Anda di halaman 1dari 2

ELA MUFIDATUL LAILI (XIIA7/14)

Kritik Novel “Ranah 3 Warna” karya Ahmad Fuadi


“Ranah 3 Warna” adalah novel kedua dari trilogi “Negeri 5 Menara” karya Ahmad Fuadi.
Novel yang bergenre fiksi religi ini memiliki tebal 473 halaman dan dicetak pertama kali pada
Januari 2011 oleh penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Novel ini ditulis oleh novelis Ahmad
Fuadi dengan mengangkat kisah nyata dari pengalamannya sendiri dalam memperjuangkan
impiannya. Ketika menulis novel ini, Ahmad Fuadi menggunakan bahasa yang ringan dan
mengemasnya dengan apik sehingga bisa menghibur dan memotivasi pembaca lewat tulisannya.
Novel ini mengisahkan seorang pemuda Maninjau bernama Alif Fikri yang berjuang
meraih impiannya untuk bisa kuliah di luar daerah. Awalnya Alif kesulitan karena dia merupakan
lulusan pondok dan tidak memiliki ijazah SMA. Namun, dengan semangat membaranya, Alif
belajar dengan keras dan akhirnya lulus masuk kuliah di Universitas Padjajaran Bandung dengan
jurusan Hubungan Internasional. Rintangan demi rintangan terus mendatanginya mulai dari
meninggalnya sang ayah sebagai pegangan hidup, berjuang sebagai penjual door to door, sampai
pernah dibegal dan dirampok hingga semua barang dagangannya habis. Karena kesabaran dan
tekadnya yang tak pernah pupus, Alif dapat menyelesaikan kuliahnya dengan baik dan
mendapatkan pengalaman berkesempatan menjadi siswa pertukaran pelajar di Kanada yang tak
akan pernah dia lupakan.
Novel ini semakin menarik karena menyertakan nasihat Imam Syafi’i, yaitu “Berlelah-
lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. Jangan menyerah. Menyerah berarti
menunda masa senang di masa yang akan datang.” Atau semangat “Man yazra' yahsud ” Siapa
yang menanam akan menuai yang ditanam. Serta 3 mantra utama pendorong motivasi “Man jadda
wajada” Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil, “Man shabara zhafira.” Siapa yang
bersabar akan beruntung, dan “Man saara ala darbi washala ”Siapa yang berjalan dijalannya akan
sampai ketujuan.
Kelebihan dari novel “Ranah 3 Warna” banyak sekali. Mulai dari gaya bahasa yang
digunakan mampu memperkaya kosa kata dan wawasan berbagai bahasa terutama bahasa daerah
dan bahasa asing, setiap bahasa daerah dan bahasa asing disertai dengan catatan kaki di bawah
yang menjelaskan arti kata asing tersebut sehingga pembaca tidak merasa bingung, cerita yang
disajikan terinspirasi dari kisah nyata sehingga dapat membawa pembaca benar-benar merasakan
bagaimana menjelajah benua Amerika, dan banyak pesan moral yang terkandung dalam novel
tersebut. Walaupun novel ini banyak mendapatkan apresiasi dari pembacanya, tidak menutupi
kemungkinan bahwa novel ini juga memiliki kekurangan. Penulis mengabaikan tokoh Bang Togar
di pertengahan hingga akhir cerita, padahal tokoh tersebut merupakan orang berjasa dalam
kehidupan Alif ketika di Bandung. Beberapa konflik yang dilalui Alif pun terasa kurang mendalam
dan tidak terselesaikan dengan baik sehingga terasa dipaksakan dan hilang begitu cepat
Sebenarnya banyak pelajaran yang bisa diambil dari novel ini, seperti Alif yang
mengajarkan untuk sabar dan tidak mudah menyerah. Kemudian teman-teman Alif yaitu Agam,
Wira dan Memet yang selalu setia mendukung dan mendampingi Alif ketika menghadapi
rintangan, kebaktian Alif pada Ayah dan Amaknya di kampung, dan Randai yang tetap membantu
Alif ketika kesulitan meskipun pernah berkelahi dengannya. Jika kalian sedang mencari bacaan
yang ringan dan memotivasi dalam menuntut ilmu, maka novel ini bisa menjadi rekomendasi. Bagi
pecinta cerita fiksi religi, membaca novel ini pasti akan memberikan kesenangan tersendiri karena
alurnya yang tak mudah ditebak dan tidak monoton karena disertai dengan kisah asmara yang
ringan. Jadi wajar saja jika cerita dalam novel ini diadaptasikan menjadi film layar lebar dan
berhasil meraih penghargaan National Winner dari Asian Academy Creative Awards 2022 karena
ceritanya yang menarik

Anda mungkin juga menyukai