Anda di halaman 1dari 11

Analisis Kasus Pembunuhan

Nama : Ikhya Ulumudin


NIM : 2017070022
Prodi : HUkum Ekonomi Syari’ah

Mahasiswi UIN Tewas di Makassar Hamil 4 Bulan


Reporter: Muhammad Ilham
2019-12-15

Makassar - Satu persatu fakta baru kasus pembunuhan sadis yang dialami mahasiswi
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Asmaul Husna, 24 tahun, mulai
terungkap.

Korban hamil empat bulan lalu pacarnya ketakutan dan langsung melakukan pembunuhan.
Setelah menulis puisi viral yang ditujukan untuk ibunda tercinta, Asmaul Husna diduga
tengah mengandung empat bulan sebelum nyawanya dihabisi Ridhoyatul Khaer alias
Ridwan, 21 tahun.

Kabarnya, pertikaian dua sejoli ini berawal ketika Asmaul Husna meminta pertanggung
jawaban sang kekasih atas kehamilan tersebut. Namun Ridwan menolak hal tersebut dan
nekat melenyapkan nyawa gadis yang dicintainya.

Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Yudhiawan Wibisono, mengatakan kasus ini memang
dipicu permintaan pertanggung jawaban Asmaul Husna atas perbuatan Ridwan yang telah
membuatnya hamil.

"Korban hamil empat bulan lalu pacarnya ketakutan dan langsung melakukan pembunuhan
setelah korban mengancam melaporkan kepada orang tuanya. Makanya, pelaku melakukan
pembunuhan," katanya, Minggu 15 Desember 2019.

Yudhiawan menerangkan, tak lama setelah jasad ditemukan bersimbah darah, pihaknya
langsung melakukan penyelidikan dan berhasil meringkus Ridwan.

"Alhamdulillah, pelaku sudah kami tangkap dan barang bukti berupa pisau sudah kami
temukan di sungai berkat bantuan masyarakat juga," katanya.

Sebelumnya, Asmaul Husna, ditemukan tewas dibunuh kekasihnya Ridhoyatul Khaer alias
Ridwan dalam kamar di Perumahan Citra Elok Jalan Tamangapa, Kelurahan Tamangapa,
Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sul-Sel, Jumat, 13 Desember 2019.

"Aksi pembunuhan ini terjadi pada hari jumat sekitar pukul 3 siang. Saat itu kondisi rumah
hanya ada pelaku dan korban," kata Kanit Reskrim Polsek Manggala, Iptu Syamsuddin.

Selain itu, juga ditemukan puisi yang ditujukan Asmaul Husna kepada ibunya. Dalam puisi
itu, sepertinya korban melakukan kesalahan besar dan mengalami pertentangan batin.
Bahkan dalam puisi tersebut, korban seperti punya firasat akan meninggal dengan cara
yang tragis. Ia menulis, "haruskah anak ibu meninggalkan dunia dengan cara paling tragis
atau hidup di dunia dengan cara paling tragis pula."

Saat ini, pelaku pembunuhan telah meringkuk di sel tahanan Polrestabes Makassar. Polisi
masih melakukan pengembangan atas kasus yang menggegerkan Kota Makassar itu.
https://www.tagar.id/mahasiswi-uin-tewas-di-makassar-hamil-4-bulan

Analisis Kasus

Unsur – unsur
Berdasarkan kasus, pelaku dijerat dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan
berencana.

Pasal 340 KUHP : “ Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas
nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
tahun “

Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana
tersebut adalah :

1. Barangsiapa, adalah subyek hukum dimana subyek hukum yang dapat dimintai
pertanggungjawaban menurut hukum pidana adalah Naturlijk person, yaitu manusia.
Menurut doktrin, tindak pidana melekat pada pelakunya
Manusia yang dapat dimintai pertanggung jawaban adalah siapa saja oleh orang dengan
pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I aturan umum bab III, yaitu :

a. alasan pembenar : daya paksa (pasal 48 KUHP), bela paksa (pasal 49 ayat (1)
KUHP), melaksanakan ketentuan UU (pasal 50 KUHP), dan perintah jabatan sah
(pasal 51 ayat (2) KUHP)
b. alasan pemaaf : ketidakmampuan bertanggungjawab (pasal 44 KUHP), Daya paksa
dalam arti sempit (Pasal 48 KUHP), Bela paksa lampau batas (pasal 49 ayat (2)
KUHP), dan perintah jabatan tidak sah (Pasal 51 ayat (2) KUHP)
Dalam kasus, yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah Ridwan, sebab dia
merupakan pelaku tunggal dimana dia mengakui dirinya telah membunuh Asmaul Husna,
dan Ridwan tidak memenuhi pengecualian yang diatur oleh beberapa pasal pada buku I
aturan umum bab III KUHP tersebut

1. Sengaja, Adalah pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan untuk menimbulkan


akibat tertentu yang telah diatur dalam perundang-undangan yang didorong oleh
pemenuhan nafsu (motif)
Dalam kasus, Pelaku memiliki kehendak dan keinsyafan pelaku menutup wajah korban
dengan bantal selama sekitar 15 menit. Saat korban lemas, pelaku ke dapur mengambil
pisau dan menghabisi nyawa korban sambil tetap membekap wajah korban dengan bantal
dimana tindak pidana tersebut telah diatur dalam pasal 340 KUHP tentang pembunuhan
berencana
1. Dengan rencana lebih dahulu, artinya terdapat waktu jeda antara perencanaan
dengan tindakan yang memungkinkan adanya perencanaan secara sistematis
terlebih dahulu lalu baru diikuti dengan tindakannya.
Dalam kasus, tidak dijelaskan mengenai waktu perencanaan dengan waktu tindakan, namun
dijelaskan bahwa sebelumnya pelaku membekap dengan bantal terlebih dahulu yang
menunjukkan adanya niat pelaku untuk merampas nyawa korban. Selain itu berdasarkan
kronologis kejadian sejak korban di bekap dengan bantal selama sekitar 15 menit. Saat
korban lemas, pelaku ke dapur mengambil pisau dan menghabisi nyawa korban sambil tetap
membekap wajah korban dengan bantal, merupakan kronologis yang terjadi akibat
sebelumnya telah dipikirkan terlebih dahulu

1. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) KUHP


“ Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam
perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”

Berdasarkan pasal tersebut, Tidak ada suatu tindak pidana yang dapat dipidana tanpa ada
peraturan tertulis yang mengaturnya terlebih dahulu. Dalam pasal 1 ayat (1) tersebut
mengandung asas-asas hukum pidana, yaitu :

1. Asas legalitas
Bahwa harus ada peraturan tertulis yang mengatur tindakan tersebut

Asas larangan berlaku surut


maka seseorang dalam melakukan suatu tindakan tidak perlu merasa terikat pada undang-
undang yang tidak diancam pidana walaupun kelak ditentukan sebagai tindak pidana sebab
tidak ada undang undang yang berlaku surut atau mundur waktunya.

1. Asas larangan analogi


Bahwa dilarang dalam menyelesaikan suatu perkara yang sebenarnya tidak terdapat
perumusannya dalam ketentuan tertulis dengan menggunakan pasal yang mirip dengan
kejahatan itu

Berdasarkan kasus pembunuhan diatas, maka tersangka dapat dikenakan hukuman sebab
telah ada peraturan tertulis yang mengatur larangan pembunuhan sebelum tindak pidana
dilakukan, yaitu pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana

Pasal 340 KUHP : “ Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas
nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh
tahun “

1. Berdasarkan tempus dan locus delicti

Tempus adalah waktu terjadinya tindak pidana. Tujuan ditentukannya tempus adalah agar
pada saat terjadinya tindak pidana dapat ditentukan:
 Sudah ada atau belum peraturan yang mengaturnya (Pasal. 1 ayat (1) KUHP)
 Apabila ada perubahan peraturan, UU mana yang berlaku (Pasal 1 ayat (2) KUHP)
 Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atau tidak (Pasal 44 KUHP)
 Sudah berumur 16 tahun atau belum (Pasal 45 KUHP)
 Batas waktu pengajuan delik aduan (Pasal 74 KUHP)
 Batas waktu menarik kembali aduan (Pasal 75 KUHP)
 Daluarsa (Pasal 79 KUHP)

Cara menentukan tempus adalah :

1. Teori perbuatan materiil


Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil)
dilakukan. Berdasarkan kasus, maka yang ditentukan adalah waktu tindakan pembunuhan
dilakukan, yaitu Oktober 2009

1. Teori bekerjanya alat


Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan waktu saat alat bekerja. Dalam kasus,
pembunuhan dilakukan dengan menggunakan bantal dan pisau, yaitu alat yang tidak
bekerja, sehingga tidak ditemukan waktu berdasarkan bekerjanya alat.

1. Teori munculnya akibat


Menentukan kapan tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Dalam kasus akibat
yang muncul adalah matinya korban yaitu pada tanggal Desember 2019

1. Teori gabungan
Merupakan gabungan tanggal dari kesemua teori yang berdasarkan kasus terjadi pada
waktu yang sama, yaitu Desember 2019

a. Locus adalah lokasi tindak pidana terjadi. Penentuan locus bertujuan untuk
menentukan :
 Apakah hukum pidana Indonesia berlaku dalam tindak pidana tersebut (Pasal 2-8
KUHP)
 Kompetensi relatif pengadilan yang berhak mengadili perkara tersebut, terbagi atas :

~ Kompetensi absolut

Untuk menentukan pengadilan apa yang berhak mengadili perkara tersebut. Dalam kasus
adalah pengadilan Umum

~ Kompetensi relatif

Untuk menentukan pengadilan mana yang berhak mengadili perkara tersebut. Untuk lebih
lengkapnya penentuan pengadilan ini ditentukan dengan menggunakan teori locus.

Cara menentukan locus adalah :

1. Teori perbuatan materiil


Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu perbuatan fisik (materiil)
dilakukan. Berdasarkan kasus, maka yang lokasi terjadinya pembunuhan adalah di Kota
Makassar

1. Teori bekerjanya alat


Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan waktu saat alat bekerja. Dalam kasus,
pembunuhan dilakukan dengan menggunakan bantal dan pisau, yaitu alat yang tidak
bekerja, sehingga tidak ditemukan lokasi berdasarkan bekerjanya alat.

1. Teori munculnya akibat


Menentukan lokasi tindak pidana terjadi berdasarkan munculnya akibat. Dalam kasus akibat
yang muncul adalah matinya korban yaitu di Kota Makassar

1. Teori gabungan
Merupakan gabungan lokasi dari kesemua teori yang berdasarkan kasus terjadi pada
tempat yang sama, yaitu di Kota Makassar

1. Berdasarkan prinsip KUHP


1. Prinsip Teritorialitas berdasarkan Pasal 2 KUHP dan diperluas dengan Pasal 3
KUHP
Pasal 2 KUHP : “Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap
orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia”

Menentukan wilayah dengan hubungannya dengan berlakunya aturan pidana dalam


perundang-undangan Indonesia terkait dengan batas-batas atau yuridiksi wilayah tindak
pidana terjadi

Yang termasuk didalamnya adalah :

 Wilayah Indonesia sebagai wilayah berlakunya hukum pidana Indonesia


 Wilayah Indonesia sebagai pelaku tindak pidana terjadi
 Wilayah Indonesia sebagai tempat tindak pidana terjadi
 Kemudian mengenai perluasannya yaitu Pasal 3 KUHP

Pasal 3 KUHP: “Aturan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang
yang diluar Indonesia melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia

Dalam pasal ini yang dimaksud dengan wilayah Indonesia adalah :

 Daratan (dari Sabang sampai Merauke)


 Perairan Indonesia yaitu laut wilayah Indonesia dan perairan pedalaman Indonesia
 Udara
 Kapal laut berbendera Indonesia (Tidak harus milik Indonesia) yang termasuk
didalamnya adalah kapal dagang di laut bebas dan kapal perang Indonesia
dimanapun
 Pesawat Indonesia berdasarkan Pasal 95 KUHP
Berdasarkan Kasus, tindak pidana yang terjadi adalah di Kota Batam yang merupakan
daratan Indonesia sehingga memiliki syarat untuk disebut wilayah Indonesia, sehingga
hukum pidana Indonesia dapat diberlakukan

1. Prinsip Nasionalitas Aktif berdasarkan Pasal 5-7 KUHP


Berdasarkan asas bahwa setiap negara yang berdaulat wajib sejauh mungkin mengatur
sendiri warga negaranya. Ciri utamanya adalah Warga Negara Indonesia (WNI) tanpa
mempersoalkan dimana orang tersebut berada baik di dalam maupun diluar wilayah
Indonesia.

Pasal 5 ayat (1) Mengatur kejahatan terhadap keamanan negara dan martabat presiden dan
wakil presiden dan tidak dipersoalkan apakah di negara berrsangkutan (luar negri itu)
termasuk tindak pidana atau tidak

Pasal 5 ayat (2) mengharuskan bahwa di negara tersebut (luar negri) harus merupakan
tindak pidana

Pasal 6 mengatur bahwa tindak pidana mati tidak dapat dijatuhkan bila di Negara dimana
tindakan tersebut dilakukan tidak dipidana mati

Pasal 7 mengenai perluasan asas personalitas

Berdasarkan kasus, karena kasus yang terjadi adalah pembunuhan dan bukan termasuk
dalam kejahatan yang disebutkan dalam pasal 5-7, makasa prinsip ini tidak digunakan.

1. Prinsip Nasionalitas Pasif berdasarkan Pasal 4 KUHP


Berdasarkan asas setiap negara berdaulat wajib menjaga kepentingan hukum negaranya
atau kepentingan nasionalnya. Dalam prinsip ini, yang diatur adalah kepentingan hukum
suatu negara dilanggar oleh seseorang yang berada di luar negaranya. Ciri utamanya
adalah setiap orang di luar Indonesia melakukan tindak pidana yang diatur dalam pasal 4
KUHP tersebut

Berdasarkan kasus, karena pelaku berada dalam wilayah Indonesia sehingga prinsip
nasionalitas pasif tidak digunakan.

1. Prinsip Universalitas
Asas ini dipergunakan untuk melindungi seluruh masyarakat dunia, seperti UU antiterorisme

Berdasarkan kasus, pembunuhan yang terjadi merupakan pembunuhan biasa yang sudah
diatur dalam pasal 340 KUHP sehingga tidak perlu dipergunakan prinsip universalitas

1. Jenis-jenis delik
1. Delik Kejahatan
Adalah delik yang tercantum dalam buku II KUHP

Kasus pembunuhan berencana tersebut diatur dalam pasal 340 KUHP yang berada dalam
buku II KUHP tentang kejahatan, sehingga kasus tersebut digolongkan dalam delik
kejahatan
1. Delik Materil
Adalah tindak pidana yang rumusannya melarang suatu perbuatan/tindakan dengan
mempersoalkan akibatnya.

Kasus tersebut merupakan kasus pembunuhan, dimana selesainya tindak pidana setelah
sudah dilakukannya pembunuhan tersebut dengan mempersoalkan akibatnya yaitu
hilangnya nyawa seseorang.

Delik Komisionis
Adalah tindakan aktif (active handeling) yang dilarang untuk pelanggarannya diancam
pidana

Kasus tersebut merupakan delik yang dilarang dilakukan, sebagaimana tertera dalam Pasal
340 KUHP tentang pembunuhan dengan dipikirkan lebih dulu. Pembunuhan berencana ini
merupakan perbuatan yang dilarang dilakukan

1. Delik dolus (sengaja)


Adalah suatu kehendak atau keinginan untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong
oleh pemenuhan nafsu (motif).

Dalam kasus pembunuhan tersebut, pelaku sudah menyiapkan martil dan memukulkannya
dengan sengaja untuk mengetahui apakah korban kebal atau tidak dan menyebabkan
korban tewas.

Delik Biasa
Adalah suatu tindak pidana yang penuntutannya bisa dilakukan bila dilaporkan atau karena
tertangkap tangan
Kasus pembunuhan tersebut bisa dilaporkan siapa saja dan laporan tersebut tidak dapat
dicabut kembali dimana bahkan tidak perlu adanya laporan sebab polisi dapat
menyelesaikan delik tersebut, serta delik laporan pembunuhan ini tidak dapat diselesaikan di
luar pengadilan / berdamai.

1. Delik dikualivisir
Adalah merupakan delik yang dilakukan memiliki unsur memberatkan pidana.
Kasus pembunuhan tersebut dilakukan dengan perencanaan sehingga termasuk dalam
delik yang memberatkan. Selain itu tindakan yang dilakukan tersangka setelah membunuh
adalah memakan organ dalam tubuh korban, dimana menurut KUHP Federasi Rusia, bahwa
pembunuhan dengan tujuan memperoleh organ atau jaringan tubuh, termasuk kedalam
pemberatan pidana delik pembunuhan, dapat dinyatakan berlaku di Indonesia, sebab gejala
pembunuhan kejam seperti itu terjadi juga di Indonesia (menurut pendapat Prof.Dr.Andi
Hamzah dalam buku delik-delik tertentu (special delicten) di dalam KUHP).

1. Delik Communa
Adalah delik yang bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa terbatas oleh kualifikasi/golongan

Kasus penganiayaan tersebut, sebagaimana yang tertera pada Pasal 340 KUHP, dapat
dilakukan oleh siapapun (WNI, WNA, atau tidak memiliki kewarganegaraan) tanpa tersbatas
seseorang tersebut berasal dari golongan tertentu (Militer, Pegawai Negeri, dan lainnya)
atau bukan

1. Delik Mandiri
Adalah delik yang dilakukan hanya satu kali saja

Kasus tersebut adalah pembunuhan yang hanya dilakukan satu kali selesai tanpa berlanjut.

1. Delik tunggal
Adalah delik yang tidak dilakukan berulang-ulang sebagai mata pencaharian (lawan dari
delik berangkai)

Kasus tersebut adalah pembunuhan yang tidak dilakukan berulang-ulang

1. Ajaran Kausalitas
Teori kausalitas hanya dapat diterapkan pada jenis delik tertentu saja, yaitu :

1. Delik Materil
2. Delik Omisi tidak murni
3. Delik yang diperberat/dikualivisir

Kasus pembunuhan ini merupakan delik dikualivisir, sehingga dapat dirumuskan kausanya.
Menurut teori Von Buri (teori sama nilai atau ekuivalensi), semua faktor yang perlu atau turut
serta menyebabkan suatu akibat dan tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor
yang menjadi syarat mutlak terjadinya akibat, harus diberi nilai sama.

Berdasarkan teori tersebut, kausa yang menimbulkan akibat adalah :

a. Pengakuan korban bahwa ia takut karena pacarnya hamil


b. Korban tidur serumah di rumah
c. Di bekap dengan bantal dan di tusuk oleh pelaku
Teori Von Buri memerlukan suatu restriksi (pembatasan). Dari semua faktor yang bernilai
sama, diambil satu yang dianggap paling bernilai. Faktor paling bernilai itu diterima sebagai
kausa. Teori yang bermaksud menghapuskan kekurangan Von Buri dapat dibagi dalam dua
golongan :

1. Teori yang mengindividualisasikan


Dari semua faktor yang oleh Von Buri diterima sebagai kausa, diambil satu yang dianggap
paling berpengaruh atas terjadinya akibat atau terjadinya delik. Teori yang terkenal dalam
golongan ini adalah teori Birkmeyer. Berdasarkan teori Birkmeyer, kausa dalam kasus
adalah di tusuk dengan pisau oleh pelaku sebab faktor inilah yang paling besar
pengaruhnya untuk mengakibatkan kematian.

1. Teori yang merata-samakan


Dari semua faktor yang oleh Von buri diterima sebagai kausa, diambil satu yang menurut
pengalaman, boleh dianggap umumnya menjadi kausa. Teori yang menganut golongan ini
adalah :
1. Teori Von Kries (subjective pragnose)
Faktor yang dianggap menjadi kausa adalah faktor yang adequate (sesuai, seimbang)
dengan terjadinya akibat yang bersangkutan dan sebelumnya telah dapat diketahui oleh
pembuat delik bahwa akan mengakibatkan delik.

Berdasarkan kasus, maka kausanya adalah di bekap dengan bantal selama 15 menit lalu di
tusuk dengan pisau sebab pelaku mengetahui bahwa di bekap dengan bantal dan di tusuk
dengan pisau dapat mengakibatkan nyawa korban hilang.

a. Teori Rumelin (objectivenachtraglicher pragnose)


Faktor yang dianggap menjadi kausa adalah ditinjau dari sudut objektif (yaitu faktor yang
setelah terselesainya delik umum diterima), harus ada untuk terjadinya akibat perbuatan
tersebut. Jadi yang menjadi faktor adalah faktor yang kemudian, yang setelah terjadinya
delik (akibat) yang bersangkutan, setelah terselesainya delik, umum yang diterima sebagai
faktor yang menyebabkan terjadinya delik tersebut.

Berdasarkan kasus, maka kausanya adalah pelaku takut karena telah menghalimili
pacarnya.

1. Melawan hukum
Bersifat melawan hukum (wederechtelijk) berarti bertentangan dengan hukum, tidak sesuai
dengan hukum, dimana yang dimaksud hukum adalah hukum positif. Menurut KUHP,
melawan hukum dikenal dengan istilah secara tanpa hak, secara bertentangan dengan
kewajibannya, serta bertentangan dengan kewajiban orang lain menurut undang-undang,
secara bertentangan dengan kewajiban umum. Jika suatu perbuatan sudah memenuhi
unsure-unsur dalam KUHP, perbuatan tersebut pasti melawan hukum

Aliran melawan hukum (onrechtmatigheid) adalah :

1. Aliran Formil
Melawan hukum itu sebagai konstitutif elemen tiap peristiwa pidana. Sehingga apabila suatu
kelakuan memenuhi unsur dalam ketentuan pidana yang bersangkutan (secara formil), baik
kata melawan hukum ditulis (harus dibuktikan) maupun tidak tertulis (tidak perlu dibuktikan)
dalam undang-undang, maka kelakuan tersebut sah dikatakan sebagai tindak pidana.
Disebut melawan hukum positif tertulis

Berdasarkan kasus, yang dipergunakan adalah Pasal 340 KUHP :

“ Barangsiapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun “

Dalam kasus, ternyata memenuhi semua unsur yang terdapat dalam pasal (dibuktikan
dalam bagian I), maka dinyatakan sah sebagai tindak pidana. Dalam pasal 340 KUHP tidak
terdapat unsur melawan hukum sehingga tidak perlu dibuktikan secara terperinci, namun
dengan terpenuhinya semua unsur dalam pasal, maka dapat perbuatan tersebut dikatakan
“melawan hukum”
1. Aliran Materil
Melawan hukum sebagai suatu anisir yang tidak hanya melawan hukum tertulis, tetapi juga
sebagai suatu anisir yang melawan hukum yang tidak tertulis, yaitu yang melawan asas-
asas hukum umum

Dalam kasus, pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku juga tidak dapat diterima oleh umum
(hukum tidak tertulis), sehingga terpenuhilah unsur melawan hukum.

1. Kesalahan dan pertanggung jawaban pidana


Terdapat adagium yang terkenal mengenai kesalahan yaitu “Geen straf zonder schuld”
(tiada suatu hukuman tanpa kesalahan atau tiada pemidanaan tanpa adanya kesalahan).
Kesalahan dalam arti luas adalah dolus/kesengajaan dan culpa/kelalaian

Kesengajaan/Dolus
Adalah kehendak untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh pemenuhan nafsu
(motif). Untuk mewujudkan tindakannya, ada tiga tahapan yaitu adanya motif, adanya
kehendak, dan adanya tindakan.

Kesengajaan terbagi atas :

a. Kesengajaan dengan dasar mengetahui, termasuk delik formil


b. Kesengajaan dengan dasar menghendaki, termasuk delik materil

Kasus pembunuhan tersebut masuk kedalam kesengajaan dengan dasar menghendaki,


sebab menghendaki akibat yang terjadi dari tindakan membunuh tersebut, yaitu matinya
korban.

Gradasi kesengajaan yaitu :

a. Kesengajaan dengan maksud, adalah terjadinya suatu tindakan atau akibat tertentu
adalah perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan pelaku
b. Kesengajaan dengan kesadaran tujuan yang pasti mengenai
tujuan/keharusan/akibat perbuatan
c. Kesengajaan dengan menyadari kemungkinan (kesengajaan bersyarat)

Kasus pembunuhan tersebut termasuk dalam kesengajaan dengan maksud, karena


terjadinya tindakan membekap dan menusuk dengan pisau, atau akibat tertentu yaitu
kematian yang direncanakan oleh pelaku guna untuk menghilangkan nyawa korban karena
hamil di luar nikah, adalah perwujudan dari maksud atau tujuan dan pengetahuan pelaku.

Pembagian dolus dihubungkan dengan sasaran, yaitu :

a. Dolus Determinatus, adalah kehendak dan keinsyafan untuk melakukan suatu


tindakan yang menimbulkan suatu akibat
b. Dolus Indeterminatus, adalah kehendak dan keinsyafan untuk menimbulkan akibat
pada sembarang sasaran (tidak ditentukan)
c. Dolus Alternativus, kehendak berupa pilihan
d. Dolus Deneralus, sasaran jamak
e. Dolus Inderectus, akibat timbul sebenarnya bukan kehendak dan tujuan pelaku
f. Dolus Premiditatus, kesengajaan yang direncanakan terlebih dahulu

Kasus pembunuhan tersebut masuk pada Dolus determinatus sebab pelaku dengan
kehendaknya dan keinsyafannya melakukan pembekapan dan menusuk agar korban tewas.

1. Kealpaan/Culpa
Adalah kesalahan sebagai akibat kurang hati-hati atau tidak sengaja. Dalam kasus
pembunuhan tersebut telah dibuktikan bahwa kesalahan timbul akibat kesengajaan atau
dolus, sehingga bukan merupakan kealpaan atau culpa

1. Pogging
Adalah perluasan tindak pidana karena membahayakan suatu kepentingan meskipun
tindakan tersebut tidak memenuhi seluruh unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan atau
dirumuskan

Dasar pogging dapat dipidana adalah Pasal 53 KUHP, dimana salah satu ayatnya berbunyi

Ayat (1) : Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari
adanya pemulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
disebabkan karena kehendaknya sendiri.

Maka dapat disimpulkan syarat-syarat poging sesuai pasal 53 ayat 1 KUHP adalah :

1. Niat
2. Permulaan pelaksanaan tindakan
3. Tidak selesainya delik bukan karena kehendak pelaku
Untuk niat, terdapat dua teori mengenai niat yaitu :

1. Teori Percobaan Subjektif


Seseorang yang telah memiliki niat untuk melakukan tindak pidana atau menyatakan niatnya
dalam tindakan permulaan sudah harus dipidana meskipun belum terjadi suatu kerugian
kepentingan hukum sesuai dengan pasal yang dipidana.

1. Teori Percobaan Objektif


Bertolak pangkal kepada tindakan dari petindak yang telah membahayakan suatu
kepentingan hukum yang dilindungi oleh undang-undang. Beberapa penulis Belanda
berpendapat bahwa KUHP menganut teori objektif.

Berdasarkan kasus, tidak terjadi poging karena tindak pidana telah memenuhi seluruh unsur
yang ada. Seandainya pada saat pelaku hendak membekap dan menusuk korban, ada
warga sekitar yang melihatnya dan menggagalkannya, maka terjadilah poging (tidak
selesainya delik bukan karena kehendak pelaku). Ancaman hukumannya-pun dikurangi
sepertiganya sesuai dengan pasal 53 KUHP.

Anda mungkin juga menyukai