Di Indonesia
May 24, 2012jujubandung
Alasan Daur-Ulang
Daur-ulang (yang dimaksud di sini adalah reuse dan recycling) limbah pada dasarnya telah dimulai
sejak lama. Di Indonesia pun, khususnya di daerah pertanian, masyarakat sudah mengenal daur ulang
limbah, khususnya limbah yang bersifat hayati, seperti sisa makanan, daun-daunan dsb. Dalam
sistem pengelolaan persampahan, upaya daur-ulang memang cukup menonjol, dan umumnya
melibatkan sektor informal. Beberapa alasan mengapa daur-ulang mendapat perhatian:
1. Alasan ketersediaan sumber daya alam: beberapa sumber daya alam bersifat dapat terbarukan
dengan siklus yang sistematis, seperti siklus air. Yang lain termasuk dalam katagori tidak
terbarukan, sehingga ketersediaannya di alam menjadi kendala utama. Berdasarkan hal itu,
maka salah satu alasan daur-ulang adalah ketersediaan sumber-daya alam.
2. Alasan nilai ekonomi: limbah yang dihasilkan dari suatu kegiatan ternyata dapat bernilai
ekonomi bila dimanfaatkan kembali. Pemanfaatan tersebut dapat dalam bentuk pemanfaatan
enersi, atau pemanfaatan bahan, baik sebagai bahan utama ataupun sebagai bahan pembantu.
3. Alasan lingkungan: alasan lain yang akhir-akhir mendapat perhatian adalah perlindungan
terhadap lingkungan. Komponen limbah yang dibuang ke lingkungan dalam banyak hal
mendataangkan dampak negatif pada lingkungan dengan pencemarannya. Pengolahan limbah
akan menjadi kewajiban. Namun bila dalam upaya tersrebut dapat pula dimanfaatkan nilai
ekonomisnya, maka hal tersebut akan menjadi pilihan yang cukup menarik.
Dalam beberpa hal alasan-alasan tersebut saling terkait sama yang lain dan saling mendukung,
sehingga upaya daur-ulang menjadi lebih terarah dan menarik.
Bentuk lain pemanfaatan limbah dalam daur-ulang adalah kemungkinannya sebagai sumber enersi.
Paling tidak terdapat dua bentuk enersi hasil daur- ula n g yang telah biasa dijumpai di lapangan,
yaitu:
Sebagai enersi panas seperti yang dikeluarkan dari sebuah insinerator dengan bahan bakar
limbah bernilai kalor tinggi,
Sebagai enersi kimia seperti yang dikeluarkan dari sebuah reaktor anaerob atau
sebuah landfill limbah organic seperti sampah, yaitu dalam bentuk gas metan
Kemungkinan lain dari pemanfaatan limbah misalnya sebagai sumber protein atau bahan lain, baik
dengan rekayasa yang sistematis seperti dalam pembuatan alkohol, maupun sebagai bahan makanan.
Sebagai bahan makanan pendekatan ini telah banyak digunakan di Indonesia, khsususnya dari limbah
yang berkatagori organik, misalnya sebagai pakan ternak atau sebagai pakan cacing.
Bahan buangan berbentuk padat, seperti kertas, logam, plastik adalah bahan yang biasa didaur-ulang.
Bahan ini bisa saja didaur-pakai secara langsung atau harus mengalami proses terlebih dahulu untuk
menjadi bahan baku baru. Bahan buangan ini banyak dijumpai, dan biasanya merupakan bahan
pengemas produk. Bahan inilah yang pada tingkat konsumen kadang menimbulkan permasalahan,
khususnya dalam pengelolaan sampah kota. Di negara industri, aplikasi pengemas yang mudah
didaur-ulang akan menjadi salah satu faktor dalam meningkatkan nilai saing produk tersebut di pasar.
Sebenarnya sampah mempunyai potensi untuk didaur-ulang. Proses daur ulang harus memperhatikan
komposisi dan karakteristik limbah yang dominan, terutama bila daur ulang dilakukan di tempat
pembuangan akhir. Hal lain yang mempengaruhi adalah ketersediaan tenaga operasional agar proses
berkelanjutan. Proses daur ulang juga dilakukan di sumber timbulan dan tempat penampungan
sementara, atau pada skala kawasan. Daur ulang yang dilakukan di sumber maupun penampungan
sementara atau di skala kawasan, dapat meminimalkan biaya pengangkutan ke pembuangan akhir.
1. Pemisahan dan pengelompokan: yaitu untuk mendapatkan limbah yang sejenis. Kegiatan ini
dapat dilaksanakan secara manual (dilakukan dengan tangan manusia secara langsung)
maupun secara mekanis (dilakukan oleh mesin).
2. Pemurnian: yaitu untuk mendapatkan bahan/elemen semurni mungkin, baik melalui proses
fisik, kimia, biologi, atau termal.
3. Pencampuran: yaitu untuk mendapatkan bahan yang lebih bermanfaat, misalnya sejenis
limbah dicampur dengan limbah lain atau dengan bahan lain
4. Pengolahan atau perlakuan: yaitu untuk mengolah buangan menjadi bahan yang siap pakai.
Sasaran utama dari rekayasa tersebut adalah bagaimana mendapatkan bahan yang sebaik mungkin
sesuai fungsi dari bahan daur-ulang tersebut. Upaya pertama daur-ulang adalah bagaimana
memisahkan limbah di sumbernya, yang sebetulnya merupakan kegiatan yang mudah dilaksanakan.
Beberapa contoh di bawah ini merupakan cara dan bentuk daur-ulang.
Banyak pengolahan limbah (padat, cair dan gas) menghasilkan residu seperti sludge atau debu, atu
residu lain, yang pada gilirannya harus ditangani lebih lanjut. Kadangkala limbah yang terbentuk
tersebut, seperti sludge, menjadi bermasalah karena berkatagori sebagai limbah berbahaya.
Sampah Anoganik dalam Sampah
Potensi Daur Ulang Sampah
Daur Ulang Kertas Bekas
Di negara maju kertas merupakan komponen sampah yang paling tinggi. Bersama dengan wadah
karton gelombang serta boxboard, jumlahnya sekitar 25 – 40 % berat. Beberapa jenis kertas yang
dijumpai dalam sampah adalah:
Kertas campuran: kertas beraneka ragam dengan kualitas yang bervariasi, seperti majalah,
buku, arsip kantor, karton, kertas pembungkus.
Karton bergelombang Kertas kraft putih maupun berwarna yang belum dicetak.
Kertas koran: surat kabar
Masing-masing mempunyai tingkat kualitas tertentu, tergantung pada jenis serat, sumber,
homogenitas, cetakan yang ada, karakteristik fisik dan kimia. Kertas berkualitas tinggi, seperti kertas
komputer, kertas kantor, mempunyai serat panjang dengan persentase tinggi.
Persentase jenis kertas bekas yang biasa dijumpai di Amerika Serikat adalah:
Kertas direndam dalam air hingga menjadi lembut untuk memudahkan proses penghancuran
menjadi bubur kertas.
Bubur kertas yang terbentuk diletakkan dalam suatu cetakan dengan ukuran tertentu.
Setelah tercetak, kertas yang masih basah dikeluarkan dari cetakan kemudian dikeringkan di
terik matahari.
Untuk skala besar, digunakan mesin pencetak daur ulang kertas.
Polyethylene terephthalate (PETE/1):
Didaur ulang sebagai fiber polyester untuk sleeping bag, bantal, baju dingin Post
consumer PETE digunakan untuk fiberkarpet, film, kontainetr makanan, plastik otomotif
Dari daur-ulang konvensional, sekarang
terdapat upaya pembuatan botol depolymerisasi menjadi ethylene glycol danterephthalic
acid, kemudian repolimerisasi menjadi resin botol soft drink, misalnya coca-cola
High-density polyethylene (HDPE/2): Sifatnya berbeda satu dengan lain tergantung produk
yang akan dihasilkan Botol susu dari resin dengan indeks leleh rendah
HDPE rigid terbuat dari resin dengan indeks leleh yang tinggi
Misalnya digunakan pada lapis dalam dari botol oli yang terdiri dari 3 lapis
Polyvinyl chloride (PVC/3):
Banyak digunkan untuk packaging makanan, kabel listrik, isolasi kabel, pipa plastic,
ember
Produk daur-ulang lain: kontainer non – makanan, floor tile, selang kebun, mainan, pot
bunga, pipa drainage
Low-density polyethylene (LDPE/4): misalnya untuk packaging makanan. Sebagian besar
berakhir pada sampah dan landfill.
Polypropylene (PP/5): biasanya untuk bungkus batere, tutup botol, label, atau kadangkalan
untuk kontainer makanan.
Polystyrene (PS/6)
Lain-lain bahan -bahan plastik multilayer (7)
Disamping itu, plastik biasanya diklasifikasi dalam 2 katagori umum, yaitu:
Harga plastik daur-ulang relatif murah, karena bahan bakunya juga relatif murah. Perlu ada
insentif untuk pengangkutan
Pengangkutan dan pengolahan plastik bekas belum tersedia secara luas, sehingga konsumer
kesulitan menemukan outletnya
Specific weight yang rendah: rasio volume-keberat plastik sangat tinggi, terutama PS untuk
produk busa spons.
Terkontaminasi dengan bahan lain seperti makanan, dsb yang menyulitkan dalam daur- u la n
g nya
Pengolahan plastik secara profesional meliputi:
Tahap bale breaking dansorting:
Pemilahan awal (presorted) dipecahkemudian dipilah kembali
Botol PETE misalnya secara manual dipisah berdasarkan warna. Plastik yang tidak
diinginkan dibuang.
Granulation dan washing:
Botol dipotong-potong, kemudian dicuci dengan air panas, detergen, diaduk untuk
menghilangkan label, lem dan kotoran lainnya
Pemisahan: setelah dicuci, diendapkan (PETE) sedang yang ringan (HDPE) mengapung.
Pengeringan: untuk menghilangkan air, kemudian dikeringkan dengan udara panas agar
kelembaban mejadi lebih kecil dari 0,5 %
Air classification: pemisahan bagian plastik ringan (missal tutup polypropylene) dengan
yang berat
Pemisahan electrostatic: missal memisahkan tutup alumunium
Ekstrusi resin: resin kemudian difluidisasi menggunakan extruder, dan dilelehkan,
dikenal sebagai melt filtration
Pelletizing: melt extruder berbentuk seperti spageti. Selanjutnya melalui orifice, kemudian
dipotong kecil-kecil, lalu didinginkan dengan air. Pelet dipasarkan dengan kadar air kurang
dari 0,5 %.
Pengolahan plastik sederhana di sektor informal di Indonesia:
Plastik bekas yang terkumpul, dikeringkan melalui matahari kemudian ditutup dengan ram
kawat agar plastik (terutama plastik kresek) tidak beterbangan.
Setelah kering, plastik dimasukkan dalam cetakan kemudian dipanaskan/dibakar di dalam
tungku pembakar sampai terbentuk cairan plastik.
Cairan plastik yang terbentuk kemudian didinginkan dengan direndam dalam air.
Setelah dingin, lembaran plastik dikeluarkan dari cetakan. Cetakan yang digunakan berupa
logam agar plastik cair tidak lengket
Mesin Daur Ulang Plastik
Guna menentukan potensi daur-ulang, dibutuhkan adanya survei tentang persentase sampah
pada masing-masing sumber, dan pada masing -masing tingkat penanganan sampah, sehingga
dapat dibuat neraca alur sampah mulai dari sumber sampai ke TPA.
Contoh neraca persentase sampah dari mulai sumber sampai ke TPA adalah seperti terlihat
dalam Gambar di bawah.
Langkah awal agar upaya kegiatan R2 dab R3 berhasil adalah melakukan pemilahan.
Pemilahan sampah di sumbernya paling tidak dilakukan dengan mengelompokkan sampah
menjadi dua kelompok besar, yaitu sampah hayati (sampah organik) dan sampah nonhayati
(sampah non-organik).
Pemilahan di sumbernya seperti di rumah tangga, di industri, di pasar, dsb, sangat membantu
upaya R2 dab R3 karena akan memperoleh bahan dengan kondisi bersih.
Untuk memudahkan penggunaan, disamping kriteria yang terkait dengan fungsi, maka
dibutuhkan pengaturan warna:
Sampah Organik: warna gelap
Sampah anorganik: warna terang
Sampah B3 rumah tangga: warna merah/(Standar Internasional)
Pemilahan sampah dikelompokkan menjadi beberapa jenis sampah seperti :
Sampah basah, yang akan digunakan misalnya sebagai bahan baku kompos
Sampah kering, yang digunakan sebagai bahan daur ulang
Teknik-teknik pengolahan dan pemanfaatan sampah antara lain adalah:
Pemotongan sampah
Pengomposan sampah baik dengan cara konvensional maupun dengan rekayasa
Pengomposan sampah secara vermi – kompos
Pemerosesan sampah sebagai sumber gasbio
Pembakaran dalam Insinerator.
Dalam penanganan 3R diperlukan alat pengumpulan dan pengangkutan sebagai berikut:
Menurut prakiraan Agenda 21 Indonesia, potensi daur-ulang sampah kering adalah 15-25%, sedang
potensi sampah basah yang dapat dikomposkan adalah 30-40%, sehingga potensi daur-ulang sampah
diprakirakan sebesar 45-65 %. Namun tingkat daur-ulang di kota-kota di Indonesia baik melalui
usaha pemulung maupun usaha daur-ulang di rumah tangga, dan pengomposan jumlahnya
diprakirakan hanya sebesar 8,l %.
Kehadiran kelompok pemulung dalam sistem pengelolaan persampahan menimbulkan dua pendapat
controversial yang berbeda, yaitu mereka yang menganggap bahwa aktivitas ini disamping
memberikan kesempatan pada masyarakat tidak mampu untuk berusaha di sektor ini, juga akan
membantu mengurangi sampah yang harus diangkut. Pendapat lain menganggap bahwa upaya ini
dari sudut harga diri bangsa tidaklah baik. Sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga akan
berkurang beratnya sesuai dengan perjalanan sampah tersebut ke tempat pembuangan akhir.
Sampah yang dipisahkan umumnya sudah tidak murni lagi (kotor, basah, dan sebagainya) karena
sampah tersebut sudah tercampur dengan sampah lainnya dari berbagai sumber. Oleh karena itu,
kondisi sampah yang dihasilkan oleh pemulung umumnya memiliki kualitas yang tidak begitu baik
dibandingkan dengan yang dipisahkan di sumber sampah. Pemisahan sampah oleh pemulung ini
relatif masih sedikitl, diprakirakan kurang dari 2% dari jumlah sampah yang terkumpul di TPS.
Selain di TPS, pemulungan sampah juga terjadi di TPA. Seperti halnya pemulungan di TPS, hasil
pemulungan sampah di TPA juga memiliki kualitas yang rendah atau bahkan lebih rendah
dibandingkan di TPS. Tetapi bila dibandingkan dengan di TPS, pemulungan di TPA memiliki
persentase yang lebih besar, yaitu kira-kira 5% dari sampah yang tiba di TPA.
Daur-ulang sampah kota sudah sejak tahun 1980-an yang lalu telah dirasakan pentingnya, dalam
upaya pengurangan sampah yang harus diangkut. Aktivitas pemulung yang banyak dijumpai di kota
– kota dalam mendaur-ulang sampah kering dinilai dapat membantu menurunkan jumlah sampah
yang harus diangkut ke final disposal. Konsep kawasan industri sampah sudah diperkenalkan sejak
tahun 1980-an oleh Proh. Hasan Poerbo melalui PPLH ITB dalam upaya membantu pengelola
persampahan mengurangi sampah yang perlu diangkut. Sarana yang terletak di kawasan permukiman
ini diproyeksikan menerima dan memilah sampah sesuai jenisnya untuk didaur-ulang. Residu
sampah yang tidak terdaur-ulang akan diangkut ke pembuangan akhir. Secara bertahap konsep
pengolahan sampah secara terpadu tersebut telah dicoba diterapkan dalam skala terbatas di beberapa
kota di Indonesia, namun umumnya tidak berlangsung lama. Konsep ini kurang mendapatkan
tanggapan yang positif dari pemerintah Indonesia, khususnya dari sebagian besar pengelola
persampahan. Terdapat kehawatiran mereka bahwa upaya ini akan mengganggu sistem operasional
yang telah baku yaitu dengan konsep “kumpul – angkut – buang”. Penyebab lain adalah karena
pengelola sampah di kota-kota Indonesia belum secara penuh menganggap bahwa konsep ini sebagai
bagian dari sistem penanganan sampah kota. Mereka lebih melihat sarana ini sebagai upaya untuk
memperoleh penghargaan dari pemerintah, bahwa mereka telah memasukkan upaya daur-ulang
dalam sistem pengelolaan persampahannya, khususnya dalam upaya memperoleh penghargaan kota
terbaik yang secara rutin diberikan oleh pemerintah.
Sampah kering merupakan obyek daur-ulang yang paling banyak dijumpai di kota-kota besar di
Indonesia, dengan melibatkan aktivitas sektor informal lainnya yaitu dari ibu rumah tangga, petugas
kebersihan, penjual barang bekas, juga pemulung. Baju bekas, kertas koran, botol bekas, kartas bekas
semen, dsb di sebagian rumah tangga dianggap bukan sampah tetapi barang yang dapat dijual
kembali. Pedagang perantara hadir di pelosok-pelosok kampung di kota-kota di Indonesia untuk
membeli barang-barang bekas ini langsung dari rumah ke rumah.
Studi yang dilakukan di Bandung mengungkapkan bahwa sampah kering yang didaur ulang dari
lingkungan permukiman besarnya antara 10,9% – 14,6% untuk permukiman kelas menegah ke atas,
dan antara 21,9% – 26,5% untuk permukiman menengah ke bawah. Bahan yang didaur-ulang oleh
aktivitas pemulung adalah plastik (PE, PS, PP, HOPE, LOPE, PVC dan drum), kertas (warna,
duplex, arsip, cone, koran, HVS), logam (alumunium, tembaga, kuningan, seng, besi, drum), kain
(majun, polyster, kapas), gelas/kaca (botol bir, botol kecap, botol obat), dan karet. Sedang sampah
yang dinilai tidak terdaur-ulang oleh pemulung antara lain adalah sisa makanan, plastik kemasan
makanan ringan, batu batere, lampu.
Pengomposan merupakan salah satu teknik pengolahan limbah yang mengandung bahan organik
biodegradabel (dapat diuraikan oleh mikroorganisme). Fungsi kompos adalah selain sebagai pupuk
organik, akan berfungsi pula untuk memperbaiki struktur tanah, memperbesar kemampuan tanah
untuk menyerap dan menahan air serta zat hara yang lain. Dilihat dari komposisi, maka sebagian
sampah kota di Indonesia adalah tergolong sampah hayati, atau secara umum dikenal sebagai sampah
organik, atau sampah basah. Melihat komposisinya yang sebagian besar adalah sisa-sisa makanan,
khususnya sampah dapur, maka jenis sampah ini akan cepat membusuk, atau terdegradasi oleh
mikroorganisme yang berlimpah di alam ini. Bila ini terjadi, massanya akan berkurang dengan besar.
Cara inilah yang sebetulnya dikembangkan oleh manusia dalam bentuk pengomposan dan
biogasifikasi. Namun bila mekanisme ini berlangsung secara alamiah, khususnya di lingkungan yang
sudah jenuh daya dukungnya, maka akan timbullah masalah estetika serta gangguan lainnya terutama
karena adanya bau, seperti terjadi di timbunan sampah yang tidak terurus dengan baik. Dengan
kondisi kelembaban yang tinggi, serta temperatur yang relatif tinggi seperti di Indonesia ini, maka
kecepatan mikroorganisme dalam menguraikan materi-materi sampah yang biodegradabel ini akan
lebih baik pula. Cara-cara inilah yang mendorong misalnya untuk :
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan sampah basah sebagai makanan cacing.
Cacing yang digunakan umumnya dari jenis Lumbricus. Masalah utama yang perlu mendapat
perhatian adalah pemisahan sampah di sumber, yaitu untuk memperoleh sampah yang cocok untuk
makanan cacing. Sampah yang telah dipilah tersebut kemudian dikomposkan selama 2 minggu.
Berdasarkan uji coba skala permukiman, maka sebanyak 40% sampah basah dari rumah tangga
melalui pemilahan manual yang dapat dimanfaatkan untuk makanan cacing. Dari kegiatan ini akan
diperoleh casting yaitu bahan sejenis kompos, dengan kualitas yang baik dan dengan ukuran butir
yang sudah halus dan siap dijual. Disamping itu dihasilkan biomas cacing yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber protein, misalnya untuk pakan ternak dan ikan.