0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
6 tayangan3 halaman
Dokumen ini berisi dua puisi berjudul "Hari Kemerdekaan" dan "Doa Seorang Serdadu sebelum Berperang". Puisi pertama menceritakan perasaan penyair saat melihat bendera kebangsaan pada hari kemerdekaan. Puisi kedua adalah doa seorang serdadu yang meminta izin kepada Tuhan untuk membunuh dan menancapkan tombaknya dalam perang. Tidak ada daftar kunjungan stand atau nama-nama yang disebutkan d
Dokumen ini berisi dua puisi berjudul "Hari Kemerdekaan" dan "Doa Seorang Serdadu sebelum Berperang". Puisi pertama menceritakan perasaan penyair saat melihat bendera kebangsaan pada hari kemerdekaan. Puisi kedua adalah doa seorang serdadu yang meminta izin kepada Tuhan untuk membunuh dan menancapkan tombaknya dalam perang. Tidak ada daftar kunjungan stand atau nama-nama yang disebutkan d
Dokumen ini berisi dua puisi berjudul "Hari Kemerdekaan" dan "Doa Seorang Serdadu sebelum Berperang". Puisi pertama menceritakan perasaan penyair saat melihat bendera kebangsaan pada hari kemerdekaan. Puisi kedua adalah doa seorang serdadu yang meminta izin kepada Tuhan untuk membunuh dan menancapkan tombaknya dalam perang. Tidak ada daftar kunjungan stand atau nama-nama yang disebutkan d
HARI SABTU, 29 OKTOBER 202 “Hari Kemerdekaan” Akhirnya tak terlawan olehku Tumpah di mataku, di mata sahabat- Hari Kemerdekaan
Akhirnya tak terlawan olehku
tumpah di mataku, dimata sahabat-sahabatku ke hati kita semua bendera-bendera dan bendera-bendera bendera kebangsaanku
aku menyerah kepada kebanggan lembut
tergenggam satu hal dan kukenal tanah dimana ku berpijak berderak awan bertebaran saling memburu
angin meniupkan kehangatan bertanah air
semat getir yang menikam berkali makin samar mencapai puncak ke pecahnya bunga api pecahnya kehidupan kegirangan
menjelang subuh aku sendiri
jauh dari tumpahan keriangan di lembah memandangi tepian laut tetapi aku menggenggam yang lebih berharga
dalam kelam kulihat wajah kebangsaanku
makin bercahaya makin bercahaya dan fajar mulai kemerahan Doa Seorang Serdadu sebelum Berperang Karya: W.S Rendra
Tuhanku, WajahMu membayang di kota terbakar dan firmanMu terguris di atas ribuan kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa dan mesiu kembali lagi bicara Waktu itu, Tuhanku, perkenankan aku membunuh perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna Dosa dan nafasku adalah satu udara. Tak ada lagi pilihan kecuali menyadari -biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ? Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai mendekap bumi yang mengkhianatiMu Tuhanku Erat-erat kugenggam senapanku Perkenankan aku membunuh Perkenankan aku menusukkan sangkurku