A. Sejarah Dakwah
dibawa oleh Nabi Ibrahim as sebab jazirah Arab pada masa sebelum Nabi
Muhammad Saw sudah pernah kedatangan dakwah dari para nabi utusan Allah.
Diantaranya ialah Nabi Ibrahim dan Ismail as, namun sebab kejahilan mereka dalam
beragama, akhirnya mereka mengubah ajaran tauhid, yang dibawa Nabi Ibrahim
tersebut dengan ajaran-ajaran syirik, seperti menyembah patung, matahari, kayu dan
lain sebagainya.
berhala, dan agama Yahudi dan Nasrani”.1 Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Menyembah Malaikat
Islam, ialah mereka menyembah dan menuhankan para malaikat. Inilah kebiasaan
1
K.H. Moenawar Chalil, Kelengkapn Tarikh Nabi Muhammad Saw, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001) h. 22.
19
20
mengagung agungkan malaikat dan menganggap bahwa malaikat itu sebagai wakil
Tuhan yang dapat mengambil dan memusnahkan pemberianNya dan mereka juga
menganggap bahwa para malaikat yang mereka sembah itu adalah anak perempuan
Tuhan.
Selanjutnya, di antara mereka ada yang memandang bahwa jin-jin dan ruh
para leluhur yang telah meninggal dunia itu mempunyai hubungan langsung
atau hubungan keturunan dengan para malaikat, sehingga dengan sendirinya
mereka mempunyai hubungan keturunan juga kepada Tuhan. Karena itulah,
mereka lalu menuhankan dan menyembah jin-jin, ruh-ruh, dan hantu-hantu.
Kaitanya dengan itu, ada diantara mereka yang menghormati atau memuliakan
beberapa tempat yang mereka pandang tempat jin, diantaranya ada satu tempat
yang terkenal bernama Darahim. Mereka selalu mengadakan kurban,
menyembelih binatang ditempat itu agar terhindar dari bencana yang
didatangkan olehnya.3
Sungguh ini adalah suatu syirik yang sangat besar yang dilakukan masyarakat
Makkah masa itu, sampai-sampai karena kebodohanya mereka menyembah apa yang
sesungguhnya tidak layak untuk di sembah, namun karena hati mereka sudah di
penuhi dengan kesyirikan, akhirnya mereka beranggapan apa yang mereka lakukan
c. Menyembah Bintang-bintang
Sebagian diantara bangsa Arab di daerah Arab ada yang menyembah bintang-
bintang, yang dimaksud dengan bintang-bintang adalah matahari, bulan, dan
bintang-bintang yang gemerlapan cahayanya, yang bertaburan dan beribu-ribu
banyaknya itu. Mereka menyembah bintang-bintang karena mengaggap bahwa
bintang-bintang itu diberi kekuasaan oleh tuhan untuk mengatur alam yang luas
ini. sebab itu, sudah sepatutnya bintang-bintang itu dihormati, dimuliakan dan
disembah karena bintang-bintang itu pun menyembah Tuhan. Demikianlah
kepercayaan mareka sehingga mereka langsung menyembah bintang-bintang.4
alam semesta ini. Karena itulah mereka beranggapan bahwa benda-benda tersebut
sudah seharusnya untuk dihormati dan disembah karena bintang-bintang itu pun
menyembah Tuhan.
d. Menyembah Berhala
Sebagian dari bangsa Arab di daerah ketika itu ada yang menyembah berhala-
berhala atau arca-arca yang terbuat dari logam-logam atau dibuat dari kayu dan batu.
4
Ibid., h. 22.
22
sangat cinta dan menghormati Ka’bah. Padahal mereka baru saja kembali dari
tanah suci, dari Ka’bah, serta baru mengerjakan haji dan umrah menurut agama
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Kemudian, lama kelamaan, tertariklah mereka
untuk menyembah batu-batu dan berhala-berhala itu, dan mereka lupa akan
petunjuk agama nabi dan Nabi Ismail yang sebenarnya.5
akhirnya wujud kecintaan yang ada pada diri mereka, diaplikasikan dengan cara
menyembah berhala-berhala yang mereka bawa dari areal tanah suci Makkah, dengan
Kehidupan mereka masih nomaden dan sangat terbelakang dan akal mereka
belum mampu menerima konsep ketuhanan yang tidak dapat dilihat oleh mata kepala
dan tidak dapat dijangkau oleh indera mereka yang mereka anggap patung-patung
Arabia, namun agama lain dapat hidup disamping kepercayaan yang ada ialah agama
Yahudi yang dianut oleh bangsa Yahudi yang ajarannya memang cocok dengan
watak bangsa itu. Menurut Thomas Arnold sebagaimana yang dikutip oleh K.H.
Arabia dikala bangsa itu mendapat penindasan dari pemerintahan Romawi, terutama
5
Ibid., h. 22-23.
6
Ibid., h. 17.
23
dikota Yasrib, Tina, Fadaq, Khaibar dan lainnya. Mereka menetap di kota itu sudah
sekian generasi. Kegiatan mereka seperti berniaga dan ada pula yang membungakan
uang (riba’). Dengan perniagaan inilah orang Yahudi bergaul dengan orang Arab, dan
ada pula yang menikahi wanita Arab tersebut namun jumlahnya hanya sedikit.7
Orang Arab telah mendengar dari orang Yahudi tentang Nabi Musa yang sangat
keras menentang bangsanya yang menyembah patung emas atau anak sapi yang
bertentangan dengan keyakinan tauhid mereka juga mengetahui tentang adanya hari
tentang adanya syurga dan neraka. Dan tentang adanya alam yang tidak dapat
dijangkau oleh pengelihatan mata yang dahulunya belum pernah mereka dengar,
karena sebagian besar orang Arab tidak mempercayai adanya hari akhir. Sebagaimana
Karena piciknya pikiran mereka belum mampu memikirkan yang lebih jauh,
belum mampu memikirkan adanya alam yang lain, sebagaimana kepercayaan orang
Mesir Kuno. Maka sesudah mereka bergaul dengan orang Yahudi barulah pikiran
mereka terbuka dan bertambah luas, itupun sudah melalui waktu yang cukup lama.
7
Muhammad Mustafa Atha, Sejarah Dakwah Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982), h. 17.
24
B. Pengertian Dakwah
Dakwah berasal dari kata da’a, yad’u, da’watan (ً َد ْع َو ة, يَ ْد عُ و, ) َد َع اyang
kepada keinsafan atau usaha mengubah situasi yang lebih baik dan sempurna, baik
dalam berdakwah yakni hikmah bijaksana, tidak dengan pemaksaan atau kekerasan.
Berarti mengajak baik pada diri sendiri ataupun pada orang lain untuk berbuat baik
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah dan RasulNya”.10
Rafi’udin dkk adalah “Dakwah artinya setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau
tulisan yang bersifat menyeru, mengajak memanggil manusia lainnya untuk beriman
8
Kayo Khatib Pahlawan, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007), h. 26.
9
Hamzah Ya’kub, Publisistik Islam, Teknik Dakwah dan Leadership, (Bandung: CV.
Diponegoro, 1992), h. 13.
10
Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas,
1994), h. 17.
25
dan mentaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis aqidah dan syari’ah serta ahlak
Islamiyah”.11
bersifat menyeru, mengajak, memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa secara garis besar
akhlak, dan mua’amalah. Konteks ini lebih menekankan pada kedudukan manusia
sebagai hamba Allah yang harus menjadikan seluruh aktivitasnya untuk beribadah
kepadaNya.
budaya, serta politik dan hubungan bilateral, dan sebagainya dalam rangka
11
Rafi’udin dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Dasar Strategi Dakwah, (Bandung,
Pustaka Setia), h. 24.
12
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, !
994), h. 281.
13
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2001), h. 205.
26
diridhoi Allah. Konteks ini lebih menekankan pada fungsi manusia selaku khalifah
membimbing umat manusia dengan hikmah dan bijaksana tanpa ada paksaan sesuai
dengan garis-garis aqidah dan syari’ah serta ahlak Islamiah untuk mecapai
a. Kata dakwah yang artinya ‘do’a’ atau ‘permohonan’ seperti terdapat dalam seperti
Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah
mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
b. Kata dakwah yang artinya ‘menyeru’, seperti dalam surat Yunus ayat 25:
ª !$ #u r (#þ q ã ã ô t 4 n <Î ) Í #y É O»n=¡ ¡ 9 $ # Ï ö k u ur `tB â ä !$ t±o
4n<Î) :Þ º uÅ À 8 Lì É)tF ó ¡B
Artinya: Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam).15
c. Kata dakwah yang artinya ‘mengajak’ seperti dalam surat Yusuf ayat 33:
14
Ibid., h. 27.
15
Ibid., h. 168.
27
d. Kata dakwah yang berarti ‘mengundang’, seperti terdapat dalam hadist yang
Artinya: Dari Ibnu Umar, Apabila salah seorang kamu diundang menghadiri
walimah, maka hendaklah dia menghadirinya, (HR. Bukhari).17
adalah setiap proses aktivitas dalam rangka mengajak, menyeru, memanggil, dan
membimbing manusia baik perindividu maupun kelompok kepada ajaran yang lebih
dahulu diyakini dan diamalkan da’i sendiri agar mendapat kebahagiaan yang bersifat
C. Tujuan Dakwah
Kemuliaan dari suatu usaha adalah dengan melihat cara dan tujuan yang ingin
yang luhur dan bermanfaat bagi manusia. Di antara tujuan-tujuan yang luhur dari
Selanjutnya tujuan dakwah yang dikemukakan oleh Asmuni Syukir antara lain:
ialah menginginkan umat manusia itu hidup dalam keridhaan Ilahi, sungguh tidak ada
tujuan yang lebih mulia dari tujuan tugas dakwah ini, pantaslah Allah memberi kabar
gembira bagi da’i bahwa perkataan mereka adalah sebaik-baik dari perkataan.
Rafi’udin, S.Ag dan Drs. Maman Abdul Djaliel menyatakan, “Mengajak manusia
kejalan Tuhan, jalan yang benar, yaitu Islam. Disamping itu, dakwah juga bertujuan
18
Thahir Luth, M. Natsir Dakwah dan Pemikirannya, (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), h.
70.
19
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 17.
29
untuk mempengaruhi cara berfikir manusia, cara merasa, cara bersikap dan bertindak,
dan kesejahteraan hidup di dunia dan diakhirat yang diridhai oleh Allah SWT, yakni
hidup di dunia maupun akhirat dengan memiliki pola hidup sesuai dengan ajaran
Islam baik dengan cara bertindak, cara berfikir dan cara mengatasi problematika
kehidupan agar manusia bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang dapat
hamba untuk mengikuti semua aturan sang pencipta melalui ajaran Islam. Keharusan
tersebut bukanlah suatu bentuk kedzaliman Allah namun justru bukti kebesaranNya
karena semua sistem Islam telah sesuai dengan kondisi jasmaniah dan ruhiyah
manusia.
D. Prinsip-Prinsip Dakwah
20
Rafi’udin dan Maman Abdul Djaliel, Op. Cit., h. 32.
21
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Op. Cit., h, 281.
30
seterusnya bahkan lebih dari itu, perubahan sistem kepercayaan sangat potensial
untuk terjadi. Mencermati kondisi yang demikian dakwah Islam memiliki prospek
yang cukup baik dari masyarakat yang semula terpencil dan kini tengah menuju pada
Hal terpenting disini adalah kesungguhan hati dan keyakinan da’i (subyek
dakwah) dalam mengajak orang lain (obyek dakwah) untuk mengamalkan aqidah
Islam disertai pengamalan oleh pendakwah itu sendiri. Dengan kata lain, pihak
bagi masyarakt seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.22 Sebagai mana dalam
Artinya: Katakanlah, "Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata,
Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".23
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah menyeru kepada umat
manusia, Inilah jalanku, siapa suka boleh ikut, dan siapa yang tidak mau tidak
1. Prinsip keteladanan.
2. Penegakan kebenaran dan jalan yang lurus.
3. Berlandaskan kepada akal (logika).
4. Prinsip kontinuitas dan kelanggengan yang garis-garisnya merupakan
penunjukan Allah pelaksanaan perintah-Nya. Disampaikan secara penuh
keberanian dan keikhlasan.
5. Dilakukan oleh seorang mukmin yang berpredikat sebagai ahsanu qoulan wa
amalan dan mengandung nilai ketundukan atau kepatuhan kepada al khalik24
berdakwah seorang da’i harus mempunyai prinsip-prinsip yaitu, menjadi teladan yang
yang garis-garis dakwah pelaksananya adalah Allah SWT, yang dilakukan secara baik
E. Objek Dakwah
Salah satu unsur dakwah adalah mad’u yakni manusia yang merupakan individu
atau bagian dari komunitas tertentu. Mempelajari tentang unsur ini merupakan suatu
Objek dakwah adalah manusia yang menjadi audiens yang akan diajak
kedalam Islam secara Kaffah. Mereka bersifat heterogen, baik dari sudut idiologi,
misalnya, atheis, animis, musyrik, munafik, bahkan ada juga yang muslim tetapi fasik
atau penyandang dosa dan maksiat. Dari sudut lain juga berbeda baik intelektualitas,
status sosial, kesehatan dan pendidikan dan seterusnya ada atasan, dan ada bawahan,
24
Siti Muriah, Op. Cit., h. 22.
32
ada yang berpendidikan ada yang buta huruf, ada kaya ada juga yang miskin dan lain
sebagainya. 25
program kegiatan dakwah perlu mendapatkan konsiderasi yang tepat yaitu meliputi
agama sebagai pedoman hidup yang universal, rasional dan dinamis.kita dapati
25
Ibid., h. 32.
26
Arifin, Psikologi Dakwah, (Suatu Pengantar Studi), (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 3.
27
Siti Muriah, Op. Cit., h. 34.
33
golongan dan siapa saja, sesuai dengan misi dakwah Nabi sebagai Rahmatan lil al-
amin.
keadaan mad’u dan lingkungannya. Misalkan, orang kota dan orang desa berbeda
sedangkan orang kota menggunakan metode dakwah modern. Demikian pula dakwah
Sedangkan masalah isi atau materi pesan ditentukan oleh seberapa jauh
relevansi atau kesesuaian isi pesan tersebut dengan kondisi subyektif
komunikan, yaitu "needs" (kebutuhan) atau permasalahan mereka. Dalam
dakwah perlu diketahui kebutuhan apa yang mereka rasakan, dan seberapa jauh
pesan dakwah dapat menyantuni kebutuhan dan permasalahan tersebut.
Relevansi antara isi pesan dakwah dengan kebutuhan tersebut hendaknya
diartikan sebagai ketersantunan yang proporsional, artinya pemecahan masalah
atau pemenuhan kebutuhan yang tidak asal pemenuhan, tetapi yang dapat
mengarahkan atau lebih mendekatkan obyek dakwah pada tujuan dakwah itu
sendiri, dan bukan sebaliknya. Untuk itu maka pengolahan pesan dakwah dari
sumbernya (al-Qur'an dan Sunnah Rasul) akan sangat menentukan.29
28
Rosyad Saleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 53.
29
Ibid., h. 42.
34
permasalahan mereka. Dalam berdakwah seorang da’i harus dapat merasakan apa
yang mereka butuhkan dan seberapa jauh isi pesan tersebut dapat menyantuni
atau lebih mendekatkan mad’u kepada tujuan dakwah itu sendiri. Maka dari itu materi
F. Pengertian Metode
tujuan tersebut, pengutusan para Rasul yang ditutup oleh Rasulullah Saw. Adalah
salah satunya, barang siapa yang menerima, memegang komitmen dan mengunakan
metode-metode yang sesuai dengan ajaran agama dalam hidupnya dengan kehendak
Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu meta (melalui) dan
hodos (jalan, cara).30 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia metode
adalah “Cara yang teratur dan berfikir baik-baik untuk mencapai maksud, cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang ditentukan”.31
30
Muhammad Arifin, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 61.
31
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2001), h. 637.
35
Menurut Salahiddin Sanusi, metode berasal dari methodus yang berarti cara-
cara, prosedur atau rentetan gerak usaha tertentu untuk mencapai suatu tujuan. 32
Metode adalah cara yang tersusun dan teratur untuk mencapai tujuan.33
berfikir dan teratur, cara kerja yang bersistem dan berprosedur dalam rentetan gerak
digunakan dalam proses dakwah dan berbagai macam cara ataupun teori-teori tentang
Metode dakwah adalah suatu pendekatan yang dapat dijadikan sebagai pintu
dapat diterima oleh objek dakwah (mad’u) secara sukarela dan penuh kesadaran. Dan
lebih signifikan lagi mereka tertarik untuk bergabung dalam barisan gerakan
dakwah.34
32
Salahuddin Sanusi, Methode Diakui Dalam Islam, (Semarang: CV Ramadani, 1992), h.
111.
33
Nurseri Hasnah Nasution, Filsafat Dakwah Teori dan Praktek, (Palembang: IAIN Raden
Fatah Press, 2005), h. 159.
34
Ibid.
36
oleh seorang da’i untuk meyampaikan materi dakwah, al-Islam atau rentetan kegiatan
tertentu35
strategi dakwah, baik yang berkenaan dengan kemampuan da’i dalam berdakwah,
kesiapan penyampaian dengan bijak, maupun dalam konteks sosialisasi da’i terhadap
mad’u.
Menurut Abdul Karim Zaidan, metode dakwah adalah suatu ilmu pengetahuan
dakwah adalah cara-cara penyampaian dakwah yang dilakukan oleh seorang da’i
materi dakwah.
Berangkat dari ruang lingkup dakwah Islamiyah yang amat luas itu maka
35
Ibid.
36
Ibid., h. 160.
37
Salahuddin Sanusi, Op. Cit., h. 111.
37
diperluas kepada penduduk Mekkah dan sekitarnya, selanjutnya dakwah meluas lagi
Prinsip-prinsip metode dakwah yang harus dipenuhi dalam sosok seorang juru
dakwah adalah,
tingkah lakunya38 sebagai mana firman Allah dalam Q.s Ash- Shaff ayat 3,
Masuk dalam poin ini yakni suatu masalah penting yang dikemukakan yaitu
prinsip metode yang bersifat adil, prinsip metode ini menyatakan bahwa orang yang
tidak memiliki sesuatu tidak dapat memberi sesuatu. Orang yang dapat memberi
hidayah kepada orang lain bila ia mendapat hidayah, oleh karena itu orang yang tidak
38
Musthafa Ar-Rafi’i, Potret Juru Dakwah, (Jakarta, Cv. Pustaka Al-Kautsar, 2002), h. 39.
39
Ibid., h. 41.
38
dan daya nalar yang tinggi. Sehingga mereka mendapat kepuasan dengan argumentasi
yang kuat. Begitu pun dengan metode mau’idzah hasanah dengan cara berbicara
yang lembut, menyentuh perasaan yang delengkapi dengan keteladanan juru dakwah
itu sendiri.
3. Seorang juru dakwah harus betul-betul mengusai ilmu yang sesuai dengan
Seorang juru dakwah harus paham dan harus betul-betul mengusai ilmu,
kesesatan.41
seorang juru dakwah harus lembut, santun dan sopan dalam menyeru
40
Ibid.
41
Ibid., h. 42.
42
Ibid., h. 43.
39
Apabila juru dakwah dalam pelaksanaannya itu memandang tidak ada hal
yang dilihatnya.
Seorang juru dakwah harus mempunyai prinsip sabar dan selalu tabah
mereka inginkan.44
Seorang juru dakwah harus mempunyai prinsip tahu akan watak kejiwaan
mad’unya, dengan cara melihat dan memperhatikan apa yang dikehendaki mad’u
tersebut.
mempan.45
Dakwah dengan cara ini disebutkan dalam al-Qur’an al-Karim, Allah SWT
berfirman,
apabila ada hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya mad’u tidak mau menerima
dakwah da’i dan menolak dengan kekerasan ataupun kekuatan. Maka da’i dapat
Inilah beberapa poin prinsip-prinsip metode dakwah yang harus dimiliki oleh
setiap juru dakwah, secara umum yang satu sama lain berkaitan dan saling menopang.
Karena seorang juru dakwah atau da’i tidak mungkin hanya melihat sebagian saja
mad’unya.
yang salah. Kebebasan seorang da’i yang berani menyuruh kepada ma’ruf dan dan
melarang yang munkar adalah bersumber dari bebasnya jiwa itu sendiri. Untuk itu
apa bila kita ingin membumikan Islam itu sendiri di Indonesia saat ini maka kita
harus menjunjung tinggi asas kebebasan dalam berdakwah yang diiringi dengan
keikhlasan dan kebebasan yang bisa mendorong seorang da’i untuk mencapai target
yang lebih sempurna maka da’i tersebut harus menerapkan metode-metode dalam
dakwahnya.
41
a. Bil al Hikmah
Menurut Imam al-Syaukani yang dikutip oleh Ali Mustafa Yaqub, hikmah
Para ulama telah mendifinisikan kata hikmah secara istilah yang diambil dari
hikmah bagi manusia adalah mengetahui apa-apa yang diciptakan Allah dan
berbuat baik.
Dari berbagai pengertian ini, jelaslah bahwa apa yang dimaksud dengan
mengeluarkan pendapat dengan logis atau masuk akal. Memiliki pengetahuan yang
46
Ali Mustafa Ya’kub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000),
h. 121.
47
Rohadi Abdul Fatah, dkk, Op. Cit., h. 28.
42
baik begitupun ucapan dan perbuatannya. Dengan begitu berarti mencakup semua
teknik berdakwah.
Metode hikmah ini dapat dipergunakan untuk memanggil atau menyeru orang
yang intelektual, berilmu, berpengetahuan atau pendidikan tinggi. Dalam hal ini juru
dengan cara bijaksana tanpa kesan menggurui, sehingga dakwah tersebut dapat
b. Mauidzah al Hasanah
Kata mauidzah hasanah dalam istilah dakwah berarti sinonim dari nasehat,
1. Perkataan yang jelas, dengan lemah lembut. Firman Allah: “Dan berkatalah
syukur.
48
Ibid., h. 41.
43
Cara-cara di atas yang digunakan Rasulullah dan da’i saat ini. baik langsung
maupun tidak langsung yang dapat mengesankan dan dapat di ingat bagi sasaran
dakwah yang dapat memotivasi mad’u untuk merespon nasehat atau ajakan
pendakwah tanpa merasa terpaksa dan dipaksa untuk mengikuti ajakan tersebut.
awam, yaitu orang yang belum dapat berfikir secara kritis atau ilmu pengetahuannya
masih rendah. Mereka pada umumnya mengikuti sesuatu tanpa pertimbangan terlebih
dahulu dan masih berpegang pada adat istiadat yang turun temurun. Kepada mereka
ini hendak disajikan materi yang mudah dipahami dan disampaikan dengan bahasa
c. Mujadalah
Berdebat menurut bahasa berarti berdiskusi atau beradu argumen. Di sini, berarti
berusaha untuk menaklukan lawan bicara sehingga seakan ada perlawanan yang
sangat kuat terhadap lawan bicara serta usaha untuk mempertahankan argumen
adalah
madzhab.
44
paling tepat. 49
perdebatan yang terbaik sehingga menjadi metode yang dianjurkan. Seperti yang
berdakwah yang baik tersebut merupakan salah satu metode dakwah rasional adapun
Metode ini digunakan untuk menyeru dan mengajak orang-orang yang masuk
golongan pertengahan, yaitu orang yang tidak terlalu tinggi atau pendidikannya, dan
tidak pula terlalu rendah. Mereka sudah dapat diajak bertukar fikiran secara baik,
dalam mencari kebenaran. Dan tidak terlalu sulit menerima dakwah yang
disampaikan kepada mereka Berdasarkan firman Allah SWT. Tiga golongan yang
dihadapi dengan tiga metode yang dapat digunakan oleh juru dakwah, yaitu sebagai
berikut:
1. Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran dan dapat berfikir kritis, cepat
dapat menangkap arti persoalan. Mereka harus dipanggil dengan hikmah, yakni
2. Golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berfikir secara kritis, dan
dipanggil dengan mau’izah hasanah, yakni keteladanan yang baik dari juru
dakwahnya.
49
Ibid., h. 44.
45
dapat dicapai dengan hikmah akan tetapi tidak sesuai pula bila dilayani seperti
golongan awam. Golongan ini dihadapi dengan anjuran dan didikan yang baik yaitu
dengan ajaran-ajaran yang mereka suka membahasnya. Tetapi hanya di dalam batas
tertentu mereka tidak sanggup mengkaji lebih mendalam. Golongan manusia seperti
ini dipanggil dengan mujadalah billati hiya ahsan, yaitu dengan bertukar tukar fikiran
guna mendorongnya supaya berfikir secara sehat, satu dan yang lainnya dengan cara
Dari uraian singkat tentang beberapa metode dakwah yang dilakukan oleh
Rasulullah Saw dan da’i pada saat ini, yang terpenting adalah tumbuhnya kesadaran
bahwa setiap metode dakwah harus dilakukan secara bijak dan cermat dengan
memperhatikan kondisi waktu dan tempat penerima dakwah agar penerima dakwah
atau mad’u dapat dengan bijak dan juga cermat dalam melaksanakan seruan sang
da’i.
50
Ibid., h. 46.
46