Anda di halaman 1dari 28

“MANAJEMEN STRATEGI DAN PENGAWASAN”

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manajemen strategis adalah seni dan ilmu  penyusunan, penerapan, dan pengevaluasian
keputusan-keputusan lintas fungsional yang dapat memungkinkan suatu perusahaan mencapat
sasarannya. Manajemen strategis adalah proses penetapan tujuan organisasi, pengembangan
kebijakan dan perencanaan untuk mencapai sasaran tersebut, serta mengalokasikan sumber daya
untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi. Manajemen
strategis mengkombinasikan aktivitas-aktivitas dari berbagai bagian fungsional suatu bisnis
untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajemen strategis berbicara tentang gambaran besar.Inti dari manajemen strategis
adalah mengidentifikasi tujuan organisasi, sumber dayanya, dan bagaimana sumber daya yang
ada tersebut dapat digunakan secara paling efektif untuk memenuhi tujuan strategis.Manajemen
strategis di saat ini harus memberikan fondasi dasar atau pedoman untuk pengambilan keputusan
dalam organisasi. Ini adalah proses yang berkesinambungan dan terus-menerus. Rencana
strategis organisasi merupakan dokumen hidup yang selalu dikunjungi dan kembali
dikunjungi.Bahkan mungkin sampai perlu dianggap sebagaimana suatu cairan karena sifatnya
yang terus harus dimodifikasi.Seiring dengan adanya informasi baru telah tersedia, dia harus
digunakan untuk membuat penyesuaian dan revisi.
Lingkungan dunia yang mengalami perubahan seperti adanya globalisasi, control
masyarakat, perkembangan teknologi, memberikan dampak bagi perkembangan suatu negara
maupun bisnis. Control masyarakat terhadap pelaksanaan kegiatan pemerintahan maupun
perusahaan, sehingga pemerintah maupun pemimpin perusahaan tidak dapat membuat kebijakan
yang mengabaikan kepentingan masyarakat. Oleh sebab itu dalam menjalankan kegiatannya
perlu adanya keselarasan antara kompetensi yang dimiliki perusahaan maupun pemerintah
dengan lingkungan yang ada di luar organisasi (perusahaan dan pemerintah).
Persaingan yang memunculkan daya saing erat kaitannya dengan pemahaman mekanisme
pasar (standar dan benchmarking), kecepatan dan ketepatan penyampaian produk (barang dan
jasa) yang mampu menciptakan nilai tambah.Oleh karena itu, peningkatan daya saing organisasi
bersifat unik, tetapi pada intinya dipengaruhi oleh aspek kreativitas, kapasitas, teknologi yang
diguna-kan dan jangkauan pemasaran yang dicapai.Hal tersebut diwujudkan dari tampilan
produk, produktivitas yang ting-gi dan pelayanan yang baik.

Pengawasan merupakan salah satu fungsi dalam manajemen suatu organisasi. Dimana
memiliki arti suatu proses mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan. Suatu Pengawasan
dikatakan penting karena Tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan
tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para
pekerjanya. Di dalam suatu organisasi terdapat tipe-tipe pengawasan yang digunakan,

1
seperti  pengawasan Pendahuluan (preliminary control), Pengawasan pada saat kerja
berlangsung (cocurrent control), Pengawasan Feed Back (feed back control).Di dalam proses
pengawasan juga diperlukan Tahap-tahap pengawasan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Tahap-tahap pengawasan tersebut terdiri dari beberapa macam, yaitu Tahap Penetapan Standar,
Tahap Penentuan Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan, Tahap Pengukuran Pelaksanaan Kegiatan,
Tahap Pembandingan Pelaksanaan dengan Standar dan Analisa Penyimpangan dan Tahap
Pengambilan Tindakan Koreksi.

2
BAB II

Manajemen Strategi
A.    Pengertian/Teori Evolusi Manajemen Strategi
Sebelum melangkah lebih jauh tentang seberapa jauh peran manajemen stratejik dalam
pengembangan organisasi, kita akan menyimak dulu pengertian dari manajemen stratejik itu
sendiri, berikut beberapa ahli yang memberikan gambaran atau teori tentang manajemen stratejik
itu sendiri.
Barney, 2007:27 Manajemen strategis (strategic management) dapat dipahami sebagai
proses pemilihan dan penerapan strategi-strategi. Sedangkan strategi adalah pola alokasi sumber
daya yang memungkinkan organisasi-organisasi dapat mempertahankan kinerjanya.
Grant, 2008:10 Strategi juga dapat diartikan sebagai keseluruhan rencana mengenai
penggunaan sumber daya-sumber daya untuk menciptakan suatu posisi menguntungkan. Dengan
kata lain, manajamen strategis terlibat dengan pengembangan dan implementasi strategi-strategi
dalam kerangka pengembangan keunggulan bersaing.
Dengan demikian dari definisi di atas dapat diketahui fokus manajemen strategis terletak
dalam memadukan manajemen, pemasaran, keuangan/akunting, produksi/operasi, penelitian dan
pengembangan, serta system informasi komputer untuk mencapai keberhasilan
organisasi.Manajemen strategis di katakan efektif apabila memberi tahu seluruh karyawan
mengenai sasaran bisnis, arah bisnis, kemajuan kearah pencapaian sasaran dan pelanggan,
pesaing dan rencana produk kami.Komunikasi merupakan kunci keberhasilan manajemen
strategis.
Dari definisi tersebut terdapat dua hal penting yang dapat disimpulkan, yaitu:

1. Manajemen Strategik terdiri atas tiga proses:


2. Pembuatan Strategi, yang meliputi pengembnagan misi dan tujuan jangka panjang,
mengidentifiksikan peluang dan ancaman dari luar serta kekuatan dan kelemahan organisasi,
pengembangan alternatif-alternatif strategi dan penentuan strategi yang sesuai untuk
diadopsi.
3. Penerapan strategi meliputi penentuan sasaran-sasaran operasional tahunan, kebijakan
organisasi, memotovasi anggota dan mengalokasikan sumber-sumber daya agar strategi yang
telah ditetapkan dapat diimplementasikan.
4. Evaluasi/Kontrol strategi, mencakup usaha-usaha untuk memonitor seluruh hasil-hasil dari
pembuatan dan penerapan strategi, termasuk mengukur kinerja individu dan organisasi serta
mengambil langkah-langkah perbaikan jika diperlukan.
5. Manajemen Strategik memfokuskan pada penyatuan/ penggabungan aspek-aspek pemasaran,
riset dan pengembangan, keuangan/ akuntansi, operasional/ produksi dari sebuah organisasi.

Strategik selalu “memberikan sebuah keuntungan”, sehingga apabila proses manajemen yang
dilakukan oleh organisasi gagal menciptakan keuntungan bagi organisasi tersebut maka dapat
dikatakan proses manajemen tersebut bukan manajemen strategik.

3
Tujuan Sebuah Perusahaan Menerapkan Sistem Manajemen Strategi juga sebagai berikut :
Memberikan Arah Pencapaian Tujuan Organisasi / Perusahaan Dalam hal ini, manajer strategi
harus mampu menunjukan kepada semua pihak kemana arah tujuan organisasi / perusahaan.
Karena, arah yang jelas akan dapat dijadikan landasan untuk pengendalian dan mengevaluasi
keberhasilan.
Membantu Memikirkan Kepentingan Berbagai Pihak Organisasi/ perusahaan harus
mempertemukan kebutuhan berbagai pihak, pemasok, karyawan, pemegang saham, pihak
perbankan, dan masyarakat luas lainnya yang terkait dengan perusahaan atau disebut dengan
istilah Stakeholder Benefits, memegang peranan terhadap sukses atau gagalnya perusahaan.
Dapat Mengantisipasi Setiap Perubahan Kembali Secara Merata Manajemen strategi
memungkinkan eksekutif puncak untuk mengantisipasi perubahan dan menyiapkan pedoman dan
pengendalian, sehingga dapat memperluas kerangka waktu/ berpikir mereka secara prespektif
dan memahami konstribusi yang baik untuk hari ini dan hari esok.
Berhubungan dengan Efisiensi dan Efektifitas Tanggung jawab seorang manajer bukan hanya
mengkonsentrasikan terhadap kemampuan atas kepentingan efisiensi, akan tetapi hendaknya juga
mempunyai perhatian yang serius agar bekerja keras melakukan sesuatu secara lebih baik dan
efektif.
B.   Peran Manajemen Strategi
Untuk meraih segala cita-cita atau tujuan yang diinginkan oleh suatu organisasi atau
perusahaan maka penerapan manajemen stratejik justru sangat dibutuhkan guna apa yang
diinginkan bersama dapat kita capai dengan sebaik mungkin. Peran manajemen stratejik ketika
diimplementasikan dalam suatu organisasi maka setiap unit atau bagian yang ada dalam
organisasi tersebut dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebaik mungkin.Apalagi
melihat perkembangan zaman sekarang ini, dimana setiap organisasi perusahaan telah
melakukan ekspansi pasar guna mendapatkan keuntunga yang banyak. Semuanya itu perlu
langkah strategis dan taktik yang tepat sehingga proses atau langkah yang diambil oleh pimpinan
dapat dijalankan seefektif dan seefisen mungkin.
Persaingan yang memunculkan daya saing erat kaitannya dengan pemahaman mekanisme
pasar (standar dan benchmarking), kecepatan dan ketepatan penyampaian produk (barang dan
jasa) yang mampu menciptakan nilai tambah.Oleh karena itu, peningkatan daya saing organisasi
bersifat unik, tetapi pada intinya dipengaruhi oleh aspek kreativitas, kapasitas, teknologi yang
diguna-kan dan jangkauan pemasaran yang dicapai.Hal tersebut diwujudkan dari tampilan
produk, produktivitas yang ting-gi dan pelayanan yang baik.
Esensi Manajemen Strategik dalam pengembangan daya saing organisasi, baik bersifat nirlaba
maupun ber-orientasi laba dapat dijabarkan atas hal pokok berikut :

1. Pertumbuhan dan Keberlanjutan

Hal ini dicirikan oleh adanya kegiatan lebih besar dari organisasi yang nantinya berdampak
pada peningkatan kesejahteraan SDM. Pencapaian kondisi tersebut di-dapatkan dari kerjasama
antar individu yang mampu mewujudkan sinergi perkembangan organisasi sesuai siklus
organisasi (pengenalan, pertumbuhan, kedewa-saa dan pembaharuan dengan kondisi penurunan,
4
tetap dan naik kembali) ditinjau dari faktor internal maupun eksternal yang dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan, baik fundamental, incremental dan radikal dari nilai-nilai keinginan
konsumen, serta persaingan yang ketat dalam kondisi yang mengandung ketidak-pastian dan
penuh risiko.

2. Berpikir Strategik

Hal ini dicirikan oleh pemahaman tentang pentingnya faktor waktu (lalu, kini dan esok),
proses kontinu (siklus) dan iteratif (sekuens pembelajaran) dalam mengidentifikasi kegiatan yang
menjanjikan ke depan yang berbasis pada pemetaan kemampuan (superior-tas) yang dimiliki
(sumber daya seperti SDA, SDM dan SDB) dengan secara komprehensif memperhati-kan faktor-
faktor makro seperti politik, ekonomi, teknologi dan sosial budaya, disamping upaya pem-
belajaran organisasi dalam menuju daya saing secara parsial ataupun utuh. Realisasi berpikir
strategik dapat ditunjukkan oleh konsep masukan, proses dan luaran dalam mengelola perubahan
menurut peluang maupun ancaman yang ditemui sesuai dengan fase-fase berikut : pembentukan
kelompok kerja, inventarisasi kegiatan, keterlibatan unit kerja dan status kegiatan. Hal tersebut
dalam praktiknya didukung oleh konsep-konsep stra-tegi, baik yang klasik (siklus hidup produk
dan SWOT), modern (BCG/Shell, A.D. Little, McKinsey, PIMS, SRI dan Porter) dan alternatif
(PRECOM) yang dalam implementasinya sangat ditentukan oleh besar-an dimensinya (2-5) atau
tema tertentunya.

3. Manajemen Strategik

Manajemen Strategik dalam implementasinya ditentukan oleh tahapan identifikasi


lingkungan (internal dan eksternal), perumusan strategi, implementasi strategi, pemantauan dan
evaluasi strategi. Hal tersebut disusun dari sistem lingkungan yang terdiri dari analisis
lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan : sumber daya, kapabilitas dan kompetensi inti)
dan eksternal (peluang dan ancaman) yang dikenal sebagai SWOT ataupun pendekatan peran
(policy, strategik dan fungsi) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi, baik secara
luas maupun spesifik, seperti:

1. Masuknya pendatang baru (skala ekonomi, diferensiasi produk,  persyaratan modal, biaya
peralih-an pemasok, akses ke saluran distribusi, kebijakan pemerintah dan lainnya;
2. Ancaman produk peng-ganti (biaya/harga)
3. Kekuatan tawar menawar pembeli (kuantitas, mutu dan ketersediaan)
4. kekuatan tawar menawar pemasok (dominasi, integrasi dan keunikan).

Dalam proses manajemen strategik diperlukan pernyataan-pernyataan yang terkait


dengan penetapan visi (jati diri), misi (justifikasi/pembeda) dan tujuan (target/standar) sebagai
jawaban terhadap pencanangan strategi yang telah disusun menurut tingkatannya (korporat,
bisnis dan fungsional) yang didasarkan pada muatan, konsis-tensi dan keterpaduannya dari suatu
kerangka kerja proses pengambilan keputusan organisasi untuk jang-ka panjang. Dalam hal ini,
struktur organisasi dengan berbagai bentuknya (sederhana, fungsional, divisional, matriks, unit
bisnis strategik berperan pen-ting dalam pencapaian tujuan dari kebijakan yang dibuat.

5
C.  Manfaat Manajemen Strategi
Dengan menggunakan manajemen strategik sebagai suatu kerangka kerja (frame work)
untuk menyelesaikan setiap masalah strategis di dalam organisasi terutama berkaitan dengan
persaingan, maka peran manajer diajak untuk berpikir lebih kreatif atau berpikir secara strategik.
Pemecahan masalah dengan menghasilkan dan Mempertimbangkan lebih banyak alternatif yang
dibangun dari suatu analisa yang lebih teliti akan lebih menjanjikan suatu hasil yang
menguntungkan.. Ada bebarapa manfaat yang diperoleh organisasi jika mereka menerapkan
manajemen strategik, yaitu:

1. Memberikan arah jangka panjang yang akan dituju.


2. Membantu organisasi beradaptasi pada perubahan-perubahan yang terjadi.
3. Membuat suatu organisasi menjadi lebih efektif
4. Mengidentifikasikan keunggulan komparatif suatu organisasi dalam lingkungan yang
semakin beresiko.
5. Aktifitas pembuatan strategi akan mempertinggi kemampuan perusahaan untuk mencegah
munculnya masalah di masa datang.
6. Keterlibatan anggota organisasi dalam pembuatan strategi akan lebih memotivasi mereka
pada tahap pelaksanaannya.
7. Aktifitas yang tumpang tindih akan dikurang

D. Langkah Dalam Pengembangan Organisasi


Langkah Pertama manajemen perlu secara detail mengindentifikasi aktifitas yang perlu
dikerjakan baik langsung maupun tidak langsung sejak disusunnya proposal kegiatan (TOR),
pengujian dan penilaian, proses perencana-an program dan kegiatan, implementasi, pengendalian
dan pe-ngawasan.
Langkah Kedua yang perlu dilakukan untuk menganalisis profil/postur organisasi adalah mencari
keterkaitan (lingkage) dari berbagai aktifitas rantai kegiatan tersebut, baik antar aktifitas pokok
(fungsi utama) dan aktifitas penunjang (fungsi pelayanan)
Langkah Ketiga yaitu mencoba mencari sinergi potensial yang mungkin dapat ditemukan
diantara output yang dihasilkan oleh setiap aktifitas yang dimiliki oleh organisasi.
E.  Tahap-tahap Dalam Manajemen Strategis
Manajemen strategi merupakan sebuah proses yang terdiri dari tiga kegiatan antara lain
perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi. Perumusan strategi terdiri dari
kegiatan-kegiatan mengembangkan misi bisnis, mengenali peluang dan ancaman eksternal
perusahaan, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan obyektif jangka panjang,
menghasilkan strategi alternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan Isu perumusan
strategi termasuk memutuskan bisnis apa yang akan dimasuki bisnis apa yang harus dihentikan,
bagaimana mengalokasikan sumber daya, apakah memperluas operasi atau diversivikasi, apakah
akan memasuki pasar internasional, apakah akan melakukan merjer atau membentuk usaha
patungan, dan bagaimana menghindari pengambilalihan perusahaan pesaing. Keputusan
perumusan strategis mengikat suatu organisasi pada produk,pasar, sumber daya, dan teknologi
spesifik selama periode waktu tertentu.
6
Strategi menetapkan keunggulan bersaing jangka panjang. Apapun yang akan terjadi,
keputusan strategis mempunyai konsekuensi berbagai fungsi utama dan pengaruh jangka panjang
pada suatu organisasi. Implementasi strategi menuntut perusahaan untuk menetapkan obyektif
tahunan, memperlengkapi dengan kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumber
daya sehingga strategi yang dirumuskan dapat dilaksanakan.Implementasi strategi termasuk
mengembangkan budaya mendukung strategi, menciptakan struktur oragnisasi yang efektif,
mengubah arah usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan
sistem informasi dan menghubungkan kompensasi karyawan dengan prestasi
organisasi.Implementasi strategi sering disebut tahap tindakan manajemen strategis.Strategi
implementasi berarti memobilisasi karyawan dan manajer untuk mengubah strategi yang
dirumuskan menjadi tindakan.Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam
manajemen strategis.Para manajer sangat perlumengetahui kapan strategi tertentu tidak berfungsi
dengan baik, evaluasi strategi berarti usaha untuk memperoleh informasi ini. Semua strategi
dapat dimodifikasi di masa depan karena faktor-faktor eksteral dan internal selalu berubah. Tiga
macam aktivitas mendasar untuk mengevaluasi strategi adalah:

1. Meninjau factor-faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi yang sekarang,
2. Mengukur prestasi,
3. mengambil tindakan korektif. Aktivitas perumusan startegi, implementasi dan evaluasi
terjadi di tiga tingkat hirarki dalam organisasi yang besar, korporasi, divisi atau unit bisnis
strategis, dan fungsional.

F. Pentingnya manajemen strategi bagi perusahaan


Beberapa alasan utama tentang pentingnya peranan strategi manajemen bagi perusahaan atau
organisasi, yaitu:

1. Memberi arah jangka panjang yang akan dituju.


2. Membantu perusahaan atau organisasi beradaptasi pada perubahan-perubahan yang terjadi.
3. Membuat suatu perusahaan atau organisasi menjadi lebih aktif.
4. Mengidentifikasi keunggulan komparatif suatu perusahaan atau organisasi dalam lingkungan
yang semakin beresiko.
5. Aktivitas yang tumpang tindih akan dikurangi.
6. Keengganan untuk berubah dari karyawan lama dapat dikurangi.
7. Keterlibatan karyawan dalam perubahan strategi akan lebih memotivasi mereka pada tahap
pelaksanaannya.
8. Kegiatan pembuatan strategi akan mempertinggi kemampuan perusahaan atau organisasi
tersebut untuk mencegah munculnya masalah di masa mendatang.

Dengan manajemen strategi diharapkan strategi benar-benar dapat dikelola sehingga strategi
dapat diimplementasikan untuk mewarnai dan mengintegrasikan semua keputusan dan tindakan
dalam organisasi rincian. Tahapan kegiatan untuk menjalankan strategi adalah sebagai berikut:

1. Perumusan strategi

7
Perumusan strategi adalah proses memilih tindakan utama (strategi) untuk mewujudkan misi
organisasi. Proses mengambil keputusan untuk menetapkan strategi seolah-olah merupakan
konsekuensi mulai dari penetapan visi-misi, sampai terealisasinya program.

2. Perencanaan tindakan.

Langkah pertama untuk mengimplementasikan strategi yang telah ditetapkan adalah pembuat
perencanaan strategi. Inti dari apa yang ingin dilakukan pada tahapan ini adalah bagaimana
membuat rencana pencapaian (sasaran) dan rencana kegiatan (program dan anggaran) yang
benar-benar sesuai dengan arahan (visi, misi, gool) dan strategi yang telah ditetapkan organisasi.

3. Implementasi.

Untuk menjamin keberhasilan strategi yang telah berhasil dirumuskan harus diwujudkan dalam
tindakan implementasi yang cermat. Strategi dan unsur-unsur organisasi yang lain harus sesuai,
strategi harus tercermati pada rancangan struktur budaya organisasi, kepemimpinan dan sistem
pengelolaan sumber daya manusia. Karena strategi diimplementasikan dalam suatu lingkungan
yang terus berubah, maka implementasi yang sukses menuntut pengendalian dan evaluasi
pelaksanaan.Sehingga jika diperlukan dapat dilakukan tindakan-tindakan perbaikan yang tepat.

G. Manfaat dan Resiko Manajemen Strategi


a. Manfaat
Dengan menggunakan manajemen strategik sebagai suatu kerangka kerja (frame work) untuk
menyelesaikan setiap masalah strategis di dalam organisasi terutama  berkaitan dengan
persaingan, maka peran manajer diajak untuk berpikir lebih kreatif atau berpikir secara strategik.
Pemecahan masalah dengan menghasilkan dan Mempertimbangkan  lebih banyak alternatif yang
dibangun dari suatu analisa yang lebih teliti akan lebih menjanjikan suatu hasil
yang menguntungkan.Ada bebarapa manfaat yang diperoleh organisasi jika mereka menerapkan
manajemen strategik, yaitu:

1. Memberikan arah jangka panjang yang akan dituju.


2. Membantu organisasi beradaptasi pada perubahan-perubahan yang terjadi
3. Membuat suatu organisasi menjadi lebih efektif
4. Mengidentifikasikan keunggulan komparatif suatu organisasi dalam lingkungan yang
semakin beresiko.
5. Aktifitas pembuatan strategi akan mempertinggi kemampuan perusahaan untuk mencegah
munculnya masalah di masa datang.
6. Keterlibatan anggota organisasi dalam pembuatan strategi akan lebih memotivasi mereka
pada tahap pelaksanaannya.
7. Aktifitas yang tumpang tindih akan dikurangi
8. Keengganan untuk berubah dari karyawan lama dapat dikurangi.

b. Resiko

8
Keterlibatan para manajer dalam proses perencanaan strategik akan menimbulkan beberapa
resiko yang perlu diperhitungkan sebelum melakukan proses manajemen strategik, yaitu:

1. Waktu yang digunakan para manajer dalam proses manajemen  strategik mungkin
mempunyai pengaruh negatif pada tanggung jawab operasional.
2. Apabila para pembuat strategi tidak dilibatkan secara langsung dalam penerapannya maka
mereka dapat mengelak tanggung jawab pribadi untuk keputusan-keputusan yang diambil
dalam proses perencanaan.
3. Akan timbul kekecewan dari para bawahan yang berpartisipasi dalam penerapan strategi
karena tidak tercap[ainya tujuan dan harapan mereka.

Untuk mengatasi resiko-resiko tersebut para manajer perlu dilatih mengamankan atau
memperkecil timbulnya resiko dengan cara:

1. Melakukan penjadwalan kewajiban-kewajiban para manajer agar mereka dapat


mengalokasikan waktu yang lebih efisien.
2. Membatasi para manajer pada proses perencanaan  untuk membuat janji-janji mereka
terhadap kinerja yang benar-benar dapat dilaksananakan oleh mereka dan bawahannya.
3. Mengatisipasi dan menanggapi keinginan-keinginan bawahan, misalnya usulan atau
peningkatan dalam ganjaran.

Sebagai suatu kesatuan dalam sebuah organisasi perlu menerapkan dan mengembangkan
kemapuan manajemen internalnya guna mencapai tujuan yang diinginkan dengan mengarahkan
segenap potensi dan strategi serta taktik yang tepat untuk diaplikasikan.
Proses manajemen strategis dapat diuraikan sebagai pendekatan yang obyektif, logis, sistematis
untuk membuat keputusan besar dalam suatu organisasi. Proses ini berusaha untuk
mengorganisasikan informasi kualitatif dan kuantitatif dengan cara yang memungkinkan
keputusan efektif diambil dalam kondisi yang tidak menentu. Berdasarkan pada pengalaman,
penilaian, dan perasaan, intuisi penting untuk membuat keputusan strategis yang baik.Intuisi
terutama bermamfaat untuk membuat keputusan dalam situasi yang amat tidak menentu atau
sedikit preseden. Proses manajemen strategis didasarkan pada keyakinan bahwa organisasi
seharusnya terus-menerus memonitor peristiwa dan kecenderungan internal dan eksternal
sehingga melaukan perubahan tepat waktu. Teknologi informasi dan globalisasi adalah
perubahan eksternal yang mengubah bisnis dan masyarakat dewasa ini. Arus informasi yang
cepat menghilangkan batas negara sehingga orang dari seluruh dunia dapat melihat sendiri
bagaimana cara hidup orang lain. Dunia menjadi tanpa perbatasan dengan warga Negara global,
pesaing global, pelanggan global, pemasok global, dan distributor global.

H.     Evaluasi Strategi
Evaluasi strategi adalah tahap proses penilaian dari hasil kinerja perusahaanyang
sesungguhnya dengan implementasi strategi yang diterapkan perusahaandibandingkan dengan 
kinerja  yang  diharapkan.  Para  manajer di  semua levelmenggunakan informasi hasil kinerja
untuk melakukan tindakan perbaikan danmemecahkan masalah. Walaupun evaluasi merupakan
elemen akhir yang utama dari manajemen strategis, elemen itu juga dapat menunjukkan
secara tepat kelemahan-kelemahan dalam implementasi strategi sebelumnya dan mendorong

9
proses keseluruhan untuk dimulai kembali. Agar evaluasi dan pengawasan efektif, manajer harus
mendapatkan umpan balik yang jelas, tepat waktu , dan tidak bisa dari orang-orang bawahannya
yang ada dalam hirarki perusahaan.
Berdasarkan hasil kinerja, manajemen harus melakukan penyesuaian terhadap perumusan
strategi atau implementasi strategi. Dengan mendasarkan pada kerangka proses
perumusan strategi maka dengan kerangka yang sama dapat dibuat evaluasi apakah suatu strategi
yang telah disusun akan dan masih cocok untuk mencapai tujuan yang akan datang. Sangat tidak
mungkin untuk menunjukkan bukti bahwa sebuah strategi telah optimal atau bahkan menjamin ia
akan bekerja dengan baik, yang bisa dilakukan adalah mengevaluasinya untuk melihat
kemungkinan terjadinya kesalahan.
Proses Evaluasi Strategi diawalai dengan menentukan apa yang akan diukur. Manajer
Puncak dan manajer operasional perlu menetapkan proses implementasi dan hasil-hasil yang
akan dipantau dan dievaluasi. Beberapa faktor internal dan eksternal dapat menghambat
perusahaan untuk mencapai tujuan jangka panjang dan tujuantahunannya. Secara eksternal,
tindakan para pesaing, perubahan permintaan, perubahan teknologi, perubahan ekonomi,
perpindahan demografi dan tindakan pemerintah dapat menghambat pencapaian tujuan
organisasi. Secara internal, strategi yang tidak efektif mungkin dipilih atau implementasinya
yang buruk mungkin dilakukan. Oleh karena itu, kegagalan untuk mencapai tujuan mungkin saja
bukan merupakan  hasil dari  pekerjaan  manajer dan  pegawai yang  tidak memuaskan.
Seluruh anggota organisasi perlu mengetahui hal ini untuk mendorong timbulnya
dukungan mereka terhadap aktivitas evaluasi strategi. Organisasi berusaha secepat mungkin saat
dimana strategi mereka tidak efektif. Peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan
kelemahan internal yang mewakili prinsip dasar strategi yang sedangdipakai  harus terus
menerus dimonitor untuk mewaspadai perubahan. Apakah faktor-faktor tersebut akan berubah
bukanlah hal penting untuk ditanyakan, namun yang lebihpenting adalah kapan dan bagaimana ia
berubah. Richard Rumelt menemukan empatstandar yang bisa dipakai untuk mengevaluasi
keberhasilan sebuah strategi, yaitu :
1. Konsistensi
Sebuah strategi  seharusnya  membuat tujuan dan kebijakan yang konsisten. Konflik
organisasi dan perbedaan antar departemen merupakan gejala-gejala ketidak pastian manajemen,
namun masalah-masalah tersebut juga menunjukkan sinyal adanya ketidakkonsistenan strategis.
Terdapat tiga panduan untuk membantu menunjukkan apakah masalah organisasi merupakan
hasil dari ketidak konsistenan dalam strategi:
a.       Jika masalah manajerial terus berlanjut meskipun telah terjadi pergantian personel dan jika
masalah tersebut cenderung lebih berbasis isu ketimbang berbasis manusia, maka strategi
mungkin tidak konsisten.
b.      Jika keberhasilan satu departemen dalam organisasi memiliki arti, atau diintrepretasikan sebagai
kegagalan departemen lain, maka strategi mungkin tidak konsisten.
c.       Jika masalah dan isu kebijakan selalu dibawa ke atas untk mendapatkan pemecahan, maka
strategi mungkin tidak konsisten.
2.      Konsonan
Mengacu pada kebutuhan penyusunan strategi untuk menilai satu rangkaian tren dan juga
tren individual dalam mengevaluasi strategi. Suatu strategi harus mewakili respon yang adaptif
pada lingkungan eksternal dan pada perubahan kritis yang terjadi di dalamnya. Kesulitan dalam
menyesuaikan antara faktor internal dan eksternal utama dalam perumusan strategi perusahaan

10
adalah disebabkan oleh sebagian besar tren yang merupakan hasi interaksi dengan tren lainnya.
Sebagai contoh menjamurnya tempat penitipan anak terjadi karena hasil kombinasi berbagai tren
yang meliputi meningkatnya tingkat pendidikan rata-rata, meningkatnya inflasi, dan
meningkatnya jumlah wanita dalam angkatan kerja. Meskipun tren ekonomi tunggal atau tren
demografis mungkin muncul dengan stabil untuk beberapa tahun, terdapat gelombang perubahan
yang terjadi di tingkat interaksi.
3.      Kelayakan
Tes akhir dari suatu evaluasi strategi adalah kelayakan yaitu mengenai “Bisakah strategi
dicapai dengan sumber daya fisik, manusia, dan keuangan yang ada dalam perusahaan. Sumber
daya keuangan dari suatu bisnis paling mudah untuk dihitung dan biasanya merupakan
keterbatasan pertama saat strategi dievaluasi. Hal tersebut kadang terlupakan, namun demikian,
pendekatan inovatif pada keuangan biasanya dimungkinkan. Mekanisme seperti anak
perusahaan, pengaturan, penjualan peminjaman kembali, dan mengikat jaminan pabrik dengan
kontrak jangka panjang telah digunakan secara efektif untk mendapatkan posisi kunci dalam
industri yang sedang berkembang. Hal yang kurang dapat diperhitungkan secara kuantitatif,
namun juga biasanya bersifat lebih kaku, membatasi pilihan strategis yaitu disebabkan oleh
kemampuan individu atauorganisasi. Ketika mengevaluasi suatu strataegi, penting untuk
memeriksa apakah organisasi tersebut telah menunjukkan adanya kemampuan, kompetensi,
keahlian, dan bakat dimasa lalu yang dibutuhkan untuk menjalankan strategi yang dipilih.
4.      Keunggulan
Suatu strategi harus memfasilitasi pembuatan dan/atau pemeliharaan dari sebuah
keunggulan kompetitif dalam area aktifitas yang terpilih. Keunggulan kompetitif biasanya
merupakan hasil dari superoritas dalam satu dari tiga area berikut ini:
a.       Sumber daya;
b.      Keahlian;
c.       Posisi
Ada tiga hal secara garis besar diawasi dalam pengawasan strategik, yaitu:
1.      Pengawasan perilaku, manajemen bisa melakukan pengawasan seperti ini dengan dukungan
berbagai perangkat, seperti kebijakan, prosedur, aturan hingga Prosedur Operasi Standar
(Standard Operating Procedure-SOP).
2.      Pengawasan output, yakni apa-apa yang harus dihasilkan atau dicapai. Fokusnya di sini adalah
pada sasaran-sasaran atau target-target yang ingin dicapai. Target-target ini bisa dinyatakan
secara kuantitatif, bisa juga secara kualitatif. Yang jelas, perusahaan harus merancang target
yang cukup menantang bagi manajer yang akan menjalankan. Target yang menantang akan
merangsang potensi maksimal dari yang menjalankan, sekaligus juga memberikan dorongan
semangat.
3.      Pengawasan input, dari sisi penggunaan sumber daya, mulai dari keterampilan, nilai-nilai,
maupun motivasi pihak-pihak yang terlibat.

I.      Proses Utama Evaluasi Strategik


Seperti juga proses pengawasan pada umumnya,  menyebutkan evaluasi dan proses
kontrol strategi dimulai dari menentukan apa yang harus diukur,  menetapkan standar kinerja, 
melakukan pengukuran,  dan bila tidak sesuai dengan harapan,  kita melakukan tindakan koreksi.
1.        Menentukan apa yang harus diukur

11
Di masa-masa awal pengembangan ilmu manajemen, perusahaan lebih sering memberi
perhatian terhadap analisis keuangan saja. Hal ini cukup banyak kelemahannya karena itu semua
berdasarkan analisis masa lalu. Dari proses dan implementasi strategi,  mana yang dilakukan
harus dievaluasi.  Fokusnya harus pada elemen-elemen yang paling signifikan sesuatu yang
paling banyak perannya dalam pengeluaran atau masalah-masalah lain dari kinerja. Secara
“tradisional”  banyak perusahaan beranggapan bahwa mengevaluasi strategi hanyalah sekadar
menilai bagaimana kinerja perusahaan. Apakah aset perusahaan meningkat?  Apakah
profitabilitas meningkat? Apakah tingkat produktivitas meningkat?  Bagaimana dengan Return
on Investment?
Dan banyak strategi yang beranggapan jika indikator-indikator di atas cukup memuaskan,
berarti strategi kita berjalan sebagaimana mestinya. Namun, cara-cara semacam ini kadang-
kadang membuat kita misleading. Karena seperti yang diketahui, strategi perusahaan berfokus
bukan saja untuk jangka pendek, namun juga jangka panjang. Dengan demikian, cara-cara lama
yang hanya mengandalkan analisis kinerja keuangan kini tidak lagi cukup.
Analisis Rasio (Rasio Likuiditas,  Rasio Profitabilitas,  Rasio Aktivitas,  Leverage Ratio, 
dan lain-lain),  Return on Capital Employed,  Earning Per Share,  dan lain-lain tetap kita
lakukan,  tapi kita tambah dengan analisis lain seperti aspek pelanggan,  aspek stakeholder, 
aspek SDM(melalui konsep Balanced score card,  dan lain-lain).
  Standar biasanya mengukur apa hasil-hasil kinerja yang bisa diterima.  Dalam penetapan
standar ini,  biasanya termasuk juga menetapkan rentang toleransi (range tolerance)  di mana
deviasi dapat diterima.  Standar hendaknya dibuat tidak hanya untuk hasil akhir,  tapi juga hasil-
hasil yang terjadi dalam proses.  Dalam manajemen pengawasan,  sekali lagi bersinggungan
dengan istilah di mana kita perlu merujuk pada kinerja yang unggul dari satu aspek oleh
pemimpin industri.
2.        Melakukan Pengukuran atas Kinerja
Pengukuran harus dilakukan pada waktu yang telah ditentukan terlebih dahulu. Misalnya
setiap tiga bulan sekali mengadakan rapat. Dorongan akan dirasakan pada rapat-rapat evaluasi
itu, di mana biasanya para manajer dalam situasi formal akan terdorong untuk menyajikan yang
terbaik, sehingga menjalankan aktivitasnya yang terbaik pula.

3.        Membandingkan Kinerja Aktual dengan Standar yang Dibuat


Jika kinerja aktual berada di luar rentang toleransi, maka tindakan harus diambil untuk
mengoreksi deviasi tersebut. Hal-hal berikut harus menjadi pegangan, yaitu:
a.       Apakah deviasi yang terjadi hanya sekedar fluktuasi saja?
b.      Apakah proses yang sedang dijalankan memang tidak tepat?
c.       Apakah proses yang dilakukan sesuai dengan pencapaian dari standar yang telah ditetapkan?
Tindakan koreksi yang dibuat diharapkan tidak hanya sekedar memperbaiki atau
mengoreksi penyimpangan, tapi yang paling penting lagi adalah agar kesalahan itu tidak pernah
terulang lagi.

J.      Karakter dari Evaluasi Strategi yang Efektif


Ada beberapa karakter yang membuat evaluasi strategi menjadi efektif. Bagian berikut
membahas tiga karakter agar aktivitas evaluasi tidak berlangsung dengan sia-sia, yaitu:
1.      Ekonomikal. Dalam evaluasi,  aspek yang kita perlukan adalah informasi atas kineria yang
indikatornya sudah ditetapkan terlebih dahulu.  Bila informasinya lengkap akan semakin baik. 

12
Tapi itu bukan berarti lantas informasi harus “sebanyak-  banyaknya”. Terlalu banyak informasi
bukan berarti lebih baik daripada terlalu sedikit informasi Dalam pengawasan  juga
memperhitungkan “biaya  manfaatnya”.  Kalau  dikontrol segala sesuatunya (termasuk yang
tidak setiap orang akhirnya pekerjaannya hanya mengontrol. Pada prinsipnya,  semakin banyak
yang diawasi,  akan semakin besar biayanya.  Karena itu prinsip pareto,  yaitu hanya fokus pada
sedikit,  tapi yang penting-penting diterapkan dalam menjalankan aktivitas evaluasi. 
2.        Aspek yang bermakna. Karakter kedua ini masih berhubungan dengan karakter yang pertama. 
Tindakan evaluasi yang dlakukan,  harus sesuai dengan tujuan yang kita tetapkan sebelumnya. 
Karena itulah penentuan prioritas,  kriteria dalam penilaian,  pembobotan yang akurat menjadi
penting dalam evaluasi kinerja. 
3.      Tepat Waktu. Evaluasi yang dilakukan selayaknya tepat waktunya,  karena itu perusahaan dalam
situasi persaingan bisnis sekarang harus memanfaatkan dukungan teknologi informasi. Berbagai
persoalan yang terkait dengan kemutakhiran informasi untuk pengawasan kini bisa dipecahkan
dengan dukungan.
Untuk sekadar menggambarkan karakter ini,  kini banyak perusahaan perkebunan
misalnya,  yang memiliki kebun di remote area,  di kawasan-kawasan yang jauh dari perkotaan
memiliki perangkat teknologi untuk memantau perkembangan pengelolaan kebun.  Mereka
memiliki foto dan satelit untuk informasi rinci seperti berapa tanaman yang ada di sejumlah luas
lahan tertentu.  Dari informasi yang diinput setiap hari, manajemen di kota-kota besar seperti
Jakarta dapat mengetahui perkembangan perkebunannya dalam waktu yang cepat sekali. 

L.       Pengawasan Utama: Kinerja Keuangan


Dalam banyak literatur evaluasi kinerja,  pengawasan dengan memanfaatan informasi
keuangan utama disebut dengan istilah tradisional,  karena penerapannya sudah berlangsung
lama dan hinsga kini masih dilakukan.  Meskipun disebut-sebut sebagai tradisional,  tentu saja
bukan berarti analisis-analisis keuangan sederhana ini menjadi tidak penting. Analisis-analisis ini
tetap diperlukan karena semua informasi yang ada di laporan keuangan (neraca,  laporan
rugi/laba dan lain-lain)  tetap merupakan sumber informasi penting.

M.       Model-model Pengukuran Kontemporer


Konsep-konsep pengukuran dengan basis keuangan terus dikembangkan oleh para pakar
manajemen keuangan maupun manajemen strategi. Arahnya adalah bagaimana agar pengambil
keputusan strategik,  memiliki gambaran yang menyeluruh atas kinera strategi perusahaannya.
Beberapa perangkat yang sering digunakan oleh perusahaan akan dibahas,  yakni Balanced
scorecard,  Strategy Map,  dan Econamic Value Added .
1.        Balanced Scorecard:  Pengukuran yang Mendorong Kinerja
Konsep Balanced Scorecard (BSC) dari Robert S Kaplan,  seorang profesor di Harvard
Konsep Balanced Scorerard(BSC)  Harvard Business School dan David P Norton seorang
konsultan manajemen,  hadir untuk mengantisipasi kekurangan yang dimiliki oleh analisis
Finansial (seperti analisis rasio) dalam mengukur kinerja sebuah perusahaan.  Selain memberikan
kerangka yang komprehensif untuk menerjemahkan visi dan misi perusahaan,  ukuran-ukuran
yang ada pada BSC memberikan gambaran yang menyeluruh pada aspek aspek penting lainnya, 
yakni Pelanggan, Proses Bisnis,  dan SDM (pembelajaran dan pertumbuhan) Kaplan dan Norton
menyebut BSC bisa berfungsi sebagai dashboard atas kineria perusahaan.  sehingga manajemen
dengan mudah memantau. 
Gagasan BSC,  pertama kali muncul sekitar awal 1992,  saat Kaplan dan Norton, menulis
artikel yang mereka sebut Balance scorecard: Mansures that drives peformsance di Harvard

13
Business Review.  Artikel ini berisikan gagasan segar tentang bagaimana seharusnya perusahaan
mengukur kinerja organisasinya. Pada saatnya,  umumnya perusahaan hanya mengundalkan
pengukuran kineja finansial seperti pengembalian atas investasi (ROI)  atau pendapatan per
saham (earning per share).  Kaplan dan Norton merasa bahwa cara mengukur seperti ini
memang baik,  namun belum cukup.  Terutama karena aspek operasionalnya sulit terlihat. Pada
artikelnya di atas,  Kaplan dan Norton mengajukan beberapa pertanyaan kritis,  tentang
bagaimana diukur anggapan pelanggan pada perusahaan?  Pada wilayah ini, dapat dijadikan
talok ukur seperti masa pembuatan produk hingga ke konsumen (leadtimes, mutu, kineria,  dan
layanan,  serta biaya).  Semua pertanyaan ini disebut perspektif konsumenGustomer
perspectives.
Kemudian untuk pertanyaan,  dalam hal apa perusahaan harus unggul?  Perusahaan harus
punya ukuran yang menjelaskan tentang proses dan kompentensi yang paling penting harus
dimiliki,  dan menentukan ukuran,  waktu siklus,  kecakapan karyawan,  dan produktivitasnya.
ini disebut perspckuf Bisnis Internal(internal business perspectives). Pertanyaan yang diajukan
berikutnya adalah bagaimana caranya perusahaan selalu menciptakan nilai dan
meningkatkannya?
Disini perlu dimonitor kemampuan perusahaan meluncurkan produk baru, menciptakan
nilai lebih tinggi bagi pelanggan,  dan meningkatkan efesiensi operasi. Ini disebut perspektif
inovasi dan pembelajaran (innovation and learning perspectives). Keempat,  bagaimana
perusahaan kita dianggap oleh pemegang saham?  Kita harus punya ukuran untuk arus kas,
pertumbuhan penjualan,  pendapatan operasi bagi setiap divisi dan meningkatkan pangsa pasar
dari segmen dan return on equity-nya sekaligus.
Dengan lengkapnya yang diukur,  manajemen perusahaan bisa berharap dapat berpengaruh
pada perilaku manajer dan karyawan secara keseluruhan.  Bagi kedua orang ini,  mengandalkan
ukuran-ukuran finansial saja hanya cocok untuk masa dulu, era Industrial.  Jadi balance
scorecard adalah serangkaian pengukuran yang memberi manajemen pandangan yang cepat tapi
juga komprehensif tentang bisnisnya.  Sisi finansial tidak dilupakan,  tapi ditambah dengan
pengukuran operasi pada kepuasan pelanggan,  proses internal dan aktivitas inovasi,  serta
pengembangan organisasi.
a.         Perspektif Pelanggan: Bagaimana pelanggan melihat kita
Perspektif ini dianggap paling penting, karena kepuasan pelanggan adalah awal dari bisa
bertahannya perusahaan. Empat kategori yang penting dalam perspektif ini adalah waktu, mutu,
kinerja, dan layanan, serta biaya. Waktu lead time diukur mulai dari perusahaan menerima
pesanan hingga saat produk yang dipesan diserahkan. Mutu berbicara tentang tingkat kesalahan
atau barang salah atas produk yang dihasilkan yang diukur oleh konsumen. Manajer harus dapat
merumuskan dengan baik, ukuran seperti apa yang harus mereka kenakan pada aspek-aspek di
atas. Misalnya, seperti apa yang dianggap “on time” oleh pelanggan. Kalau perlu, perusahaan
menyewa pihak ketiga untuk menjamin anggapan konsumen atas berbagai dimensi ukuran di atas
valid dan dapat dijadikan landasan.
b.        Perspektif Bisnis Internal
Perusahaan harus mengidentifikasi dan memutuskan kompentensi inti perusahaan, dan
teknologi yang menjamin kepuasan pelanggan, proses yang akan membuat perusahaan unggul.
Pada aspek-aspek inilah ukuran-ukuran harus dibuat oleh manajer. Dukungan sistem informasi
bisa dikatakan sangat vital untuk pengukuran. Manajer bisa segera mendeteksi pada aspek-aspek
mana perusahaan masih perlu ditingkatkan. Misalnya, pada ukuran penyerahan barang tepat

14
waktu masih mengecewakan, manajer bisa segera melihat dibalik pengukuran ini, hingga diatur
sedemikian rupa menjadi lebih detail.
c.         Perspektif Inovasi dan Pembelajaran
Dengan inovasi ukuran-ukuran seperti seberapa cepat perusahaan mengembangkan
tawaran/produk baru, proses kerja secara internal juga harus dikembangkan, karena fokusnya
pada pengembangan hal-hal baru, maka aspek pembelajaran sangat erat kaitannya. Dalam hal
yang baru, perusahaan barangkali belum memiliki rujukan, baik secara internal maupun
eksternal. Sehingga, mungkin sajadalam upaya pembaruan ada kesalahan atau penyimpangan
yang terjadi. Namun, ini semua harus dianggap sebagai “ongkos belajar” perusahaan yang ingin
mengembangkan diri.
d.        Perspektif Finansial
Perspektif finansial adalah ukuran yang relatif sudah cukup lama dikenal oleh perusahaan-
perusahaan. Pada dasarnya kinerja pemasaran memberikan indikasi perumusan dan implementasi
perusahaan berkontribusi peningkatan laba yang diperoleh. Seperti pada umumnya, kinerja
perusahaan terkait dengan kemampulabaan (profitabilitas), pertumbuhan (growth), dan niali dari
pemegang saham. Dari sekian banyak kelebihan pengukuran finansial, salah satu yang dikritik
oleh mekanismebalanced scorecard adalah biasanya ukuran yang ada fokusnya ke masa lalu
(backward-looking).
2.        Strategy Map; Mengukur Aset Intangible dan Bagaimana  Perusahaan Menciptakan Nilai
Setelah banyak dikenal konsep Balanced Scorecard, Kaplan dan Norton terus
mengembangkan model BCS tersebut. Salah satu bentuk pengembangannya adalah
konep strategy map. Pada konsep baru ini,   Kaplan dan Norton ingin menunjukkan bagaimana
sebab akibat penggunaan strategi perusahaan. Yang khas pada strategy mapadalah kedua ahli ini
menawarkan pendekatan untuk juga mengukur aset-aset intangibleyang penting dari
perusahaan, human capital, organization capital dan technology capital. Ini gambaran betapa
aset nirwujud, memang semakin tinggi perannya dalam kesuksesan perusahaan. Degan dmikian
pengukuran perusahaan menjadi lengkap, dan sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai perangkat
untuk memperbaiki strategi. 
3.        Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA)
Konsep ini dikembangkan oleh  Stern Steward & Co, sebuah perusahaan konsultan
manajer. Kehadirannya didasari pertimbangan bahwa perusahaan perlu punya ukuran dan alat
ukur yang memadai untuk melihat bagaimana perusahaan menciptakan dan memaksimalkan nilai
(value-maximizaion). Perusahaan ini merasa bahwa bagaimana perusahaan mengukur dan
menginterpretasikan kinerja perusahaan berdasarkan kinerja keuangan, seperti laba dan margin
laba, pendapatan per saham (Earning Per Share) dan penilaian sejenis memiliki kekurangan,
kekurangan itu dengan:
1.       Invesasi berkelebihan (Over Investment). Pengukuran berdasarkan laba dan margin sering kali
membuat perusahaan mengeluarkan investasi secara berlebihan dan mendorong untuk
melakukan integrasi vertikal dalam strateginya. Ini karena pengkuuran yang ada mengabaikan
masalah modal dan biaya yang terkait;
2.       Produksi berkelebihan (Over Production). Pengukuran tradisional yang terkait dengan biaya per
unit, penggunaan biaya dan pendapatan membuat orang berproduksi secara berlebihan, terutama
pada saat-saat akhir periode satu tahun atau kuartalan. Memproduksi berdasarkan kapasitas,
ketimbang apa yang sebenarnya dibutuhkan kerap keliatan seperti mengurangi biaya, tapi
sebenarnya itu dapat juga meningkatkan biaya modal dari investasi kita. Jadi ada bias antara

15
kapasitas produksi dengan permintaan sesungguhnya yang memberikan potensi masalah di masa
yang datang;
3.       Service Economy. Alat ukuran tradisional, hanya berdasarkan bisnis model tradisional, yang
tidak mengikuti perubahan lingkungan bisnis. Bisnis model ini sering berdasarkan layanan, alih
daya (Outsourcing), kemitraan dan berbagai cara inovatif lain dalam melakukan bisnis. Alat ukur
keuangan biasanya sangat bias aau hal-hal seperti ini;
4.       Keputusan bisnis yang salah (Poor Decisions). Alat ukur keuangan tradisional kurang cocok
untuk keputusan bisnis yang membedakan antara margin laba dan penggunaan modal. Ini juga
mengabaikan investasi pemegang saham dalam bisnis. Terutama dikaitkan dengan insentif
sebagai kompensasi, sehingga akhirnya bisa berakibat disfungsional pada perilaku manajer dan
manajemen puncak.
Atas dasar inilah sejak awal 1990-an konsep EVA terus dikembangkan oleh Steward &
Co. EVA, (Economic Value Added) adalah alat ukur yang memungkinkan manajer melihat
apakah mereka mendapatkan pengembalian (return) yang layak. Bila pengembalian lebih rendah
dari yang seharusnya diharapkan untuk investasi yang risikonya sama (artinya ada dibawah biaya
modal (cost of capital), makannya EVA akan bernilai negatif, dan itu artinya perusahaan akan
berhadapan dengan hilangnya modal (flight of capital) atau nilai saham yang rendah.
Jadi EVA mengukur laba yang kurang dari biaya modal yang dimanfaatkan (cost of
capital). EVA secara tepat memperhitungkan semua pilihan-pilihan yang kompleks, yang sering
muncul antara laporan rugi laba dan neraca, yang terkait dengan penciptaan nilai. EVA juga bisa
memisahkan pengembalian perusahaan atas biaya modal, yang dikali dengan modal uang
diinvestasikan. Jadi, rumus untuk mencari nilai EVA adalah (Pettis, 2000):
EVA = (Rate Of Return – Cost Of Capital) x Capital
Cara perhitungan seperti ini dianggap dapat memberikan pengukuran yang membuat
manajer bisa berupaya meningkatkan value dari aktivitas strategi perusahaan dengan terus
meningkatkan nilai EVA perusahaan. Itu dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu:
1.      Meningkatkan pengembalian atau modal yang sedang digunakan. Ini bisa dilakukan dengan
meningkatkan harga atau margin, volume yang lebih banyak atau biaya yang lebih rendah;
2.      Pertumbuhan yang menguntungkan. Ini bisa dilakukan dengan investasi modal akan ada laba
yang meningkatkan dan biaya tambahan modalnya sesuai. Investasi pada biaya modal dan
kapasitas poduksi bisa diharapkan meningkatkan penjualan, atau menambah produk baru atau
pengembangan pasar baru;
3.      Menuai pemasukan. Ini dapat dilakukan melalui rasionalisasi, likuidasi atau tindakan
mengurangi investasi dalam operasi yang tidak mengahasilkan pengembalian lebih rendah dari
biaya modal;
4.      Mengoptimalkan biaya modal. Ini dapat dilakukan melalui pengurangan biaya modal, tapi tetap
menjaga fleksibilitas yang diperlukan untuk mendukung strategi binis melalui penggunaan yang
hati-hati pada utang, pengelolaan risiko dan berbagai produk keuangan lainnya.
Pada perkembangannya kini, EVAtidak lagi menjadi alat ukur keuangan saja, tapi juga
sudah menjadi pengukuran sistem perusahaan secara keseluruhan. Bila diterapkan dengan baik,
EVA merupakan pengukuran kinerja yang terintegrasi atas manajemen, sistem ganjaran (reward
system) yang mencakup keseluruhan pembuatan keputusan.

O.      Pemanfaatan Teknologi
Pemanfaatan teknologi bukan hal baru dalam pengukuran kinerja perusahaan. Apalagi bila
perusahaan itu banyak menggunakan aplikasi-aplikasi teknologi informasi seperti

16
perusahaan online. Perusahaan-perusahaan ini bahkan menjadikan model dan mekanisme analisis
kinerjanya sebagai sebuah keunggulan, karena sistem analisis yang dibuatnya memungkinkan
perusahaan melakukan pengembangan, mulai dari pelayanan pelanggannnya hingga efisiensi
pada operasi. Thomas Davenport dan Jeanne Harris, menjelaskan keunggulan berdasarkan
analisis, terutama analisis untuk kinerja dalam buku mereka. Di buku mereka, kedua penulis ini
membeberkan bukti-bukti yang memang ada kaitannya dengan kinerja organisasi. Begitu banyak
perusahaan dari berbagai industri, mulai dari produk konsumer, keuangan, ritel dan biro travel
yang mulai memanfaatkannya.

BAB III
Pengawasan
A.                PENGERTIAN PENGAWASAN
Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan
yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah
ditetapkan tersebut. Controlling is the process of measuring performance and taking action to
ensure desired results. Pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang
terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan . The process of ensuring that actual
activities conform the planned activities.

Menurut Winardi “Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak
manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan”.
Sedangkan menurut Basu Swasta  “Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa
kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan”. Sedangkan menurut
Komaruddin “Pengawasan adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual
rencana, dan awal Unk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti”.

Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada
perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja
aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu
penyimpangan tersebut, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk
menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan atau pemerintahan telah digunakan seefektif
dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan atau pemerintahan. Dari beberapa
pendapat tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal penting
dalam menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang
diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.

Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya


kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui
pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk
mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan
tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana
pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan

17
pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan
kerja tersebut.

Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan merupakan bagian


dari fungsi manajemen, di mana pengawasan dianggap sebagai bentuk pemeriksaan atau
pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di bawahnya.” Dalam ilmu manajemen,
pengawasan ditempatkan sebagai tahapan terakhir dari fungsi manajemen. Dari segi manajerial,
pengawasan mengandung makna pula sebagai:
“pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan unit organisasi yang diperiksa untuk menjamin
agar seluruh pekerjaan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan rencana dan peraturan.”  atau
“suatu usaha agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan, dan dengan adanya pengawasan dapat memperkecil timbulnya hambatan,
sedangkan hambatan yang telah terjadi dapat segera diketahui yang kemudian dapat dilakukan
tindakan perbaikannya.”
Sementara itu, dari segi hukum administrasi negara, pengawasan dimaknai sebagai
“proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau
diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau diperintahkan.”

Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan dan
ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang muncul. Dalam konteks
membangun manajemen pemerintahan publik yang bercirikan good governance (tata kelola
pemerintahan yang baik), pengawasan merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi
pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini, pengawasan menjadi sama
pentingnya dengan penerapan good governanceitu sendiri.

Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan salah satu cara
untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat terhadap kinerja pemerintahan
dengan menciptakan suatu sistem pengawasan yang efektif, baik pengawasan intern (internal
control) maupun pengawasan ekstern (external control). Di samping mendorong adanya
pengawasan masyarakat (social control).
Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya penyimpangan atas rencana
atau target. Sementara itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah:
1. Mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan,
2. Menyarankan agar ditekan adanya pemborosan,
3. Mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana.

B.     MACAM-MACAM PENGAWASAN
Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu:
1.   Pengawasan Intern dan Ekstern
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di
dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.” Pengawasan dalam bentuk ini dapat
dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in control)
atau pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian

18
dan inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan menempatkannya di
bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.

Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang
berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di Indonesia adalah Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan
manapun. Dalam menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan
aparat pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya perlu
terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses harmonisasi demikian
tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak dan menilai secara obyektif aktivitas
pemerintah.

2.   Pengawasan Preventif dan Represif


Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang dilakukan terhadap
suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya
penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk
menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan
merugikan negara lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem
pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan
lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan
yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal.

Di sisi lain, pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu
kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir
tahun anggaran, di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya.
Setelah itu, dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya penyimpangan.

3.   Pengawasan Aktif dan Pasif


Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang dilaksanakan di
tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang
melakukan pengawasan melalui “penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung
jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan
berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan
terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu
terbukti kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai
maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah
telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang
serendah mungkin.”

Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran


materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid). Dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan negara, pengawasan ditujukan untuk menghindari terjadinya “korupsi,
penyelewengan, dan pemborosan anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai

19
negeri.” Dengan dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung
jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana direncanakan.

1.      Ditinjau menurut waktu


a)    Pengawasan preventif, yaitu pengawasan yang dilakukan pada saat pekerjaan sedang
berlangsung.
b)   Pengeawasan represif, yaitu pengawasan yang dilaksanakan pada akhir selesainya kegiatan.
2.    Ditinjau objek pengawasan
a. Pengawasan administratif, yaitu pengawasan dilaksanakan di bidang yang fungsinya
dikategorikan sebagai tugas administratif (bagian keuangan, bagian personalia dan sebagainya).
b. Pengawasan operatif, yaitu pengawasan yang dilaksanakan pada bidang yang berfungsi
melaksanakan pekerjaan operatif (bagian proses produksi, bagian marketing dan sebagainya).
3.    Ditinjau subjek pengawasan
a. Pengawasan intern, yaitu yang dilakukan oleh atasan dari petugas/bawahan yang bersangkutan.
b.    Pengawasan ekstern, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh orang-orang di luar organisasi.

C.    LANGKAH-LANGKAH PENGAWASAN
Seperti dikemukakan di depan bahwa langkah-langkah proses pengawasan ada empat langkah.
Empat langkah tersebut apabila digambarkan sebagai berikut:

1.  Menetapkan Standar
            Kegiatan pengawasan adalah mengukur atau menilai pelaksanaan atau hasil pekerjaan
dari pada pejabat atau pekerja, untuk dapat melakukan pengukuran harus mempunyai alat
pengukur (standar), Standar ini adalah mutlak diperlukan, yaitu untuk mengukur atau menilai
apakah pekerjaan dilakukan sesuai dengan sasaran-sasaran yang ditentukan (standar) atau tidak.
Standar tersebut harus ditetapkan lebih dahulu sebelum para pekerja melaksanakan pekerjaan
(tugas-tugasnya), dan para pekerja harus tahu benar ukuran yang dipergunakan untuk menilai

20
pekerjaannya. Karena itu harus dijelaskan sebaik-baiknya kepada para pekerja sebelum
melaksanakan pekerjaannya.

Dalam garis besarnya, jenis-jenis standar itu dapat digolongkan ke dalam empat bentuk yaitu:
a. Standar fisik :
1)      Jumlah produksi
2)      Kwalitas produksi
3)      Jumlah langganan
b. Standar moneter :
1)      Biaya tenaga kerja
2)      Biaya penjualan
3)      Laba kotor
4)      Pendapatan penjualan
c. Standar waktu :
1)      Kecepatan produksi
2)      Batas waktu selesainya suatu pekerjaan
d. Standar intangible :
1)      Sikap pekerja terhadap perusahaan
2)      Kesetiaan pekerja terhadap pekerjaan
Demikianlah berbagai jenis standar yang dipergunakan untuk menilai efektif tidaknya kegiatan-
kegiatan para pekerja. Bentuk standar mana yang akan dipergunakan akan tergantung kepada
jenis kegiatan yang akan dinilai.

2.Pengukuran Kegiatan
Agar pengukuran kegiatan dapat dilakukan secara tepat perlu diperhatikan:
a)    Berapa kali (how after) pelaksanaan seharusnya diukur (setiap jam, setiap hari, setiap bulan dan
sebagainya).
b)    Dalam bentuk apa (what form) pengukuran akan dilakukan (laporan tertulis, inspeksi visual,
melalui telepon).
c)     Siapa (who) yang terlibat pengukuran (manajer, kepala bagian dan sebagainya).

Adapun pelaksanaan pengukuran tersebut dapat dilakukan dengan:


a)    Observasi/inspeksi
b)    Laporan lisan dan tertulis
c)     Pengujian/test, mengambil sample
d)    Metode otomatis

3.Membandingkan kegiatan dengan standar


Dimaksudkan untuk mengetahui ada/tidaknya penyimpangan-penyimpangan (deviasi).
Penyimpangan-penyimpangan dianalisa untuk mengetahui mengapa standar tidak dapat dicapai
dan mengidentifikasi penyebab-penyebab terjadinya penyimpangan.

4.Melakukan tindakan koreksi

21
Bila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, maka tindakan ini harus
diambil/dilakukan. Tindakan koreksi mungkin berupa:
a)    Mengubah standar mula-mula (mungkin standar terlalu tinggi atu rendah).
b)    Mengubah pengukuran kegiatan (inspeksi terlalu sering/kurang, mungkin mengganti sistem
pengukuran).
c)     Mengubah cara dalam menganalisa dan menginterpretasikan penyimpangan-penyimpangan.

D.    TUJUAN PENGAWASAN
1.Untuk mengetahui apakah sesuatu kegiatan berjalan sesuai dengan rencana yang
digariskan.
2.Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan dengan instruksi serta asas-asas
yang telah ditentukan.
3.Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan dalam bekerja.
4.Untuk mengetahui apakah kegiatan berjalan efisien.
5.Untuk mencari jalan keluar, bila ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan dan kegagalan ke
arah perbaikan.
E.    Cara-Cara Pengawasan
1.Peninjauan pribadi (Personal inspection, personal observation), Mengawasi dengan meninjau
secara pribadi sehingga dapat melihat sendiri pelaksanaan kegiatan.
2. Interviu/laporan lisan, Pengawasan dilakukan denganmengumpulkan fakta-fakta melalui

laporan lisan yang diberikan bawahan.


3.Laporan tertulis, Pengawasan mengenai pertanggung jawaban tentang pelaksanaan kegiatan
bawahan sesuai dengan tugas dan wewenangnya kepada atasan yang dilaporkan secara tertulis.
4. Laporan dan pengawasan kepada hal-hal yang bersifat luar biasa, Sistem atau cara pengawasan

dimana pengawasan itu ditujukan kepada soal-soal kekecualian. Jadi pengawasan dilakukan bila
diterima laporan yang menunjukkan adanya peristiwa yang istimewa atau luar biasa.

*.PENTINGNYA PENGAWASAN

Suatu organisasi akan berjalan terus dan semakin komplek dari waktu ke waktu, banyaknya
orang yang berbuat kesalahan dan guna mengevaluasi atas hasil kegiatan yang telah dilakukan,
inilah yang membuat fungi pengawasan semakin penting dalam setiap organisasi. Tanpa adanya
pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi
organisasi itu sendiri maupun bagi para pekerjanya.

 Ada beberapa alasan mengapa pengawasan itu penting, diantaranya:


1. Perubahan lingkungan organisasi

Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus – menerus dan tidak dapat dihindari,
seperti munculnya inovasi produk. Melalui fungsi pengawasan manajer mendeteksi perubahan

22
yang berpengaruh pada barang dan jasa organisasi sehingga mampu menghadapi tantangan atau
memanfaatkan kesempatan yang diciptakan perubahan yang terjadi.

2.Peningkatan kompleksitas organisasi

Semakin besar organisasi, semakin memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati-hati.
Berbagai jenis produk harus diawasi untuk menjamin kualitas dan profitabilitas tetap terjaga.
Semuanya memerlukan pelaksanaan fungsi pengawasan dengan lebih efisien dan efektif

3. Meminimalisasikan tingginya kesalahan – kesalahan

Bila para bawahan tidak membuat kesalahan, manajer dapat secara sederhana melakukan fungsi
pengawasan. Tetapi kebanyakan anggota organisasi sering membuat kesalahan. Sistem
pengawasan memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan tersebut sebelum menjadi kritis.

4. Kebutuhan manajer untuk mendelegasikan wewenang

Bila manajer mendelegasikan wewenang kepada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri
tidak berkurang. Satu – satunya cara manajer dapat menentukan apakah bawahan telah
melakukan tugasnya adalah dengan mengimplementasikan sistem pengawasan.

5. Komunikasi

6. Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi

Langkah terakhir adalah perbandingan petunjuk dengan standar, penentuan apakah tindakan
koreksi perlu diambil dan kemudian pengambilan tindakan.

*.ALAT BANTU PENGAWASAN MANAJERIAL


Alat-alat pengawasan yang paling dikenal dan paling umum digunakan adalah :
1) Manajemen Pengecualian (Management by Exception)

Manajemen pengecualian adalah teknik pengawasan yang memungkinkan hanya penyimpangan


kecil antara yang direncanakan dan kinerja aktual yang mendapatkan perhatian dari
wirausahawan. Manajemen penegecualian didasarkan pada prinsip pengecualian, prinsip
manajemen yang muncul paling awal pada literatur manajemen. Prinsip pengecualian
menyatakan bahwa bawahan menangani semua persoalan rutin organisasional, sementara
wirausahawan menangani persoalan organisasional non rutin atau diluar kebiasaan.

2) Management Information System (MIS)

MIS yaitu suatu metoda informal pengadaan dan penyediaan bagi manajemen, informasi yang
diperlukan dengan akurat dan tepat waktu untuk membantu proses pembuatan keputusan dan
23
memungkinkan fungsi-fungsi perencanaan, pengawasan dan operasional organisasi yang
dilaksanakan secara efektif.

MIS dirancang melalui beberapa tahap utama yaitu :


1. Tahap survei pendahuluan dan perumusan masalah.
2. Tahap desain konseptual.
3. Tahap desain terperinci.
4. Tahap implementasi akhir.

Kriteria agar MIS berjalan efektif, yaitu :


• Mengikut sertakan pemakai dalam tim perancangan
• Mempertimbangkan secara hati-hati biaya system
• Memperlakukan informasi yang relevan dan terseleksi
• Adanya pengujian pendahuluan
• Menyediakan latihan dokumentasi tertulis bagi para operator dan pemakai system
Sedangakan criteria utama MIS efektif yaitu :
• Pengawasan terhadap kegiatan yang benar
• Tepat waktu dalam pemakainya
• Menekan biaya secara efektif
• System yang digunakan harus tepat dan akurat
• Dapat diterima oleh yang bersangkutan

3) Analisa Rasio

Rasio adalah hubungan antara dua angka yang dihitung dengan membagi satu angka dengan
angka lainnya. Analisa rasio adalah proses menghasilkan informasi yang meringkas posisi
financial dari organisasi dengan menghitung rasio yang didasarkan pada berbagai ukuran
finansial yang muncul pada neraca dan neraca rugi-laba organisasi.

4) Penganggaran

Anggaran dalam organisasi ialah rencana keuangan yang menguraikan bagaimana dana pada
periode waktu tertentu akan dibelanjakan maupun bagaimana dana tersebut akan diperoleh.
Anggaran juga merupakan laporan resmi mengenai sumber-sumber keuangan yang telah
disediakan untuk membiayai pelaksanaan aktivitas tertentu dalam kurun waktu yang ditetapkan.
Disamping sebagai rencana keuangan, anggaran juga merupakan alat pengawasan.
Anggaran adalah bagian fundamental dari banyak program pengawasan organisasi. Pengawasan
anggaran atau Budgetary Control itu sendiri merupakan suatu sistem sasaran yang telah
ditetapkan dalam suatu anggaran untuk mengawasi kegiatan-kegiatan manajerial, dengan
membandingkan pelaksanaan nyata dan pelaksanaan yang direncanakan.

*.KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG EFEKTIF

24
Agar pengawasan efektif, maka para manajer  harus menghayati reaksi manusia terhadap sistem
pengawasan.  Manusia tidak begaitu saja  menerima pengawsan  yang  dilakukan manajer.
Reaksinya bermacam-macam menolak sekali pengawsan terhadapnya, mempertahankan diri dar
isistem pengawasan  yang diterapkan padanya dan  membela kinerja dan  menolak sasaran
kinerja yang tersirat dan tersurut  pada tujuan.  Hal ini makin jelas bila sumber daya terbatas  
dan situasi  penuh tekanan.  Dalam situasi seperti itu ,  orang cenderung  untuk 
mempertahankan  hasil  kerja yang dibatasi  oleh  kendala sehingga pengawasan  biasanya  tidak 
dikehendaki.

* Stoner  mengemukakan bahwa  pengawasan  yang efektif  itu   haruslah memenuhi  


persyaratan  sbb:
1. Ketepatan
2. Sesuai waktu,
3. Objektif dan kompherensif ,
4. Fokus pada titik pengawasan strategis,
5. Realistis secara ekonomis

  *Menurut Schermerhorn , agar supaya pengawasan itu efektif haruslah :

1. Berorientasi pada hal-hal yang strategis pada hasil-hasil


2. Berbasis informasi
3. Tidak kompleks
4. Cepat dan berorientasi perkecualian
5. Dapat dimengerti
6. Luwes
7. Konsisten dengan struktur organisasi
8. Dirancang untuk mengakomodasi pengawasan diri
9. Positif mengarah ke perkembangan , perubahan dan perbaikan
10. Jujur dan objektif
Sistem pengawasan yang efektif itu seharusnya mendukung strategis dan memfokuskan diri pada
apa yang harus dilakukan , tidak saja pada usaha pengukuran .  Pokok perhatian ada pada
kegiatan yang penting bagi tercapainya tujuan organisasi.

Sistem pengawasan harus mendukung usaha menyelesaikan masalah dengan pengambilan


keputusan , tidak haanya menunjukkan penyimpangan-penyimpangan. Sistem tersebut harus
dapat menunjukan mengapa terjadi penyimpangan dan apa yang harus dilakukan untuk
perbaikannya.

Sistem pengawasan harus dapat dengan cepat atau dini mendeteksi penyimpangan sehingga
tindakan perbaikan dapat pula dilakukan dengan segera agar terhindar hal-hal yang tidak
diharapkan ; kalau perlu dengan cara-cara pengecualian .

Sistem pengawasan yang efektif memberikan informasi yang cukup bagi para pengambil
keputusan , artinya informasi yang mudah dimengerti , padat . Sistem pengawasan harus dapat
mengakomodasi situasi yang unik atau yang berubah-ubah . Sistem pengawasan harus pula dapat

25
mengakomodasikan kapasitas seseorang untuk mengawasi dirinya sendiri . Yang penting harus
ada saling percaya , komunikasi dan partisipasi pihak-pihak yang berkepentingan . Pengawasan
diri tercipta bila rancang bangun kerja itu jelas dan pemilihan orang yang mampu bagi
pekerjaannya dilakukan dengan baik .

Sistem pengawasan harus menitik-beratkan  pada pengembangan , perubahan dan perbaikan ;


kalau dapat sanksi dan peringatan itu diminumkan . Kalau sanksi diperlukan haruslah
dilaksanakan dengan hati-hati dan manusiawi . Akhirnya sistem pengawasan harus jujur dan
objektif artinya tidak memihak , dan satu-satunya tujuan adalah peningkatan kerja

26
BAB IV

KESIMPULAN

Pengawasan adalah Proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk


menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang
telah ditentukan. Pengawasan adalah tanggung jawab pimpinan , tapi karena tidak mungkin
pimpinan melakukan semuanya maka pengawasan dilimpahkan kepada unit pengawasan.
Jenis-jenis pengawasan:
1. PengawasanIntern dan Ekstern;
2. Pengawasan Preventif;
3. Pengawasan Aktif (dekat) dan Pasif;
4. Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtmatigheid) dan kebenaran materiil
mengenai maksud & tujuan pengeluaran (doelmatigheid).
Kontrol manajemen pendidikan pengelolaan secara menyeluruh atau pengendalian agar proses
manajemen pendidikan tetap terarah dan tidak ada penyimpangan-penyimpangan.Langkah-
langkah dasar dalam control manajemen pendidikan:
1. Menentukan standar dan metode yang digunakan untuk mengukur prestasi.
2. Mengukur prestasi kerja.
3. Menganalisis apakah prestasi kerja memenuhi syarat.
4. Mengambil tindakan korektif.

27
DAFTAR PUSTAKA

Gunadarma,Pengantar Bisnis

Manajemen dan Organisasi (Valvaliano.worddpress.com)

Kasim,Azar.Teoori pembuatan keputusan


Jakarta:Lembaga penerbit FE UI 1995

Syamsi,Ibnu.Pengambilan Keputusan (Decision making)


Jakarta:Bina Aksara.1989

Public Addministrasion Therritory,Perencanaan dalam Manajemen

Agustinus,Wahyudi Sri.1996.Manajemen Strategik (Jakarrta Binarupa Aksara)

Amir,M.Tauffiq.2011.Manajemen Strategik Konsep dan Aplikasi (Jakarta:PT.Raja Grafindo


Persada)

Djaslim,Saladin.2003.Manajemen Strategik dan Kebijakan perusahaan (Bandungg:Linda Karya)

Siagian,P Mpa.2005.Manajemen Strategik (Jakarta: Bumi Aksara)

28

Anda mungkin juga menyukai