Matakuliah : K3 dan Hukum Perburuhan Istilah buruh/pekerja pada jaman penjajahan Belanda dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Buruh : kuli, mandor, tukang, dll. (Blue Collar (BC)/Berkerah Biru) 2. Pegawai Administrasi (White Collar (WC)) : Orang bangsawan, Orang Belanda, dan Timur Asing lainnya Keduanya diperlakukan berbeda oleh Belanda. BC harus tunduk dan hormat pada WC (politik pecah belah) Pada Acara Seminar Hubungan Perburuhan Pancasila tahun 1974, istilah buruh direkomendasikan menjadi pekerja Dalam UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, istilahnya menjadi pekerja/buruh Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. (Pasal 1 ayat 1, UU No.13 tahun 2003) Istilah ketenagakerjaan berasal dari kata kerja “tenaga kerja” yang mempunyai pengertian : “Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat” (Pasal 1 ayat 2, UU No.13 tahun 2003) Hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dalam Pasal 1 angka 4 memberikan definisi Pemberi kerja, adalah : ”Orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain” Sementara untuk istilah Pengusaha, Pasal 1 angka 5 UU No. 13 Tahun 2003 memberikan definisi sebagai berikut: ”Pengusaha adalah: a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia” Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dalam Pasal 1 angka 6 memberikan definisi Perusahaan, adalah: a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain” 1. Pemberdayaan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi; 2. Pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah; 3. Perlindungan bagi tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan 4. Peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya 1. Peraturan Perundang-undangan 2. Keputusan/Penetapan 3. Perjanjian 4. Traktat 5. Kebiasaan (Custom) UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yg dirubah dgn UU No. 25 thn 1997 & dijelaskan lebih terperinci dalam PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaran Jamsostek dan PP No. 28 thn 2002 tentang Perubahan Pasal 21 PP No. 3 thn 1992; Dll. Penetapan yang dibuat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan baik tingkat Pusat atau Daerah (P4D atau P4P menurut UU No. 22 tahun 1957) yang kemudian diganti dengan istilah PPHI menurut UU No 2 tahun 2004. Oleh UU telah dinyatakan bahwa penetapan PPHI merupakan compulsory arbitration (arbitrase wajib) sebelum perselisihan pada akhirnya diselesaikan oleh badan peradilan Perjanjian Kerja Bersama / Perjanjian Perburuhan / Kesepakatan Kerja Bersama; Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan Kesepakatan internasional baik bilateral maupun multilateral telah banyak melahirkan kaedah-kaedah hukum ketenagakerjaan yang relatif baru atau pun penegasan terhadap praktik ketenagakerjaan yang sudah ada sebelumnya. Contoh: Konvensi ILO No. 100 tentang pengupahan yang sama antara pekerja pria dan pekerja wanita, yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI melalui UU No. 80 tahun 1957; Konvensi ILO No. 120 tentang hygiene dalam perniagaan dan perkantoran, yang kemudian diraifikasi oleh Pemerintah RI melalui UU No. 3 tahun 1969; Konvensi ILO No. 155 tahun 1981 tentang kewajiban penyelenggaraan program K3 Terkesan (seringkali) dianggap wajib untuk dilakukan sehingga dengan tidak dilakukannya kebiasaan tersebut dianggap sebagai sebuah pelanggaran; Berulang-ulang dilakukan Suatu kebiasaan yang telah lama berlangsung kemudian diberikan penegasan yang lebih kuat oleh hukum dengan dimuatnya materi yang diatur sebuah kebiasaan menjadi sebuah norma / kaidah yang berlaku mengikat. SEKIAN & TERIMA KASIH