Anda di halaman 1dari 74

MODUL AJAR

HUKUM
PERBURUHAN
Oleh :
Fajrian Noor Anugrah,SH.MH
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, akhirnya Modul Pembelajaran mata kuliah Hukum Perburuhan ini dapat diselesaikan oleh Penulis. Ada
beberapa alasan yang mendorong penulis berusaha menerbitkan Modul Pembelajaran Hukum Perburuhan ini adalah
diharapkan akan memberikan sumbangan pemikiran yang signifikan dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran
di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam Banjarmasin (STIHSA). Selain itu peningkatan kualitas pembelajaran
adalah salah satu bagian komitmen penting STIHSA dalam rangka mewujudkan pendidikan tinggi hukum yang
berkualitas bagi masyarakat Indonesia. Dengan adanya buku ini, diharapkan mahasiswa akan lebih mudah dalam
mengikuti perkuliahan Hukum Perburuhan dengan lebih efektif dan efisien.
Dalam kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap Pimpinan STIHSA yang
telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk membuat Modul pembelajaraan ini. Ungkapan terima kasih tidak
lupa pula kami haturkan kepada Pimpinan STIHSA, dan seluruh dosen dan staf STIHSA serta semua pihak yang telah
mendukung Penulis dalam menyusun naskah buku ajar Hukum Perburuhan ini. Terakhir, kami menyadari tidak ada
gading yang tak retak, tidak ada pekerjaan manusia yang sempurna karena manusia juga tidak sempurna oleh karena
itu saran dan kritik dari pembaca Modul Bahan Ajar Hukum Perburuhan ini sangat kami nantikan untuk kesempurnaan
dan lebih baik di masa datang.

Banjarmasin, 22 Oktober 2021


Penulis

Fajrian Noor Anugrah, SH.MH


UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA RI TAHUN
1945 SEBAGAI HUKUM DASAR

UNDANG-UNDANG
DASAR
mengatur hal penting :
3

Merupakan hukum dasar tertulis dan tertinggi serta


merupakan puncak dari seluruh peraturan perundang-
undangan.
PASAL 27 AYAT 2 UUD N RI 1945

Tiap-tiap warga negara berhak atas


pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan
Dasar Hukum Hukum Perburuhan

 Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945


 Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2) UUD 1945
PASAL 27 AYAT 2 UUD N RI 1945

Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan


dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
Pasal 28D ayat (2) UUD 1945

 (2) Setiap orang berhak untuk bekerja


serta mendapat perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan
hak asasi##
Pembatasan Pelaksanaan HAM

Pasal 28J:
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.##
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.’
Pelaksanaan dan pembatasan HAM di bidang perburuhan
melalui undang-undang

 Undang-Undan Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan


 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja
Menjadi Undang-undang (Pasal 81)
 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan
 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial
Prof. Iman Soepomo, S.H. menyimpulkan bahwa, Hukum perburuhan adalah
himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan
kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

Istilah ketenagakerjaan berasal dari kata kerja


”tenaga kerja”, yang mempunyai pengertian
berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU No. 13 Tahun
2003, sebagai :
”Setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan
guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat”
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dalam Pasal 1 angka 4 memberikan definisi
Pemberi kerja, adalah :
”Orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain”
Sementara untuk istilah Pengusaha, Pasal 1
angka 5 UU No. 13 Tahun 2003 memberikan
definisi sebagai berikut:

”Pengusaha adalah:
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik
sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia”
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dalam Pasal
1 angka 6 memberikan definisi Perusahaan,
adalah:
a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum
atau tidak, milik orang perseorangan, milik
persekutuan, atau milik badan hukum, baik
milik swasta maupun milik negara yang
mempekerjakan pekerja/buruh dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain
yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar
upah atau imbalan dalam bentuk lain”
Pemberdayaan tenaker secara optimal dan manusiawi;
pemerataan kesempatan kerja & penyediaan teker yg sesuai dgn kebutuhan
pembangunan nasional & daerah;
perlindungan bagi tenaker dalam mewujudkan kesejahteraan;
Peningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

TUJUAN
HKM PERBURUHAN

Pembangunan
Ke-TENAKER-an
Custom

Traktat

Perjanjian

Keputusan
Penetapan
Per-UU-an
UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi
Undang-undang (Pasal 81)
UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan

Perj Kerja Bersama / Perj Perburuhan /


Kesepakatan Kerja Bersama;
Perjanjian Kerja;
Peraturan Perusahaan.
Penetapan yang dibuat Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan baik tingkat Pusat atau Daerah (P4D atau P4P
menurut UU No. 22 tahun 1957) yang kemudian diganti
dengan istilah PPHI menurut UU No 2 tahun 2004. Oleh UU
telah dinyatakan bahwa penetapan PPHI merupakan
compulsory arbitration (arbitrase wajib) sebelum
perselisihan pada akhirnya diselesaikan oleh badan
peradilan

Kesepakatan internasional baik bilateral maupun multilateral telah banyak


melahirkan kaedah-kaedah hukum ketenagakerjaan yang relatif baru atau
pun penegasan terhadap praktik ketenagakerjaan yang sudah ada
sebelumnya.

Contoh:
Konvensi ILO No. 100 tentang pengupahan yang sama antara pekerja
pria dan pekerja wanita, yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI
melalui UU No. 80 tahun 1957;
Konvensi ILO No. 120 tentang hygiene dalam perniagaan dan
perkantoran, yang kemudian diraifikasi oleh Pemerintah RI melalui
UU No. 3 tahun 1969;
Konvensi ILO No. 155 tahun 1981 tentang kewajiban penyelenggaraan
program K3
Terkesan (seringkali) dianggap wajib untuk dilakukan sehingga dengan
tidak dilakukannya kebiasaan tersebut dianggap sebagai sebuah
pelanggaran;
Berulang-ulang dilakukan

“Sebuah kebiasaan yang telah lama berlangsung


kemudian diberikan penegasan yang lebih kuat
oleh hukum dengan dimuatnya materi yang
diatur sebuah kebiasaan menjadi sebuah
norma / kaidah yang berlaku mengikat”
Perlindungan terhadap buruh/tenaga kerja

SLIDE TITE
dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar
pekerja/buruh dan menjamin kesamaan
kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk
mewujudkan kesejahteraan buruh/pekerja
dan keluarganya dengan tetap
memperjuangkan perkembangan kemajuan
dunia usaha

Rachmat Trijono
ADAGIUM YANG BERBUNYI :
PEKERJA/BURUH ADALAH TULANG
PUNGGUNG PERUSAHAAN. ADAGIUM
INI NAMPAKNYA BIASA SAJA, SEPERTI
TIDAK MEMPUNYAI MAKNA. TETAPI
KALAU DIKAJI LEBIH JAUH AKAN
KELIHATAN KEBENARANNYA. PEKERJA
DIKATAKAN SEBAGAI TULANG
PUNGGUNG, KARENA MEMANG DIA
MEMPUNYAI PERANAN YANG PENTING.
TANPA ADANYA PEKERJA TIDAK AKAN
MUNGKIN PERUSAHAAN ITU BISA
JALAN, DAN BERPARTISIPASI DALAM
PEMBANGUNAN.

ZAINAL ASIKIN DKK,


HUBUNGAN KERJA

Pasal 1 Angka 15 UU No.13 Tahun 2003


tentang ketenagakerjaan menjelaskan
hubungan kerja adalah hubungan antara
pengusaha dan pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja yang mempunyai unsur
pekerjaan,upah, dan perintah
HUBUNGAN KERJA

Kategori melakukan pekerjaan :


1) Swakerja
2) Melakukan pekerjaan untuk orang/pihak lain

Pasal angka 3 UU nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1


angka 3
Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain
Pengertian Perjanjian Kerja

Pasal 1 Angka 14 UU No.13 Tahun 2003


Menyatakan Perjanjian kerja adalah
suatu perjanjian antara pekerja/buruh
dan pengusaha atau pemberi kerja
yang memuat syarat – syarat kerja dan
hak kewajiban kedua belah pihak
Perjanjian Kerja

 Ketentuan Hukum Perburuhan berlaku


terhadap hubungan hukum yang berasal dari
adanya suatu perjanjian yang melibatkan dua
belah pihak yaitu pihak pemberi kerja dan
pihak yang akan melakukan pekerjaan sesuai
dengan perjanjian yang diadakan.
 (Arbeidsoveenkomst).
Pasal 1601 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata
 Perjanjian kerja merupakan salah satu bentuk
perjanjian untuk melakukan pekerjaan
 Bersifat Subordinasi
Bentuk Perjanjian lain dalam
melakukan pekerjaan :
 Perjanjian Pemberian Jasa/pekerjaan
tertentu (de overeenkomst tot het verrichten
van diensten).
 Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
(de overeenkomst tot het aannemen van werk).

 Bersifat Koordinatif
Ketentuan Hukum Tentang Perjanjian
Kerja
 Ketentuan Umum
Syarat Sah nya perjanjian , subjek dan objek perjanjian
Ps.1320 BW
Pasal 52 UUK
 Syarat sah nya perjanjian kerja
 Kesepakatan kedua belah pihak
 Kemampuan atau kecakapan para pihak untuk melakukan
perbuatan hukum
 Adanya pekerjaan yang di perjanjikan
 pekerjaan yang di perjanjikan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-
undangan
Unsur-unsur Perjanjian Kerja

 Adanya Pekerjaan (arbeid)


 Adanya Unsur di Bawah perintrah (in
dients/gezag verhouding)
 Adanya Upah Tertentu (loon)
 Adanya Waktu (Tijd)
 Perjanjian kerja waktu tertentu
 Perjanjian Kerja dengan Batas Waktu
Bentuk Perjanjian Kerja

 Perjanjian kerja bersifat konsensual artinya


Sudah sah dan Mengikat setelah terjadinya
sepakat antara pekerja dan pengusaha
mengenai pekerjaan dan upah
Subjek/Pihak yang mengadakan
Perjanjian Kerja
 Mereka Yang Cakap untuk melakukan
Perbuatan Hukum atau untuk mengadakan
Perjanjian
 Kecakapan Seseorang terkait batas
kedewasaan seseorang.
 Dalam hukum Perburuhan dewasa adalah
telah berumur 18 tahun
Lex spesialist dari subyek perjanjian
kerja

a) Mengenai Wanita yang besuami


b) Mengenai Orang yang belum dewasa
Hak dan Kewajiban Para Pihak

 Hak kewajiban timbal balik antara


pengusaha dan pekerja
 Kewajiban bagi pengusaha
 Kaidah Hetorenon
 Kaidah Otonom
1. KAEDAH OTONOM

 KAEDAH OTONOM
ADALAH KETENTUAN-KETENTUAN YANG DIBUAT OLEH
PARA PIHAK YANG TERIKAT DALAM SUATU HUBUNGAN
KERJA, MISALNYA:
a. PERJANJIAN KERJA
b. PERATURAN PERUSAHAAN
c. PERJANJIAN KERJA BERSAMA
2. KAEDAH HETERONOM
 KAEDAH HETERONOM
ADALAH KETENTUAN-KETENTUAN YANG DIBUAT OLEH
PIHAK DILUAR PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT DALAM
HUBUNGAN KERJA (PIHAK KETIGA). PIHAK KETIGA YANG
MEMBUAT KETENTUAN-KETENTUAN DIMAKSUD
ADALAH PEMERINTAH (BERSAMA DPR). OLEH KARENA
ITU BENTUK DARI KAEDAH TSB ADALAH SEMUA
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG
PERBURUHAN / KETENAGAKERJAAN.
Pasal 50 Undang-undang Ketenagakerjaan
menetapkan
bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya
perjanjian kerja antara
pengusaha dengan pekerja/buruh.
(1) pekerja/buruh adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain.
(2) Pemberi kerja (majikan) adalah orang
perseorangan, persekutuan, badan hukum
atau badan-badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain. (Pasal 1 UU-TKA)
Perjanjian Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun
lisan. Meskipun demikian, ketentuan Pasal 54 (1) UUK setidak-tidaknyaharus mencakup:

 a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;


 b. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh;
 c. Jabatan atau jenis pekerjaan;
 d. Tempat pekerjaan;
 e. Besarnya upah dan cara pembayarannya;
 f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban
pengusaha
 dan pekerja/buruh;
 g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
 h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
 i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
PKWT PKWTT
a. Pekerjaan yg sekali selesai a. Pekerja / karyawan TETAP;
atau bersifat sementara; b. Dpt diberlakukan masa
b. Kerja selesai dlm jangka percobaan asal tertulis dlm
waktu tdk terlalu lama, max. kontrak atau surat
3 thn ( 2 thn masa kerja & pengangkatan;
dpt diperpanjang 1 thn) c. PKWTT tidak berakhir karena
c. Bersifat musiman meninggalnya pengusaha
d. Berkaitan dgn produk baru, atau beralihnya hak atas
kegiatan baru atau produk perusahaan yang disebabkan
tambahan yang masih dlm oleh penjualan, pewarisan
percobaan atau penjajakan atau hibah

HUBUNGAN
PK DGN PERUSH
PEMBORONG
KERJA PK DGN PPJP
a. Menyediakan jasa pekerja
a. Harus dibuat tertulis; bagi kepentingan perushn
b. Dilakukan terpisah dari kegiatan lain;
utama; b. T’dpt hub kerja antara
c. Dilakukan melalui perintah pekerja dgn PPJP;
langsung atau tidak adri c. Mrpkn PKWT;
pemberi pekerjaan; d. Upah, kesejahteraan, syarat
d. Mrpkn kegiatan penunjang dari kerja, perselisihan menjadi
perushn scr keseluruhan; tanggungjawab PPJP ;
e. Tdk menghambat produksi e. dibuat tertulis dan didaftar
pada dinas ketenagakerjaan
“Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak-hak dan
kewajiban (prestrasi dan kontra-prestasi) antara
pekerja/buruh dengan pengusaha”

Bila segala upaya telah dilakukan (secara bipartit), dan PHK tidak dapat
dihindari, maksud PHK tersebut wajib dirundingkan (membahas mengenai
hak-hak atas PHK) oleh pengusaha dengan serikat pekerja/buruh yang
bersangkutan (apabila tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh
atau tidak ada Serikat Pekerja di perusahaan tersebut.).

Setelah perundingan benar-benar tidak menghasilkan Persetujuan Bersama


(PB), pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja (PHK) setelah
memperoleh penetapan (izin) dari lembaga PPHI. Dengan kata lain, PHK
yang tidak terdapat alasan dan normanya dalam UUK, dapat dilakukan
dengan besaran hak-haknya harus disepakati melalui perundingan
(dituangkan dalam PB)
PHK Oleh
Perushn, PHK Oleh
Majikan, TENAKER
Pengusaha

JENIS
PHK

PHK Oleh
PHK Pengadilan
Demi Hukum (PPHI)
PHK OLEH MAJIKAN / PENGUSAHA / PERUSAHAAN

a. PHK karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 158 ayat 4 UUKK);
b. PHK karena pekerja/buruh (setelah) ditahan pihak berwajib selama 6 (bulan)
berturut-turut disebabkan melakukan tindak pidana di luar perusahaan (Pasal
160 ayat 3 UUKK);
c. PHK setelah melalui SP (surat peringatan) I, II, dan III (Pasal 161 ayat 3 UUKK);
d. PHK oleh pengusaha yang tidak bersedia lagi menerima pekerja/buruh
(melanjutkan hubungan kerja) karena adanya perubahan status, penggabungan
dan peleburan perusahaan (Pasal 163 ayat 2 UUKK);
e. PHK karena perusahaan tutup (likuidasi) yang disebabkan bukan karena
perusahaan mengalami kerugian (Pasal 164 ayat 2 UUKK);
f. PHK karena mangkir yang dikualifikasi mengundurkan diri (Pasal 168 ayat 3
UUKK);
g. PHK atas pengaduan pekerja/buruh yang menuduh dan dilaporkan pengusaha
(kepada pihak yang berwajib) melakukan "kesalahan" dan (ternyata) tidak benar
(Pasal 169 ayat 3 UUKK);
h. PHK karena pengusaha (orang-perorangan) meninggal dunia (Pasal 61 ayat 4
UUKK);
PHK OLEH TENAKER

a. PHK karena pekerja/buruh mengundurkan diri (Pasal 162 ayat 2 UUKK);


b. PHK karena pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja
disebabkan adanya perubahan status, penggabungan, peleburan dan
perubahan kepemilikan perusahaan ( Pasal 163 ayat 1 UUKK);
c. PHK atas permohonan pekerja/buruh kepada lembaga PPHI karena
pengusaha melakukan "kesalahan" dan (ternyata) benar (Pasal 169 ayat
2 UUKK);
d. PHK atas permohonan P/B karena sakit berkepanjangan, mengalami
cacat (total-tetap) akibat kecelakaan kerja (Pasal 172 UUKK);
PHK DEMI HUKUM

a. PHK karena perusahaan tutup (likuidasi) yang


disebabkan mengalami kerugian (Pasal 164 ayat
1 UUKK);
b. PHK karena pekerja/buruh meninggal (Pasal 166
UUKK);
c. PHK karena memasuki usia pensiun (Pasal 167
ayat 5 UUKK);
d. PHK karena berakhirnya PKWT pertama (154
huruf b kalimat kedua UUKK);
PHK OLEH PENGADILAN (PPHI)

a. PHK karena perusahaan pailit


(berdasarkan putusan Pengadilan
Niaga) (Pasal 165 UUKK);
b. PHK terhadap anak yang tidak
memenuhi syarat untuk bekerja yang
digugat melalui lembaga PPHI (Pasal
68 UUKK);
c. PHK karena berakhirnya Perjanjian
Kerja (154 huruf b kalimat kedua
UUKK);
Pada prinsipnya PHK hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan
(izin) dari lembaga PPHI (cq P4D/P4P) karena PHK tanpa izin adalah batal
demi hukum (null and void). Namun terdapat beberapa macam PHK yang
tidak memerlukan izin dimaksud, antara lain:
1. PHK bagi pekerja yang masih dalam masa percobaan bilamana  (terlebih dahulu)
telah dipersyaratkan adanya masa percobaan tersebut secara tertulis;
2. PHK bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri  (tertulis) atas kemauan sendiri
tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi;
3. Pekerja/buruh mangkir yang dikualifikasikan sebagai mengundurkan diri (Pasal
168 ayat (1) jo Pasal 162 ayat (4) UUK)
4. Berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan PKWT (dalam hal perjanjian-kerjanya
untuk waktu tertentu);
5. Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketentuan (batas usia
pensiun) dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan /Perjanjian Kerja
Bersama (PK/PP/PKB) atau peraturan perundang-undangan yang berlaku;
PHK YG TDK MEMERLUKAN IZIN :
6. Pekerja/buruh meninggal dunia (Pasal 154 UUKK);
7. PHK bagi pekerja/buruh yang mengajukan kepada lembaga PPHI dalam hal
pengusaha melakukan kesalahan, namun tidak terbukti adanya kesalahan
tersebut (Pasal 169 ayat 3 UUKK);
8. Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 171 jo 158 ayat 1 UUKK);
9. Pekerja/buruh melakukan tindak pidana di luar perusahaan setelah ditahan
6 bulan/lebih (Pasal 171 jo Pasal 160 ayat (3) UUK)
LARANGAN
PHK

a. P/B sakit (sesuai surat keterangan dokter) selama (dalam waktu) 12 bulan
secara terus terus menerus; (Pasal 93 ayat (2) huruf a UUKK)
b. P/B menjalankan tugas negara (lihat penjelasan Pasal 6 PP No. 8 Tahun 1981 jo
Pasal 93 ayat (2) huruf d UUKK)
c. P/B menjalankan ibadah (tanpa pembatasan pelaksanaan ibadah yang
keberapa, (biasanya ibadah yang pertama upah dibayar penuh), lihat Pasal 93
ayat (2) huruf e UUKK
d. P/B menikah (Pasal 93 ayat 2 UUKK)
e. P/B (perempuan) hamil, melahirkan, gugur kandung, atau menyusui bayinya
(lihat Pasal 93 ayat (2) huruf c jo Pasal 82 dan Pasal 83)
f. P/B mempunyai hubungan (pertalian) darah dan semenda, kecuali (terlebih
dahulu) telah diatur dan ditentukan lain dalam PERJANJIAN KERJA,PP/PB
g. P/B mengadukan pengusaha (kepada yang berwajib) yang melaporkan
mengenai suatu perbuatan tindak pidana kejahatan
h. Adanya perbedaan faham , agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan,
jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan (sp)
i. P/B cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja/hubungan kerja yang menurut
keterangan dokter jangka waktu penyembuhannya tidak dapat ditentukan
Hak Akibat Pemutusan Hubungan Kerja
(PP 35 tahun 2021)

 Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan


Kerja, Pengusaha wajib membayar uang
pesangon dan/atau uang penghargaan
masa kerja, dan uang penggantian hak
yang seharusnya diterima.
uang pesangon

a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1


(satu) bulan Upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua)
bulan Upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan
Upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan Upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan Upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang
dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan Upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan Upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan Upah;
dan i. masa kerja 8 (delapan)
Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
dengan ketentuan sebagai berikut:

a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6


(enam) tahun, 2 (dua) bulan Upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari
9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan Upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan Upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan Upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi
kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan
Upah; f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh)
bulan Upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun
atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua
puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan
Upah; dan
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun
atau lebih, 10 (sepuluh) bulan Upah.
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima

a. cuti tahunan yang belum diambil dan


belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk
Pekerja/Buruh dan keluarganya ke
tempat dimana Pekerja/ Buruh diterima
bekerja; dan
c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan,
atau Perjanjian Kerja Bersama.
UPAH
DAN
PENYELESAIAN
PERSELISIHAN
HUBUNGAN INDUSTRIAL
(PPHI)
Pengertian Upah :

 UU 13/2003 Pasal 1 butir 30:


“upah adalah hak pekerja/buruh yg diterima dan
dinyatakan dlm bentuk uang sbg imbalan dr
pengusaha / pemberi kerja kpd pekerja/buruh yg
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian
kerja, kesepakatan,atau peraturan perundang-
undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh
dan klg nya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yg
telah atau akan dilakukan”.
Sistem pengupahan yang selaras dengan nilai
keadilan
 Sistem pengupahan di satu pihak hrs
mencerminkan keadilan dgn memberikan
imbalan yg sesuai dgn kontribusi jasa kerja dan
mendorong peningkatan kesejahteraan pekerja
dan klg nya. Di lain pihak, sistem pengupahan di
perusahaan hrs mampu mendorong peningkatan
produktivitas kerja, serta pertumbuhan dan
pengembangan perusahaan.
 Suatu hal yg sangat sulit dilakukan adalah
menentukan “harga” dr suatu jabatan/pekerjaan
utk mencapai keadilan & layak.
UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan:

 Pasal 88 ayat (1):“Setiap pekerja/buruh berhak


memperoleh penghasilan yg memenuhi
penghidupan yg layak bagi kemanusiaan”.
 Pasal 88 ayat (2): “…Pemerintah menetapkan
kebijakan pengupahan yg melindungi
pekerja/buruh, menetapkan upah minimum dll”.
 Pasal 90 ayat (1): “Pengusaha dilarang
membayar upah lbh rendah dari upah minimum”.
 Pasal 93 ayat (1): “Upah tdk dibayar apabila
pekerja/buruh tdk melakukan pekerjaan”
 Pasal 93 ayat (2): “Ketentuan sbgmana dalam
ayat (1) tdk berlaku, dan pengusaha wajib
membayar upah apabila: Pekerja/buruh sakit
sehingga tdk dpt melakukan pekerjaan,
pekerjaan/buruh melaksanakan tugas
pendidikan dr perusahaan dll.
Struktur/komponen Upah dan atau Upah
Minimum:
 Upah Pokok (UP) + Tunjangan Tetap (TT).
 Ketentuannya, UP hrs lbh besar dr TT atau
UP(75%) + TT(25%).
Fungsi Upah:
1.Fungsi ekonomi, sbg imbalan atas jasa yg diberikan.
2.Fungsi sosial, adanya tunjangan klg, kesehatan dll.
3.Fungsi insentif, pendorong bagi pekerja utk bekerja
produktif.
Faktor2 yg mempengaruhi upah:

 Pendidikan dan ketrampilan.


 Kondisi pasar kerja.
 Biaya hidup.
 Kemampuan perusahaan.
 Kemampuan Serikat Pekerja / Serikat Buruh.
 Produktivitas kerja.
 Kebijaksanaan Pemerintah.
Kebijakan Upah Minimum/Kelembagaan
Penetapan UM:

 Di Indonesia, ketentuan upah minimum tlh


dimulai sejak 1956. Berdasar Keppres
no.58/1969 dibentuk Dewan Penelitian
Pengupahan Nasional/DPPN dgn anggota
mewakili Depnaker, Depkeu, Deperindag,
Deptan, Dephub, Deptam, Dep PU, Depdagri,
Bank Sentral, Bappenas, Universitas, SP & Org
Pengusaha.
 Idealnya tingkat upah ditetapkan oleh masing2
prsh melalui perundingan SB dan
Pengusaha.Tapi kemampuan SB terbatas.
 Selama ini kebijakan UM dilakukan oleh
Pemerintah Pusat dan berlaku nasional.
Penetapan besarnyan UM dilakukan oleh
Gubernur melalui mekanisme bottom up.
 Bersadarkan komponen Kebutuhan Hidup
Minimum (KHM), yg mrp perbaikan dari standar
Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) yg kemudian
berubah menjadi Kebutuhan Hidup Layak (KHL),
komisi pengupahan daerah melakukan survey
harga2 brg yg terkait dgn komponen KHM/KHL.
Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

 kebutuhan hidup layak (KHL) lebih detil


terdapat dalam Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan No 21 Tahun 2016
tentang Kebutuhan Hidup Layak.
Pengertian

 Dalam Pasal 1 Permenaker tersebut, KHL


didefinisikan sebagai standar kebutuhan
seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat
hidup layak secara fisik dalam 1 bulan.
Sedangkan upah minimum adalah upah
bulanan terendah berupa upah tanpa
tunjangan atau upah pokok termasuk
tunjangan tetap yang ditetapkan oleh
gubernur sebagai jaring pengaman.
Komponen KHL yang digunakan saat ini ada
tujuh yang merangkum 60 jenis kebutuhan

 Makanan dan minuman


 Sandang
 Perumahan
 Pendidikan
 Kesehatan
 Transportasi
 Rekreasi dan tabungan
jenis dalam Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. 17 tahun 2005 menjadi 60 jenis
KHL dalam Keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. 13 tahun 2012. Penambahan
baru sebagai berikut :
 1) Ikat pinggang
 8) Semir dan sikat
 2) Kaos kaki sepatu
 3) Deodorant 100 ml/g  9) Rak piring portable
 4) Seterika 250 watt plastic
 5) Rice cooker ukuran  10) Sabun cuci piring
1/2 liter (colek) 500 gr per bulan
 6) Celana pendek  11) Gayung plastik
 7) Pisau dapur ukuran sedang
 12) Sisir
 13) Ballpoint/pensil
 14) Cermin 30 x 50 cm
 Atas dasar hasil survey komisi pengupahan
daerah menyampaikan besarnya UM kpd
Gubernur setempat. Gubernur melakukan
berbagai pertimbangan, kemudian menetapkan
UM wilayah ybs. Pd saat penetapan UM oleh
Menteri, DPPN melakukan kajian atas usul
Gubernur tsb, termasuk berbagai implikasinya
seperti pertimbangan dg daerah lain yg
berdekatan.
 Setelah itu Dewan Penelitian Pengupahan
Nasional/DPPN menyampaikan rekomendasi
kpd Menaker. Menaker dpt menerima atau
menolak. Dlm hal ditolak, dikembalikan kpd
Gubernur dgn alasan utk dilakukan perbaikan
seperlunya.
 Tetapi dlm era otoda saat ini, Gubernur
menetapkan UMP.
Penetapan UM menggunakan dasar sbb:

1. Nilai KHM setempat.


2. Indeks Harga Konsumen.
3. Tingkat UM daerah ybs.
4. Perkembangan perluasan kesempatan kerja.
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM):

 Kebijakan perhitungan UMP (Propinsi) sampai


saat ini msh menggunakan standar KHM utk
pekerja lajang. KHM mrp peningkatan dari KFM,
dimana KFM menggunakan standar kalori 2.600
sedangkan KHM 3.000 kalori.
 Peningkatan standar ini termasuk kebutuhan
khusus wanita, bacaan, listrik, sepatu, kasur,
rekreasi dsb yg sebelumnya tdk termasuk dlm
KFM. KHM lbh tinggi 20% dibanding KFM.
 Lihat transparansi hal.202 terlampir.
Perselisihan perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya
HAK perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan perundang-
undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama

Perselisihan Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya
KEPENTINGAN kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-
syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama

Perselisihan yang timbul akibat tidak adanya kesesuaian pendapat


Perselisihan mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu
PHK pihak (pengusaha dan pekerja)

Perselisihan Perselisihan antara serikat pekerja dengan serikat pekerja lainnya hanya
Antar dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham
Serikat Pekerja mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban
keserikatpekerjaan
Pembagian perselisihan menjadi beberapa klasifikasi
mensyaratkan pengetahuan dalam membedakan jenis perselisihan.
Pengetahuan ini menjadi penting dengan mengingat bahwa
perbedaan perselisihan tersebut akan berdampak pada jenis
lembaga penyelesaian perselisihan yang akan ditempuh oleh para
pihak yang berselisih
BIPARTIT MEDIASI KONSILIASI ARBITRASE PENGADILAN HI
Upaya I sebelum B’wenang thd semua jenis B’wenang untuk B’wenang menjadi lembaga peradilan yang
perselisihan diajukan pada perselisihan menjadi penengah wasit pada: P’selisihan berwenang memeriksa dan
lembaga penyelesai pada: Perselisihan Kepentingan & Antar memutus semua jenis
perselisihan Semula dikenal dgn istilah Kepentingan, PHK Serikat Pekerja perselisihan
TRIPARTIT dan Antar Serikat
musyawarah antara Pekerja arbiter dapat dipilih Hakim terdiri atas hakim
pekerja dan pengusaha Mediator adlh pegawai oleh para pihak yang dari lembaga peradilan dan
Disnaker yg akan Konsiliator adlh berselisih dari daftar hakim Ad Hoc
diselesaikan dlm waktu memberikn anjuran tertulis orang yang arbiter yang ditetapkan
paling lama 30 (tiga puluh memenuhi syarat-2 oleh menteri serikat pekerja dan
hari) Selain perselisihan hak, sesuai ketetapan organisasi pengusaha dapat
Disnaker akan menawarkan menteri & wajib bertindak sebagai kuasa
Jika tidak mencapai penyelesain akan dilakukan m’berikan anjuran hukum mewakili anggotanya
kesepakatan, maka salah via Konsiliasi atau Arbitrase tertulis kpd para
satu atau kedua belah pihak yg berselisih pengadilan HI dibentuk
pihak harus mencatatkan Bila para pihak berselisih pada setiap PN yg berada di
perselisihannya ke disnaker tdk memberi tanggapan dlm tiap ibu kota provinsi yang
7 hari, perselisihan akan daerah hukumnya meliputi
dilimpahkan kpd Mediator provinsi ybs

Untuk perselisihan hak,


sengketa wajib melalui
mendapatkan anjuran
tertulis Mediator krn
Pengadilan HI hanya
memproses sengketa yg
telah melalui proses Mediasi

Mediasi diselesaikan dlm


jangka waktu paling lama
30 hari

Jika sengketa tdk selesai,


para pihak dpt melanjutkan
sengketa tsb ke Pengadilan
HI.
Berkaitan dengan prediksi waktu proses
pemeriksaan, maka pengadilan
perburuhan terbagi atas :

1. Tingkat pertama untuk perselisihan hak


dan perselisihan PHK, sehingga para pihak
masih dapat mengajukan kasasi ke
Mahkamah Agung
2. Tingkat pertama dan terakhir (final) untuk
perselisihan kepentingan dan perselisihan
antar serikat pekerja
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai