KELOMPOK 15
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka ragam tumbuhan
yang dapat dimanfaatkan dalam terapi farmakologis. Pada saat ini, penggunaan
komponen alami semakin menarik perhatian pengembangan di dunia medis.
World Health Organization (WHO) sebagai contoh bekerjasama bersama
Center for Disease Control and Prevention (CDC) Afrika mendorong penelitian
obat herbal tradisional yang berpotensi sebagai terapi COVID-19. Obat herbal
yang digunakan dapat bersumber dari bagian-bagian tanaman yang berkhasiat
obat, baik berupa daun, rimpang, akar, kulit kayu, buah, bunga, dan lain
sebagainya. Bahan-bahan tersebut digunakan segar atau dikeringkan menjadi
simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat
tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun dan berupa bahan yang
sudah dikeringkan (Utami, 2013). Simplisia dapat dimanfaatkan terutama untuk
pembuatan jamu serbuk, jamu gendong atau jamu ramuan pribadi. Penggunaan
jamu meski digunakan secara turun temurun, tentunya diperlukan penelitian
lebih jauh terkait khasiatnya secara evidence based medicine pada dunia medis.
Pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan ini disebut juga
dengan saintifikasi jamu. Salah satu lembaga yang berperan dalam proses ini
adalah Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
(B2P2TOOT). B2P2TOOT bernanung dibawah UPT Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan di bawah Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
adalah salah satu badan dengan kegiatan utama menyelenggarakan saintifikasi
jamu dan integrasi jamu dalam sistem kesehatan.
B. Tujuan
1. Mengetahui bahan dasar ramuan antihiperuresemia
2. Mengetahui karakteristik setiap bahan dasar ramuan antihiperuresemia
3. Mengetahui senyawa aktif dari bahan dasar ramuan yang dapat bekerja
sebagai antihiperuresemia
C. Manfaat
Laporan ini dapat bermanfaat menjadi sumber informasi mengenai
potensi dari ekstrak daun kepel, daun tempuyung, kayu sacang, daun maniran,
rimpang temulawak dan rimpang kunyit sebagai ramuan untuk menurunkan
kadar asam urat serta dapat menambah database ilmiah dalam ilmu kesehatan
khususnya pada bidang farmakologi.
BAB II
RESUME KEGIATAN PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN
A. BP2TOOT
Definisi: BP2TOOT (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat
dan Obat Tradisional ) merupakan unit pelaksana teknis Kementerian
Kesehatan Indonesia. Tugas dan fungsinya untuk melaksanakan penelitian dan
pengembangan tanaman obat dan obat tradisional meliputi eksplorasi,
inventarisasi, identifikasi, adaptasi, koleksi, dan pelestarian plasma nutfah
tanaman obat.
Visi:
1. Menjadi Institusi Rujukan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat
dan Obat Tradisional
2. Mewujudkan masyarakat yang sehat baik fisik maupun mental dengan
Jamu yang aman, berkualitas, dan bemanfaat)
3. Membuktikan kalau obat tradisional itu aman – menghilangkan sentiment
negatif
Misi:
1. Meningkatkan mutu litbang
2. Mengembangkan hasil litbang
3. Meningkatkan pemanfaatan hasil litbang
4. Misi meningkatkan kualitas R & D, mengembangkan R & D, dan
pemanfatan R & D dikembalikan ke masyarakat
Nilai: PIREC – Pro People, Inclusive, Responsive, Effective-Efficient, Clean
Aktivitas penelitian dan pengembangan terintegrasi. Penelitian yang dilakukan
memiliki beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Eksplorasi tanaman obat
2. Budidaya tanaan obat
Selain untuk penelitian, budidaya juga digunakan sebagai
pemenuhan bahan baku untuk program saintifikasi jamu yaitu penelitian
berbasis pelayanan. Budidaya dilakukan di 5 kebun produksi tanaman obat
yang ada di ketinggian dan lokasi berbeda dengan total luas sekitar 18
hektar. Dintaranya yaitu di Karanganyar, Toh Kuning Karangpandan,
Doplang Karangpandan, Kalisoro Tawangmangu, Tlogo Dlingo
Tawangmangu, dan Citeureup Jawa Barat. Selain itu ada kebun etalase
tanaman obat yang didalamnya ada sekitar 800 spesies tanaman obat dari
berbagai daerah. Tahapan budidaya meliputi pemilihan lokasi penanaman,
penyiapan lahan, penyiapan bibit, proses penanaman, dan pemeliharaan.
Tanaman obat dipanen saat tanaman memiliki kandungan senyawa aktif
dalam kadar optimal yang diperoleh di umur, bagian tanaman, dan waktu
tertentu.
3. Paska panen
Pasca panen merupanan tahap penting untuk menyediakan bahan
baku jamu yang berkualitas untuk menjamin keseragaman senyawa aktif,
keamana, dan khasiat produk. Pengolahan pasca panen merupakan
pelakuan yang diberikan pada hasil panen hingga produk siap dikonsumsi
atau menjadi simplisia bahan jamu yang terstandar. Pasca panen harus
dilakukan dengan prosedur yang benar agar kualitasnya mencapai kualitas
standar jamu yang diinginkan. Proses pasca panen meliputi pengumpulan
bahan, sortasi basah, penirisan, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi
kering, pengemasan, dan penyimpanan.
Milestone BP2TOOT:
- <1948 – Kebun Koleksi RM Santoso S
- 1948 – Lembaga Eijkman “Horus Medicus”
- 1978 – Balai Penelitian Tanaman Obat (BPTO); Kepmenkes No. 149
Tahun 1978
- 2006 – Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat
(BP2TOOT); Permenkes No. 491 Tahun 2004
- 2010 – Saintifikasi Jamu; Permenkes No. 003 Tahun 2010
- 2017 – UPT Rujukan Saintifikasi Jamu; Permenkes No. 65 Tahun
2017
- 2018 – Lembaga Litbang yang dibina menjadi Pusat Unggulan Iptek
(PUI) Saintifikasi Jamu; Kemenritekdikti
B. Saintifikasi jamu
Diatur dalam Permenkes 003 Tahun 2010
Tujuan:
Dalam proses penelitian, terutama dalam uji klinik, terdapat 3 parameter utama
yang dinilai:
1) Keamanan (Safety)
- Memastikan jamu aman untuk dikonsumsi, tidak berefek buruk pada
organ-organ metabolik seperti liver dan ginjal.
- Memastikan efek jamu atau tanaman obat terhadap profil darah, urine
dan parameter-parameter lain yang berpengaruh terhadap suatu
penyakit
- Meliputi:
a) Kejadian Tidak Diinginkan (AE/SAE)
- Mencatat setiap hal yang mengurangi kenyamanan pasien
selama uji klinis sebagai kejadian yang tidak diinginkan
- Menilai apakah kejadian yang tidak diinginkan tersebut
merupakan efek dari produk uji (obat tradisional) atau bukan
b) Fungsi Liver
c) Fungsi Ginjal
2) Kemanfaatan (Efficacy)
- Dinilai manfaat obat tradisional sesuai dengan penyakitnya
- Contoh : Pada penyakit Diabetes Melitus dinilai manfaat obat
tradisional terhadap GDS atau HbA1c
- Meliputi:
a) Temuan Klinis
b) Temuan Laboratorium
3) Kualitas Hidup Pasien (Patient Reporte Outcome/QoL)
- Sedikit berbeda dari pengobatan konvensinal.
- Dinilai apa yang dirasakan oleh pasien (apakah ada perbaikan atau
tidak)
- Melengkapi parameter kemanfaatan, dan memperkuat bukti ilmiah
penelitian
- Pengukuran QoL secara kualitatif, contoh : SF 36
D. Jamu Saintifik
Jamu merupakan gabungan dari beberapa tanaman obat. Terdapat 3 komponen
ramuan jamu, yaitu :
1. Komponen Primer : komponen yang diharapkan memiliki efek mengurangi
gejala klinis/kausatif pada pasien
2. Komponen Sekunder : tanaman obat yang bersifat suportif/penunjang
3. Komponen Tersier : tanaman obat yang menstimulasi rasa dan bau (supaya
lebih nyaman untuk dikonsumsi)
a. Jamu Hiperurisemia
- Komponen Primer : Herba tempuyung, kayu secang, daun kepel (efek
sinergis dalam mengurangi kadar asam urat dan melindungi fungsi
ginjal).
- Komponen Sekunder : Rimpang temulawak, rimpang kunyit (analgetik
dan antiinflamasi).
- Komponen Tersier : Herba meniran meningkatkan kekebalan tubuh dan
memperbaiki ginjal).
b. Jamu Hipertensi Ringan
- Herba seledri (diuretik)
- Herba pegagan (diuretik dan vasodilator)
- Daum kumis kucing (diuretik)
- Rimpang temulawak
- Rimpang kunyit
- Herba meniran
c. Jamu Wasir/Hemoroid
- Daun ungu
- Daun duduk (mengurangi tekanan darah, meningkatkan elastisitas
pembuluh darah
- Daun iler (memperlancar BAB)
- Rimpang temulawak
- Rimpang kunyit
- Herba meniran
d. Jamu Osteoartritis
- Biji adas
- Daun kumis kucing
- Herba rumput bolong
- Rimpang temulawak
- Rimpang kunyit
- Herba meniran
e. Jamu Dyspepsia
- Rimpang jahe
- Herba sembung
- Jinten hitam
- Rimpang kunyit
f. Jamu Hiperkolesterolemia
- Daun jati cina
- Daun jati belanda
- Herba tempuyung
- Teh hijau
- Rimpang temulawak
- Rimpang kunyit
- Herba meniran
g. Jamu Hepatoprotektor
- Daun jombang
- Rimpang temulawak
- Rimpang kunyit
h. Jamu Batu Saluran Kemih
- Daun kumisa kucing
- Daun keji beling
- Daun tempuyung
- Alang-alang
- Herba meniran
- Rimpang kunyit
- Rimpang temulawak
i. Jamu Hiperglikemia
- Daun salam
- Herba sambiloto
- Kulit kayu manis
- Rimpang temulawak
j. Jamu obesitas
- Daun jati belanda
- Daun kemuning
- Akar kelembak
- Daun tempuyung
k. Jamu Kebugaran
- Meniran
- Rimpang temulawak
- Rimpang kunyit
E. Rumah Riset Jamu “Hortus Medicus”
1. Moto :Ramah Informatif Terpercaya menuju masyarakat sehat dengan
jamu yang aman dan berkhasiat
2. Fasilitas :
- Klinik Saintifikasi Jamu Tipe A
- Griya Jamu
- Laboratorium klinik, USG, EKG
- Stone Therapy
- Kebun Sayur Organik
- Green Houses (adaptasi dan pelestarian)
Apabila stabil kemudian dilakukan pembibitan di Rumah Pembibitan (sesuai
dengan ketinggian untuk bisa tumbuh optimal)
- Etalase TO Indonesia (± 1.200 m dpl)
- Kebun Produksi TO Kalisoro (± 1.200 m dpl)
- Kebun Produksi TO Karangpandan (±400 dpl)
- Kebun Subtropik TO Tlogodlingo (± 1.800 m dpl)
3. Paska Panen :
- Sortasi basah
- Pengeringan
a. Pengeriangan Alami (sinar matahari)
b. Pengeringan Buatan (oven)
- Pengemasan dan pelabelan
- Penyimpanan
c. Pelatihan IPTEK
1) Pelatihan Dokten Saintifikasi Jamu
Bertujuan untuk menyiapkan Dokter SJ untuk melayani kesehatan
jamu di fasilitas pelayanan kesehatan
2) Pelatihan Apoteker Saintifikasi Jamu
Bertujuan untuk menyiapakan Apoteker SJ untuk melayani keseheatan
jamu di fasilitas pelayanan kesehatan
3) Pembinaan Petani
Bertujuan agar hasil panen para petani memiliki kualitas bagus dalam
menunjang kebutuhan produksi jamu
F. Kesimpulan
Penggunaan herbal apapun jenisnya baik itu produk yang sudah jadi atau yang
masih berupa simplisia/dedaunan maupun serbuk, baik oral ataupun topikal
sebelum diberikan pada pasien harus terlebih dahulu dibuktikan dengan EBM.
EBM bisa dicapai dengan melakukan riset atau penelitian terlebih dahulu.
BAB III
ANALISIS BAHAN SEDIAAN JAMU
A. Daun Kepel
D. Daun Meniran
Penggunaan herbal apapun baik dalam bentuk produk jadi atau masih
berupa simplisia/dedaunan maupun serbuk, dalam sediaan oral maupun topikal
harus terbukti secara EBM sebelum diberikan kepada pasien. Maka EBM dapat
dicapai dengan melakukan riset atau penelitian terlebih dahulu. Senyawa yang
dapat memberikan efek antihiperurisemia adalah flabvonoid karena dapat
menghambat xanthine oksidase. Studi yang melibatkan meniran hijau
(Phyllantus niruri L.) pada tikus menunjukkan aktivitas penurunan asam urat.
DAFTAR PUSTAKA
Cianciulli A., Calvello R., Porro C., Trotta T., Salvatore R., Panaro M. A. (2016). PI3k/Akt
signalling pathway plays a crucial role in the anti-inflammatory effects of
curcumin in LPS-activated microglia. Int. Immunopharmacol. 36, 282–290.
10.1016/j.intimp.2016.05.007
CRCC. (2008). Kunyit (Curcuma longa Linn). Fakultas Farmasi UGM: Cancer
Chemoprevention Research Center
Dai W., Wang H., Fang J., Zhu Y., Zhou J., Wang X., et al. (2018). Curcumin provides
neuroprotection in model of traumatic brain injury via the Nrf2-ARE signaling
pathway. Brain Res. Bull. 140, 65–71. 10.1016/j.brainresbull.2018.03.020
Ediningsih, Nurhayati, H., Rubiana, R. (2019). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun
Tempuyung (Sonchus arvensis L.). Repositori Publikasi Kementrian Pertanian
Republik Indonesia, 1468-1474.
Endang Rahmat, Jun Lee, Youngmin Kang, "Javanese Turmeric (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.): Ethnobotany, Phytochemistry, Biotechnology, and Pharmacological
Activities", Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, vol. 2021,
Article ID 9960813, 15 pages, 2021. https://doi.org/10.1155/2021/9960813
Edwards R. L., Luis P. B., Varuzza P. V., Joseph A. I., Presley S. H., Chaturvedi R., et al.
(2017). The anti-inflammatory activity of curcumin is mediated by its oxidative
metabolites. J. Biol. Chem. 292, 21243–21252. 10.1074/jbc.RA117.000123
Harahap, N.I. (2020). Skrining Dan Karakterisasi Simplisia Daun Tempuyung (Sonchus
arvensis.L). Jurnal Ilmia Farmasi Imelda, 3(2):42-47.
He Y., Yue Y., Zheng X., Zhang K., Chen S., Du Z. (2015). Curcumin, inflammation, and
chronic diseases: how are they linked? Molecules 20, 9183–9213.
10.3390/molecules20059183
Lee H. Y., Kim S. W., Lee G. H., Choi M. K., Jung H. W., Kim Y. J., et al. (2016).
Turmeric extract and its active compound, curcumin, protect against chronic CCl4-
induced liver damage by enhancing antioxidation. BMC Complement. Altern. Med.
16, 316. 10.1186/s12906-016-1307-6
Li, S., W. Yuan, G. Deng, P. Wang, P. Yang, B.B. Aggrawal. (2011). Chemical
composition and product quality control of turmeric (Curcuma longa L.),
Pharmaceuti. Corps, 2:28-54
Machova Urdzikova L., Karova K., Ruzicka J., Kloudova A., Shannon C., Dubisova J., et
al. (2015). The Anti-Inflammatory Compound Curcumin Enhances Locomotor and
Sensory Recovery after Spinal Cord Injury in Rats by Immunomodulation. Int. J.
Mol. Sci. 17 (1), 49. 10.3390/ijms17010049
Murugaiyah V and Chan KL (2009). Mechanisms of Antihyperuricemic Effect of
Phyllanthus Niruri and Its Lignan Constituents. Journal of Ethnopharmacology,
124(2), pp.: 233–239. doi: 10.1016/j.jep.2009.04.026.
Pittala V., Vanella L., Salerno L., Romeo G., Marrazzo A., Di Giacomo C., et al. (2018).
Effects of Polyphenolic Derivatives on Heme Oxygenase-System in Metabolic
Dysfunctions. Curr. Med. Chem. 25, 1577–1595.
10.2174/0929867324666170616110748
Pribadi, T.W. (2020). Review: Senyawa Aktif, Aktivitas Farmakologi, Dan Mekanisme
Kerja Daun Sirsak (Annona muricata L.) Dan Daun Tempuyung (Sonchus arvensis
L.) Sebagai Antihiperurisemia. Farmaka, 18(2):89-94.
Salleh, N. A., Ismail, S., & Ab Halim, M. R. (2016). Effects of Curcuma xanthorrhiza
Extracts and Their Constituents on Phase II Drug-metabolizing Enzymes Activity.
Pharmacognosy research, 8(4), 309–315. https://doi.org/10.4103/0974-
8490.188873
Salehi B., Capanoglu E., Adrar N., Catalkaya G., Shaheen S., Jaffer M., et al. (2019. a).
Cucurbits plants: A key emphasis to its pharmacological potential. Molecules 24,
1854. 10.3390/molecules24101854
Salehi B., Lopez-Jornet P., Pons-Fuster López E., Calina D., Sharifi-Rad M., Ramírez-
Alarcón K., et al. (2019. b). Plant-Derived Bioactives in Oral Mucosal Lesions: A
Key Emphasis to Curcumin, Lycopene, Chamomile, Aloe vera, Green Tea and
Coffee Properties. Biomolecules 9 (3), 106 10.3390/biom9030106
Sharifi-Rad, J., Rayess, Y. E., Rizk, A. A., Sadaka, C., Zgheib, R., Zam, W., Sestito, S.,
Rapposelli, S., Neffe-Skocińska, K., Zielińska, D., Salehi, B., Setzer, W. N.,
Dosoky, N. S., Taheri, Y., El Beyrouthy, M., Martorell, M., Ostrander, E. A.,
Suleria, H., Cho, W. C., Maroyi, A., … Martins, N. (2020). Turmeric and Its Major
Compound Curcumin on Health: Bioactive Effects and Safety Profiles for Food,
Pharmaceutical, Biotechnological and Medicinal Applications. Frontiers in
pharmacology, 11, 01021. https://doi.org/10.3389/fphar.2020.01021
Sukmayadi, A.E., Sumiwi, S.A., Barliana, M.I., Aryanti, A.D. (2014). Aktivitas
Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Tempuyung (Sonchus arvensis Linn.).
IJPST, 1(2):65-72.
Xu X.-Y., Meng X., Li S., Gan R.-Y., Li Y., Li H.-B. (2018). Bioactivity, health benefits,
and related molecular mechanisms of curcumin: Current progress, challenges, and
perspectives. Nutrients 10, 1553. 10.3390/nu10101553
Yang J., Song S., Li J., Liang T. (2014). Neuroprotective effect of curcumin on
hippocampal injury in 6-OHDA-induced Parkinson’s disease rat. Pathol. Res.
Pract. 210, 357–362. 10.1016/j.prp.2014.02.005
Batubara, I., Darusman, L. K., Djauhari, E., & Mitsunaga, T. (2010). Potency of Kepel (Stelechocarpus
Burahol) as Cyclooxigenase-2 Inhibitor. Indonesian Journal of Plant Medicine, 3(2), 142078.
Ramadhan, B. C., Aziz, S. A., & Ghulamahdi, M. (2016). Potensi kadar bioaktif yang terdapat pada daun kepel
(Stelechocarpus burahol). Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, 26(2), 99-108.
Sutomo, 2003, Penurunan asam urat darah ayam jantan Braille hiperurisemia oleh fraksi
ekstrak metanol daun kepel (Stelechocarpus burahol, Hook f. & Th.), Tesis, Pasca
Sarjana, Prodi Ilmu Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Cos, P., Calomme, M., Sindambiwe, J.B., Bruyne, T.D., Cimanga, K., Pieters, L.,
Vlietinck, A.J., and Berghe, D.V., 2001, Cytotoxicity and Lipid Peroxidation-Inhibiting
Activity of Flavonoids, Planta Med., 67 : 515-519.
Hou, W.C., Hsu, F.L. and Lee, M.H., 2002., Yam (Dioscorea batatas) Tuber Mucilage
Exhibited Antioxidant Activities in vitro, Planta Med., 68: 1072 – 1076.
Oke, J.M. and Hamburger, M.O., 2002, Screening of Some Nigerian Medicinal Plants
For Antioxidant Activity Using 2,2, Diphenyl-Picryl-Hydrazyl Radical, AJBR, 5 : 77-
79.