Dirgantari Pademme 2
123
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua
Email : dirgantaristikespapua@gmail.com2
Inggerid A. Manoppo 3
123
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Papua
Email : inggridagnes87@gmail.com 3
ABSTRAK
Latar belakang: Stunting merupakan salah satu masalah gizi utama yang dialami oleh balita di dunia.
Secara internasional, 149 juta balita di dunia mengalami stunting pada tahun 2018. Kejadian stunting di
Indonesia tahun 2019 adalah 27,7%. Jumlah stunting di Papua Barat tahun 2019 adalah 24,6%. Sedangkan
di Kabupaten Maybrat kejadian stunting pada tahun 2019 sebesar 44,83%. Tujuan penelitian: untuk
mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita usia 24-60 bulan di Distrik
Aifat Utara Kabupaten Maybrat. Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan
desain studi case control dengan perbandingan 1 : 1 yaitu 44 kasus dan 44 kontrol. Populasi penelitian ini
adalah balita usia 24-60 bulan di Distrik Aifat Utara sebanyak 111 orang. Pengambilan sampel
menggunakan teknik purposive sampling. Instrument yang digunakan adalah kuesioner, buku KIA, register
kunjungan ANC dan imunisasi Puskesmas. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square dan multivariat
menggunakan logistic regression. Hasil penelitian: hasil penelitian menunjukkan variabel yang
berhubungan dengan kejadian stunting adalah riwayat kunjungan ANC (p-value=0,000 OR=13,571, 95%
CI= 4,658-39,545), riwayat asupan nutrisi ibu saat hamil (p-value = 0,000), pemberian MP-ASI dini (p-
value=0,002 OR=4,259, 95% CI=1,661-10,921), dan riwayat kelengkapan imunisasi dasar (p-value=0,005
OR=3,600, 95% CI=1,457-8,893). Hasil anasilis multivariat menunjukkan riwayat kunjungan ANC
(p=0,009, OR=5,129).dan pola makan ibu (p=0,006, OR=3,598) memiliki hubungan yang relevan dengan
kejadian stunting. Kesimpulan: Riwayat kunjungan ANC merupakan faktor yang paling dominan dalam
hubungannya dengan kejadian stunting. Sedangkan faktor yang tidak berhubungan dengan kejadian
stunting adalah riwayat pemberian ASI eksklusif dengan nilai p=0,199.
Kata kunci: Stunting, Kunjungan ANC, ASI eksklusif, Pola makan ibu, MP-ASI, Imunisasi
ABSTRACT
Background: Stunting is one of the main nutritional problems experienced by toddlers in the world. Internationally,
149 million children under five in the world were stunted in 2018. The incidence of stunting in Indonesia in 2019
was 27.7%. The number of stunting in West Papua in 2019 was 24.6%. While in Maybrat Regency the incidence of
stunting in 2019 was 44.83%. The purpose of the study: to determine the factors associated with the incidence of
stunting in toddlers aged 24-60 months in North Aifat District, Maybrat Regency. Research method: This research is
an analytic study with a case control study design with a ratio of 1: 1, namely 44 cases and 44 controls. The
population of this study was toddlers aged 24-60 months in North Aifat District as many as 111 people. Sampling
using purposive sampling technique. The instruments used were questionnaires, MCH handbook, register of ANC
visits and immunization of Puskesmas. Bivariate analysis using chi-square test and multivariate using logistic
regression. The results of the study: the results showed that the variables related to the incidence of stunting were
history of ANC visits (p-value = 0.000 OR = 13.571, 95% CI = 4.658-39.545), history of maternal nutritional intake
during pregnancy (p-value = 0.000), giving Early complementary feeding (p-value=0.002 OR=4.259, 95% CI=1.661-
10.921), and complete history of basic immunization (p-value=0.005 OR=3.600, 95% CI=1.457-8.893). The results of
multivariate analysis showed that a history of ANC visits (p=0.009, OR=5,129) and maternal diet (p=0.006,
OR=3.598) had a relevant relationship with the incidence of stunting. Conclusion: History of ANC visits is the most
dominant factor in relation to the incidence of stunting. While the factors that are not related to the incidence of
stunting is a history of exclusive breastfeeding with a value of p = 0.199.
Keyword : Stunting, ANC Visit, Exclusive Breastfeeding, Mother's Diet, MP-ASI, Immunization
kunjungan ANC yang sesuai standar (≥4 nasional, pada tahun 2019 jumlah bayi yang
kali). mendapat imunisasi dasar lengkap sebanyak
92,3%. Sedangkan di Propinsi Papua Barat
Faktor lain yang erat kaitannya dengan dari 20.682 bayi, sebanyak 68,0% atau
kejadian stunting adalah pola makan ibu 14.190 bayi yang mendapat imunisasi dasar
selama masa kehamilan yang tentunya lengkap (Kemenkes, 2020). Hasil penelitian
sangat berpengaruh terhadap status gizi ibu. Imelda dkk menemukan 76,7% anak
Berdasarkan cakupan pelayanan kesehatan stunting tidak mendapat imunisasi dasar
ibu dan anak tercatat bahwa, 49,7% ibu lengkap (Imelda dkk., 2018).
hamil menderita Kekurangan Energi Kronis
(KEK) (Riskesdas, 2018). Data di Puskesmas Aifat Utara ditemukan
angka kejadian stunting pada balita usia 24-
Gagalnya pemberian air susu ibu (ASI) 60 bulan di Distrik Aifat Utara pada bulan
eksklusif, dan proses penyapihan dini dapat Januari 2020 - Maret 2020 adalah sebanyak
menjadi salah satu faktor terjadinya stunting. 60 anak atau 37,5%. Sementara hasil survey
Secara nasional cakupan ASI eksklusif pada yang dilakukan peneliti dan petugas gizi
pada tahun 2017 adalah 61,33%, dan di Puskesmas Aifat Utara pada bulan Juni
Propinsi Papua Barat hanya 15,32% 2020, ditemukan 54,98% atau 61 dari 111
(Pusdatin, 2018). Angka cakupan ASI balita usia 24-60 bulan yang menderita
eksklusif ini meningkat pada tahun 2019, stunting. Data lain yang diperoleh peneliti
yaitu secara nasional menjadi 67,74%, dan adalah bahwa pada tahun 2019 tidak ada ibu
di Propinsi Papua Barat meningkat menjadi hamil yang melakukan kunjungan ANC
41,12% (Kemenkes, 2020). Hasil penelitian sesuai standar (≥4 kali), bayi yang mendapat
Widyastuti menunjukkan bahwa balita yang ASI eksklusif 72,7%. Balita yang tidak
tidak mendapat ASI eksklusif lebih berisiko mendapatkan imunisasi dasar lengkap
mengalami stunting (Widyastuti, 2018) . sebanyak 83 anak dan 25 diantaranya adalah
anak stunted.
Faktor asupan zat gizi pada balita melalui
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP- Rumusan Masalah
ASI) dini juga merupakan salah satu faktor
penyebab stunting. Menurut data dan Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
informasi profil kesehatan Indonesia tahun kejadian stunting di Distrik Aifat Utara
2019, secara nasional jumlah bayi yang Kabupaten Maybrat?
mendapat ASI eksklusif adalah 67,74% dan
di Propinsi Papua Barat sebanyak 41,12%. Tujuan Penelitian
Ini berarti 58,88% bayi di Propinsi Papua
Barat pada tahun 2019 diberikan makanan a. Mengetahui hubungan riwayat
tambahan selain ASI sebelum usia 6 bulan. kunjungan ANC dengan kejadian
stunting pada anak usia 24-60 bulan di
Imunisasi dasar tidak lengkap juga Distrik Aifat Utara Kabupaten Maybrat.
merupakan salah satu faktor yang b. Mengetahui hubungan riwayat pola
berpengaruh terhadap kejadian stunting. makan ibu saat hamil dengan kejadian
Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, secara stunting pada anak usia 24-60 bulan di
nasional cakupan imunisasi dasar lengkap Distrik Aifat Utara Kabupaten Maybrat.
hanya mencapai 57,9%. Bayi yang tidak c. Mengetahui hubungan riwayat pemberian
mendapat imunisasi lengkap 32,9%, dan ASI eksklusif dengan kejadian stunting
yang tidak imunisasi 9,2%. Cakupan pada anak usia 24-60 bulan di Distrik
imunisasi dasar lengkap di Propinsi Papua Aifat Utara Kabupaten Maybrat.
Barat pada tahun 2018 hanya 47,6%. Secara
HASIL
ekslusif 4 4
Total 50 50 88 100
ASI 1 19, 2 27, 4 4
2 41 46,6
ekslusif 7 3 3 3 CI = 1,457-
OR=3,600 p value = 0,005
4 4 8,893
Total 50 50 88 100
4 4
CI = 0,745- Tabel 8. Analisis Multivariat
OR=1,739 p value = 0,199
4,059 Variabel Tahap I Tahap II Tahap III Tahap IV
p OR p OR p OR p OR
valu valu valu valu
e e e e
Riwayat 0,03 4,12 0,03 4,12 0,01 5,02 0,00 5,12
kunjungan 7 2 7 2 3 6 9 9
ANC
Riwayat 0,01 3,23 0,01 3,23 0,01 3,19 0,00 3,59
pola 4 0 4 0 4 2 6 8
Tabel 6. Analisis Bivariat Pemberian MP- makan ibu
ASI Dini Dengan Kejadian Stunting Pada saat hamil
Balita Usia 24-60 Bulan Di Distrik Aifat Pemberian 0,28 2,27 0,12 2,53 0,08 2,80 - -
Utara Kabupaten Maybrat MP-ASI 5 0 4 9 1 1
dini
Kejadian Stunting Riwayat 0,30 1,87 0,31 1,82 - -
Pemberi Tidak kelengkapa 1 5 4 4
Stunting Total
N an MP- stunting n imunisasi
o ASI dasar
F % F % Total % Riwayat 0,81 1,18 - -
Dini
MP- pemberian 2 4
2 26, 10, ASI
1 ASI 9 32 36,4
3 1 2 eksklusif
Dini
MP-
ASI 2 23, 3 39, Hasil analisis menunjukkan variabel riwayat
2 56 63,6 kunjungan ANC memiliki nilai OR paling
Tepat 1 9 5 8
Waktu besar. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa faktor riwayat kunjungan ANC
4 4
Total 50 50 88 100 memiliki hubungan yang paling dominan
4 4
dengan kejadian stunting di Distrik Aifat
CI = 1,661-
OR=4,259 p value = 0,002 Utara Kabupaten Maybrat.
10,921
(59,1%). Sedangkan jumlah responden kondisi ibu dan janin, mengenali kehamilan
dengan kunjungan ANC sesuai standar (≥ 4 risiko tinggi, imunisasi, nasihat dan
kali) hanya 36 orang (40,9%). penyuluhan agar kehamilan berlangsung
sehat dan janin yang dilahirkan nanti sehat
Riwayat kunjungan ANC yang tidak dan cerdas (Permenkes, 2014).
terstandar (< 4 kali) lebih banyak ditemukan
pada kelompok kasus (43,2%) dibandingkan Saat melakukan kunjungan ANC, ibu hamil
dengan kelompok kontrol yang hanya akan mendapat pemeriksaan menyeluruh
sebesar 6,8%. Secara statistik, hasil analisis tentang kehamilannya, termasuk konseling
bivariat pada penelitian ini menunjukkan gizi, mendapat suplemen asam folat dan zat
adanya hubungan yang bermakna antara besi, serta pendidikan kesehatan yang tepat.
riwayat kunjungan ANC dengan kejadian Hal ini dapat mencegah ibu mengalami
stunting pada balita usia 24-60 bulan di anemia, mencegah ibu melahirkan prematur,
Distrik Aifat Utara Kabupaten Maybrat dan bayi mendapat kecukupan nutrisi sejak
dengan p–value 0,000 (p< 0,05) dan OR dalam kandungan yang dapat menekan
13,571 (95% CI 4.658-39,545). Ibu dengan peningkatan angka kejadian stunting pada
kunjungan ANC yang tidak terstandar balita (Hutasoit dkk., 2019).
berisiko 13,571 kali memiliki balita stunting
dibanding ibu dengan kunjungan ANC Kunjungan ANC yang tidak terstandar pada
sesuai standar (≥ 4 kali). penelitian ini diketahui dari hasil wawancara
yang dilakukan, yaitu bahwa banyak ibu
Hasil penelitian mendukung penelitian Rozi yang baru memeriksakan kehamilannya ke
(2019) yang menyatakan bahwa ada petugas kesehatan setelah usia kehamilan
hubungan antara riwayat kunjungan ANC mencapai 4 bulan (trimester II) bahkan ada
dengan kejadian stunting (p –value 0,000 < yang baru melakukan kunjungan ANC pada
0,05) dengan nilai OR sebesar 3,351. Hasil trimester III.
penelitian Amini (2017) juga menyebutkan
bahwa terdapat hubungan bermakna antara Menurut peneliti, kurangnya pengetahuan
kunjungan ANC dengan kejadian stunting tentang pentingnya kunjungan ANC
pada balita dengan nilai OR sebesar 2,284 menyebabkan ibu merasa tidak penting
(p-value 0,021). Demikian juga dengan untuk memeriksakan kehamilannya ke
penelitian yang dilakukan oleh Hutasoit dkk petugas kesehatan. Selain kurangnya
pada bulan April-Oktober 2019 menemukan pengetahuan, dukungan keluarga dan sosial
bahwa 46% dari 100 orang balita stunting budaya merupakan faktor penyebab
dengan kunjungan ANC yang tidak tingginya kunjungan ANC yang tidak sesuai
terstandar dan menyatakan bahwa ada standar di wilayah ini. Persepsi ibu dan
hubungan antara kunjungan ANC dengan masyarakat tentang kehamilan dan
kejadian stunting pada balita dimana hasil persalinan adalah bahwa hamil dan
uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 (p< melahirkan merupakan proses alamiah yang
0,05) dengan nilai koefisien korelasi (r) dialami oleh semua perempuan sehingga
sebesar 0,389. tidak perlu melakukan kunjungan ANC
secara teratur dan sesuai standar.
Kunjungan ANC dilakukan minimal 4 kali
selama masa kehamilan yaitu 1 (satu) kali Ibu tidak mendapatkan pelayanan ANC
pada trimester pertama, 1 (satu) kali pada terpadu sehingga pertumbuhan serta
trimester kedua, dan 2 (dua) kali pada perkembangan janin tidak terpantau, ibu
trimester ketiga. Pelayanan kesehatan yang tidak memperoleh informasi tentang
diperoleh ibu saat melakukan kunjungan kesehatan ibu dan anak termasuk gizi
ANC antara lain anamnesis, pemantauan seimbang untuk ibu hamil dan balita. Risiko
kelahiran bayi dengan BBLR meningkat kehamilan dengan kejadian stunting pada
yang dapat menyebabkan anak menderita balita usia 6-59 bulan (p = 0,005 < 0,05)
stunting apabila pertumbuhannya tidak dengan nilai OR 2,228. Hasil penelitian
terkejar sampai anak berusia 24 bulan. yang dilakukan oleh Sukmawati dkk pada
tahun 2018 juga menyatakan bahwa ada
Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa hubungan antara status gizi ibu saat hamil
ada 6 orang balita stunted yang ibunya dengan kejadian stunting pada balita dengan
melakukan kunjungan ANC sesuai standar. nilai p = 0,01 (<0,05).
Menurut hasil wawancara, 4 dari 6 orang
balita tersebut tidak diberikan ASI eksklusif Anemia dan Kekurangan Energi Kronis
dan mendapatkan MP-ASI dini. Sedangkan (KEK) pada ibu hamil tentu sangat
2 orang yang lain selain riwayat kunjungan berpengaruh terhadap kesehatan janin yang
ANC sesuai standar, pola makan ibu saat dikandungnya. Pertumbuhan dan
hamil cukup baik, mendapat ASI eksklusif perkembangan janin menjadi tidak optimal
dan diberikan MP-ASI tepat waktu. Menurut sehingga risiko lahir dengan BBLR
peneliti, hal ini dapat disebabkan oleh faktor meningkat. Bila tidak bisa tumbuh kejar bayi
lain yaitu asupan nutrisi anak pada usia 6-24 BBLR besar kemungkinan akan menderita
bulan termasuk jenis dan kualitas MP-ASI. stunted (Erna, 2015).
stunting seperti pendidikan ibu yang rendah Hubungan pemberian ASI ekslusif
sehingga tidak mampu menyerap informasi dengan kejadian stunting pada anak usia
gizi yang diperoleh. Data demografi pada 24-60 bulan di Distrik Aifat Utara
penelitian ini menunjukkan bahwa 56,8% Kabupaten Maybrat.
dari dari 44 orang ibu dengan pendidikan
rendah mempunyai anak stunted. Pemberian ASI eksklusif pada penelitian ini
tidak mempunyai hubungan dengan kejadian
Selain tingkat pendidikan, menurut peneliti stunting. Hasil penelitian ini menemukan
pola makan ibu yang kurang baik juga lebih banyak balita yang tidak mendapat
disebabkan karena ibu tidak melakukan ASI eksklusif pada kelompok kasus
kunjungan ANC sesuai standar sehingga ibu (30,7%), sedangkan pada kelompok kontrol
tidak memperoleh informasi dari petugas lebih sedikit (19,3%). Nilai p yang diperoleh
kesehatan terkait gizi keluarga terutama gizi dari hasil uji statistik adalah 0,199 (> 0,05)
ibu selama kehamilan. dengan OR 1,739 (95% CI 0,745- 4,059).
Hasil ini menunjukkan tidak adanya
Keadaan ekonomi atau pendapatan keluarga hubungan antara pemberian ASI eksklusif
menjadi faktor yang mendukung baik atau dengan kejadian stunting pada balita usia
tidaknya pola makan ibu selama masa 24-60 bulan di Distrik Aifat Utara
kehamilan. Data demografi pada penelitian Kabupaten Maybrat. Meski demikian, balita
ini menunjukkan 35,2% balita pada yang tidak mendapat ASI eksklusif memiliki
kelimpok kasus berasal dari keluarga dengan peluang 1,7 kali lebih besar mengalami
pendapatan ≤ UMP. stunting daripada balita yang mendapat ASI
eksklusif.
Selain itu letak geografis distrik Aifat Utara
yang jauh dari perkotaan sehingga cukup Penelitian Rambitan dkk (2014) juga
sulit bagi masyarakat di wilayah ini untuk menemukan tidak adanya hubungan antara
memperoleh pasokan bahan makanan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
(khususnya protein hewani maupun nabati) stunting pada balita dengan p-value 0,167 (>
untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga. 0,05), namun balita yang tidak mendapat
ASI eksklusif memiliki kemungkinan 2 kali
Asupan gizi ibu dapat dilihat pada pola lebih besar mengalami stunting daripada
makan ibu selama masa kehamilan mulai balita yang mendapat ASI eksklusif dengan
dari trimester I sampai trimester III. Jika nilai OR 2,057.
pola makan baik, ibu dan janin memperoleh
asupan gizi yang dapat memenuhi kebutuhan Hal ini berbeda dengan penelitian Larasati
nutrisi ibu dan janin. Ibu tidak menderita (2017), dimana hasil uji statistiknya
anemia atau KEK dan janin dapat menunjukkan adanya hubungan yang
bertumbuh dan berkembang sesuai usia bermakna antara pemberian ASI eksklusif
kehamilan. Anemia dan KEK pada ibu hamil dengan kejadian stunting pada balita dengan
dapat menyebabkan kelahiran BBLR p-value 0,001 (> 0,05). Penelitian
sehingga risiko kejadian stunting meningkat. Widyastuti (2018) juga menyatakan balita
Sebagian balita pada kelompok kasus yang tidak mendapatkan ASI eksklusif lebih
memiliki ibu dengan pola makan cukup baik berisiko 4,065 kali mengalami stunting.
namun tidak melakukan kunjungan ANC
sesuai standar, tidak mendapat ASI eksklusif Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
dan diberikan MP-ASI dini, serta riwayat praktik pemberian ASI eksklusif pada
imunisasi dasar yang tidak lengkap. kelompok kasus tidak jauh beda dengan
kelompok kontrol. Alasan gagalnya
pemberian ASI eksklusif pada penelitian ini
antara lain; kurangnya produksi ASI dan nutrisi anak semakin meningkat sehingga
anak masih merasa lapar walaupun sudah tidak terpenuhi dengan ASI saja.
diberi ASI dan ibu sibuk bekerja sehingga
tidak memiliki banyak waktu untuk Hubungan pemberian MP-ASI Dini
menyusui. dengan kejadian stunting pada anak usia
24-60 bulan di Distrik Aifat Utara
Data karakteristik responden berdasarkan Kabupaten Maybrat.
tingkat pendidikan ibu menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan rendah lebih banyak pada Berdasarkan hasil analisis statistik, faktor
ibu yang memiliki anak stunting. Tingkat pemberian MP-ASI dini pada penelitian ini
pendidikan berpengaruh terhadap berhubungan dengan kejadian stunting pada
kemampuan ibu menyerap informasi gizi balita usia 24-60 bulan di Distrik Aifat Utara
dan manfaat ASI serta cara menyusui yang Kabupaten Maybrat. Angka pemberian MP-
benar. Hal ini dapat menyebabkan gagalnya ASI dini adalah 32 orang (36,4%) dan lebih
pemberian ASI eksklusif. Sedangkan Ibu banyak ditemukan pada kelompok kasus
dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki yaitu 23 orang (26,1%) daripada kelompok
pengetahuan yang lebih luas tentang gizi kontrol. Hasil uji statistik diperoleh p-value
sehingga pemberian ASI eksklusif yang 0,002 (p < 0,05) dengan OR 4,259 (95% CI
kurang optimal dapat dikompensasi dengan 1,661-10,921). Hasil ini menunjukkan
memberikan asupan makanan yang bergizi. bahwa ada hubungan antara pemberian MP-
ASI dini dengan kejadian stunting pada
Menurut peneliti, pemberian ASI eksklusif balita usia 24-60 bulan di Distrik Aifat Utara
pada penelitian ini tidak berhubungan Kabupaten Maybrat. Balita yang diberikan
dengan kejadian sunting karena sebagian ibu MP-ASI dini (sebelum usia 4 bulan) berisiko
memberikan ASI eksklusif terlalu lama 4,2 kali lebih besar menjadi stunting
(prolonged exclusive breastfeeding) yaitu dibanding balita yang mendapat MP-ASI
ketika bayi sudah berusia lebih dari 7 bulan. tepat waktu.
Melalui wawancara pada penelitian ini
ditemukan data ada 5 orang balita pada Hasil penelitian ini mendukung beberapa
kelompok kasus yang mendapat ASI penelitian sebelumnya. Safitri (2019), pada
eksklusif sampai usia 12 bulan. Peneliti penelitiannya menyatakan bahwa terdapat
menggambarkan bahwa balita yang hubungan yang bermakna antara pemberian
memperoleh ASI eksklusif secara optimal MP-ASI dini dengan kejadian stunting pada
dan menderita stunting pada penelitian ini balita dengan p-value 0,000. Demikian juga
tidak menerima MP-ASI tepat setelah usia 6 dengan hasil penelitian Khasanah yang
bulan. menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara waktu pertama kali
Faktor ekonomi keluarga membuat ibu sibuk pemberian MP-ASI dengan kejadian
bekerja dan tidak memiliki waktu untuk stunting, dimana pada uji statistik diperoleh
menyiapkan MP-ASI bagi anak. Selain itu, p-value 0,002 (p < 0,05) dengan OR 2,867
kurangnya pengetahuan ibu tentang (95% CI 1,453-5,656).
kebutuhan nutrisi bagi balita sesuai usia
sehingga pemberian MP-ASI tidak adekuat MP-ASI adalah makanan atau minuman
baik dari segi kualitas maupun kuantitas. selain ASI yang mengandung nutrien yang
Akibatnya asupan nutrisi tidak adekuat diberikan kepada bayi selama periode
untuk pertumbuhan dan perkembangan anak pemberian makanan peralihan
sehingga meningkatkan risiko stunting. (complementary feeding) yaitu pada saat
Setelah 6 bulan pemberian ASI harus makanan /minuman lain diberikan bersama
didampingi MP-ASI karena kebutuhan pemberian ASI (WHO), tetapi European
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sakit-sakitan hingga dewasa sehingga anak-
yang dilakukan oleh Swathma dkk pada anak tidak perlu mendapat imunisasi.
tahun 2016 yang menyebutkan bahwa
riwayat imunisasi dasar merupakan faktor Faktor yang berkontribusi terhadap kejadian
risiko kejadian stunting pada balita usia 12- stunting pada balita yang mendapat
36 bulan dengan nilai OR sebesar 6,044. imunisasi dasar lengkap adalah pemberian
Penelitian Juwita dkk (2019) juga ASI tidak eksklusif, pemberian MP-ASI
menemukan bahwa terdapat hubungan yang dini, kunungan ANC tidak terstandar dan
signifikan antara riwayat imunisasi dasar asupan nutrisi yang tidak adekuat pada usia
dengan kejadian stunting pada balita dengan 6-24 bulan.
p-value 0,000.
Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan
Imunisasi sangat penting untuk melindungi bahwa terdapat hubungan antara riwayat
anak dari risiko terjangkitnya penyakit imunisasi dasar dengan kejadian stunting
karena memberikan efek kekebalan pada pada balita, namun perlu diketahui imunisasi
tubuh manusia terutama pada usia dini yang dasar bukanlah penyebab langsung dari
merupakan usia rentan terkena penyakit. kejadian stunting. Ada faktor lain yang turut
Balita dengan riwayat imunisasi tidak mendukung terjadinya stunting pada balita
lengkap atau yang tidak diimunisasi sama seperti pola asuh, tingkat pendidikan dan
sekali lebih berisiko terjangkit penyakit. pengetahuan ibu serta frekuensi terjadinya
Reaksi yang sering muncul saat anak penyakit infeksi pada anak.
terjangkit penyakit adalah kurangnya nafsu
makan sehingga asupan nutrisi menjadi Analisa multivariat
berkurang. Dampak dari sering dan
mudahnya terserang penyakit adalah Setelah dilakukan analisis multivariat, dapat
gangguan gizi (Juwita, dkk., 2019). diketahui bahwa riwayat kunjjungan ANC
dan riwayat pola makan ibu saat hamil
Menurut peneliti, imunisasi dasar pada memiliki hubungan yang relevan terhadap
penelitian ini berhubungan dengan kejadian kejadian stunting di Distrik Aifat Utara
stunting karena anak yang mendapat Kabupaten Maybrat. Variabel riwayat
imunisasi tidak lengkap akan sering terkena kunjjungan ANC merupakan faktor yang
infeksi. Nafsu makan yang kurang akibat memiliki hubungan yang lebih dominan
infeksi menyebabkan asupan nutrisi dengan kejadian stunting di Distrik Aifat
berkurang saat anak sakit maupun selama Utara Kabupaten Maybrat dengan p-value
masa pemulihan setelah sakit sehingga dapat 0,009 dan OR 5,129. Hasil penelitian
menyebabkan anak mengalami gangguan menunjukan anak yang memiliki ibu dengan
gizi yaitu stunting. Kurangnya pengetahuan kunjungan ANC tidak sesuai standar
tentang manfaat imunisasi membuat berpeluang 5,129 kali mengalami stunting
masyarakat (ibu) merasa bahwa imunisasi dibandingkan anak yang memiliki ibu
tidak penting bagi anak. dengan kunjungan ANC sesuai standar.
Faktor sosial budaya dalam hal ini Menurut peneliti riwayat kunjungan ANC
berpengaruh terhadap sikap ibu dalam memiliki pengaruh yang kuat terhadap
pemberian imunisasi pada anaknya. kejadian stunting di wilayah ini karena saat
Masyarakat belum sepenuhnya memahami melakukan kunjungan ANC ibu memperoleh
pentingnya imunisasi dan beranggapan pelayanan secara terpadu dari petugas
imunisasi membuat anak sakit. Menurut kesehatan baik bidan atau dokter termasuk
mereka sejak zaman dulu tidak ada informasi-informasi penting terkait gizi
imunisasi tetapi semua orang sehat dan tidak keluarga.
Kementrian Kesehatan RI, 2020. Data dan Rozi,A., 2019. Hubungan Riwayat
Informasi Profil Kesehatan Kunjungan ANC Terhadap Kejadian
Indonesia 2019. Jakarta : Stunting Blita di Wilayah Kerja
Kementerian Kesehatan RI. Puskesmas Pilangkenceng
Kabupaten Madiun. Skripsi Sarjana.
Larasati, N. N., 2017. Faktor-Faktor Yang Prodi Kesehatan Masyarakat.
Berhubungan Dengan Kejadian STIKES Bhakti Husada Mulia,
Stunting Pada Balita Usia 25-59 Madiun.
Bulan Di Posyandu Wilayah
Puskesmas Wonosari II Tahun 2017. Safitri, E., 2019. Hubungan Waktu
Skripsi Sarjana. Prodi Sarjana Pemberian MP-ASI Dengan
Terapan Kebidanan Jurusan Kejadian Stunting Pada Balita Di
Kebidanan Politeknik Kesehatan Desa Sidoluhur Wilayah Kerja
Kementerian Kesehatan, Puskesmas Godean. Program Studi
Yogyakarta. Kebidanan Program Sarjana
Terapan Fakultas Ilmu Kesehatan.
Nasar, S., 2015. Simposium dan workshop Universitas ‘Aisyiyah, Yogyakarta.
ilmu nutrisi anak 6th Current Issues
in Pediatric Nutrition and Metabolic Swathma, D., Lestari, H., & Ardhiansyah, R.
Problems. Jakarta : Departemen T., 2016. Analisis Faktor Risiko
Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Bblr, Panjang Badan Bayi Saat
Lahir Dan Riwayat Imunisasi Dasar
Pademme, D., 2020. Gambaran Kejadian Terhadap Kejadian Stunting Pada
Stunting Berdasarkan Karakteristik Balita Usia 12-36 Bulan Di Wilayah
Ibu di Puskesmas Aifat Kabupaten Kerja Puskesmas Kandai Kota
Maybrat. Global Health Science, 5 Kendari Tahun 2016. Jurnal Ilmiah
(2). Mahasiswa Kesehatan Masyarakat,
1 (3).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Widyastuti, V., 2018. Faktor-faktor yang
Tentang Pedoman Gizi Seimbang. mempengaruhi kejadian stunting
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. pada balita di Kelurahan Medokan
Semampir Surabaya. Skripsi
Pusdatin Kemenkes RI, 2018. Situasi balita sarjana. Program studi Keperawatan,
pendek di Indonesia.Bulletin Universitas Airlangga, Surabaya.
Jendela Data Dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. World Health Organization (WHO), 2014.
WHA Global Nutrition Targets
Rambitan, W., Purba, R. B., dan Kapantow, 2025: Stunting Policy Brief. Jenewa
N. H., 2014. Hubungan Antara : World Health Organization
Riwayat Pemberian Asi Eksklusif (WHO).
Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Batita Diwilayah Kerja World Health Organization (WHO), 2018.
Puskesmas Kawangkoan Kabupaten Reducing stunting in children:
Minahasa. Artikel Fakultas equity considerations for achieving
Kesehatan Masyarakat Universitas the Global Nutrition Targets 2025.
Sam Ratulangi Manado. Jenewa : World Health Organization
(WHO).