Anda di halaman 1dari 6

KOMITE AUDIT & SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL

Anggota Kelompok 8:
1. Annisa Nanda Anggraini (1810313320006)
2. Desy Selyati (1810313120004)
3. Harry Firmansyah (1810313210004)
4. Kezia Lynn Dwi Putri (1810313220038)
5. Putri Aurilia Amada (1810313120056)
6. Putri Widyasari (1810313320008)
7. Tri Oktavia (1810313120042)

Penyertaan Kepengarangan
Kami yang menyusun makalah ini menyatakan bahwa makalah terlampir adalah murni hasil
pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa
menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan
untuk makalah pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami
menyatakan menggunakannya. Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini,
dapat diperbanyak dan/atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Daftar Materi :
1. Pengertian Komite Audit
2. Struktur, Tugas dan Tanggung jawab, serta Wewenang Komite Audit*)
3. Regulasi Komite Audit di Indonesia
4. Implementasi Prinsip GCG di Komite Audit
5. Pengendalian Internal dan Kerangka COSO
6. Auditor Internal: pada BUMN dan Perusahaan Publik
7. Pendekatan Audit Berbasis Risiko
8. Audit Internal Bernilai Tambah
Keterangan: *) Sub-materi tambahan

Materi
1. Pengertian Komite Audit
Secara umum komite diartikan sebagai orang-orang yang ditunjuk untuk
melaksanakan tugas tertentu. Sedangkan dalam konteks penerapan tata kelola
korporasi, Komite Audit dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan
Komisaris dengan tujuan agar prinsip-prinsip GCG (Good Corporate Governance) dapat
terlaksana secara konsisten dan relevan, khususnya transparansi dan pengungkapan
informasi. (Tjager dkk, 2003 dalam Hartono & Nugrahanti, 2014). Serupa dengan Pasal
1 ayat (1) Peraturan OJK 55/2015, Komite Audit dapat membantu pelaksanaan tugas
dan fungsi dewan komisaris dalam dalam mengawasi secara menyeluruh. Sehingga,
secara singkat Komite Audit dapat diartikan sebagai salah satu komite yang dibentuk

1
oleh Dewan Komisaris untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang
berhubungan dengan tata kelola perusahaan agar dapat terciptanya efektifitas
pengendalian dalam pengelolaan manajemen.

2. Struktur, Tugas dan Tanggung jawab, serta Wewenang Komite Audit


Komite audit wajib dimiliki oleh entitas BUMN atau perusahaan publik karena
sahamnya diperjual belikan kepada masyarakat umum, seperti dalam hal transparansi
dan pengungkapan informasi publik. Namun, bagi yang bukan emiten atau
perusahaan publik memang tidak wajib membentuk komite audit. Dalam buku GCG
(2015) karya Dedi Kusmayadi dkk, untuk jumlahnya sendiri, sekurang-kurangnya 1
(satu) orang Komisaris Independen dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota
lainnya yang berasa dari luar perusahaan tersebut, sehingga totalnya paling sedikit
berjumlah 3 (tiga) orang. Pengangkatan maupun pemberhentiannya harus dilaporkan
kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Menurut FCGI, pada umumnya, Komite Audit mempunyai tanggung jawab
pada tiga bidang yang merepresentasikan tugasnya per ruang lingkup, yaitu: (i)
Laporan Keuangan (Financial Reporting), dengan kebijakan akuntansi yang mendasari
laporan keuangan yang diperoleh dari pejabat dalam bidang akuntansi perlu dipahami
oleh Komite Audit agar dapat melaksanaan tugasnya dalam memastikan laporan
keuangan tersebut benar sesuai kondisi; (ii) Tata Kelola Perusahaan (Corporate
Governance), diharapkan mampu meningkat mutu perusahaan dalam memberikan
perlindungan dan keamanan bagi para pemegang saham, melalui kepatuhan terhadap
regulasi yang berlaku; (iii) Pengawasan Perusahaan (Corporate Control), dalam
mengawasi kegiatan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya melalui sistem
pengendalian internal.
Dilansir pada FCGI, adapun wewenang dari Komite Audit sendiri, meliputi: (i)
Akses terhadap dokumen, data, dan informasi perusahaan tentang karyawan, dana,
aset, dan sumber daya perusahaan yang diperlukan; (ii) Berkomunikasi secara
langsung dengan karyawan dalam menjalankan fungsinya; dan, (iii) Terlibat dengan
pihak independen lain di luar anggota Komite Audit membantu pelaksanaan tugasnya
(jika diperlukan).

3. Regulasi Komite Audit di Indonesia


Landasan hukum mengenai pembentukan Komite Audit di lingkungan Emiten
atau Perusahaan Publik, antara lain ditinjau melalui:
i. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 70 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa “Dewan Komisaris wajib membentuk Komite Audit yang
bekerja secara kolektif dan berfungsi sebagai pengawas Perusahaan”;
ii. Pasal 121 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseoran
Terbatas (UUPT);

2
iii. Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-05/MBU/2006 tanggal 20 Desember
2006 tentang Komite Audit bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
diperbarui dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-12/MBU/2012
tanggal 24 Agustus 2012 tentang Organ Pendukung Dewan Komisaris/Dewan
Pengawas BUMN;
iv. Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-09/MBU/2012 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-
01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG)
pada BUMN;
v. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 21/POJK.04/2014 tentang
Penerapan Pedoman Tata Kelola (Corporate Governance) Perusahaan Terbuka
(PT);
vi. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 55/POJK.04/2015 tentang
Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit.

4. Implementasi Prinsip GCG di Komite Audit


Pada dasarnya, Komite Audit berperan dalam mengatasi berbagai
penyimpangan/masalah keagenan melalui perannya dalam pengendalian internal
perusahaan dengan memastikan ketepatan laporan keuangan, sehingga
meningkatkan efektivitas perusahaan. Oleh karena itu, sesuai dengan prinsip GCG
menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), yakni: transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kesetaraan. Berikut penjelasan
lebih lanjut antara lain:
i. Keterbukaan/Transparansi
Peran prinsip transparansi berguna dalam menjaga pbjektivitas
kegiatan usahanya melalui penyediaan materi informasi yang relevan kepada
para pemegang saham maupun pemangku kepentingan. Selain itu, juga
mampu memastikan ketersediaan informasi yang tepat waktu, memadai, jelas,
akurat, serta mudah diakses.
ii. Akuntabilitas
Prinisp ini menjadi bentuk pertanggungjawaban Perusahaan kepada
para pemegang saham dan pemangku kepentingan untuk menunjukkan
pengelolaan Perseroan dilakukan dengan benar, terukur, dan sesuai
kepentingan Perseroan, tanpa mengesampingkan kepentingan pemegang
saham dan pemangku kepentingan.
iii. Responsibilitas
Sebagai perusahaan, memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan
usahanya sesuai dengan regulasi yang berlaku, sehingga kepatuhan
perusahaan atas peraturan tersebut mampu memberikan jaminan
kepercayaan kepada para pihak berkepentingan.
iv. Independensi

3
Pilar independensi mendorong pengelolaan perusahaan yang baik,
sehingga tidak saling mendominasi, tidak terpengaruh oleh kepentingan
tertentu, serta bebas dari berbagai kepentingan, maka dalam pengambilan
keputusan akan lebih objektif dan menghasilkan keputusan yang optimal bagi
kepentingan pemegang saham, pemangku kepentingan, dan para karyawan.
v. Kesetaraan
Perusahaan diharapkan senantiasa memberikan kesempatan yang
wajar kepada setiap pihak untuk mengakses informasi perusahaan sesuai
dengan prinsip keterbukaan, sehingga senantiasa menjaga dan
memperhatikan keseimbangan antara hak dan kewajiban karyawan secara adil
dan wajar.

5. Pengendalian Internal dan Kerangka COSO


Menurut COSO, pengendalian internal sebagai suatu prosedur dalam
memberikan efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan
kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Untuk itu, COSO menerbitkan kerangka
kerja pengendalian internal pada tanggal 14 Mei 2013 sebagai revisi dari versi utama
tahun 1992, melalui “Kerangka Kerja Pengendalian Internal (Internal Control
Integrated Framework)”, dengan komponen-komponen sebagai berikut:

Gambar 1. COSO Internal Control Framework (2013)

i. Lingkungan pengendalian (control environment)


Berdasarkan COSO (2013:4-6) dalam Ibnu Fajar & Oman Rusmana
(2018), menyatakan bahwa lingkungan ini menjadi dasar bagi lima komponen
lainnya dalam pelaksanaan pengendalian internal suatu organisasi, seperti:
nilai etika, parameter pelaksanaan pengelolaan, struktur organisasi,
pengembangan individu berkompeten, serta penghargaan kinerja.
ii. Penilaian risiko (risk assessment)
Penilaian ini melibatkan identifikasi risiko terhadap pencapaian tujuan
yang berkaitan dengan operasi, pelaporan, dan kepatuhan terhadap aturan
bagi organisasi, sesuai lansiran pada rumusan COSO (2013).
iii. Kegiatan pengendalian (control activities)

4
COSO (2013:5) menyatakan pengendalian ini berguna bagi manajemen
untuk mengurangi risiko sebagai arahan melalui kebijakan dan prosedur, yang
bersifat preventif dan detektif.
iv. Informasi dan komunikasi (information and communication)
Informasi yang relevan dan berkualitas yang diperoleh manajemen
berguna sebagai pendukung pengendalian internal tersebut. Kemudian,
perolehan informasi itu, dikomunikasikan kepada seluruh lini organisasi,
mengalir naik-turun dan melintasi enitas.
v. Kegiatan pemantauan (monitoring activities)
Pemantauan dilakukan melalui evaluasi berkelanjutan yang dilakukan
secara berkala, meliputi penilaian kualitas kinerja pengendalian internal yang
telah dilakukan dan memastikan apakah telah sesuai ketetapan awal ataupun
diperlukan penyesuaian atas perubahan keadaan.

6. Auditor Internal: pada BUMN dan Perusahaan Publik


Audit internal dalam lingkungan Emiten, BUMN atau Perusahaan Publik
tergabung dalam Unit Audit Internal (UAI). Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 56/POJK.04/2015 tentang Pembentukan dan Pedoman Penyusunan
Piagam Unit Audit Internal, UAI berguna bagi pihak manajemen dalam pengelolaan
perusahaan yang sistematis dan teratur melalui pelaksanaan tugas pemantauan serta
penilaian atas efisiensi serta efektivitas kegiatan perusahaan, evaluasi atas
pengelolaan risiko, pengendalian serta proses penerapan tata kelola perusahaan yang
baik. Dalam mendukung pelaksanaan tugasnya, UAI telah dilengkapi Piagam Audit
Internal (Internal Audit Charter) sebagai pedoman dasar yang mengatur tentang
kedudukan, wewenang dan tanggung jawab, serta metode kerja dalam menjalankan
tugas auditor internal untuk mewujudkan sistem pengendalian internal yang efektif di
organisasi.
Tenaga audit internal ini sendiri terdiri dari 1 (satu) orang atau lebih,
disesuaikan dengan kebutuhan dalam pelaksanaan tugas sistem pengendalian
internal, yang tentunya harus memiliki etika, pengetahuan, dan kecakapan dalam
teknis audit, disiplin ilmu, peraturan yang berlaku, serta komunikasi efektif secara
lisan maupun tertulis. Dalam pelaksanaan sistem pengendalian tersebut, terdapat
pedoman mekanisme tugas dan wewenang agar kualitas kerja dapat berjalan sesuai
kode etik yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar tata kelola perusahaan optimal,
mampu meminimalkan kesalahan bahkan kecurangan, supaya memberikan hasil yang
baik.

7. Pendekatan Audit Berbasis Risiko (Risk Based Audit)


Dalam CRMS, Audit Berbasis Risiko diartikan sebagai prosedur pemberian
jaminan kualitas kepada segala pihak pada internal perusahaan, pemerintah, hingga
pihak berkepentingan lainnya, mengenai area-area yang memiliki risiko tinggi

5
sehingga memerlukan pengelolaan lebih untuk dilakukan perbaikan. Melalui audit ini,
perushaaan mampu mengukur risiko pada area strategis, kebijakan, finansial, hingga
operasional, yang diharapkan dapat menjadi sistem check and balance terhadap
pengendalian perusahaan.

8. Audit Internal Bernilai Tambah (Value Added Internal Auditing)


Sesuai perkembangan zaman, audit internal diharapkan dapat memberikan
nilai tambah bagi perusahaan, karena dapat membantu manajemen dalam mencapai
tujuan-tujuan perusahaan melalui penilaian dan evaluasi efektivitas perusahaan,
dengan beberapa sifatnya, yaitu:
i. Layanan yang bersifat preventif
ii. Layanan yang memberikan perbaikan (evaluasi) proses bisnis
iii. Audit berbasis risiko yang mampu memberikan indikasi risiko tertentu dalam
area bisnis
iv. Audit internal yang proaktif
v. Layanan konsultasi (konsultan)

Daftar Pustaka
Chrisdianto, B. (2013). Peran Komite Audit dalam Good Corporate Governance. 1–8.
Fajar, I., & Rusmana, O. (2018). Evaluasi Penerapan Sistem Pengendalian Internal dengan
COSO Framework Evaluasi Penerapan Sistem Pengendalian Internal BRI dengan COSO
Framework.
Forum for Corporate Governance in Indonesia. (2002). Peranan Dewan Komisaris dan Komite
Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan). II, 1–36.
Komisioner, D., & OJK. (2015). Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia. 1–8.
Kusmayadi, D., Dedi Rudiana, C., & Jajang Badruzaman, M. (2015). Good Corporate
Governance (I. Firmansyah (ed.); 1 ed., Vol. 1). LPPM Universitas Siliwangi.
Otoritas Jasa Keuangan. (2015). Salinan Peraturan OJK Nomor 56/POJK.04/2015 tentang
Pembentukan dan Pedoman Penyusunan Piagam Unit Audit Internal.
Otoritas Jasa Keuangan. (2015). Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.04/2015
Tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. ojk.go.id, 1–29.
http://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/regulasi/lembaga-keuangan-mikro/peraturan-
ojk/Documents/SAL-POJK PERIZINAN FINAL F.pdf
PT. Uniliver Indonesia, T., & Komite Audit. (2018). Piagam Komite Audit.
https://www.unilever.co.id, 1–8.
Puguh Nugroho, D. (n.d.). Pelaksanaan Audit Internal dalam Mewujudkan Good Corporate
Governance pada Sektor Publik. Ekonomi dan Bisnis.
Yuliatma, T., & Laksito, H. (n.d.). Pergeseran Paradigma Audit Internal Tradisional menjadi
Audit Internal yang Memberikan Nilai Tambah bagi Organisasi (Studi Kasus Pada PT
Telekomunikasi Indonesia, Tbk). Ekonomi dan Bisnis.

Anda mungkin juga menyukai