Anda di halaman 1dari 25

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Singkat Desa Cipendawa Kecamatan Pacet

Pada bab ini akan diuraikan tentang objek penelitian dengan

maksud untuk menggambarkan objek penelitian secara global, dimana

objek yang penulis amati adalah transaksi utang-piutang yang ada di

Desa Cipendawa Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Untuk lebih

jelasnya akan diuraikan sebagai berikut.

Asal nama Cipendawa dikarenakan filosofi yang ada didalamnya;

Ci artinya air, dan Pendawa adalah 5 tokoh berlambang kebaikan –

keteguhan-keperkasaan-kebijaksanaan dalam dunia pewayangan dan

sangat umum diketahui oleh banyak orang. Maka bila di sambung akan

menjadi Air kebaikan, keteguhan, keperkasaan dan kebijaksanaan. Desa

Cipendawa adalah pecahan dari desa cikanyere dan desa cipanas dan

secara definitive berdiri pada Bulan oktober tahun 1977, seiring

perkembangan, Desa Cipendawa telah dipimpin oleh beberapa orang

Kepala Desa, yaitu:

1. 1977-1987 KH Abdul Kholid

2. 1987-1994 A. Koko

3. 1994-1998 MAKMUN Dada

4. 1998-2004 Tatang Efendi

47
48

5. 2004-2009 Adang Suhendra

6. 2009-2014 Oman

7. 2014- s.d sekarang Acep Ganda Permana

Desa Cipendawa merupakan salah-satu dari 7 desa yang ada di

kecamatan pacet. Berada di kabupaten cianjur sebelah utara. Kabupaten

cianjur mempunyai luas wilayah 1.016 Ha dengan ketinggian antara 92

sampai dengan 2.563 meter di atas permukaan laut yang dibagi menjadi 2

sub-area, yaitu area dataran tinggi yang meliputi kecamatan pacet,

cipanas, sukaresmi, dan cugenang merupakan area dataran tinggi. Sungai

yang melewati ada 10 sungai dengan panjang antara 4 sampai dengan 58

Km sebagai sumber irigasi bagi lahan pertanian dan perkebunan dengan

produksi padi maupun hortikultura. Sebagian besar dari luas yang ada

terdiri dari area kehutanan dan lahan perkebunan Kabupaten cianjur

mempunyai dua musim yaitu penghujan dan kemarau.

2. Keadaan Ekonomi Penduduk Desa Cipendawa

Mata Pencaharian Penduduk Desa Cipendawa sebagian besar

merupakan daerah pertanian dan perkebunan, maka sebagian besar

penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Selanjutnya dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2
Mata Pencaharian Penduduk

Mata Pencaharian Jumlah


Petani 785
Pedagang 430
Swasta 200
49

Mata Pencaharian Jumlah


PNS 30
Tukang 200
Bidan/peraawat 40
TNI/Polri 50
Pensiunan 70
Buruh 200
Supir 70
Jasa persewaan 85
Guru 120

Praktek menggadaikan barang yang masih kredit yang ada di desa

Cipendawa, berawal dari seseorang yang sangat membutuhkan uang untuk

kebutuhan mereka dan terjadi dikarenakan kebutuhan yang sangat mendesak.

Adapun kebutuhan mendesak yang biasa terjadi di desa Cipendawa adalah

adanya kebutuhan untuk pengobatan, pendidikan anaknya dan kebutuhan

konsumtif seperti pembelian kebutuhan sehari-hari. Sehingga, karena adanya

kebutuhan yang mendesak tersebut, dengan sangat terpaksa harus mencari

pinjaman kepada orang lain yang lebih mampu dari mereka. Hal ini

sebagaimana yang diungkapkan dan dilakukan oleh Bapak Anwar1

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa sebagian besar

masyarakat Desa Cipendawa adalah petani, sehingga mereka

menggantungkan pemenuhan kebutuhan mereka dari hasil pertanian. Hasil

pertanian yang hanya bisa diperoleh secara musiman membuat sebagian

masyarakat Desa Cipendawa harus mencari alternatif lain agar bisa

memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama kebutuhan mendadak dan tidak

terduga, seperti biaya pengobatan, pendidikan anak-anaknya, ada juga yang

1
Wawancara dengan Anwar, Pemberi gadai, Cianjur, 12 Oktober 2022
50

digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Dalam keadaan ini, masyarakat Desa

Cipendawa biasanya meminjam uang kepada Murtahin yang ada di Desa

Cipendawa. Yang menjadi Murtahin di desa ini adalah mereka yang secara

ekonomi berada di tingkat ekonomi menengah ke atas yang mau memberikan

pinjaman uang. Pihak Murtahin tidak menawarkan dirinya untuk memberikan

pinjaman kepada debitur,akan tetapi pihak debitur sebagai pihak yang

membutuhkan, datang ke rumah Murtahin untuk memohon bantuan pinjaman.

Dengan demikian, proses utang-piutang ini dilakukan di rumah Murtahin,

sebagai pihak pemberi pinjaman.

Berdasarkan informasi yang penulis peroleh di lapangan, menurut

mereka tidak ada jalan lain selain meminjam kepada Murtahin, karena hal ini

yang lebih mudah dilakukan. Apalagi barang yang akan di gadaikannya masih

dalam status angsuran atau kreditan, sehingga barang tersebut tidak bisa

digadaikan kepada Bank di karenakan belum lunas pembayarannya. 2 Dari

pengamatan saya praktik gadai ini dilakukan antar sesama teman, saudara,

atau juga antar tetangga. Mereka dalam pembelian motor ini dilakukan

dengan cara kredit dari pihak toko (dealer) akan tetapi karena ada sesuatu

masalah yang mungkin untuk kebutuhan rumah tangga, atau butuh uang

untuk melanjutkan angsuran kendaraan tersebut, maka mereka terpaksa

menggadaikan motornya yang dibeli dengan cara kredit.

Meskipun lembaga keuangan telah menjamur di tengah-tengah

masyarakat, mulai dari lembaga keuangan syari’ah sampai lembaga keuangan

konvensional, dengan beragam testimoni dan kemudahan fasilitas-fasilitas


2
Wawancara dengan Bambang, Pemberi gadai, Cianjur, 12 Oktober 2022
51

yang ditawarkan, namun kenyataannya masih ada sisi memberatkan bagi

masyarakat sehingga mereka memilih jalan pinjaman yang lain.

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Praktik gadai dengan barang kreditan motor yang dijadikan

jaminan di Kp. Pacet Babakan Desa Cipendawa Kec. Pacet.

Untuk mendapatkan data terkait latar belakang praktik gadai

dengan jaminan barang kredit motor di Kp. Pacet Babakan Desa

Cipendawa Kec. Pacet. Bapak Maman Umur 34 tahun sebagai pihak

penerima gadai mengatakan bahwa:

“saya, secara jujur mengatakan bahwa yang menjadi alasan akad


gadai adalah untuk menolong tetangga yang sedang
membutuhkan uang. Masalah harga itu tergantung pihak yang
menggadaikan. Dan kami tidak memakai kwitansi”3

Selanjutnya penulis mengkonfirmasi kepada pihak pemberi gadai

Bapak Bambang Umur 37 tahun beliau mengatakan bahwa:

“ya, karena pa maman menolong saya yang memang pada saat


itu saya sedang membutuhkan uang, waktu transaksi itu dihadiri
oleh saya yang menggadaikan dan pak maman yang menerima
gadai, pihak yang meminjami ikut menentukan batas waktu untuk
menebus yang digadaikan tersebut tapi biasanya ya satu tahun itu
minimalnya, kalau misalnya pihak penggadai masih belum bisa
menebus yang digadaikan bisa diperpanjang. Masalah harga itu
terserah pihak yang menggadaikan tersebut tetapi bisa di tawar
oleh pihak yang akan menenrima gadai tersebut.” 4

Selanjutnya dari pihak penggadai/pemberi gadai yang penulis

wawancarai, semuanya memberikan keterangan bahwa mereka

menggadaikan motor kreditnya untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif.


3
Wawancara dengan Maman, Pemberi gadai, Cianjur, 12 Oktober 2022
4
Wawancara dengan Bambang, Pemberi gadai, Cianjur, 12 Oktober 2022
52

Selanjutnya penulis mengkonfirmasi kepada pihak pihak yang

menggadaikan/pemberi gadai Bapak Anwar Murtadho Umur 30 tahun

beliau mengatakan bahwa:

“Saya yang menggadaikan motor, uangnya saya gunakan untuk


kebutuhan yang mendesak, sedangkan yang menghadiri waktu
transaksi ya kadang-kadang saudara-saudara dekat kadang juga
tidak ada saksi, waktu transaksi tidak menggunakan kwitansi
hanya dengan kepercayaan masing-masing pihak, motor kredit itu
saya gadaikan.”5

Selanjutnya penulis mengkonfirmasi kepada pihak

yang menggadaikan/pemberi gadai Bapak Eman Sulaiman Umur 33

tahun beliau mengatakan bahwa:

“motor yang saya gadaikan uangnya saya pakai untuk


membeli kebutuhan, harganya tergantung kebutuhan saya sebagai
pihak yang menggadaikan dan dengan pihak yang mempunyai
uang, waktu transaksi tidak dihadiri saksi cuma pihak yang
menggadaikan dengan pihak yang menerima gadai, dan tidak
menggunakan kwitansi waktu transaksi.” 6

Selanjutnya penulis menggali informasi terkait proses akad

tentang praktik gadai dengan barang kreditan motor yang dijadikan

jaminan di Kp. Pacet Babakan Desa Cipendawa Kec. Pacet. Kepada

Bapak Bambang sebagai pihak pemberi gadai mengatakan bahwa:

“proses akadnya yaa saya mengatakan bahwa saya mengadaikan


motor dengan sejumlah uang. Kadang juga model praktik gadai
dengan jaminan motor kredit yang terjadi di Pacet Babakan ada
yang memakai jasa perantara, tetapi ada juga yang tidak memakai
perantara dikarenakan pihak yang menggadaikan motor tersebut
adalah saudara, tetangga maupun teman yang sudah dikenal dekat.
Seperti gadai pada umumnya, praktik gadai dengan jaminan
motor kredit juga ada syarat-syarat yang harus dipenuhi seperti
serah terima barang jaminan kedua belah pihak dan uang”7
5
Wawancara dengan Anwar Murtadho, Pemberi Gadai, Cianjur, 12 Oktober 2022
6
Wawancara dengan Eman Sulaeman, Pemberi Gadai, Cianjur, 12 Oktober 2022
7
Wawancara dengan Maman, Penerima gadai, Cianjur, 12 Oktober 2022
53

Selanjutnya penulis mengkonfirmasi kepada pihak yang

menggadai Bapak Maman sebagai pihak penerima gadai beliau

mengatakan bahwa:

“proses akadnya ya adanya ijab qobul seperti saya terima barang


motor sebagai jaminan, selain itu juga kami melakukan serah
terima barang jaminan motor dan uang. Saya serahkan uang nya
dan motor jaminan saya ambil” 8

Selanjutnya penulis mengkonfirmasi kepada pihak pihak

yang menggadaikan/pemberi gadai Bapak Anwar Murtadho, beliau

mengatakan bahwa :

“dalam proses akadnya kami ijab qobul dan kemudian menukar

barang dan uang yang digadaikan. Untuk batas waktu, terkadang kami

sendiri tidak menargetkan.”9

Selanjutnya penulis mengkonfirmasi kepada pihak

yang menggadaikan/pemberi gadai Bapak Eman Sulaiman Umur 53

tahun beliau mengatakan bahwa:

“Dalam proses akadnya kami ijab qobul dan kemudian kami


melakukan serah terima barang jaminan, kedua belah pihak dan
uang. saya serahkan motor jaminan tersebut dan uang saya
ambil.” 10

Selanjutnya penulis sedikit menggali informasi terkait

pemanfaatan akad tentang barang kreditan motor yang dijadikan jaminan

di Kp. Pacet Babakan Desa Cipendawa Kec. Pacet. Bapak Maman

sebagai pihak penerima gadai mengatakan bahwa “terkait

8
Wawancara dengan Bambang, Pemberi gadai, Cianjur, 15 Oktober 2022
9
Wawancara dengan Anwar Murtadho, Pemberi Gadai, Cianjur, 15 Oktober 2022
10
Wawancara dengan Eman Sulaeman, Pemberi Gadai, Cianjur, 20 Oktober 2022
54

pemanfaatannya ya kami sesuai dengan kesepakatanya saja pihak

pemberi gadai menginjinkan untuk menggunakan”11

Selanjutnya penulis mengkonfirmasi kepada pihak yang

menggadai Bapak Bambang sebagai pihak pemberi gadai beliau

mengatakan bahwa:

“memang benar bahwa terkait pemanfaatannya kami lakukan


sesuai dengan kesepakatan barang yang kami gunakan sudah
seijin saya sebagai orang yang menggadaikan, walau suatu waktu
bisa diambil kembali. Terkait setoran itu yang melakukan
pembayaran adalah saya yang menggadaikan barang”12

Selanjutnya penulis mengkonfirmasi kepada pihak pihak

yang menggadaikan/pemberi gadai Bapak Anwar Umur 34 tahun beliau

mengatakan bahwa

“barang yang kami gadaikan sepenuhnya kami ijinkan untuk


dimanfaatkan. Walaupun kadang barang yang digadaikan tersebut
sering kembali dalam keadaan rusak dan ada yang berubah”13

Selanjutnya penulis mengkonfirmasi kepada pihak

yang menggadaikan/pemberi gadai Bapak Eman Sulaeman beliau

mengatakan bahwa:

“sedangkan untuk barang yang di gadaikan yang masih kredit


(motor) kami yang menanggung segala pembayaran ke dealer,
akan tetapi kadang barang yang digadaikan berubah tidak utuh
seperti sediakala, contohnya waktu itu barang atau motor yang
kami gadaikan keadaannya menjadi sedikit rusak14

Apabila dalam akad, penerima gadai mensyaratkan agar manfaat

barang gadai kembali kepadanya, maka akadnya fasid (rusak) atas orang

11
Wawancara dengan Maman, Penerima gadai, Cianjur, 21 Oktober 2022
12
Wawancara dengan Bambang, Pemberi gadai, Cianjur, 21 Oktober 2022
13
Wawancara dengan Anwar, Pemberi Gadai, Cianjur, 23 Oktober 2022
14
Wawancara dengan Sulaeman, Penerima Gadai, Cianjur, 12 Oktober 2022
55

yang menggadaikannya. Tetapi menurut suatu pendapat (qil): bahwa

yang rusak adalah syaratnya, sedang akadnya sah. Dalam keadaan

bagaimana pun penerima gadai tidak boleh mengambil manfaatnya

barang gadai, bila ia mensyaratkan dalam akadnya. Sebaliknya apabila

sebelum akad orang yang menggadaikan sudah memperkenankan kepada

penerima gadai untuk mengambil manfaat barang gadai yang akan

digadaikan, maka penerima gadai diperbolehkan mengambil manfaat

barang gadai sesudah akad.15

Hasil wawancara diatas selanjutnya penulis mengkonfirmasi

dengan data observasi dimana terlihat pada hari sabtu tanggal 8

November 2022 orang yang menggadaikan barang dan penerima gadai

sedang bertransaksi, dimana penggadai memberikan barang yang

digadaikan (motor) akan tetapi tidak ada kejelasan siapa yang akan

membayar cicilan/angsuran motor tersebut kepada leasing.

2. Analisis Kaidah Fikih Akad Rahn menurut Madzhab Syafi’i terhadap

Status Barang Kreditan yang dijadikan Jaminan di Kp. Pacet

Babakan Desa Cipendawa Kec. Pacet.

Kebutuhan terhadap dana dapat terjadi kapan saja dan oleh siapa

saja dari berbagai kalangan. Oleh karena itu persoalan pinjam-meminjam

atau utang piutang adalah persoalan yang tidak bisa dilepaskan dari

kehidupan. Untungnya dalam sejarah panjang kehidupan manusia selalu

15
Moh. Zuhri, dkk, Fikih Empat Mazhab (Cet. I; Semarang: CV. Asy-Syifa, 1994), h. 641-
642
56

saja ada pihak yang bersedia menyediakan dana pinjaman baik

perseorangan maupun lembaga, baik dengan motif philantropist maupun

bisnis.16

Akan tetapi dalam mencari suatu pinjaman tidaklah mudah karena

sekarang ini sedikit sekali orang yang bisa dipercaya sepenuhnya.

Sehingga untuk kepercayaan mendapatkan suatu pinjaman harus ada

barang jaminan yang lebih dikenal dengan istilah gadai (Rahn) yang mana

merupakan akad utang-piutang yang disertai dengan barang jaminan.

Gadai pada dasarnya adalah suatu hak kebendaan atas benda bergerak

milik orang lain dan bertujuan tidak untuk memberi kenikmatan atas benda

tersebut melainkan untuk memberi jaminan bagi pelunasan hutang orang

yang memberikan jaminan tersebut.17

Sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150,

gadai merupakan suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang

bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau kuasanya, sebagai

jaminan atas utangnya dan yang memberi wewenang kepada kreditur

untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan

mendahului kreditur-kreditur lain, dengan pengecualian biaya penjualan

sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau

penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah

barang itu diserahkan sebagai gadai dan yang harus didahulukan.

16
Abdul Ghofur, Ali Murtadho dkk, Menuju Lembaga Keuangan Yang Islami dan
Dinamis, (Semarang: Rafi Sarana Perkasa, 2012), hlm. 115
17
Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata, Hak-Hak Yang Memberi
Kenikmatan Jilid I,Jakarta, Ind-Hill-Co, 2005), hal 22
57

Berdasarkan perumusan Pasal 1150 KUH Perdata di atas dapat

diketahui, bahwa gadai merupakan suatu hak jaminan kebendaan atas

kebendaan bergerak tertentu milik debitur atau seseorang lain atas nama

debitur untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang

memberi hak didahulukan (preferensi) kepada pemegang hak gadai atas

kreditur lainnya, setelah terlebih dahulu didahulukan dari biaya untuk

lelang dan biaya menyelamatkan barang-barang gadai yang diambil dari

hasil penjualan melalui pelelangan umum atas barang-barang yang

digadaikan.18

Menurut pengertian lain, gadai adalah suatu perjanjian yang dibuat

antara kreditur dengan debitur, dimana debitur menyerahkan benda

bergerak kepada kreditur, untuk jaminan pelunasan suatu utang gadai,

ketika debitur lalai melaksanakan prestasinya. Dalam definisi ini, gadai

dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir (tambahan), sedangkan

perjanjian pokoknya adalah perjanjian pinjam meminjam uang dengan

jaminan benda bergerak. Apabila debitur lalai dalam melaksanakan

kewajibannya, barang yang telah dijaminkan oleh debitur kepada kreditor

dapat dilakukan pelelangan untuk melunasi utang debitur.19

Sedangkan dalam bahasa Arab, Istilah gadai disebut dengan rāhn

dan dapat juga dinamai al-habsu. Secara etomologis (bahasa), arti rāhn

adalah tetap dan lama.20 Sedangkan dalam pengertian istilah adalah

18
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan. (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 105
19
Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,
2004), h 34
20
Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah di Indonesia (Yogyakarta: Gajhah Mada
University Press, 2011) h. 88.
58

menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak

dan dapat diambil kembali sejumlah harta yang diserahkan sebagai

jaminan secara hak dan dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud

sesudah ditebus.21

Gadai (rāhn) adalah menahan barang jaminan yang bersifat materi

milik si peminjam (rāhin) sebagai jaminan atas pinjaman yang

diterimanya, dan barang yang diterima tersebut bernilai ekonomis,

sehingga pihak yang menahan (murtahin) memperoleh jaminan untuk

mengambil kembali seluruh atau sebagian utangnya dari barang dimaksud,

bila pihak yang menggadaikan tidak membayar utang pada waktu yang

telah ditentukan.22

Sedangkan Imam Taqiyyuddin Abu Bakar al-Husaini

mendefinisikan rahn sebagai akad/perjanjian utang-piutang dengan

menjadikan marhun sebagai kepercayaan/penguat marhun bih dan

murtahin berhak menjual/melelang barang yang digadaikan itu pada saat ia

menuntut haknya.23

Selain pengertian gadai (rahn) yang dikemukakan di atas,

Zainuddin Ali lebih lanjut mengungkapkan pengertian gadai (rahn) yang

diberikan oleh para ahli hukum Islam sebagai berikut:

1. Ulama Syafi’iyah Mendefinisikan Rahn adalah menjadikan suatu


barang yang biasa dijual sebagai jaminan utang dipenuhi dari harganya,
bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya.

21
Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.1
22
Ibid, h.3
23
Adrian Sutedi, Hukum Gadai Syariah, (Penerbit Alfabeta, Bandung : 2011), h. 20
59

2. Ulama Hanabilah mengungkapkan Rahn adalah suatu benda yang


dijadikan kepercayaan suatu utang, untuk dipenuhi dari harganya, bila
yang berhutang tidak sanggup membayar utangnya.
3. Ulama Malikiyah Rahn adalah sesuatu yang bernilai harta
(Mutamawwal) yang diambil dari pemiliknya untuk dijadikan pengikat
atas utang yang tetap (mengikat).
4. Ahmad Azhar Basyir mendefinisikan Rahn adalah perjanjian menahan
sesuatu barang sebagai tanggungan utang atau menjadikan sesuatu
benda bernilai menurut pandangan syara' sebagai tanggungan marhun
bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang seluruh atau sebagian
utang dapat diterima.24

Dasar hukum Rahn dalam Al-Qur`an Surat al-Baqarah ayat 283:

‫ ُكم‬h‫ض‬ َ ‫ن َّم ۡقب‬


ُ ‫ِإ ۡن َأ ِمنَ بَ ۡع‬hَ‫ ف‬ٞۖ‫ة‬h‫ُوض‬ ٞ َ‫ر ٰه‬h
ِ hَ‫ا ف‬hٗ‫وا َكاتِب‬ ْ ‫۞ َوِإن ُكنتُمۡ َعلَ ٰى َسفَرٖ َولَمۡ ت َِج ُد‬
‫ ٰهَ َد ۚةَ َو َمن‬hhh‫ٱلش‬ ْ ‫ق ٱهَّلل َ َربَّ ۗۥهُ َواَل ت َۡكتُ ُم‬
َّ ‫وا‬hhh ۡ ۡ
ِ َّ‫َؤ ِّد ٱلَّ ِذي ۡٱؤتُ ِمنَ َأ ٰ َمنَتَ ۥهُ َوليَت‬hhhُ‫ٗا فَلي‬hhh‫بَ ۡعض‬
ٞ‫ قَ ۡلبُ ۗۥهُ َوٱهَّلل ُ بِ َما ت َۡع َملُونَ َعلِيم‬ٞ‫يَ ۡكتُمۡ هَا فَِإنَّ ٓۥهُ َءاثِم‬
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan” (Q.S. Al-Baqarah:283)

Berdasarkan ayat di atas, sudah jelas bahwa gadai merupakan suatu

yang diperbolehkan dalam Islam sebagai bagian dari muamalah. Bahkan

Agama Islam mengajarkan kepada umatnya supaya hidup tolong

menolong, seperti firman Allah Swt

ْ ُ‫وا َعلَى ۡٱلبِ ِّر َوٱلتَّ ۡق َو ٰ ۖى َواَل تَ َعا َون‬


‫وا َعلَى ٱِإۡل ۡث ِم َو ۡٱلع ُۡد ٰ َو ۚ ِن‬ ْ ُ‫اون‬
َ ‫َوتَ َع‬
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran”.(QS. al-Ma’idah:2)
24
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori Praktik, (Bulan Gema insani
Press, Jakarta : 2001), h. 41.
60

Bahkan masalah gadai dipertegas dengan amalan Rasullulah SAW,

dimana beliau melakukan praktik gadai. Hal tersebut sebagaimana dikisahkan

Ummul mukminin Aisyah R.A. dalam pernyataan beliau berkata.

ِh‫ ه‬hhhْh‫ ي‬hَ‫ ل‬h‫ َع‬hُ ‫ هَّللا‬h‫ى‬hَّ‫ ل‬hhh‫ص‬ hَ h‫ي‬ َّ ِh‫ب‬hَّ‫ن‬h‫ل‬h‫ ا‬h‫ َأ َّن‬h‫ ا‬hَ‫ ه‬h‫ ْن‬h‫ َع‬hُ ‫ هَّللا‬h‫ي‬
َ hhh‫ض‬ ِ h‫ر‬hَ hَ‫ ة‬hhh‫ش‬ hَ ‫ِئ‬h‫ ا‬h‫ َع‬h‫ن‬hْ h‫َع‬
h‫ن‬hْ h‫ ِم‬h‫ ا‬h‫ ًع‬h‫ر‬hْ h‫ ِد‬hُ‫ ه‬hَ‫ ن‬hَ‫ ه‬h‫ َر‬h‫ َو‬h‫ ٍل‬h‫ َأ َج‬h‫ ى‬hَ‫ ِإ ل‬hٍّh‫ ي‬h‫ ِد‬h‫ و‬hُ‫ ه‬hَ‫ ي‬h‫ن‬hْ h‫ ِم‬h‫ ا‬h‫ ًم‬h‫ ا‬h‫ َع‬hَ‫ ط‬h‫ ى‬h‫ َر‬hَ‫ ت‬h‫ ْش‬h‫ ا‬h‫ َم‬hَّ‫ ل‬h‫ َس‬h‫و‬hَ
)h‫ى‬h‫ر‬h‫ا‬h‫خ‬h‫ب‬h‫ل‬h‫ ا‬h‫ه‬h‫ا‬h‫و‬h‫ (ر‬h‫ ٍد‬h‫ ي‬h‫ ِد‬h‫ح‬ hَ
Dari 'Aisyah radliallahu 'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
pernah membeli makanan dari orang Yahudi yang akan dibayar Beliau pada
waktu tertentu di kemudian hari dan Beliau menjaminkannya (gadai) dengan
baju besi (HR. Imam al-Bukhori No: 1926).

‫ ُر‬h ‫الظَّ ْه‬    ‫لَّ َم‬h ‫ ِه َو َس‬h ‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬h ‫ص‬
َ ِ ‫و ِل هَّللا‬h ‫ َر ُس‬    ‫ا َل‬hhَ‫ق‬    َ‫ َرة‬h ‫َأبِي هُ َر ْي‬    ‫عن‬
َ‫ان‬hh‫ َربُ بِنَفَقَتِ ِه ِإ َذا َك‬hh‫ َّد ِّر ي ُْش‬hh‫ َولَبَ ُن ال‬,‫ا‬hhً‫انَ َمرْ هُون‬hh‫رْ َكبُ بِنَفَقَتِ ِه ِإ َذا َك‬hhُ‫ي‬
ُ‫ َو َعلَى الَّ ِذي يَرْ َكبُ َويَ ْش َربُ النَّفَقَة‬,‫َمرْ هُونًا‬
“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan
menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah
susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang
menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya
perawatan dan pemeliharaan”. (Shahih Muslim)25

‫لَّ َم‬h‫ ِه َو َس‬h‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬h‫ص‬ َ ‫ى ِإلَى النَّبِ ِّي‬h‫هُ َأنَّهُ َم َش‬h‫ض َي هَّللا ُ َع ْن‬ ِ ‫عن انس َر‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِدرْ عًا‬ َ ‫ير َوِإهَالَ ٍة َسنِخَ ٍة َولَقَ ْد َرهَنَ النَّبِ ُّي‬ ٍ ‫بِ ُخب ِْز َش ِع‬
‫و ُل َما‬hhُ‫ ِم ْعتُهُ يَق‬h‫ ْد َس‬hَ‫ي َوَأ َخ َذ ِم ْنهُ َش ِعيرًا َأِل ْهلِ ِه َولَق‬ ٍّ ‫لَهُ بِ ْال َم ِدينَ ِة ِع ْن َد يَهُو ِد‬
ٍّ‫ع َحب‬ ُ ‫ا‬h ‫ص‬ َ ‫ ٍّر َواَل‬h ُ‫ع ب‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
ُ ‫ا‬h ‫ص‬ َ ‫آل ُم َح َّم ٍد‬ ِ ‫َأ ْم َسى ِع ْن َد‬
‫َوِإ َّن ِع ْن َدهُ لَتِ ْس َع نِس َْو ٍة‬
“Dari Anas ra, bahwa dia pernah di sore hari bersama Nabi saw dengan
hidangan roti terbuat dari gandum dan sayur yang sudah basi. Sungguh Nabi
saw telah menggadaikan baju besi beliau kepada seorang Yahudi untuk
mendapatkan makanan di Madinah lalu dengan itu beliau mendapatkan
gandum untuk keluarga beliau. Dan sungguh aku mendengar beliau
bersabda: “Tidaklah ada satu malampun yang berlalu pada keluarga
Muhammad dimana ada satu sha’ dari gandum atau satu sha’ biji-bijian”.
Padahal beliau memelilki sembilan isteri”. (HR. Bukhari).

25
Ibnu Hajar Al-atsqalani, Bulughul Maram, (Beirut: Dar El-Fiker, 1994, No.879) h.149
61

‫ ِه‬h‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬h‫ص‬


َ ِ ‫و ُل هَّللا‬h‫ ُوفِّ َي َر ُس‬hُ‫ت ت‬
ْ َ‫ال‬hhَ‫ َي هَّللا ُ َع ْنهَا ق‬h‫ض‬
ِ ‫ع َْن عَاِئ َشةَ َر‬
ٍ ‫صاعًا ِم ْن َش ِع‬
‫ير‬ َ َ‫َو َسلَّ َم َو ِدرْ ُعهُ َمرْ هُونَةٌ ِع ْن َد يَهُو ِديٍّ بِثَاَل ثِين‬
“Dari ‘Aisyah ra, berkata; Ketika Rasulullah saw wafat baju perang beliau
masih tergadai kepada seorang Yahudi seharga tiga puluh sha’
gandum”. (HR. Muttafaqun ‘Alaihi).

Terdapat sejumlah kaidah fikih tentang akad rahn yang kemudian

dikaitkan dengan rumusan masalah kedua yaitu sebagai berikut :

Kaidah pertama

ُ‫ُكلُّ َما يَجُوْ ُز بَ ْي ُعهُ يَجُوْ ُز َر ْهنُه‬


Setiap sesuatu yang sah diperjualbelikan, maka sah pula digadaikannya.

Maksud dari kaidah tersebut yaitu segala sesuatu yang sah

diperjualbelikan maka sah pula untuk digadaikan. Berkaitan dengan

penelitian saya itu sudah sesuai dikarenakan barang yang akan digadaikan

yaitu merupakan sebuah sepeda motor yang mana sepeda motor tersebut

secara umum telah diketahui itu bisa diperjualbelikan.

Kaidah kedua

ُ‫ص َّح َر ْهنُه‬ َ ‫ُكلُّ َم ْن‬


َ ُ‫ص َّح بَ ْي ُعه‬
Setiap orang yang sah melakukan akad jual beli, maka sah pula jika ia
melakukan akad rahn.

Kaidah tersebut maksudnya berkaitan dengan orang yang melakukan

akad yaitu antara rahin dan murtahin, dalam penelitian saya ini telah sesuai

karena rahin dan murtahin telah memenuhi syarat yaitu baligh dan berakal.

Kaidah ketiga

ُ‫ص ُح تَ ْملِ ُكه‬


ِ َ‫َر ْه ُن ُكلِّ َش ْي ٍء ي‬
Diperbolehkan menggadaikan setiap sesuatu yang sah dimiliki.26

26
Enang hidayat, Kaidah Fikih Muamalah, (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA),h.261
62

Sesuai dengan kaidah tersebut bahwa kejadian praktik gadai yang saya

teliti sesuai karena barang yang di gadaikan adalah sebuah sepeda motor yang

mana setiap orang pun bisa memilikinya.

Kaidah keempat

‫صالِحًا لِ ْلبَي ِْع َموْ جُوْ دًا َو ْقتَ ال َع ْق ِد َو َمااًل َم ْتقُوْ ًما َو َم ْعلُوْ ًما‬
َ َ‫ُكلُّ َش ْي ٍء َكان‬
ُ‫َو َم ْق ُدوْ رًا لِتَ ْسلِي ٍْم يَجُوْ ُز َر ْهنُه‬
“setiap sesuatu yang pantas untuk diperjualbelikan dan ada ketika akad
terjadi serta termasuk harta yang berharga dan dapat diserah-terimakan,
maka boleh digadaikannya”.

Kaidah tersebut maksudnya berkaitan dengan harta yang akan

digadaikan harus jelas ketika akad terjadi. Apakah berkaitan dengan jelas

keberadaannya, jenisnya, mereknya, bentuknya, dan hal-hal yang

berhubungan dengan identitas lainnya. Oleh karena itu, tidak sah hukumnya

mengadaikan mobil yang sedang dicuri atau dirampas oleh orang lain, burung

yang sedang terbang. Semua itu karena tidak dapat diserah terimakan ketika

akad terjadi. Begitu pun contohnya menggadaikan mobil yang memiliki

merek yang berbeda. Jika seseorang akan menggadaikannya, dengan tidak

menjelaskan merek mana yang akan digadaikan, maka hukumnya tidak sah

pula. Alasan ketidak bolehan itu semua karena dapat berpotensi menimbulkan

bermusuhan di kemudian hari. 27

Hubungan dengan permasalahan yang diteliti yaitu menggadai dengan

jaminan motor kredit itu tidak sah dikarenakan ada salah satu identitas yang

tidak ada ketika akad terjadi yaitu Buku Pemilik Kendaraan Bermotor

(BPKB) yang tidak bisa diserahterimakan pada saat akad terjadi dan jika
27
Enang hidayat, Kaidah Fikih Muamalah, (Bandung : PT REMAJA
ROSDAKARYA),h.262
63

memaksakan dilakukan proses akad akan berpotensi menimbulkan

permusuhan di kemudian hari.

Kaidah kelima

ُ‫ص ُح َر ْه ُن َد ْي ٍن َولَوْ ِم َّم ْن هُ َو َعلَ ْي ِه اِل َنَّه‬ ِ َ‫ُكلُّ َما َجازَ بَ ْي ُعهُ َجازَ َر ْهنُهُ فَاَل ي‬
‫َغي ِْر‬
‫َم ْق ُدوْ ٍر َعلَى تَ ْسلِ ْي ِم ِه‬
Dain tidak sah dijadikan sebagai marhun kendati yang menjadi murtahin
adalah pihak yang berhutang itu sendiri, sebab status dain adalah berada
dalam tanggungan (fi dzimmah), yang tidak dimiliki rahin secara fisik (ain)
melainkan secara padanan (mitslun-nya), sehingga keberadaannya tidak
dikuasai untuk diserahkan (ghair maqdur ala taslim).28

Dalam kaidah ini keterkaitan dengan permasalahan yang saya teliti

yaitu praktik gadai dengan jaminan barang kredit tidak sesuai dengan hukum

ekonomi syariah karena sesuai dengan kaidah yang di atas bahwa barang

kreditan itu belum sepenuhnya milik orang yang menggadaikan.

Berdasarkan hasil wawancara bahwa seperti praktik gadai yang terjadi

di Pacet Babakan, praktik tersebut barang yang dijadikan jaminan adalah

motor kreditan atau masih dalam angsuran pembayaran. Karena ada

kebutuhan mendesak praktik ini biasa dilakukan masyarakat tidak hanya

dilakukan oleh masyarakat sekitar Karena ingin meminjam secara cepat dan

untuk meyakinkan si pemberi pinjaman dengan memberikan jaminan motor

kredit.

Praktik gadai ini terjadi karena adanya pihak-pihak bersangkutan,

yaitu pihak pertama adalah yang memiliki motor sedangkan pihak kedua atau

yang memiliki uang. Antara kedua pihak tersebut saling mengikat diri pada

suatu perjanjian, sehingga praktik gadai ini juga biasanya terjadi karena
28
Laskar pelangi, Metodologi Fikih Muamalah, (Kediri : Lirboyo press), h 116
64

adanya suatu kebutuhan masing-masing pihak yang harus dipenuhi, maka

antara orang satu dengan orang lainnya tentu saling membutuhkan.

Oleh sebab itu, dalam penggadaian ini sering terjadi dengan adanya

hutang uang dengan menjamin sebuah sepeda motor. Adapun praktek gadai

ini memerlukan adanya syarat-syarat yang harus dipenuhi baik pihak pertama

maupun pihak kedua. Sesuai dengan teori bahwa menurut ulama fiqih

mengemukakan syarat-syarat ar-rahn sesuai dengan rukun itu sendiri. Dengan

demikian, syarat-syarat ar-rahn meliputi:

a. Syarat yang terkait dengan orang yang berakad adalah cakap bertindak

hukum, kecakapan bertindak hukum menurut jumhur ulama adalah orang

yang baligh dan berakal.

b. Syarat Marhun Bih (utang) syarat dalam hal ini adalah wajib

dikembalikan oleh debitur kepada kreditur, utang dapat dilunasi dengan

agunan tersebut, dan utang itu harus jelas dan tertentu.

c. Syarat marhun (agunan) syarat agunan menurut ahli fiqih adalah harus

dapat dijual dan nilainya seimbang dengan besarnya utang, agunan harus

bernilai dan dapat dimanfaatkan menurut ketentuan hukum islam, agunan

harus jelas dan dapat ditunjukkan, agunan milik sah debitor, agunan tidak

terkait dengan pihak lain, agunan harus merupakan harta yang utuh dan

agunan dapat diserahterimakan kepada pihak lain, baik materi maupun

manfaatnya.

Didalam menjalankan transaksi rahn harus memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut:


65

a) Syarat Aqid, baik rahin dan murtahin adalah harus ahli tabarru’ yaitu
orang yang berakal, tidak boleh anak kecil, gila, bodoh dan orang
yang terpaksa. Seperti tidak boleh seorang wali.
b) Marhun Bih (utang)
1) Harus merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada
murtahin.
2) Merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, jika tidak dapat
dimanfaatkan, maka tidak sah.
3) Barang tersebut dapat dihitung jumlahnya.
c) Marhun (Barang)
1) Harus berupa harta yang dapat dijual dan nilainya seimbang
dengan Marhun Bih.
2) Marhun harus mempunyai nilai dan dapat dimanfaatkan.
3) Harus jelas dan spesifik.
4) Marhun itu sah dimiliki oleh rahin.
5) Merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa
tempat.
6) Shighad (Ijab dan Qabul) syaratnya adalah shighad tidak boleh
diselingi dengan ucapan yang lain ijab dan qabul dan diam
terlalu lama pada transaksi. Serta tidak boleh terikat waktu. 29

Berdasarkan hasil wawancara bahwa barang yang dijaminkan ini

adalah sebuah kendaraan sepeda motor, tetapi sepeda motor tersebut masih

dalam status kredit dan kondisinya belum memenuhi syarat untuk

diadakan suatu perjanjian gadai. Kesediaan dan ketertarikan Pihak

Penerima gadai melakukan gadai tersebut, selain didasari rasa tolong-

menolong antar sesama, juga karena melihat sepeda motor yang dijadikan

barang jaminan utang. Sebelum pemegang gadai memberikan uang kepada

penggadai, maka biasanya pemegang gadai menaksir harga barang

jaminan tersebut. Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam menaksir

barang jaminan adalah tergantung jenis motornya, jika motor tersebut

disukai oleh penerima gadai maka penerima gadai berani dengan harga

29
Amin Ma’ruf, Mengatasi Maslah Dengan Pegadaian Syariah, (Jakarta: Renaisan,2005)
h,25.
66

tinggi. Biasanya dilihat dari segi fisik barang yaitu pengeluaran baru,

karena barangnya masih kredit harganya lebih rendah sebab belum

memiliki surat atau Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB).

Selain itu juga ada syarat uang yaitu nominal yang harus dibayar

oleh pihak kedua kepada pihak pertama sebagai peminjaman dengan

jaminan motor (kredit). Jadi pihak pertama menyerahkan motor yang

digunakan sebagai jaminan dan pihak kedua mendapatkan motor dengan

memberikan sejumlah uang yang telah disepakati.

Motor kreditan itu dengan kata lain adalah motor yang belum selesai

angsurannya. selama motor itu belum dibayar lunas, maka motor tersebut

masih tetap miliknya (Dealer). Jadi pembeli tidak dapat

memindahtangankan kepada pihak ketiga, jika pembeli melakukan hal

tersebut maka melakukan wanprestasi.

Namun warga Kp. Babakan Pacet beranggapan bahwa praktik gadai

dengan jaminan motor kredit tersebut sah-sah saja, karena tidak ada pihak

yang dirugikan. Melihat praktik tersebut biasanya orang yang melakukan

gadai dengan jaminan motor kredit kurang begitu tahu tentang status

barang tersebut karena kebanyakan masyarakat minim sekali tentang

agama, dan karena faktor ekonomis yang memaksa mereka melakukan

praktik gadai dengan menjaminkan motor yang masih kredit.

Konsep kepemilikan menurut kebanyakan masyarakat adalah

bahwa mereka menganggap motor tersebut adalah sudah menjadi miliknya

karena telah membayar uang DP maupun cicilan setiap bulannya. Ketika


67

para pelaku utang piutang dengan jaminan. motor kredit ditanya motor ini

milik siapa pak? Mereka menjawab ini motor milik saya sendiri tetapi

masih kredit.

Dari sinilah penulis tertarik terhadap masalah tersebut, kebanyakan

bahwa mereka menganggap motor kredit sudah menjadi miliknya jadi

mereka bebas melakukan sesuka hatinya terhadap motor tersebut.

Menurut teori bahwa kesepakatan tentang perjanjian penggadaian

suatu barang sangat terkait dengan akad sebelumnya, yakni akad utang

piutang (al-Dain), karena tidak akan terjadi gadai dan tidak akan mungkin

seseorang menggadaikan benda atau barangnya kalau tidak ada utang yang

dimilikinya. Utang piutang itu sendiri adalah hukumnya mubah bagi yang

berutang dan sunnah bagi yang memberikannya karena sifatnya menolong

sesama.

Berdasarkan analisis kaidah fikih muamalah di atas tentang praktik

gadai dengan jaminan barang kredit motor di Kp. Pacet Babakan Desa

Cipendawa Kec. Pacet belum sesuai dengan hukum Islam khususnya pada

ma’qud alaih (barang yang digadaikan), karna masih belum milik sempurna.

Seperti halnya dalam syarat gadai bahwa barang gadai tidak boleh ada

tanggungan dengan pihak lain atau milik sempurna. Praktik gadai yang terjadi

dengan menggunakan barang kredit ini jelaslah sangat tidak sesuai dengan syariat

Islam karena terdapat unsur penipuan. Hal ini akan mengakibatkan kerugian bagi

murtahin, dan sudah tentu barang tersebut tidak boleh menjadi barang jaminan

karena syarat menggadai barang adalah barang gadai tersebut harus benar-benar

milik rahin.
68

Menurut pendapat tokoh agama di Kp. Pacet Babakan Desa

Cipendawa Kecamatan Pacet, ini adalah memperhatikan kenyataan

tersebut bahwa praktik gadai dengan jaminan motor kredit ini sebaiknya

jangan dilakukan mengingat mudharatnya lebih banyak dari pada

manfaatnya, sering terjadi kesalahpahaman antar sesama teman, tetangga,

juga saudara jadi tali silaturrahim antar sesama bisa berantakan dan

terputus, meskipun antara dua belah pihak telah sepakat menanggung

risikonya tetapi hal itu tidak dapat menjadi jaminan sepenuhnya.30

Hukum ini bisa menjadi wajib manakala orang yang berutang

benar-benar sangat membutuhkannya. Dalam menjalankan gadai harus

memenuhi rukun gadai, rukun gadai tersebut adalah:

a) Al-Rahin (yang menggadaikan)


b) Al-Murtahin (yang menerima gadai)
c) Al-Marhun/rahn (barang yang digadaikan)
d) Al-marhun bih (utang)
e) Sighat, Ijab, dan Qabul.31

Gadai atau pinjaman dengan jaminan benda memiliki beberapa

rukun, sebagaimana yang dikutib oleh M. Abdul Majdid dkk., yaitu

sebagai berikut:

a) Aqid (orang yang melakukan akad) meliputi dua aspek:

(1) Rahin, adalah orang yang menggadaikan barang

(2) Murtahin adalah orang yang berpiutang yang menerima barang

gadai sebagai imbalan uang kepada yang dipinjamkan

30
Hasil wawancara dengan Bapak KH Dadang Faried, selaku Tokoh Masyarakat, pada
tanggal 29 Oktober 2022.
31
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
(Ekonisia, Yogyakarta: 2003), h. 160
69

b) Ma’qud ‘alaih (yang diakadkan), yakni meliputi dua hal:

(1) Marhun (barang yang digadaikan/barang gadai)

(2) Dain marhun biih, (hutang yang karenanya diadakan gadai)

(3) Sighat (akad gadai) 32

Ibnu Rusyd dalam kitabnya mengatakan rukun gadai terdiri dari

tiga bagian:

a) Orang yang menggadaikan

b) Akad Gadai

c) Barang yang digadaikan33

Pada umumnya aspek hukum perdataan Islam (fiqih mu’amalah)

dalam hal transaksi baik dalam jual beli, sewa menyewa, gadai maupun

semacamnya mempersyaratkan rukun dan syarat sah termasuk dalam

transaksi gadai. Demikian juga dalam hak dan kewajiban bagi pihak-pihak

yang melakukan transaksi gadai. Dalam fiqih diungkapkan rukun gadai

ada empat yaitu:

a) Aqid (Orang Yang Berakad). Aqid adalah orang yang melakukan akad

yang meliputi dua arah yaitu: orang yang menggadaikan barangnya

(Rahin) dan orang yang menerima gadai (murtahin).

b) Ma’qud alaih (Barang Yang Diakadkan). Ma’qud alaih meliputi dua

hal yaitu marhun (barang yang digadaikan) dan marhun bih (dain) atau

hutang yang karenannya diadakan akad gadai.

32
M. Abdul Majdid dkk.,Kamus Istilah Fikih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 290
33
Al-Faqih Abul Walid, Muhammad ibn Ahmad dan Muhammad ibn Rusyd, Bidayatul al-
Mujtahid al-Muqasid, (Beirut: Dar al-Jiih, 1990), h. 204
70

Namun demikian ulama fiqih berbeda pendapat mengenai

masuknya siqhot dari rukun rahn.34 Dengan demikian praktik gadai dengan

jaminan motor kredit yang terjadi di Pacet Babakan sepintas sudah

memenuhi syarat-syarat gadai menurut syara’ dan tidak ada pelanggaran

hukum gadai yaitu adanya dua belah yang bersepakat, adanya akad, serta

ada barang yang menjadi jaminan gadai. Namun adakalanya praktik yang

terjadi hukumnya menjadi tidak jelas, karena barang yang dijadikan

jaminan adalah motor yang masih kredit atau masih ada tanggungan

pembayaran kepada pihak Dealer. Analisa selanjutnya penulis berhasil

mendata dari praktik gadai yang terjadi di Kp. Pacet Babakan. Mereka

mengungkapkan alasan yang berarti dalam melakukan praktek gadai

dengan jaminan motor kredit tersebut. Penggadai membutuhkan uang

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena penggadai hanya mempunyai

barang berupa sepeda motor, penggadai nekat menggadaikannya meski

barang tersebut masih dalam masa angsuran, ada keuntungan bagi

pemegang gadai yaitu lebih mudah mendapatkan barang untuk

dimanfaatkan karena pemegang gadai tidak mampu membeli barang baru,

meskipun dalam pemanfaatan barang gadai tersebut ada yang

membolehkan dan ada juga yang tidak memperbolehkannya.

Di sini antara kedua belah pihak sama-sama membutuhkan

penggadai membutuhkan uang untuk memenuhi hidup dan kepentingan

lain sedang pemegang gadai membutuhkan barang tersebut, namun

34
Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syari’ah, (Sinar Grafika: Jakarta, 2008), h. 20-21.
71

adakalanya terjadi permasalahan ketika penggadai tidak mengangsur

(cicil) biaya untuk melunasi barang tersebut ke pihak dealer sehingga

terjadi penyitaan barang dari pihak dealer yang menyebabkan kerugian

bagi pihak pemegang gadai, jadi menurut penulis hal tersebut tidak sah

karena tidak memenuhi syarat gadai, yaitu barang yang digadaikan belum

sepenuhnya milik si penggadai.

Apabila dalam akad, penerima gadai mensyaratkan agar manfaat

barang gadai kembali kepadanya, maka akadnya fasid (rusak) atas orang

yang menggadaikannya. Tetapi menurut suatu pendapat (qil): bahwa yang

rusak adalah syaratnya, sedang akadnya sah. Dalam keadaan bagaimana

pun penerima gadai tidak boleh mengambil manfaatnya barang gadai, bila

ia mensyaratkan dalam akadnya. Sebaliknya apabila sebelum akad orang

yang menggadaikan sudah memperkenankan kepada penerima gadai untuk

mengambil manfaat barang gadai yang akan digadaikan, maka penerima

gadai diperbolehkan mengambil manfaat barang gadai sesudah akad.35

35
Moh. Zuhri, dkk, Fikih Empat Mazhab (Cet. I; Semarang: CV. Asy-Syifa, 1994), h.641-
642

Anda mungkin juga menyukai