan alokasi waktu, berikut kelebihan dan
kelemahan PBL sebagai berikut:
(1) siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar
diserapnya dengan baik; (2) dilatih untuk dapat bekerja sama dengan siswa lain;
(3) dapat memperoleh dari berbagai sumber; kelemahan PBL adalah (1) untuk
siswa yang malas, tujuan dari model tersebut tidak dipercaya; (2) membutuhkan
banyak waktu dan dana; (3) tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan
model ini.
Selain kelebihan dan kelemahan yang disudah disebutkan, ada pakar lain
yang menyebutkan kelebihan dan kelemahan PBL menurut Trianto (2012:96-97),
sebagai berikut:

kelebihan PBL adalah (1) realistik dengan kehidupan siswa; (2) konsep sesuai
dengan kebutuhan siswa; (3) memupuk sifat inquiri siswa; (4) retensi konsep jadi
kuat; (5) memupuk kemampuan problem solving; kelemahan PBL adalah (1)
persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks; (2) sulitnya
mencari problem yang relevan; (3) sering terjadi miss-konsepsi; (4) komsumsi
waktu yang cukup dalam proses penyelidikan.
Dari kelemahan dan kelebihan yang sudah diuraikan diatas, maka guru
harus sebisa mungkin menghindari kemungkinan-kemungkinan kelemahan yang
muncul ketika menyajikan pembelajaran menggunakan Model Problem Based
Learning. Selain itu guru harus pintar mengelola waktu dalam proses
pembelajaran berlangsung, jangan sampai waktu yang digunakan melebihi batas
waktu yang sudah ditentukan.

2.1.3.5 Langkah-langkah Pendekatan Saintifik Melalui Model Problem Based


Learning
Berdasarkan langkah-langkah pendekatan saintifik dan langkah-langkah
Problem Based Learning di atas dapat dipadukan langkah-langkah pendekatan

14
saintitifk menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dalam
kegiatan belajar mengajar sebagai berikut:
A) Mengamati
Yaitu dalam langkah pendekatan saintifik berkaitan dengan orientasi siswa
pada masalah dalam langkah Problem Based Learning. Pada tahap ini guru
memberikan sebuah permasalahan dengan bantuan benda-benda atau
multimedia yang diperlukan dan siswa diminta untuk mengamati
permasalahan yang dipaparkan oleh guru
B) Menanya
langkah pendekatan saintifik berkaitan dengan mengorganisasi siswa untuk
menalar dalam Problem Based Learning. Pada tahap ini guru menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang
dibahas
C) Menalar
dalam langkah pendekatan saintifik berkaitan dengan membimbing
menyelidiki masalah secara individu atau kelompok dalam langkah Problem
Based Learning. Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai dengan permasalahan
D) Mencoba
dalam langkah pendekatan saintifik berkaitan mengembangkan dan
menyajikan hasil karya dalam langkah Problem Based Learning. Pada tahap
ini guru membantu merencanakan dan menyiapkan percobaan yang untuk
menjawab permasalahan yang diberikan oleh guru
E) Jejaring
dalam langkah pendekatan saintifik berkaitan dengan menganalisis dan
mengevaluasi dalam langkah Problem Based Learning. Pada tahap ini guru
membantu siswa melakukan evaluasi terhadap penyelidikan dan percobaan
yang sudah dilakukan oleh siswa dengan menyampaikan hasil percobaan
siswa di depan kelas.

15
2.1.4 Hasil Belajar
2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang
mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Domain kognitif mencakup
pengetahuan, domain afektif mencakup sikap dan domain psikomotorik mencakup
yaitu keterampilan. Pernyataan tersebut dikemukakan Rusman (2012:123). namun
ada berbagai pendapat tentang hasil belajar yang salah satunya pengertian hasil belajar
Menurut Aunurrachman (2009:36) yang menyatakan bahwa belajar merupakan kegiatan
yang disengaja atau direncanakan oleh pembelajar sendiri dalam bentuk suatu aktifitas
tertentu. Sehingga kegiatan pembelajaran dilakukan dengan merancang kegiatan
pembelajaran terlebih dahulu oleh pengajar sebelum pembelajaran dimulai. Sedangkan
menurut W. Winkel (dalam Psikologi Pengajaran 1989:82) Sehingga pengertian
tersebut mengacu pada hasil prestasi belajar siswa di sekolah yang mewujudkan dalam
bentuk angka. Dalam hal ini hasil belajar bisa diwujudkan dalam nilai pada tugas yang
diberikan oleh guru kepada siswa.
Sedangkan menurut Winarno Surakhmad (dalam Interaksi Belajar Mengajar,
1980:25) hasil belajar siswa bagi kebanyakan orang berarti ulangan, ujian atau tes.
Ulangan tersebut berguna untuk memperoleh suatu indek dalam menentukan keberhasilan
siswa. Jadi Hasil belajar itu adalah suatu hasil nyata yang dicapai oleh siswa dalam usaha
menguasai kecakapan jasmani dan rohani di sekolah yang diwujudkan dalam bentuk
raport pada setiap semester.
Jadi hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku setelah mengikuti suatu
kegiatan pembelajaran dalam sejumlah kemampuan atau kompetensi terhadap
pengetahuan, keterampilan, dan untuk mengetahui mana hasil yang telah dicapai oleh
seseorang dengan cara melakukan evaluasi sehingga dapat terbentuk sikap dan ilmu
pengetahuan yang baru.

2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Munadi (2008:24) yaitu
meliputi faktor-faktor internal dan eksternal:

16
1. Faktor internal
 Faktor Fisiologis
Secara umum kondisi fisiologis,seperti kondisi kesehatan yang prima tidak
dalam keadaan yang lelah atau capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan
sebagainya .hal-hal tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerimanya
 Faktor Psikologis
Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki kondisi
psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini menurut pengaruh hasil belajarnya.
Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi perhatian, minat, motif, bakat,
motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa.
2. Faktor Eksternal
 Faktor lingkungan
Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan
ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misal nya
suhu, kelembaban, dan lain lain.

 Faktor instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan faktor ini
diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana, untuk tercapainya tujuan belajar yang
direncanakan.

2.1.4.3 Cara Mengukur Hasil Belajar


Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2009:120)
mengungkapkan, bahwa untuk mengukur dan mengevaluasi hasil belajar
siswa tersebut dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan
dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis
penilaian, sebagai berikut:
a. Tes Formatif, penilaian ini dapat mengukur satu atau beberapa pokok
bahasan tertentu dan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap

17
siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk
memperbaiki proses belajar mengajar dalam waktu tertentu.
b. Tes Sumatif, tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah
diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh
gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar
atau hasil belajar siswa yang dilakukan pada setengah semester. Hasil tes
sumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan
diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.
c. Tes Sumatif, tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap
bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu
atau dua bahan pelajaran yang dilakukan pada akhir semester. Tujuannya
adalah untuk menetapkan tarap atau tingkat keberhasilan belajar siswa
dalam satu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan
untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (rangking) atau sebagai ukuran
mutu sekolah.
Berdasarkan jenis-jenis penilaian di atas, penelitian ini menggunakan jenis
penilaian tes formatif karena hasil belajar yang dinilai hanya satu pokok bahasan
saja yaitu pada standar kompetensi (SK) 11. Memahami hubungan antara sumber
daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat. dengan kompetensi
dasar (KD) 11.2 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan
teknologi yang digunakan.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan


Suyono, (2012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Penggunaan Model Inquiry dalam Pembelajaran IPA terhadap Hasil Belajar Siswa
Kelas IV SDN Kanjengan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Semester II
Tahun Ajaran 2011/2012”.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada
pengaruh penggunaan Model inquiry dalam pembelajaran IPA terhadap hasil
belajar siswa kelas IV SDN Kanjengan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora
semester II tahun ajaran 2011/2012. Dari analisis data yang diperoleh bahwa sekor
t adalah 2.647 dengan probabilitas signifikasi 0,011 < 0,05, maka dapat

18
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang positif dan signifikan untuk
pembelajaran dengan menggunakan Model inquiry. Perbedaan rata-ratanya
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol berkisar 1.874 sampai 14.192
dengan perbedaan rata-rata 8.04. Dari hasil uji t-tes disimpulkan bahwa Model
inquiri berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas IV
SDN Kajengan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Tahun Ajaran 2011/2012.
Tutik (2011) dalam skripsinya yang berjudul “ Pengaruh Pemanfaatan
Model Inquiry Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Siwal 01
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran
2010/2011”, menyimpulkan bahwa di dalam penelitiannya, ada pengaruh
pemanfaatan Model inquiry terhadap prestasi belajar IPA siswa kelas V SD
Negeri Siwa 01 yang nampak pada hasil rata-rata kelas eksperimen dari hasil
pretest sebesar 71,40, setelah dilakukan treatmen dan siswa diberi tes, rata-rata
kelas menjadi 76,20, dengan t hitung sebesar 2,451 dan t table sebesar 2,406
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,022. Karena tingkat signifikansi pada T-test
lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat
perbedaan yang nyata terhadap prestasi belajar siswa dalam pembelajaran dengan
pemanfaatan Model inquiry dan pembelajaran konvensional. Jadi pemanfaatan
Model inquiry dalam pembelajaran itu berpengaruh terhadap prestasi belajar IPA
siswa kelas V pada semester 2 di SD Negeri Siswa 01 pada semester II tahun
ajaran 2010/2011. Di dalam penelitiannya jumlah siswa kelas V ada 15 siswa di
kelas eksperimen, 12 siswa di kelas kontrol.

Febriana Afifah (2010) dengan skripsi yang berjudul “Penerapan Problem


Based Learning Pokok Bahasan Bangun Ruang Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas 4 SDN Kauman Lor 01 Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang”. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
Problem Based Learning dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan
hasil belajar siswa. Dari total nilai yang didapat, siswa dengan nilai ≥ 60 pada
kondisi awal ada 15 siswa (50%) dengan mean 63,4 lalu pada siklus 1, 28
siswa (93%) dengan mean 65,67. Kemudian meningkat pada siklus 2 mean

19
89 ada 29 siswa (97%) dengan nilai ≥60. Keberhasilan tersebut terjadi karena
adanya perubahan pada siswa yaitu (1) siswa mampu mengorientasi masalah
(2) siswa mampu membentuk kelompok untuk berdiskusi (3) siswa mampu
menyelidiki ,asalah bail secara individu maupun kelompok. (4) siswa mampu
mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi kelompok, dan terakhir (5)
siswa mampu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Sukarman (2012) dengan skripsi yang berjudul “Penggunaan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Matematika Pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Batiombo 02 Kecamatan Bandar
Kabupaten Batang Semester 2/2011-2012”. Hasil belajar siswa mengalami
peningkatan, sebelum penelitian ketuntasan hanya 42.85% dengan rata-rata
kelas 5, etelah dilakukan tindakan, pada siklus 1 ketuntasan belajar siswa 71.42%
dengan rata-rata 61.45, pada siklus 2 ketuntasan belajar siswa 85.71% dengan
rata-rata kelas 70.47.

2.3 Kerangka Pikir


Setiap pembelajaran mempunyai ciri dan pemahaman masing-masing,
begitupun dengan IPA. IPA mempunyai karakteristik yaitu objek yang dipelajari
bersifat abstrak. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar dimana pola pikir
mereka masih bersifat konkret, maka untuk memahami suatu konsep diperlukan
pengalaman melalui objek yang nyata. Dalam pelaksanaannya, IPA yang
diharapkan dapat mengubah pola pikir siswa dari yang konkrit ke abstrak.
Masalah yang ada pada pembelajaran IPA adalah dimana IPA dianggap
sebagai mata pelajaran yang sulit. Dalam hal ini, dapat juga disebabkan guru
masih kurang dalam mengembangkan Model pembelajaran, dan dalam proses
pembelajaran cenderung guru yang lebih aktif dan siswa hanya mendengarkan dan
mencatat penjelasan guru atau karena minat belajar siswa yang masih kurang.
Sering kali pembelajaran yang terjadi di dalam kelas hanyalah pengenalan
konsep-konsep saja dan guru menjadi sumber utama dalam pembelajaran. Selain
itu, pembelajaran konvensional yang dilakukan secara terus menerus akan
membuat siswa kurang tertarik dan kesulitan dalam memahami materi yang

20
dipelajari, sehingga hasil belajar yang dicapai menjadi rendah. Mengatasi masalah
tersebut dibuatlah Model pembelajaran yang akan membuat siswa lebih tertarik
dengan pelajaran, dapat aktif dalam kelas sehingga pembelajaran menjadi
menyenangkan.
Pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik melalui Model pembelajaran
Inquiry dan Problem Based Learning pada mata pelajaran IPA adalah alternatif
yang dapat guru gunakan dalam memberikan materi mengenai IPA. Model
pembelajaran Inquiry adalah Model pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum
2013 yang menekankan siswa pada belajar penemuan melalui pengamatan dan
percobaan untuk memperoleh pengalaman baru yang lebih baik dan bermakna
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu dapat membantu siswa untuk
memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan proses kognitif, menimbulkan
rasa senang pada siswa, dapat membantu siswa memperkuat konsep, dan siswa
dapat mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik, Model pembelajaran Inquiry
ini sudah terbukti secara empiris dari penelitian-penelitian yang terdahulu yang
sudah diuraikan dalam kajian hasil penelitian yang relevan. Model pembelajaran
Problem Based Learning juga terdapat dalam kurikulum 2013, Model
pembelajaran ini merupakan suatu Model pembelajaran yang berpusat pada siswa
di mana siswa dikondisikan untuk aktif memcahkan masalah yang diberikan oleh
guru dengan menggunakan gagasan yang mereka miliki secara berkelompok.
Model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan aktivitas
pembelajaran, pemecahan masalah yang berlangsung selama proses pembelajaran
memberikan kepuasan kepada siswa, dapat membantu proses transfer siswa
memahami masalah dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran Problem
Based Learning ini sudah terbukti secara empiris dari penelitian-penelitian yang
terdahulu yang sudah diuraikan dalam kajian hasil penelitian yang relevan.
Penerapan model pembelajaran Inquiry dan Problem Based Learning diharapkan
siswa menjadi lebih terfokus dalam memahami materi yang diberikan sehingga
hasil belajar siswa meningkat.

21
Kelompok Kontrol Model PBL Hasil belajar Model PBL
Ada perbedaan antara Model Problem Ba
Kelompok
Learning
kontrol

Pretest Posttest

dengan Model
Kelompok Eksperimen Hasil belajar
inquiry
Kelompok Model Inquiry Model Inquiry
Eksperimen

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir antara masalah yang
dirumuskan dengan teori yang dikemukakan maka dapat disusun suatu hipotesis
yaitu: ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara penerapan pendekatan
Saintifik yang menggunakan model inquiry dan model problem based learning
terhadap hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran IPA kelas 5 SD
Ho : Tidak terdapat perbedaaan yang signifikan antara pendekatan saintifik
melalui Model inquiry dengan Model problrm based learning terhadap
hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD tahun ajaran 2015-2016.
Ha : Terdapat perbedaaan yang signifikan antara pendekatan saintifik melalui
Model inquiry dengan Model prooblem based learning terhadap hasil
belajar IPA siswa kelas 5 SD tahun ajaran 2015-2016.

22

Anda mungkin juga menyukai