Anda di halaman 1dari 24

UANG DAN DINAR

H. Amhar Maulana Harahap


1. Latar belakang

Didalam masalah dimensi sosial adalah hal uang, akan timbul


pembahasanan bagaimana masyarakat mempengaruhi fenomena uang serta
bagaimana uang mempengaruhi masyarakat. Tidak ada yang bisa membantah,
bahwa uang adalah sesuatu yang sangat bernilai. Uang tidak hanya dapat
membuat semua kebutuhan dan keinginan kita terpenuhi.Tetapi uang juga
dapat membuat seseorang sangat berkuasa. Uang juga bisa mempengaruhi
pandangan hidup dan sikap sosial kemasyarakatan. Mulai masyarakat level
sosial, ekonomi, dan politik yang paling rendah sampai sebagian kecil
masyarakat kelas atas. Korupsi, kolusi dan nepotisme dari jenis yang paling
sederhana sampai yang paling sulit tidak pernah jauh dari persoalan uang.
Begitu juga denagn berbagai tindakan kriminalitas yang terjadi di masyarakat
setiap hari.

Dalam kehidupan ekonomi, uang memiliki peranan yang cukup penting di


antaranya, uang ialah standar nilai atas kegiatan ekonomi yang ada, baik
konsumsi, produksi atau refleksi atas kekayaan dan penghasilan.Uang dapat
memudahkan kita melakukan barter atas barang dan jasa di antara individu
masyarakat.

Pada mulanya kehidupan masyarakat sangatlah sederhana. Dalam makna


untuk memenuhi kebutuhannya, manusia cukup bekerja sebagai nelayan
ataupun menghasilkan buah-buahan yang sudah terdapat dihutan. Dengan
semakin bertambahnya populasi manusia, harus ada langkah ke depan untuk
meningkatkan swasembada penuh dalam memenuhi kebutuhan hidup. Karena
itu sistem pertukaran barang dan jasa sangat diperlukan guna mempermudah
proses kebutuhan hidup. Manusia terus melakukan pencarian untuk mendapat
media sebagai alat tukar yang dapat diterima oleh semua orang. Diawal sistem
transaksi klasik, manusia menggunakan hewan sebagai alat tukar. Akan tetapi,
karena adanya kesulitan dalam penyimpanan dan kebutuhannya, maka sistem
tersebut ditinggalkan. Selanjutnya digunakan batu sebagai alat teersebut, tetapi
karena terjadinya penumpukan batu sebagai alat tersebut tidak mempunyai
nilai. Kemudian ditemukan bahan tambang sebagai alat tukar, diantaranya besi
atau tembaga.1

Al Ghazali (w.555 H/1111 M) juga menekankan pentingnya perekonomian


uang, karena keburukan perekonomian barter dan ketidaksesuaian keinginan
antara dua belah pihak. Ia mengatakan bahwa untuk mewujdkan perekonomian
1
Said Sa’ad, Marthon, Ekonomi Islam ditengah Krisis Ekonomi Global, (Jakarta : Zikrul
Hakim : 2004). Cet. 1 H.116

70
barter seseorang memerlukan usaha yang keras. Pelaku ekonomi barter harus
mencari seseorang yang mempunyai keinginan yang sama dengannya. Para
pelaku ekonomi barter tersebut juga akan mendapatkan berbagai kesulitan
dalam mentukan harga khususnya ketika terjadi keragaman barang dagangan,
pertambahan produksi dan perbedaan kebutuhan. 2

Seiring dengan perkembangan zaman akhirnya manusia menggunakan emas


dan perak sebagai alat tukar (uang), proses tersebut berdasarkan atas
kelangkaan yang masuk akal dan tidak mudah rusak dalam waktu yang relative
lama, serta mudah digunakan dalam bertransaksi. Dengan demikian
perkembangan kehidupan ekonomi, manusia menyadari akan pentingnya
kehadiran uang sebagi alat tukar. Perkembangan tersebut diiringi dengan
adanya penemuan emas dan perak yang berfungsi sebagai alat tukar. Kemudian
ada keinginan untuk menggunakan kertas sebagai uang. Ekonom menjelaskan
bahwa segala sesuatu bisa digunakan sebagai uang asalkan dapat diterima oleh
semua pihak untuk dijadikan sebagai alat tukar. 3

Sepanjang sejarah keberadaannya uang memiliki peranan penting dalam


perjalanan kehidupan modern. Uang berhasil memudahkan dan mempersingkat
waktu transaksi pertukaran barang dan jasa. Maka dalam makalah ini akan
dibahas mengenai uang dan gold dinar sebagai alat tukar.

2
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam : Sejarah, Konsep, Instrumen, Negara, dan Pasar
(Jakarta : PT. Raja Grapindo Perkasa : 2013) Cet. 2 H. 58
3
Said Sa’ad, Marthon, Ekonomi, h. 117

71
PEMBAHASAN

1. Uang (Money)

A. Sejarah Uang

1. Asal Usul Uang

Allah menciptakan manusia dan menjadikannya sebagai makhluk


yang membutuhkan makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal.
Sejak awal sejarah manusia, orang-orang bekerja keras dalam kehidupan
untuk memenuhi terjaminnya barang dan jasa, dan memanfaatkan nikmat
dan karunia yang Allah berikan bagi mereka. Ketika tidak mampu
seorang diri dalam membutuhi segala kebutuhan barang dan jasa,
terjadilah kerja sama antar manusia dalam rangka menjamin
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan itu.4

Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradabannya


semakin maju, kegiatan dan interaksi antarsesama manusia meningkat
tajam. Jumlah dan jenis kebutuhan manusia juga semakin bermacam-
macam. Oleh karena itu, masing-masing individu mulai tidak mampu
memenuhi kebutuhanya sendiri. Bisa dipahami karena ketika seseorang
menghabiskan waktunya seharian bercocok tanam, pada saat bersamaan
tentu ia tidak akan bisa memperoleh garam atau ikan, menenun pakaian
sendiri, atau kebutuhan yang lain.

Satu sama lain mulai saling membutuhkan, karena tidak ada individu
yang secara sempurna mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Sejak
saat itulah, manusia mulai mengguanakan berbagai cara dan alat untuk
melangsungkan pertukaran barang dalam rangka memenuhi kebutuhan
mereka. Pada tahapan peradaban manusia yang masih sangat sederhana
mereka dapat menyelenggarakan tukar-menukar kebutuhan dengan cara
barter. Maka periode itu disebut zaman barter. 5 Hanya saja, cara ini
walau pada awalnya sangat mudah dan sederhana, kemudian
perkembangan masyarakat membuat sistem ini menjadi sulit dan muncul
kekurang-kekurangan. Beberapa kekurangan sistem barter sebagai
berikut:

4
Ahmad Hasan, Mata Uang Islami, (Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada, 2005) H. 22
5
Mustafa Adwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif : Ekonomi Islam (Jakarta : Kencana
Prenada Media Grup, 2006) H. 239-240

72
a. Kesusahan mencari keinginan yang sesuai antara orang-orang yang
melakukan transaksi, atau kesulitan untuk mewujudkan kesepakatan
mutual.

b. Perbedaan ukuran barang dan jasa, dan sebagian barang yang tidak
bisa dibagi-bagi.

c. Susahnya membuat membuat sebuah tolak ukur secara umum dari


berbagai barang dan jasa.6

Adanya keterbatasan-keterbatasan dalam perekonomian barter ini


menimbulkan kebutuhan akan suatu benda yang disebut sebagai alat
tukar. Pada tahap permulaan masyarakat kuno belum menciptakan bentuk
uang secara khusus, tetapi menggunakan benda atau komoditi yang sudah
ada pada saat itu dan dinilai cukup berharga untuk dianggap sebagai
uang. Oleh karenanya bentuk uang berbeda-beda di setiap daerah. Benda
yang pernah berperan sebagai alat tukar misalnya: unta dan kambing
dikawasan jazirah Arab, sapi dan domba dikawasan Afrika,dan lain-lain.

Uang di Berbagai Bangsa

a. Uang pada Bangsa Lydia

Bangsa Lydia adalah orang-orang yang pertama kali mengenal uang


cetakan. Pertama kali uang muncul ditangan para pedagang ketika
mereka merasakan kesulitan dalam jual beli dalam sistem barter lalu
mereka membuat uang. Pada masa Croesus 570 - 546 SM, negara
berkepentingan mencetak uang. Dan pertama kalinya masa ini terkenal
dengan mata uang emas dan perak yang halus dan akurat.

b. Uang pada Bangsa Yunani

Bangsa Yunani membuat uang ”uang komoditas” sebagai utensil


money dan koin-koin dari perunggu. Kemudian mereka membuat
emas dan perak yang pada awalnya beredar diantara mereka dalam
bentuk batangan sampai masa dimulainya pencetakan uang tahun 406
SM. Kadang mereka mengukir pada uang mereka bentuk berhala
mereka, gambar pemimpin mereka, sebagaimana juga kadang mereka
mengukir nama negeri dimana uang itu dicetak. Mata uang utama
mereka adalah Drachma yang terbuat dari perak.

6
Mujahidin, Ekonomi Islam, h. 61-62

73
c. Uang Pada Bangsa Romawi

Bangsa Romawi pada masa sebelum abad ke-3 SM menggunakan


mata uang yang terbuat dari perunggu yang disebut Aes (Aes
Signatum Rude). Mereka juga menggunakan mata uang koin yang
terbuat dari tembaga. Orang yang pertama kali mencetak uang adalah
Servius Tullius, yang dicetak pada tahun 269 SM. Kemudian mereka
mencetak Denarius dari emas yang kemudian menjadi mata uang
imperium Romawi, dicetak tahun 268 SM. Di atas uang itu mereka
cetak ukiran bentuk Tuhan dan pahlawan mereka, hingga masa Julius
Caesar yang kemudian mencetak gambarnya di atas uang tersebut.

d. Uang Dalam Pemerintahan Islam

1. Uang Pada Masa Kenabian

Bangsa Arab di Hijaz pada masa jahiliah belum memiliki mata


uang tersendiri. Mereka menggunakan mata uang yang mereka
peroleh berupa Dinar Emas Hercules, Byziantum dan Dirham perak
Dinasti Sasanid dari Iraq, dan sebagian mata uang bangsa Himyar,
Yaman. Penduduk Makkah tidak memperjualbelikan kecuali
sebagai emas yang tidak ditempa dan tidak menerimanya kecuali
dalam ukuran timbangan. Hal ini disebabkan beragamnya bentuk
dirham dan ukurannya dan muncul penipuan pada mata uang
mereka seperti nilai tertera yang melebihi dari nilai sebenarnya.

Berdasarkan sejarah Islam, pada zaman Rasulullah Saw. mata


uang menggunakan sistem bimetallism standard (emas dan perak)
demikian juga pada masa Bani Umayah dan Bani Abbasiyah.
Dalam pandangan Islam mata uang yang paling stabil dan tidak
mungkin terjadi krisis moneter karena nilai intrinsik sama dengan
nilai riil. Mata uang ini dipergunakan bangsa Arab sebelum
datangnya Islam. Nabi SAW memerintahkan penduduk Madinah
untuk mengikuti ukuran timbangan penduduk Makkah ketika
berinteraksi ekonomi, dengan menggunakan dirham dalam jumlah
bilangan bukan ukuran timbangan.

2. Uang Pada Masa Khulafaurrasyidin

Ketika Abu Bakar dibai’at menjadi khalifah, beliau tidak


melakukan perubahan terhadap mata uang yang beredar, bahkan
menetapkan apa yang sudah berjalan dari masa Nabi SAW. Begitu
juga ketika Umar bin Khattab dibai’at sebagai khalifah, karena
beliau sibuk melakukan penyebaran Islam ke berbagai negara,

74
beliau menetapkan persoalan uang sebagaimana yang sudah
berlaku.

3. Uang Pada Masa Dinasti Umawiyyah

Pencetakan uang pada masa Dinasti Umayah masih meneruskan


model Sasanid dengan menambahkan beberapa kalimat tauhid,
sepeti pada masa Khulafaurrasyidin. Pada zaman Abdul Malik bin
Marwan, pada tahun 78 H, beliau membuat mata uang Islam yang
bernafaskan model Islam tersendiri. Dengan adanya pencetakan
mata uang Islam, hal ini mampu untuk merealisasikan stabilitas
politik dan ekonomi, mengurangi pemalsuan dan manipulasi
terhadap mata uang.

4. Uang Pada Masa Dinasti Abbasiyah dan Sesudahnya

Pada masa ini pencetakan dinar masih melanjutkan cara Dinasti


Uamyah. Pada masa ini ada dua fase, tentang masalah pencetakan
uang, yaitu:

a. Fase pertama: Terjadi pengurangan terhadap ukuran dirham


kemudian dinar

b. Fase kedua: Ketika pemerintahan melemah dan para pembantu


dari orang Turki ikut serta mencampuri urusan negara. Ketika
itu pembiayaan semakin besar, orang-orang sudah menuju
kemewahan sehingga uang tidak lagi mencukupi kebutuhan.
Pada masa pemerintahan Mamalik, pencetakan uang tembaga
(fulus) menjadi mata uang utama dan pencetakan dirham
dihentikan karena beberapa sebab, yaitu :

1. Penjualan perak ke negara-negara Eropa

2. Impor tembaga dari negara-negara Eropa semakin bertambah,


akibat dari peningkatan produksi pertambangan di sebagian
besar wilayah Eropa

3. Meningkatnya konsumsi perak untuk pembuatan pelana dan


bejana7

7
Mujahidin, Ekonomi Islam h. 62-64

75
2. Pengertian Uang

Uang dalam ekonomi Islam secara etimologi berasal dari kata an-naqdu
dan jamaknya adalah an-nuqud. Pengertiannya ada beberapa makna, yaitu
an-naqdu berarti yang baik dari dirham, menggenggam dirham,
membedakan dirham, dan an-naqdu juga berarti tunai. Kata nuqud tidak
terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadis karena bangsa Arab umumnya tidak
menggunakan nuqud untuk menunjukan harga. Mereka menggunakan kata
dinar dan untuk menunjukan mata uang yang terbuat dari emas dan kata
dirham untuk menunjukan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga
menggunakan kata wariq untuk menunjukan dirham perak, kata lain untuk
menunjukan dinar emas. Sementara fulus (uang tembaga) adalah alat tukar
tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang murah.

Uang menurut fuqaha tidak terbatas pada emas dan perak yang dicetak,
tetapi mencakup seluruh dinar, dirham, dan fulus. Untuk menunjukan
dirham dan dinar mereka menggunakan istilah naqdain. Namun, mereka
berbeda pendapat apakah fulus termasuk kedalam istilah nuqud atau tidak.
Menurut pendapat yang mu‟tamad dari golongan Syafiiyah, fulus tidak
termasuk nuqud, sedangkan madzhab Hanafi berpendapat bahwa nuqud
mencakup fulus. Definisi nuqud menurut Abu Ubaid (wafat 224 H), dirham
dan dinar adalah nilai sesuatu. Ini berarti dinar dan dirham adalah setandar
ukur yang dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa. Ibnu Qayyim
berpendapat, dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Ini
mengisyaratkan bahwa uang adalah standar unit ukuran untuk nilai harga
komoditas.8

Menurut para ahli ekonomi kontemporer, uang didefenisikan dengan


benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk
mengadakan tukar-menukar atau perdagangan dan sebagai standar nilai. 9
Jadi uang adalah sarana dalam transaksi yang dilakukan masyarakat dalam
kegiatan produksi dan jasa. Baik uang itu berasal dari emas, perak, tembaga,
kulit, kayu, batu dan besi. Selama itu diterima masyarakat dan dianggap
sebagai uang.

Dengan demikian uang secara umum adalah sesuatu yang dapat diterima
secara umum sebagai sebagai alat untuk pembayaran suatu wilayah tertentu
atau sebagai alat pembayaran utang, atau sebagai alat pembelian barang dan

8
Rozalinda, Ekonomi Islam, (Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2015) h. 279-280
9
Ibid,

76
jasa.dengan demikian uang merupakan suatu alat yang dapat dapat
digunakan dalam wilayah tertentu.10

Pengertian uang sangat beragam berdasarkan subjek yang


mendefinisikannya sebagai berikut :

a. Kata uang, menurut orang kebanyakan, sering kali di sininimkan dengan


kekayaan. Misalnya raja kaya karena dia memiliki banyak uang.

b. Demikian pula orang pada umumnya seringkali menyamakan kata uang


dengan pendapatan. Misalnya Iqbal berhasil memperoleh pekerjaan yang
baik dan dapat menerima banyak uang setiap bulannya.

Adapun defenisi uang menurut beberapa pakar dalam karya-karyanya


sebagai berikut : 11

a. A.C.Pigou dalam bukunya the viel of money, uang adalah alat tukar.

b. D. H. Robertson dalam bukunya money, uang adalah sesuatu yang bisa


diterima dalam pembanyaran untuk mendapatkan barang-barang.

c. R. G. Thomas dalam bukunya our modern banking, uang adalah sesuatu


yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi
pembelian barang-barang dan jasa serta kekayaan berharga lainnya serta
untuk pembayaran utang.

Adapun syarat-syarat uang adalah :12

a. Nilanya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu

b. Tahan lama

c. Bendanya memiliki mutu yang sama

d. Mudah dibawa-bawa

e. Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya

f. Jumlahnya terbatas (tidak berlebih- lebihan)

g. Dicetak dan sahkan penggunaannya oleh pemegang otoritas moneter


(pemerintah)

10
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. (Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada,2002), h.13
11
Mujahidin, Ekonomi Islam, h. 59
12
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi, (Jakarta : Rajawali Pers,2002), h.
193

77
Penerbitan uang merupakan masalah yang dilindungi oleh kaidah-kaidah
umum syariat islam. Penerbitan dan penentuan jumlanya merupakan hal-hal
yang berkaitan dengan kemaslahatan umat. Karena itu, bermain-main dalam
penerbitan uang akan mendatangkan kerusakan ekonomi rakyat dan Negara,
misalnya hilangnya kepercayaan terhadap mata uang, terjadinya pemalsuan
uang, pembengkakan jumlah uang beredar, turunnya nilai uang (inflasi), dan
kemudaratan lainnya. Dikalangan ekonom muslim berpendapat bahwa
penerbitan uang merupakan otoritas Negara dan tidak dibolehkan bagi
individu untuk melakukan hal tersebut karena dampaknya sangat buruk. 13

3. Fungsi Uang

Dalam sistem ekonomi konvensional, uang berfungsi sebagai alat tukar


(medium of exchange), standar harga (standart of value) atau satuan hitung
(unit of account), penyimpanan kekayaan (store of value), dan uang sebagai
standar pembayaran tunda (standard of deferred paymen). Namun hal ini
berbeda dengan pandangan islam yang hanya mengakui fungsi uang sebagai
alat tukar (medium of exchange) dan satuan hitung (unit of account).
Sedangkan fungsi uang sebagai penyimpanan kekayaan (store of value), dan
uang sebagai standar pembayaran tunda (standard of deferred paymen)
diperdebatkan oleh ahli ekonomi islam.

Berdasarkan hal yang berdasarkan diatas, adapun fungsi uang dalam


perspektif islam adalah sebagai berikut14 :

a. Satuan Nilai atau Standar Harga (unit of account)

Satuan nilai merupakan fungsi uang yang terpenting. Uang adalah


satuan nilai atau standar ukuran harga dalam transaksi barang dan jasa.
Dengan adanya uang sebagai satuan nilai, maka hal itu dapat
memudahkan terlaksananya transaksi dalam kegiatan ekonomi
masyarakat dan nilai suatu barang dapat diukur dan diperbandingkan.
Nilai suatu barang dapat dinyatakan dengan harga. Penggunaan uang
sebagai alat satuan hitung akan memudahkan masyarakat menentukan
nilai suatu barang. Pada sistem barter dahulu, terdapat kesulitan dalam
menentukan satuan nilai pada suatu barang atau jasa. Misalnya Mahmud
memiliki seekor onta, dan ia ingin menukarkan ontanya dengan gandum.
Maka pada sistem barter, sangat sulit untuk menentukan berapa kilo
gandum yang harus diberikan untuk menganti seekor onta tersebut.

Imam Abu Hamid Al-Ghazali mengibaratkan uang bagaikan cermin.


Cermin dapat memantulkan berbagai macam warna, sedangkan cermin

13
Rozalinda, Ekonomi Islam., h. 280-281
14
Ibid, h. 281-286

78
sendiri tidak berwarna. Dalam arti uang berfungsi sebagai ukuran nilai
yang dapat merefleksikan harga benda yang ada dihadapannya. Dengan
demikian uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri karena uang tidak
mempunyai harga tapi ia sebagai alat untuk menghargai semua barang.

b. Alat Tukar (Medium Of Exchange)

Uang adalah alat tukar menukar yang digunakan setiap individu untuk
transaksi barang dan jasa. Ini adalah fungsi pokok dari uang. Dengan
uang sebagai alat tukar, seseorang dapat memperoleh barang atau jasa
sesuai yang ia inginkan. Tidak seperti sistem barter pada zaman dahulu.
Misalnya seseorang yang mempunyai apel, dan dia membutuhkan beras.
Dalam sistem barter, orang yang mempunyai apel harus pergi ke pasar
dan mencari orang yang mempunyai beras dan dia juga membutuhkan
apel. Dan terjadilah barter di antara kedua belah pihak.

Saat ini, ketika manusia menggunakan uang sebagai alat tukar. Maka
seseorang yang mempunyai apel tadi, menjual apelnya dengan uang.
Kemudian ia membeli beras dengan uang tersebut. Dan pemilik beras
menjual berasnya dengan uang, sehingga ia dapat membeli barang
apapun juga dengan uang tersebut. Sebagai alat tukar, uang akan
membuat kegiatan ekonomi semakin mudah dan efisien karena para
pelaku ekonomi dapat melakukan transaksi kapan, di mana, dan dengan
siapa saja. Agar terwujudnya fungsi uang sebagai alat tukar, para ahli
ekonomi mensyaratkan adanya keikhlasan dan keridhaan dari kedua
belah pihak terhadap kelayakan uang tersebut.

Ulama-ulama muslim telah membahas fungsi uang ini di dalam kitab-


kitabnya. Sebagai contoh Imam Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan
bahwa “Allah Swt menjadikan uang dinar dan dirham sebagai hakim dan
penengah di antara harta benda lainnya sehingga harta benda tersebut
dapat diukur nilainya dengan uang dinar dan dirham”.Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “(Mata uang) dinar dan
dirham asalnya bukan untuk dimanfaatkan zatnya. Tujuannya adalah
sebagai alat ukur (untuk mengetahui nilai suatu barang). Dirham dan
dinar bukan bertujuan untuk dimanfaatkan zatnya, keduanya hanyalah
sebagai media untuk melakukan transaksi. Oleh karena itu fungsi mata
uang tersebut hanyalah sebagai alat tukar, berbeda halnya dengan
komoditi lainnya yang dimanfaatkan zatnya.

79
c. Alat Penyimpanan Kekayaan (Store Of Value atau Store Of Wealh)

Yang dimaksud dengan uang sebagai alat penyimpanan kekayaan


adalah bahwa orang yang mendapatkan uang kadang tidak mengeluarkan
seluruhnya dalam satu waktu, tetapi disisihkan sebagian untuk membeli
barang atau jasa yang ia butuhkan pada waktu yang dia inginkan, atau ia
simpan untuk keperluan hal-hal yang tak terduga.

Agar terwujudnya uang pada fungsi ini, para ahli ekonomi


mensyaratkan terjaganya kestabilan nilai atau daya beli pada masa
mendatang. Jika hal itu tidak terjadi, maka membelanjakan uang dalam
bentuk barang pada masa sekarang bisa jadi lebih baik dari pada
menyimpannya dalam bentuk uang. Dr. Muhammad Zaki Syafi’i
mengatakan bahwa uang akan mengalami fluktuasi nilai atau daya beli
suatu produk dari waktu ke waktu.

Hal ini terjadi pada Perang Dunia I, dimana harga barang naik,
sehingga nilai uang menjadi rendah. Pada saat itu, setiap manusia
menyimpan hartanya dalam bentuk saham atau barang-barang tahan
lama, seperti: rumah, tanah dan sawah. Imam Abu Hamid Al-Ghazali
menegaskan bahwa “Barang siapa yang memiliki uang (emas dan perak),
maka ia akan memiliki segalanya.” Ibnu Khaldun juga mengisyaratkan
uang sebagai alat simpanan dalam perkataan beliau: “Kemudian Allah
Ta’ala menciptakan dari dua barang tambang emas dan perak, sebagai
nilai untuk setiap harta. Dua jenis ini merupakan simpanan orang-orang
di dunia, akan tetapi jika uang berfunngsi sebagai penyimpanan nilai
maka akan terjadi penimbunan uang karena sifat alamiyah uang yang
tahan lama.

d. Sebagai Standar Pembayaran Tunda (Standard Of Deferred Payment)

Sebagian ahli ekonomi berpendapat, bahwa uang adalah unit ukuran


dan standar untuk pembayaran tunda. Misalnya, transaksi terjadi pada
waktu sekarang dengan harga tertentu, tetapi uang diserahkan pada masa
yang akan datang. Untuk itu dibutuhkan standar uukuran yang digunskan
untuk menentukan harrga. Menurut Ahmad Hasan, dalam bukunya al-
Auraq al-Naqdiyah fi al-Iqtishad al-Islami, bahwa uang sebagai ukuran
dan standar pembayaran tunda tidak bisa diterima. Jika yang
dimaksudkan adalah menunda pembayaran harga, maka yang ditunda
adalah uang, oleh karena itu uang tidak dapat dikatakan sebagai standar
pembayaran tunda, karena fungsi ini merupakan suatu hal pengulaangan
(tahsilul hasili) terhadap fungsi uang sebagai standar nilai, dan
dikarenakan uang itu sebagai ukuran dan standar harga komoditas dan
jasa baik bersifat yunai atau tunda.

80
Dengan demikian, fungsi uang dalam perspektif ekonomi islam hanya
ada dua, yaitu uang sebagai satuan nilai atau satuan harga dan sebagai
alat tukar.

4. Jenis-Jenis Uang

a. Uang Barang (Commodity Money)

Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau bisa
diperjualbelikan apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai uang.
Masyarakat primitif memilih salah satu barang komoditas yang ada untuk
digunakan sebagai media dalam pertukaran pilihan itu berbeda-beda
antara satu lingkungan dengan lingkungan lainnya tergantung dengan
kondisi ekonomi dan sosial, misalnya binatang ternak dijadikan uang
pada masyarakat pengembala, hasil pertanian pada masyarakat petani,
ikan bagi masyarkat nelayan. Namun, pada zaman sekarang tidak semua
barang bisa menjadi uang, diperlukan tiga kondisi agar barang dijadikan
uang antara lain, 1) kelangkaan (scarcity), 2) daya tahan (durability),
barang tersebut harus tahan lama, 3) nilai tinggi, maksudnya barang yang
dijadikan uang harus bernilai tinggi sehingga tidak memerlukan jumlah
yang banyak dalam melakukan transaksi.15

Barang yang bisa dijadikan sebagai uang pada zaman sekarang


umumnya adalah logam mulia seperti emas dan perak, karena kedua
barang tersebut memiliki nilai yang tinggi, langka dan dapat diterima
secara umum sebagai alat tukar. Emas dan perak ini juga dapat dipecah
menjadi bagian-bagian kecil dan tetap mempunyai nilai yang utuh. Selain
itu, logam mulia juga tidak pernah susut dan rusak yang mengakibatkan
turunnya harga jual.

1. Uang Logam (Metalic Money)

Penggunaan uang logam merupakan fase kemajuan dalam sejarah


uang. Logam yang pertama digunakan manusia sebagai alat tukar
adalah perunggu. Kemudian, bangsa Yunani menggunakan besi dan
bangsa Romawi menggunakan tembaga sebagai alat tukar, dan
kemudian logam mulia emas dan perak. Ketika volume perdagangan
semakin meningkat dan meluas, yang meliputi perdagangan antar
nengara, muncullah penggunaan emas dan perak sebagai uang.

Pada awal penggunaan logam sebagai alat uang, standar yang


dipakai adalah timbangan. Hal ini menimbulkan kesulitan karena
setiap kali melakukan transaksi harus menimbang dulu. Melihat

15
Ibid., h. 288-290

81
kesulitan itu Negara melalukan percetakan uang logam untuk
mempermudah proses transaksi. Dalam sejarah penggunaan uang
logam ada dua system yang dipergunakan, pertama gold standard,
yaitu emas dan perak sebagai standar nilai, kedua bimetallic (system
dua jenis logam), yaitu emas dan perak digunakan sebagai standar
nilai. Pada masa awal islam, Nabi saw, menerapkan sistem dua jenis
logam ini dalam aktivitas dagang. System ini terus berlanjut sampai
akhirnya pemerintahan islam menerapkan uang fulus sebagai mata
uang dalam perekonomian.

2. Uang Bank (Bank Money) atau An-Nuqud Al-Musyarraffiyah

Uang bank disebut juga dengan uang giral, yaitu uang yang
dikeluarkan oleh bank komersial melalui cek atau alat pembayaran
giro lainnya. Cek merupakan perintah yang ditunjukkan oleh pemilik
deposit kepada bank untuk membayarkan kepadanya atau kepada
orang lain atau pemegangnya sejumlah uang. Uang giral merupakan
simpanan nasabah bank yang dapat diambil setia saat dan dapat
dipindahkan kepada orang lain untuk melakukan pembayaran.
Kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat terhadap bank dalam
memenuhi hak-hak mereka. Itulah yang mendorong orang-orang
mengakui peredaran uang-uang bank. Cek dan giro yang dikeluarkan
oleh bank manapun bisa digunakan sebagai alat pembayaran barang
dan jasa.

Uang jenis ini berkembang luas dinegara-negara maju dimana


kesadaran perbankan atau tradisi perbankan semakin meningkat.
Kelebihan uang giral sebagai alat pembayaran adalah :

a. Kalau hilang dapat dilacak kembali sehingga tidak bisa diuangkan


oleh yang tidak berhak.

b. Dapat dipindahtangankan dengan cepat dan ongkos yang rendah

c. Tidak diperlukan uang kembali sebab cek dapat ditulis sesuai


dengan nilai transaksi.

Namun, pemakaian cek dan giro ini membuka peluang terjadinya


uang beredar yang lebih besar dari transaksi riilnya. Kemudian,
menyebabkan terjadinya bubble economy (pertumbuhan ekonomi
semu).16

16
Nasution, Pengenalan Eksklusif., h. 242

82
3. Uang Kertas (Token Money) atau An-Nuqud Al-Waraqiyyah

Uang kertas yang digunakan sekarang pada awalnya adalah dalam


bentuk banknote atau bank promise dalam bentuk kertas, yaitu janji
bank untuk membayar uang logam kepada pemilik banknote ketika
ada permintaan. Karena kertas ini didukung oleh kepemilikan atas
emas dan perak, masyarakat umum menerima uang kertas ini sebagai
alat tukar. Dalam sejarahnya, uang kertas digunakan pada tahun 910
M di Cina. Pada awalnya penduduk Cina menggunakan uang kertas
atas dasar topangan 100 % emas dan perak. Pada abad ke 10 M,
pemerintah Cina menerbitkan uang kertas yang tidak lagi ditopang
oleh emas dan perak.

Ada beberapa kelebihan penggunaan uang kertas dalam


perekonomian, diantaranya mudah dibawa, biaya penerbitan lebih
kecil ketimbang uang logam, dapat dipecah dalam jumlah berapapun.
Namun pemakaian uang kertas ini mempunyai kekurangan seperti
tidak terjaminnya stabilitas nilai tukar seperti hal nya uang emas dan
perak mempunyai nilai tukar yang stabil. Disamping itu jika terjadi
percetakan uang kertas dalam jumlah yang berlebihan, akan
menimbukan infasi, nilai uang turun dan harga barang naik.

5. Uang Dalam Pandangan Islam

Dalam sejarah Islam, uang merupakan sesuatu yang diadopsi dari


peradaban Romawi dan Persia. Ini dimungkinkan karena penggunaan dan
konsep uang tidak bertentangan dengan ajaran Islam17 , dan ini terdapat
dalam hadis Rasulullah saw yang menggunakan kata Wariq seperti dalam
hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang artinya “Uang logam perak yang
jumlahnya dibawah lima auqiyah tidak ada kewajiban zakat diatasnya”.
Lalu dalam QS. Al-Kahfi ayat 19 Allah berfiman :

‫ل ِم ۡن ُه ۡم ك َۡم ل َ ِب ۡثت ُ ۡ ۖۡم قَالُواْ ل َ ِب ۡثن َا ي َ ۡو ًما أ َ ۡو‬ٞ ِ‫سا ٓ َءلُواْ ب َ ۡين َ ُه ۡۚۡم قَا َل قَآئ‬ َ ‫َوكَ َٰذ َ ِل‬
َ َ ‫ك بَع َ ۡث َٰن َ ُه ۡم ِليَت‬
‫ۡض ي َ ۡو ۚۡم قَالُواْ َربُّكُ ۡم أ َ ۡعل َ ُم ِب َما ل َ ِب ۡثت ُ ۡم فَٱ ۡبعَث ُ ٓواْ أ َ َحدَكُم ِب َو ِر ِقكُ ۡم َٰ َه ِذ ِ ٓۦه ِإلَى ۡٱل َمدِين َ ِة‬ َ ‫بَع‬
‫ف َ ۡليَنظُ ۡر أَي ُّ َها ٓ أ َ ۡزك ََٰى طَع َ ٗاما ف َ ۡلي َ ۡأتِكُم بِ ِر ۡزق ِم ۡنه ُ َو ۡليَتَلَطَّ ۡف َو ََل ي ُۡش ِع َر َّن بِكُ ۡم أ َ َحد ًا‬
Yang artinya “Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka
saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara
mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". Mereka menjawab:
"Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi):
"Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka
suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan
17
Ibid., h. 243-244

83
membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan
yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan
hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan
halmu kepada seorangpun”.

Ayat ini menjelaskan sebuah cerita kisah tujuh pemuda yang


bersembunyi di sebuah gua (Ash-Habul Kahf) untuk menghindari penguasa
yang yang lalim. Mereka lalu ditidurkan Allah selama 309 tahun. Ketika
mereka terbangun dari tidur panjang itu, salah seorang mereka diminta oleh
yang lain untuk mencari makanan sambil melihat keadaan. Utusan dari para
pemuda itu membelanjakan uang peraknya (wariq) untuk membeli makanan
sesudah mereka tertidur selama 309 tahun. Al-Qur’an menggunakan kata
wariq yang artinya adalah uang logam dari perak atau dirham.

2. Gold Dinar

A. Pengertian Gold Dinar

Dinar adalah mata uang yang memiliki nilai fisik dan nilai intrinsik yang
sama, karena berdasarkan emas, yang diambil dari Romawi dan Dirham
yaitu mata uang perak warisan peradaban Persia. Kata Dinar sendiri
sebetulnya bukan berakar dari bahasa Arab, melainkan bahasa Yunani
(Bizantium) atau bahkan mungkin berasal dari bahasa Persia, dinarius.18

Sementara kata Dirham berasal dari kata Drachma yang berarti mata
uang yang terbuat dari perak. Dan ini terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis
dua logam mulia ini, emas dan perak, telah disebutkan baik dalam fungsinya
sebagai mata uang atau sebagai harga dan lambang kekayaan yang
disimpan19 . Misalnya hal ini terdapat dalam QS. At-Taubah : 34 yaitu,

‫اس‬ ِ َّ ‫ان لَي َ ۡأكُلُو َن أَمۡ َٰ َو َل ٱلن‬ ُّ ‫۞ َٰيٓ َأَي ُّ َها ٱلَّذِي َن َءا َمن ُ ٓواْ إِ َّن كَثِ ٗيرا ِم َن ۡٱۡل َ ۡحب َ ِار َو‬
ِ َ ‫ٱلر ۡهب‬
‫ضة َ َو ََل ي ُن ِفقُون َ َها‬ َّ ‫ب َو ۡٱل ِف‬َ َ‫ٱّلل َوٱلَّذِي َن ي َ ۡكنِ ُزو َن ٱلذَّه‬
ِ ِۗ َّ ‫س ِبي ِل‬
َ ‫عن‬ َ ‫صد ُّو َن‬ ُ َ ‫ِب ۡٱل َٰب َ ِط ِل َوي‬
‫ب أ َ ِليم‬
ٍ ‫ٱّلل فَبَش ِۡرهُم ِبعَذَا‬
ِ َّ ‫س ِبي ِل‬ َ ‫فِي‬
Yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian
besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi
(manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah
kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.

18
M. Luthfi Hamidi, MA. Gold Dinar (Sistem Moneter Global yang Stabil dan
Berkeadilan). (Jakarta: Senayan Abadi Publishing. 2007), h. 81.
19
Nasution, Pengenalan Eksklusif., h. 243

84
Sedangkan dinar emas berdasarkan Hukum Syari’ah Islam adalah uang
emas murni yang memiliki berat 1 dinar sama dengan 1 mitsqal atau kurang
lebih setara dengan 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong kedua
ujungnya. Jika dikonversi dengan timbangan gram, maka Dinar emas
memiliki kadar 22 karat emas dengan berat 4.25 gram. Sedangkan Dirham
perak memiliki kadar perak murni dengan berat 2.975 gram (ada juga yang
menyebutkan 3 gram).

Ketentuan berat 1 dinar = 4,25 gram ini diikuti oleh beberapa pihak
seperti Kerajaan Kelantan di Malaysia, Wakala Induk Nusantara di
Indonesia, dan Gerai Dinar di Indonesia. Khalifah Umar ibn Khattab
menentukan standar antar keduanya berdasarkan beratnya masing-masing:
"7 dinar harus setara dengan 10 dirham.20 ” Wahyu menyatakan mengenai
Dinar Dirham dan banyak sekali hukum hukum yang terkait dengannya
seperti zakat, pernikahan, hudud dan lain sebagainya. Sehingga dalam
Wahyu Dinar Dirham memiliki tingkat realita dan ukuran tertentu sebagai
standar pernghitungan (untuk Zakat dan lain sebagainya) di mana sebuah
keputusan dapat diukurkan kepadanya dibandingkan dengan alat tukar
lainnya.

Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimah menyebutkan bahwa "berat


(dalam emas murni) dari dinar adalah tujuh-puluh dua biji gandum habbah
sya'ir (Barli) ukuran sedang dan dipotong kedua ujungnya yang
memanjang."... "Hal ini ijma' diakui para ulama dan merupakan konsensus
umum di mana hanya Ibn Hazm yang menyelisihinya."

B. Sejarah Gold Dinar

Kaum Muslimin menggunakan emas dan perak berdasarkan beratnya dan


Dinar yang digunakan merupakan cetakan dari bangsa Persia. Koin awal
yang digunakan oleh Muslimin merupakan duplikat dari Dirham perak
Yezdigird III dari Sassania, yang dicetak dibawah otoritas Khalifah Umar
radhiyallahu anhu. Yang membedakan dengan koin aslinya adalah adanya
tulisan Arab yang berlafazkan “Bismillah”. Sejak saat itu tulisan
"Bismillah" dan bagian dari Al Qur’an menjadi suatu hal yang lazim
ditemukan pada koin yang dicetak oleh Muslimin.

Standar dari koin yang ditentukan oleh Khalifah Umar ibn al-Khattab,
berat dari 10 Dirham adalah sama dengan 7 Dinar (1 mitsqal). Pada tahun 75
Hijriah (695 Masehi) Khalifah Abdalmalik memerintahkan Al-Hajjaj untuk
mencetak Dirham untuk pertama kalinya, dan secara resmi dia
menggunakan standar yang ditentukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab.

20
M. Iqbal, Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham) , h. 19

85
Khalifah Abdalmalik memerintahkan bahwa pada tiap koin yang dicetak
terdapat tulisan: "Allahu ahad, Allahush shamad".

Dia juga memerintahkan penghentian cetakan dengan gambar wujud


manusia dan binatang dari koin dan menggantinya dengan huruf-huruf.
Perintah ini diteruskan sepanjang sejarah Islam. Dinar biasanya berbentuk
bundar, dan tulisan yang dicetak diatasnya memiliki tata letak yang
melingkar. Lazimnya di satu sisi terdapat kalimat “tahlil” dan “tahmid”,
yaitu, “La ilaha ill’Allah” dan “Alhamdulillah” sedangkan pada sisi lainnya
terdapat nama otoritas atau Khalifah atau Amir dan tanggal pencetakan; dan
pada masa masa selanjutnya menjadi suatu kelaziman juga untuk
menuliskan shalawat kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, dan
kadang-kadang, ayat-ayat Qur’an.

Koin emas dan perak menjadi mata uang resmi hingga jatuhnya
Kesultanan Utsmaniyah dan kesultanan-kesultanan muslim lainnya. Sejak
saat itu, lusinan mata uang dari beberapa negara dicetak di setiap negara era
paska kolonialisme di mana negara-negara tersebut merupakan pecahan dari
negeri-negeri muslim. Perlu diingat bahwa Hukum Syariah Islam tidak
pernah mengizinkan penggunaan surat janji pembayaran menjadi alat tukar
yang sah.

C. Jenis-Jenis Gold Dinar

Koin Dinar dicetak dan di distribusikan oleh beberapa pihak. Design koin
dinar emas dan dirham perak berbeda-beda sesuai pencetaknya. Beberapa
jenis koin dinar yang sudah dicetak saat ini: 21

1. Dinar Dubai

Uni Emirat Arab mencetak koin Dinar dengan desain Masjid Nabawi
di Madinah dan koin Dirham dengan desain Masjidil Haram di Mekkah.

a. Dinar Kelantan

Wilayah bagian Kelantan mencetak koin Dinar dengan desain


simbol wilayah bagian Kelantan. Dinar dan dirham telah menjadi mata
uang resmi selain ringgit di wilayah Kelantan.

b. Dinar Wakala Induk Nusantara

Wakala Induk Nusantara mencetak dan mengedarkan koin Dinar


Emas dan Dirham Perak dengan 2 seri, yaitu Seri Haji, Seri

21
Abbas Firman dan Syekh Sohibul Faroji. Fatwa mengenai Standar Berat dan Kadar
Dinar dan Dirham. (Jakarta :Dinarfirst. 2011 ) H. 15

86
Nusantara. Untuk desain Seri Haji mirip dengan Dinar yang dicetak di
Dubai Uni Emirat Arab. Selain koin tersebut, Wakala Induk Nusantara
juga mengedarkan koin dari Kesultanan Cirebon dan Kesultanan
Ternate. Kesultanan Cirebon telah mencetak dan mengedarkan dinar
emas dan dirham perak sejak Desember 2012. Koin yang diedarkan
oleh jaringan Wakala Induk Nusantara berdasarkan berat 1 dinar =
4.25 gram dan diterbitkan dengan kemurnian 22 karat.

c. Dinar IMN

IMN adalah yang pertamakali memperkenalkan dan mencetak


dinar dan dirham di Indonesia pada tahun 2000, kemudian pada tahun
2010 IMN mengeluarkan hasil penlitian sejarah, fikih dan timbangan
mitsqal yang di ikuti dengan Fatwa Atas Berat dan Kadar Untuk Dinar
dan Dirham. Hasil penting in adalah menyatakan dinar dan dirham
adalah murni, 1 mistqal adalah 4.44 gram (1/7 troy ounce) dan 1
dirham adalah 3.11 gram (1/10 troy ounce).

1. Dinar Logam Mulia

PT Logam Mulia mencetak koin Dinar dan Dirham dengan


desain Masjidil Haram di Mekkah.

2. Dinar 24 Karat

PT Logam Mulia juga mencetak koin Dinar dengan kadar 24


karat dengan Desain hanya tulisan.

3. Dinar Perhimpunan BMT Indonesia

Perhimpunan BMT Indonesia atau PBMT mencetak Dinar Emas


Batangan atau Dinarbar dengan satuan berat 4,444 gram dengan
kemurnian 9999. PBMT adalah perkumpulan Baitul Maal wat
Tamwil seluruh Indonesia dengan keanggotaan hingga 5000 BMT
seluruh Indonesia.

4. Dinar Logam Mulia Nusantara

Logam Mulia Nusantara adalah grup usaha pengembang dinar


dan dirham di Indonesia yang memiliki unit-unit atau jejaring
bisnis meliputi: Angsa Emas yang mengedarkan emas batangan,
Dholtinuku sebagai jaringan toko emas di seluruh Indonesia,
Sillaturrahim Emas sebagai jaringan pengusaha, pedagang,
pengembang yang menggunakan dinar dan dirham sebagai alat
transaksi dan investasi dan melakukan pelbagai pelatihan
penggunaan dinar dan dirham.

87
D. Mungkinkah Penerapan Dinar Emas Dalam Perekonomian

Sejak keruntuhan sistem emas (Bretton Wood) tahun 1971 praktis sistem
moneter internasional bertumpu pada mata uang Dolar AS. Sejak itu dolar
menjadi primadona pada hampir semua negara di dunia sebab semua mata
uang dunia mayoritas ditambatkan dengan Dolar. Alasan penetapan dolar
sebagai pengganti emas adalah karena Amerika saat itu merupakan negara
dengan kekuatan ekonomi yang besar dengan ditunjukkan posisi GDP
mencapai 20% GDP dunia dan juga dolar dianggap mata uang yang relatif
stabil dibanding mata uang lainnya.

Konsekuensinya mayoritas negara di dunia menyimpan cadangan


devisanya dalam bentuk dolar. Termasuk juga semua transaksi internasional
seperti ekspor impor, perdagangan minyak, dan jasa keuangan
menggunakan Dolar AS sebagai alat transaksi. Sehingga, secara tidak
langsung ada keterkaitan yang cukup tinggi dari semua negara tersebut
terhadap stabilitas dolar.

Munculnya kekhawatiran itu karena instabilitas dolar akan mendorong


instabilitas mata uang di seluruh dunia dan juga ekspor inflasi ke seluruh
dunia serta beban ekonomi yang terjadi di AS akan dibayar oleh miliaran
penduduk dunia. Adilkah.

Menyikapi ketidakadilan tersebut banyak pengamat mencoba untuk


mencari sistem moneter global yang relatif dapat dijadikan pengukur nilai
dan penyimpan nilai yang stabil. Meera (2002) dalam bukunya "The Theft
of Nation" menyebutkan setidaknya ada lima kriteria yang patut dimiliki
agar suatu komoditas dapat secara efektif berfungsi sebagai uang, yaitu (1)
terstandarisasi, artinya nilainya dapat diketahui dengan mudah, (2) diterima
secara umum, (3) mudah dipecah nilainya, (4) mudah dibawa, dan (5)
nilainya tidak mudah tergerus dengan cepat.

Apakah emas layak dijadikan uang. Sebenarnya emas telah memainkan


peran yang penting dalam peradapan dunia. Bahkan, sejak zaman Nabi
Muhammad SAW masyarakat Arab menerima koin emas (dinar) yang
dikeluarkan oleh Kekaisaran Bizantium Romawi. Namun, penerbitan
Islamic dinar sendiri baru dilakukan 50 tahun setelah wafatnya Nabi.
Tepatnya 75 Hijrah (696 M) yaitu pada saat Khalifah Abd al-Malik ibn
Marwan. Dengan demikian 'Dinar Emas' bukan hal yang baru. Tetapi,
karena peranan fiat money yang sangat kuat maka 'Dinar Emas' seakan
tenggelam.

Maka dari itu 'Dinar Emas' sangat memungkinkan untuk direalisasikan


sebagai mata uang pengganti Dolar AS atau Euro yang merupakan hard

88
currency (fiat money) dengan menganalisis dan membandingkan kelebihan
'Dinar Emas' dan kelemahan fiat money.

Secara historis fiat money adalah uang kertas dan koin yang dicetak oleh
bank sentral tanpa dijamin oleh apa pun (creating out without nothing).
Setiap fiat money yang dicetak oleh Bank sentral sebenarnya merupakan
beban (utang) bagi perekonomian. Transmisi penciptaan utang ini melalui
intrumen moneter yang dinamakan Reserve Requirement Policy.

Intrumen ini secara tidak langsung bank sentral memaksa perbankan


untuk mengendarkan dana melebihi kapasitas perekonomian. Padahal
kemampuan perekonomian terbatas dalam menghasilkan barang dan jasa.
Lebih parah lagi pencetakan uang ini juga dapat dilakukan oleh perbankan
melalui pemberian jasa kredit. Sehingga, secara otomatis perekonomian
yang telah mencapai full employment capacity tidak dapat menyerap
kelebihan likuiditas tersebut.

Secara otomatis inflasi dan gelembung aset (bubble asset) terjadi.


Fenomena inflasi ini tentunya membuat kepanikan dan kegagalan sistem
perekonomian. Sehingga, wajar bila pengangguran dan pemutusan
hubungan kerja menjadi pilihan sebagai dampat ikutan atas
ketidakmampuan perekonomian menyerap kejutan (shock).

Gejolak nilai tukar pun tak dapat dihindari ketika inflasi terjadi yaitu
berupa depresiasi nilai tukar domestik dan terjadi pengurasan cadangan
devisa seperti yang terjadi di Indonesia tahun 97/98. Seketika juga beban
utang dalam denominasi asing meningkat pesat yang pada gilirannya banyak
perusahaan menjadi bangkrut (default).

Pemerintah dalam hal Bank Indonesia sebagai stabilisator dan the lender
of the last resort tentunya berusaha mengembalikan stabilitas tersebut
dengan mengorbankan anggaran-anggaran yang sedianya untuk pelayanan
dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Tentunya masih dalam ingatan kita
bahwa saat krisis 97/98 pemerintah telah menghabiskan dana sebesar 12%
GDP (IMF, 2000).

Secara tidak langsung inflasi yang dimotori oleh fiat money telah
memakan biaya yang tidak sedikit dan merampok (theft) kekayaan dan
kesejahteraan suatu negara. Selama ini apakah kita tidak menyadari bila Bank
Indonesia hanya sibuk dan sibuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah tanpa pernah
memikirkan biaya yang dikeluarkan akibat instabilitas tersebut serta akhirnya
mengabaikan untuk membangun suatu sistem yang mampu menjaga dan
mengarahkan stabilitas nilai tukar secara permanen.

89
Namun demikian kita juga masih bersyukur karena dari sekian banyak
negara korban krisis ekonomi hanya Malaysia yang mencoba membangun
sistem moneter yang berkeadilan. Hal ini dituangkan dengan pernyataan
Perdana Menteri Dato DR Mahathir Bin Mohammad yang menyadari akan
kebobrokan sistem fiat money sehingga perlu dipikirkan padanannya yaitu
sistem 'Dinar Emas'.

Dalam pidatonya dia dengan tegas mengatakan bahwa selama ini negara-
negara di dunia telah ditipu dengan penggunaan fiat money karena hanya
menguntungkan negara-negara maju. Khususnya AS. Sudah saatnya dunia
memikirkan sistem mata uang yang memiliki nilai intrinsik sehingga
peredaran dan nilainya dapat dikontrol.

Pendapat senada juga pernah disampaikan oleh Umar Ibrahim Vadillo


seorang Ilmuwan Islam dari Spanyol pada kuliah di International Islamic
University Malaysia (IIUM). Sesungguhnya setiap dolar yang dicetak oleh
The Fed adalah inflasi yang harus dibayar oleh seluruh penduduk dunia.
Setiap utang yang dilakukan oleh Amerika Serikat adalah beban hutang bagi
semua negara-negara di dunia. Penyebabnya hanya karena Dolar AS tidak
bernilai apa pun selain karena nominalnya sendiri.

Sebaliknya emas dipercaya dapat meminimalkan risiko moneter


dibandingkan pada fiat money. Hal ini karena emas memiliki karakteristik
yang memenuhi persyaratan ideal sebagai uang, yaitu:

1. Emas memiliki nilai intrinsik yang nilainya tidak diragukan. Berdasarkan


hukum Islam, satu dinar setara dengan 4,22 gram (0,135 ons) emas murni
atau 1 spesial drawing right (SDR). Sehingga, wajar bila semua negara
sangat menginginkan untuk menimbun emas sebanyak mungkin,

2. Keberadaanya langka (rare) sehingga ia tidak mudah untuk diperoleh,

3. Bersifat padat, artinya padat secara struktur dan bernilai besar sehingga
untuk membeli barang bernilai besar cukup mengambil sedikit bagian
dari emas,
4. Penyimpan nilai yang aman,

5. Tidak mudah rusak bahkan tahan lama walaupun telah ditransaksikan


berulang kali,

6. Emas tidak dapat diciptakan dan dirusak. Artinya emas tidak dapat
dicetak dan berkurang nilainya sekehendak manusia sebab ia
memerlukan proses dan bernilai intrinsik. Dengan demikian
perekonomian secara otomatis akan terjaga dari percetakan uang tanpa
dasar atau jaminan barang yang jelas,

90
7. Terakhir karena kestabilannya. Hal ini berdasar riwayat oleh Imam
Bukhari bahwa suatu ketika Rasulullah menyuruh Urwah membeli
kambing seharga 1 dinar. Dengannya Urwah mendapat 2 kambing dan bila
diasumsikan kambing berukuran sedang harganya setengah dinar maka tidak
akan jauh berbeda bila dibandingkan sekarang. Karena, 1 dinar saat ini
telah mencapai Rp 1.3 juta. Artinya, setelah lebih dari 14 abad daya beli
dinar tetap. Lalu bagaimana implementasi dinar dalam perekonomian.

Implementasi gold dinar dapat dilakukan dalam 2 hal yaitu transaksi


perdagangan internasional dan transaksi domestik. Dalam hal transaksi
perdagangan internasional diwujudkan dengan proses ekspor dan impor dua
negara atau lebih yang telah sepakat untuk bertransksi dengan intrumen
emas (Bilateral Payment Arrangement).

Dengan metode ini risiko kurs akan sangat minimal dan juga tidak ada
unsur spekulasi (gharar) dan menghindari moral hazard traders dengan
memanfaatkan keuantungan ganda akibat selisih nilai tukar (kurs). Dalam
hal transaksi domestik misalnya dengan sistem pembayaran elektronik
(electronic payment system) seperti sistem pada kartu debit.
Kedua transaksi di atas memang mensyaratkan tersedianya emas pada
akun kustodian. Kustodian berperan sebagai lembaga perantara dalam
pertukaran aset emas dan merupakan institusi atau lembaga yang tidak berdasar
sistem bunga (riba) dan tidak berdasar sistem fiat money dalam transaksi
ekonominya. Misalnya Islamic Development Bank (IDB) atau Bank of
England.

Namun demikian harus diakui bahwa 'Dinar Emas' juga memiliki


kelemahan-kelemahan. Seperti harganya yang juga berfluktuasi dan biaya
produksinya cukup tinggi. Namun, setidaknya dunia dan umat manusia masih
punya pilihan dan harapan akan adanya sistem moneter internasional yang
dapat memberikan keadilan yaitu berupa stabilitas nilai serta memberikan
suatu pemahaman bahwa system fiat money yang saat ini diterapkan
mengakibatkan efek serius pada perekonomian global. Dengan demikian
'Dinar Emas' sangatlah mungkin diterapkan dan penerapannya menunggu
komitmen dan perjuangan kita bersama.22

22
https://news.detik.com/opini/d-1203386/mungkinkah-penerapan-dinar-emas-dalam-
perekonomian, diakses tanggal 22/01/2021

91
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Uang menurut fuqaha tidak terbatas pada emas dan perak yang dicetak,
tetapi mencakup seluruh dinar, dirham, dan fulus. Sementara fulus (uang
tembaga) adalah alat tukar tambahan yang digunakan untuk membeli barang-
barang murah. Namun fulus tidak termasuk kategori nuqud, sedangkan
madzhab Hanafi berpendapat bahwa nuqud mencakup fulus. Definisi nuqud
menurut Abu Ubaid, dirham dan dinar adalah nilai sesuatu. Ini berarti dinar dan
dirham adalah setandar ukur yang dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa.

Dengan demikian uang secara umum adalah sesuatu yang dapat diterima
secara umum sebagai sebagai alat untuk pembayaran suatu wilayah tertentu
atau sebagai alat pembayaran utang, atau sebagai alat pembelian barang dan
jasa.dengan demikian uang merupakan suatu alat yang dapat dapat digunakan
dalam wilayah tertentu.

Sementara dinar adalah koin yang terbuat dari emas, yang merupakan logam
yang bersifat lunak dan mudah ditempa. Kata Dinar sendiri sebetulnya bukan
berakar dari bahasa Arab, melainkan bahasa Yunani (Bizantium) atau bahkan
mungkin berasal dari bahasa Persia, denarius.

Beradasarkan ketetapan yang diputuskan Sayyidina Umar bin Khaththab,


Radiyallâhu ‘anhu, standar hubungan berat antara uang emas dan perak yaitu 7
Dinar sama dengan berat 10 Dirham. Berat 1 Dinar sama dengan 1 mitsqal atau
kurang lebih setara dengan 72 butir gandum ukuran sedang yang dipotong
kedua ujungnya. Jika dikonversi dengan timbangan gram, maka Dinar emas
memiliki kadar 22 karat emas dengan berat 4.25 gram.

92
DAFTAR PUSTAKA

Firman, Abbas dan Syekh Sohibul Faroji. Fatwa mengenai Standar Berat dan
Kadar Dinar dan Dirham.

Hasan, Ahmad, Mata Uang Islami, (Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada, 2005)

Mujahidin, Akhmad, Ekonomi Islam : Sejarah, Konsep, Instrumen, Negara, dan


Pasar (Jakarta : PT. Raja Grapindo Perkasa : 2013)

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta : PT. RajaGrafindo


Persada, 2002 )

M. Iqbal, Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar dan Dirham)

M. Luthfi Hamidi, MA. Gold Dinar (Sistem Moneter Global yang Stabil dan
Berkeadilan). (Jakarta: Senayan Abadi Publishing. 2007)

Mustafa Adwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklufif : Ekonomi Islam, (Jakarta :


Kencana Prenada Media Grup, 2006)

Rozalinda, Ekonomi Islam, (Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2015)

Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Makro Ekonomi, (Jakarta : Rajawali Pers,


2002)

Sa’ad, Said, Marthon, Ekonomi Islam ditengah Krisis Ekonomi Global, (Jakarta :
Zikrul Hakim : 2004).

93

Anda mungkin juga menyukai