HUKUM
PERBURUHAN
Oleh :
Fajrian Noor Anugrah,SH.MH
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, akhirnya Modul Pembelajaran mata kuliah Hukum Perburuhan ini dapat diselesaikan oleh Penulis. Ada
beberapa alasan yang mendorong penulis berusaha menerbitkan Modul Pembelajaran Hukum Perburuhan ini adalah
diharapkan akan memberikan sumbangan pemikiran yang signifikan dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran
di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam Banjarmasin (STIHSA). Selain itu peningkatan kualitas pembelajaran
adalah salah satu bagian komitmen penting STIHSA dalam rangka mewujudkan pendidikan tinggi hukum yang
berkualitas bagi masyarakat Indonesia. Dengan adanya buku ini, diharapkan mahasiswa akan lebih mudah dalam
mengikuti perkuliahan Hukum Perburuhan dengan lebih efektif dan efisien.
Dalam kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap Pimpinan STIHSA yang
telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk membuat Modul pembelajaraan ini. Ungkapan terima kasih tidak
lupa pula kami haturkan kepada Pimpinan STIHSA, dan seluruh dosen dan staf STIHSA serta semua pihak yang telah
mendukung Penulis dalam menyusun naskah buku ajar Hukum Perburuhan ini. Terakhir, kami menyadari tidak ada
gading yang tak retak, tidak ada pekerjaan manusia yang sempurna karena manusia juga tidak sempurna oleh karena
itu saran dan kritik dari pembaca Modul Bahan Ajar Hukum Perburuhan ini sangat kami nantikan untuk kesempurnaan
dan lebih baik di masa datang.
UNDANG-UNDANG
DASAR
mengatur hal penting :
3
Pasal 28J:
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.##
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib
tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.
Pelaksanaan dan pembatasan HAM di bidang perburuhan
melalui undang-undang
”Pengusaha adalah:
a. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik
sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan
hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia”
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dalam Pasal
1 angka 6 memberikan definisi Perusahaan,
adalah:
a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum
atau tidak, milik orang perseorangan, milik
persekutuan, atau milik badan hukum, baik
milik swasta maupun milik negara yang
mempekerjakan pekerja/buruh dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain
yang mempunyai pengurus dan
mempekerjakan orang lain dengan membayar
upah atau imbalan dalam bentuk lain”
Pemberdayaan tenaker secara optimal dan manusiawi;
pemerataan kesempatan kerja & penyediaan teker yg sesuai dgn kebutuhan
pembangunan nasional & daerah;
perlindungan bagi tenaker dalam mewujudkan kesejahteraan;
Peningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
TUJUAN
HKM PERBURUHAN
Pembangunan
Ke-TENAKER-an
Custom
Traktat
Perjanjian
Keputusan
Penetapan
Per-UU-an
UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi
Undang-undang (Pasal 81)
UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
Alih Daya, Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat, Dan Pemutusan Hubungan Kerja
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan
Contoh:
Konvensi ILO No. 100 tentang pengupahan yang sama antara pekerja
pria dan pekerja wanita, yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI
melalui UU No. 80 tahun 1957;
Konvensi ILO No. 120 tentang hygiene dalam perniagaan dan
perkantoran, yang kemudian diraifikasi oleh Pemerintah RI melalui
UU No. 3 tahun 1969;
Konvensi ILO No. 155 tahun 1981 tentang kewajiban penyelenggaraan
program K3
Terkesan (seringkali) dianggap wajib untuk dilakukan sehingga dengan
tidak dilakukannya kebiasaan tersebut dianggap sebagai sebuah
pelanggaran;
Berulang-ulang dilakukan
SLIDE TITE
dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar
pekerja/buruh dan menjamin kesamaan
kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk
mewujudkan kesejahteraan buruh/pekerja
dan keluarganya dengan tetap
memperjuangkan perkembangan kemajuan
dunia usaha
Rachmat Trijono
ADAGIUM YANG BERBUNYI :
PEKERJA/BURUH ADALAH TULANG
PUNGGUNG PERUSAHAAN. ADAGIUM
INI NAMPAKNYA BIASA SAJA, SEPERTI
TIDAK MEMPUNYAI MAKNA. TETAPI
KALAU DIKAJI LEBIH JAUH AKAN
KELIHATAN KEBENARANNYA. PEKERJA
DIKATAKAN SEBAGAI TULANG
PUNGGUNG, KARENA MEMANG DIA
MEMPUNYAI PERANAN YANG PENTING.
TANPA ADANYA PEKERJA TIDAK AKAN
MUNGKIN PERUSAHAAN ITU BISA
JALAN, DAN BERPARTISIPASI DALAM
PEMBANGUNAN.
Bersifat Koordinatif
Ketentuan Hukum Tentang Perjanjian
Kerja
Ketentuan Umum
Syarat Sah nya perjanjian , subjek dan objek perjanjian
Ps.1320 BW
Pasal 52 UUK
Syarat sah nya perjanjian kerja
Kesepakatan kedua belah pihak
Kemampuan atau kecakapan para pihak untuk melakukan
perbuatan hukum
Adanya pekerjaan yang di perjanjikan
pekerjaan yang di perjanjikan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-
undangan
Unsur-unsur Perjanjian Kerja
KAEDAH OTONOM
ADALAH KETENTUAN-KETENTUAN YANG DIBUAT OLEH
PARA PIHAK YANG TERIKAT DALAM SUATU HUBUNGAN
KERJA, MISALNYA:
a. PERJANJIAN KERJA
b. PERATURAN PERUSAHAAN
c. PERJANJIAN KERJA BERSAMA
2. KAEDAH HETERONOM
KAEDAH HETERONOM
ADALAH KETENTUAN-KETENTUAN YANG DIBUAT OLEH
PIHAK DILUAR PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT DALAM
HUBUNGAN KERJA (PIHAK KETIGA). PIHAK KETIGA YANG
MEMBUAT KETENTUAN-KETENTUAN DIMAKSUD
ADALAH PEMERINTAH (BERSAMA DPR). OLEH KARENA
ITU BENTUK DARI KAEDAH TSB ADALAH SEMUA
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG
PERBURUHAN / KETENAGAKERJAAN.
Pasal 50 Undang-undang Ketenagakerjaan
menetapkan
bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya
perjanjian kerja antara
pengusaha dengan pekerja/buruh.
(1) pekerja/buruh adalah setiap orang yang
bekerja dengan menerima upah atau imbalan
dalam bentuk lain.
(2) Pemberi kerja (majikan) adalah orang
perseorangan, persekutuan, badan hukum
atau badan-badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja dengan
membayar upah atau imbalan dalam bentuk
lain. (Pasal 1 UU-TKA)
Perjanjian Kerja dapat dibuat secara tertulis maupun
lisan. Meskipun demikian, ketentuan Pasal 54 (1) UUK setidak-tidaknyaharus mencakup:
HUBUNGAN
PK DGN PERUSH
PEMBORONG
KERJA PK DGN PPJP
a. Menyediakan jasa pekerja
a. Harus dibuat tertulis; bagi kepentingan perushn
b. Dilakukan terpisah dari kegiatan lain;
utama; b. T’dpt hub kerja antara
c. Dilakukan melalui perintah pekerja dgn PPJP;
langsung atau tidak adri c. Mrpkn PKWT;
pemberi pekerjaan; d. Upah, kesejahteraan, syarat
d. Mrpkn kegiatan penunjang dari kerja, perselisihan menjadi
perushn scr keseluruhan; tanggungjawab PPJP ;
e. Tdk menghambat produksi e. dibuat tertulis dan didaftar
pada dinas ketenagakerjaan
“Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak-hak dan
kewajiban (prestrasi dan kontra-prestasi) antara
pekerja/buruh dengan pengusaha”
Bila segala upaya telah dilakukan (secara bipartit), dan PHK tidak dapat
dihindari, maksud PHK tersebut wajib dirundingkan (membahas mengenai
hak-hak atas PHK) oleh pengusaha dengan serikat pekerja/buruh yang
bersangkutan (apabila tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh
atau tidak ada Serikat Pekerja di perusahaan tersebut.).
JENIS
PHK
PHK Oleh
PHK Pengadilan
Demi Hukum (PPHI)
PHK OLEH MAJIKAN / PENGUSAHA / PERUSAHAAN
a. PHK karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 158 ayat 4 UUKK);
b. PHK karena pekerja/buruh (setelah) ditahan pihak berwajib selama 6 (bulan)
berturut-turut disebabkan melakukan tindak pidana di luar perusahaan (Pasal
160 ayat 3 UUKK);
c. PHK setelah melalui SP (surat peringatan) I, II, dan III (Pasal 161 ayat 3 UUKK);
d. PHK oleh pengusaha yang tidak bersedia lagi menerima pekerja/buruh
(melanjutkan hubungan kerja) karena adanya perubahan status, penggabungan
dan peleburan perusahaan (Pasal 163 ayat 2 UUKK);
e. PHK karena perusahaan tutup (likuidasi) yang disebabkan bukan karena
perusahaan mengalami kerugian (Pasal 164 ayat 2 UUKK);
f. PHK karena mangkir yang dikualifikasi mengundurkan diri (Pasal 168 ayat 3
UUKK);
g. PHK atas pengaduan pekerja/buruh yang menuduh dan dilaporkan pengusaha
(kepada pihak yang berwajib) melakukan "kesalahan" dan (ternyata) tidak benar
(Pasal 169 ayat 3 UUKK);
h. PHK karena pengusaha (orang-perorangan) meninggal dunia (Pasal 61 ayat 4
UUKK);
PHK OLEH TENAKER
a. P/B sakit (sesuai surat keterangan dokter) selama (dalam waktu) 12 bulan
secara terus terus menerus; (Pasal 93 ayat (2) huruf a UUKK)
b. P/B menjalankan tugas negara (lihat penjelasan Pasal 6 PP No. 8 Tahun 1981 jo
Pasal 93 ayat (2) huruf d UUKK)
c. P/B menjalankan ibadah (tanpa pembatasan pelaksanaan ibadah yang
keberapa, (biasanya ibadah yang pertama upah dibayar penuh), lihat Pasal 93
ayat (2) huruf e UUKK
d. P/B menikah (Pasal 93 ayat 2 UUKK)
e. P/B (perempuan) hamil, melahirkan, gugur kandung, atau menyusui bayinya
(lihat Pasal 93 ayat (2) huruf c jo Pasal 82 dan Pasal 83)
f. P/B mempunyai hubungan (pertalian) darah dan semenda, kecuali (terlebih
dahulu) telah diatur dan ditentukan lain dalam PERJANJIAN KERJA,PP/PB
g. P/B mengadukan pengusaha (kepada yang berwajib) yang melaporkan
mengenai suatu perbuatan tindak pidana kejahatan
h. Adanya perbedaan faham , agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan,
jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan (sp)
i. P/B cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja/hubungan kerja yang menurut
keterangan dokter jangka waktu penyembuhannya tidak dapat ditentukan
Hak Akibat Pemutusan Hubungan Kerja
(PP 35 tahun 2021)
Perselisihan Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya
KEPENTINGAN kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-
syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama
Perselisihan Perselisihan antara serikat pekerja dengan serikat pekerja lainnya hanya
Antar dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham
Serikat Pekerja mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban
keserikatpekerjaan
Pembagian perselisihan menjadi beberapa klasifikasi
mensyaratkan pengetahuan dalam membedakan jenis perselisihan.
Pengetahuan ini menjadi penting dengan mengingat bahwa
perbedaan perselisihan tersebut akan berdampak pada jenis
lembaga penyelesaian perselisihan yang akan ditempuh oleh para
pihak yang berselisih
BIPARTIT MEDIASI KONSILIASI ARBITRASE PENGADILAN HI
Upaya I sebelum B’wenang thd semua jenis B’wenang untuk B’wenang menjadi lembaga peradilan yang
perselisihan diajukan pada perselisihan menjadi penengah wasit pada: P’selisihan berwenang memeriksa dan
lembaga penyelesai pada: Perselisihan Kepentingan & Antar memutus semua jenis
perselisihan Semula dikenal dgn istilah Kepentingan, PHK Serikat Pekerja perselisihan
TRIPARTIT dan Antar Serikat
musyawarah antara Pekerja arbiter dapat dipilih Hakim terdiri atas hakim
pekerja dan pengusaha Mediator adlh pegawai oleh para pihak yang dari lembaga peradilan dan
Disnaker yg akan Konsiliator adlh berselisih dari daftar hakim Ad Hoc
diselesaikan dlm waktu memberikn anjuran tertulis orang yang arbiter yang ditetapkan
paling lama 30 (tiga puluh memenuhi syarat-2 oleh menteri serikat pekerja dan
hari) Selain perselisihan hak, sesuai ketetapan organisasi pengusaha dapat
Disnaker akan menawarkan menteri & wajib bertindak sebagai kuasa
Jika tidak mencapai penyelesain akan dilakukan m’berikan anjuran hukum mewakili anggotanya
kesepakatan, maka salah via Konsiliasi atau Arbitrase tertulis kpd para
satu atau kedua belah pihak yg berselisih pengadilan HI dibentuk
pihak harus mencatatkan Bila para pihak berselisih pada setiap PN yg berada di
perselisihannya ke disnaker tdk memberi tanggapan dlm tiap ibu kota provinsi yang
7 hari, perselisihan akan daerah hukumnya meliputi
dilimpahkan kpd Mediator provinsi ybs