Anda di halaman 1dari 37

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................. i
BAB I SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN PEMERINTAH
PUSAT........................................................................................ 1
1.1 Pendahuluan...................................................................... 1
1.2 Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara.................... 3
1.3 Sistem Akuntansi Instansi.................................................. 4
1.4 Pelaporan Keuangan Dana Dekonsentrasi dan
Tugas Pembantuan............................................................ 5
1.5 Sistem Akuntansi Pusat (SiAP).......................................... 6
1.6 Sistem Akuntansi Utang Pemerintah (SA-UP)................... 7
1.7 Sistem Akuntansi Hibah (SIKUBAH).................................. 9
1.8 Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah (SA-IP)................ 9
1.9 Sistem Akuntansi dan Pelaporan Penerusan
Pinjaman (SA-PPPP).......................................................... 10
1.10 Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah (SA-TD)................. 14
1.11 Sistem Akuntansi Belanja Subsidi dan Belanja
Lain-lain (SA-BSBL)........................................................... 15
1.12 Sistem Akuntansi Transaksi Khusus (SA-TK).................... 16
1.13 Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Badan Lainnya (SAPBL).................................................... 17
1.14 Sistem Akuntansi Keuangan (SAK)................................... 20
1.15 Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang
Milik Daerah (SIMAK-BMN)................................................ 21
1.16 Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat............................ 23

BAB II ANALISA SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN


PEMERINTAH PUSAT “STUDI KASUS IMPELEMNTASI
SA-TKDD – PENYALURAN DANA BANTUAN OPERASIONAL
(BOS) KE PEMERINTAH PROVINSI RIAU”.............................. 25
2.1 Implementasi Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah
dan Dana Desa................................................................... 25
2.2 Permasalahan Implementasi Sistem Akuntansi
Transfer ke Daerah dan Dana Desa.................................. 29
2.3 Saran.................................................................................. 33

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 34

i
BAB I
SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN PEMERINTAH PUSAT

1.1 Pendahuluan
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Pemerintah Pusat saat ini diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang
Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat
sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
215/PMK.05/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 213/PMK.05/2013. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP)
adalah serangkaian prosedur, baik manual maupun terkomputerisasi,
mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan
pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintah pusat.
Ruang lingkup SAPP adalah pemerintah pusat (dalam hal ini lembaga
tinggi negara dan lembaga eksekutif) serta pemda yang mendapat dana
dari APBN (terkait dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Oleh
karena itu, SAPP tidak dapat diterapkan untuk lingkungan pemda (yang
menggunakan APBD), lembaga keuangan negara, serta BUMN/BUMD.
Tujuan dari SAPP adalah:
a. Menjaga aset (safeguarding asset); agar aset pemerintah dapat
terjaga melalui serangkaian proses pencatatan, pengolahan, dan
pelaporan keuangan yang konsisten sesuai dengan standar.
b. Memberikan informasi yang relevan (relevance); menyediakan
informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan
keuangan pemerintah pusat, baik secara nasional maupun instansi
yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan
ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan tujuan akuntabilitas.
c. Memberikan informasi yang dapat dipercaya (reliability) tentang
posisi keuangan suatu instansi dan pemerintah pusat secara
keseluruhan.
d. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan,
pengelolaan, dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah
secara efisien (feedback and predictability).

1
Untuk mencapai tujuannya tersebut, SAPP memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Basis Akuntansi. SAPP menggunakan basis kas untuk Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) dan basis akrual untuk neraca. Dengan
basis kas, pendapatan diakui dan dicatat pada saat kas diterima oleh
Kas Umum Negara (KUN) dan belanja diakui dan dicatat pada saat
kas dikeluarkan dari KUN. Sedangkan Aset, Kewajiban, dan Ekuitas
Dana diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada
saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan
pemerintah.
b. Sistem Pembukuan Berpasangan. Sistem pembukuan
berpasangan (double entry system ) didasarkan atas persamaan
dasar akuntansi, yaitu: Aset = Utang + Ekuitas Dana. Setiap
transaksi dibukukan dengan mendebit suatu perkiraan dan
mengkredit perkiraan yang lain.
c. Sistem yang Terpadu dan Terkomputerisasi. SAPP terdiri atas
subsistem-subsistem yang saling berhubungan dan merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan, serta proses pembukuan dan
pelaporannya sudah dikomputerisasi.
d. Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi. Dalam pelaksanaannya,
kegiatan akuntansi dan pelaporan dilakukan secara berjenjang oleh
unit-unit akuntansi, baik di pusat maupun daerah.
e. Bagan Perkiraan Standar. SAPP menggunakan perkiraan standar
yang ditetapkan oleh menteri keuangan yang berlaku untuk tujuan
pengganggaran maupun akuntansi.

SAPP terbagi menjadi dua subsistem, yaitu:


a. Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN);
merupakan serangkaian prosedur manual maupun yang
terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan
operasi keuangan yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku
BUN dan Pengguna Anggaran BAPP.
b. Sistem Akuntansi Instansi (SAI); merupakan bagian SAPP yang
akan menghasilkan laporan keuangan untuk pertanggungjawaban

2
pelaksanaan anggaran instansi. SAI sendiri terbagi menjadi dua
subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem
Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-
BMN)

1.2 Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN)


SA-BUN diatur pada bab III yaitu pasal 3 – 19 PMK Nomor
213/PMK.05/2013 dan bab ini termasuk salah satu bagian yang diubah
ketika PMK 215/PMK.05/2016 diterbitkan. SA-BUN terdiri dari :
a. Sistem Akuntansi Pusat (SiAP);
b. Sistem Akuntansi Utang Pemerintah (SA-UP);
c. Sistem Akuntansi Hibah (SIKUBAH);
d. Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah (SA-IP);
e. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Penerusan Pinjaman (SA-
PPPP);
f. Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah (SA-TD);
g. Sistem Akuntansi Belanja Subsidi (SA-BS) dan Sistem Akuntansi
Belanja Lain-lain (SA-BL);
h. Sistem Akuntansi Transaksi Khusus (SA-TK); dan
i. Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya
(SAPBL).
SA-BUN dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku BUN yang
memproses transaksi keuangan dan/atau barang yang dikelola oleh BUN.
Laporan keuangan yang dihasilkan oleh SA-BUN paling sedikit terdiri dari
Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan
Laporan Arus Kas.
Dalam pelaksanaan SA-BUN, Menteri Keuangan selaku Bendahara
Umum Negara membentuk Unit Akuntansi Bendahara Umum Negara
(UAKBUN) yang terdiri dari:
a. Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara–Akuntansi
Pusat- dilaksanakan oleh:
 KPPN sebagai Unit Akuntansi Kuasa Bendahara Umum Negara
(UAKBUN) Daerah.
 DPKN sebagai-Unit Akuntansi Kuasa Bendahara Umum Negara
(UAKBUN) Pusat .

3
 Kanwil sebagai Unit Akuntansi Koordinator Kuasa Bendahara
Umum Negara (UAKKBUN) / UAKBUN Kanwil
 DAPK sebagai Unit Akuntansi Pembantu BUN.
b. Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara–Penerusan
Pinjaman dilaksanakan oleh- Direktorat Jenderal Perbendaharaan
dan Direktorat jenderal Perimbangan Keuangan;
c. Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara–Investasi
Pemerintah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara;
d. Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara –Utang/Hibah
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (UAPBUN-
DJPU);
e. Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara-BAPP dan
PNBP Khusus dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Anggaran
(UAPBUN-DJA);
f. Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara -Transfer ke
Daerah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan (UAPBUN-DJPK);
g. Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara-Transaksi
Lainnya;
h. Unit Akuntansi Pembantu Bendahara Umum Negara-Badan Lainnya
dilaksanakan oleh Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
(UAPBUN- BL).

1.3 Sistem Akuntansi Instansi (SAI)


SAI adalah serangkaian prosedur manual maupun terkomputerisasi
mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan
pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada kementerian
negara/lembaga. Sistem Akuntansi Instansi (SAI) diatur dalam pasal 18
PMK 213/PMK.05/2013 dan termasuk kedalam salah satu pasal yang
mengalami perubahan pada PMK 215/PMK.05/20 16. Perubahan
dimaksud berupa menghilangkan Sistem Akuntansi Bagian Anggaran
Pembiayaan dan Perhitungan (SA-BAPP) sebagai salah satu bagian dari
subsistem SAI. Sehingga SAI saat ini terdiri atas dua subsistem, yaitu:

4
a. Akuntansi dan Pelaporan Keuangan; subsistem dari SAI yang
menghasilkan informasi mengenai LRA, LO, LPE dan Neraca milik
kementerian/instansi.
b. Akuntansi dan Pelaporan Barang Milik Daerah; subsistem dari SAI
yang merupakan serangkaian prosedur yang saling berhubungan
untuk mengolah dokumen sumber dalam rangka menghasilkan
informasi untuk menyusun neraca dan laporan Barang Milik Negara
serta laporan managerial lainnya menurut ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan SAI, Kementerian Negara/Lembaga wajib


membentuk Unit Akuntansi yang terdiri dari :
a. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran/Barang (UAPA/B) merupakan
UAI pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga (Pengguna
Anggaran) yang melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik
keuangan maupun barang seluruh UAPPA-E1 yang berada di
bawahnya;
b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I (UAPPA/B-
E1) yang bertugas melakukan kegiatan penggabungan laporan, baik
keuangan maupun barang seluruh UAPPA-W yang berada di wilayah
kerjanya serta UAKPA yang langsung berada di bawahnya;
c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang-Wilayah (UAPPA/B-W)
merupakan unit akuntansi BMN pada tingkat wilayah atau unit kerja
lain yang ditetapkan sebagai UAPPB-W dan melakukan kegiatan
penggabungan laporan BMN dari UAKPB, penanggung jawabnya
adalah Kepala Kantor Wilayah atau Kepala unit kerja yang ditetapkan
sebagai UAPPB-W ; dan
d. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA/B) merupakan
UAI yang melakukan kegiatan akuntansi dan pelaporan tingkat
satuan kerja.

1.4 Pelaporan Keuangan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan


Pelaporan Keuangan atas Dana Dekonsentrasi diatur pada pasal 23-
26 213/PMK.05/2013 dan tidak mengalami perubahan pada PMK
215/PMK.05/2016. Sedangkan Pelaporan Keuangan atas Dana Tugas

5
Pembantuan diatur pada pasal 27-28 213/PMK.05/2013 dan tidak
mengalami perubahan pada PMK 215/PMK.05/2016.
Menurut PMK dimaksud, dana dekonsentrasi merupakan dana
yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil
pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam
rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang
dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Sedangkan dana
tugas pembantuan merupakan dana yang berasal dari APBN yang
dilaksanakan oleh Daerah yang mencakup semua penerimaan dan
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan.
Dana yang terkait dengan desentralisasi merupakan dana yang
bersumber dari APBN dan dalam pelaksanaannya ditransfer langsung ke
Kas Umum Daerah. Dana ini berupa dana perimbangan (dana alokasi
umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil). Terhadap dana ini,
pelaporan dan pertanggungjawaban dilakukan di masing-masing daerah.
Namun untuk dana dekonsentrasi dan dana tugas perbantuan,
satuan kerja yang menerima melaporkan dan mempertanggungjawabkan
penggunaan dana tersebut K/L teknis yang terkait. Pertanggungjawaban
dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan ini akan digabung dengan
laporan keuangan dan laporan barang milik Negara (yang telah dijelaskan
dalam SAI) sehingga menjadi laporan keuangan Kementerian/Lembaga
dan laporan barang milik Negara kementerian/lembaga.

1.5 Sistem Akuntansi Pusat (SiAP).


Sistem Akuntansi Pusat adalah serangkaian prosedur manual
maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi
keuangan pada Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
SiAP memproses data transaksi KUN dan Akuntansi Umum. SiAP
terdiri atas:
a. SAKUN; yaitu subsistem SiAP yang menghasilkan laporan arus
kas dan neraca KUN.
b. SAU; yaitu subsistem SiAP yang akan menghasilkan LRA
Pemerintah Pusat dan Neraca.

6
Dalam pelaksanaannya, SiAP dilakukan oleh:
a. KPPN selaku UAKBUN-Daerah;
b. Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku UAKKBUN
Kanwil;
c. Direktorat Pengelolaan Kas Negara selaku UAKBUN-Pusat; dan
d. Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas
Negara selaku UAPBUN AP.

Proses pembuatan laporan yang dihasilkan SiAP adalah sebagai


berikut:
a. KPPN menyusun Laporan Arus Kas, Neraca KUN, dan LRA di
wilayah kerjanya. Laporan tersebut disampaikan ke Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Perbendaharaan setiap bulan. KPPN Khusus
memproses data transaksi pengeluaran yang berasal dari BLN.
KPPN Khusus menyampaikan laporan tersebut beserta data
transaksi ke Direktorat APK setiap bulan.
b. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan menyusun
laporan keuangan berupa Laporan Arus Kas, Neraca KUN, dan LRA
SAU di tingkat wilayah yang merupakan hasil penggabungan laporan
keuangan seluruh KPPN di wilayah kerjanya. Laporan keuangan
tersebut disampaikan ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dalam
hal ini Direktorat APK setiap bulan.
c. Direktorat Jenderal Perbendaharaan menyusun laporan keuangan
berupa Laporan Arus Kas, Neraca KUN, dan LRA yang merupakan
hasil penggabungan laporan keuangan seluruh unit Dirjen
Perbendaharaan, baik di tingkat pusat maupun daerah.

1.6 Sistem Akuntansi Utang Pemerintah (SA-UP)


Sistem Akuntansi Utang Pemerintah (SA-UP) merupakan
serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari
pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, dan pelaporan posisi
utang, operasi utang pemerintah, penerimaan dan pengeluaran
pembiayaan terkait utang. Sistem Akuntansi Utang Pemerintah diatur
berdasarkan PMK nomor 181 /PMK.05/2015 tentang Sistem Akuntansi
Dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah.

7
SA-AP diterapkan untuk menangani transaksi Pengelolaan Utang
yang terdiri dari:
a. Pembayaran Bunga Utang Dalam dan Luar Negeri;
b. Pembayaran Cicilan Utang Luar Negeri;
c. Pembayaran Cicilan Utang Dalam Negeri;
d. Penerimaan Utang Luar Negeri;
e. Penerimaan Utang Dalam Negeri;

SA-UP dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.


DJPU memproses data transaksi utang, hibah, penerimaan dan
pengeluaran pembiayaan serta menyampaikan laporan beserta ADK
kepada DAPK.
Dokumen sumber yang digunakan dalam pengelolaan utang terdiri
dari:
a. dokumen anggaran, contoh: Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
(DIPA)
b. dokumen pengeluaran, contoh: Notice of Payment (NoP), Surat
Permintaan Membayar (SPM)
c. dokumen penerimaan, contoh: Notice of Disbursement (NoD),
Withdrawal Aplication (WA), SP2D, SP3ULN, Surat Pembukuan
Pinjaman Luar Negeri (SP2LN)
d. dokumen lainnya yang dipersamakan.
e. Memo penyesuaian
Pemrosesan dokumen sumber menimbulkan pengakuan
pengeluaran pembiayaan, penerimaan pembiayaan, penambahan nilai
utang dan penurunan nilai utang serta menghasilkan laporan berupa:
a. Laporan Realisasi Anggaran, berupa:
 Laporan Realisasi Penerimaan Pembiayaan;
 Laporan Realisasi Pengeluaran Pembiayaan;
 Laporan Realisasi Pembayaran Bunga Utang;
b. LO;
c. LPE;
d. Neraca;
e. Catatan atas Laporan Keuangan;
f. Laporan Posisi Utang (managerial report).

8
1.7 Sistem Akuntansi Hibah (SIKUBAH);
Sistem Akuntansi Hibah adalah serangkaian prosedur manual dan
terkomputerisasi meliputi pengumpulan data, pengakuan, pencatatan,
pengikhtisaran, serta pelaporan posisi dan operasi hibah pemerintah.
SIKUBAH diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
271/PMK.05/2014 Tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Hibah. SIKUBAH diterapkan untuk menangani transaksi Hibah yang terdiri
dari Penerimaan Hibah dan Pengeluaran Hibah.
SIKUBAH dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
DJPU memproses data transaksi hibah dan menyampaikan laporan
beserta ADK kepada DAPK. UAPBUN Pengelolaan Hibah menyusun
Laporan Keuangan yang terdiri atas:
a. LRA;
b. Laporan Operasional;
c. Laporan Perubahan Ekuitas;
d. Neraca; dan
e. CaLK.

1.8 Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah (SA-IP);


Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah adalah serangkaian prosedur
manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data,
pengakuan, pencatatan, pengikhtisaran, serta pelaporan posisi investasi
pemerintah, penerimaan dan pengeluaran pembiayaan terkait investasi.
SA-IP diatur berdasarkan PMK Nomor 209/PMK.05/2015 Tentang Sistem
Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Investasi Pemerintah.
SA-IP diterapkan untuk menangani transaksi investasi pemerintah
jangka panjang. Investasi pemerintah Jangka Panjang terdiri dari Investasi
Non Permanen dan Investasi Permanen. Investasi non permanen adalah:
investasi jangka panjang yang kepemilikannya berjangka waktu lebih dari
12 (dua belas) bulan, dimaksudkan untuk tidak dimiliki terus menerus atau
ada niat untuk memperjualbelikan atau menarik kembali. Investasi
permanen adalah: investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk
dimiliki secara terus menerus tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau
menarik kembali.

9
Kebijakan dalam penentuan investasi pemerintah diatur oleh Menteri
Keuangan. SA-IP dilaksanakan oleh unit yang menjalankan
penatausahaan dan pelaporan investasi pemerintah (Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN)). Unit yang menjalankan penatausahaan dan
pelaporan investasi pemerintah (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
(DJKN)) memproses data transaksi investasi pemerintah baik permanen
maupun non permanen, penerimaan bagian laba/pendapatan dari
investasi, penerimaan dan pengeluaran pembiayaan serta menyampaikan
laporan beserta ADK kepada DAPK.
Dokumen sumber yang digunakan dalam pengelolaan investasi
terdiri dari:
a. dokumen anggaran;
b. dokumen pengeluaran;
c. dokumen penerimaan ;
d. memo penyesuaian ; dan
e. dokumen lainnya yang dipersamakan.

Pemrosesan dokumen sumber menimbulkan pengakuan


pengeluaran pembiayaan, penerimaan pembiayaan, penambahan nilai
investasi dan penurunan nilai investasi serta menghasilkan laporan
berupa:
a. LRA;
b. Laporan Operasional;
c. Laporan Perubahan Ekuitas;
d. Neraca; dan
e. CaLK.

1.9 Sistem Akuntansi dan Pelaporan Penerusan Pinjaman (SA-PPPP);


Sistem Akuntansi dan Pelaporan Penerusan Pinjaman adalah
serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari
pengumpulan data, pengakuan, pencatatan, pengikhtisaran, serta
pelaporan penerusan pinjaman pemerintah. Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Penerusan Pinjaman diatur berdasarkan PMK nomor
259/PMK.05/2014 Tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Pengelolaan Penerusan Pinjaman.

10
Sistem Akuntansi Penerusan Pinjaman (SA-PPP) diterapkan untuk
menangani transaksi penerusan pinjaman dan pengembalian penerusan
pinjaman termasuk biaya atas penerusan pinjaman. Mekanisme penerusan
pinjaman dapat dilakukan melalui subsidiary loan agreement (SLA) dan dana
bergulir.
1. SLA atau perjanjian penerusan pinjaman adalah perjanjian penerusan
pinjaman yang dananya bersumber dari pinjaman/hibah luar negeri oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, BUMN/BUMD dan unit
organisasi non pemerintah.

Mekanisme penarikan pinjaman luar negeri dan penerusan pinjaman melalui


SLA terdiri dari:
1) Pembayaran Langsung, tahapan pelaksanaannya yaitu:
a. BUMN/Pemda sebagai KPA mengajukan SPP APD PL kepada
KPPN Khusus;
b. KPPN menerbitkan APD PL/WA dan menyampaikan kepada DJPU
cq Dit. PHLN atau lender;
c. Atas dasar APD PL/WA rekanan menerima pembayaran langsung
dari DJPU cq Dit. PHLN;
d. Atas setiap transaksi pembayaran tersebut DJPU cq Dit. PHLN,
KPPN dan Bank Indonesia (BI) menerima NoD atau dokumen lain
yang dipersamakan dari DJPU cq Dit. PHLN;
e. Dalam hal pinjaman diteruspinjamkan, DJPU cq Dit. PHLN
menyampaikan salinan NoD atau dokumen lain yang dipersamakan
kepada DPPP cq Dit. Perbendaharaan. NoD ini sebagai dasar
tanggal dinyatakan hutang pemerintah kepada lender dan piutang
pemerintah kepada BUMN/Pemda;
f. Atas dasar NoD atau dokumen lain yang dipersamakan, KPPN
menerbitkan SP3 dan menyampaikannya kepada BI untuk
dibukukan sebagai pencatatan realisasi penarikan pinjaman/hibah
luar negeri, serta kepada PA/KPA sebagai dasar pembukuan SAI
pada tahun angggaran berjalan.

2) Letter of Credit (L/C), tahapan pelaksanaannya yaitu:


a. BUMN/Pemda mengajukan SPP-SKPD L/C sebesar bagian nilai
KPBJ yang memerlukan pembukaan L/C kepada KPPN yang
ditunjuk;
b. Berdasarkan SPP-SKPD L/C, KPPN menerbitkan SKPD L/C dan
mengirimkan kepada BI;

11
c. Berdasarkan SKPD L/C, KPA memberitahukan kepada rekanan
untuk mengajukan pembukaan L/C kepada BI dengan melampirkan
KPBJ;
d. Atas dasar L/C yang telah dibuka, BI mengajukan permintaan
kepada DJPU cq Dit. PHLN untuk menerbitkan surat pernyataan
kesediaan melakukan pembayaran L/C;
e. Sebagai pemberitahuan realisasi L/C, DPPP menerima NoD atau
dokumen lain yang dipersamakan dari DJPU cq Dit. PHLN. NoD ini
sebagai dasar tanggal dinyatakan hutang pemerintah kepada
BUMN/Pemda;
f. Berdasarkan dokumen realisasi L/C yang diterima dari Bank
Koresponden, BI menerbitkan Nota Disposisi sebagai realisasi L/C
dan membukukan ekuivalen rupiah ke dalam Rekening Kas Negara
dengan menerbitkan Nota Debet/Kredit sebagai realisasi pencairan
L/C;
g. Atas dasar SKPD L/C, Nota Disposisi L/C dan Nota Debet/Kredit,
KPPN menerbitkan dan membukukan SP3 pada tahun anggaran
berjalan sebagai realisasi APBN dan menyampaikannya kepada
PA/KPA sebagai dasar pembukuan SAI;
h. Dalam hal L/C dibuka di bank, berdasarkan dokumen realisasi L/C
yang diterima dari Bank Koresponden, bank menerbitkan Nota
Disposisi atau dokumen yang dipersamakan dan menyampaikannya
kepada KPPN.

3) Rekening Khusus
a. Atas dasar NPHLN, Dirjen Perbendaharaan (PBN) membuka reksus
pada BI atau bank;
b. Atas permintaan PA/KPA, Dirjen PBN mengajukan permintaan
pengisian inisial deposit kepada DJPU cq Dit. PHLN untuk
kebutuhan pembiayaan selama periode tertentu atau sejumlah yang
ditentukan dalam NPHLN;
c. PA/KPA mengajukan SPM atau SPP, SKM, Reksus L/C dengan
dilampiri dokumen pendukungnya kepada KPPN;
d. Berdasarkan SPM atau SPP, SKM, Reksus L/C sebagaimana
dimaksud, KPPN mnenerbitkan SP2D atau SKM RK L/C dan
selanjutnya menyampaikan kepada BI atau bank;
e. Atas dasar SP2D, BI atau bank melakukan pembebenan kepada
reksus;

12
f. Untuk pengisian kembali reksus, DJPBN mengajukan WA kepada
DJPU cq Dit. PHLN dengan dilampiri dokumen pendukung
sebagaimana yang disyaratkan dalam NPHLN;
g. DJPU dan BI menerima NoD atau dokumen lain yang dipersamakan
dari Dit. PHLN sebagai realisasi penarikan pinjaman.
4) Pembiayaan Pendahuluan
a. Berdasarkan NPHLN atau NPPP dan dokumen anggaran berlaku,
PA/KPA mngajukan bukti-bukti pengeluaran pembiayaan
pendahuluan dan penggunaan uang kepada KPPN;
b. Atas dasar bukti pengeluaran tersebut pada butir 1, dan dokumen
pendukung sebagaimana disyaratkan oleh DJPU cq Dit. PHLN,
KPPN mngajukan APD kepada Dit. PHLN;
c. Dirjen PU, KPPN, dan BI menerima NoD atau dokumen lain yang
dipersamakan dari Dit. PHLN untuk keuntungan rekening BUN atau
rekening kas negara atau rekening PPP;
d. Atas dasar NoD sebagaimana dimaksud, KPPN ditunjuk
menerbitkan SP3 dan mengirimkannya kepada PA/KPA untuk
bahan SAI.
NoD pada Pembayaran Langsung, Letter of Credit (L/C), Pembiayaan
Pendahuluan dianggap sebagai pembebanan piutang. Sedangkan pada
Rekening Khusus didasarkan pada SP2D yang memebebani Insial Deposit.
Pembebabanan piutang tersebut dapat berupa rupiah dan valas.
Pelunasan piutang setelah diterimanya pembayaran peminjam ke rekening
bank penatausaha. Hasil pembayaran peminjam yang diterima ke rekeng bank
penatausaha disetorkan ke RDI/RPD. Penyetoran ke RDI dan RPD dapat berupa
RDI Valas, RDI Rupiah atau RPD Rupiah (tergantung pada naskah penerusan
pinjaman).

2. Dana bergulir adalah dana yang dipinjamkan kepada sekelompok


masyarakat, perusahaan negara/daerah, untuk ditarik kembali setelah jangka
waktu tertentu, dan kemudian disalurkan kembali. Yang dimaksud dana
bergulir di sini adalah pemberian pinjaman dari Rekening Dana Investasi
(RDI) dan Rekening Pembangunan Daerah (RPD).
Mekanisme penarikan pinjaman RDI dan RPD pada dasarnya langsung
dicairkan dari rekening RDI dan RPD. Dokumen pengakuan piutang
didasarkan pada bukti transaksi pengeluaran dana dari rekening RDI/RPD.
Pelunasan piutang setelah diterimanya pembayaran peminjam ke
rekening RDI/RPD yang berada di BI. SA-PPP dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman.

13
DPPP memproses data transaksi penerusan pinjaman dan menyampaikan
laporan beserta ADK kepada DAPK.
Dokumen sumber yang digunakan dalam pengelolaan penerusan
pinjaman adalah:
 dokumen anggaran, contoh: Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
 dokumen pengeluaran, contoh: Notice of Payment (NoP), Surat
Permintaan Membayar (SPM), Nota Kredit
 dokumen penerimaan, contoh: Notice of Disbursement (NoD), Withdrawal
Aplication (WA), SP2D, SP3ULN, Surat Pembukuan Pinjaman Luar Negeri
(SP2LN). Nota Debet
 dokumen lainnya yang dipersamakan.
 Memo penyesuaian
Pemrosesan dokumen sumber menimbulkan pengakuan penerusan
pinjaman, pengeluaran pembiayaan, penerimaan pembiayaan dan
menghasilkan laporan berupa:
a. Laporan Realisasi Anggaran;
b. Laporan Operasional;
c. Laporan Perubahan Ekuitas;
d. Neraca;
e. Catatan atas Laporan Keuangan.

1.10 Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah (SA-TD);


Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah dan
Dana Desa adalah serangkaian prosedur manual maupun yang
terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pengakuan, pencatatan,
pengikhtisaran, serta pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan
atas transaksi transfer ke daerah dan dana desa. Sistem Akuntansi
Transfer ke Daerah diatur berdasarkan PMK nomor 83/PMK.05/2018
Tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Transfer Ke Daerah
Dan Dana Desa.
UAKPA BUN memproses dokumen sumber transaksi keuangan dan
melakukan proses akuntansi transaksi Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Proses akuntansi transaksi Transfer ke Daerah dan Dana Desa terdiri atas:
a. beban dan realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa;
b. piutang Transfer ke Daerah dan Dana Desa;
c. utang Transfer ke Daerah dan Dana Desa; dan
d. transaksi transitoris Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

14
SA-TD dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
selaku UAPBUN Pengelolaan Transfer ke Daerah. DJPK memproses data
transaksi dana perimbangan serta dana otomi khusus dan penyeimbang
kemudian menyampaikan laporan beserta ADK kepada DAPK.
Dokumen sumber yang digunakan dalam pengelolaan transfer ke daerah terdiri
dari:

 dokumen anggaran;

 dokumen pengeluaran;

 dokumen lainnya yang dipersamakan.

 memo penyesuaian

Pemrosesan dokumen sumber menimbulkan pengakuan transfer ke daerah dan


desa serta menghasilkan laporan berupa:

a. Laporan Realisasi Anggaran;


b. Laporan Operasional;
c. Laporan Perubahan Ekuitas;
d. Neraca;
e. Catatan atas Laporan Keuangan.

1.11 Sistem Akuntansi Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (SA-BSBL);


Sistem Akuntansi Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain adalah
serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari
pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan
posisi keuangan dan operasi keuangan atas transaksi subsidi dan belanja
lain-lain. Sistem Akuntansi Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain diatur
berdasarkan PMK nomor 179 /PMK.05/2021 tentang Sistem Akuntansi
Dan Pelaporan Keuangan Belanja Subsidi Dan Belanja Lain-Lain.
UAKPA BUN memproses Dokumen Sumber dan melakukan proses
akuntansi transaksi pengelolaan Belanja Subsidi. Pemrosesan Dokumen
Sumber dan pelaksanaan proses akuntansi transaksi pengelolaan Belanja
Subsidi dilakukan terhadap:
a. Beban Subsidi dan realisasi anggaran Belanja Subsidi;
b. piutang Belanja Subsidi; dan
c. kewajiban Belanja Subsidi.

15
Selain itu UAKPA BUN juga memproses Dokumen Sumber dan
melakukan proses akuntansi transaksi pengelolaan Belanja Lain-Lain.
Pemrosesan Dokumen Sumber dan pelaksanaan proses akuntansi
transaksi pengelolaan Belanja Lain-Lain dilakukan terhadap:
a. Beban Lain-Lain dan realisasi anggaran Belanja Lain-Lain;
b. piutang Belanja Lain-Lain;
c. BMN yang timbul dari realisasi anggaran Belanja Lain-Lain; dan
d. kewajiban Belanja Lain-Lain.
SABS dan SABL dilaksanakan dalam penyusunan dan penyampaian
laporan keuangan yang terdiri atas:
a. LRA;
b. LO;
c. LPE;
d. Neraca; dan
e. CaLK.

1.12 Sistem Akuntansi Transaksi Khusus (SA-TK).


Sistem Akuntansi Transaksi Khusus adalah serangkaian prosedur
manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data,
pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan untuk seluruh
transaksi penerimaan dan pengeluaran aset pemerintah yang terkait
dengan fungsi Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, yang
tidak tercakup dalam Sub Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara
(SABUN) lainnya. Sistem Akuntansi Transaksi Khusus diatur berdasarkan
PMK Nomor 256 / PMK. 05 / 2015 Tentang Sistem Akuntansi Dan
Pelaporan Keuangan Transaksi Khusus sebagaimana terakhir diubah
dengan PMK nomor 127/PMK.05/2018.
SA-BL diterapkan untuk menangani transaksi seperti:
 Pendapatan melalui Rekening BUN yang selama ini dikoordinasikan oleh
Direktorat PNBP dan BLU.
 Pengeluaran yang berhubungan dengan keanggotaan permasalahan
hukum internasional dibawah kelola BKF
 Pengeluaran yang berhubungan dengan permasalahan hukum
internasional dibawah kelola Sekjen Departemen Keuangan
 Pengeluaran yang berhubungan dengan Penerimaan dan Pengeluaran
Jasa Perbendaharaan, Jas aGiro Rekening KPPN dan BUN,Koreksi

16
Pembukuan, Pengembalian dan Pembayaran PFK dibawah kelola ditjen
PBN.
Akuntansi -Transaksi khusus dilaksanakan oleh unit-unit eselon 1 di
lingkup Departemen Keuangan yang diberikan kewenangan oleh Menteri
Keuangan. Unit-unit eselon 1 di lingkup Kementerian Keuangan memproses data
transaksi tersebut dan menyampaikan laporan beserta ADK kepada DAPK.
Dokumen sumber yang digunakan dalam pengelolaan transaksi dari badan
lainnya terdiri dari:
 dokumen anggaran;
 dokumen pengeluaran;
 dokumen penerimaan; dan
 dokumen lainnya yang dipersamakan.
 memo penyesuaian
Pemrosesan dokumen sumber menimbulkan pengakuan transaksi serta
menghasilkan laporan berupa:
a. Laporan Realisasi Anggaran;
b. Laporan Operasional;
c. Laporan Perubahan Ekuitas;
d. Neraca;
e. Catatan atas Laporan Keuangan.

1.13 Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya (SAPBL).


Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Lainnya adalah
serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari
pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan
posisi keuangan dan ikhtisar laporan keuangan badan lainnya. Diatur
berdasarkan PMK nomor 260/PMK.05/2014 tentang Sistem Akuntansi Dan
Pelaporan Keuangan Badan Lainnya sebagaimana terakhir diubah dengan
PMK nomor 219/PMK.05/2016.
Berdasarkan pengelolaan keuangannya, Unit Badan Lainnya (UBL)
yang menerima dana dari APBN dan Non APBN terdiri atas:
a. UBL Satker/Bagian Satker; dan
b. UBL Bukan Satker.
Perbedaan dari kedua jenis UBL tersebut adalah:
a. UBL Satker/Bagian Satker secara struktural tidak berada di bawah
Kementerian Negara/Lembaga namun pengelolaan keuangannya
menginduk pada Bagian Anggaran tertentu. Proses perencanaan,

17
pelaksanaan, dan pelaporan mengikuti ketentuan teknis pengelolaan
keuangan yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga dengan
berpedoman pada peraturan yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
b. UBL Bukan Satker bukan bagian dari Kementerian Negara/Lembaga
tertentu dan pengelolaan keuangannya tidak menginduk ke Bagian
Anggaran tertentu. Proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan dengan mengedepankan proses efisiensi dan efektivitas
guna mendukung pencapaian sasaran sesuai yang diamanatkan
Presiden sehingga pengelolaan keuangannya di luar mekanisme
APBN.
Unit Badan Lainnya (UBL) adalah unit organisasi yang termasuk
kekayaan negara yang tidak dipisahkan yang didirikan dengan tujuan
untuk melaksanakan program dan kegiatan tertentu sesuai yang
diamanatkan oleh peraturan perundangan-undangan dan/atau mendukung
fungsi Kementerian Negara/Lembaga (KL) dimana secara hierarkis tidak di
bawah dan tidak bertanggung jawab secara langsung kepada KL tertentu.
UBL bukan merupakan bagian yang terintegrasi dengan Kementerian
Negara/Lembaga tertentu sehingga bentuk organisasinya bervariasi,
tergantung dari kebutuhan pada saat dibentuk melalui peraturan
perundang-undangan. Pembentukan dan penentuan UBL tentunya
memperhatikan fleksibilitas pengambilan keputusan oleh Pimpinan UBL
dalam rangka menjalankan tugas dan kewenangannya untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan pada saat pendirian. Berbagai jenis UBL yang
telah ada sampai sekarang adalah:
1. Akademi;
2. Badan;
3. Dewan;
4. Komisi;
5. Komite;
6. Konsil;
7. Korps;
8. Lembaga;
9. Otorita; dan
10. Unit Kerja.

18
Karakteristik yang membedakan UBL dengan Kementerian
Negara/Lembaga adalah:
a. Merupakan lembaga non struktural sehingga struktur organisasinya
tidak seperti yang diatur dalam peraturan yang mengatur mengenai
organisasi pada Kementerian Negara/Lembaga.
b. Bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden selaku
Pejabat yang memberikan penugasan secara langsung.
c. Keanggotaan dari UBL tidak semata-mata dari PNS, namun dapat
berasal dari swasta, pensiunan PNS/TNI/POLRI, dan/atau tokoh dari
berbagai bidang yang memiliki keahlian yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas UBL tersebut.
d. Tugasnya terkait dengan tugas, pokok, dan fungsi Kementerian
Negara/Lembaga tertentu sehingga perlu ada sinkronisasi dan
koordinasi agar program dan rencana dapat berhasil dengan baik
dan tidak saling tumpang tindih.
e. Struktur organisasi relatif lebih sederhana apabila dibandingkan
dengan struktur organisasi pada Kementerian Negara/Lembaga.
f. Pengambilan kebijakan bersifat independen (tidak dipengaruhi oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga tertentu).

UBL Satker/Bagian Satker melaksanakan pengelolaan keuangan


yang meliputi seluruh aset, utang, ekuitas, pendapatan, belanja, dan
beban berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai
perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBN. Dalam hal
UBL Satker/Bagian Satker mendapatkan dana dari non APBN, dana
tersebut diperlakukan sebagai:
a. Pendapatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); atau
b. Pendapatan Hibah.

UBL Satker dan UBL Bagian Satker menyelenggarakan akuntansi


dan pelaporan keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Standar Akuntansi Pemerintahan dengan
menggunakan sistem aplikasi terintegrasi. Kegiatan akuntansi dan

19
pelaporan yang dilakukan UBL Satker menghasilkan Laporan Keuangan
dan ILK berupa:
a. LRA;
b. LO;
c. LPE;
d. Neraca; dan
e. CaLK.
Sedangkan UBL Bagian Satker hanya perlu menyusun Iktisar
Laporan Keuangan (ILK).

UBL Bukan Satker menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan


keuangan sesuai dengan sistem akuntansi yang diatur oleh masing-
masing UBL dan Standar Akuntansi Pemerintahan atau Standar Akuntansi
Keuangan. Kegiatan akuntansi dan pelaporan menghasilkan laporan
keuangan dan ILK paling sedikit terdiri atas:
a. LO atau laporan keuangan yang dipersamakan;
b. Neraca atau laporan keuangan yang dipersamakan; dan
c. CaLK

1.14 Akuntansi dan Pelaporan Keuangan.


SAK diatur dalam pasal 21 – 31 PMK 213/PMK.05/2013 dan tidak
mengalami perubahan pada PMK 215/PMK.05/2016. Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan menghasilkan LRA, LO, LPE dan Neraca, namun
laporan keuangan yang dihasilkan tersebut merupakan laporan
keuangan pada tingkat kementerian/lembaga. Dikarenakan dalam
struktur organisasi kementerian/lembaga sangat berjenjang dimulai dari
kementerian/lembaga sampai dengan kantor/satuan kerja, maka dalam
pelaksanannya, dibentuk unit akuntansi keuangan pada jenjang-jenjang
tersebut. Proses akuntansi diawali dari unit terendah, yaitu unit akuntansi
pada level kantor. Laporan keuangan yang dihasilkan kemudian akan
diberikan kepada unit akuntansi di atasnya untuk
digabung/dikonsolidasikan. Demikian seterusnya, sehingga pada
akhirnya akan diperoleh laporan keuangan pada tingkat
kementerian/lembaga.

20
Proses pelaksanaan di masing-masing unit akuntansi dapat dilihat
pada bagan berikut :

1.15 Akuntansi dan Pelaporan BMN.


SIMAK-BMN diatur dalam pasal 32 – 40 PMK 213/PMK.05/2013 dan
tidak mengalami perubahan pada PMK 215/PMK.05/2016. Secara
umum, barang adalah bagian dari kekayaan yang merupakan satuan
tertentu yang dapat dinilai/dihitung/diukur/ditimbang, tidak termasuk uang
dan surat berharga.
Menurut UU Nomor 1 Tahun 2004, Barang Milik Negara adalah
semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal
dari perolehan lainnya yang sah. Contoh perolehan lainnya yang sah
adalah hibah atau rampasan/sitaan. Tidak termasuk dalam pengertian
Barang Milik Negara adalah barang-barang yang dikuasai atau dimiliki
oleh:
a. Pemda (bersumber dari APBD)
b. BUMN/BUMD
c. Bank pemerintah dan lembaga keuangan milik pemerintah
Dalam akuntansi pemerintah pusat, SIMAK-BMN sebagai subsistem
dari Sistem Informasi Akuntansi (SAI) bertujuan menghasilkan neraca
dan laporan barang milik daerah. Untuk mencapai tujuan tersebut,

21
Kementerian/Lembaga membentuk Unit Akuntansi Barang sebagai
berikut:
a. Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB), berada pada level
Kementerian/Lembaga. Penanggungjawabnya adalah
menteri/pimpinan lembaga.
b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang-Eselon 1 (UAPPB-E1),
yang berada pada level eselon I. Penanggungjawabnya adalah
pejabat eselon I.
c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang-Wilayah (UAPPB-W)
yang berada pada tingkat wilayah. Penanggungjawabnya adalah
kepala kantor wilayah atau kepala unit kerja yang ditetapkan sebagai
UAPPB-W.
d. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB) yang berada pada
level Kuasa Pengguna Anggaran (kantor). Penanggungjawabnya
adalah kepala kantor/satuan kerja.
Unit Akuntansi Barang, selain melakukan proses terhadap dokumen
sumber untuk menghasilkan laporan barang milik negara, juga wajib
berkoordinasi dengan Unit Akuntansi Keuangan untuk penyusunan
neraca (terkait dengan pengadaan barang) serta dalam pembuatan
catatan atas laporan keuangan khususnya catatan mengenai barang
milik negara.
Proses pelaksanaan akuntansi barang di masing-masing UAB dapat
dilihat dalam diagram berikut:

22
1.16 Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Hasil keluaran dari proses Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
(SAPP) berupa Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Dasar
hukum penyusunan LKPP ialah sebagai berikut :
a. Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara.
d. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan Lampiran I (Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan Berbasis Akrual).
d. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun
2018 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
e. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
215/PMK.05/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan
Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
f. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
214/PMK.05/2013 tentang Bagan Akun Standar.
g. Peraturan Menteri Keuangan nomor 225/PMK.05/2019 tentang
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat.

Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun LKPP Semester


I dan Tahunan. Penyusunan LKPP dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
selaku Unit Akuntansi Pemerintah Pusat. LKPP disusun berdasarkan
konsolidasi dari Laporan Keuangan BUN dan Laporan Keuangan

23
kementerian negara/lembaga dengan menggunakan sistem aplikasi
terintegrasi. LKPP tersebut terlebih dahulu direviu oleh Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah. Reviu atas Laporan Keuangan
kementerian negara/lembaga dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan
Intern Pemerintah pada kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
Reviu atas Laporan Keuangan BUN dilaksanakan oleh Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
selaku BUN. Sedangkan Reviu atas LKPP dilaksanakan oleh BPKP.
LKPP ini disampaikan kepada DPR sebagai pertanggungjawaban
atas pelaksanaan APBN. Sebelum disampaikan kepada DPR, LKPP
diaudit oleh BPK. LKPP yang dihasilkan dari proses SAPP paling sedikit
berupa:
a. Laporan Realisasi Anggaran;
b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;
c. Neraca;
d. Laporan Operasional;
e. Laporan Arus Kas;
f. Laporan Perubahan Ekuitas; dan
g. Catatan atas Laporan Keuangan.

24
BAB II
ANALISA SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN PEMERINTAH PUSAT
“STUDI KASUS IMPELEMNTASI SA-TKDD – PENYALURAN DANA BANTUAN
OPERASIONAL (BOS) KE PEMERINTAH PROVINSI RIAU”

2.1 Implementasi Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah dan Dana Desa.


2.1.1 Definisi Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa
Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) adalah bagian dari
Belanja Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan desentralisasi
fiskal. TKDD terdiri dari Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah (DID),
Dana Otonomi Khusus, dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta serta Dana Desa. Dana Perimbangan terdiri atas Dana
Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil
(DBH). Dana Alokasi Khusus (DAK) terbagi menjadi DAK Fisik dan DAK
Nonfisik.
Dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan masing-masing
tingkat UAKPA BUN, tingkat UAKKPA BUN Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa, tingkat UAPBUN, dan pencatatan transaksi Transfer ke
Daerah dan Dana Desa, UAKPA BUN memproses dokumen sumber
transaksi keuangan dan melakukan proses akuntansi dengan
mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi terkait pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan kejadian terkait transaksi
Transfer ke Daerah dan Dana Desa, yang terdiri dari:
a. Beban dan Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa;
b. Piutang Transfer ke Daerah dan Dana Desa;
c. Utang Transfer ke Daerah dan Dana Desa; dan
d. Transaksi Transitoris Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Secara arus keuangan, Transfer ke Daerah dan Dana Desa
merupakan pengeluaran uang dari entitas pelaporan ke entitas pelaporan
lain, dalam hal ini yaitu Pemerintah Pusat ke Pemda.

2.1.2 Proses Akuntansi Beban Dan Realisasi Anggaran Transfer Ke Daerah


Dan Dana Desa
Pelaksanaan Transfer ke Daerah dan an Dana Desa oleh BA BUN
Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa tidak lepas dari

25
dokumen pelaksanaan anggaran yang tertuang dalam DIPA yang
disahkan setiap tahunnya. DIPA Pengelolaan Transfer ke Daerah dan
Dana Desa tersebut tidak memuat rincian alokasi transfer ke daerah dan
dana desa per provinsi/kabupaten/ kota dan/ atau desa. Rincian alokasi
transfer ke daerah dan dana desa per provinsi/ kabupaten/kota dan/ atau
desa dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Penetapan Rincian
Transfer ke Daerah dan Dana Desa (SKPRTD) atau dokumen yang
dipersamakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
mengenai pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa.
SKPRTD atau dokumen yang dipersamakan merupakan surat
keputusan yang menj adi komitmen pemerintah atas pengeluaran yang
menjadi beban anggaran yang memuat rincian jumlah transfer per
daerah untuk setiap j enis transfer dalam periode tertentu. Komitmen
pemerintah ini menjadi catatan manaj emen KPA BUN Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa namun tidak membentuk penyajian
dan pengungkapan pada komponen dan pos-pos Laporan Keuangan.
Beban Transfer ke Daerah dan Dana Desa diakui pada saat:
a. Resume tagihan yang telah diverifikasi dan divalidasi oleh KPA BUN
sehubungan dengan pelaksanaan realisasi anggaran Transfer ke
Daerah dan Dana Desa; dan/ atau
b. Timbulnya kewajiban pemerintah atas kurang salur dan/ atau kurang
bayar Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang menjadi hak
provinsi/kabupaten/kota dan/ atau desa dalam satu periode tahun
anggaran.

Sedangkan Realisasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa


diakui pada saat diterbitkannya SP2D oleh KPPN mitra kerja KPA BA
BUN Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Transfer ke Daerah dan Dana
Desa yang merupakan realisasi transfer pemerintah pusat kepada
Pemda, diukur sebesar nilai nominal sesuai dengan SPM / SP2D. Dalam
hal transaksi Transfer ke Daerah dan Dana Desa terdapat potongan
pengembalian dan/ atau potongan sehubungan dengan pelaksanaan
pemotongan dana transfer yang diterima Pemda sesuai ketentuan dan
peraturan pelaksanaan dan pengelolaan transfer yang mendasarinya,
realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa diukur sebesar nilai

26
brutonya dengan merujuk nilai nominal yang tercantum pada SPM yang
terlah diterbitkan SP2D oleh KPPN.
Berdasarkan cara penerimaan pengembalian, pengakuan transaksi
realisasi penerimaan dari pengembalian Transfer ke Daerah dan Dana
Desa dapat dilakukan melalui:
a. potongan SPM/ SP2D atas realisasi transfer; dan/ atau
b. penyetoran ke rekening kas Negara sesuai dengan Bukti Penerimaan
Negara atau yang dipersamakan.

Berdasarkan periode transfer, pengakuan transaksi realisasi


penerimaan dari pengembalian Transfer ke Daerah dan Dana Desa
diklasifikasikan dua transaksi yaitu:
a. penerimaan dari pengembalian Transfer ke Daerah dan Dana Desa
tahun anggaran berjalan; dan
b. penerimaan dari pengembalian Transfer ke Daerah dan Dana Desa
tahun anggaran yang lalu.

Dalam hal terdapat penerimaan dari pengembalian Transfer ke


Daerah dan Dana Desa tahun anggaran berjalan tidak terkait dengan
pengakuan dan penyelesaian piutang transfer yang dilakukan, baik
melalui cara potongan SPM / SP2D atas realisasi transfer maupun
penyetoran ke rekening kas negara sesuai dengan Bukti Penerimaan
Negara atau yang dipersamakan, dicatat sebagai berikut:
a. pengembalian Transfer ke Daerah dan Dana Desa tahun anggaran
berjalan menggunakan akun transaksi realisasi Transfer ke Daerah
dan Dana Desa tahun anggaran berjalan itu sendiri;
b. pengurang nilai realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Des a yang
ada dalam pos Transfer ke Daerah dan Dana Desa di LRA;
c. pengurang nilai beban transfer yang ada dalam pos Beban Transfer
di LO.
Dalam hal terdapat penerimaan dari pengembalian Transfer ke
Daerah dan Dana Desa tahun anggaran yang lalu tidak terkait dengan
pengakuan dan penyelesaian piutang transfer yang dilakukan, baik
melalui cara potongan SPM / SP2D atas realisasi transfer maupun

27
penyetoran ke rekening kas negara sesuai dengan Bukti Penerimaan
Negara atau yang dipersamakan, dicatat sebagai berikut:
a. pengembalian Transfer ke Daerah dan Dana Desa tahun yang lalu
menggunakan akun penerimaan kembali Transfer ke Daerah dan
Dana Desa tahun anggaran yang lalu;
b. menambah nilai penerimaan kembali Transfer ke Daerah dan Dana
Desa tahun anggaran yang lalu dalam pos PNBP lainnya di LRA;
c. menambah nilai penerimaan kembali Transfer ke Daerah dan Dana
Desa tahun anggaran yang lalu dalam pos Kegiatan Non Operasional
Lainnya di LO.

2.1.3 Penyaluran Dana Bantuan Operasional Sekolah ke Daerah


Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.07/2020
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
48/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik,
Dana Alokasi Khusus Nonfisik (DAK Nonfisik) adalah dana yang
dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada
Daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus
nonfisik yang merupakan urusan daerah. Salah satu komponen DAK
Nonfisik adalah Dana Bantuan Operasional Sekolah (Dana BOS). Dana
BOS adalah dana yang digunakan terutama untuk mendanai belanja
nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah sebagai
pelaksana program wajib belajar dan dapat dimungkinkan untuk
mendanai beberapa kegiatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dana BOS dianggarkan melalui kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan
kebudayaan, dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset,
dan Teknologi (Kemdikbuddikti). Kemdikbuddikti menyampaikan
perkiraan kebutuhan Dana BOS kepada Kementerian Keuangan melalui
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). DJPK selaku
Pengelola TKDD menyusun Indikasi Kebutuhan Dana (IKD) DAK Nonfisik
dengan memperhatikan prioritas DAK Nonfisik, perkembangan dana
transfer 3 (tiga) tahun terakhir, perkiraan kebutuhan belanja operasional
dan/atau biaya per unit (biaya satuan) untuk masing-masing DAK

28
Nonfisik, dan pengalihan dana dekonsentrasi. Setelah itu, DJPK
menyampaikan IKD DAK Nonfisik kepada Direktorat Jenderal Anggaran
(DJA). IKD DAK Nonfisik digunakan sebagai bahan kebijakan alokasi
DAK Nonfisik yang disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan
Perwakilan Rakyat pada saat Pembahasan Nota Keuangan dan
Rancangan Undang-Undang mengenai APBN yang nantinya akan
disahkan menjadi UU APBN.
Penyaluran DAK Nonfisik dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan
dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum
Daerah (RKUD). Penyaluran Dana BOS dilakukan tanpa melalui RKUD.
Penyaluran Dana BOS dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan dari
RKUN ke Rekening Sekolah.
Dalam rangka pelaksanaan anggaran Transfer ke Daerah, DJPK
menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) sebagai perintah
pemindabukuan dari RKUN ke RKUD. SPM tersebut disampaikan
kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan
Kas Negara. Berdasarkan SPM tersebut Direktorat Jenderal
Perbendaharaan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.05/2018
tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah
dan Dana Desa, DJPK selaku Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Kuasa Pengguna Anggaran BUN (UAKPA BUN) memproses dokumen
sumber transaksi keuangan dan melakukan proses akuntansi transaksi
Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
Selain itu, DJPK selaku UAKPA BUN juga menyusun laporan keuangan
yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan
Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Catatan atas
Laporan Keuangan (CaLK).

2.2 Permasalahan Implementasi Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah


dan Dana Desa.
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa Penyaluran Dana BOS
dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan dari RKUN ke Rekening
Sekolah, tanpa melalui RKUD. DJPK menerbitkan Surat Perintah
Membayar (SPM) sebagai perintah pemindabukuan dari RKUN ke

29
rekening sekolah. SPM tersebut disampaikan kepada Direktur Jenderal
Perbendaharaan melalui Direktur Pengelolaan Kas Negara. Berdasarkan
SPM tersebut Direktorat Jenderal Perbendaharaan menerbitkan Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D). Berdasarkan SP2D yang diterbitkan,
Unit Akuntansi melakukan pencatatan dan diakui sebagai belanja transfer
pada Laporan Realisasi Anggaran (LRA).
Pemerintah Daerah selaku penerima dana juga harus melakukan
pencatatan akuntansi dan mengakui penerimaan dana bos oleh sekolah
sebagai Pendapatan Transfer dengan dokumen sumber berupa Surat
Pengesahan Transfer (SPT) yang dibuat berdasarkan pemberitahuan
(notifikasi) yang disampaikan oleh KPPN.
Pemerintah Provinsi Riau sebagai salah satu penerima dana BOS
untuk tahun anggaran 2021 menemukan beberapa peristiwa yang
berdampak terhadap LKPD Provinsi Riau Tahun Anggaran 2021 :
1. Adanya gagal transfer dana BOS yang disebabkan oleh kurang
lengkapnya dokumen dari pihak sekolah. Kejadian ini baru diketahui
ketika adanya laporan dari Dinas Pendidikan Provinsi Riau ke
BPKAD Provinsi Riau bahwa sekolah belum menerima dana BOS
tahun anggaran 2021.
2. Adanya pengembalian dana BOS yang disetorkan langsung oleh
sekolah ke Kas Daerah, yang seharusnya disetorkan ke Kas Negara.
Hal ini terjadi karena sekolah bersangkutan sudah tidak beroperasi
(tutup).

Peristiwa tersebut diatas tentu berdampak secara akuntansi dan


seharusnya mempengaruhi laporan keuangan, baik itu pemerintah pusat
selaku penyalur maupun pemerintah daerah selaku penerima. Berikut
akan dijelaskan dampak dari kedua peristiwa tersebut diatas terhadap
laporan keuangan :
1. Peristiwa gagal transfer
Terdapat gagal transfer BOS sebesar Rp358.137.000,- dengan
rincian SMK KEHUTANAN NEGERI sebesar Rp149.760.000 dan
SMKN 2 Tambusai 208.377.000. Hal ini baru diketahui pada
pertengahan bulan januari 2022 ketika Bidang Akuntansi dan
Pelaporan BPKAD Provinsi Riau menghitung SiLPA tahun anggaran

30
2021. Bidang akuntansi dan Pelaporan menemukan adanya selisih
antara pendapatan transfer BOS yang sudah dicatat berdasarkan
SPT dengan Surat Pengesahan Belanja BOS yang disampaikan oleh
Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Setelah dikonfirmasi ke Dinas
Pendidikan yang selanjutnya pihak Dinas Pendidikan melakukan
koordinasi dengan sekolah, diketahui bahwa dana sebagaimana
diatas belum diterima oleh sekolah bersangkutan.
Berdasarkan informasi tersebut, BPKAD melakukan konfirmasi
ke KPPN. Dengan adanya konfirmasi ini, Direktorat Jendral
Perbendaharaan melalui Kantor Wilayah Direktorat Jendral
Perbendaharaan Provinsi Riau memberitahukan kepada Kepala
Dinas Pendidikan Provinsi Riau melalui surat nomor
S-204/WPB.04/KP.01/2022 tanggal 19 Januari 2022 agar
berkoordinasi dengan sekolah terkait guna memperbaiki dokumen
dan disampaikan ke KPPN paling lambat tanggal 21 Januari 2022
agar dana BOS dimaksud bisa segera di transfer ke rekening
sekolah.
Peristiwa ini berdampak terhadap lebih saji pendapatan pada
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Laporan Operasional (LO)
Provinsi Riau karena dana BOS yang gagal transfer tersebut sudah
diakui sebagai pendapatan transfer dana BOS. Hal ini tentu
seharusnya juga berdampak terhadap lebih saji pengakuan belanja
dan beban pada laporan keuangan pemerintah pusat karena SP2D
atas dana BOS yang gagal transfer tersebut sudah terbit yaitu SP2D
nomor 210081301019722 tanggal 13 Oktober 2021. Berdasarkan
SA-TKDD sebagaimana dijelaskan diatas bahwa Realisasi
anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa diakui pada saat
diterbitkannya SP2D oleh KPPN mitra kerja KPA BA BUN
Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Transfer ke Daerah dan
Dana Desa yang merupakan realisasi transfer pemerintah pusat
kepada Pemda, diukur sebesar nilai nominal sesuai dengan SPM
/ SP2D.

31
2. Peristiwa Pengembalian Dana Bos.
Pemerintah Provinsi Riau melakukan pengembalian dana BOS
tahun 2021 sebesar Rp56.924.340 yang disebabkan oleh sekolah
penerima dana BOS sudah tidak beroperasi (tutup). Uang tersebut
disetorkan oleh sekolah ke Rekening Kas Umum Daerah yang
seharusnya disetorkan ke RKUN. Hal ini karena dana BOS
tersebut langsung ditransfer ke rekening sekolah tanpa melalui
RKUD. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman sekolah
terhadap mekanisme pengembalian dana BOS yang bersumber
dari APBN (BOSNAS). Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis
Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Reguler,
sekolah harus mengembalikan Dana BOS dan disetor ke kas
negara melalui KPPN.
Atas peristiwa ini Provinsi Riau melakukan koreksi atas
pendapatan transfer, belanja dan beban serta mengakui kas yang
masuk ke rekening kas daerah sebagai pendapatan lain-lain.
Namun terhadap laporan keuangan pemerintah pusat peristiwa ini
tentu tidak berdampak terhadap laporan keuangan karena
pengembalian dana BOS tersebut memang belum disetorkan ke
RKUN.
Sesuai dengan SA-TKDD sebagaimana dijelaskan diatas
bahwa apabila pengembalian transfer dilakukan pada tahun
berjalan maka dilakukan koreksi terhadap belanja dan beban
transfer. Namun apabila pengembalian dana transfer dilakukan
pada tahun berikutnya maka diakui sebagai penerimaan kembali
Transfer ke Daerah pada pos penerimaan PNBP Lainnya dalam
Laporan Realisasi Anggaran dan penerimaan kembali Transfer ke
Daerah dalam pos Kegiatan Non Operasional Lainnya dalam
Laporan Operasional.

32
2.3 Saran
Agar peristiwa serupa berkenaan dengan penyaluran dana BOS ke
daerah tidak terjadi lagi maka perlu dilakukan beberpa langkah
perbaikan, yaitu :
a. Pelaksanaan rekonsiliasi antara Pemerintah daerah selaku penerima
dana dan Pemerintah Pusat selaku penyalur dana.
Pasal 7 PMK nomor 83/PMK.05/2018 mengatur terkait
rekonsiliasi dimana UAKPA BUN melakukan rekonsiliasi data
transaksi realisasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa
dengan kuasa BUN daerah. Seharusnya rekonsiliasi juga dilakukan
antara Pemerintah Daerah yang diwakili SKPD pengelolaan
keuangan daerah dan SKPD teknis penerima dana BOS dengan
Pemerintah Pusat (KPPN Wilayah). Rekonsiliasi bertujuan untuk
mencocokan data antara penerima dan penyalur dana BOS,
sehingga ketika disajikan dalam laporan keuangan masing-masing
instansi sudah sesuai dengan seharusnya.
b. Pelaksanaan peningkatan SDM pengelola dana BOS disekolah.
Keterbatasan pengetahuan SDM yang ada disekolah terhadap
mekanisme pengelolaan dana BOS mengakibatkan terjadinya
kesalahan yang salah satunya seperti peristiwa kedua diatas. Oleh
karena itu perlu dilakukan pembinaan dan peningkatan kemampuan
bagi SDM pengelola dana BOS disekolah baik itu dilakukan oleh
pemerintah pusat selaku penyalur dana yang langsung ditransfer ke
rekening sekolah, maupun pemerintah daerah.
c. Revisi Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Berdasarkan PSAP 02 Belanja diakui pada saat terjadinya
pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah dan
Pendapatan-LRA diakui pada saat diterima pada Rekening Kas
Umum Negara/Daerah. Sedangkan dana BOS saat ini sudah tidak
melalui RKUD, namun langsung dari RKUN ke rekening sekolah.
Oleh karena itu perlu dilakukan revisi SAP untuk mengatur
pengakuan pendapatan dan belanja yang tidak dilakukan melalui
RKUD sebagaimana dana BOS.

33
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan Lampiran I (Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
Berbasis Akrual).
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 271/PMK.05/2014
Tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Hibah;
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 259/PMK.05/2014
Tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Pengelolaan
Penerusan Pinjaman;
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 181/PMK.05/2015
tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Utang Pemerintah.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 209/PMK.05/2015
Tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Investasi
Pemerintah;
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 215/PMK.05/2016
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat;
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 219/PMK.05/2016
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
260/PMK.05/2014 Tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Badan Lainnya;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.05/2018 tentang Sistem Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan Transfer ke Daerah dan Dana Desa
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 83/PMK.05/2018
Tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Transfer Ke Daerah
Dan Dana Desa;
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 127/PMK.05/2018
Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor

34
256/PMK.05/2015 Tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan
Transaksi Khusus;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.07/2020 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.07/2019 tentang
Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik;
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2021 tentang
Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah
Reguler;
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 179/PMK.05/2021
tentang Sistem Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Belanja Subsidi Dan
Belanja Lain-Lain;
Kementerian Keuangan. https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-
opini/memahami-dana-transfer-ke-daerah-dan-dana-desa/
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
http://ditpsd.kemdikbud.go.id/upload/filemanager/2021/BOS
%202021/01.1-Evaluasi%20dan%20Kebijakan%20BOS%202021.pdf

35

Anda mungkin juga menyukai