Anda di halaman 1dari 5

Selamat siang

Yang saya hormati Pak Tony selaku ketua dewan penguji, Pak Ari selaku penguji, dr. Agus selaku
pembimbing 1, Ibu Vena selaku pembimbing 2, Pak anton serta teman-teman sekalian yang
berkenan hadir pada seminar hasil saya pada siang hari ini.

Saya akan mempresentasikan tesis saya yang berjudul “EVALUASI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN
TATAP MUKA (PTM) DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 4 PALANGKA RAYA PADA MASA
PANDEMI COVID-19”

Warga indonesia dihadapi dengan virus baru yang di sebut corona virus disease/covid-19. Virus
covid-19 telah mempengaruhi kehidupan manusia salah satunya pada dunia pendidikan dimana hal
itu membuat aktivitas ajar mengajar berubah menjadi pembelajaran jarak jauh atau online learning.
Demi keberlangsungan pembelajaran yang ideal bagi siswa, presiden memberikan instruksi untuk
melaksanakan program pembelajaran tatap muka yang nanti harus disiapkan dengan matang.

Mengetahui hal itu dibentuk lah SKB 4 menteri dimana berisi surat keputusan serta panduan
pelaksanaan pembelajaran tatap muka pada masa pandemi covid-19. Keselamatan dan kesehatan
adalah prioritas utama pada masa covid-19 ini.

Berdasarkan data “Lanjut ke PPT”

Berdasarkan hal itu sangat perlu adanya persiapan yang matang oleh pihak sekolah sebelum
melaksanakan pembelajaran tatap muka

Tujuan penelitian “Baca PPT”

Berikut penelitian sebelumnya, perbedaan dengan penelitian saya yaitu pada fokus penelitian
dimana fokus penelitian saya yaitu pada persiapan program PTM.

Berikut adalah kerangka teori saya dalam penelitian ini, adanya teori pengendalian risiko dan
panduan pembelajaran tatap muka

Berikut adalah kerangka konsep yang saya gunakan, di sini saya mencantumkan
pengendalian risiko dalam persiapan PTM.

Pertanyaan Penelitian “Baca PPT”

Metode Peneltian “Baca PPT”

Rangki, Alifariki and Dalla (2020) dalam penelitiannya menyatakan salah satu upaya sanitasi
yaitu mencuci tangan, penyebaran covid-19 akan meluas apabila tidak diperhatikan.

Nursalim et al (2021) dalam penelitiannya, program penyuluhan/sosialisasi protokol


kesehatan covid-19 di sekolah agar warga satuan pendidikan memiliki kesadaran dalam
penerapan protokol kesehatan selama pelaksanaan pembelajaran tatap muka.
Shaleh & Anhusadar (2021) dalam penelitiannya sebagai upaya pencegahaan meluasnya
penularan covid-19, protokol kesehatan di sekolah menjadi aturan yang wajib selama
pelaksanaan pembelajaran tatap muka.

La Ode Onde et al (2021) pemberian informasi tertib protokol kesehatan dan edukasi
penerapannya dapat melalui sosialisasi dengan pembuatan spanduk.

Mubarok (2022) juga mengatakan tidak hanya siswa yang perlu dilakukan pengawasan,
tenaga pendidikan juga perlu di awasi dan di evaluasi mengenai penerapan protokol
kesehatan serta vaksinasi.

Kesiapan akan jalur pelaporan apabila terjadi kasus covid-19 selama pelaksanaan PTM
merupakan hal yang penting agar dapat melakukan tindakan yang tepat (Shaleh and
Anhusadar, 2021).

Berdasarkan hasil triangulasi data penelitian di atas, pelaksanaan pembelajaran tatap muka
(PTM) di SMA Negeri 4 Palangka Raya dapat dikatakan berhasil sekitar 70-80%, hal itu
diliat secara subjektif dimana persiapan yang dilakukan oleh SMA Negeri 4 sudah benar-
benar matang dalam melaksanakan program PTM baik dari segi sarana sampai pada
persiapan alur mitigasi. SMA Negeri 4 Palangka Raya telah melaksanakan PTM selama
kurang lebih 1 setengah tahun, dan selama melaksanakan program tersebut tidak ada
konfirmasi kasus covid-19 di area sekolah, maka dari hal itu program PTM di SMA Negeri 4
Palangka Raya sudah berhasil hanya saja perlu adanya perhatian lebih dalam beberapa aspek
Berikut terdapat perbedaan antara Keselamatan dan Kesehatan kerja secara umum,
diantaranya :

- Keselamatan itu fokus terhadap bahaya dan resiko yang menimbulkan kerugian dan bersifat
AKUT. Sedangkan Kesehatan itu fokus terhadap bahaya dan resiko yang menimbulkan
kerugian tetapi bersifat KRONIS.

- Keselamatan itu berdampak yang langsung terlihat. Sedangkan Kesehatan itu berdampak
yang tidak langsung terlihat atau butuh waktu dan besaran bahaya yang terjadi.

Keselamatan itu bisa kita hindari seperti dari suatu kebakaran, kecelakaan, cidera. Sedangkan
Kesehatan itu bisa diantisipasi biar ga terkena penyakit yang diakibatkan pada saat bekerja.

Ada lima urutan dalam pengendalian risiko dalam K3. Diantaranya adalah :

1. Eliminasi
Seperti namanya, eliminasi adalah pengendalian risiko K3 untuk mengeliminir atau
menghilangkan suatu bahaya. Misalnya saja ketika di tempat kerja kita melihat ada oli yang
tumpah atau berceceran maka sesegera mungkin kita hilangkan sumber bahaya ini. Eliminasi
merupakan puncak tertinggi dalam pengendalian risiko dalam K3. Karena apabila bahaya
sudah dihilangkan maka sangat kecil kemungkinan akan mengancam pekerja.

Hierarki pengendalian risiko ini adalah yang paling utama. Sebab, dengan menghilangkan
risiko kecelakaan maka sangat mungkin kecelakaan tidak akan terjadi kembali. Oleh karena
itu, kita perlu melakukan eliminasi.

Studi kasus eliminasi:

Anda adalah seorang safety officer. Saat itu, Anda melihat mesin tua yang dijalankan dengan
tidak optimal. Padahal mesin tersebut berpotensi untuk meledak suatu saat. Maka cara paling
ampuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menghilangkan mesin tersebut dari
jangkauan lalu kita harus membeli mesin yang baru. Dalam hal ini sumber bahaya telah
tereliminasi.

2. Substitusi
Substitusi adalah metode pengendalian risiko yang berfokus pada penggantian suatu alat atau
mesin atau barang yang memiliki bahaya dengan yang tidak memiliki bahaya. Contoh
kasusnya adalah pada mesin diesel yang terdapat kebisingan tinggi, maka sebaiknya kita
mengganti mesin tersebut dengan yang memiliki suara lebih kecil agar tidak menimbulkan
bahaya kebisingan berlebih. Substitusi dilakukan apabila proses eliminasi sudah tidak bisa
dilakukan.

Studi Kasus substitusi :

Masih dalam kasus yang sama, anggap saja Anda melihat ada mesin yang berbahaya jika
terus beroperasi. Akan tetapi, untuk mengganti mesin tersebut perusahaaan tidak memiliki
dana karena harganya mahal. Padahal mesin tersebut rusak pada bagian tangki minyaknya
yang suatu saat jika terjadi kebocoran bisa akibatkan kebakaran. Sebagai safety officer, Anda
harus tahu langkah selanjutnya jika proses eliminasi tidak bisa dijalankan yaitu substitusi. 

Tangki minyak bisa Anda ganti dengan tangki yang baru tanpa harus mengganti semua
elemen mesin secara keseluruhan. Dengan begitu, bahaya jadi lebih terorganisir. Akan tetapi,
dahulukanlah mengganti keseluruhan mesin.

3. Engineering control 
Engineering control adalah proses pengendalian risiko dengan merekayasa suatu alat atau
bahan dengan tujuan mengendalikan bahayanya. Engineering control kita lakukan apabila
proses substitusi tidak bisa dilakukan. Biasanya terkendala dari segi biaya untuk penggantian
alat dan bahan oleh karena itu, kita melakukan proses rekayasa engineering. Contoh kasusnya
adalah ketika di tempat kerja ada mesin diesel yang memiliki suara bising. Akan tetapi, kita
tidak bisa menggantinya dengan yang lain maka kita harus memodifikasi sedemikian rupa
agar suara tidak keluar secara berlebihan.

Studi Kasus Engineering Control:

Masih membahas yang tadi, yaitu kasus mesin yang tangkinya bocor. Anggaplah perusahaan
Anda sedang collapse dan tidak punya dana untuk mengganti tangki tersebut, sebagai orang
K3 jangan diam berpangku tangan dan membiarkan hal tersebut terjadi. Anda bisa melakukan
engineering control yaitu dengan menambal bagian yang bocor tersebut dengan bantuan
teknisi las.  Dengan menambal bagian tersebut, kebocoran bisa teratasi secara sementara.

4. Administrasi
Langkah ini adalah terkait dengan proses non teknis dalam suatu pekerjaan dengan tujuan
menghilangkan bahaya. Proses non teknis ini diantaranya seperti pembuatan prosedur kerja,
pembuatan aturan kerja, pelatihan kerja, penentuan durasi kerja, penempatan tanda bahaya,
penentuan label, pemasangan rambu dan juga poster. Contoh kasusnya adalah apabila di
tempat kerja ada mesin diesel yang mengeluarkan kebisingan berlebih dan sudah tidak bisa
direkaya secara teknis maka langkah yang harus dilakukan adalah pembatasan jam kerja,
pembuatan prosedur, pemasangan tanda bahaya dan lain sebagainya. Dengan tujuan, pekerja
tidak berlebihan terpapar kebisingan.

Studi Kasus Administrasi:

Nah, langkah selanjutnya adalah dengan memberikan sentuhan administrasi pada bahaya.
Anda bisa membuat sign atau rambu-rambu pada mesin tersebut agar tidak digunakan lebih
dari sekian jam atau tidak boleh lebih dari batas normal. Anda juga harus membuat SOP agar
pekerja tahu kapan harus mengecek secara berkala mesin tersebut.

5. APD 
APD atau alat pelindung diri adalah hierarki pengendalian risiko terakhir dalam K3.
Pengendalian ini banyak digunakan karena sederhana dan murah. Akan tetapi, proteksi yang
diberikan tidak sebaik langkah di atas. APD tidak menghilangkan sumber bahaya sehingga
proteksi yang diberikan tergantung dari individu masing-masing yang memakai. Contoh APD
adalah helm, earmuff, safety gloves dan lainnya.

Studi Kasus APD :

Langkah terakhir adalah dengan selalu menggunakan APD. Tapi jangan jadikan APD sebagai
prioritas pengendalian masalah. Anda harus benar-benar memprioritaskan hierarki di atas
sebelum menggunakan APD. Karena APD tidak benar-benar menghilangkan bahaya

Anda mungkin juga menyukai