Anda di halaman 1dari 78

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES

TOURNAMENT (TGT) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS X


MATA PELAJARAN DASAR LISTRIK DAN ELEKTRONIKA
PROGRAM KEAHLIANTEKNIK INSTALASI TENAGA
LISTRIK SMK N 1 PERCUT SEI TUAN
2019/2020

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Teknik Elektro

Oleh

FITRI ARIYATI
NIM. 5163331010

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2020
ABSTRAK

FITRI ARIYATI,NIM 5163331010.Pengaruh Model Pembelajaran Tipe Team


Games Toirnament (TGT) Terhadap Hasil Belajar Dasar Listrik dan Elektronika
siswa kelas X Program Keahlian Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMKN 1 Percut
Sei Tuan 2019/2020. Skripsi, Pendidikan Teknik Elektro, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan. Medan: FT Unimed 2020.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Model Pembelajaran


Tipe Team Games Toirnament (TGT )terhadap hasil belajar Dasar Listrik dan
Elektronika. Penelitian ini akan dilakukan di SMK N 1 Percut Sei Tuan. Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa kelas X TITL SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan
yang mengikuti mata pelajaran Dasar Listrik Elektronika, yaitu terdiri dari 2 kelas.
Sampel dalam penelitian yaitu dimana kelas X TITL 1 sebagai kelas Team Games
Toirnament (TGT) (kelas yang diberi perlakuan dengan menggunakan
pembelajaran Tipe Team Games Tournament (TGT) yang berjumlah 34 orang
siswa serta kelas X TITL 2 sebagai kelas Inquiry kelas yang diberi perlakuan
dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry yang berjumlah 34 orang
siswa.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah model
pembelajaran Team Games Tournament (TGT). Teknik pengumpulan data
disaring dengan menggunakan tes dan observasi. Teknik analisis data yang
digunakan adalah validitas test, indeks kesukaran soal, reliabilitas test, pengolahan
data, dan teknik analisis data. Hasil penelitian menunjukkan hasil belajar kognitif
dasar listrik dan elektronika yang diajar berdasarkan model pembelajaran Team
Games Tournament (TGT) lebih tinggi memiliki skor rata-rata 82,35 dari siswa
yang diajar berdasarkan model Inquiry memiliki skor rata-rata 73,08 Secara
statistik dengan menggunakan uji-t dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa
yang diajar dengan dengan menggunakan model pembelajaran Team Games
Toirnament (TGT) lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang di
ajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry pada mata pelajaran
Dasar Listrik Elektronika di Kelas X TITL SMK N 1 Percut Sei Tuan 2019/2020,
hal ini dinuktikan dari hasil pengujian hipotesis dimana thitung> ttabel yaitu 4,33 >
1,668.

Kata Kunci : Team Games Tournament (TGT), Inquiry dan Hasil Belajar
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan usaha untuk memimpin anak-anak dalam

perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan. Pendidikan memiliki

peran penting dalam menentukan perkembangan dan perwujudan individu,

masyarakat dan perkembangan suatu bangsa dan negara. Sebagaimana yang

termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Pasal 1

ayat (1) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kemajuan suatu bangsa memiliki

hubungan yang kuat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada serta didik

dan masyarakat melalui lembaga pendidikan maupun lembaga nonpendidikan.

Salah satu lembaga yang menangani pendidikan adalah Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK). Pendidikan menengah kejuruan adalah

pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan

pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan

tertentu (Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1990). Tujuan pendidikan

menengah kejuruan menurut undang-undang Nomor 20 tahun 2003,

terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan khusus

pendidikan menengah kejuruan adalah : 1) Menyiapkan peserta didik agar

1
menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan

pekerjaan yang ada sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan

kompetensi dalam program keahlian yang diilihnya; 2) Menyiapkan

peserta didik agar mampu memilih karir , ulet dan gigih dalam

berkompetensi, beradaptasi dilingkungan kerja dan mengembangkan sikap

profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya; 3) Membekali

peserta didik dengan ilmu pengetahuan teknologi dan seni agar mampu

mengembangkan diri di kemudian hari baik secara mandiri maupun

melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan 4) Membekali peserta

didik dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan program

keahlian yang dipilih.

SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan merupakan sekolah yang

mempersiapkan siswanya agar siap di dunia kerja dibidangnya masing-

masing. Salah satu program keahlian yang ada disekolah ini adalah Teknik

Instalasi Tenaga Listrik. Dasar listrik dan elektronika merupakan salah

satu mata pelajaran produktif yang diajarkan di kelas X teknik instalasi

tenaga listrik SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan. Mata Pelajaran tersebut

mamiliki beberapa kompetensi dasar, diantaranya adalah menganalisis

rangkaian RLC.

Berdasarkan hasil observasi di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan

mata pelajaran dasar listrik dan elektronika dikenal sebagai salah satu mata

pelajaran yang kurang diminati siswa. Pelajaran tersebut dianggap sebagai

pelajaran yang sulit dan rumit. Hal ini terlihat dari aktivitas siswa selama
proses pembelajaran ada yang bermain hp, mengobrol, mengganggu teman

dan lain-lain, banyak siswa yang terlihat tidak bersemangat dan tidak aktif

dalam mengikuti pelajaran, sehingga nilai pada mata pelajaran tersebut

tergolong rendah. Salah satu faktor penyebab nya adalah model

pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang bervariasi sehingga

kurang minat siswa untuk belajar dasar listrik dan elektronika.

Adanya permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran

mempengaruhi hasil belajar siswa pada mata peljaran dasar listrik dan

elektronika. Beradasarkan wawancara yang dilakukan diperoleh informasi

bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran dasar listrik dan elektronika

di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan tergolong rendah dan kurang

memuaskan. Program keahlian teknik instalasi tenaga listrik kelas X di

SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan terdiri atas dua kelas yaitu X TITL1 dan

TITL2 dengan jumlah siswa masing-masing kelas 34 orang. Dilihat dari

data yang telah diperoleh bahwa di kelas X TITL1 jumlah siswa yang

memperoleh nilai diatas KKM hanya 10 orang dan di kelas TITL2 hanya 8

orang. Adapun kriteria ketuntasan minimal (KKM) di SMK Negeri 1

Percut Sei Tuan adalah 75.

Banyak komponen yang saling terkait yang harus diperdayakan

saat proses pembelajaran, seperti halnya model pembelajaran, media

pembelajaran dan fasilitas sekolah. Upaya seorang guru dalam

menerapkan model pembelajaran yang tepat sering kali mempegaruhi

keefektifan proses pembelajaran. Model pembelajaran merupakan salah


satu faktor yang sangat mempengaruhi hasil belajar. Model pembelajaran

harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat

mengembangkan kecerdasan secara optimal.

Model pembelajaran yang digunakan pada mata pelajaran dasar

listrik dan elektronika berbeda-beda pada setiap model atau kompetensi

dasar, dimana model pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi

materi yang di pelajari. Khusus untuk kompetensi dasar menganalisis

rangkain dasar listrik dan elektronika guru menggunakan model

pembelajaran inquiry. Model pembelajaran ini sulit membentuk kelompok

yang solid penilaian terhadap siswa pun individual menjadi sulit karena

tersembunyi di dalam kelompok. Pembelajaran inquiri menekan kan

kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan

secara langsung. Peran siswa dalam pembelajaran ini adalah mencari dan

menemukan sendiri materi pelajarann, sedangkan guru berperan sebagai

fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. Model pembelajaran

inquiry memiliki kekuragan yaitu memerlukan waktu yang panjang

sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah

ditentukan dan hanya dapat dilakukan untuk mata pelajaran tertentu.

Mengatasi hal tersebut, maka penulis ingin melihat bagaimana

model pembelajaran kooperatif Tipe Games Tournament (TGT)terhadap

hasil belajar siswa pada mata pelajaran dasar listrik dan elektronika.

Menurut Trianti (2009:83) menyatakan bahwa TGT dapat digunakan

dalam berbagai macam mata pelajaran, dan ilmu-ilmu eksak, ilmu-ilmu


sosial maupun bahasa dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan

tinggi, TGT sangat cocok untuk mengajar tujuan pembelajaran yang

dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar. Meski demikian

TGT juga dapat diadaptasi untuk digunakann dengan tujuan yang

dirumuskan dengan kurang tajam dengan menggunakan penilaian yang

bersifat terbuka misalnya esai atau kinerja.

Model pembelajaran TGT siswa dibagi atas beberapa kelompok

yang terdiri dari 4 sampai 5 orang. Siswa memaikan permainan dengan

anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing.

Kelas X teknik instalasi tenaga listrik yang terdiri dari 34 orang siswa akan

dibagi menjadi 5 orang perkelompok sehingga berjumlah 6 kelompok.

Jumlah ini dapat dibuat menjadi sekali praktek tanpa membagi siswa.

Penyajian materi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe TGT yang melibatkan siswa aktif dalam belajar dan bermain bersama

kelompoknya diharapkan mampu memberikan sumbangan pada

peningkatan motivasi siswa agar lebih bersemangat dan berminat dalam

hasil belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu,

diharapkan dengan model TGT seluruh siswa dapat memahami materi

dengan baik, dan melakukan praktek dengan baik karena model TGT tidak

hanya baik digunakan dalam teori namun juga dalam praktek.

Beberapa hasil penelitian yang relevan dilakukan sebelumnya guna

untuk mendukung penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Eko

Sunarya (2017) dengan menerapkan model pembelajaran Teams Games


Tournament (TGT) pada mata pelajaran menggunakan alat ukur di kelas X

SMK Putra Anda Binjai menyimpulkan bahwa ada pengaruh hasil belajar

menggunakan alat ukur siswa yang diajar dengan menggunakan model

pembelajaran Teams Games and Tournament (TGT) pada siswa kelas X

SMK Putra Anda Binjai dengan persentase peningkatan sebesar 26,92%.

Penelitian yang dilakukan oleh Indra Maulana (2015) dengan judul

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teams Games and Tournament

Terhadap Hasil Belajar Menerapkan Rangkaian Kemagnetan Pada

Rangkaian Kelistrikan Kelas X Audio Video SMK Negeri 1 Lubuk Pakam

memberikan kesimpulan bahwa hasil belajar siswa yang diajarkan dengan

model pembelajaran kooeratif TGT lebih tinggi sebesar 31% dengan rata-

rata 86,56 dari model pembelajaran ekspositori sebesar 12% dengan rata-

rata 66,71. Dan penelitian yang dilakukan oleh Susmayanti Siregar (2017)

yang melihat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap

hasil belajar siswa pada mata pelajaran Dasar Pengukuran Listrik Siswa

Kelas X TITL SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan menyimpulkan bahwa hasil

belajar mendeskripsikan elemen pasif dalam rangkaian listrik arus searah

menggunakan model pembelajaran Teams Games and Tornament lebih

tinggi (29,09) daripada hasil belajar siswa dengan menggunakan model

pembelajaran konvensional (26,84).

Pembelajaran yang inovatif dan kreatif dapat menumbuhkan

semangat belajar dan memperkuat daya ingat siswa terhadap materi yang

di pelajari. Usaha guru untuk mencapai tujuan pembelajaran antara lain


memilih model yang tepat, sesuai materi dan menunjang terciptanya

kegiatan belajar mengajar yang kondusif. Tiap model memiliki

karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing-

masing. Suatu model mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok

bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak tepat

untuk situasi yang lain. Demikian pula suatu model yang dianggap baik

untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan oleh guru tertentu,

terkadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain. Berdasarkan

pemikiran diatas diharapkan pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif Teams Games and Tournament (TGT) dapat

meningkatkan hasil belajar siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan,

maka dapat di identifikasikan masalah-masalah yang berkenaan dengan

penelitian ini, sebagai berikut:

1. Rendahnya hasil belajar siswa dikarenakan minat dan kemauan belajar

siswa yang masih rendah.

2. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang efektif sehingga

kurang minat siswa untuk belajar dasar listrik dan elektronika.

3. Model pembelajaran inquiry memerlukan waktu yang panjang sehingga

sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan


4. Pembelajaran yang terjadi di dalam kelas belum menggunakan model

pembelajaran kooperatif

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar penelitian yang akan

dikaji lebih terarah maka masalah-masalah tersebut penulis batasi sebagai

berikut :

1. Hasil belajar yang diteliti adalah bidang kognitif dan psikomotorik.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan

batasan masalah, maka masalah penelitian ini dapat di rumuskan sebagai

berikut :

1. Bagaimana hasil belajar DLE pada siswa yang diajar dengan model

pembelajaran inquiry di kelas X TITL SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan?

2. Bagaimana hasil belajar DLE pada siswa yang diajar dengan model

pembelajaran tipe TGT (Teams Games and Tournament) di kelas X TITL

SMKNegeri 1 Percut Sei Tuan ?


3. Apakah hasil belajar mata pelajaran Dasar Listrik Elektronika yang diajar

dengan model model pembelajaran Cooperative Learning tipe TGT

(Teams Games and Tournament) lebih tinggi dari hasil belajar yang

diajar dengan model pembelajaran Inquiry pada siswa kelas X di SMK N

1 PercutSei Tuan?

E. Tujuan Penelitian

Adapuntujuanyang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hasil belajar DLE pada siswa yang diajar dengan model

pembelajaran inquiry di kelas X TITL SMKNegeri 1 Percut Sei Tuan.

2. Untuk mengetahui hasil belajar DLE pada siswa yang diajar dengan model

pembelajaran tipe TGT (Teams Games and Tournament) di kelas X TITL

SMKNegeri 1 Percut Sei Tuan.

3. Mengetahui perbedaan model pembelajaran Cooperative Learning tipe TGT

(Teams Games and Tournament) dengan model pembelajaran Inquiry

terhadap hasil belajar mata pelajaran Dasar Listrik Elektronika di kelas X

TITL SMKNegeri 1 Percut Sei Tuan.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah :


1. Menambah pengetahuan tentang teori-teori yang berkaitan dengan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Games and Tournament)terhadap

hasil belajar siswa.

2. Diharapkan model pembelajaran dapat direkomendasikan sebagai inovasi

dalam dunia pendidikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas

dan dapat disosialisasikan untuk proses pembelajaran pada mata pelajaran

lain.

Manfaat penelitian ini secara praktis adalah :

1. Dapat membantu siswa dalam memahami materi pelajaran Dasar Listrik

Dan Elektronika dengan pembelajaran yang interaktif, menarik dan

menyenangkan bagi setiap siswa yang pada akhirnya dapat

meningkatkanhasil belajar.

2. Sebagai informasi bagi guru SMK sehigga dapat dijadikan sebagai bahan

untuk merencanakan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif

tipe TGT (Team Games and Tournament)dalam meningkatkan hasil belajar

siswa.
11
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teoritis

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil dari pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya

(Slameto, 2013: 2). Menurut Rusman (2016: 1) mengatakan bahwa belajar

merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu. Selanjutnya,

menurut Sanjaya (2006:57) belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Lebih

lanjut lagi, Sanjaya (2006:110) mengemukakan, bahwa proses belajar adalah

terus-menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding kelas,

oleh karena itu belajar bisa kapan saja dan dimana saja. Hal ini dipertegas oleh

Trianto (2013: 9) yang mengatakan, bahwa belajar adalah adanya perubahan

tingkah laku karena adanya suatu pengalaman. Perubahan tingkah laku tersebut

dapat berupa perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pemahaman

dan apresiasi. Pengalaman dalam proses belajar adalah bentuk interaksi antara

individu dengan lingkungan.

Menurut Ngalim Purwanto (2013: 85) Belajar merupakan suatu perubahan

dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku

yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang

lebih buruk. Serta balajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan

10
11

atau pengalaman, dalam artiperubahan-perubahan yang disebabkan oleh

pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti

perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.

Menurut Dimyati & Mudjiono, (2013: 43) belajar merupakan hal yang

kompleks. Kompleks belajar ini dapat dipandang dari dua aspek, yaitu dari siswa

dan dari guru. Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa

mengalami proses mental dalam menghadapi bahan ajar. Dari segi guru proses

belajar tersebut tampak sebagai perilaku tentang suatu hal. Belajar merupakan

proses internal yang kompleks yang meliputi seluruh arah, yaitu kognitif, afektif

dan psikomotor.

2. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui

kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang

berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan tingkah laku yang relative

menetap. Anak yang berhasil belajar adalah anak yang hasil berhasil mencapai

tujuan-tujuan pembelajaran (Dimyanti dan Mudjono 2013 : 26).

Hasil belajar siswa sangat erat kaitan nya dengan rumusan tujuan

instruksional yang direncanakan guru sebelumnya. Hal ini dipengaruhi pula oleh

kemampuan guru sebagai perencana belajar mengajar. Untuk itu guru di tuntut

menguasai taksonomi hasil belajar yang selama ini dijadikan pedoman dan

perumusan tujuan instruksional yang tidak asing bagi setiap guru dimana pun ia

bertugas.
12

Senada dengan hal di atas, menurut pendapat Benjamin S. Bloom, dkk

dalam Dimyati dan Mudjiono (20013: 26)menerangkan, bahwa ada tiga ranah

(domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik (lebih dikenal

dengan Taksonomi Bloom). Taksonomi Bloom membagi sasaran hasil belajar

menjadi 3 ranah yaitu :

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir/nalar. Dalam

taksonomi Bloom dikenal 6 jenjang ranah kognitif yaitu:

(1) Pengetahuan, aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling mendasar.

Dengan pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat kembali

suatu objek, ide, prosedur, konsep, defenisi, nama, peristiwa, tahun, daftar,

rumus, teori, atau kesimpulan. Hendaknya diperhatikan bahwa ciri pokok

tingkatan ini ialah ingatan,

(2) Pemahaman, merupakan kegiatan mental intelektual yang

mengorganisasikan materi yang diketahui. Temuan-temuan yang didapat

dari mengetahui sepertii defenisi, informasi, peristiwa, fakta disusun

kembali dalam struktur kognitif yang ada,

(3) Penerapan, menggunakanpengetahuan untuk memecahkan masalah atau

menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari,

(4) Analisis, menentukan bagian bagain dari suatu masalah dan menunjukkan

hubungan antara bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu

peristiwa atau memberi argumen-argumen yang menyokong suatu

pernyataan,
13

(5) Sintesis, menggabungkan, meramu, atau merangkai berbagai informasi

menjadi satu kesimpulan atau menjadi suatu hal yang baru. Kemampuan

berpikir induktif merupakan ciri kemampuan ini,

(6) Evaluasi adalah jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif

dalamtaksonomi Bloom.Penilaian/Evaluasimerupakan kemampuan

seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau

ide, misalkan jika seseorang diharapkan dihadapkan pada beberapa pilihan

maka ia akan mampu memilih satu pilihan terbaik sesuai dengan patokan-

patokan atau kriteria yang ada.

b. Ranah afektif

Ranah afektif berkaitan dengan aspek-aspek emosional, seperti perasaan,

minat, sikap, perhatian, emosi, proses internalisasi diri dan pembentukan

karateristik diri, terdiri dari:

(1) Penerimaan, kepekaan seseorang dalam menerima dan kemudian

memberikan perhatian terhadap stimulus (rangsangan) dari luar yang

datang kepada dirinya,

(2) Respon, memberi aksi terhadap stimulus yaitu seseorang sudah memiliki

motivasi yang cukup sehingga ia bukan saja “mau memperhatikan”,

melainkan sudah memberikan respon,

(3) Penilaian, pada tahap ini sudah mulai timbul proses internalisasi untuk

memiliki dan menghayati nilai dari stimulus yang dihadapi,

(4) Pengorganisasian, pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya

menginternalisasikan satu nilai tertentu seperti pada tahap komitmen,


14

tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk disusun menjadi

satu sistem nilai,

(5) Karateristik, kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem

nilai. Kalau pada tahap pengorganisasian diatas sistem nilai sudah dapat

disusun, maka susunan itu belum konsisten didalam diri yang

bersangkutan, artinya mudah berubah-ubah sesuai situasi yang dihadapi.

c. Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor (keterampilan) berkaitan dengan aspek aspek

keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular

system) dan fungsi psikis yang terdiri dari:

(1) Kesiapan,yaitu yang berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri

tentang keterampilan tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk

melaporkan kehadirannya, mempersiapkan alat, menyesuaikan diri dengan

situasi, menjawab pertanyaan,

(2) Meniru, adalah kemampuan untuk melakukakn sesuai dengan contoh yang

diamatinya walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari

keterampilan itu, seperti anak yang baru belajar bahasa meniru kata kata

orang tanpa mengerti artinya,

(3) Membiasakan, yaitu seseorang dapat melakukan sesuatu keterampilan

tanpa harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya,

(4) Adaptasi, yaitu seseorang sudah mampu melakukan modifikasi untuk

disesuaikan dengan kebutuhan atau situasi tempat keterampilan itu

dilaksanakan,

(5) Menciptakan, dimana seseorang sudah mampu menciptakan suatu karya

sendiri.
15

3. Hakikat Hasil Belajar Dasar Listrik dan Elektronika

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa hasil belajar adalah nilai yang

dicapai seseorang berkat adanya usaha maksimal terhadap perubahan tingkah laku

yang mencakup bidang kognitig, afektif, psikomotorik dari interaksi belajar siswa

disekolah maupun di lingkungan. Hasil belajar biasanya dapat dilihat dari nilai

ulangan harian yang dilakukan setalah kompetensi mata pelajaran yang

disampaikan.

Adapun hakikat hasil belajar Dasar Listrik dan Elektronika adalah

kemampuan siswa untuk memahami hingga menganalisis rangkaian kelistrikan

dan elektronika yang diperoleh setelah menerima/mengikuti proses pembelajaran.

Dalam hal ini kompetensi dasar yang akan diajarkan dalam penelitian adalah

RLC.

4. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan

prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman mengajar untuk

mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang

pembelajaran dan guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas

pembelajaran. Model pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai perangkat

rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan

pembelajaran serta membimbing aktivitas belajar di kelas atau tempat-tempat

yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran, model pembelajaran dapat

diartikan sebagai blueprint yang dapat dipergunakan untuk membimbing guru di

dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran (Aunurrahman, 2011).


16

5. Model Pembelajaran Inquiry

A. Model Pembelajaran Inkuiry.

Sanjaya (2006:196), Metode pembelajaran Inkuiri menekankan kepada

proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung.

Peran siswa dalam metode ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi

pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa

untuk belajar. Metode pembelajaran inkuiry merupakan rangkaian kegiatan

pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk

mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan

siswa. Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang

berasal dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemukan.

B. Ciri-ciri Strategi Pembelajaran Inkuiri

1. Strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk

mencari dan menemukan.

2. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan

menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga

diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri {self belief).

3. Tujuan dari penggunaan metode pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan

kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan

kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.


17

C. Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri

1. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual

Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir.

Dengan demikian, metode pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil

belajar juga berorientasi pada proses belajar.

2. Prinsip Interaksi

Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik interaksi

antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara

siswa dengan lingkungan.

3. Prinsip Bertanya

Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi ini adalah guru

sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan

pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir.

4. Prinsip Belajar untuk Berpikir

Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah

proses berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan potensi

seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak

secara maksimal.

5. Prinsip Keterbukaan

Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai

kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas

guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa


18

mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran

hipotesis yang diajukannya.

D. Langkah-Langkah Pelaksanaan Metode Pembelajaran Inkuiri Secara umum

proses pembelajaran dengan menggunakan metode dapat mengikuti

langkahlangkah sebagai berikut:

1. Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim

pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar

siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Guru merangsang dan

Mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah.

2. Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu

persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah

persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu.

Dikatakan teka-teki dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan

masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban

yang tepat.

3. Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang

dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya.

Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memiliki

landasan berpikir yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu

bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat
19

dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan

pengalaman. Dengan demikian, setiap individu yang kurang mempunyai

wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis yang rasional dan logis.

4. Mengumpulkan Data

Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan

untuk menguji hipotesis yang diajukan. Tugas dan peran guru dalam tahapan

ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa

untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.

5. Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima

sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan

data. Dalam menguji hipotesis yang terpenting adalah mencari tingkat

keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan.

6. Merumuskan Kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang

diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.

E. Keunggulan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Inkuiry

Keunggulan metode pembelajaran inkuiry, diantaranya :

1. Metode ini merupakan metode pembelajaran yang menekankan kepada

pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang,

sehingga pembelajaran melalui metode ini dianggap lebih bermakna.

2. Metode ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan

gaya belajar mereka.


20

3. Metode ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan

psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan

tingkah laku berkat adanya pengalaman.

4. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan

siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang

memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang

lemah dalam belajar.

Di samping memiliki keunggulan, strategi ini juga mempunyai kelemahan,

di antaranya:

a. Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

b. Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan

kebiasaan siswa dalam belajar.

c. Memerlukan waktu yang panjang sehingga sering guru sulit

menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

6. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berasal dari kata “kooperatif” yang artinya

mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama

lain sebagai satu kelompok atau satu tim. Pembelajaran kooperatif adalah suatu

model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat

merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar (Isjoni 2013: 22).


21

Slavin (dalam Isjoni, 2013: 63) mengatakan pembejaran kooperatif telah

dikenal sejak lama, pada saat itu guru mendorong para siswa untuk kerja sama

dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti (peer teaching). Selain itu, alur proses

belajar mengajar tidak harus seperti lazimnya selama ini, guru terlalu

mendominasi proses belajar mengajar, segala informasi berasal dari guru, ternyata

siswa dapat juga saling belajar mengajar sesama mereka.

Menurut Isjoni, (2013: 17) mengemukakan pembelajaran koopeatif turut

menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Di dalam

pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil

yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri

dari 4-6 orang dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen

adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini

bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman

yang berbeda latar belakangnya.

Menurut Isjoni, (2013: 21) pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan

melibatkan pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan

dengan rekan-rekan kelompok kecil. Ia memerlukan siswa bertukar pendapat,

memberi tanya jawab sertamewujudkan dan membina proses penyelesaian kepada

suatu masalah. Kajian eksperimental dan deskriptif yang dijalankan mendukung

pendapat yang mengatakan pembelajaran kooperatif dapat memberikan hasil yang

positif kepada siswa-siswa. Menurut Isjoni, (2013: 26) menyebutkan

pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang

menentut diterapkannya pendekatan belajar yang siswa sentris, humanistik, dan


22

demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan

belajarnya. Dengan demikian, maka pembelajaran kooperatif mampu

membelajarkan diri dan kehidupan siswa baik di kelas atau sekolah. Lingkungan

belajarnya juga membina dan meningkatkan serta mengembangkan potensi diri

siswa sekaligus memberikan pelatihan hidup senyatanya. Jadi, pembelajaran

kooperatif dapat dirumuskan sebagai kegiatan pembelajaran kelompok yang

terarah, terpadu, efektif-efisien, ke arah mencari atau mengkaji sesuatu melalui

proses kerjasama dan saling membantu (sharing) sehingga tercapai proses dan

hasil belajar yang produktif (survive).

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut,

menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi,

mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, membimbing

kelompok-kelompok dan bekerja, evaluasi, memberikan penghargaan.

b. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2013: 75), pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen

yang berkaitan, antara lain :

a. Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran ini, guru menciptakan suasana yang mendorong siswa

untuk merasa saling membutuhkan atau yang biasa disebut dengan saling

ketergantungan positif.

b. Interaksi tatap muka

Pembelajaran ini dapat mengajarkan siswa saling bertatap muka sehingga

akan terjadi dialog. Dan percakapannya tidak di lakukan dengan guru akan

tetapi dengan teman sebaya.


23

c. Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.

Jadi, yang dimaksud dengan akuntabilitas individual adalah penilaian

kelompok yang didasarkan pada rata-rata penguasaan semua anggota secara

individual.

d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Keterampilan sosial dalam menjalin hubungan antar siswa. Siswa yang tidak

dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru

juga siswa teman sebayanya.

c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (2009: 101) ada beberapa tujuan pembelajaran kooperatif

yaitu :

a. Meningkatkan hasil belajar akademik

Meskipun pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan sosial,

tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas

akademik.Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam

membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.

b. Penerimaan terhadap keragaman

Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar

belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas

tugas-tugas bersama.
24

c. Pengembangan ketrampilan sosial

Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi untuk

saling berinteraksi dengan teman yang lain. Dalam pembelajaran ini

keterampilan social adalah bagaimana menjalin kerja sama.

d. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni, (2013: 16) mengemukakan bahwa unsur-unsur dasar

dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

a. Para siswa harus memiliki presepsi bahwa mereka ”tenggelam atau

berenang bersama”

b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik

lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam

mempelajari materi yang dihadapi.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang

sama.

d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para

anggota kelompok.

e. Para siswa diberikan satu evalusi atau penghargaan yang akan ikut

berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh

ketrampilan bekerja sama selama belajar.

g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual

materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.


25

e. Keuntungan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2013 : 75) keuntungan pembelajaran kooperatif adalah

sebagai berikut :

a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan,

informasi, perilaku sosial, dan cara pandang.

c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.

d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan

komitmen.

e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.

f. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.

g. Berbagi ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan

saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.

h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

i. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai

perspektif.

j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih

baik.

k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan

kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama

dan orientasi tugas.


26

f. .Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif


Fase – fase Perilaku guru
Fase 1 : Present goals and set Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik siap
mempersiapkan peserta didik belajar.
Fase 2 : Present information Mempresentasikan informasi kepada
Menyajikan informasi paserta didik secara verbal.
Fase 3 : Organize students into Memberikan penjelasan kepada
learning teams peserta didik tentang tata cara
Mengorganisir peserta didik ke pembentukan tim belajar dan
dalam tim-tim belajar membantu kelompok melakukan
transisi yang efisien.
Fase 4 : Assist team work and study Membantu tim-tim belajar selama
Membantu kerja tim dan belajar peserta didik mengerjakan tugasnya.
Fase 5 : Test on the materials Menguji pengetahuan peserta didik
Mengevaluasi mengenai berbagai materi
pembelajaran atau kelompok-
kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya.
Fase 6 : Provide recognition Mempersiapkan cara untuk mengakui
Memberikan pengakuan atau usaha dan prestasi individu maupun
penghargaan kelompok.

Selanjutnya dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi

model yang diterapkan, yaitu diantaranya:

1. Student Team Achievement Division (STAD)

Robert E. Slavin (2009: 142), STAD merupakan salah satu model

pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa dalam suatu kelas tertentu

dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4-6 orang, setiap kelompok haruslah

heterogen, terdiri dari laki/laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku,

memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah. Guru menyajikan pelajaran, dan

kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh

anggota tim menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis
27

tentang materi itu, pada waktu mengerjakan kuis, mereka tidak boleh saling

membantu.Skor siswa dibandingkan dengan rata-rata skor yang lalu mereka

sendiri, dan poin diberikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai atau

melampui kinerja yang lalu. Poin tiap anggota ini dijumlahkan untuk

mendapatkan skor tim dan tim yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi

sertifikat atau ganjaran yang lain.

2. Jigsaw

Robert. E. Slavin (2009: 236) penerapan jigsaw, siswa dibagi dalam

kelompok-kelompok kecil. Setiap kelompok terdiri atas empat sampai lima orang

yang berbeda tingkat kemampuan, ras, atau jenis kelaminnya. Masing-masing

anggota kelompok diberikan tugas untuk mempelajari topik tertentu dari materi

yang diajarkan.Mereka bertugas menjadi ahli pada topik yang menjadi bagiannya.

Setiap siswa dipertemukan dengan siswa dari kelompok lain yang menjadi ahli

pada topik yang sama. Mereka mendiskusikan topik yang menjadi bagiannya.Pada

tahap tersebut setiap ahli dibebaskan mengemukakan pendapatnya, saling

bertanya dan berdiskusi untuk menguasai bahan pelajaran.Setelah menguasai

materi yang menjadi bagiannya, para ahli tersebut kembali ke kelompoknya

masing-masing.Mereka bertugas mengajarkan topik tersebut kepada teman-teman

sekelompoknya. Kegiatan terakhir dari jigsaw adalah pemberian kuis atau

penilaian lain untuk seluruh topik. Penilaian dan penghargaan kelompok

didasarkan pada peningkatan nilai individu.

3. Group Investigasi (GI)

Robert E. Slavin (2009:214), metode investigasi kelompok sering

dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk
28

dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak

perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya

melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan

yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok

(group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok

umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5

hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen.Pembagian kelompok dapat

juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu

topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti

investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian

menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.

4. Think Pair Share (TPS)

Model pembelajaran ini tergolong tipe kooperatif dengan sintak, guru

menyajikan materi klasikal, memberikan persoalan kepada siswa dan siswa

bekerja kelompok dengan cara berpasangan (think-pairs), persentasi kelompok

(share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis

dan guru memberikan reward. Secara ringkas sintaks pembelajaran tipe TPS

yaitu: a), thingking (berpikir) b), pairing (berpasangan) dan c), sharing (berbagi).

Slavin (2009)

5. Team game Tournament (TGT)

Rober E. Slavin (2009: 163) pembelajaran kooperatif model TGT adalah

salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,

melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan
29

peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan. Aktivitas

belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model

TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan

tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

7. Model Pembelajaran Teams Game Tournament (TGT)

Slavin (2010) menyatakan bahwa TGT merupakan salah satu model

pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas

yang terdiri dari tiga sampai lima siswa yang heterogen baik dalam prestasi

akademik, jenis kelamin, ras, maupun etnis. Dalam TGT ini digunakan turnamen

akademik, dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan

anggota tim yang lain yang mencapai hasil atau prestasi serupa pada waktu lalu.

Menurut Slavin (2009), ada 5 komponen utama dalam TGT, yaitu:

1. Presentasi kelas

Slavin (2009) dalam presentase kelas guru memberikan materi secara garis

besar, menjelaskan langkah-langkah pembelajaran termasuk kompetensi apa saja

yang ingin dicapai dalam pembelajaran, membagi kelompok, menjelaskan rambu-

rambu permainan dan turnamen, serta memotivasi siswa dalam kerja kelompok

untuk menjadi pemenang dalam game dan turnamen.

2. Kerja kelompok

Menurut Robert E. Slavin (2009: 169) pada tahapan ini, kelas dibagi

menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang

anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademsik, jenis kelamin dan ras atau

etnik. Siswa mempunyai tugas untuk mempelajari materi pelajaran secara


30

berkelompok dengan menggunakan LKS yang telah disiapkan kemudian wakil

dari salah satu kelompok mempresentasikan hasil pengerjaan. Dalam kerja

kelompok siswa mendiskusikan materi yang diberikan bersama-sama untuk

mempersiapkan game dan turnamen. Setiap kelompok mempunyai tugas untuk

memahamkan anggotanya. Disini, siswa berbagi tugas satu sama lain serta saling

membantu sesama tim.

3. Permainan (Game)

Robert E. Slavin (2009)Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang

dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas

dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan

sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab

pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar

pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa

untuk turnamen mingguan.

4. Turnamen

Robert E. Slavin (2009: 166) turnamen biasanya diadakan pada akhir

minggu atau pada setiap selesai bab yang dibahas. Turnamen ini dibagi menjadi

beberapa meja turnamen.Meja 1 untuk siswa berkemampuan tinggi, meja 2 untuk

siswa berkemampuan sedang dan meja 3 untuk siswa berkemampuan

rendah.Dalam turnamen siswa pada kelompok belajar heterogen dibagi dalam

kelompok turnamen dengan kemampuan akademik yang homogen berisi 3-4

siswa.Dalam turnamen ini siswa melakukan pertandingan untuk mendapatkan

point. Guru menyediakan beberapa pertanyaan untuk dipertandingan.


31

Pertandingan dilakukan dengan cara siswa mengambil kartu secara acak. Nomor

yang ada pada kartu merupakan nomor pertanyaan yang harus dijawab.Apabila

siswa yang mengambil kartu dapat menjawab, maka dia harus menyimpan

kartunya untuk dihitung pada akhir turnamen. Apabila siswa yang mengambil

kartu tidak dapat menjawab, maka siswa yang lain dalam satu kelompok turnamen

boleh menantang untuk menjawabnya. Penantang yang menjawab dengan

jawaban yang benar akan menyimpan kartunya, sedang yang menjawab dengan

jawaban yang salah akan diambil 1 kartu yang telah dimiliki sebelumnya. Untuk

turnamen kedua begitu juga berikutnya dilakukan pergeseran tempat duduk pada

meja turnamen sesuai dengan sebutan penghargaan yang diberikan.

5. Penghargaan Kelompok

Setelah mengikuti turnamen, siswa-siswa kembali ke kelompok belajarnya

masing-masing dengan membawa nilai dari turnamen.Nilai kemudian

dijumlahkan, nilai ini merupakan nilai rata-rata kelompok belajar. Kelompok

belajar yang nilainya tinggi akan mendapatkan penghargaan. Penghargaan bisa

berupa pemberian ucapan selamat, pujian, sertifikat, gelar, maupun yang

lainnya.Pemberian penghargaan bertujuan untuk memotivasi siswa agar dapat

lebih sungguh-sungguh dalam belajar kelompok.

Tabel 2.2 Sintaks Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa


Tahap 1 Guru menyampaikan Mendengarkan
Menyampaikan tujuan semua tujuan penjelasan yang di
dan memotivasi siswa pembelajaran secara sampaikan guru dan
umum yang ingin di mencatat tujuan
capai dan memotivasi
siswa belajar
32

Tahap 2 Guru menyajikan materi Memperhatikan


Menyajikan materi pelajaran secara umum demonstrasi yang
pembelajaran kepada siswa dengan cara dilakukan guru dan
demonstarasi lewat bahan mempelajari LKS
bacaan / LKS
Tahap 3 Guru membagi siswa Bergabung dengan
Pembentukan kelompok menjadi kelompok secara kelompok yang telah
heterogen heterogen masing-masing dibagikan oleh guru
kelompok terdiri dari 4-5
orang
Tahap 4 Guru membagi siswa Bergabung dengan
Tournament kedalam beberapa meja kelompok yang telah
tournament dibagikan oleh guru
Tahap 5 Guru membagi soal-soal Masing-masing
Evaluasi tournament kepada kelompok mengerjakan
masing-masing kelompok soal tournament dan
tournament dalam mengerjakan soal
tidak boleh saling
membantu
Tahap 6 Guru memberikan Mendengarkan nama-
Penghargaan kelompok penghargaan kepada nama kelompok yang
setiap kelompok yang berhak mendapatkan
memiliki point tinggi penghargaan

Sumber : Sintaks Pembelajaran Model Pembelajaran Teams Games


Tournament Shoimin (2014:205-207)

Adapun kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran turnamen

diantaranya:

Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah:

a. Siswa lebih aktif saat proses belajar mengajar berlangsung

b. Siswa akan lebih menguasai materi yang diberikan

c. Terjalin komunikasi yang baik antar sesama siswa

d. Pembelajaran lebih jelas dan menarik

e. Meningkatkan kualitas mengajar


33

Kekurangan pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah:

a. Sulit mengetahui secara langsung apakah siswa dapat menyelesaikan

permasalahan secara intelektual

b. Dibutuhkan waktu yang lama pada saat proses berlangsung

c. Setiap pembagian kelompok biasanya ribut jika tidak dikondisikan dengan

baik.

a. Aturan atau skenario Permainan

Robert E. Slavin (2009) aturan atau skenario permainan yaitu dalam satu

permainan terdiri dari kelompok pembaca, kelompok penantang I, kelompok

penantang II, dan seterusnya sejumlah kelompok yang ada. Aturan Permainannya:

1. Masing-masing pemain mengambil kartu dari tumpukan. Pemain yang

memiliki nomor kartu terbesar mendapat giliran pertama. Kemudian seluruh

kartu dikumpulkan dan dikocok.

2. Masing-masing pemain secara berurutan mengambil kartu di atas tumpukan.

Kemudian seluruh kartu dibalikkan dan pertanyaan yang ada dibaca dengan

suara nyaring.

3. Apabila pemain tersebut menjawab pertanyaan, ia dapat menantang kepada

penantang lain untuk menanggapi jawabannya. Jika ada penantang, maka ia

memberikan tanggapannya.

Kemudian jawaban dilihat:

a. Jika penantang memberikan jawaban yang benar, maka ia dapat menyimpan

kartu tersebut.
34

b. Jika jawaban penantang salah, maka ia harus menyerahkan kartu yang

dimenangkannya (jika ada), dan ditempatkan di bawah tumpukan,

sedangkan kartu permainan dipegang oleh pemain.

c. Jika keduanya salah, kartu ditempatkan di bawah tumpukan.

4. Apabila pemain tersebut mengatakan bahwa dia tidak tahu dengan jawabannya,

maka diberikan kesempatan kepada siswa lain untuk menjawab. Jika tidak ada

seorang pun yang menjawab kartu diletakkan ke bawah tumpukan.

5. Kegitan ini dilakukan secar bergiliran (games ruler).

Pembaca

Penantang II Penantang I

Gambar 2.1 Game Rulers


Robert E. Slavin (2009: 173)

6. Permainan berakhir ketika tumpukan kartu telah habis.

b. .Sistem Perhitungan Poin Turnamen

1. Skor pemain dihitung dengan menjumlahkan kartu yang dimiliki tiap anggota.

Pemain yang memiliki kartu terbanyak adalah pemenang.

2. Skor tim dihitung dengan menjumlahkan kartu yang dimiliki tiap anggota. Tim

dengan skor tertinggi adalah pemenang dari permainan tersebut.


35

B. Penelitian yang Relevan

Di bawah ini akan diajukan beberapa hasil penelitian yang relevan dengan

penelitian ini, diantaranya adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2015) dengan kesimpulan bahwa

hasil belajar siswa yang akan diajarkan dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi dari model pembelajaran

ekspositori yang diterapkan pada mata pelajaran menerapkan Rangkaian

Kemagnetan Pada Rangkaian Kelistrikan Kelas X Audio Video SMK

Negeri 1 Lubuk Pakam

2. Penelitian yang dilaksanakan oleh Eko Sunarya (2017) dari Universitas

Negeri Medan dengan judul : Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe TGT Pada Pembelajaran Menggunakan Alat Ukur Kelas X Di SMK

Putra Anda Binjai, menunjukkan bahwa hasil belajar teori dasar elektronika

pada siswa kelas X teknik audio vidio yang diajarkan dengan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dibandingkan dengan model

pembelajaran konvensional.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Susmayanti Siregar (2017) yang

menunjukkan keefektifan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT

pada siswa kelas X Menggunakan Hasil dan sikap peserta didik kelas X

SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan, yang hasilnya bahwa menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih efektif dari pada model

pembelajaran konvensional ditinjau dari peningkatan hasil belajar kognitif

dan sikap peserta didik .


36

C. Kerangka Berfikir

Pada kerangka berfikir ini peneliti akan mendeskripsikan sebuah kerangka

berfikir agar penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan dapat menghasilkan

penelitian yang sesuai dengan apa yang peneliti inginkan.

1. Hasil belajar dasar listrik dan elektronika dengan model pembelajaran

kooperatif Teams Games Tournament (TGT).

Untuk meningkatkan hasil belajar dasar listrik dan elektronika perlunya

model pembelajaran yang dapat meningkatkan peran aktif kegiatan siswa.

Model pembelajaran yang tepat adalah model pembelajaran yang

mengutamakan adanya kerja siswa antar siswa dengan kelompok untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan mudah dicapai

dengan apabila siswa termotivasi dan aktif dalam belajar. Guru dapat

menciptakan suatu lingkungan kelas yang baru tempat siswa secara rutin

dapat saling membantu satu sama lain guna menuntaskan bahan ajar pada

akademiknya.

Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) membuat siswa

dalam kelompok sehingga memberi keuntungan baik pada kelompoknya.

Siswa tidak terlalu bergantung kepada guru dan akan menambahkan rasa

kepercayaan dengan kemampuan diri untuk berfikir mandiri, menemukan

informasi dari berbagai sumber dan belajar bersama siswa lainnya.

2. Hasil belajar dasar listrik dan elektronika dengan model pembelajaran

inquiry.
37

Model pembelajaran inquiry dengan tahapan yang diawali dengan tahap

orientasi sebagai langkah untuk menjelaskan tujuan pembelajaran

sekaligus membangkitkan motivasi siswa dalam belajar hingga tahap

penarikan kesimpulan. Keselurahan tahapan tersebut dilakukan oleh siswa

sehingga dapat mendorong pengalaman belajar yang dapat

membangkitkan motivasi bagi siswa untuk menguasai materi. Penguaaan

materi tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan hasil belajar

siswa.

Terdapat pada setiap proses pembelajaran dari suatu model pembelajaran

dapat ditentukan model pembelajaran manakah yang akan memberi pengaruh baik

terhadap hasil belajar pada suatu mata pelajaran tertentu. Model pembelajaran

Team Games Tournament (TGT) membuat siswa menjadi lebih aktif dan berfikir

mandiri dan memikirkan materi yang akan dipelajarai. Sedangkan model inquiry

merupakan kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara

kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu

masalah yang dipertanyakan. Jika model pembelajaran inquiry digunakan sebagai

model pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan

siswa.Model ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena itu terbentur

dengan kebiasaan siswa dalam belajar.

Berdasarkan uraian di atas, maka diduga bahwa penggunaan model

pembelajaran kooperatiftipe team games tournament akan meningkatkan hasil

belajar siswa yang lebih baik bila dibandingkan dengan pembelajaran inquiry

pada mata pelajaran Dasar Listrik dan Elektronika.


38

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis penelitian yaitu:

Ha : Hasil belajar siswa pada kompetensi dasar menerapkan hukum-hukum

rangkaian listrik arus bolak balik, menerapan hukum-hukum dan

fenomena rangkaian kemagnetan dan menganalisis spesifikasi piranti-

piranti elektronika daya dalam rangkaian elektronik, dengan menggunakan

model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) lebih tinggi dari

hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan yang

beralamat di Jalan Kolam Nomor 3 Medan Estate Kecamatan Percut Sei Tuan

pada kelas X TITL1 dan X TITL2Teknik Instalasi Tenaga Listrik semester genap

tahun ajaran 2019/2020.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan subyek penelitian yang darinya dapat

diperoleh data penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X

Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan pada semester II

tahun ajaran 2019/2020 yang terdiri dari 2 kelas dengan jumlah 68 orang dengan

rincian kelas X TITL1 terdiri dari 34 siswa dan kelas X TITL2 yang terdiri dari 34

siswa.

2. Sampel Penelitian

Sampel diambil dari 2 kelas. Penentuan kelas eksperiment dan kelas

kontrol dilakukan dengan menggunakan undian sederhana. Pertama peneliti

menyiapkan kertas yang bertuliskan “eksperiment” dan “kontrol” kemudian kertas

tersebut digulung. Kemudian peneliti memanggil ketua kelas dari dua kelas

tersebut dan ketua kelas mengambil salah satu kertas undian yang telah disiapkan.

Ketua kelas yang mendapatkan kertas dengan tulisan “eksperiment” menjadi kelas

39
40

eksperiment, dan yang mendapatkan kertas dengan tulisan “kontrol” menjadi

kelas kontrol. Berdasarkan hasil undian tersebut, diperoleh kelas X TITL1

dijadikan sebagai kelas eksperiment yaitu kelas yang diberi perlakuan dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan kelas X TITL 2

dijadikan kelas kontrol yaitu kelas yang diberi perlakuan dengan menggunakan

model pembelajaran inquiry. Setiap kelompok kelas tidak ada pembedaan atau

tidak ada kelas unggulan sehingga siswa mempunya karakteristik yang sama baik

dari segi umur mampun kemampuan.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu variabel bebas dan

variabel terikat.Variabel bebas adalah yang dapat dimanipulasi atau dapat

dijadikan sebagai bentuk perlakuan, sedangkan variabel terikat adalah hasil akibat

dari pengaruh variabel bebas. Dalam penelitian ini dapat dijelaskan bahwa :

Variabel bebas (X) : Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran

tipe TGT (Teams Games and Tournament) dan model

pembelajaran inquiry.

Variabel terikat (Y) : Hasil belajar siswa pada mata pelajaran Dasar Listrik dan

Elektronika

D. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimendimana peneliti berusaha

untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games

Tournament (TGT) terhadap hasil belajar dasar listrik dan elektronika pada siswa
41

kelas X teknik instalasi tenaga listrik kompetensi melakukan pengukuran

rangkaian listrik arus bolak balik. Jenis penelitian yang digunakan adalah Quasi

Eksperimental dengan model Posttest Only Non Equivalent Control Group

Design. Dalam design ini terdapat 2 kelompok yaitu kelas eksperiment dan kelas

kontrol. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi diperoleh

informasi bahwa SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan tidak memisahkan kelas siswa

berdasarkan tingkat akademiknya (tidak terdapat kelas unggulan).

Pada kelas eksperimen diberlakukan pembelajaran menggunakan model

pembelajaran Teams Games and Tournament(TGT) dan kelas kontrol

menggunakan model pembelajaran konvensional. Akhir eksperimen ini

diharapkan akan mendapat informasi tentang perbedaan hasil belajar pada

Kompetensi Dasar Dan Pengukuran Listrik di Kelas X Teknik Instalasi Tenaga

Listrik di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan Tahun Ajaran 2019/2020.

Tabel 3.1.Rancangan Penelitian

Kelompok Perlakuan Post test


Eksperimen X Y1
Kontrol - Y2

Keterangan :

X : Pembelajaran dengan Teams Games and Tournament

Y1 : hasil posttest kelas eksperimen

Y2 : hasil postest kelas kontrol


42

E. Definisi Operasional

1. Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)

Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah merupakan

mode adalah model pembelajaran kelompok, dimana siswa-siswa dikelompokan

dalam tim belajar yang terdiri dari empat sampai 6 orang siswa secara heterogen.

Tim belajar dibentuk oleh guru dengan melihat kemampuan siswa. Dalam

pembelajaran ini para siswa berlomba sebagai wakil dari tim mereka dengan

anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka.

Dengan model ini diharapkan akan adanya interaksi antar semua kelompok, antara

kelompok dengan kelompok, dan antara siswa dengan guru. Sebelum pelaksanaan

pembelajaran, guru menekan kan kepada siswa bahwa keberhasilan kelompoknya

akan di tentukan oleh setiap anggota kelompok dan kelompok yang memperoleh

skor paling tinggi akan memperoleh penghargaan. Dengan begitu siswa

diharapkan saling bekerja sama dan bertanggung jawab terhadap kelompoknya.

2.Model Pembelajaran Inquiry

Model pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang

menekan kan pada proses berfikir secara kristis dan analisis untuk mencari dan

menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang di pertanyakan.

Pembelajaran inquiry banyak dipengaruhi oleh aliran belajar kognitif, menurut

aliran ini belajar pada hakikat nya adalah proses mental dan proses berfikir

dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki setiap individu secara optimal.
43

3. Hasil Belajar Dasar Listrik dan Elektronika

Hasil belajar dasar listrik dan elektronika merupakan gambaran dari

tingkat penguasaan pengetahuan siswa yang dapat ditunjukkan melalui nilai tes

atau angka yang diperoleh siswa. Dalam hal ini hasil belajar yang akan diukur

adalah nilai kognitif pada kompetensi melakukan pengukuran rangkaian listrik

arus bolak balik.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

a. Tahap Pra Penelitian

1. Observasi awal ke sekolah penelitian di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan

untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan model

pembelajaran dan kompetensi dasar, jumlah kelas dan jumlah siswa kelas X

teknik instalasi tenaga listri yang dijadikan sebagai populasi dan sampel

dalam penelitian

2. Menyusun program pelaksanaan pembelajaran

3. Menyiapkan alat pengumpul data

4. Menyusun instrumen tes tentang rangkaian RLC, Kemagnetan, Piranti

5. Merevisi soal yang dianggap kurang baik

6. Melakukan uji instrument

7. Menghitung validasi instrument tes. Perhitungan dihitung melalui Ms. Excel

2007
44

b. Tahap Penelitian

1. Menentukan populasi dan sampel, kelas eksperiment dan kelas kontrol

2. Memberikan perlakuan kepada kedua kelas. Pada kelas eksperiment

diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games

Tournament) dan untuk kelas control diterapkan model pembelajaran

inquiry

3. Memberikan posstest kepada kedua kelas untuk mengetahui hasil belajar

kognitif siswa terhadap materi yang telah di ajarkan

c. Tahap Pasca Penelitian

1. Melakukan pengolahan data dan analisis data hasil penelitian

2. Menyimpulkan hasil penelitian


45

Observasi ke sekolah penelitian

Menyusun program pelaksanaan pembelajaran

Menyusun Instrumen Tes

Melakukan Uji Instrumen Tes

Populasi

Sampel

Kelas eksperimen diberi Kelas kontrol diberi


perlakuan model TGT perlakuan model inquiry

Pemberian Post Test

Hasil Belajar

Analisis Data

Kesimpulan

Gambar 3.1 Skema Penelitian


46

G. Teknik Pengumpulan Data Dan Instrument Penelitian

Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas X SMK Teknik Instalasi

Tenaga Listrik guru serta lingkungan yang mendukung pelaksanaan penelitian.

Data yang diinginkan adalah data kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh dari tes

hasil belajar yang terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya.

1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian selain perlu menggunakan metode yang tepat juga

perlu memilih teknikdan alat pengumpulan data yang relevan. Kesalahan

penggunaan teknik pengumpulan data yang semestinya dapat berakibat fatal

terhadap hasil-hasil penelitian yang dilakukan. Adapun teknik pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Metode Observasi (Pengamatan)

Observasi merupakan suatu proses yang kompleks suatu proses yang

tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang

paling penting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan (Sugiyono,

2015 : 203). Dapat disimpulkan bahwa observasi adalah suatu kegiatan

dengan tujuan mengamati objek penelitian dan dilakukan pencatatan

secara sistematis.

b. Metode Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mengumpulkan data dengan melihat atau mencatat

suatu laporan yang sudah tersedia. Metode ini digunakan untuk

memperoleh data mengenai daftar nama siswa, jumlah siswa yang menjadi
47

anggota populasi serta nilai pada ulangan akhir semester kelas X. Data ini

diperlukan untuk analisis tahap awal.

c. Metode Tes

Tes merupakan alat suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui alat

mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang

sudah di tentukan. Tes sebagai alat penilaian yaitu berupa pertanyaan-

pertanyaan yang diberikan kepada siswa dengan maksut untuk mendapat

jawaban dalam bentuk lisan (tes lisan), tulisan (tes tulis) maupun

perbuatan (tes tindakan). Sebelum tes ini digunakan untuk memperoleh

data dari sampe sebagai objek penelitian, terlebih dahulu diadakan uji coba

tes pada kelas diluar populasi.Dengan menggunakan tes akan diperoleh

data berupa nilai dari tes yang telah diberikan pada saat esperimen. Tes

yang digunakan dalam penelitian ini adalah postest. Postest ini nantinya

akan digunakan untu melihat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe

Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa pada mata

pelajaran dasar dasar listrik dan elektronika.

2. Instrumen Penelitian

Setelah tes hasil belajar disusun, sebelum digunakan untuk menjaring data

penelitian terlebih dahulu diuji cobakan untuk melihat keahlihan dan keterandalan

butir tes dengan cara yaituuji coba instrumen. Uji coba ini juga bertujuan untuk

mendapatkan alat ukur yang benar-benar dapat menjaring data yang akurat agar

kesimpulan yang diambil sesuai dengan kenyataan. Sebelum pengumpulan

datadilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen penelitian yang


48

dilaksanakan di SMK Swasta Imelda Medan pada kelas X Program Teknik

Instalasi Tenaga Listrik.

Sesuai dengan penjelasan diatas peneliti memilih dan menggunakan

instrument penelitian antara lain :

a. Tes Hasil Belajar

Tes hasil belajar merupakan tes penguasaan karena tes ini mengukur

penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan oleh guru atau dipelajari

oleh siswa. Tes hasil belajar yaitu alat berupa soal-soal tes tertulis yang

digunakan untuk memperoleh nilai dan mengukur hasil belajar dalam

bidang kognitif dan tes perlakuan mengukur hasil belajar bidang

psikomotorik.

Tes kognitif yang digunakan berjumlah 40 soal berbentuk pilihan berganda

dengan 4 alternatif jawaban (a,b,c,d). Setiap jawaban yang benar diberi skor

1 dan jawaban salah diberi skor 0 dan tes bidang keterampilan (psikomotor)

ada 3 soal. Kisi-kisi tes bidang kognitif di tampilkan pada tabel 3.2

sedangkan kisi-kisi tes bidang psikomotorik pada tabel 3.3 Pedoman

penskoran bidang psikomotor ditunujukkan pada tabel 3.4 dan deskripsi

rentang skor pada tabel 3.5


49

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar Siswa Bidang Kognitif

Aspek Kognitif yang Dinilai Jumlah


Kompetensi
Indikator
Dasar C2 C3 C4 C5 C6

3.12Menerapkan 1
5
2
Hukum-  Menjelaskan
13 7
respon elemen pasif
hukum
rangkaian 3 16 16
6
 Menjelaskan 4
listrik arus 14 9
rangkaian 8
15 10
bolak-balik seri/paralel RLC 11
12

26
28
 Memahami 17 27
29
kemagnetan listrik 18
3.13.Menerapkan
hukum-hukum dan
fenomena 23 13
 Menjelakan induksi
kerangkaian
kemagnetan 24 19
kemagnetan 21
25
22
20

32
38
Memahami teori semi 39 36
3.14.Menganalisis
konduktor, thrystor 30
spesifikasi piranti-
rangkaian,diode
piranti elektronika
34 11
daya dalam
Menjelaskan teori semi
rangkaian
konduktor, thrystor 35 37
elektronik 33
rangkaian,diode 40
31
Jumlah Soal 16 9 12 2 1 40
50

Tabel 3.3 Kisi – Kisi Instrumen Tes Bidang Psikomotor Dasar Listrik
Elektronika
Pada tabel 3.3 ditunjukkan kisi-kisi bidang psikomotor dasar listrik elektronika
yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa melakukan praktek.
Tabel 3.3 Kisi – Kisi Bidang Psikomotor Dasar Listrik Elektronika
No Butir Kawasan Bidang
Pokok
No Indikator Psikomotor
Bahasan
P2 P5
Untuk mengukur arus
Rangkaian
1. dan tegangan pada 1
Seri RL
rangakaian seri RL
Untuk mengetahui
2. Magnet 2
kemagnetan
Untuk mengetahui
3. Dioda 3
karakteristik dioda
Jumlah 3

Tabel 3.4 : Pedoman Penskoran Bidang Psikomor


Kriteria Indikator Rentang Skor Skor
Kesiapan 1. Identifikasi 0-3
komponen
2. Penggunaan 0-3
alat ukur
3. Pengukuran 0-3

Kemahiran 1. Pemilihan alat 0-3


ukur
2. Prosedur 0-3
melakukan
pengukuran
3. Hasil 0-3
pengukuran

Tabel 3.5 Deskripsi Rentangan Skor


Kriteria Indikator Keterangan Skala
Kesiapan 1. Identifikasi 0 = semua salah
komponen 1 = benar, tidak tepat,
2. Penggunaan alat dan tidak teliti
ukur 2 = benar, tepat, tidak
3. Pengukuran teliti
3 = benar, tepat dan
51

teliti
Kemahiran 1. Pemilihan alat ukur 0 = semua salah
2. Prosedur melakukan 1 = benar, tidak tepat,
pengukuran dan tidak teliti
3. Hasil pengukuran 2 = benar, tepat, tidak
teliti
3 = benar, tepat dan
teliti

b. Tes Bidang Kognitif

a)Validitas Tes

Data evaluasi yang baik sesuai dengan kenyataan disebut data valid. Agar

dapat diperoleh data yang valid, instrument atau alat untuk mengevaluasinya harus

valid. Sebuah tes dikatakan valid apabla tes tersebut mengukur apa yang hendak

diukur. Untuk mengetahui validitas item soal digunakan rumus korelasi point

biserial, yang rumus lengkap nya sebagai beriut :

Ypbi=
Mp−Mt
St
p

−¿ q

(Arikunto, 2012)

Keterangan : Ypbi = Koefisien korelasi point biserial

Mp = Rata-rata skor dari subjek yang menjawab validitasnya

Mt = Rata-rata skor total

St = Standar deviasi dari skor total proporsi

p = Proporsi siswa yang menjawab benar

banyaknya siswa yang benar


p=
jumlah seluruh siswa

q = Proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 – p)

b). Reliabilitas Tes


52

Untuk menentukan realibilitas tes dilakukan dengan menggunakan rumus

kruder KR-20 sebagai berikut:

r 11= [ ][
n
n−1
.
St 2 −Σ pq
St 2 ] (Arikunto, S. 2011: 100)

Dimana:

r11 = Reabilitas instrument test

n = Banyaknya butir pertanyaan

p = Proporsi siswa yang menjawab soal dengan benar

q = Proporsi siswa yang menjawab soal dengan salah

∑ pq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q

St = Standar deviasi dari tes

Dari hasil perhitungan reliabilitas instrumen, soal dinyatakan realiable

apabila rhitung > rtabel.

Reliabilitas tes yang diperoleh dari hasil perhitungan dihubungkan dengan

indeks korelasi, (Arikunto,2011: 100) yaitu :

0,800 sampai dengan 1,000 : sangat tinggi

0,600 sampai dengan 0,799 : tinggi

0,400 sampai dengan 0,599 : cukup

0,200 sampai dengan 0,399 : rendah

lebih rendah dari 0,200 : sangat rendah

c). Indeks Kesukaran


53

Indeks kesukaran soal ditentukan dengan menggunakan rumus:

B
P (Arikunto, S. 2011: 208)
JS

Keterangan :

P = indeks kesukaran soal

B = banyaknya subjek yang menjawab benar

JS = jumlah subjek yang menjawab soal

Dengan kriteria taraf kesukaran soaladalah sebagai berikut:

0,00 – 0,30 = sukar

0,31 – 0,70 = sedang

0,71 – 1,00 = mudah (Arikunto, S. 2011: 210) 

d) . Daya Pembeda Soal

Yang dimaksud dengan daya pembeda soal adalah kemampuan tes tersebut

dalam membedakan responden mana yang memiliki kemampuantinggi dan mana

yang memiliki kemampuan rendah. Untuk menentukan daya pembeda soal,

dihitung denganmenggunakan rumus(Arikunto, S. 2009: 177):

BA BB
D= −
JA JB

Dimana:

D = Indeks diskriminasi

JA = Banyaknya peserta kelompok atas

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar.


54

e). Perhitungan Reliabilitas Tes Kompetensi Psikomotorik Dasar Listrik

Elektronika

Tes bidang psikomotor uji tes psikomotor yang dilakukan hanya uji

reliabilitas dengan menggunakan uji ANOVA 1 jalur dengan rumusan :

Hipotesis Statistik :

H0 = µ1 = µ2 = µ3

Ha = µ1 ≠ µ2 ≠ µ3

Perumusan :

H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil penilaian terhadap kompetensi

psikomotorik dasar listrik elektronika oleh peneliti (Reliabel)

Ha : Terdapat perbedaan hasil penilaian terhadap kompetensi

psikomotorik terhadap dasar listrik elektronika leh peneliti (Tidak Reliabel)

H. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini data yang diperoleh adalah hasil belajar siswa dari

kelas eksperimen dan kelas kontrol. Langkah-langkah teknik analisis data adalah:

1. Nilai rata-rata (Mean)

Untuk menentukan nilai rata-rata digunakan rumus:

x=
∑ Xi (Arikunto, S.2011 : 86)
n

Dimana: x = Rata-rata hitung

∑ Xi = Jumlah semua harga x

n = Jumlah Sampel
55

2. Standart Deviasi

Untuk menentukan standart deviasi digunakan rumus:


2
n ∑ X 2 −( ∑ X )
S=
(n)
2

Dimana S = Simpangan baku (standart deviasi)

∑X = Jumlah produk skor

n = Jumlah sampel

3. Uji Normalitas Data

Data yang digunakan untuk uji normalitas dari data tes sebelumnya.Uji

normalitas bertujuan untuk melihat apakah sampel berdistribusi normal atau

tidak.Uji kenormalan dapat dilakukan dengan menggunakan Uji Lilliefors, karena

skala data interval dan data tidak dikelompokkan pada table distribusi frekuensi,

selain itu dalam uji lilliefors penggunaan atau perhitungan sederhana serta cukup

kuat sekalipun dengan ukuran sampel kecil. Langkah-langkahnya adalah sebagai

berikut :

1. Menyusun nilai siswa dengan mengurutkan dari nilai yang terendah ke

nilai yang tertinggi

2. Pengamatan X1, X2,…,Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2,…,Zn

Dengan rumus :

Zi =
56

xi
=∑n

Keterangan :

: nilai rata-rata hitung


S : simpangan baku
n : jumlah subjek
Untuk setiap bilangan baku ini menggunakan daftar distribusi normal

baku, kemudian dihitung peluang F (Zi) = P(Z≤Zi)

Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2,…,Zn yang lebih kecil atau sama

dengan Zi, jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka :

banyaknya Z 1 Z 2 … Zn yang ≤ Zi
S(Zi) =
n

Menghitung selisih F(Zi) – S(Zi), kemudian ditentukan harga mutlaknya

yang tersebar dinyatakan dengan L0.

Untuk menerima atau menolak distribusi normal atau data penelitian dapat

dibandingkan Lhitung dengan nilai krisis Ltabel yang diambil dari daftar uji

Lilliefors dengan taraf a = 5%

Kriteria pengujian :

Jika Lhitung < Ltabel, maka sampel berdistribusi normal

Jika Lhitung > Ltabel, maka sampel tidak berdistribusi normal

4. Uji Homogenitas Data

Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok

mempunyai varian yang sama atau tidak. Jika kedua kelompok mempunyai varian

yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen.


57

varians terbesar
=
Fhitung varians terkecil

(Silitonga.,2011)
F hitung dikonsultasikan dengan tabel distribusi frekuensi F(α = 0,05) . Jika

Fhitung< Ftabel (α) ( db = (n1 - 1) (n2 - 1)) maka kedua kelompok sampel berasal dari

populasi yang homogen.

I. Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji t satu

pihak (pihak kanan). Penentuan hipotesis dilakukan dengan membandingkan thitung

dengan ttabel.

Rumus yang digunakan adalah:

( X 1− X 2 )−do − −
t hitung=


X 1 −X 2
s s t hitung=


2 2
1
+
2 1 1
SP +
n1 n2 n1 n2

Atau
Dimana :

SP
=
√ ( n1 −1 ) S 21 +( n2 −1 ) S 22
n1 + n2 −2

(Silitonga.,2011)
58

( )
2
¿
¿
¿
¿
¿
n∑ d − ∑ ¿ ¿
2
n ∑ d 2− ( ∑ d )
2

¿ Keterangan :
n ( n−1 ) ¿
¿
¿ ¿
¿¿d
sd 2=
n ( n−1 )

t = Distribusi t

x 1= Skor rata-rata hasil belajar Dasar Listrik Elektronika pada kelas eksperimen

(model pembelajaran kooperatif tipe TGT).

x 2= Skor rata-rata hasil belajar Dasar Listrik Elektronika pada kelas kontrol

(model pembelajaran inquiry).

n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen

n2 = Jumlah siswa kelas kontrol

S 21 = Varians kelas eksperimen

S 22 = Varians kelas kontrol

Selanjutnya melakukan uji t pada α = 0,05 dan db = n 1 + n2 – 2, kriteria

pengujian sebagai berikut: Ha diterima apabila harga thitung > ttabel yang sekaligus

menolak Ho.

Keterangan:

µ1 : Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)

µ2 : Model pembelajaran Inquiry

Kriteria penelitian hipotesis:


59

H0 : Hasil belajar siswa pada kompetensi dasar menerapkan hukum-hukum

rangkaian listrik arus bolak balik, menerapan hukum-hukum dan fenomena

rangkaian kemagnetan dan menganalisis spesifikasi piranti-piranti

elektronika daya dalam rangkaian elektronik dengan menggunakan

modelpembelajaran Team Games Tournament (TGT)lebih kecil atausama

dengan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaan

Inquiry .

Ha : Hasil belajar siswa pada kompetensi dasar menerapkan hukum-hukum

rangkaian listrik arus bolak balik, menerapan hukum-hukum dan fenomena

rangkaian kemagnetan dan menganalisis spesifikasi piranti-piranti

elektronika daya dalam rangkaian elektronik dengan menggunakan model

pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) lebih tinggi dari hasil

belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Hasil Belajar

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan semester

ganjil tahun ajaran 2019/2020. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen

yang melibatkan dua kelas dan masing-masing kelas diberi perlakuan berbeda,

dimana kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe

Team Games Tournament (TGT) dan kelas kontrol menggunakan model

pembelajaran Inquiry. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil

belajar siswa adalah tes pilihan berganda sebanyak 35 soal yang telah divalidasi

sebelumnya. Tes akhir dilaksanakan pada kedua kelas setelah diberi perlakuan

untuk mendapatkan data hasil belajar siswa.

1. Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan responden 34

siswa, skor tertinggi yang diperoleh adalah 95 dan skor terendah adalah 67 dengan

rata-rata nilai adalah 82,53, dengan simpangan baku (SD) = 8,044 varian (VAR) =

64,72. Maka diperoleh daftar distribusi frekuensi data kelas eksperimen adalah

sebagai berikut.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen


No Interval F Frelatif
1 67 – 72 6 17,64%
2 73 – 78 6 17,64%
3 79 – 84 6 17,64%
4 85 – 90 11 32,35 %
5 91 – 96 5 14,70 %
Jumlah 34 100 %

60
61

Dari distribusi frekuensi hasil belajar pada kelas eksperimen seperti tabel

di atas maka dapat diperoleh bahwa skor dibawah rata-rata berada pada interval

pertama yaitu sebanyak 6 siswa dengan persentase 17,64%, dan skor rata-rata

berada pada interval kedua yaitu sebanyak 6 siswa dengan persentase 17,64%

skor diatas rata- rata sebanyak 22 siswa dengan persentase 64,69 %. Distribusi

frekuensi kelompok eksperimen tersebut juga dapat gambarkan dalam bentuk

seperti gambar 4.1

Histogram Hasil Belajar Peserta Didik


12

10

8
Frekuensi

0
66,5 72,5 78,5 84,5 90,5 96,5
Interval Kelas Eksperimen II

Gambar 4.1. Diagram Histogram Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Kelas

Eksperimen
62

2. Data Hasil Belajar Kelas Kontrol

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan responden 34

siswa, skor tertinggi yang diperoleh adalah 90 dan skor terendah adalah 57

dengan rata-rata nilai adalah 73,08 dengan simpangan baku (SD) = 10,41 varian

(VAR) = 108,38. Maka diperoleh daftar distribusi frekuensi data kelas kontrol

adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Kelas Kontrol


No Interval F Frelatif
1 57 – 62 7 20,58 %
2 63 – 68 4 11,76%
3 69 – 74 6 17,64 %
4 75 – 80 4 11,76%
5 81 – 86 8 23,52 %
6 87 – 92 2 5, 88 %
Jumlah 34 100 %

Dari hasil distribusi frekuensi hasil belajar pada kelas eksperimen tabel

diatas maka dapat diketahui bahwa dibawah skor rata-rata berada pada interval

pertama dengan persentase 20,58% yaitu sebanyak 7 siswa, dan skor rata-rata

berada pada interval kedua dengan persentase 11,76% sebanyak 4 siswa dan skor

di atas rata-rata dengan persentase 67,62% sebanyak 23 siswa . Distribusi

frekuensi kelompok kontrol tersebut juga dapat digambarkan dalam bentuk

seperti gambar 4.2


63

Histogram Hasil Belajar Peserta Didik


9
8
7
6
Frekuensi

5
4
3
2
1
0
56,5 62,5 68,5 74,5 80,5 86,5
Interval Kelas Eksperimen II

Gambar 4.2. Diagram Histogram Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar Kelas

Kontrol

B. Uji Persyaratan Analisis

1. Uji Normalitas

Untuk menguji normalitas data hasil penelitian digunakan Uji Liliefors pada

taraf signifikan α = 0,05. Hasil uji normalitas data penelitian kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Data


Kelas Perlakuan Lhitung Ltabel Keterangan
Teams Games Normal
0.1431 0.1519
Tournament Normal
Normal
Inquiry 0.1049 0.1519
Normal

Dari tabel 4.3 dapat di ambil kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi

yang berdistribusi normal dibuktikan dalam analisis bahwa L hitung < Ltabel.
64

Pada kelas eksperimen Lhitung < Ltabel 0,1431 < 0,1519 dan pada kelas kontrol

Lhitung < Ltabel 0,1049 < 0,1519

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas data kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

menggunakan uji kesamaan duavarians. Hasil perhitungan uji homogenitas

tersebut ditunjukkan pada tabel dibawah ini adalah

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Data

Statistik Data Post-Test

Banyak siswa 34 34

Varians 64,72 108,38

Fhitung 1,674

Ftabel 1,787

Status HOMOGEN

3. Pengujian Hipotesis

Untuk melihat pengaruh dari Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team

Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa kelas X Jurusan

TITL pada kompetensi Dasar Listrik Elektronika,dilakukan uji hipotesis

dengan menggunakan Uji-t satu pihak. Hasil pengujian hipotesis dapat

dilihat pada tabel berikut ini.


65

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Hipotesis

Kelas N Nilai thitung ttabel Kesimpulan

Rata-Rata

Eksperimen 34 82,35 4,33 1,668 4,33 >


1,668 maka
Kontrol 34 73,08 Ha diterima
H0 ditolak

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa nilai thitung = 4,33 dan nilai ttabel =

1,668. Dimana thitung > ttabel yaitu 4,33 > 1,668, sehingga dapat disimpulkan bahwa

Ha diterima yaitu hasil belajar Dasar Listrik Elektronika kelas X TITL

yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games

Tornament (TGT) lebih tinggi dari yang diajarkan dengan model

pembelajaran Inquiry di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan di SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan menggunakan

sampel sebanyak dua kelas yaitu kelas X TITL 1 diajar dengan menggunakan

model pembelajaran Kooperatif tipe Team Games Tournament (kelas eksperimen)

dan kelas X TITL2 sebagai pengendali yaitu dengan menggunakan pembelajaran

Inquiry (kelas kontrol).

Dalam model pembelajaran terlihat bahwa siswa yang di ajarkan dengan

model Team Games Tournament (TGT) pembelajaran terlebih dahulu materi ajar,

guru akan memperkenalkan materi dan beberapa slide mengenai materi yang akan

dibahas. Hal ini bertujuan untuk merangsang respon siswa untuk lebih siap dalam

menghadapi materi yang akan dibahas. Setelah itu guru dan menjelaskan materi
66

yang akan mereka bahas sendiri dan yang akan mereka pertandingkan dalam

turnamen. Kemudian guru membagi siswa ke dalam lima kelompok yang terdiri

dari 7 siswa berisikan siswa yang memiliki tingkat akademik tinggi, yang

memiliki tingkat sedang, dan ada pula siswa yang memiliki tingkat yang akademi

nya rendah. Seterusnya guru akan memberikan materi kepada setiap kelompok

untuk di pelajari. Siswa dengan senang hati menerima dan mengikuti arahan guru

untuk berdiskusi dan memberikan saran serta masukan terhadap kelompoknya.

Setelah diskusi dalam kelompok selesai maka pembelajaran dilanjutkan

dengan pertandingan turnamen. Dalam pertandingan terdapat lima meja turnamen.

Meja A untuk kelompok 1, meja B untuk kelompok 2, meja C untuk kelompok 3,

meja D untuk kelompok 4, meja E untuk kelompok 5. Sebelum pertandingan

dimulai, maka guru menjelaskan terlebih dahulu cara-cara yang akan dilakukan

dalam pertandingan tunamen. Setelah pertandingan dimulai, peserta kelompok

pertama yang berada di meja A, mengambil kartu yang telah disediakan oleh guru.

Kartu tersebut berupa angka yang akan dicocokkan dengan pertanyaan yang akan

diberikan oleh guru. Jika kelompok pertama menjawab benar, maka kartu tersebut

menjadi milikinya. Dan jika kelompok pertama menjawab salah, maka kartu

tersebut diberikan ke kelompok kedua. Sampai pertanyaan tersebut dapat terjawab

dengan benar, bagi kelompok yang menjawab benar maka kartu tersebut akan

menjadi miliknya.

Setelah pertandingan selesai, kartu-kartu angka yang berhasil diperoleh

pada setiap masing-masing kelompok akan dihitung. Tim dengan jumlah kartu
67

terbanyak, yang memperoleh nilai tertinggi dan akan mendapat penghargaan

berupa hadiah yang telah disediakan oleh.

Model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) menjadikan siswa

dapat belajar dengan semangat dan antusias. Siswa juga dapat berinteraksi dengan

baik terhadap teman kelompoknya, serta dapat menerima perbedaaan dan bertukar

pikiran terhadap teman kelompoknya.

Berdasarkan hasil pengamatan model pembelajaran Team Games

Tournament (TGT) yang diperoleh peneliti perilaku siswa sebagai berikut:

1. Siswa menjadi lebih semangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

2. Siswa menjadi lebih antusias dalam meneriman pembelajaran.

3. Siswa menjadi lebih bertanggungjawab dan dapat menerima perbedaan

yang dimiliki teman sekelompoknya.

4. Siswa menjadi lebih menghargai pendapat temannya, sehingga

membentuk kerjasama yang baik.

Perilaku siswa seperti diatas mengakibatkan meningkatkan hasil belajar.

Sedangkan dalam pembelajaran model inquiry guru mengalami kesulitan

mengontrol kegiatan siswa dalam mengimplementasi kan nya memerlukan waktu

yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikan dengan waktu yang telah

di tentukan. Akibatnya siswa belum tuntas mencari dan memahami materi

sehingga hasil belajar nya tidak maksimal.


68
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari hasil analisa data dan

pengujian hipotesis maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Hasil belajar siswa kelas X TITL 1 pada mata pelajaran Dasar Listrik

Elektronika yang menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe

Team Games Tournament (TGT) mengakibatkan siswa belajar dengan

semangat dan antusias, dapat berinteraksi dengan baik terhadap teman

kelompoknya, dapat menerima perbedaaan dan bertukar pikiran

terhadap teman kelompoknya.

2. Hasil belajar siswa kelas X TITL 2 pada mata pelajaran Dasar Listrik

Elektronika yang menggunakan model pembelajaran Inquiry

menekankan pada aktifitas siswa secara mandiri untuk mencari dan

menemukan, artinya pembelajaran inquiry menempatkan siswa sebagai

subjek belajar. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk

mencari dan menemukan sendiri sesuatu yang dipertanyakan tetapi

sering siswa mengalami kekurangan waktu sehingga hasil belajarnya

tidak maksimal.

3. Hasil belajar siswa kelas X TITL pada mata pelajaran Dasar Listrik

Elektronika yang diajarkan dengan model pembelajaran Kooperatif tipe

Team Games Tournament (TGT) lebih tinggi karena mengakibatkan

siswa belajar dengan semangat dan antusias, dapat berinteraksi dengan

67
68

baik terhadap teman kelompoknya, dapat menerima perbedaaan dan

bertukar pikiran terhadap teman kelompoknya dari pada model inquiry.

B.Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan hasil penelitian maka

disarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Guru dapat menyesuaikan Model pembelajaran dengan materi

pembelajaran yang diajarkan.

2. Diharapkan GurudisekolahmenggunakanModelpembelajaranKooperatif

tipe Team Games Tournament (TGT) sebagai salah satu Model

pembelajaran dalam mengajar untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Bagi para peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan

bandingan yang relevan di kemudian hari.


DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman, 2011. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : Alfabeta

Arikunto, Suharsimi, 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara

Dimyati & Mudjiono, 2013. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta

Eko Sunarya. (2017). Pengaruh Model Pembelajran Kooperatif Tipe Teams


Games Tournament (TGT) Dan Konvensional Dalam Mata Pelajaran
Menggunakan Alat Ukur Pada Siswa Kelas X Di SMK Putra Anda Binjai.

Hamalik .2008. Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT.Bumi Aksara

Huda Miftahul.2014. Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Isjoni 2013. Model-Model Pengajaran Dan Pembelajaran. Yogyakarta : Pustaka


Belajar

Maulana. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games


Tournament (TGT) Dan Ekspositori Terhadap Hasil Belajar Dalam Mata
Pelajaran Rangkaian Kemagnetan Pada Rangkaian Kelistrikan Kelas X
Teknik Audio Video Di SMK Negeri 1 Lubuk Pakam

Panahatan. (2009). Pengembangan Modul Pembelajaran Untuk Meningkatkan


Hasil Belajar Elektronika Dasar Siswa Program Keahlian Audio-Vidio
SMK Swasta Teladan Medan. Tesis.

Purwanto,(2011). Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta: Pustaka Belajar

Rusman. 2016. Model-model pembelajaran, Jakarta: Rajawali Pers

Sanjaya, 2006. Metode Belajar. Jakarta : Kencana Prenada Media

Slameto. (2013). Belajar dan Faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka


Cipta.

Slavin. Robert E. (2009). Cooperativ Learning Teori Riset dan Praktik. Bandung:
Nusa Media.

Sudjana, Nana. (2009). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT


Remaja Rosidakarya

69
70

Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Pendidikan Pendekatan


Kuantitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2011.

Sukardi, 2003. Metode penelitian pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Susmayanti. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Pada


Pembelajaran Dasar dan Pengukuran Listrik Terhadap Hasil Belajar Siswa
Kelas X SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan.

Trianto, 2013. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta : Bumi Aksara.


71
hggojhgy

Anda mungkin juga menyukai