Anda di halaman 1dari 102

PENGANTAR PRAKTIKUM

DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN

Oleh:
Dr. Ir. Mofit Eko Poerwanto, M.P.
Dr. Ir. Rukmowati Brotodjojo, M.Agr.

LABORATORIUM PROTEKSI TANAMAN


JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR

Buku pengantar praktikum ini disusun dengan maksud untuk membantupara


mahasiswa yang akan melaksanakan praktikum DPT (Dasar-dasar Perlindungan
Tanaman) pada Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Yogyakarta.
Buku ini disusun dari beberapa pustaka, bahan Asistensi dan catatan kuliah,
diterbitkan sebagai pelengkap pengantar praktikum Dasar-dasar Perlindungan
Tanaman yang sudah pernah terbit sebelumnya.
Semoga buku pengantar ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa terutama
yang sedang melaksanakan praktikum Dasar-dasar Perlindungan Tanaman.
Akhirnya penyusun menyadari bahwa apa yang disajikan dalam buku ini masih
banyak kekurangannya. Untuk itu penyusun, senantiasa mohon kritik dan saran
para pemakai dan pembaca yang budiman.

Yogyakarta, Februari 2023

ii
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Praktikan harus sudah siap paling lambat 5 (lima) menit sebelum praktikum
dimulai.
2. Sebelum praktikum dimulai, praktikan diharuskan menempuh tes terlebih
dahulu dengan materi yang sesuai dengan acara yang akan dipraktikumkan,
3. Setelah menempuh tes, praktikan diwajibkan memperhatikan materi dan
tugas yang dsampaikan.
4. Lembar kerja seluruh acara yang sudah disyahkan oleh asisten pembimbing
harus dikumpulkan sebelum pelaksanaan responsi.
5. Hal – hal yang belum disebutkan akan diatur kemudian.
6. Pelanggaran terhadap ketentuan di atas akan dikenakan sangsi.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


TATA TERTIB PRAKTIKUM ............................................................................. iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
MORFOLOGI UMUM DAN KLASIFIKASI HAMA .......................................... 1
TEKNIK TRAPPING SERANGGA ......................................................................14
HUBUNGAN ANTARA HAMA DENGAN TANAMAN INANGNYA ............22
GEJALA PENYAKIT TANAMAN ......................................................................40
ANALISIS KERUSAKAN TANAMAN ..............................................................48
MORFOLOGI GULMA ........................................................................................52
ANALISIS VEGETASI .........................................................................................61
PESTISIDA DAN ALAT PENGENDALIAN OPT..............................................71
KALIBRASI ..........................................................................................................80
ISOLASI PATOGEN.............................................................................................83
INOKULASI ..........................................................................................................87
KERAPATAN SPORA .........................................................................................91
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................97

iv
BAB I
MORFOLOGI UMUM DAN KLASIFIKASI HAMA

Morfologi merupakan ilmu tentang bentuk, dalam hal ini bentuk binatang
hama. Kita mengenal berbagai jenis binatang yang dapat bertindak sebagai hama.
Dalam dunia binatang ada 22 filum, empat filum diantaranya merupakan binatang
yang bertindak sabagai hama. Filum-filum yang berperan sebagai hama adalah
filum Aschelminthes (Nemathelminthes), Mollusca, Arthropoda dan Chordata.

A. Filum Aschelminthes
Anggota filum ini yang berperan sebagai hama adalah dari klas
Nematoda. Nematoda mempunyai ciri-ciri:
1. Berukuran sangat kecil
2. Bentuk silindris memanjang, kecuali Heterodera, Meloydogyne,
Tylenchulus, Rotylenchulus dan Nacobus yang bentuknya membulat
atau m enyerupai ginjal.
3. Tidak bersegmen/beruas dan tidak berongga tubuh sejati.
4. Tidak berwarna dan transparan. Bila berwarna sesungguhnya
hanyalah warna makanannya saja.
5. Tidak memiliki alat sirkulasi dan pernafasan.
6. Jaringan tubuhnya tersusun atas tiga lembar blastula.
Nematoda ada yang bersifat parasit tanaman ada yang bukan parasit
tanaman. Nematoda parasitik tanaman memiliki stylet berupa alat pencucuk
pada mulutnya, sedangkan Nematoda bukan parasit tanaman tidak memiliki
alat stylet. Pada Nematoda parasitik tanaman dikenal dua macam stylet yaitu
odontostylet dan stomatostylet. Odontostylet merupakan stylet yang terdiri dari
conus pada ujungnya dan silindris bagian pangkalnya. Stylet tersebut berasal
dari perkembangan gigi. Stomatostylet tersusun atas conus, silindris dan kenop
pada bagian pangkalnya. Stylet semacam ini berasal dari penebalan dinding-
dinding stoma (rongga mulut). Odontostylet terdapat pada ordo Dorylaimida,
sedangkan stomatostylet terdapat ordo Tylenchida.

1
Nematoda jantan berukuran lebih kecil dari pada yang betina dan pada
ujung belakang posterior) terdapat spikula (alat kelamin jantan). Pada
nematoda betina, vulva (alat kelamin betina) terdapat pada bagian tengah
ventral.
a. Ujung anterior betina
b. Ujung anterior jantan
c. Ujung posterior betina
d. Ujung posterior jantan
f. Stoma
g. Bibir
h. Oesophagus
i. Cincin syaraf
j. Usus
k. Kelenjar ekskresi
l. Ovarium
m. Sperma
n. Vulva
o. Anus
p. Phasmida
q. Papillia genetal
r. Spicula Gambar nematoda parasit Rodopholosus similis
s. Testis

B. Filum Mollusca
Anggota filum ini yang banyak berperan sebagai hama adalah dari kelas
Gastropoda. Hewan ini dicirikan dengan:
1. Tubuhnya bersifat lunak dan dapat ditarik ke dalam cangkang
2. Kepala dan kakinya bilateral simetris
3. Perutnya berbentuk spiral dan ada yang terbungkus cangkang
(Achatinafullica) dan ada yang tidak (Semperula maculate)
4. Kaki terletak di bagian ventral digunakan untuk merayap.

2
5. Terdapat dua pasang tentakel yang dapat diperpanjang dan ditarik
kembali. Pada ujung posteriornya terdapat mata.
6. Mulut pada bagian anterior yang dilengkapi dengan gigi-gigi parut
(radula).
7. Lubang genital pada sisi kanan di belakang kepala. Sistem
reproduksinya bersifat hermaphrodit karena memiliki ovatestis yang
dapat menghasilkanbaik telur maupun sperma.
8. Anus dan lubang pernafasan terletak di bagian tubuh yang berbatasan
dengan tepi cangkang.

a. cangkang
b. tentakel
c. mata
d. mulut
e. kaki
f. lubang
genital
g. lubang
penafasan
Gambar siput Achatina fullica h. anus

C. Filum Arthropoda
Filum ini merupakan filum terbesar dalam dunia binatang, lebih dari
75% jenis binatang termasuk dalam filum ini. Anggotanya yang berperan
sebagai hama adalah kelas Arachnida dan kelas Insekta. Filum ini dicirikan
dengan:
1. Tubuh dan kaki beruas-ruas
2. Tubuh terbagi dua atau tiga bagian
3. Alat tambahan (sayap, antena, kaki) berpasangan dan beruas-ruas
4. Dinding luar tubuh berupa skeleton (eksoskeleto

3
1. Klas Arachnida
Anggota klas ini berperan sebagai hama mempunyai ciri-ciri:
a. Kaki empat pasang (fase dewasa), tiga pasang (fase pra dewasa)
yangtersusun atas tujuh ruas : coax, trochanter, femur, patella, tibia,
tarsus dan pretarsus.
b. Tubuh terbagi atas dua bagian: cephalothorax yaitu bagian kepala
dan dada menjadi satu (gnatosoma) dan abdomen (idiosoma).
Idiosoma terbagi dua, yaitu podosoma yang merupakan bagian
tubuh yangterdapat kaki melekat dan apisthosoma yang merupakan
bagian tubuhsebelah posterior podosoma. Idiosoma bisa juga dibagi
dengan cara lain menjadi propadosoma yaitu bagian tubuh dengan
dua pasang kaki depan dan hysterosoma yang merupakan tubuh
dengan dua pasang kaki belakang.
c. Tidak bersayap
d. Terdapat alat tambahan berupa satu pasang celicera yang
merupakan alat mulutnya dan pedipalpus.
a. pedipalpus
b. celicera
c. epistoma
d. gnatosoma
e. podosoma
f. apisthosoma
g. idiosoma
h. hysterosoma
i. propodosoma

Gambar tungau merah Tetranichus


bimaculatus

4
2. Klas Insekta
Anggota klas ini disebut juga Hexapoda karena memiliki enam
kaki (tiga pasang). Klas ini menempati peringkat teratas dalam peranannya
sebagai hama karena sebagian besar hama adalah anggota kelas ini. Ciri-
cirinya :
a. Tubuh terbagi tiga bagian yaitu caput (kepala), thorax (dada)
dan abdomen (perut)
b. Kaki tiga pasang yang tersusun atas enam ruas yaitu coax,
trochanter, femur, tibia, tarsus dan pretarsus.
c. Mempunyai sayap satu atau dua pasang, ada pula yang tidak bersayap
d. Mempunyai satu pasang antenna.
Beberapa ordo yang penting sebagai hama tanaman adalah:
Orthoptera, Hemiptera, Homoptera, Coleoptera, Lepidoptera,
Hymenoptera, Diptera dan Thysanoptera.
a. Orthoptera
Serangga yang digunakan bahan praktikum adalah Valanga
nigricornis Burn. (belalang kayu) termasuk ordo Orthoptera. Bagian-
bagiannya:

5
I. Kepala
a. Vertex b. Antenna c. Front d. Ocelli
e. Mata facet f. Gena g. Clypeus h. Maxilla
i. Palpus maxillaries j. Labium k. Palpus labialis
l. Labrum m. Mandibula

II. Dada
n. Prothorax o. Mesthorax o1. Meso episternum
o2. Mesopimeron p. Metahorax
p1. Metaepisternum p2. Meta epimeron
q. Sayap

III. Perut
r. Tympanum s. Spiraculum (stigma) t. Tarsus
u. Tibia v. Femur w. Coax
x. Trochanter y. Claw

1) Caput (kepala)
Terdiri paling sedikit enam ruas badan terdepan yang menjadi
satu dan keras membentuk bangunan yang kuat.
a) Vertex: terletak antara mata dengan bagian belakang sutura
frontal dan meluas ke belakang
b) Antenna: modifikasi dari segmen kepala yang ke dua,
berfungsi sebagai alat indra peraba, pengecap dan pencium.

6
c) Mata facet: Berjumlah sepasang terdiri dari banyak bidang
yang berbentuk hexagonal. Masing- masing bidang berfungsi
sebagai lensa dan disebut ommatidium.
d) Ocelli: Merupakan mata tunggal, berjumlah tiga, sebuah
pada frons dan dua lainnya di samping.
e) Front atau frons: Merupakan sklerit yang luas yang terletak di
bagiananterior kepala, meluas dari suture frontal sampai clypeus
di sebelah lateral meluas sampai mata facet dan suture yang
arahnya dari matake mandibula.
f) Gena: Bagian dari parietal yang meluas ke bawah mata, terletak
antara gena suture dan post gena.
g) Clypeus: Dipisahkan dari frons oleh suture yang jelas, berbatasan
dengan labrumdibagian anterior.
h) Maxilla: Bagian dari alat mulut, yaitu rahang atas.
i) Labium: Bibir bawah
j) Labrum: Bibir atas.
k) Mandibula: Rahang bawah (gigi pengunyah)
l) Palpus labialis: Menempel pada labium terdiri dari tiga
ruas.
m) Palpus maxillaries: Menempel pada palpifer terdiri dari
lima ruas.
2) Thorax
Thorax terdiri atas tiga ruas, yaitu prothorax, mesothorax dan
metathorax. Pada prothorax sebelah dorsal terdapat bangunan
keras yang disebut pronotum berfungsi sebagai pelindung terhadap
sinar matahari. Mesothorax dibagi menjadi dua yaitu Meso
episternum di bagian anterior dan Meso epimeron dibagian
posterior. Metathorax dibagi dua pula, yaitu Meta episternum di
bagian anterior dan Meta epimeron di bagian posterior. Pada
Mesothorax menempel sayap depan, sedangkan sayap belakang
pada metathorax. Sayap depan menebal seperti kertas perkament
dan sayap belakang membranous.
Pada sayap banyak terdapatvena-vena yang berfungsi untuk aliran
darah. Vena-vena tersebut ialah: Costa, Sub costa, Radius, Median,
7
Cubitus, Post cubitus dan Annal. Pada prothorax menempel
sepasang kaki depan, pada Mesothorax menempel sepasang kaki
tengah dan pada Metathorax menempel kaki belakang.
3) Abdomen
Abdomen beruas-ruas, pada setiap ruasnya di sebelah lateral
terdapat spiraculum/stigma yang berfungsi sebagai lubang
pernafasan serangga. Pada ruas pertama terdapat alat pendengaran
yang disebut membrane tympanum. Pada ruas terakhir di sebelah
posterior terdapat bangunan yang berfungsi sebagai alat kelamin
(genitalia).

b. Odonata
Serangga yang sering diistilahkan dengan capung atau sibar-
sibar ini adalah pemangsa (predator) serangga lain. Capung terdiri
dari dua kelompok, yaitu capung besar (subordo Anisoptera) dan
capung jarum (subordo Zygoptera). Odonata mempunyai alat mulut
bertipe penggigit-pengunyah. Metamorfosisnya sederhana. Nimfa
yang hidup di dalam air disebut naiad.

Gambar capung dewasa, Odonata

8
c. Hemiptera
1) Sub ordo: Heteroptera
Anggotanya sering disebut istilah kepik. Alat mulutnya
bertipe pencucuk-penghisap dengan adanya stylet. Sayap
depannya disebut hemelytra yaitu menebal pada bagian pangkal,
dan bagian ujungnya membran.

Gambar Kepik, Hemiptera: sty, stylet; sd, sayap depan; tbl,


menebal; mb, membranus
2) Sub ordo: Sternorrhyncha
Anggotanya sering disebut juga Homoptera. Sayapnya
apabila ada (2 pasang): membranus dengan venasi sederhana,
berkembang sempurna, tersusun seperti genting di atas
abdomen. Alat mulutnya pencucuk pengisap. Metamorfosisnya
sederhana. Contoh : Rhopalosiphum maidis yang menyerang
jagung.

9
3) Sub ordo: Auchenorrhyncha
Anggotanya sering disebut juga Homoptera. Sayapnya 2
pasang membranus dengan venasi berkembang baik. Alat
mulutnyapencucuk pengisap. Metamorfosisnya sederhana.

Gambar A. Tonggeret; B. Wereng daun

d. Diptera
Anggotanya meliputi lalat, nyamuk dan agas. Ciri utamanya
adalah bersayap satu pasang (sayap belakang mereduksi menjadi
bentuk alat keseimbangan yang disebut halter). Alat mulutserangga
dewasa bertipe penghisap, alat mulut larva bertipe penggigit-
pengunyah. Metamorfosis sempurna.

Gambar lalat, Diptera : htl, halte

10
e. Lepidoptera
Dewasanya sering dikenal dengan istilah kupu-kupu dan
ngengat. Larvanya sering dikenal dengan istilah ulat. Mempunyai
dua pasang sayap dengan bulu-bulu halus. Alat mulut larva bertipe
penggigit-pengunyah, sedangkan dewasanya bertipe penghisap. Alat
mulut kupu-kupu dan ngengat sering diistilahkan dengan proboscis.
Metamorfosis sempurna.

Gambar Kupu-kupu, Lepidoptera : prb, proboscis; scl, scale

f. Coleoptera
Serangga dewasa sering diistilahkan dengan kumbang. Larva
dan kumbang dewasa mempunyai tipe alat mulut yang sama, yaitu
penggigit-pengunyah. Metamorfosis sempurna. Mempunyai dua
pasang sayap, sayap belakang membranus dan sayap depannya
mengeras yang disebut dengan elytra.

Gambar Kumbang, Coleoptera : elt, elytra

11
g. Hymenoptera
Ordo ini meliputi tawon, lebah dan semut. Larva dan
dewasanya mempunyai alat mulut yang berbeda. Larva mempunyai
alat mulut bertipe penggigit-pengunyah, sedangkan serangga
dewasanya mempunyai alat mulut penggigit-penghisap.
Metamorfosis sempurna.

Gambar A. Tawon; B. Lebah; C. Semut : pds, pedisel

D. Filum Chordata
Anggotanya yang paling berperan sebagai hama adalah klas Mamalia.
Hewan dari klas ini diantaranya gajah, babi hutan, tikus, bajing dll. Ciri-ciri
umum mamalia :
1. Seluruh tubuhnya dilindungi dan ditutupi oleh rambut-rambut halus.
2. Sudah dilengkapi dengan kelenjar air susu.
3. Umumnya melahirkan, kecuali binatang berparuh bebek
(ornithorynchus)bertelor.
4. Anak-anaknya yang masih kecil disusui induknya, sehingga sering
disebut hewan menyusui
5. Temperatur tubuhnya tidak dipengaruhi makanan dan lingkungan.

12
MORFOLOGI UMUM DAN KLASIFIKASI HAMA

Tujuan
1. Mengenal binatang yang bertindak sebagai hama.
2. Mengetahui ciri-ciri morfologi binatang hama
3. Mengetahui penggolongan binatang hama

Alat dan Bahan


1. Preparat awetan binatang penggerat
2. Foto awetan nematoda parasitik
3. Foto tungau merah
4. Preparat bekicot
5. Preparat awetan serangga
6. Alat tulis
7. Kamera

Cara Kerja
1. Amati foto nematoda dan tungau merah, preparat awetan bajing kelapa, serta
preparat bekicot. Perhatikan bagian-bagian tubuh yang menyusun dan alat
mulutnya.
2. Amati preparat serangga pada beberapa ordo dan gambar secara proposional
bagian-bagian tubuhnya. Perhatikan ciri-ciri morfologi preparat serangga, baik
bentuk, jumlah dan letaknya.
3. Tambahkan penggolongan (klasifikasi) untuk setiap hama yang digambar.
4. Kerjakan pada lembar kerja yang telah disediakan.

13
BAB II
TEKNIK TRAPPING SERANGGA HAMA

Perangkap serangga dapat digunakan untuk tujuan pengendalian hama yaitu


dengan memonitor populasi serangga maupun untuk mengurangi populasi serangga
secara langsung. Data hasil monitoring populasi serangga dapat digunakan sebagai
dasar untuk menentukan tindakan pengendalian yang akan dilakukan. Macam
perangkap yang digunakan tergantung jenis serangga yang akan ditangkap.
Berdasarkan waktu aktivitasnya serangga dapat dibedakan menjadi serangga
diurnal dan serangga nokturnal. Serangga diurnal adalah serangga yang aktif pada
siang hari, sedangkan serangga nokturnal adalah serangga yang aktif pada siang
hari. Contoh serangga diurnal adalah belalang dan kupu-kupu, sedangkan yang
termasuk serangga nokturnal adalah ngengat dan kunang-kunang.
Berdasarkan tempat aktivitasnya serangga dapat dibedakan menjadi
serangga darat (terrestrial insects) dan serangga air (aquatic insects). Serangga
darat ada yang merupakan serangga terbang yaitu serangga yang sebagian besar
aktivitasnyadilakukan dengan terbang dan ada serangga tanah yang sebagian besar
aktivitasnya dilakukan di atas permukaan tanah dan di dalam tanah. Contoh
serangga terbang adalah nyamuk dan lalat, sedangkan contoh serangga tanah adalah
undur-undur.
Serangga memberikan respon yang bervariasi terhadap stimulus lingkungan.
Stimulus lingkungan dapat berupa berbagai kondisi fisik seperti temperatur,
kelembaban dan cahaya. Ada serangga yang tertarik pada cahaya dan ada yang lebih
menyukai kegelapan. Serangga juga menunjukkan respon yang berbeda-beda
terhadap warna yang bervariasi. Respon serangga terhadap cahaya dapat dijadikan
dasar untuk pembuatan perangkap serangga. Serangga yang tertarik pada cahaya
dapat ditangkap dengan perangkap cahaya (light trap). Warna cahaya yang
digunakan tergantung respon serangga terhadap warna. Ada seranggayang tertarik
pada cahaya warna merah, ada yang tertarik pada cahaya ultraviolet (black light)
dan ada yang tertarik pada cahaya putih.

14
Gambar 1. Light trap

Untuk memperangkap serangga terbang yang berukuran kecil seperti thrips,


aphis dan kutu bersayap lainnya dapat digunakan sticky trap (perangkap
berperekat). Permukaan bahan yang digunakan sebagai sticky trap harus kedap
tidak berpori, sehingga biasanya digunakan lembaran plastik yang dipotong dengan
ukuran tertentu. Ukuran sticky trap bervariasi,yang sering digunakan 7,5 cm x 12,5
cm, ukuran lainnya adalah 7,5 cm x 10cm, 10 cm x 23 cm, 10 cm x 25,5cm, and 20
cm x 30,5 cm. Warna yang sering dipakai untuk sticky trap adalah kuning, biru,
atau pink. Sebagai perekat dapat dipakai petroleum jelly. Sticky trap dipasang
sekitar 7,5 - 10 cm di atas kanopi tanaman.

Gambar 2. Sticky trap

15
Perangkap yang digunakan untuk menangkap serangga yangberjalan di atas
permukaan tanah adalah pitfall trap (perangkat lubang). Sebagai perangkap dapat
digunakan gelas plastik atau wadah lain yang ditanaman di dalam tanah sehingga
permukaan wadah tersebut rata dengan tanah. Di atas perangkap tersebut dipasang
papan peneduh untuk melindungi perangkap dari air hujan atau kotoran. Serangga
yang berjalan melewati perangkat tersebut akan masuk ke dalam perangkap
tersebut. Agar seranggayang terperangkap tidak keluar lagi maka di dalam wadah
plastik tersebut diisi sedikit air yang dicampur setetes sabun cair atau alkohol 70%
dicampursetetes asam asetat 5%.

Gambar 3. Pitfall Trap

Atraktan adalah subtansi kimia yang dapat memikat lalat buah kelamin
jantan yang nanti akan masuk ke dalam perangkap modifikasi dimana dinding
bagian dalam perangkap telah diolesi insektisida kontak sehingga lalat buah yang
terperangkap akan mati dalam perangkap. Metode pengendalian demikian dikenal
sebagai Teknik pengendalian/pembasmian serangga jantan (male annihilation
technique). Keberhasilan penerapan Teknik ini telah banyak dilaporkan seperti
dilakukan di Jepang, Taiwan, Australia, Spanyol (Iwahashi, 1996).
Atraktan sebagai umpan sangat berhubungan erat dengan tipe perangkap
yang akan digunakan (Economopoulos, 1989). Setiap jenis atraktan memiliki
dayatarik tersendiri terhadap populasi spesies lalat buah. Setiap spesies lalat buah
dari genus Bactrocera hanya akan tertarik pada senyawa-senyawa atraktan yaitu
methyl eugenol dan cue-lure serta akan menunjukkan respon secara normal
hanyapada serangga jantan (Fitt, 1981).
16
Gambar 4. Feromon Trap
Model alat perangkap yang mudah dan murah serta banyak digunakan oleh
petani Indonesia adalah modifikasi perangkap steiner beruapa botol bekas air
mineral transparan di mana kedua bagian ujungnya dibuka serta bagian ujung tutup
dibalikkan kebagian dalam botol. Atraktan berupa methyl eugenol atau cue lure
diteteskan pada kapas kemudian digantungkan di tengah bagian dalam botol
perangkap. Penataan perangkapdalam areal kebun perlu dipertimbangkan dengan
seksama guna mengefektifkan hasil penangkapan lalat buah. Di Taiwan, penataan
perangkap dilakukan di bagian luar kebun dan di dalam areal tanaman yang akan
dikendalikan (Chua, 1988)

Analisis data
Data hasil pengamatan dianalisis indeks keragaman dan kesamaannya.
Untuk mengetahui indeks keanekaragaman digunakan rumus Shannon-Wienner:

𝐇 = −𝚺𝐏𝐢 𝐥𝐧 𝐏𝐢
𝐏𝐢 = 𝐧𝐢/𝐍

Keterangan:
H = indeks keanekaragaman
ni = jumlah ordo yang didapat
N = jumlah total ordo yang didapat

17
Untuk mengetahui ada/tidaknya perbedaan indeks keanekaragamanantara
dua habitat dihitung dengan Uji Hutchinson

Keterangan :
N : Jumlah total individu seluruh jenis pada plot contoh
H = Indeks keanekaragaman
Pi = Proporsi nilai penting
Ln = Logaritma natural
S = Jumlah jenis
Inseks kesamaan ordo serangga pada dua habitat dihitung dengan Uji
Sorenson:

2C
IS = A+B × 100%

Keterangan :
IS = indeks kesamaan.
C = jumlah suku serangga yang ada di kedua habitat
A = jumlah suku serangga yang hanya ada di habitat pertama
B = jumlah suku serangga yag hanya ada di habitat kedua.

18
TEKNIK TRAPPING SERANGGA HAMA

Tujuan
1. Mengenal berbagai teknik trapping beserta alatnya.
2. Mampu mengidentifikasi serangga hama hasil trapping.
3. Mampu menganalisis indeks keragaman.

Alat dan Bahan


1. Peralatan light trap
2. Peralatan pitfall trap
3. Peralatan sticky trap
4. Peralatan feromon trap

Cara Kerja
1. Light trap
a. Siapkan 4 (empat) lampu fluorescent. 1 (satu) lampu tanpa ditutup dan 3
(tiga)lampu lainnya ditutup dengan plastik berwarna kuning, merah dan
hijau untukmenghasilkan warna yang bervariasi.
b. Isi wadah penampung serangga dengan air sabun.
c. Letakkan lampu perangkap di tempat yang gelap kemudian
nyalakanlampunya, biarkan selama semalam.
d. Keesokan harinya matikan lampu dan amati serangga yang masuk
dalamperangkap tesebut.
e. Serangga yang terperangkap diidentifikasi sampai tingkat ordo.

2. Pitfall trap
a. Siapkan gelas plastik.
b. Buat lubang di dalam tanah seukuran dengan gelas plastik, kemudian
masukkan gelas plastik ke dalam lubang sehingga permukaan gelas rata
dengan tanah dan tidak ada celah antara lubang tanah dengan gelas
plastik.

19
c. Potong styrofoam berukuran 20 cm×20 cm, kemudian pasang tusuk
sataipadakeempat sudutnya.
d. Pasang styrofoam tersebut di atas lubang perangkap sehingga
dapatmelindungi perangkap tersebut dari kotoran maupun air
hujan.
e. Isi gelas plastik dengan sedikit air yang sudah dicampur sabun cair.
f. Biarkan perangkap selama semalam.
g. Keesokan harinya ambil gelas perangkap tersebut dan amati
seranggayangterperangkap.
h. Serangga yang terperangkap diidentifikasi sampai tingkat ordo.

3. Feromon trap
a. Siapkan toples plastik yang diberi tiga lubang jendela dan
memasangcorong plastic pada lubang tersebut.
b. Gantung kapas pada tutup toples yang telah dilubangi dan
diberiantraktanferomon sesuai perlakuan.
c. Isi toples dengan air sabun secukupnya.
d. Memasang perangkap feromon dengan menggantungkan pada
tangkaipohon dan membiarkannya semalaman.
e. Keesokan harinya ambil dan amati serangga yang terperangkap.
f. Serangga yang terperangkap diidentifikasi sampai tingkat ordo.
g. Mengganti air sabun yang lama dengan air sabun yang baru pada
toples,kemudian memasang kembali perangkap pada tangkai pohon.
h. Melakukan pengamatan sebanyak 6 (enam) kali.

4. Sticky trap
a. Siapkan kertas asturo yang pada kedua sisinya berwarna kuning, merah,
hijaudan putih juga bekas botol air mineral yang dicat warna kuning,
merah, hijaudan putih.
b. Potong kertas asturo dengan ukuran 7 x 12 cm kemudian kertas dan botol
diolesi dengan petroleum jelly/lem tikus bening.

20
c. Pasang sticky trap dekat dengan pertanaman di pekarangan tempat
tinggalpada rentang waktu pukul 8 - 10 pagi.
d. Biarkan perangkap hingga keesokan harinya.
e. Keesokan harinya ambil perangkap tersebut dan amati serangga
yang terperangkap.

21
BAB III
HUBUNGAN ANTARA HAMA DENGAN TANAMAN INANGNYA

Antara hama dengan tanaman inang terdapat hubungan yang tidak dapat
dipisahkan. Perkembangan dan kehidupan hama sangat dipengaruhi oleh tanaman
sebagai makanan dan tempat berlindung. Kecenderungan hama untuk memilih
suatu tanaman inangnya didasarkan atas sifat-sifat yang dimiliki oleh tanaman itu
sendiri yang disukai dan dikenalnya melalui indra pambau, peraba, penglihatan
dan perasa. Berdasarkan inangnya hama dapat digolongkan :
A. Monofaga, apabila hanya mempunyai satu macam inang.
B. Oligofaga, apabila memilih beberapa jenis inang
C. Polifaga, apabila memilih banyak inang

A. Cara Merusak dan Gejala Kerusakannya.


Bentuk kerusakan yang ditimbulkan oleh hama ditentukan oleh
morfologi dari alat mulut hama. Khusus pada serangga ada dua tipe dasar alat
mulut, yaitu tipe pengunyah (mandibulate) dan tipe pengisap (haustellate).
Pada tipe pengunyahterdapat sepasang mandibula yang dapat digerakkan ke
samping dan dapat digunakan untuk menggigit dan mengunyah. Sedangkan
tipe penghisap alat mulutnya merupakan bagian memanjang (proboscis)
digunakan untuk menghisap cairan makanan.Kedua mandibulanya mengalami
modifikasi membentuk stylet bahkan tidak berkembang. Kedua tipe dasar alat
mulut tersebut mengalami variasi menjadi berbagai macam alat mulut:
Penggigit penguyah, penggigitpenghisap, penjilat penghisap, penjilat,
pencucuk penghisap dan penghisap. Menurut cara merusaknya, hama tanaman
dapa digolongkan :
1. Hama Penyebab Puru
Kelompok hama ini mula-mula masuk ke dalam jaringan melalui
bagian- bagian tanaman yang masih muda. Puru terbentuk akibat sekresi
yang dikeluarkannya pada saat menghisap/merusak jaringan tanaman.
Sekresi tersebut menyebabkan pertumbuhan jaringan tanaman yang luar
biasa di sekitar daerah yang terluka. Puru biasa terjadi pada :
a. Daun, oleh serangan hama ganjur pada padi

22
b. Batang, oleh serangan Hypolyxus pica pada bayam
c. Biji, oleh serangan Anguina tritici pada gandum
d. Akar, oleh serangan Meloidogyne sp pada tomat
2. Hama Pemakan
Hama golongan ini mempunyai alat mulut penggigit-pengunyah
yang dijumpai pada belalang, kumbang serta larva. Bagian tanaman yang
diserangmeliputi:
a. Akar, oleh serangan Leucopolis rorida pada tebu
b. Batang, oleh serangan Agrotis epsilon pada tembakau
c. Daun, oleh serangan Spodoptera litura pada kedelai
3. Hama Penggerek
Hama ini merusak dengan cara mengebor bagian tanaman dan
menghabiskan sebagian besar waktu hidupnya didalam jaringan
tanaman.Telurnya diletakkan pada epidermis tanaman dan setelah
menetas menjadi larva akan menggerek masuk ke dalam jaringan.
Serangan ini bisa terjadi pada:
a. Batang, oleh serangan Sesamia inferens pada padi
b. Pucuk, oleh serangan Scirpophaga nivella-intacta pada tebu
c. Buah, oleh serangan Dacus umbrosus pada nangka
d. Polong, oleh serangan Etiella zinckenella pada kedelai
e. Umbi, oleh serangan Cylas formicarius pada ubi jalar
f. Leher akar, oleh serangan Phasus damor pada lada
4. Hama Penghisap
Hama ini menyerang dengan alat mulutnya yang bertipe pengucuk-
pengisap. Jaringan tanaman ditusuk dan dihisap cairan selnya sehingga
menimbulkan becak-becak akibat kematian sel-sel yang tertusuk. Hama
ini menyebabkan kerusakan yang lebih parah dan sukar dikendalikan.
Disamping itu hama pengisap dapat menjadi vektor penyebab
penyakit. Bagian tanaman yang terserang:
a. Batang, terserang oleh Nilaparvana lugens pada padi yang juga
sebagai vektor penyakit kerdil rumput dankerdil hampa.
b. Daun, terserang oleh Nephotetix impicticeps pada padi yang juga
berperansebagai vektor penyakit tungro

23
c. Buah, terserang oleh Helopeltis theobromae pada cacao
5. Hama Pengorok
Hama ini menyerang tanaman dengan cara memakan daging daun
dan menyisakan bagian epidermisnya. Contoh hamanya adalah
Brontispalongisima danPlesispa reichi pada daun kelapa.
6. Hama Penggulung
Sebetulnya hama ini termasuk dalam pemakan daun, tetapi sebelum
memakannya daun digulung terlebih dahulu dan hama ini masukke dalam
gulungandaun tersebut. Contoh hamanya adalah Enarmonia sp pada daun
teh dan Lamprosema indicata pada kacang dan kedelai.

B. Beberapa Hama Penting Pada Berbagai Komoditi Pertanian


1. Hama Tanaman Semusim
a. Padi
1) Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens)
Ordo : Homoptera; Familia : Delphacidae
Biologi : Serangga dewasa berwarna coklat dengan 3 garis pada
punggungnya, berukuran 2-4,5 mm. Telur transparan dan
tersusun seperti buah pisang dalam jaringan tanaman
(batang).
Gejala Serangan : Tanaman kering seperti terbakar, gejala ini disebut
hopperburn. Wereng coklat dapat menularkan virus
kerdil rumput (Grassy stunt) dan kerdil hampa
(Ragged stunt)
Ambang Ekonomi : Nimfa atau imago 5 ekor/rumpun tanaman berumur
40 hari dan 20 ekor/rumpun tanaman berumur
lebih dari 40 hari setelah tanam.
2) Wereng Punggung Putih (Sogatella furcifera)
Ordo : Homoptera; Familia : Delphacidae
Biologi : Serangga dewasa berwarna dasar coklat tua dengan pita
putih pada punggungnya, berukuran 3,5-4,5 mm. Telur
transparan, berjajar dalam pelepah daun.

24
Gejala Serangan : Tanaman kekuningan hingga kering. Biasanya
serangan berat terjadi pada fase vegetatif.
3) Wereng Hijau (Nephotettix sp.)
Ordo : Homoptera; Familia : Cicadellidae
Biologi : Serangga dewasa berwarna hijau dengan bercak hitam pada
ujung sayap, berukuran 4-6 mm. Telur transparan, lonjong,
berjajar seperti pisang dalam jaringan daun.
Gejala Serangan : Daun kekuningan karena terisap cairan selnya.
Wereng hijau dapat menularkan virus ‘tungro’
Ambang ekonomi: Nimfa atau imago sebanyak 10
ekor/10ayunan jaring
4) Walang Sangit (Leptocorixa acuta)
Ordo : Hemiptera ; Familia : Coreidae
Biologi : Serangga dewasa berbentuk pipih memanjang, berwarna hijau
kekuningan sampai abu-abu muda, berukuran 14- 30 mm. Telur
berwarna coklat merah sampai hitam, diletakkan pada
permukaan daun. Aktif pada pagi dan sore hari, pada siang hari
biasanya bersembunyi dibalik rimbunnya daun.
Gejala Serangan : Menyerang bulir masak susu, pada bulir terdapat
bekas tusukan berwrna coklat, akibatnya bulir padi menjadi
hampa atau setengah hampa.
Ambang ekonomi : Nimfa atau imago 2 ekor per m2.
5) Hama Putih Palsu (Cnaphalocrosis medinalis)
Ordo : Lepidoptera; Familia : Pyralidae
Biologi : Ngengat berwarna coklat muda, mengkilat, berukuran 10-12
mm. Telur berbentuk lonjong/oval, berwarna kuning pucat,
diletakkan pada permukaanbawah daun secara tunggal. Larva
instar II-V menggulung daun dengan merekatkan tepi daun.
Gejala Serangan : Daun tergulung dan dimakan dagingnya dari
permukaan bawah,sehingga hanya tersisa epidermis
yang berwarna putih.
Ambang ekonomi : Intensitas serangan 10%

25
6) Hama Putih (Nymphula depunctalis )
Ordo : Lepidoptera; Familia : Pyralidae
Biologi : Ngengat berwarna putih, berukuran 22-30 mm. Telur
berbentuk oval, berwarna kuning terang dan diletakkan secara
tunggal. Larva hidup dalamtabung gulungan daun.
Gejala Serangan : Daun tergulung dan tergorok memanjang sehingga
tinggal epidermis yang berwarna putih. Ujung daun
terpotong.
Ambang ekonomi : Intensitas serangan 10%.
7) Ganjur (Orseolia oryzae)
Ordo : Diptera; Familia : Cecidomyidae
Biologi : Nyamuk berwarna oranye/jingga, berukuran 4-5 mm.
Telur berwarna putih, diletakkan pada daun. Larva hidupdan
menyerang titik tumbuh.
Gejala Serangan : Daun termuda tumbuh membentuk puru, sehingga
daun padi seperti daun bawang. Timbul banyak
anakan.
Ambang ekonomi : Intensitas serangan 5% pada tanaman padi berumur
40 hari setelah tanam.
8) Penggerek Batang Padi Putih (Tryporiza inotata)
Ordo : Lepidoptera; Familia : Pryralidae
Biologi : Ngengat berwarna putih dengan panjang 11-13 mm. Telur
diletakkan berkelompok pada permukaan bawah daun dan
tertutup bulu halus. Pada saat awal larva bergerombol
kemudian berpencar.
Gejala Serangan : Pada fase vegetatif, daun muda (pupus) berwarna
kuning dan mudah dicabut, karena batang bagian
bawah digerek larva. Gejala ini disebut sundep.
Pada fase generatif: malai tampak tegak, berwarna
putih, tak berisi, karena batang tergerek sehingga
transportasi makanan tidak bisa sampai ke atas.
Gejala ini disebut beluk.

26
Ambang ekonomi : Intensitas serangan sundep/beluk 10% atau 1- 2
kelompok telur/m2
9) Penggerek Batang Padi Kuning ( Tryporyza incertulas)
Ordo : Lepidoptera; Familia : Pyralidae
Biologi : Ngengat berwarna kuning dengan titik hitam pada sayap
depan, berukuran 11-13 mm. Telur berkelompok dan
ditutupi bulu-bulu halus. Pada stadia awal larva
bergerombol kemudian menyebar.
Gejala Serangan : Pada fase vegetatif:sundep, pada fase generatif:
beluk.
Ambang ekonomi : Intensitas serangan sundep/beluk 10% atau 1- 2
kelompok telur/m2.

b. Kedelai
1) Kumbang Daun Kedelai (Phaedonia inclusa)
Ordo : Coleoptera; Familia : Chrysomelidae
Biologi : Kumbang berwarna biru kehitaman dengan tepi elytra
coklat kekuningan, berukuran 4-5 mm. Larva berwarna
abu-abu kehitaman, berkepompong di tanah. Telur
diletakkan berkelompok pada bagian bawah daun.
Gejala Serangan : Pucuk, daun, bunga, polong rusak dimakan larva
dankumbang.
2) Kutu Hijau (Aphis glicines)
Ordo : Homoptera; Famili : Aphididae
Biologi : Kutu berwarna hijau agak kekuningan. Hidup berkelompok
pada bagian tanaman yang masih muda.
Gejala Serangan : Bagian yang terserang mengalami ‘missforming’
sehingga terlihat agak keriting/menggulung.
Pada tingkat serangan yang lebih lanjut menjadi
kuning layu.

27
3) Wereng Daun Kedelai (Empoasca sp.)
Ordo : Homoptera; Familia : Cicadelidae
Biologi : Wereng berwarna hijau tua, panjang 2,5 mm, tubuh
ramping. Hidup bergerombol pada permukaan bawah
daun.
Gejala Serangan: Bagian yang terserang mengalami
‘missforming’ lalu menguning dan akhirnya layu.
4) Kepik Hijau (Nezara viridula)
Ordo : Hemiptera; Famili : Pentatomidae
Biologi : Tubuh berwarna hijau, panjang 16 mm. Telur diletakkan
berkelompok pada daun, polong dan batang. Nimfa muda
bergerombol, instar III-V pada pagi hari berada di daun,
pada siang hari makan polong dan berteduh.
Gejala Serangan : Polong dan biji rusak terhisap cairan selnya,
terdapat spot-spot hitam. Apabila serangan
berlanjut polong hampa dan gugur.
Ambang ekonomi : 2 ekor per 8 tanaman.
5) Pengisap Polong (Riptortus linearis)
Ordo : Hemiptera; Familia : Coreidae Biologi:
Biologi : Tubuh memanjang, berwarna coklat dengan garis
kekuningan di sepanjang sisi tubuhnya. Telur diletakkan
berkelompok dipermukaanbawah daun.
Gejala Serangan : Polong dan biji rusak terhisap cairan selnya,
terdapat spot-spot hitam. Apabila serangan
berlanjut polong hampa dan gugur.
Ambang ekonomi : 2 ekor per 8 tanaman.
6) Lalat Bibit (Ophiomya phaseoli)
Ordo : Diptera; Familia : Agromyzidae
Biologi : Lalat berwarna kehitam-hitaman. Telur diletakkan dekat
pangkal keping biji atau pangkal helai daun pertama dan
kedua. Larva menggerek keping biji atau daun pertama
menujubatang lalu ke pangkal akar melalui kulit batang,
kemudian berkepompong dii tanah.

28
Gejala Serangan : Tanaman muda/bibit layu kemudian mongering
lalu mati.
Ambang ekonomi : Intensitas serangan 1%
7) Penggerek Polong Kedelai (Etiella zinckenella)
Ordo : Lepidoptera; Familia : Pyralidae
Biologi : Ngengat berwarna keabu-abuan dengan garis putih di sayap
depan. Larva berwarna kekuningan sampai hijau, tubuh
ditumbuhi rambut-rambut.
Gejala serangan : Polong rusak berlubang-lubang tergerek.
8) Ulat Grayak (Prodenia = Spodoptera litura)
Ordo : Lepodoptera ; Familia : Noctuidae
Biologi : Ngengat berwarna keabu-abuan. Larva berwarna abu- abu
coklat dengan 5 garis memanjang kuning pucat. Larva aktif
pada malam hari, pada siang hari bersembunyi di tanah.
Telur diletakkan berkelompok di permukaan bawah daun
ditutup bulu-bulu berwarna coklat.
Gejala serangan : Daun atau polong berlubang-lubang tergerek. Pada
tingkat serangan yang berat, daun dimakan
hingga tinggal tulang-tulangnya saja, bahkan
tanaman dapat gundul karena seluruh bagian
tanaman habis dimakan
Ambang ekonomi : Intensitas serangan 12% pada fase generatif.
9) Ulat Penggulung Daun (Lamprosema indicata)
Ordo : Lepidoptera; Familia : Pyralidae
Biologi : Ngengat berwarna kecoklatan. Larva berwarna hijau
transparan dan agak mengkilat, menggulung daun dan
menggerek daun dari dalam gulungan hingga tersisa
epidermisnya.
Gejala serangan : Daun tergulung dan tergerek.
Ambang Ekonomi : Intensitas serangan 12% pada fase generatif.

29
c. Kubis
1) Ulat Kubis (Plutella xylostella = P. maculipennis)
Ordo : Lepidoptera; Familia : Plutellidae
Biologi : Larva berwarna hijau cerah, kepala kekuningan dengan
bercak-bercak hitam, panjang 9 mm. Berkepompong
dalam tanah.
Gejala serangan : Daun kubis bagian luar berlubang-lubangtergerek
dengan ukuran 0,5 cm.
2) Ulat Jantung Kubis (Crocidolomia binotalis)
Ordo : Lepidoptera; Familia : Pyralidae
Biologi : Larva berwarna hijau dengan garis dorsal pucat, garis lateral
hitam, bagian lateral dan ventral kekuningan, ukuran 18
mm.
Gejala serangan : Kubis rusak berlubang-lubang mulai dari bagian
tengah/jantung.

d. Jagung
1) Penggerek Batang Jagung (Pyrausta mubilalis)
Ordo : Lepidoptera; Familia : Pyralidae
Biologi : Telur diletakkan dalam tumpukan pada tanaman jagung
muda umur 2-4 minggu, biasanya pada bagian bawah daun
teratas. Larva muda memakan daun, setelah 7-10 hari
masuk dari pucuk ke dalam batang. Kadang-kadang
dimakan juga malai yang belum keluar. Dalam satu ruas
sering terdapat empat larva. Kepompong berada di dalam
batang jagung. Kupu keluar melalui lubang yang telah
dibuat larva sebelum berkepompong.
Gejala serangan : Batang banyak berlubang, di dalam batang terdapat
bekas gerekan. Pada lubang gerek keluar tepung
gerekan berwarna coklat
2) Penggerek tongkol jagung (Heliothis armigera)
Ordo : Lepidoptera; Familia : Noctuidae
Biologi : Telur diletakkan tersebar pada daun, kadang-kadangjuga
pada buah-buah muda dan filament (rambut-rambut)bunga
30
betina. Ulatnya menggerek tongkol jagung. Pupanya
terdapat di dalam tanah.
Gejala serangan : Rambut-rambut jagung terputus-putus mudah
dicabut. Biji-biji jagung tergerek.

e. Tebu
1)Uret (Lepidiota stigma)
Ordo : Coleoptera; Familia : Scarabaeidae
Biologi : Kembang berukuran 3,5-5 cm, tubuh tertutup oleh sisik-
sisik coklat kehijauan dan mempunyai bercak putih pada
bagian elytra. Kumbang terbang pertama kali biasanya pada
awal musim hujan ketika tanah menjadi lembab. Kumbang
aktif pada malam hari dan tertarik cahaya lampu. Telur
diletakkan dalam tanah pada kedalaman ± 5-20 cm.
Gejala serangan : Akar dan pangkal batang rusak, tanaman menjadi
roboh.
2)Penggerek Batang Tebu (Chilo sacchariphagus)
Ordo : Lepidoptera ; Familia : Pyralidae
Biologi : Larva pada bagian dorsal dan lateral terdapat garis
membujur ungu kecoklatan. Tubuhnya putih keunguan.
Ngengat aktif sore hari, meletakkan telur pada pangkal
helaian daun dekat tulang daun dalam kelompok tertutup
lilin yang tipis. Setelah larva masuk diantara pelepah dan
ruas menuju ke pangkal ruas yang berkulit tipis dan lunak
kemudian menggerek ke lorong atas sampai mencapai
titiktumbuh. Siklus hidupnya 5-7 minggu.
Gejala serangan : Timbul kerusakan berupa lorong-lorong gerek lalu
menyebabkan pengerasan dan sering timbul pembusukan.
Serangan lebih lanjut menyebabkan tebu cepat membentuk
siwilan/ tunas samping (biasanya letak siwilan di bagian
bawah) sehingga banyak sakarose yang terbentuk
digunakan untuk membentuk siwilan sehingga kadar
gulanya turun.

31
3) Penggerek Pucuk Tebu (Scirpophaga nivella intacta)
Ordo : Lepidoptera; Familia : Pyralidae
Biologi : Ngengat berwarna putih, pada ujung abdomen berwarna
merah. Telur diletakkan berkelompok pada permukaan
daun bagian pangkal dekat ibu tulang daun dan ditutup oleh
rambut-rambut yang berwarna krem. Larva berwarna putih
kekuningan,kokon berwarna putih. Ngengat aktif sore hari
tertarik cahaya lampu. Setelah menetas, larva menggerek
ibu tulang daun ke bagian atas, lalu ke pelepah dan masuk
ke bagian pucuk yang masih menggulung kemudian
menuju titik tumbuh. Siklus hidupnya 5-7 minggu.
Gejala serangan : Bila pucuk membuka akan tampak lubang-lubang
bekas gerekan yang berderet. Daun termuda yang
masih menggulung akan rusak dan bagian
pangkalnya mati, lama-lama bagian dalam
membusuk tetapi bagian luar terlihat kering.Sering
disebut gejala mati ujung.

2. Hama Tanaman Keras


a. Kelapa
1)Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros)
Ordo : Coleoptera; Familia : Scarabaeidae
Biologi : Uret/larva berwarna putih, panjang 10-12 cm, kepalacoklat
merah, hidup di dalam bahan- bahan organik/sampah.
Kumbang berwarna hitam, bercula, panjang 3-5 cm.
Gejala serangan : Daun muda yang masih terlipat dimakan hingga
terpotong, apabila nantinya terbuka akan
berbentuk sepertikipas.
Ambang ekonomi : 20% tajuk terserang dengan 20% tanaman sekitar
pohon terserang.

32
2) Ulat Artona (Artona catoxantha)
Ordo : Lepidoptera; Lepidoptera : Zygaenidae
Biologi : Larva berwarna kehijau-hijauan sampai kelabu dengan
bintik-bintik coklat di punggung, kepala lebih besar dari
pada tubuhnya. Ngengat berwarna hijau kekuningan,
berukuran 1 cm, bila istirahat dalam posisi menggantung.
Gejala serangan : Daun-daun tua tergerek hingga berlubang- lubang.
Pada tingkat serangan yang berat daun menjadi
tinggal lidinya saja.
Ambang ekonomi : 5 larva per pelepah per pohon dengan persentase
parasitasi kurang dari 10%
3) Ulat Api
Ordo : Lepidoptera; Familia : Limacodidae
a) Parasa lepida
Larva berwarna kuning kehijauan, strip biru pada bagiandorsal
dan lateral.
b) Darna sp.
Larva berwarna kehijauan dengan gelang-gelangviolet/kelabu
di tengah.
c) Setora nitens
Larva berwarna merah atau hijau kekuningan dengan stripbiru
pada bagian dorsal.
d) Thosea sp.
Larva berwarna hijau dengan strip kuning atau merah dengan
bedak lila.
e) Ploneta deducta
Larva berwarna kelabu dengan gambaran coklat, mempunyai3-
4 pasang setae.
f) Chalcochelis sp.
Larva tidak berbulu, berwarna hijau atau putih seperti kolang-
kaling, panjang 20 mm

33
Gejala serangan : Daun kelapa yang muda terkoyak-koyak, dan
pada tingkat serangan yang berat hanyatinggal
lidinya saja.
Ambang ekonomi : 5 larva per pelepah per pohon.

b. Kopi
1) Penggerek Cabang
Ordo : Coleoptera; Familia : Scolytidae
a) Xyleborus morigerus
Kumbang berwarna coklat hitam, berukuran 1,5 mm. Larva tak
berkaki, berwarna putih, panjang 2 mm.
b) X. morstatti
Kumbang berwarna hitam, kecil dan langsing.
Gejala serangan : Cabang/ranting tergerek, kering mulai dari
lubang gerek sampai ke ujung
cabang/ranting. Cabang mudah patah
apabila tertiup angin.
2) Penggerek Batang (Zeuzera coffeae)
Ordo : Lepidoptera; Familia : Cossidae
Biologi : Larva berwarna merah sampai coklat violet dengan
beberapa cincin kuning. Telur diletakkan secara
berkelompok pada batang atau cabang.
Gejala serangan : Batang atau cabang tergerek sehingga tanaman
bagian atas layu dan kering.
3) Bubuk Buah Kopi (Stephanoderes = Hypothenemus hampei)
Ordo : Coleoptera; Familia : Scolytidae
Biologi : Kumbang berwarna hitam dengan protorak kemerahan,
panjang 1,6-2,5 mm.Telur diletakkan pada keping biji yang
telah tua.
Gejala serangan : Keping buah kopi rusak tergerek, buah kopi yang
masih muda apabila terserang akan berubah warna menjadi
kuning kemudian gugur.
Ambang ekonomi : 5% buah dari 200 butir contoh terserang.

34
c. Kakao
1) Kepik (Helopelthis antonii)
Ordo : Hemiptera: Familia : Miridae
Biologi : Tubuh hitam dengan strip hitam putih pada abdomen,
panjang 6,5-7,5 mm. Pada bagian torak terdapat tonjolan.
Telur diletakkan pada jaringan sklerenkim, terutama
pada bagian yang masih muda, tempat tersebut ditandai
dengan 2 benang seperti lilin berwarna putih yang agak
bengkok.
Gejala serangan: Buah muda berbintik-bintik coklat/hitam, tidak
dapat berkembang mongering lalu rontoh. Buah
yang tua mengeras seperti batu.
Ambang ekonomi : Apabila ditemukan bekas tusukan baru pada
contoh yang diamati.
2) Ngengat/Penggerek Buah Coklat (Acrocercops
cramerella)
Ordo : Lepidoptera; Familia : Lithocolletidae/Gracillariidae
Biologi : Ngengat berwarna coklat dengan becak-becak putih.
Telur diletakkan pada permukaan buah yang masih
muda.
Gejala serangan : Buah muda menjadi ketat dan berwarna kuning.
Apabila menyerang buah tua/masak tidak begitu
merugikan, hanya terbatas pada beberapa butir biji
yang rusak, sedang biji lain tumbuh normal dan
dapat masak.
Ambang ekonomi : Satu buah terserang per pohon.

d. Jeruk
1) Penggerek Buah Jeruk (Citripestis sagittiferella)
Ordo : Lepidoptera ; Familia : Pyralidae
Biologi: Telur diletakkan berkelompok secara tumpang tindih pada
kulit buah, terutama pada permukaan bawah. Setelah menetas
menggerek menuju kulit buah dan daging buah pada bagian
yang lunak.
35
Larva berwarna kuning kemerahan dan berubah menjadi hijau
pada waktu berpupa. Larva menjatuhkan diri ke tanah untuk
berkepompong. Siklus hidup 23-27 hari.
Gejala serangan : Pada kulit buah ada serbuk sisa gerekan,
cairan/gum dan eksudat lain yang menyebabkan
buah gugur.
e. Teh
1) Penggulung Pucuk Daun Teh (Enarmonia leucostama)
Ordo : Lepidoptera; Familia : Oletheutidae
Biologi : Larva tinggal pada helaian daun bagian atas/pucuk
kemudian menggandeng tepi-tepi daun pucuk tersebut
dengan cairan ludah dan larva menggerek daun dari
dalam. Larva panjangnya sampai 11, bagian kepala
berwarna kuning gelap, tubuh berwarna hijau atau hijau
gelap.
Gejala serangan : Daun bagian pucuk tergulung tidak mau
membuka.
2) Kepik (Helopeltis sp.)
Ordo : Hemiptera; Familia : Capsidae
Biologi : Menyerang pada bagian batang, tangkai daun, daunyang
masih muda dan bagian pucuk. Telur diletakkan pada
jaringan tanaman dan dicirikan dengan adanya rambut-
rambut. Dalam satu lubang ditemukan 2-3 telur. Setelah
menetas, nimfe mulai mencucuk pucuk yang masih muda.
Nimfa berwarna kuning orange dan dapat menghasilkan
zat mirip terpentin yang berbau Kepik dewasa dapat
terbang dan mudah diterbangkan angin. Kepik aktif pada
pagi dan sore hari. Siklus hidupnya 3-5 minggu.
Gejala serangan : Terjadi missforming (salah bentuk) pada pucuk
daun teh.

36
3. Hama Pasca Panen
a. Bubuk Beras (Sitophilus oryzae)
Ordo : Coleoptera; Familia : Curculionidae
Biologi : Telur diletakkan pada material dengan cara membuat lubang
kemudian ditutup dengan sisa gerekan. Larva menggerek
masuk ke dalam material, begitu juga imagonya. Warna
bubuk dewasa waktu masih muda coklat merah, sedangkan
setelah tuaberwarna hitam dengan empat bintik kuning pada
elytranya. Ukuran bubuk 3,5-5 mm, tergantung dari tempat
hidup larva. Bubuk menyerang beras, gandum, jagung,
sorghum, gaplek, kopra. Siklus hidupnya ± 4,5 minggu.
Gejala serangan: Bahan menjadi berlubang-lubang dan terdapat sisa
gerekan berupa tepung berbau apek.
b. Kumpang Tepung (Tribolim sp.)
Ordo : Coleoptera; Familia : Tenebrionidae
Biologi : Kumbang dewasa berwarna coklat merah, bentuknya agak
pipih. Telur diletakkan dalam tepung dan ditutupi tepung.
Larva bergerak aktif dalam bahan. Menjelang
kepomponglarva kepermukaan bahan dan kembai masuk bila
telah terbentuk imago.Siklus hidupnya 5-6 minggu.
Gejala serangan : Tepung menjadi rusak, berbau apek dan warnanya
agak kehitaman.
c. Bubuk Gabah ( Rhizopertha dominica)
Ordo: Coleoptera; Familia : Bostrichidae
Biologi : Kumbang bertubuh ramping silindris, berwarna coklat gelap
atau hitam. Kepala berada di bawah pronotum.
Telurdiletakkan di antara butiran atau di dalam lubang
gerekan. Larva berwarna putih keabu-abuan. Larva mula-
mula makan sisa induknya, bila menemukan lubang bekas
gerekan larva masuk ke dalamnya. Menjelang
berkepompong, larvamembuat rongga dalam butiran. Siklus
hidupnya kurang lebih 1 bulan.
Gejala serangan : Gabah berlubang-lubang dan terdapat tepung bekas
gerekan.
37
d. Bruchus chinensis
Ordo : Coleoptera; Familia : Bruchidae
Biologi : Kumbang mempunyai moncong pendek dan femur kaki
belakang membesar. Elytra berwarna coklat kekuning-
kuningan. Telur diletakkan pada permukaan bahan tanpa
merusak bahan. Setelah menetas, larva merobek kulit telur
yang menempel pada kulit biji kacang dan menggerek
masuk ke dalam. Siklus hidupnya ±26 hari.
Gejala serangan : Biji berlubang dan meninggalkan bekas gesekan.
e. Araecerus fasciculatus
Ordo : Coleoptera; Familia : Anthribidae
Biologi : Dikenal sebagai kumbang biji kopi. Di Jawa dikenal sebagai
bubuk gaplek. Kumbang berwarna coklat muda berukuran
4-5mm dengan moncong pendek. Larva menyerupai uret
berwarna putih kelabu. Siklus hidupnya 28-42 hari.
Gejala serangan : Bahan berlubang-lubang dan meninggalkan tepung
bekas gerekan.
f. Corcyra cephalonica
Ordo : Lepidoptera ; Familia : Galeriidae.
Biologi : Hidup pada bahan-bahan yang bertepung. Ngengat berwarna
kelabu coklat agak pucat. Telur bentuk bulat berwarna putih
keruh diletakkan bebas pada bahan. Larva menggandeng-
gandengkan bahan dengan liurnya sehingga terbentukgumpalan.
Menjelang berkepompong, larva naik ke permukaan bahan dan
membuat kokon. Siklus hidupnya 37-51 hari.
Gejala serangan : Bahan bergumpal-gumpal kemudian keropos serta
berbau apek.

38
HUBUNGAN ANTARA HAMA DENGAN
TANAMAN INANGNYA
Tujuan :
1. Mengenal jenis-jenis serangga hama.
2. Mengetahui cara merusak masing-masing hama.
3. Mengetahui tanaman inang masing-masing hama.
4. Mengetahui bentuk kerusakan pada tanaman inang.

Alat dan Bahan :


1. Preparat tanaman semusim yang terserang hama
2. Preparat tanaman tahunan yang terserang hama
3. Preparat pasca panen yang terserang hama

Cara Kerja :
1. Ambilah satu persatu preparat tanaman inang atau bagian tanaman inang yang
rusak terserang oleh hama.
2. Amatilah bentuk-bentuk kerusakannya dan gambarlah.
3. Sebutkan jenis hama yang menyerangnya, stadia aktifnya dan cara
menyerangnya.
4. Sebutkan jenis alat mulut serangga yang merusak berdasarkan
bentukkerusakannya.
5. Menjelaskan gejala dan akibat serangan yang ditimbulkan.

39
BAB IV
GEJALA PENYAKIT TANAMAN

Di alam terdapat berpuluh-puluh ribu penyakit yang menyerang tumbuhan,


dan setiap tumbuhan dapat diserang oleh bermacam-macam penyakit. Sebaliknya
setiap jenis penyakit dapat pula menyerang satu atau beratus-ratus macam
tumbuhan. Oleh karena kompleks dan luasnya masalah penyakit maka perlu
diadakan suatu klasifikasi tertentu sebagai dasar atau petunjuk untuk dapat
memahaminya. Penyakit tumbuhan dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara,
berdasarkan :
1. Gejala, yang pada dasarnya dibedakan dalam tiga garis besar, yaitu : nekrosis,
hipoplastis dan hiperplastis.
2. Bagian tanaman yang terserang seperti busuk biji (seed rot), jamur api pada
bulir (kernel smut), hawar semai (seedling blight), busuk buah (fruit rot), busuk
polong (pod rot), bercak daun (leaf spot), hawar ranting (twig blight), hawar
bunga (blossom blight).
3. Macam tanaman yang diserang, seperti penyakit Serealia (cereal disease),
penyakit jagung (corn disease), dan sebagainya.
4. Kerusakan yang ditimbulkan, beberapa penyakit hanya menyebabkan
kerusakan yang tidak berarti pada tumbuhan, tetapi jenis lainnya mungkin
dapat segera membunuh tumbuhan. Disamping itu, kadang-kadang bukan
hanya membunuh atau mengurangi produk saja, bahkan akan menyebar dari
pohon ke pohon, dari kebun ke kebun, dan dengan cepat meluas dalam suatu
areal tertentu sehingga menyebabkan epidemi dalam suatu daerah tersebut. Hal
ini dapat dilihat misalnya pada epidemic late blight pada kentang dan karat
pada serealia, yang masih merupakan faktor pembatas bagi berhasilnya
produksi kentang dan tanaman biji-bijian di seluruh dunia. Terjadinya
kombinasi antar kekuatan merusak dan kecepatan menyebar pada suatu
penyakit menyebabkan bencana kehancuran yang sering terjadi, baik di tingkat
nasional maupun Internasional.
5. Cara timbulnya penyakit, terbagi menjadi tiga golongan :
a. Penyakit Endemi, ialah apabila serangan penyakit tersebut meluas atau
menurun, dengan tingkat serangan tinggi atau rendah, dan berjalan dari
tahun ke tahun. Dasar pemikiran ini menunjukkan kenyataan bahwa parasit
40
atau virus dapat mempertahankan hidupnya dari suatu musim ke musim
lainnya dalam tanah, atau pada tumbuh- tumbuhan liar. Hal ini pun dapat
menjadi dasar pemikiran bahwa kondisi lingkungan yang baik dapat
digunakan inokulum untuk berkembangnya infeksi dan invasi penyakit.
Contoh penyakit Endemi adalah: penyakit kuning pada kubis, jamur api
pada bawang, virus mosaic pada mentimun.
b. Penyakit Epidemi atau Epiphytotic adalah penyakit yang timbul dan
meluas, tetapi secara periodik. Istilah epidemi berasal dari bahasa Greek,
yang berarti di antara manusia dan memang yang dimaksud untuk penyakit
manusia. Istilah Epiphytotic juga punya arti yang sama, yang dikhususkan
untuk tumbuhan. Ilmu yang mempelajari secara lebih mendalam tentang
penyakit epidemi disebut Epidemiologi. Contoh penyakit Epidemi adalah:
busuk hitam pada tanaman Cruciferae, Late blight pada kentang, virus
pada umbi tebu.
c. Penyakit Sporadis, merupakan penyakit yang timbulnya dengan interval
yang tidak teratur, demikian pula dengan lokasinya.
6. Penyebab penyakit. Klasifikasi terakhir ini paling banyak dijadikan dasar
klasifikasi oleh para ahli pada saat sekarang. Penyebab penyakit dibagi dalam
dua golongan yakni biotis (parasit) dan abiotis (non parasit) yang setiap
golongan dapat dirinci sebagai berikut:
a. Biotis (Parasit) : jamur, bakteri, virus, nematoda, Tanaman tingkat tinggi
parasit, mikoplasma, riketsia, dan lain-lain agensia.
b. Abiotis (non-parasit) : defisiensi unsur hara; keracunan mineral;
kelembaban, suhu, sinar yang tidak sesuai; kekurangan oksigen; polusi
(misal uap asam belerang); reaksi tanah (pH).
Seperti yang sudah dijelaskan diatas mengenai pembagian penyakit
berdasarkan gejala, gejala yang dapat diketahui karena adanya perubahan, bau, rasa
atau rabaan. Gejala : adalah keadaan patologis dan reaksi fisiologis dari tanaman
terhadap aktivitas patogen atau perubahan yang ditunjukkan oleh tanaman itu
sendiri sebagai akibat dari serangan penyebab penyakit. Ada kalanya beberapa
macam penyebab penyakit menunjukan gejala yang sama, sehingga dengan
memperhatikan gejalanya saja belumlah dapat ditentukan diagnosanya yang tepat.
Dalam hal ini harus diperhatikan adanya tanda (sign) penyebab penyakit. Tanda
(sign): adalah semua mengenal penyebab penyakit selai reaksi tanaman inang itu
41
sendiri, misalnya : Miselium, spora, tubuh buah, sklerosium, blendok (gom), lateks,
dan lain-lain.
Gejala dapat dibagi berdasarkan:
1. Perluasan gejala yang terjadi (sifat gejala ):
a. Gejala Lokal : Gejala yang hanya terbatas pada bagian tumbuhan tertentu.
b. Gejala sistemik : Gejala yang merata pada seluruh tubuh tumbuhan.
2. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam sel, yang dapat digolongkan
menjadi tiga tipe gejala :
a. Tipe Nekrosis meliputi gejala yang terjadi karena adanya kerusakan pada
sel atau bagian sel atau matinya sel.
b. Tipe Hipoplastis meliputi gejala-gejala yang terjadi karena terhambat
atau terhentinya pertumbuhan sel (under development).
c. Tipe Hiperplastis meliputi gejala-gejala yang terjadi karena pertumbuhan
sel yang melebihi biasa (over development).

Tipe Nekrosis, antara lain meliputi gejala :


1. Nekrose: Suatu hal yang biasa bila beberapa jaringan mati, misalnya pada kulit
kayu dan daun. Jika matinya jaringan disebabkan penyebab yang lain dari
penyebab yang normal, dinamakan nekrose. Bercak nekrose pertama-tama
berwarna kuning, kemudian berwarna coklat atau hitam (antraknosa). Pada
daun bercak nekrose dapat disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, penyakit
defisiensi atau oleh serangga. Gejala nekrose ada beberapa macam:
a. Bercak daun (leaf spot) adalah bercak nekrose yang mempunyai batas-
batas tegas, disebabkan oleh jamur. Bercak daun merupakan hasil infeksi
lokal, dimana pertumbuhan jamur terhalang oleh jaringan pemisah.Contoh:
Daun padi yang terserang jamur Helminthosporium oryzae, Pyricularia
oryzae. Daun kapas yang terserang bakteri Xanthomonas campestris pv.
b. Hawar (Blight) ialah suatu kematian yang cepat dari seluruh anggota
tumbuhan atau bagian yang luas dari daun termasuk tulang daun sebagai
akibat langsung dari aktivitas patogen. Contoh: Daun kentang yang diserang
jamur Phytophthora infestan. Daun kedelai yang diserang bakteri
Pseudomonas syringae pv.glycinea.

42
2. Perforasi (shot holes): Gejala berupa terbentuknya lubang-lubang karena
runtuhnya sel-sel yang telah mati pada bercak nekrosis Contoh: Daun karet
yang diserang jamur Helminthosporium heveae. Daun kedelai yang diserang
bakteri Pseudomonas syringae pv.glycinea.
3. Terbakar: dipergunakan pada daun yang menunjukkan kematian yang cepat
dan meliputi bagian yang luas dan tidak teratur terutama pada bagian tepi.
Gejala ini terjadi secara mendadak, bercak nekrosis yang ditimbulkan
mempunyai bentuk yang kurang menentu. Contoh: tumbuhan yang mengalami
kekeringan, suhu yang terlalu tinggi atau karena adanya bahan kimia yang
merugikan.
4. Busuk: Gejala ini sebenarnya sama dengan gejala nekrosis tetapi lazimnya
istilah busuk ini digunakan untuk jaringan tumbuhan yang tebal seperti akar,
umbi, daun yang tebal, buah dan lain-lain. Berdasarkan keadaan jaringan yang
membusuk, dikenal istilah busuk basah (soft rot) dan busuk kering (dry rot).
Contoh:Umbi wortel, daun kubis yang diserang oleh bakteri Erwinia
carotovora. Batang kacang, kedelai yang diserang jamur Sclerotium rolfsii.
Pangkal batang rosella yang diserang jamur Phytophthora parasitica.
5. Menguning (klorosis): rusaknya kloroplastida menyebabkan menguningnya
bagian tumbuhan yang lazimnya berwarna hijau. Seringkali gejala ini
mendahului gejala nekrosis. Klorosis yang mengelilingi bercak nekrosis disebut
“halo”. Bila klorosis ini merata dan terdapat pada semua daun suatu tumbuhan
disebut klorosis sistemik. Contoh: Daun jagung yang diserang jamur
Sclerospora maydis.- Tanaman tembakau yang mengalami kekurangan unsur N
atau Mg.
6. Layu atau kekeringan: Gugurnya daun-daun yang diikuti keringnya batang
dan tunas, karena adanya gangguan di dalam berkas pengangkutan atau
kerusakan akar sehingga proses penguapan menjadi tidak seimbang dengan
pengangkutan air. Contoh: - Tanaman pisang yang diserang jamur Fusarium
oxysporum. Tanaman kacang tanah, kentang, pisang, tembakau, atau tomat
yang diserang bakteri Pseudomonas solanacearum.
7. Kanker: Terjadinya kematian jaringan kulit tumbuhan yang berkayu, misalnya
akar, batang dan cabang. Selanjutnya jaringan kulit yang mati tersebut
mongering, berbatas tegas, mengendap dan pecah-pecah, akhirnya bagian itu

43
runtuh sehingga terlihat bagian kayunya. Ditepi luka-luka tersebut jaringan
kalusnya berkembang. Contoh:
a. Batang Dalbergia latifolia (sonokeling) yang diserang jamur Phoma sp.
b. Batang atau cabang kapas yang diserang bakteri Xanthomonas campestris
pv.malvacearum.
c. Batang, buah, daun jeruk yang diserang bakteri Xanthomonas campestris
pv. Citri.
d. Bidang sadapan karet yang diserang jamur Phytophthora palmivora.
8. Damping off: Rebahnya tumbuhan yang masih muda (semai) karena
pembusukan pangkal batang yang berlangsung sangat cepat. Berdasarkan saat
terjadinya dalam kaitannya dengan pemunculan semai diatas permukaan tanah,
gejala ini dapat dibagi menjadi dua yaitu: pre emergence damping off bila
pembusukan terjadi sebelum semai muncul diatas permukaan tanah, sedang
pembusukan terjadi setelah semai muncul diatas permukaan tanah disebut post
emergence damping off. Contoh : semai tembakau yang diserang jamur
Phytium sp.
9. Eksudasi (exudation): Terjadinya pengeluaran cairan dari suatu tumbuhan
karena penyakit. Berdasarkan cairan yang dikeluarkan dikenal beberapa istilah
yaitu :
a. Gummosis: Pengeluaran gom (blendok) dari dalam tumbuhan, contohnya:
batang jeruk yang diserang Diplodia natalensis.
b. Latexosis: Pengeluaran latex dari dalam tumbuhan, contohnya batang atau
cabang karet yang diserang jamur upas Corticium salmonicolor.
c. Resinosis: Pengeluaran resin atau damar dari dalam tumbuhan.
10. Mati ujung (dieback): kematian ranting atau cabang yang dimulai dari ujung
dan meluas ke pangkal. Contoh:
a. tanaman kopi yang diserang jamur Rhizoctonia sp.,
b. tanaman jeruk yang diserang jamur Colletotrichum gloeosporioides.
11. Hidrosis: Sebelum sel-sel mati, biasanya bagian tersebut terlebih dahulu
tampak kebasah- basahan. Hal ini karena air sel keluar dari ruang sel masuk ke
dalam ruang antar sel. Contoh: daun kedelai yang diserang bakteri
Pseudomonas syringae.

44
Tipe Hipoplastis meliputi gejala-gejala:
1. Klorosis: Terjadinya penghambatan pembentukan klorofil, sehingga bagian
yang seharusnya berwarna hijau menjadi berwarna kuning atau pucat. Bila
bagian yang berwarna kuning setempat maka disebut mosaik, misalnya daun
tembakau yang diserang virus mosaik tembakau (tobacco mosaic virus =TMV).
Bila pada daun hanya bagian-bagian di sekitar tulang daun yang berwarna hijau,
disebut vein banding, sebaliknya jika hanya bagian-bagian daun sekitar tulang
daun menguning disebut vein clearing.
2. Kerdil: Gejala habital yang disebabkan karena hambatan pertumbuhan
sehingga ukurannya menjadi lebih kecil dari biasanya, contoh: tanaman padi
yang diserang virus tungro.
3. Etiolasi: Tumbuhan menjadi pucat, tumbuhan memanjang dan mempunyai
daun-daun yang sempit karena mengalami kekurangan cahaya.
4. Perubahan simetri: Hambatan pertumbuhan pada bagian tertentu yang tidak
disertai dengan hambatan pada bagian di depannya sehingga terjadi
penyimpangan bentuk. Contoh: tanaman tembakau yang diserang bakteri
Pseudomonas solanacearum.
5. Roset: Hambatan pertumbuhan ruas-ruas batang tetapi pembentukan daun-
daunnya tidak terhambat, sebagai akibatnya daun-daun berdesak-desakan
membentuk suatu karangan.
6. Bulai: Daun berwarna kuning keputih – putihan yang disebabakan oleh
Peronosclepspora maydis. Tanaman yang terinfeksi akan menjadi kerdir,
terganggu pertumbuhannya, dan tidak dapat menghasilkan buah.

Tipe Hiperplastis meliputi gejala-gejala:


1. Keriting: Gejala pembengkakan tunas atau penggulungan daun sebagai akibat
pertumbuhan setempat dari suatu bagian anggota tubuh. Kadang-kadang daun
berombak dan bentuknya seperti kerupuk, sehingga gejala ini disebut gejala
kerupuk. Contoh : Daun kentang yang diserang virus., daun tembakau yang
diserang virus Ruga tabaci.
2. Kudis (Scab): terdiri-dari bercak-bercak yang tersembul ke atas, kasar dan
letaknya terasing sebagai akibat pertumbuhan yang luar biasa dari sel-sel
epidermis dan jaringan dibawahnya dari daun, buah, batang atau umbi.

45
Contoh Umbi kentang yang diserang bakteri Streptomyces scabies, batang dan
buah jeruk yang diserang jamur Sphaceloma fawcetti.
3. Intumesensi : gejala kekurangan zat makanan disebabkan karena
penggembungan setempat dari sel-sel epidermis atau sub epidermis sebagai
akibat dari penumpukan air yang berlebihan. Contoh: daun Cassia tomentosa,
penyebabnya belum diketahui.
4. Fasiasi : Gejala perubahan organ yang seharusnya bulat (silindris) dan lurus
berubah menjadi pipih, lebar dan membelok bahkan ada yang membentuk
spiral. Contoh : Batang karet yang masih muda dan ranting apel yang
penyebabnya belum diketahui.
5. Pembentukan alat yang luar biasa
a. Antolisis: Perubahan bunga menjadi daun-daun yang kecil-kecil.
Contoh: Tanaman jagung yang diserang jamur Sclerospora maydis.
b. Enasi: Pembentukan daun yang kecil pada sisi bawah tulang daun.
Contoh: Daun tembakau yang diserang virus Ruga tabaci.
6. Perubahan warna: perubahan warna yang bukan klorosis pada suatu organ.
Contoh: Bunga tulip yang diserang virus, biji kedelai yang diserang jamur
Cercospora sp.
7. Sapu setan: Berkembangnya tunas-tunas ketiak yang biasanya tidur menjadi
seberkas ranting-ranting yang rapat. Gejala ini biasanya disertai dengan
terjadinya hambatan perkembangan ruas-ruas (internode) batang dan daun-
daun, sehingga ranting yang rapat itu mempunyai ruas yang pendek dan daun-
daun yang kecil.Contoh : - Tanaman kacang tanah yang diserang mikoplasma.
8. Sesidia: Pembengkakan setempat pada jaringan tumbuhan sehingga terbentuk
bintil-bintil, berdasarkan patogennya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a) Fitosesidia: bila patogennya tergolong dalam dunia tumbuhan.
Contohnya: Daun damar (Agathis alba) yang diserang jamur Aecidium sp.
b) Zoosesidia: bila patogennya tergolong dalam dunia hewan. Contohnya :
Daun Cinnamomum zeyllanicum yang diserang tungau (Eryophyces
doctersi ).

46
GEJALA PENYAKIT TANAMAN

Tujuan :
1. Mengenal gejala penyakit tanaman.
2. Mengetahui tipe gejala serta patogen penyebabnya.
3. Mengetahui tipe gejala pada tanaman inangnya.

Alat dan Bahan :


1. Preparat awetan bagian tanaman yang bergejala nekrosis
2. Preparat awetan bagian tanaman yang bergejala hiperplastis
3. Preparat awetan bagian tanaman yang bergejala hipoplastis
4. Alat tulis
5. Kertas gambar

Cara Kerja :
1. Ambil preparat tanaman inang atau bagian tanaman inang yang bergejala sakit
2. Amatilah bentuk - bentuk gejalanya dan gambarlah
3. Sebutkan jenis patogen yang menyerangnya
4. Berdasarkan gejala yang ditimbulkannya, sebut jenis gejalanya
5. Jelaskan gejala tersebut

47
BAB V
ANALISIS KERUSAKAN TANAMAN

Tanaman yang diserang hama maupun penyakit akan menunjukkan gejala


kerusakan yang bervariasi tergantung jenis hama dan penyakit yang menyerang
serta bagian tanaman yang diserang. Hama yang mempunyai tipe alat mulut
penggigit pengunyah akan menyebabkan bagian tanaman yang diserang menjadi
robek atau berlubang. Hama yang mempunyai alat mulut pencucuk pengisap akan
menyebabkan bagian tanaman yang diserang mengalami klorosis atau menjadi
berbecak kuning yang lama-lama menjadi kecoklatan dan mengering karena cairan
selnya dihisap oleh hama tersebut. Tanaman yang terserang penyakit seringkali
menunjukkan gejala yang mirip dengan serangan hama pencucuk pengisap, hanya
tanpa ada hamanya.
Kerusakan pada bagian akar dan batang atau tunas seringkali menyebabkan
kerusakan mutlak pada tanaman (bagian tanaman) yang mengakibatkan tanaman
menjadi mati. Contoh gejala kerusakan mutlak terjadi pada tanaman padi yang
terserang penggerek batang. Kerusakan pada bagian tanaman yang lain seperti pada
daun, bunga, atau buah akan menyebabkan gejala kerusakan yang bervariasi.
Contoh gejala serangan yang bervariasi terdapat pada daun yang dimakan ulat atau
belalang serta daun yang berbecak-becak terserang antraknosa.
Intensitas kerusakan tanaman dengan gejala kerusakan mutlak dihitung
menggunakan rumus berikut:
I = 𝑛 × 100%
𝑁
Keterangan
I = Intensitas serangan (%) atau persentase kerusakan.
n = Banyaknya tanaman, batang, tunas, malai, dan daun yang rusak mutlak.
N = Banyaknya tanaman, batang, tunas, malai, dan daun yang diamati.
Intensitas kerusakan tanaman dengan gejala kerusakan bervariasi dihitung
menggunakan rumus berikut:
∑(n × v)
I= × 100%
𝑍𝑁

48
Keterangan:

I = Intensitas serangan (%).


n = Banyaknya tanaman atau bagian tanaman
(seperti bagian daun, bagian buah, bagian
bunga) yang diamati dari setiap kategori
serangan.
v = Nilai skala dari setiap kategori serangan.
Z = Nilai skala dari setiap kategori serangan yang
tertinggi.
N= Banyaknya tanaman atau bagian tanaman
(bagian daun, bagian buah, bagian bunga)
yangdiamati.

Salah satu contoh mengenai nilai skala dari setiap kategori serangan:
0 = tidak ada serangan terhadap tanaman atau bagian tanaman yang diamati
1 = terdapat serangan dengan luas ≤25%
2 = terdapat serangan dengan luas >25-50%
3 = terdapat serangan dengan luas >50-75%
4 = terdapat serangan dengan luas >75%
Contoh Perhitungan:
Misalkan nilai skala serangan hama pada helaian daun:
ke-1 = 1 (luas serangan < 25% bagian daun)
ke-2 = 1 (luas serangan < 25% bagian daun)
ke-3 = 2 (luas serangan 25% - <50% bagian daun)
ke-4 = 3 (luas serangan 50% - ≥75% bagian daun)
ke-5 = 3 (luas serangan 50% - ≥75% bagian daun)
ke-6 = 4 (luas serangan ≥75%bagian daun)
ke-7 = 0 (tidak ada serangan)

49
Intensitas erangan (persentase serangan) adalah:
∑(n × v)
I= × 100%
𝑍𝑁
(2×1)+(1×2)+(2×3)+(1×4)+(1×0))
I= × 100%
4×7
1400%
I= 28

= 50%

Keterangan Penilaian Intensitas Serangan Hama

Kategori Tingkat Serangan Pada Tanaman

Ringan Bila tingkat serangan > AP ≤ 25%

Sedang Bila tingkat serangan > 25 ≤ 50%

Berat Bila tingkat serangan > 50 ≤ 85%

Puso Bila tingkat serangan > 85%

Keterangan Penilaian Intensitas Serangan Penyakit

Kategori Tingkat Serangan Pada Tanaman

Ringan Bila tingkat serangan > AP ≤ 11%

Sedang Bila tingkat serangan > 11 ≤ 25%

Berat Bila tingkat serangan > 25 ≤ 85%

Puso Bila tingkat serangan > 85%

Ket : AP = Ambang Pengendalian

50
ANALISIS KERUSAKAN TANAMAN

Tujuan:
1. Mengenal macam-macam bentuk kerusakan tanaman oleh OPT
2. Mengetahui cara menghitung intensitas kerusakan tanaman

Alat dan Bahan:


1. Alat Tulis
2. Tanaman mengalami kerusakan bervariasi

Cara Kerja:
1. Pilih 1 tanaman sampel yang mengalami kerusakan bervariasi
2. Amati kerusakan yang terjadi pada daun dan beri skor yang sesuai
3. Hitung besarnya intensitas kerusakan pada tanaman sampel tersebut

51
BAB VI
MORFOLOGI GULMA

A. Pengertian
Gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh ditempat yang
tidak dikehendaki oleh manusia atau tumbuhan yang kegunaannya belum
diketahui. Berdasarkan definisi di atas, tumbuhan apa saja termasuk tanaman
yang biasa diusahakan manusia dapat dipandang sebagai gulma bila
tumbuhnya tidak dikehendaki. Definisi ini menunjukkan bahwa gulma
merupakan konsep yang dipandang hanya dari kepentingan manusia.
Tanpa adanya manusia mungkin tidak akan timbul masalah gulma.
Manusia merupakan menyebab utama terjadinya perubahan-perubahan
lingkungan, sedangkan gulma merupakan vegetasi yang mampu
mempertahankan diri dalam perubahan-perubahan tersebut. Daya penyesuaian
diri (adaptasi) yang kuat serta daya persaingan yang tinggi merupakan beberapa
sifat umum dari gulma. Sifat-sifat yang sering dimiliki oleh gulma antara lain,
dapat membentuk banyak biji, cepat berkembang biak, dan mempunyai sifat
dormansi (masa istirahat yang panjang).
Dalam perkembangan teknologi pertanian, terdapat banyak segi-segi
yang secara langsung atau tidak dapat memacu pertumbuhan gulma, misalnya
penanaman dalam barisan, jarak tanam yang lebar antara barisan tanaman
monokultur, pemupukan, penggunaan alat-alat besar dan mekanisasi,
pengairan dan sebagainya, sehingga makin intensifnya penanaman dan
majunya teknologi, masalah gulma tidak akan semakin ringan, tetapi
cenderung akan semakin berat. Berlainan dengan hama atau penyakit yang
pada umumnya timbul sebagai masalah besar (wabah) hanya pada waktu waktu
tertentu saja, masalah yang ditimbulkan oleh gulma lebih bersifat persaingan.
Persaingan yang terjadi antara gulma dengan tanaman dalam pengambilan
cahaya, unsur- unsur hara, air dan ruang.

52
B. Kerugian yang ditimbulkan oleh Gulma
Persaingan antara gulma dan tanaman yang kita usahakan dalam
mengambil zat-zat makanan dan air dari dalam tanah dan penerimaan sinar
matahari untuk proses fotosintesa, menimbulkan kerugian-kerugian dalam
produksi baik kualitatif maupun kuantitatif. Cramer (1967) dalam bukunya
Plant Protection and World Crop Production, menyebutkan kerugian berupa
kerugian berupa penurunan produksi dari beberapa tanaman sebagai berikut:
Padi 10,8%, Sorghum 17,8%, Jagung 13%, Coklat 11,9%, Kedelai 13,5%,
Kacang tanah 11,8% Menurut percobaan-percobaan pemberantasan gulma
pada padi terdapat penurunan oleh persaingan gulma tersebut antara 25-50 %.
Gulma dapat mengakibatkan kerugian antara lain disebabkan oleh:
1. Persaingan dengan tanaman utama sehingga mengurangi kemampuan
berproduksi, terdapat persaingan dalam pengambilan air, zat-zat makanan
dari tanah, cahaya, ruang tumbuh.
2. Penurunan kualitas produksi pertanian, misalnya pengotoran benih oleh
biji-biji gulma
3. Allelopathy yaitu pengeluaran zat-zat kimia oleh gulma yang beracun bagi
tanaman lainnya, sehingga merusak pertumbuhannya.
4. Gangguan kelancaran pekerjaan para petani misalnya adanya duri-duri
Amarathus spinanosus, Mimosa invisa diantara tanaman yang
diusahakannya.
5. Perantara atau sumber penyakit/hama pada tanaman, misalnya Leersia
hexandra dan Cynodon dactilon merupakan tanaman inang hama ganjur
pada padi.
6. Gangguan kesehatan manusia,misalnya ada gulma yang tepung sarinya
menyebabkan alergi.
7. Kenaikan ongkos-ongkos usaha pertanian, misalnya menambah tenaga
danwaktu dalam pekerjaan tanah, penyiangan, pembersihan selokan air
irigasi dari gulma.
8. Di air, gulma dapat menimbulkan pulau terapung (Rawa Pening Jawa
Tengah) yang menganggu penetrasi sinar matahari ke permukaan air,
mengurangi zat oksigen dalam air dan menurunkan produktifitas air.

53
C. Klasifikasi Gulma
Beberapa dasar yang digunakan untuk klasifikasi gulma antara lain:
1. Berdasarkan daur hidup:
a. Gulma semusim (annual): Umur tidak lebih dari 1 tahun
b. Gulma tahunan (perennial): Umur lebih 2 tahun
c. Gulma dwimusim (biannual): Umur lebih dari 1 tahun, tidak lebih dari
2 tahun.
2. Berdasarkan habitat:
a. Gulma yang tumbuh pada habitat tanah atau di darat (terestrial)
b. Gulma yang tumbuh di air (aquatic), ini dibedakan lagi menjadi
golongan yang tumbuh mengapung (floating), tenggelam
(submergent), dan sebagian mengapung dan sebagian tenggelam
(emergent)
c. Gulma yang tumbuh menumpang pada tanaman lain (aerial weeds).
3. Berdasarkan tempat dimana gulma tumbuh:
a. Terdapat pada tanah sawah
b. Terdapat pada tanah kering/tegalan
c. Terdapat pada tanah perkebunan besar
d. Terdapat di rawa atau waduk.
4. Berdasarkan morfologi
a. Gulma rumputan (grasses)
b. Gulma tekian (sedges)
c. Gulma berdaun lebar (broad leaves)
Pada umumnya dikenal pembagian : 1. Golongan rumput (grasses), 2.
Golongan tekian (sedges) dan 3. Golongan berdaun lebar (broad leaves). Ciri-
ciri umum dari ketiga golongan ini diuraikan di bawah ini:
1. Golongan rumput (termasuk familia Gramineae)
Tumbuhan dengan batang bulat atau ada juga yang agak pipih,
kebanyakan berongga. Daun-daun soliter pada buku-buku, tersusun
dalam dua deretan, umumnya bertulang sejajar, terdiri atas dua bagian,
yaitu pelepah daun dan helaian daun. Daun biasanya berbentuk garis
(linear) tepi daun rata. Lidah- lidah sering kelihatan jelas pada batang
antara pelepah dengan helaian daun. Dasar satuan karangan bunga adalah

54
anak bulir (spikelet) yang dapat bertangkai atau tidak bertangkai (sessile).
Masing-masing anak bulir tersusun atas satu atau lebih bunga kecil
(floret), di mana tiap-tiap bunga kecil biasanyadikelilingi oleh sepasang
daun pelindung (bractea) yang tidak sama besarnya, yang besar disebut
lemna, sedang yang kecil disebut palea. Buah disebut juga caryopsis atau
grain dengan bentuk bulat memanjang (oblong), berbentuk seperti
perahu, bulat telur atau datar cembung (planoconvex).
2. Golongan teki (umumnya termasuk familia Cyperaceae )
Tumbuhan dengan batang umumnya berbentuk segitiga, kadang
kadangjuga bulat dan biasanya tidak berongga. Tidak terdapat lidah lidah.
Daun-dauntersusun dalam tiga deretan. Ibu tangkai karangan bunga tidak
berbuku-buku. Bunga sering dalam bulir (spica) atau anak bulir, biasanya
dilingkupi oleh satu daun pelindung. Buahnya pipih atau berbentuk
setitiga membuka.
3. Golongan berdaun lebar
Tumbuhan yang umumnya termasuk golongan Dicotyledoneae atau
paku-pakuan (Pteridophyta). Daun lebar dengan tulang daun berbentuk
jaringan.

D. Beberapa Spesies Gulma Penting


1. Imperata cylindrica (L) Beauv.
Imperata cylindrical (alang-alang, spear grass, cagon grass) banyak
terdapat di daerah lahan pertanian, baik di daerah tropis maupun
subtropis. Gulma ini termasuk dalam familia : Poaceae (Gramineae).
Alang-alang terdapat sampai ketinggian 2000 m diatas permukaan air
laut. Alang-alang mempunyai kecepatan tumbuh yang tinggi baik secara
biji maupun secara vegetatif, daya kompetisi dengan tumbuhan lain
sangat tinggi.Penggunaan tanaman penutup tanah (LCC: Legume Cover
Crop) dapat mengatasi masalah alang-alang. Penggunaan bahan kimia
(herbisida) dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengendalian
gulma, misalnya penggunaan Dalapon, Paraquat, Paracol, Glyphosate,
dll.

55
2. Paspalum conjugatum Berg.
Paspalum conjugatum adalah gulma yang tergolong familia
Paniceaae. Gulma ini tumbuh menjalar, penyebaran melalui biji dan akar
stolon. Produksi biji pada gulma ini cukup tinggi. Pengendalian secara
mekanis dilakukan minimal 4 minggu sekali, untuk menekan populasi
gulma. Dengan cara biologi pengendalian gulma ini dapat dilakukan
dengan pemakaian tanaman penutup tanah. Pemakaian herbisisda dapat
pula dipakaimisalnya Diuron, Paraquat, Glyphosate, Fusilade, dll.
3. Eupatorium odoratum L.
Dewasa ini gulma ini dikenal dengan nama Chorolaena odorata,
termasuk familia Asteracea (Compositae). Gulma ini banyak terdapat di
daerah penggembalaan, perkebunan kelapa, karet, kelapa sawit, teh, tebu.
Gulma ini cepat pertumbuhannya, dan daya kompetisi dengan tumbuhan
lain tinggi. Penyebarannya utama melalui biji. Satu tanaman dapat
menghasilkan 93.000 biji. Penyebarannya dapat dilakukan oleh angin.
Untuk mendukung daya kompetisinya, gulma ini mengeluarkan alelopati
dari bijinya, sehingga menjamin pembentukan populasi Eupatorium yang
murni. Pengendalian secara kimiawi dengan herbisida 2,4-D dan
Picloran, atau kombinasi keduanya secara mekanis dengan pembabatan
dan dibakar sebelum tumbuhan ini berbunga.
4. Cyperus rotundus L.
Cyperus rotundus merupakan gulma, yang tersebardan dikenal
seluruh dunia. Gulma ini selalu terdapat pada segala tanaman budidaya
darat. Gulma ini termasuk keluarga teki-tekian atau Cyperaceae.
Kemampuan beradaptasi gulma ini disegala jenis tanah sangat tinggi,
sehingga menjamin luasnya daerah penyebaran. Bagian tumbuhan yang
berada di bawah tanah terdiri dari akar-akar rimpang dan umbi. Apabila
akarrimpang terputus, dapat memutuskan dormansi umbi sehingga umbi
dapat tumbuh. Pengendalian secara mekanis dengan cara mencabut dan
membabat sesering mungkin. Gulma ini tidak tahan terhadap naungan.
5. Mikania sp.
Gulma ini tumbuh memanjat. Penyebarannya meluas dari daerah
dataran rendah sampai ketinggian 1.000 m, daya kompetisinya tinggi, dan

56
dapat mengeluarkan eksudat beracun terhadap tanaman lain. Penyebaran
melalui cara vegetatif dan biji. Biji dapat langsung tumbuh tanpa melalui
masa dormansi. Termasuk familia: Astetacea (Compositae). Secara
biologi pengendalian dapat dilakukan dengan naungan, karena species ini
tidak tahan terhadap naungan.
6. Melastoma sp.
Gulma ini banyak terdapat pada perkebunan karet, teh, dan dapat
tumbuh sampai ketinggian 1.650 m diatas permukaan laut. Gulma ini
membentuk perdu, dengan ketinggian sampai 2 m. Perakarannya dalam
dan menyebar. Daun berhadapan bentuk lanset, agak berbulu, bunga
lembayungmuda, buah berdaging, jika sudah tua isinya berwarna ungu.
Termasuk familia: Melastocea. Pengendalian gulma ini secara dibabat,
dapat bertahan 2-3 bulan. Secara kimia dapat dikendalikan dengan
Picloram dan Trychlofis.
7. Lantana camara L.
Spesies ini membentuk semak belukar yang berkayu, dapt mencapai
tinggi 4 m, banyak dijumpai pada perkebunan karet dan teh. Daerah
hidupnya mencapai 1.700 m di atas permukaan laut. Akarnya kuat, sistem
perakaran dalam, bentuk daun bulat telur, berhadapan, pinggirnya
bergerigi, kesat dan berbau. Perkembangbiakannya dengan biji,
pengendalian secara mekanis dengan dibabat, bertahan 2-3 bulan.
Pengendalian secara kimia dengan herbisida Picloram, Trychlofir. Gulma
ini tidak tahan naungan.
8. Enceng Gondok (Eichornia crassipes)
Enceng Gondok (Eichornia crassipes) tergolong suku
Pontederiaceae. Tangkai daun membengkak dan susunan selnya seperti
bunga karang, yang memungkinkan tumbuhan itu terapung. Bagian yang
menggelembung itu makin kecil apabila gulma itu tumbuh berdesakan.
Sekalipun demikian, bagian itu bersama daun dan akarnya masih dapat
berfungsi sebagai alat pengapung. Cara perkembangbiakan gulma itu
terutama dengan membentuk geragih dan tunas. Dalam satu musim dari
satubatang dapat berbentuk geragih dan tunas. Dalam satu musim dari
satu batang dapat terbentuk 5.000 – 6000 geragih. Tumbuhan ini dapat

57
pula menghasilkan biji, tetapi dari sekitar 500 bakal biji dalam setiap buah,
hanyasekitar 150 butir yang dapat masak.
9. Kayambang (Salvinia molesta)
Kayambang (Salvinia molesta) tergolong dalam suku Salviniaceae.
Sifat morfologi S.molesta dan S.auriculata sangat mirip sehingga
keduanyasering dikacaukan. Kedua jenis kayambang ini dapat dibedakan
dengan melihat jumlah dan susunan sporokarpnya.Pada S. molesta
terdapat sprokarp betina yang bercabang dua dengan maksimum 35 butir
sporokarp jantan yang tidak bertangkai dan tersusun seperti rantai. Pada
S. auriculata sporokarpnya bertangkai, terdiri atas 1-3 sporokarp betina
dan 10 sporokarpjantan. Ketika masih muda kedua jenis kayambang ini
amat sulit dibedakan. Kayambang mudah sekali terpotong dan
potongannya itu dapat tumbuh dengan cepat menjadi individu baru.
10. Kayu Apu (Pistia stratiotes)
Sampai sekarang baru dikenal satu jenis kayu apu, yaitu Pistia
stratiotes yang tergolong dalam suku Araceae. Di alam sering ditemukan
beberapa variasi dalam ukuran dan warna gulma tersebut. Sepintas lalu
tampak seperti tanaman selada sehingga sering disebut selada air (water
lettuce). Bagian pangkal daun menggelembung dengan susunan selnya
menyerupai bunga karang yang berisi udara sehingga tumbuhan itu dapat
mengapung bebas. Perkembangbiakan gulma itu umumnya dengan
membentuk geragih atau tunas, seperti kayambang, geragih beserta
tunasnya mudah sekali terpotong dan tumbuh menjadi individu baru.
11. Krokot Air (Alternanthera philoxeroides )
Krokot air tergolong suku Amaranthaceae, batangnya berbuku-buku
dan berongga yang memungkinkan gulma itu dapat agak mengapung.
Krokot air sebenarnya dapat menghasilkan biji namun jarang yang dapat
berkecambah, bahkan di Amerika Serikat tumbuhan ini tidak dapat
menghasilkan biji yang dapat berkecambah. Perkembangan gulma itu
umumnya dengan membentuk tunas, kemudian menjadi individu baru.
Akaryang tumbuh pada setiap buku berfungsi untuk menyerap makanan
dari air.

58
12. Rubah (Ludwigia adscendens) dan Lombokan (L.hysopifolia)
Anggota suku Ongraceae ini adalah tumbuhan air. Di samping rubah
(Ludwigia adscendens) dan lombokan (L.hysopifolia), di Indonesia masih
ada 4 jenis Ludwigia lain yaitu: L.peruviana, L.octovalvis (Jacq.) Raven,
L.parviflora Roxb., dan L.prostata Robx. Rubah tumbuh menjalar dengan
ujung menuju ke atas, batangnya bulat berongga, daun bulat telur
ujungnya tumpul dan meruncing pada bagian pangkal serta berbunga
putih.Lombokan tumbuh tegak, batang beralur tidak berongga, daunnya
jorong dan meruncing kearah ujung, serta berbunga kuning. Rubah dapat
menghasilkan biji yang banyak namun tumbuhan itu berkembangbiak
dengan membentuk tunas. Rubah dapat membentuk 3 macam akar. Salah
satu macam itu berbentuk seperti gelendong warna putih, ujungnya
menuju ke atas dan berfungsi sebagai alat untuk bernafas, sehingga
disebut akar nafas (pneumetaphore). Pada umumnya lombokan
ditemukan di pematang atau di tepi kolam, sungai dan sebagainya.

59
MORFOLOGI GULMA

Tujuan
1. Mengenal macam-macam jenis gulma.
2. Mengetahui cara mengklasifikasikan jenis-jenis gulma.

Bahan
1. Preparat segar gulma jenis rumputan.
2. Preparat segar gulma jenis tekian.
3. Preparat segar gulma jenis daun lebar darat.
4. Preparat segar gulma parairan.

Cara Kerja
1. Ambil dan amati satu – persatu preparate segar gulma.
2. Gambar preparate segar gulma yang telah disediakan.
3. Jelaskan jenis dan ciri – ciri gulma tersebut.

60
BAB VII
ANALISIS VEGETASI

Konsepsi dan metode analisis vegetasi sesungguhnya sangat bervariasi,


tergantung keadaan vegetasi itu sendiri dan tujuannya. Misalnya apakah ditujukan
untuk mempelajari tingkat suksesi, apakah untuk tingkat evaluasi hasil suatu
pengendalian gulma. Metode yang digunakan harus disesuaikan dengan struktur
dan komposisi vegetasi. Untuk areal yang luas dengan vegetasi semak rendah
misalnya, digunakan metode garis (line intercept), untuk pengamatan sebuah
contoh petak dengan vegetasi tumbuh menjalar (creeping), digunakan metode titik
(point intercept), dan untuk suatu survey daerah yang luas dan tidak tersedia cukup
waktu,estimasi visual (visual estimation) mungkin dapat digunakan oleh peneliti
yang sudah berpengalaman. Juga harus diperhatikan keadaan geologi, tanah,
topografi dan data vegetasi yang mungkin telah ada sebelumnya, serta fasilitas
kerja/keadaan, seperti peta,lokasi yang bisa dicapai, waktu yang tersedia, dan lain
sebagainya, kesemuanya untuk memperoleh efisiensi.
Pada dasarnya data yang diperoleh dari analisis vegetasi dapat dibagi atas
dua golongan, yaitu data kualitatif menunjukkan bagaimana suatu jenis tumbuhan
tersebar dan berkelompok, stratifikasinya, periodisitas, dan lain sebagainya,
sedang data kuantitatif menyatakan jumlah, ukuran, berat basah/kering suatu jenis
atau luas daerah yang ditumbuhinya, data kualitatif didapat dari hasil penjabaran
pengamatan petak contoh di lapangan, sedang data kualitatif di dapat dari hasil
dari pengamatan lapangan berdasar pengalaman yang luas atau hasil penelitian
autecology.
A. Pengamatan Petak Contoh
Dalam suatu sampling kita akan mengamati suatu area dengan luas
tertentu yang disebut sebagai petak contoh (sample plot). Sampling yangsesuai
sangat diperlukan, agar memperoleh gambaran yang mendekati kebenaran
mengenai sifat-sifat populasi vegetasinya dengan sejumlah petak contoh yang
relatif sedikit yang dapat mewakili dari keadaan seluruh vegetasi yang
diamati. Karena keadaaan vegetasi sangat beragam, maka sulit dibuat suatu
metode yang dapat digunakan untuk setiap populasi vegetasi, namun
berdasarkan pengalaman-pengalaman dapat disusun metode yang agak
bersifat umum dengan beberapa variasinya.
61
Ada empat metode yang lazim digunakan, yaitu estimasi visual,metode
kuadrat, metode garis, atau rintisan dan metode titik.
1. Estimasi Visual
Setelah letak dan luas petak contoh yang akan diamati ditentukan,
lazimnya berbentuk lingkaran, pengamatan dilakukan pada titik tertentu
yang selalu tetap letaknya, misalnya selalu ditengah atau disalah satu sudut
yang tetap pada petak contoh yang telah terbatas. Besaran yang dihitung
berupa dominasi yang dinyatakan dalam persentasi penyebaran. Karena
nilai penyebaran tiap jenis dalam area dihitung dalam persen, maka bila
dijumlah akan diperoleh penyebaran tiap jenis dalam areadihitung dalam
persen, maka bila dijumlah akan diperoleh 100% (termasuk berapa persen
daerah yang kosong bila ada). Dapat juga dominasi dihitung berdasar suatu
skala abudansi (scale abudance) yang bernilai 1-5 (Braun-blanquet;
weaver, Weaver), atau 1-10 (Domin), atau 1-3.
Cara diatas sangat berguna, bilamana populasi vegetasi merata dan
tidak banyak waktu yang tersedia. Tetapi banyak kelemahan-
kelemahannya, misalnya terdapat kecenderungan untuk menaksir lebih
sedikit terhadap jenis-jenis yang sulit dan kurang menarik perhatian. Juga
sulit dapat mewakili keadaan populasi vegetasi seluruhnya, dan penaksiran
luas penyebaran masing-masing komponen tidak menjamin ketepatannya.
2. Metode Kuadrat
Kuadrat adalah suatu ukuran luas yang diukur dalam satuan
kuadrat (misalnya: m2, cm2, dan sebagainya) tetapi bentuk petak
contohdapat berupa sebuah segi-empat (kuadrat), segi panjang atau sebuah
lingkaran. Untuk vegetasi rendah, bentuk lingkaran mempunyai
keuntungan, karena ukurannya dapat diperluas dengan cepat dan teliti
dengan menggunakan seutas tali yang dikaitkan pada titik pusat petak.
Untuk gulma berbentuk herba rendah, secara umum diterima, bahwa
bentuk segi –panjang lebih efisien dibanding bentuk segi-empat (kuadrat)
pada luas yang sama.

62
Berdasarkan penggunaannya, kuadrat dibagi menjadi kuadrat
permanen dan tidak permanen. Kuadrat permanen digunakan untuk
mempelajari suksesi suatu vegetasi yang diamati dari waktu ke waktu
dari satu hingga beberapa tahun. Secara berkala kuadrat permanen ini
dipetakan dapat diamati perubahan vegetasi, jumlah kematian semai
(seedling), cara berbiak vegetatif dan juga panjang/ukuran masing- masing
jenis. Data-data mikroklimatologis dan tanah bisa pula diamati
perubahannya dalam pengamatan suatu petak contoh, dikenal dua macam
cara, yakni destruktif: jenis gulma yang ada dicabut atau dipotong untuk
menghitung jumlah atau biomassanya; dan cara tidak destruktif: yang
hanya mengitung jumlah yang ada. Cara tidak destruktif adalah bilamana
pengamatan lanjutan masih diperlukan. Besaran yang biasa dihitung
adalah kerapatan, frekuensi dan dominasi.
3. Metode Garis atau Rintisan
Metode garis atau rintisan adalah petak contoh yang memanjang
diletakkan di atas sebuah komunitas vegetasi. Untuk areal yang luas
metode ini seing digunakan karena selain cepat juga cukup teliti, misalnya
untuk inventarisasi gulma di perkebunan muda, yang mempunyai gulma
terdiri atas populasi yang rapat, rendah dan berkelompok dengan batas
kelompok yang jelas. Alat yang digunakan adalah pita meteran 15 – 25 m,
disebut sebagai garis rintisan atau rintisan saja. Jika pita meteran
diletakkan di atas vegetasi yang diukur, maka panjang kelompok masing-
masing vegetasi dapat diukur. Tumbuhan yang diukur hanyalah yang
dilewati atau terletak dibawah rintisan, dan dinyatakan dengan satuan
panjang.

Kelompok jenis A e f kelompok jenis A

A............................................................................................................B

a b kelompok B c d

63
Keterangan :
AB = panjang rintisan
ab atau cd = panjang interval rintisan jenis A (cm)
Ef = panjang rintisan interval jenis B (cm)
Selain panjang kelompok tumbuhan (ab, cd, ef ) juga diukur
panjang tanah yang kosong. Demikian pula bila di bawah sesuatu
kelompok jenis tertentu (misal A) terdapat jenis lain (misal B) maka tiap
kelompok diukur sendiri-sendiri. Pada setiap kelompok dapat dihitung
juga kerapatannya, yakni banyaknya individu jenis itu. Parameter yang
digunakan adalah kerapatan, frekuensi, dan dominasi yang dinyatakan
dalam kelindungan.
4. Metode Titik
Metode titik merupakan suatu variasi metode kuadrat. Jika suatu
kuadrat diperkecil sampai tidak terhingga, akan menjadi titik. Metode
titik efektif untuk sampling vegetasi yang rendah, rapat dan membentuk
anyaman yang tidak jelas batas satu dengan yang lainnya. Ujung titik
memungkinkan menunjuk secara tepat setiap jenis, meskipun dalam suatu
populasi yang sangat rapat.

Keterangan :
a. kerangka
b. jarum baja

Alat yang digunakan adalah sebuah kerangka yang mempunyai


deretan jarum-jarum yang berjarak sama (5-10). Jika jarum-jarum ditekan
ke bawah, maka hanya jenis tumbuhan yang bagian batangnya terkena
jarum itu yang dihitung. Parameter yang diperoleh adalah dominasi dan
frekuensi. Kerapatan tidak diperoleh dengan metode ini.

64
B. Parameter Kuantitatif
Parameter dalam analisis vegetasi yang digunakan adalah persentase
penyebaran, kerapatan, frekuensi dan dominasi.
1. Persentase penyebaran / skala abundansi
Selain dinyatakan dalam persen, luas penyebaran komponen
vegetasi sering diubah ke dalam 5-10 kelas skala abundansi.
Weaver Wirjahardja &
Kelas skala abundansi Oosting (1956
(1938) Dekker(1977)
1. Jarang sekali R= rare Very rare +
2. Tidak umum I = Infrequent Rare
3. Terdapat disana- F = frequent Infrequent 1
sini A= abundant Abundant 2
4. Umum agak VA=very abundant Very abundant 3
tersebar
5. Amat umum, +
Ada

2. Kerapatan
Menunjukkan jumlah individu suatu jenis tumbuhan pada tiap petak
contoh. Masalahnya:
a. Memakan waktu dalam menghitung, dan kesulitan menentukan satuan
tumbuhan yang menjalar atau merumpun.
b. Kerapatan berhubungan erat dengan musim dan vitalitas tumbuhan.
c. Efek tepi: diperlukan suatu perjanjian untuk menentukan sekelompok
tumbuhan apakah terletak di dalam/ di luar petak contoh, jika sebagian
tumbuhan berada di luar petak contoh.
Dalam menentukan kerapatan dalam metode kuadrat karena jenis-
jenis dihitung jumlahnya, maka metode kuadrat sering disebut kuadrat
sensus atau kuadrat hitung.
3. Frekuensi
Frekuensi jenis tumbuhan adalah berapa jumlah petak contoh (dalam
persen) yang memuat jenis tersebut, dari sejumlah petak contoh yang
dibuat. Misalnya tumbuhan A ditemukan dalam 86 petak contoh dari 200

65
petak –contoh yang dibuat, maka frekuensi A= 86/200 X 100% = 43 %.
Dengan perkataan lain frekuensi adalah : ada tidaknya sejenis tumbuhan
dalam peta contoh itu. Frekuensi dipengaruhi faktor luas petak contoh,
distribusi tumbuhan, dan ukuran jenis- jenis tumbuhannya.
4. Dominansi
Istilah ini digunakan untuk menyatakan berapa luas area yang
ditumbuhi oleh sejenis tumbuhan, atau kemampuan sesuatu jenistumbuhan
dalam hal bersaing terhadap jenis lainnya.Dominasi dinyatakan dalam
istilah kelindungan (coverage) atau luas basal ataubiomasa atau volume.
a. Kelindungan
Kelindungan adalah proyeksi vertical dan tajuk (canopy) suatu
jenis pada area yang diambil samplingnya, dinyatakan dalam persen
luas secara penaksiran. Dapat dinyatakan berdasarkan penaksiran
dengan kelas, atau dihitung berdasar suatu rumus.

Kelas
Jenis Rata-rata(%)
kelindungan
A 5 1
B 25 2
C 50 3
D 75 4
E 100 5

b. Luas basal
Satuan ini biasanya digunakan jenis-jenis berkelompok atau
membentuk rumpun dengan batas-batas yang jelas.
Rumpun/kelompok dipotong dulu sehingga 1 cm diatas tanah,
kemudian diukur luasnya dengan lembaran plastik. Masalah
mengukur dengan luas basal adalah apakah bagian tanah yang kosong
di antara batang-batang dalam rumpun itu ikut dihitung atau tidak.
Lazimnya digunakan satuan luas tertentu sebagai dasar (standard).
Jika bagian tanah yang kosong lebih luas dari pada dasar tertentu,
maka tidak terhitung.

66
c. Biomassa
Tumbuhan dipotong di atas tanah dan dikeringkan dalam
pengeringan 100-110ºC kemudian ditimbang berat keringnya. Dengan
mengukur tinggi masing-masing jenis, kita dapat mengetahui pula
hubungan tinggi dan beratnya. Cara ini baik untuk membandingkan
stadia pertumbuhan gulma.
d. Volume
Dihitung dengan rata-rata luas basal x rata-rata tinggi x jumlah suatu
jenis.
5. Nilai Penting (Importance Value = IV)
Merupakan jumlah nilai nisbi kedua atau ketiga parameter di atas.

6. Perbandingan Nilai Penting (Summed Dominance Ratio = SDR)


SDR menunjukkan nilai penting dibagi jumlah besaran. SDRbiasa
dipakai karena jumlahnya tidak pernah lebih dari 100%, sehingga mudah
diinterprestasi

67
RESUME RUMUS-RUMUS

Besaran yang dihitung umumnya berupa:


1. Kerapatan mutlak suatu jenis = jumlah individu itu dalam petak contoh

Jumlah kerapatan jenis tersebut


Kerapatan nisbi suatu jenis = Jumlah kerapatan mutlak semua jenis× 100%

2. Dominansi mutlak suatu jenis = jumlah dari nilai kelindungan atau luasbasal
atau biomassa atau volume dari jenis itu. Kelindungan dapat dihitung dengan
rumus: (d 1 × d 2/4) × 2 dibagi dengan luas petak. Contoh, yaitu untuk d 1 dan
d 2 adalah diameter proyeksi tajuk suatu.

Jumlah dominansi jenis tersebut


Dominansi nisbi suatu jenis = Jumlah dominansi mutlak semua jenis× 100%

3. Frekuensi mutlak suatu jenis = Jumlah semua petak contoh yang


diambil

Jumlah frekuensi jenis tersebut


Frekuensi nisbi suatu jenis = Jumlah × 100%
frekuensi mutlak semua jenis

4. Nilai penting suatu jenis = kerapatan nisbi + dominansi nisbi + frekuensi


nisbi
5. SDR suatu jenis = Nilai penting / 3

Catatan : Rumus ini berlaku untuk metode kuadrat, metode garis dan metode titik.

E. Koefisien Komunitas
Untuk membandingkan dua komunitas vegetasi atau dua macam
vegetasi daridaerah, maka sering digunakan suatu rumus:
2W
C= × 100%
a+b

C = Koefisien komunitas

68
W= Jumlah dari dua kuantitas terendah untuk jenis dari masing-masing
komunitas
a = Jumlah dari seluruh kuantitas pada komunitas pertama
b = Jumlah dari seluruh kuantitas pada komunitas kedua
Prinsip ini digunakan pula untuk menilai adanya variasi atau kesamaan
dari berbagai komunitas dalam suatu area. Koefisien tersebut dapat diperoleh
dari data-data kuantitas atau secara sederhana dengan tanda + (ada) atau tanda
– (tidak ada), atau dari nilai-nilai mutlak ataupun nisbi kerapatan, dominasi,
dan frekuensi atau SDR. Dengan menambahkan data-data dari faktor
lingkungannya, kita akan memperoleh gambaran yang lebih baik.Misalnya
faktor yang penting dalam perkembangan vegetasi, berupa besar amplitude
toleransi suatu jenis terhadap suatu faktor tertentu, dan lain sebagainya. Ini
sangat penting untuk memberi pengarahan kepada penelitian- penelitian
autecology lebih lanjut, atau pengendalian suatu jenis gulma.
Dalam suatu percobaan herbisida, perlu diadakan perhitungan koefisien
komuntas (C) antara contoh petak satu dengan lainnya untuk menguji apakah
terdapat perbedaan yang besar. Bila nilai C tersebut misalnya ada kesamaan
75 %, lazimnya bisa diterima. Juga untuk membandingkan suatu komunitas
sebelum dan sesudah salah satu metode pengendalian, bila terjadi perubahan
flora.

69
ANALISIS VEGETASI

Tujuan
1. Mengetahui cara mengambil sampel
2. Mengetahui cara menganalisis vegetasi suatu pertanaman
3. Mengetahui jenis gulma yang dominan

Alat dan Bahan


1. Peralatan sampling
2. Kantong-kantong kertas sampel
3. Buku identifikasi gulma
4. Dua pertanaman yang berbeda

Cara Kerja
1. Metode kuadrat
a. Lemparkan ring sampel ke hamparan pertanaman
b. Cabut, amati, identifikasi dan hitung jumlah masing-masing gulma
dalam ring sampel.
c. Hitung frekuensi, kerapatan, dominansi, dll kemudian hitung nilai
SDR nya.
2. Metode Garis
a. Bentangkan garis rintisan ke hamparan pertanaman
b. Cabut, amati, identifikasi dan hitung jumlah masing-masing gulma
yang berada di bawah garis rintisan.
c. Hitung frekuensi, kerapatan, dominansi, dll kemudian hitung nilai
SDR nya.

70
BAB VIII
PESTISIDA DAN ALAT PENGENDALIAN OPT

A. Pengertian Pestisida
Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai jasad pengganggu. Kata pestisida berasal dari kata
pest = jasad pengganggu dan cida = pembunuh, jadi artinya pembunuh jasad
pengganggu yang bertujuan meracuni jasad pengganggu, tetapi kurang atau
tidak meracuni tanaman atau hewan. Definisi menurut The United
StatesFederal Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah semua
zat ataucampuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah
pengganggu serangga, binatang pengerat, nematoda, jamur, gulma, virus,
bakteri dan jasadrenik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri atau jasad
renik yangterdapat pada manusia dan binatang lainnya, atau semua zat atau
campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman atau
pengering tanaman.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.7 tahun 1973,
definisi Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik
danvirus yang dipergunakan untuk:
1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak
tanaman,bagian tanaman atau hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan.
3. Mengatur atau merangsang tumbuhan yang tidak diinginkan.
4. Memberantas atau mencegah hama luar pada hewan piaraan dan
ternak.
5. Memberantas dan mencegah hama air.
6. Memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam
bangunanrumah tangga, alat angkutan, dan alat pertanian.
7. Memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan
pada tanaman, tanah dan air.

71
B. Penggolongan Pestisida
1. Jasad pengganggu sasaran
a. Akarisida (pembunuh tungau) : Kelthene MF, Trithion 4 E
b. Algisida (pembunuh alga) : Dimanin
c. Avisida (pembunuh burung) : Avitrol
d. Bakterisida (pembunuh bakteri) : Agrept, Agrimycin
e. Fungisida (pembunuh jamur) : Benlate, Dithane M-45
f. Herbisida (pembunuh gulma) : Gamaxone, Basta 200 AS
g. Insektisida (pembunuh serangga) : Labaycid, Thiodan
h. Larvisida (pembunuh ulat) : Fenthion, Dipel
i. Molluscisida (pembunuh siput) : Morestan, Brestan 60
j. Nematisida (pembunuh nematoda) : Nemacur, Furadan
k. Ovisida (pembunuh telur) : Fastac 15 EC
l. Rodentisida (pembunuh binatang pengerat) : Klerat RMB
m. Termisida (pembunuh rayap) : Agrolene 26 WP
2. Formulasi padat
a. Debu (Dust) “D” : Sevin 5 D
b. Butiran (Granulair) ”G” : Furadan 3 G, Nemacur 5 G
c. Tepung:
d. Wettable Podwer “WP” : Antracol 70 WP
e. Soluble Podwer “SP” : Sevin 85 SP
f. Seed Treatment/ Dressing “ST/D” : Saromyl
g. Umpan (Poisonous Baits) “B” : Klerat, Racumin
h. Slow Release Formulation “SR”
3. Formulasi cair:
a. Emulsifiable Concentrates “EC” : Diazinon 60 EC, Decis 2,5EC
b. Aquaeous Solution “AS” : Roundup
4. Formulasi gas (fumigant): Methylbromide, Carbondisulfida
5. Formulasi minyak (oil): Sevin 4 oil, Basudin 90 SCO
6. Formulasi pasta: Fosfor pasta

72
C. Cara kerja
1. Kontak: meracuni setelah terkena bagian tubuh jasad sasaran.Contoh:
Diazinon, Baygon
2. Fumigan: meracuni melalui sistem pernafasan. Contoh: Methylbromide,
CS2
3. Sistemetik: pestisida ditranslokasikan dalam tubuh tanaman. Contoh:
Furadan, Dimecron
4. Lambung: meracuni setelah termakan oleh jasad sasaran. Contoh:
Parathion, Klerat, Warfarin

D. Susunan bahan kimia


1. Senyawa anorganik: tersusun oleh senyawa-senyawa yang tidak
berunsur karbon. Contoh : Kalsium arsenat, Pb arsenat.
2. Senyawa organik: tersusun oleh senyawa-senyawa berunsur karbon.
a. Organik alami: dari tanaman atau bahan alami lain.
Contoh :Nikotin, Rotenon, Pyrethum, Dipel
b. Organik sintetik: dibuat melalui proses sintesis kimiawi. Contoh :
senyawa Organochlorin, Organofosfat, Karbamat.

E. Dosis dan Contoh Penggunaannya


Dosis dalam penggunaan pestisida biasanya diartikan dengan jumlah
pestisida (liter atau kilogram) yang digunakan untuk mengendalikan hama
penyakit per satuan luas tertentu ataupun per pohon yang dilakukan dalam satu
kali aplikasi atau lebih. Contoh : Dosis Diazinon 60 EC untuk mengendalikan
hama pada area satuhektar sawah adalah satu liter untuk satu kali aplikasi. Bila
tiga kali aplikasi maka dosis per hektar adalah tiga liter.

73
Alat Pengendalian Jasad Pengganggu (OPT)
1. Automatic Sprayer
Keterangan:
1. Tangkai pompa
2. Lubang masuk pestisid
a
3. Manometer
4. Pompa
5. Klep I
6. Tangki pestisida
7. Slang
8. Handle
9. Saluran keluar pestisid
10. Kran a
11. Tangkai nazle
12. Klep II
13. Nozzle

Cara Kerja :
Bila tangkai pompa ditarik, tekanan dalam pompa turun sehingga klep
I membuka dan udara dari luar masuk ke dalam pompa. Bila tangkai pompa
ditekan, udara dalam pompa bertekanan besar, sehingga klep I menutup dan
klep II membuka. Udara dari pompa masuk ke dalam tangki melewati slang
dan menuju nozzle. Adanya tekanan yang tinggi melewati lubang sempit pada
nazle akan mengubah cairan pestisida menjadi butiran-butiran halus.
Pemompaan dilakukan sampai tekanan dalam tabung mencapai tingkat
tertentu (dapat dibaca dalam manometer)

74
2. Semi Automatic Sprayer
Keterangan :
1. Pegangan pompa
2. Kran masuk pestisida
3. Tangki
4. Tabung pompa I
5. Tabung pompa II
6. Klep pompa
7. Klep automatik I
8. Klep automatik II
9. Selang
10. Pegangan
11. Kran pembuka
12. Nozzle

Cara Kerja:
Pada waktu pompa ditarik, klep I terbuka dan klep II tertutup, pestisida
masuk ke tabung pompa melalui saringan. Pada waktu tangkai pompa ditekan,
klep I tertutup dan klep II terbuka, pestisida masuk ke tabung pestisida.
Karena adanya takanan, cairan pestisida dapat mengalir keluar melalui nozzle.

3. Hand Sprayer
Keterangan :
1. Lubang keluar pestisida
2. Klep
3. Tabung pompa
4. Tangkai pompa
5. Tangki pestisida

75
Cara Kerja:
Pestisida bentuk cairan dimasukkan melalui lubang masuk pestisida.
Apabilatangkai pompa ditarik, udara masuk ke dalam tabung pompa, apabila
tangkai pompa ditakan, udara tertekan keluar melaui lubang sempit dengan
kecepatan tinggi sehingga tekanan udara di ujung pipa tempat keluarnya
pestisida menjadi rendah (minimum). Karena tekanan udara dalam tabung
pestisida lebih tinggi (maksimum) maka cairan pestisida mengalir keluar
melalui pipa. Selanjutnya cairan tersebut dihembus oleh aliran udara yang
kuat yang keluar dari tabung pompa.

4. Midged Duster
Keterangan :

1. Handle/ pemutar
2. Tabung tempat pestisida
3. Pegangan
4. Pipa keluarnya pestisida
5. Kipas
6. Tabung udara

Cara kerja:
Pestisida berbentuk tepung dimasukkan ke dalam tabung tempat
pestisida, bila handle diputar maka pestisida yang ada ditabung akan masukke
dalam tabung udara. Karena dalam tabung udara terdapat kipas yang berputar
bersamaan dengan diputarnya handle maka pestisida akan terdorong ke luar
melalui pipa keluarnya pestisida.

76
5. Power Sprayer (Mist Blower)
Keterangan :

1. Penutup tangki
2. Tangki pestisida
3. Tangki bahan bakar
4. Saluran pestisida
5. Saluran udara
6. Kran nozzle II
7. Nozzle I
8. Kipas (blower)
9. Motor

Cara kerja:
Bila motor dihidupkan, kipas akan berputar menghembuskansebagian
udara dengan kecepatan tinggi melalui saluran udara menuju ke nozzle II,
sebagian udara masuk tangki pestisida. Bila kran dibuka, cairan pestisida gaya
gravitasi dan tekanan udara akan mengalir dari tangki pestisida, melalui
saluran pestisida menuju nozzle I dan menetes pada nozzle II. Dengan adanya
hembusan angin yang cepat mengenai cairan pestisida yang menetes pada
nozzle I, maka tetesan– tetesan tersebut akan terpecah- pecah menjadi butiran-
butiran yang sangat kecil berupa kabut (mist) yang selanjutnya keluar melalui
nozzle II.

77
6. Gama Duster

Keterangan :
1. Pintu masuk formula
2. Tabung formula/pestisida
3. Tempat penyulut api
4. Pegangan
5. Roda depan
6. Karet penghubung roda
7. Roda belakang
8. Handle pemutar

Cara kerja:
Formula dimasukkan ke dalam tabung formula pestisida,
kemudian api dinyalakan melalui tempat penyulut api dan handle pemutar
digerakkan dan blower akan berputar menghembuskan udara ke dalam tabung
gassehingga formula yang berupa belerang, ijuk kelapa akan terbakar
mengeluarkan asap kemudian alat diarahkan ke sarang hama.

78
PESTISIDA DAN ALAT PENGENDALIAN OPT

Tujuan
1. Mengenal berbagai macam pestisida dan alat-alat pengendalian
hama
2. Mengetahui cara kerja dan hama sasaran masing-masing pestisida
3. Mengetahui formulasi dan bahan aktif masing-masing pestisida
4. Mengetahui komponen-komponen penyusun alat-alat
pengendalian
5. Mengetahui cara kerja dan fungsi masing-masing alat-alat
pengendalian

Alat dan Bahan


1. Pestisida dengan berbagai formulasi dan bahan aktif
2. Automatic sprayer
3. Semiautomatic sprayer
4. Hand sprayer
5. Mist blower
6. Midget Duster
7. Gama Duster

Cara Kerja
1. Amati satu persatu preparat pestisida dan catat namanya.
2. Amati bentuk, warna, dan formulasinya.
3. Sebutkan bahan aktif, cara penggunaan dan hama sasaran.
4. Amati komponen-komponen yang menyusun alat mengendalian
hama dansebutkan nama serta fungsinya.
5. Jelaskan cara kerja alat pengendalian hama tersebut dan sebutkan
formulasi pestisida yang dapat digunakan pada alat tersebut.
6. Sebutkan fungsi masing-masing alat pestisida tersebut.

79
BAB IX
KALIBRASI

Keberhasilan penggunaan pestisida sangat ditentukan oleh aplikasi yang


tepat untuk menjamin pestisida tersebut mencapai sasaran yang dimaksud, selain
faktor jenis dosis dan saat aplikasi yang tepat. Dengan kata lain tidak ada pestisida
yang dapat berfungsi dengan baik kecuali bila diaplikasikan dengan tepat. Aplikasi
pestisida yang tepat dapat didefinisikan sebagai aplikasi pestisida yang semaksimal
mungkin terhadap sasaran yang ditentukan pada saat yang tepat, dengan liputan
hasil semprotan yang merata dari jumlah pestisida yang telah ditentukan sesuai
dengan anjuran dosis.
Kalibrasi adalah mengukur berapa banyak larutan semprot yang dikeluarkan
oleh sprayer, sehingga kita dapat mengetahui berapa banyak larutan yang kita
semprotkan pada setiap satuan lahan. Tujuan dari melakukan kalibrasi yaitu :
1. Menentukan takaran aplikasi yang tepat
2. Mencegah pemborosan
3. Mengadakan penyeragaman perhitungan aplikasi
Dalam kebanyakan kasus, kalibrasi adalah menentukan volume semprot.
Sesudah volume semprot diketahui, kita dapat memperhitungkan konsentrasi (bila
dosis diketahui) dan dosis (bila konsentrasi ditentukan) penggunaan yang sesuai.
Penentuan volume semprot dipengaruhi oleh :
1. Lebar gawang : Semakin besar lebar gawang penyemprotan, semakin rendah
volume semprot (kecepatan dan flow rate tetap)
2. Flow rate (curah): Semakin besar flow rate, semakin tinggi volume semprot
(lebar gawang dan kecepatan tetap)
3. Kecepatan aplikasi : Semakin cepat penyemprotan, semakin rendah volume
semprot (lebar gawang dan flow rate tetap)

80
Dalam menghitung kalibrasi terdapat rumus yang dapat digunakan :

Keterangan :
C : Curah (flow rate) (liter/menit)
G : Lebar gawang (swath width) (meter)
V : Volume semprot (spray volume) (liter/hektar)
K : Kecepatan penyemprotan (spraying speed) (meter/menit)

81
KALIBRASI

Tujuan
1. Mengetahui cara kalibrasi sprayer
2. Menentukan lebar efektif, debit nozzle, dan kecepatan jalan

Alat dan Bahan


1. Electric Sprayer
2. Alat tulis
3. Ember plastik
4. Gelas ukur
5. Meteran
6. Corong
7. Stopwatch

Cara Kerja
1. Menentukan kecepatan curah nozzle
a. Mengisi air ke dalam tangki electric sprayer
b. Menghidupkan electric sprayer dengan cara menekan tombol “On”
c. Menyemprotkan air ke dalam ember selama satu menit
d. Mengukur volume air hasil semprotan selama satu menit dengan
memindahkan ke dalam gelas ukur, lalu mencatat hasil
e. Mengulangi langkah diatas sebanyak dua kali.
2. Menentukan kecepatan jalan
a. Meletakkan electric sprayer di punggung
b. Melakukan penyemprotan dengan lebar gawang tetap, dengan sudut
penyemprotan 30 derajat, dan ketinggian ± 60 cm
c. Mengukur lebar gawang dan jarak yang ditempuh selama penyemprotan
menggunakan meteran

82
BAB X
ISOLASI PATOGEN

Dalam proses mengidentifikasi suatu spesies patogen tumbuhan pertama


patogen tersebut harus dipisahkan dari mikroorganisme yang lain yang umum
dijumpai pada habitatnya, lalu ditumbuhkan pada medium buatan sebagai biakan
murni. Hal serupa juga dilakukan untuk mengidentifikasi mikroorganisme lain yang
berasosiasi dengan tumbuhan seperti Plant Growth Promoting
Fungi/Rhizobacteria (PGPR/R) dan agensia pengendali hayati.
Isolasi mikroorganisme adalah pemisahan atau pengasingan
mikroorganisme yang satu dari yang lain, sehingga didapatkan suatu bahan murni.
Berdasarkan sumber memperoleh nutrisi bebrapa mikroorganisme dikelompokan
menjadi parasit obligat (sejati) dan parasit flakultatif. Kelompok parasit sejati
hanya dapat memperoleh nutrisi dari makhluk hidup. Misal Jamur
Peronosclerospora maydis penyebab penyakit bulai pada jagung, tidak dapat hidup
kecuali pada tanaman jagung dan beberapa gulma. Kelompok parasit fakultatif,
dapat memperoleh nutrisi dari makhluk hidup dan tak hidup. Kelompok parasit
fakultatif dapat dipisahkan (diisolasi) dan dibiakkan sebagai kultur murni pada
medium buatan.
Medium buatan merupakan bahan yang mengandung nutrisi dan digunakan
untuk menumbuhkan jamur atau bakteri. Secara umum medium yang sering
digunakan dalam isolasi adalah medium Potato Dextrose Agar (PDA). Namun,
beberapa jenis jamur atau bakteri memerlukan medium khusus yang sering disebut
dengan medium selektif. Medium selektif mengandung senyawa-senyawa tertentu
yang diperlukan untuk pertumbuhan jamur atau bakteri yag akan diisolasi dan
senyawa-senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan jamur atau bakteri
kontaminan yang tidak dikehendaki. Jenis senyawa yang terkandung dalam
medium selektif tergantung pada jenis jamur atau bakteri yang akan diisolasi. Pada
beberapa kasus mikroorganisme lain tumbuh lebih cepat dan menjadi kompetitor
yang lebih cepat dari patogen. Oleh karena itu, penggunaan media selektif sangat
membantu.

83
Selain dari jaringan tumbuhan sakit, patogen tumbuhan juga dapat diisolasi
dari habitatnya seperti tanah, air atau udara. Beda dengan patogen, PGPF/R dan
Agen pengendali hayati diperoleh dari jaringan tanaman sehat dan area
perakarannya (rhizosfir). Mikroorganisme di lingkungan mana saja secara umum
terdapat dalam populasi campuran. Sangat jarang mikrobia di alam dijumpai dalam
satu spesies tunggal. Proses isolasi mikroorganisme harus dilakukan secara aseptis
untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Bahan tanaman yang akan diisolasi
sebelumnya didisinfeksi untuk menghilangkan mikroorganisme yang berada di
permukaan jaringan. Isolasi dari bahan tanaman yang tebal, disinfeksi dilakukan
dengan mengusap permukaan bahan tanaman dengan alkohol 70%, sedangkan dari
bahan tipis disinfeksi dilakukan dengan cara merendam potongan bahan di dalam
larutan kloroks 0,5-1% selama 1 menit.

84
ISOLASI PATOGEN

Tujuan
1. Mengetahui cara isolasi jamur pathogen tumbuhan
2. Mempelajari cara isolasi bakteri pathogen tumbuhan
3. Mengetahui hasil isolasi yang berhasil

Alat dan Bahan Isolasi Jamur


1. Media PDA
2. Erlenmeyer
3. Petridish
4. Plastic wrap
5. Cabai yang terinfeksi jamur Colletotrichum sp
6. Scalpel
7. Pinset
8. Bunsen
9. Alkohol 70%

Alat dan Bahan Isolasi Bakteri


1. Media NA
2. Erlenmeyer
3. Petridish
4. Plastic wrap
5. Wortel yang terinfeksi Ralstonia solanacearum
6. Scalpel
7. Pinset
8. Bunsen
9. Jarum ose

85
Cara kerja
1. Cara Kerja Isolasi Jamur
a. Menyiapkan media PDA di cawan petri
b. Mengambil cabai yang telah terinfeksi jamur Colletotrichum sp.
kemudian mensterilkan cabai dengan mengusap cabai pada batas yang
sehat dan yang sakit menggunakan tisu yang disemprot alkohol 70%
c. Memotong bagian cabai pada batas yang sehat dan yang sakit
d. Memindahkan bagian yang telah dipotong ke dalam cawan
petridish
e. Membungkus cawan petridish menggunakan plastik wrap
f. Menginkubasi selama 7 hari.

2. Cara Kerja Isolasi Bakteri


a. Menyiapkan media NA di cawan petri
b. Mengambil wortel yang telah terinfeksi bakteri Ralstonia solanacearum
kemudian mengusap daun dengan alkohol 70% untuk mensterilkan dari
kontaminan
c. Memotong wortel menjadi bagian - bagian kecil lalu masukkan ke dalam
tabung reaksi yang sudah berisi 10 mL akuades steril.
d. Menggojok tabung reaksi agar suspense menjadi homogeni
e. Menggoreskan jarum ose keatas media NA secara zig-zag
f. Membungkus cawan petridish menggunakan plastik wrap
g. Menginkubasi selama 7 hari

86
BAB XI
INOKULASI

Penyakit adalah proses interaksi antara inang dan patogen yang menyebabkan
gangguan fisiologi pada inang. Oleh karena itu, keberadaan inang (tanaman) dan
patogen mutlak dibutuhkan. Namun, keberadaan inang dan patogen hanya menjadi
syarat terjadinya penyakit, keberadaan dari keduanya belum otomatis menimbulkan
penyakit. Interaksi ini terjadi dan mengganggu fisiologi hanya jika inangnya lemah
sehingga mudah terinfeksi patogen dan patogennya virulen sehingga mampu
menginfeksi. Hal tersebut dapat terjadi apabila lingkungan mendukung
perkembangan patogen dan tidak mendukung pertanaman tanaman.

Segitiga Penyakit

Kondisi lingkungan yang sesuai, patogen berkembang dan masuk ke dalam


jaringan tanaman (penetrasi) dan berkembang di dalamnya. Pada jaringan tanaman
patogen membentuk toksin atau enzim yang merusak sel-sel tanaman, dan
selanjutnya berkembang di dalam sel dan menyebar ke sel-sel di sekitarnya. Adanya
interaksi antara tanaman dan patogen disebut bahwa tanaman sudah terinfeksi
patogen.
Prinsip dari inokulasi yaitu kegiatan untuk menumbuhkan, meremajakan
mikroorganisme dan mendapatkan populasi mikroorganisme yang murni.
Mikroorganisme tersebut dapat berupa jamur dan bakteri. Inokulasi adalah
pekerjaan memindahkan mikroorganisme dari medium yang lama ke medium yang

87
baru dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Media yang digunakan haruslah
steril sebelum digunakan.
Pencemaran terutama berasal dari udara yang mengandung banyak
mikroorganisme. Pemindahan biakan mikroorganisme yang dibiakkan harus sangat
hati-hati dan mematuhi prosedur laboratorium agar tidak terjadi kontaminasi.
Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mengisolasi biakan murni
mikroorganisme yaitu:
a. Metode gores
Inokulum digoreskan di permukaan media agar nutrien dalam cawan petri
dengan jarum pindah (lup inokulasi). Di antara garis-garis goresan akan
terdapat sel-sel yang cukup terpisah sehingga dapat tumbuh menjadi koloni.
Cara penggarisan dilakukan pada medium pembiakan padat bentuk lempeng
b. Metode tebar
Setetes inokulum diletakan dalam sebuah medium agar nutrien dalam cawan
petridish dan dengan menggunakan batang kaca yang bengkok dan steril.
Inokulasi itu disebarkan dalam medium batang yang sama dapat digunakan
dapat menginokulasikan pinggan kedua untuk dapat menjamin penyebaran
bakteri yang merata dengan baik. Pada beberapa pinggan akan muncul koloni
koloni yang terpisah-pisah
c. Metode tuang
Isolasi menggunakan media cair dengan cara pengenceran. Dasar melakukan
pengenceran adalah penurunan jumlah mikroorganisme sehingga pada suatu
saat hanya ditemukan satu sel di dalam tabung.
d. Metode tusuk
Metode tusuk yaitu dengan dengan cara meneteskan atau menusukkan ujung
jarum ose yang didalamnya terdapat inokolum, kemudian dimasukkan ke
dalam media.
Masa antara infeksi patogen sampai dengan munculnya gejala penyakit
disebut masa inkubasi. Apabila jangka waktu antara infeksi sampai dengan
munculnya gejala memerlukan jangka waktu yang cukup lama, infeksi disebut
dengan infeksi laten. Gejala pada penyakit tertentu terjadi pada waktu patogen
membentuk spora, sehingga masa inkubasi dihitung sejak dilakukan inokulasi
sampai dengan patogen membentuk spora, misalnya pada penyakit karat daun kopi
yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix.
88
Jamur patogen tanaman dapat masuk ke dalam jaringan tanaman melalui
luka, lubang alami, atau menembus permukaan tanaman yang masih utuh dengan
membentuk struktur khusus, sedangkan bakteri patogen tanaman hanya dapat
masuk ke dalam jaringan tanaman dengan melalui luka atau lubang alami. Virus
tanaman tidak dapat menginfeksi tanpa adanya bantuan, karena virus tidak dapat
mengadakan penetrasi dinding sel, dan harus masuk ke dalam sel agar dapat
mengadakan replikasi.

89
INOKULASI

Tujuan
Mengetahui cara menginokulasikan tanaman dengan patogen tumbuhan.

Alat dan Bahan


1. Alat
a. Nampan
b. Kapas
c. Jaring kawat
d. Plastic
e. Jarum
f. Scalpel
g. Bor gabus
h. Thermometer
2. Bahan
a. Buah cabai
b. Biakan jamur Antraknosa
c. Alcohol

Cara Kerja
1. Rendam cabai kedalam alkohol selama 1 menit
2. Rendam cabai ke dalam aquades selama 1 menit
3. Siapkan nampan di dalamnya dikasih kawat dan letakkan kapas
basah di bawahnya
4. Ambil 10 cabai kemudian lubangi dengan jarum sebanyak 5 tusukan
5. Ambil biakan antraknose yang sudah di potong dengan bor gabus
letakkan di atas cabai bekas tusukan
6. Masukkan cabai kedalam nampan dan bungkus dengan plastik
7. Letakkan nampan pada kulkas dan ruangan biasa
8. Amati selama1 minggu

90
BAB XII
KERAPATAN SPORA

Kerapatan spora adalah jumlah spora per satuan volume pelarutnya. Misal
106 spora per 1 mL air yang menjadi pelarutnya atau 106 spora per 1 gram tanah
yang menjadi media “pelarutnya”. Jumlah spora menunjukkan jumlah jamur dalam
media pelarut. Dalam aplikasi Agens Pengendali Hayati (APH) sporajamur yang
digunakan memiliki batas kerapatan spora minimal. Dalam inokulasi jamur patogen
spora jamur patogen yang digunakan juga memiliki batas minimal kerapatan spora.
Haemocytometer adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk
melakukanperhitungan sel secara cepat dan dapat digunakan untuk konsentrasi
sel yang rendah. Bentuknya terdiri dari 2 counting chamber dan tiap chamber
memiliki garis-garis mikroskopis pada permukaan kaca (Rio, 2012). Ukuran luas
kotak terkecil tercantum pada haemocytometer. Selain luas kotak terkecil pada
Haemocytometer juga tercantum ukuran ketinggian.

Haemocytometer adalah perangkat awalnya dirancang untuk penghitungan


sel darah. Sekarang juga digunakan untuk menghitung jenis sel serta partikel
mikroskopis lainnya. Hemositometer ditemukan oleh Louis-Charles Malassez dan
terdiri dari tebal kaca slide mikroskop dengan lekukan persegi panjang yang
menciptakan sebuah kamar.

91
Ruang ini diukir dengan laser-terukir grid garis tegak lurus. Perangkat ini dibuat
dengan hati-hati sehingga daerah yang dibatasi oleh garisdiketahui, dan kedalaman
ruang ini juga diketahui. Oleh karena itu mungkin untuk menghitung jumlah sel
atau partikel dalam volume tertentu cairan, dan dengan demikian menghitung
konsentrasi sel dalam cairan secara keseluruhan (Mikapin, 2012).

A. Bagian Bagian Hemositometer:


1. Kaca tutup: Penutup kaca ditempatkan di bagian atas ruang Neubauer,
menutupi area tengah. Penutup kaca menyisakan ruang untuk konsentrasi
sel antara bagian bawah ruang dan penutup itu sendiri. Ruang dirancang
sedemikian rupa sehingga jarak antara bagian bawah ruang dan penutup
adalah 0,1 mm. Tidak jarang penutup kaca tetap sedikit terangkat saat
kami memasukkan lebih banyak cairan dari yang diperlukan ke dalam
ruangan. Untuk menghindari hal ini, beberapa kamar hitung memiliki dua
klem khusus untuk menghindari kaca penutup untuk menghindari
pengangkatan tepi. Jika penutup kaca diangkat, jarak antara ruang dan
penutup akan lebihtinggi dari 0,1 mm, dan jumlah sel tidak akan akurat.
2. Kaca hitung: adalah slide spesimen yang digunakan untuk menentukan
konsentrasi sel dalam sampel cair.

Gambar 1. Bagian-bagian Hemositometer


92
B. Prinsip kerja
Menghitung jumlah spora yang terlarut dalam air atau media padat
membutuhkan sampel. Misal dari 1 liter larutan spora kita ambil 1 mL larutan
untuk kita amati, namun menghitung spora dalam 1 mL air masih sulit
dilakukan. Kita perlu mengambil sampel dengan ukuran yang lebih kecil.
Haemocytometer yang akan menstimulasi volume media pelarut yang lebih
kecil itu. Seberapa kecil volume tersebut dapat diketahui dari melihat luas
kotak mikroskopis dan kedalaman haemocytometer. Larutan yangditeteskan
pada haemocytometer akan membentuk kubus setelah ditutup dengan cover
glass. Luas kotak yang tertera pada haemocytometer akan menjadi luas
permukaan kubus dan kedalamannya sebagai tinggi.

93
Misal ukuran luas kotak kecil adalah 0,0025 mm2 sedangkan kedalamannya
yaitu 0,1 mm. Maka volume per kotak yang kecil yaitu :
luas kotak kecil x kedalamannya
= 0,0025 mm2 x 0,1 mm
= 0,00025 mm3
= 2,5 .x 10-4 mm3
Jika diubah dalam satuan cm menjadi:
= 2,5 x 10-7 cm3

Jika diubah dalam satuan mL menjadi:


= 2,5 x 10-7 mL
Jadi, apabila dalam kotak terkecil tersebut ada 2 buah spora artinya
kerapatanspora yang kita peroleh adalah 2 spora per 2,5x 10-7 mL air. Namun
kita tidak selalu mengamati menggunakan kotak terkecil. Kita dapat
mengamatimenggunakan kotak ukuran sedang yang merupakan susunan dari
kotak kotak kecil. Kita dapat mengamati menggunakan kotak paling besar
yang merupakan susunan dari kotak kotak ukuran sedang. Pemilihannya
tergantung pada ukuran spora yang kita amati.

94
C. Pengenceran Bertingkat
Tujuan dari pengenceran bertingkat yaitu memperkecil atau
mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi dalam suatu cairan.
Penentuan besarnya atau banyaknya tingkat pengenceran tergantung kepada
perkiraan jumlah mikroba dalam sampel. Pengenceran pertama pada sampel
menggunakan perbandingan 1:9 dan selanjutnya, sehingga pengenceran
berikutnya mengandung 1/10 sel mikroorganisme dari pengenceran
sebelumnya.
Berikut merupakan langkah-langkah dalam melakukan pengenceran
bertingkat:
a. Sampel yang ingin diamati dimasukkan ke dalam tabung pengenceran
pertama (1/10) secara aseptis (dari preparasi suspensi). Perbandingan
berat sampel dengan volume tabung pertama adalah 1:9. Setelah sampel
masuk, lalu dilarutkan dengan mengocoknya sampai homogen atau
menggunakan vortex.
b. Suspensi pada tabung pertama diambil sebanyak 1 ml dengan pipet ukur
kemudian dipindahkan ke tabung pengenceran kedua (1/100), lalu
dihomogenkan menggunakan vortex. Pemindahan dilanjutkan hingga
tabung pengenceran terakhir dengan cara yang sama, hal yang perlu
diingat bahwa pipet ukur yang digunakan harus selalu diganti, artinya
setiap tingkat pengenceran digunakan pipet ukur yang berbeda/baru.
Prinsipnya bahwa pipet tidak perlu diganti jika memindahkan cairan
dari sumber yang sama

95
KERAPATAN SPORA

Tujuan
Mengetahui cara menghitung spora dengan menggunakan Haemocytometer

Alat dan Bahan


1. Haemocytometer
2. Mikroskop
3. Suspensi Trichoderma sp hasil pengenceran
4. Aquades
5. Cover glass
6. Pipet

Cara Kerja
1. Membersihkan haemocytometer menggunakan aquades, lalu tutup dengan
cover glass
2. Meneteskan hasil pengenceran di bidang hitung haemocytometer melalui
celah kanan dan kiri cover glass hingga bidang hitung terisi penuh
3. Tunggu selama 1 menit agar posisi stabil, kemudian diamati dengan
menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400X
4. Setelah terlihat jelas sporanya, maka dilakukan perhitungan jumlah spora.

96
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1981. Petunjuk Bergambar Hama dan Penyakit Tanaman Padi. Badan
Pendidikan/Latihan Penyuluhan Pertanian. Departemen Pertanian Jakarta.

Anonim, 1987. Diktat Pengantar Ilmu Hama Tumbuhan. Jurusan Ilmu Hama
Tumbuhan. Fakultas Pertanian UGM.

Anonim, Phytopathologi Umum. Seksi Phytopalogi. Fakultas


pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Agrios, GN.1988. Plant Pathology. Academic Press. Inc. 803 p.

Alexopoulus, CY. 1962. Introductory mycology. J.Wiley and Sons, New York,
London. 613 p.

Ananda, K. 1978. Taxonomi Serangga. Yayasan Pembina Fakultas PertanianUGM


Yogyakarta. 145 p.

Borror, Donald J. and Dwight M.De Long. 1970. An Introduction to The Study Of
Insect. Halt, Rive hart and Wiston, 812 p.

Dwidjoseputro, D. 1978. Pengantar mikologi. Edisi Kedua. Penerbit alumni


Bandung.

Kalshoven, L.G.E. 1981. Revised and Translate by Van Der Laan. PA. Pest of
Crops In Indonesic. PT. Ichtiar Baru. Van Hoeve. Jakarta.

Mangoendihardjo, S. 1970. Ilmu Hama Khusus Tanaman Keras Jilid I. Yayasan


Pembina Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta

Mangoendihardjo, S. 1978. Hama-hama Tanaman Pertanian Di Indonesia III.


Yayasan Pembina Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta.

Matheson, R. 1951. Entomology For Introductory Courses. Comstock Publishing


Company. Inc. Ithaca. New York.

Notowigeno, H. 1985. Pestisida dan Kegunaannya. Armico Bandung. 72 p.


Sastrahidayat, I.R. 1992. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Seri Umum Penerbit
Usaha Nasional Surabaya, Indonesia. 365 p.

Sastrodihardjo,S. 1979. Mesin-mesin Pertanian. CV. Yasaguna, Jakarta. 184 p.

Semangun, H. 1971. Penyakit-penyakit Tanaman Pertanian di Indonesai, Yayasan


Pembina Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Tjitrosoedirdjo, S, Utomo, IH, dan Wiroatmodjo, J. 1984. Pengelolaan Gulma di


Perkebunan. Diterbitkan dengan kerja sama Biotrop Bogor. Penerbit PT.
Gramedia, Jakarta.

97
Triharso. 1994. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gajah Mada Universitas Press.
Yogyakarta. 362 p.

98

Anda mungkin juga menyukai