Anda di halaman 1dari 61

PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA MONGONDOW PADA

KALANGAN REMAJA DI DESA KONAROM BARAT KECAMATAN


DUMOGA TENGGARA KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

SKRIPSI

Oleh

YESI MAKALALAG
NIM 311416095

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
MEI 2021
PERGESERAN PENGGUNAAN BAHASA MONGONDOW PADA
KALANGAN REMAJA DI DESA KONAROM BARAT KECAMATAN
DUMOGA TENGGARA KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Negeri Gorontalo untuk Memenuhi Salah Satu


Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Negeri Gorontalo

Oleh

YESI MAKALALAG
NIM 311416095

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
MEI 2021
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada bagian hasil penelitian ini dipaparkan jawaban atas pertanyaan yang

dikemukakan dalam permasalahan penelitian. Adapun permasalahan yang dimaksud

meliputi (1) Bagaimana pergeseran penggunaan bahasa Mongondow pada kalangan

remaja di desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang

Mongondow (2) faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya pergeseran

penggunaan bahasa Mongondow pada kalangan remaja di Desa Konarom Barat,

Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow, dan (3) Bagai

manakah upaya untuk mengatasi pergeseran penggunaan bahasa Mongondow pada

kalangan remaja di Desa Konarom Barat, Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten

Bolaang Mongondow. Ketiga hasil penelitian tersebut di uraikan berikut.

4.1.1 Pergeseran Penggunaan Bahasa Mongondow pada Kalangan Remaja di

Desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang

Mongondow

Berdasarkan analisis data yang diperoleh ada sepuluh percakapan yang telah

ditemukan. Terdapat pegeseran bahasa Mongondow pada kalangan Remaja di Desa

Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow

karena para remaja setiap melakukan percakapan dengan mitra tuturnya lebih

dominan menggunakan bahasa Indonesia dialek Manado bahkan sudah tidak

ditemukan sama sekali menggunakan bahasa Mongondow.


Hal ini dapat di buktikan dengan kutipan percakapan sebagai berikut.

Data kutipan (1) berikut sesuai dengan tabel percakapan yang diperoleh

berlangsung di depan teras rumahnya P2 pada sore hari dan dalam suasana santai.

Peserta atau dalam hal ini pelaku percakapan yang dimaksud adalah (P1) Devi, (P2)

Radit, (P3) Saka dan (P4) Citra yang membahas “setelah lulus sekolah mau kulia di

mana” dalam hal ini P1 adalah penduduk asli desa Konarom Barat Kecamatan

Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow yang suda sejak dari SMP

hingga kulia saat ini di Kota Gorontalo sehingga iya tidak mengetahui bahasa Ibunya

atau bahasa Mongondow, berikut kutipan percakapannya:

P2: Kaya, nya so ndk mokulia kak, mo cari karja jo sama-sama dengan tamang-
tamang
(sepertinya saya suda tidak kulia lagi kak, mencari kerja saja sama teman-teman).
P1: Kenapa tidak mo lanjut kulia aba, kulia itu enak loh dari pada karja, trus
tamang-tamang yang lain bagimana eii sama poli tdk mo lanjut kulia juga.
(kenapa tidak mau lanjut kulia, kulia itu enak dari pada kerja, terus teman-teman
yang lain bagaimana, sama tidak mau lanjut kulia juga?).

Seperti pada kutipan percakapan di atas bahasa dari P1 suda terpengaruh dengan

faktor sekolah karena dalam lingkungan sekolah teman-teman dan guru-gurunya

mayoritas penduduk asli suku Gorontalo dan dalam proses pembelajaran bukan hanya

bahasa nasional dan bahasa internasional yang di ajarkan melainkan adanya mata

pelajaran bahasa Gorontalo yang di tuntut semua siswa bisa paham dan dapat

mengetahui bahasa tersebut. Sehingga P1 menggunakan bahasa melayu Manado

dengan dialek Gorontalo seperti pada percakapan di atas sedangkan P2, P3 dan P4
telah menggunakan bahasa melayu Manado saat berinteraksi karena remaja tersebut

juga suda tidak mengetahui bahasa Ibunya atau Bahasa Mongondow. Membiasakan

diri dengan menggunakan bahasa dari suku lain ataupun bahasa nasional dan bahasa

Internasioal perlahan-lahan akan membuat bahasa tersebut menjadi bahasa pertama

yang dikuasai dan berakibat fatal pada bahasa Ibu atau bahasa Mongondow yang

perlahan-lahan akan bergeser.

Data kutipan (2) berikut sesuai dengan data percakapan yang diperoleh

langsung di rumahnya P1 pada pagi hari yang membahas mengenai “kedatangan P3

dari Jawa” dalam suasana santai. Pada percakapan di atas ada penggunaan dua bahasa

yang digunakan penutur dan mitra tutur seperti pada kutipan berikut:

P1: Kak Gita baru bale dari Jogja

(kak gita baru balik dari jogja)

P2: Enda, to sudah 2 Minggu di kampung

(Tidak, saya sudah dua minggu berada di kampung)

P3: Oh so 2 minggu, baru ini torang dapa lia pa kaka

(oh sudah dua minggu, baru sekarang kami lihat kaka)

Seperti pada kutipan percakapan di atas dapat kita lihat bersama bahwa P1, P3 dan P4

adalah remaja asli desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten

Bolaang Mongondow yang lebih dominan menggunakan bahasa melayu Manado saat

berinteraksi dengan mitra tutur lainnya. Remaja tersebut beralih bahasa melayu

Manado karena adanya faktor lingkungan yang yang mempengarauhi bahasa Ibunya
atau bahasa Mongondow. Sedangkan P2 juga adalah penduduk asli desa Konarom

Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow yang telah

melajutkan studinya di daerah Jawa sehingga ia menggunakan bahasa melayu

Manado dengan dialek Jawa seperti pada kutipan percakapan di atas tanpa

menggunakan bahasa Ibunya ataupun bahasa Mongondow. Membiasakan diri

menggunakan bahasa dari daerah laian ataupun bahasa inter nasional seperti pada

kutipan percakapan di atas dapat mengakibatkan bahasa Ibu atau bahasa Mongondow

perlahan-lahan akan mengalami pergeseran.

Data kutipan percakapan (3) berikut berdasarkan tabel percakapan yang ada

pada lampiran, percakapan berikut di peroleh di warungnya P2 pada malam hari

membahas mengenai “beasiswa” dalam suasanan santai. Dalam tabel percakapan di

atas dapat kita lihat bersama bahwa adanya penggunaan 2 bahasa yang berbeda yang

digunakan penutur dan mitra tutur saat berinteraksi tanpa sedikutpun menggunakna

bahasa Ibunya ataua bahasa Mongondow seperti pada kutipan berikut:

P1: Minjo beso torang moka skolah ba ambe scholarsip

(P1: ayo pergi sekolah besok untuk mengambil beasiswaku)

P2: juga tapi dapa part torang toh

(P2: ayo tapi dapat bagian kamikan)

P1: Okei

(P1: iya)
Seperti pada kutipan percakapan di atas remaja desa Konarom Barat Kecamatan

Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow tidak lagi menggunakan bahasa

Ibunya atau bahasa Mongondow saat berinteraksi dengan mitra tutur lainnya. Mereka

lebih memilih menggunakan bahasa melayu Manado dan bahasa Inggris seperti pada

kutipan percakapan di atas, bahasa Ibu atau bahasa Mongondow dari remaja tersebut

telah mengalami pergeseran karena bahasa Ibu mereka telah terpengaruh dengan

faktor sekolah yang lebih dominan mempelarkan siswa dalam berbahasa nasioanal

dan bahasa Internasioanl sehingga bahasa Ibu atau bahasa Mongondow yang dulu di

ketahi remaja tersebut kini perlahan-lahan mulai mengalami pergesen. Hal ini bukan

hanya akan berpengaruh pada bahasa daraeh yang menjadi identitas remaja tersebut

tetapi hal ini perlahan-lahan akan membuat budaya dari desa Konarom Barat

Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow akan ikut mengalami

pergeseran secara perlahan.

Data (4) Berdasarkan percakapan pada tebel, percakapan berlangsung di

rumahnya P1 pada sore hari membahas “adanya transaksi jual beli” dalam suasana

santai. Dalam percakapan tersebut adanya penggunaan dua bahasa yang digunakan

penutur dan mitra tutur yang tanpa menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa

Mongondow sehingga percakapan pada tabel 1.4 termasuk dalam pergeseran bahasa

pada remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang

Mongondow. Seperti pada kutipan berikut:


(9) P3: Oh iya bu, ambe saja

(P3: Oh iya ibu, ambil saja)

(10) P4: piro hargane ndo,

(P4: Berapa harganya)

(11) P3: Rong puluh bu,

(P3: Dua pulu ribu)

(12) P4: Ini uangnya, matur nuwun ndo,

(P4: Uangnya ini, terimakasih banyak)

(13) P3: Iya sama-sama bu,ee matur nuwun juga


P3: Iya sama-sama bu, terimakasih juga

Seperti pada kutipan percakapan di atas P3 adalah remaja asli desa Konarom Barat

Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow yang menggunakan

dua bahasa yang berbada tanpa menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa

Mongondow. Awalnya P3 menggunakan bahasa melayu Manado saat berinteraksi

dengan mitra tutur lainnya seperti pada kutipan di atas, akan tetapi ketika remaja

tersebut diperhapkan dengan lawan bicara yang menggunakan bahasa yang berbeda

atau bahasa Jawa, ramaja tersebut dapat memahami bahasa yang digunakan mitra

tutur tersebut karena sebelumnya P3 suda tau dan paham dengan bahasa Jawa karena

P3 tinggal di lingkungan yang begitubanyak suku yang berbeda salah satunya suku

Jawa. Dengan membiasakan diri menggunakan bahasa dari suku lain akan

mengakibatkan bahasa Ibu atau bahasa Mongondow perlahan-lahan akan bergeser,


hal ini bukan hanya akan berdampak pada bahasa tetapi perlahan-lahan juga akan

berpengaruh pada budaya yang perlahan-lahan juga akan mengalami pergeseran atau

pergantian budaya.

Data (5) berdasarkan data, percakapan terjadi di pasar pada pagi hari

membahas “transaksi jual beli barang” dalam suasana ramai. Dalam percakapan di

atas dapat kita lihat bersama pada tabel bahwa P1 dan P3 lebih dominan

menggunakan bahasa melayu Manado di bandingkan menggunakan bahasa Ibunya

sendiri sedangkan P2 menggunakan bahasa melayu Manado denagan dialek Jawa.

berikut kutipan percakapannya:

P1: Iya, brapa dang depe harga

(P1: Iya, berapa harganya)

P2: Pitung ewu mba,ee

(P2: tuju ribu mba,)

P1: Pe mahal skali do,e lima ribu jo ne mas

(P1: Mahal sekali, lima ribu saja ya)

P2: Yaa ngak bisa mba, memang itu harga jualnya

(P2: Tidak bisa mba, sudah seperti itu harga jualnya)

Dalam kutipan percakapan di atas dapat kita lihat bersama bahwa P1 dan P3 adalah

remaja atau penduduk asli desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara

Kabupaten Bolaang Mongondow yang telah berinteraksi secara langsung dengan

pedagang di pasar dengan dominan menggunakan bahasa melayu Manado. Remaja-


remaja tersebut tidak lagi menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow saat

berinteraksi dengan mitra tutur lainnya, karena remaja tersebut suda tidak menguasai

bahkan tidak mengetahui bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow itu sendiri,

sehingga dapat dikatakan bahasa Ibu atau bahasa Mongondow dari remaja tersebut

suda bergeser dengan adanya faktor yang telah mempengaruhi seperti ke datangan

suku-suku lain yang telah membawa bahasa mereka sehingga remaja tauapun

penduduk desa Konarom Barat merasakan kesusahan dalam berinteraksi dengan

lingkungannya sehingga remaja ataupun penduduk desa Konarom Barat memilih

menggunakan bahasa melayu Manado saat berinteraksi. Sehingga dengan terbiasanya

remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang

Mongondow menggunakan bahasa melayu Manado saat berinteraksi dengan siapaun

itu membuat mereka perlahan-lahan telah melupakan bahasa Ibunya atau bahasa

Mongondow.

Data (6) sesuai hasil data percakapan yang di temukan, percakapan berlangsung

di tempat buah pada sore hari karena adanya “transaksi jual beli bua” dalam suasana

ramai. Percakapan pada tabel di atas dapat kita lihat bersama bahwa adanya

penggunaan dua bahasa yang di gunakan saat barinteraksi sehingga dapat membuat

bahasa Ibu dari remaja-remaja tersebut bergeser. Berikutipan percakapannya:

P1: Mas bli buah alpukat

(P1: mas beli buah alpukat)


P2: Iye, cewe pilih saja
(P2: iya cewe pilih saja)
P3: Mas ndk busu depe dalam ini toh
(P3: mas tidak busuk dalamnya kan)
P2: Tidak mi, tidak busuk dalamnya itu
(P2: dalamnya itu tidak busuk)
Kutipan percakapan di atas menggambarkan bahwa adanya penggunaan bahasa dari

suku lain yang dapat berpengaruh besar pada bahasa Ibu ataupun bahasa Mongondow

yang di miliki remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Teggara Kabupaten

Bolaang Mongondow. Pada kutipan percakapan di atas P1 dan P3 adalah remaja asli

desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow

yang lebih memilih menggunakan bahasa melayu Manado saat berintekasi dengan

mitra tutur lainya, sedangkan P2 adalah pedagang asli dari suru Bugis yang telah

tinggal di desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang

Mongndow. Pengaruh besar terjadinya pergeseran bahasa pada remaja desa Konrom

Barat karena adanya trasmigran sehingga remaja ataupun penduduk asli desa

Konaarom Barat memilih bahasa melayu Manado untuk digunakan saat berinteraksi

sehigga dengan terbiasanya menggunakan bahasa melayu Manado membuat

penduduk ataupun remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara

perlahan-lahan melupakan bahasa Ibunya sendiri. Membiasakan diri untuk

menggunakan bahasa dari suku lain bukan hanya akan berpengaruh pada bahasa dari

penduduk akan tetapi perlahan-lahan juga akan berpengaruh ada budaya yang

pelahan-lahan akan juga akan mengalami peregeseran secara utuh.


Data (7) Berdasarkan percakapan pada tabel, percakapan berlangsung di

depan teras rumahnya P1 pada pagi hari dengan “menanyakan kabar teman” dalam

suasana santai. Dalam percakapan tersebut P1 dan P3 telah menggunakan dua bahasa

dari suku yang berbeda tanpa menggunakan sedikitpun bahasa Ibunya atau bahasa

Mongondow. Seperti pada kutipan percakapan berikut:

P1: Badhe tidak pundi pak

(P1: Mau kemana pak)

P2: Arep lunga kebon

(P2: Pergi ke kebun)

P3: Oh iyo pak ee, hati-hati

(P3: iya pak, hati-hati

P1: pak ee, Putri ngendi

(P1: putri dimana)

P2: ing daleme simbah

(P2: di rumah kakeknya)

Dalam kutipan percakapan di atas dapat kita lihat bersama bahwa bahasa yang telah

digunakan remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten

Bolaang Mongondow telah berubah dengan lebih dominan menggunakan bahasa

Jawa seperti bahasa yang telah di gunakan P2 yang memang asli dari suku Jawa.

Remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang

Mongondow suda tidak lagi menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow
kini remaja tersebut lebih memilih menggunakan bahsa melayu Manado dan lebih

parahnya lagi remaja desa Konarom Barat telah menguasai bahasa Jawa seperti pada

kutipan percakapan di atas. Hal ini yang akan membuat bahasa Ibu atau bahasa

Mongondow perlahan akan mengalami pergeseran total melupakan bahasa Ibu sendiri

dengan menguasai bahasa dari suku lain sehingga pergeseran bukan hanya akan

terjadi pada bahasa dari desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara

Kabupaten Bolaang Mongondow tetapi perlahan-lahan pergeseran akan berdampak

pada budaya.

Data (8) Berdasarkan tabel data yang ditemukan percakapan tersebut

berlangsung di kantor desa pada siang hari membahas “pemiluh” dalam suasana

ramai. Dalam percakapan tersebut dapat kita lihat bersama bahwa remaja desa

Konarom Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow lebih

dominan menggunakan bahasa melayu Manado. seperti pada percakapan berikut:

(6) P1: Oh iya, tadi saya masi singga di pure sembayang toh

(P1: oh iya, barusan saya masi dari pure sembayang)

(7) P2: Ibu pigi ba lapor saja dulu pa panitia supaya dorang mo pangge ulang itu
nama

(P2: ibu melapor saja dulu sama panitia biar mereka panggil lagi namanya)

(8) P1: Oh iya, matur suksma de,

(P1: oh iya. Terimah kasih de,)

(9) P3: Matur suksma juga bu,


(P3: Terimakasih juga bu,)
Dalam kutipan percakapan di atas P2 dan P3 adalah pendudk asli desa Konarom
Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow sedangkan P1
adalah transmigran dari suku Bali yang tinggal di desa Konarom Barat. Pada kutipan
percakapan di atas dapat kita lihat bersama P2 dan P3 lebih domonan menggunakan
bahasa melayu Manado sedangkan P1 Menggunakan bahasa melayu Manado dengan
dialek bahasa Bali. Remaja desa Konarom Barat tidak lagi menggunakan bahasa
Ibunya atau bahasa Mongondow dalam berinteraksi dengan mitra tutur lainnya karena
bahasa Ibu mereka telah bergeser akibat adanya faktor lingkungan dan faktor-faktor
lainnya yang telah mempengaruhi bahasa mereka. Mereka memilih menggunakan
bahasa melayu Manado agar dapat lebih muda berinteraksi dan agar dapat sama-sama
memahami apa yang di sampaikan. Membiasa diri menggunakan bahasa dari suku
lain dapat mengakibatkan bahasa Ibu atau bahasa Mongondow perlahan-lahan
mengalami pergeseran bahkan bukan hanya bahasa yang dapat mengalami pergeseran
tatapi budaya juga perlahan-lahan akan ikut bergeser.

Data (9) sesuai tabel data yang ditemukan percakapan berlangsung di rumah

pada malam hari membahas “tugas sekolah” dalam suasana menegangkan. Dalam

percakapan tersebut dapat kita lihat bersama bahwa P2 telah menggunakan bahasa

Jawa defan fasi sedangkan P1 lebih dominan menggunakan bahasa melayu Manado.

Seperti pada kutipan percakapan berikut:

(1) P1: Raski bekang kasana ngana pe pr itu

(P1: Raski buat saja tugasmu itu)

(2) P2: Iyo mba,ee

(P2: iya kak)

(3) P3: Mba,e-mba,e macam orang jawa jo


(P3: mba,-mba, seperti orang jawa saja)

Dalam kutipan percakapan di atas dapat kita lihat bersama bahwa remaja desa

Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara lebih dominan menggunakan bahasa

melayu Manado tidak lagi menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow saat

berinteraksi dengan mitra tutur lainya. Lebih parahnya remaja desa Konarom Barat

tidak menguasai bahasa Ibunya akan tetapi menguasai bahasa dari suku lain sehingga

hal tersebut membuat bahasa Ibu mereka bukan hanaya akan bergeser tetapi

seiringnya waktu akan mengalami kepubahan karena tidak ada lagi penutur yang

menggunakan bahasa Mongondow. Hal tersebut membuat resah penduduk asli desa

Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow

dengan tidak adanya lagi remaja atau generasi muda yang menggunakan bahasa Ibu

mereka atau bahasa Mongondow akan membuat bahasa mereka menjadi punah dan

seiringnya waktu juga budaya dari desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga

Tenggara perlahan-lahan akan mengalami pergantian.

Data (10) Berdasarkan data percakapan, percakapan tersebut berlangsung di

rumahnya P2 pada siang hari membahas “keberadaan teman” dalam suasana sanatai.

Dalam percakapan pada tebel di atas dapat kita lihat bersama bahwa adanya

penggunaan dua bahasa dan pengaruh bahasa yang di dapatkan oleh remaja desa

Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow.

Seperti pada kutipan percakapan berikut:

P1: Ma, yayan ada yayan


(P1: Ibu ada yayan)

P2: tidak ada uti

(P2: Tidak ada)

P1: Ala eii ada kamana poli dia

(P1: kemana dia)

Dalam kutipan percakapan di atas dapat kita lihat bersama bahwa remaja desa

Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow

ketika berinteraksi dengan mitra tutur lainya lebih dominan menggunakan bahasa

melayu Manado tanpa sedikitpun menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa

Mongondow. Pada kutipan percakapan di atas juga dapat kita lihat bersama bahwa

remaja tersebut telah mengikuti bahasa yang yang digunakan P2 saat menjawab

pertanyaannya. Bahasa Ibu atau bahasa Mongondow dari remaja tersebut telah

mengalami pergeseran karena dengan awalnya mebiasakan diri menggunakan bahasa

dari suku lain dan terpengaruh dengan lingkungan yang berbagai macam suku

membuat bahasa Ibu dari remaja desa Konarom Barat menjadi lumpu secara perlahan

dan mengalami pergeseran. Dengan adanya transmigran dari berbagai macam suku

pada desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang

Mongondow bukan hanya akan membuat bahasa Ibu mereka menjadi bergeser akan

tetapi perlahan-lahan budaya dari desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara

Kabupaten Bolaang Mongondow akan ikut mengalami pergantian budaya.

4.1.2 Faktor Penyebab Pergeseran Bahasa


Penggunaan bahasa Mongondow di kalangan remaja mengalami pergeseran.

Banyaknya remaja menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa ibu mereka.

Pergeseran bahasa di kalangan remaja tidak begitu saja terjadi, tetapi pergeseran

bahasa tersebut di dorong oleh beberapa faktoryaitu, faktor sekolah, faktor ekonomi,

faktor kedwibahasaan dan faktor lingkungan.

a. Faktor Sekolah

Fenomena pergeseran bahasa daerah khususnya bahasa Mongondow tidak

dapat dihindari karena kemampuan generasi dalam menggunakan bahasa semakin

hari mengalami penurunan. Salah satu faktor penyebab terjadinya pergeseran bahasa

adalah faktor sekolah atau pendidikan. Hal ini di karenakan dalam dunia pendidikan,

bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari maupun pada saat proses

pembelajaran adalah bahasa persatuan yakni bahasa Indonesia. Oleh karena itu,

intensitas penggunaan bahasa ibu dalam pendidikan di desa Konarom Barat

berkurang dan menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa karena siswa dan pengajar

beralih menggunakan bahasa lain dan meninggalkan bahasa Mongondow sebagai alat

komunikasi.

Selain itu salah satu alasan pengaruhbesarbergesernya bahasa ibu atau bahasa

Mongondow terhadap remaja desa Konarom Barat dalam faktor sekolah yakni

karena banyak remaja yang meninggalkan tempat tinggalnya demi melanjutkan

studinya di luar daerah dan pengaruh pembelajaran bahasa nasional atau pun bahasa

internasional yang didapatkan . Hal ini dapat kita lihat pada data dalam tabel 1.1,

tebel 1.2 dan tabel 1.3 yang telah termasuk dalam faktor sekolah.
Data kutipan pada tabel 1.1 di atas dapat kita lihat pada percakapannya bahwa

ada penggunaan dua bahasa yang telah digunakan saat berinteraksi dengan mitra tutur

yang lainnya. Penggunaan dua bahasa yang bukan bahasa Ibu sendiri atau bahasa

Mongondow mengakibatkan remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga

Tenggara melupakan bahasa Ibunya sendiri dan lebih memilih menggunakan bahasa

melayu Manado seperti pada kutipan percakapan berikut:

(1) P1: Adit kalu somo lulus sekolah mo kulia dimana


(adit setelah lulus sekolah mau kulia dimana)
(2) P2: Kaya, nya so ndk mokulia kak, mo cari karja jo sama-sama dengan
tamang-tamang
(sepertinya sudah tidak lanjut kulia kak, mau mencari kerja saja sam teman-
teman)
(3) P1: Kenapa tidak mo lanjut kulia aba, kulia itu enak loh dari pada karja, trus
tamang-tamang yang lain bagimana eii sama poli tdk mo lanjut kulia juga
(kenapa tidak lanjut kulia, kulia itu enak dari pada kerja, terus teman-teman
yang lain bagaimana sama juga tidak lanjut kulia)
(4) P3: Kalu kita kak suka molanjut tapi, kasian pa mama dengan papa yang
bakarja cuma buru tani
(kalau saya ingin lanjut kak tapi, kasian sama ibu dan bapak kerjanya hanya
buru tani)
(5) P1: Coba ba daftar dulu iko jalur SNPTN uti, supaya ndk moba bayar doi
semester
(di coba dulu ikut jalur SNPTN, biar nanti tidak bayar uang semester)

Data kutipan pada percakapan di atas sangat jelas bahwa adanya penggunaan

dua bahasa yang digunakan penutur dan mitra tutur saat berinteraksi, pada
percakapan nomor (1), (3) dan (5) seperti pada kutipan percakapan di atas P1 adalah

penduduk asli desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten

Bolaang Mongondow yang sudah sejak duduk dibangku sekolah tingkat SMP

menimba illmu di kota Gorontalo atau bermigransi. Sehingga bahasa yang dominan

digunakan remaja tersebut adalah bahasa melayu Manado dengan dialek bahasa

Gorontalo. Bahasa Ibu yang dahulunya mereka ketahui kini perlahan-lahan mulai

mereka lupakan atau bergeser, faktor bergesernya bahasa bukan hanya disebabkan

oleh lingkungan setempat akan tetapi faktor sekolah juga menjadi salah satu

penyebab bergesernya bahasa Ibu mengutamakan bahasa nasional dan adanya mata

pelajaran bahasa inggris dan lebih parahnya lagi ada mata pelajaran khus bahasa Ibu

dari daerah tempat mereka menimbah ilmu, mengharuskan untuk paham dan tau

sehigga wajar saja sekolah dikatakan salah satu penyebabnya pergeseran bahaasa

khususnya pada remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara

Kabupaten Bolaang Mongondow.

Data kutipan pada tabel 1.3 di atas sudah sangat jelas bahwa remaja desa

Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow tidak

lagi menggunakan bahasa ibunya atau bahasa Mongondow saat berinteraksi dengan

teman-temannya. Seperti pada kutipan percakapan berikut:

(1) P1: Kak Gita baru bale dari Jogja


(kak gita baru balik dari jogja)
(2) P2: Enda, to sudah 2 Minggu di kampung
(tidak, sudah 2 minggu di kampung)
(3) P3: Oh so 2 minggu, soalnya baru ini torang dapa lia pa kaka
(oh sudah dua minggu, baru serakarang kami lihat kaka)
(4) P2: Iya, saya jarang keluar rumah juga, jadi saya ngak liat kalian
(iya, saya jarang keluar rumah, jadi saya tidak melihat kalian)
(5) P4: Kemarin kita dapalia pa kaka ada dudu di muka teras rumah, ngoni yang
ndk dapa lia bukan kak gita yang ndk dapalia
(kemarin saya melihat kaka duduk di depan rumah,kalian yang tidak melihat
kak gita bukan kak gita yang tidak terlihat)

. Data kutipan percakapan di atas diperoleh saat remaja desa Konarom Barat

Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow berinteraksi atau

berkomunikasi dengan teman mereka yang baru saja pulang dari Jokja. Dari kutipan

percakapan di atas (P1) telah menggunakan bahasa melayu Manado dengan dialek

bahasa Jawa sedangkan (P2), (P3) dan (P4) lebih dominan menggunakan bahasa

melayu Manado. Bahasa Ibu atau bahasa Mongondow yang dulunya mereka ketahui

kini perlahan-lahan telah mereka lupakan karena adanya pengaru faktor sekolah yang

lebih mendominankan menggunakan dan mengajarkan bahasa nasional dan bahasa

internasional pada siswa saat proses pembelajaran tidak ada pelajaran mengenai

bahasa ibu dari daerah mereka sehingga saat prosese brinteraksi atau berkomunikasi

remaja tersebut tidak lagi mengguakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow.

Semua pelaku percakapan menggunakan bahasa melayu Manado akan tetapi yang

lebih dominan termausuk dalam faktor sekolah bahasa yang telah gunakan (P2) pada

nomor 2 dan nomor 4 adanya penggunaan bahasa yang diperoleh dari lingkungan

tempat iya sekolah sehingga membuat bahasa Ibu atau bahasa Mongondow dari
remaja tersebut mengalami pergeseran. Dengan membiasakan diri menggunakan

bahasa dari daerah lain akan mengakibatkan bahasa Ibu dari kita miki perlahan-lahan

akan bergeser seprti yang terjadi pada P2 telah menggunakan bahasa melayu Manado

dengan dialek bahasa Jawa dengan tidak menggunakan bahasa Ibunya atau telah

melupakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow sehingga terjadinya pergeseran.

Data kutipan pada tabel 1.3 di atas sudah sangat jelas bahwa remaja desa

Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow

sudah tidak lagi menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow saat

berinteraksi. Bahasa Ibu dari remaja tersebut suda terpengaruh dengan farktor sekolah

yang lebih dominan mengajarkan bahasa nasional ataupun bahasa internasional

sehingga bahasa Ibu dari remaja bergeser. Berikut kutipan percakapannya:

(1) P1: letis go to school tomorrow to take my scholarship


(ayo pergi kesekolah besok untuk mengambil beasiswaku)
(2) P2: juga tapi dapa part torang toh
(ayo tetapi dapat bagaian kami kan)
(3) P1: Okei
(iya)
(4) P3: Nanti torang singga main table tennis
(nanti kita mampir main tenis meja)
(5) P2: Wow very interesting
(wow sangat menarik)

Data kutipan pada data percakapan di atas terlihat jelas bahwa ketiga pelaku

percakapan tersebut lebih dominan menggunakan bahasa melayu Manado dan bahasa
Inggris hal tersebut terjadi karena adanya faktor sekolah yang mengakibatkan

bergesernya bahasa Ibu atau bahasa Mongondow pada remaja desa Konarom Barat

Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow. Dalam lingkungan

sekolah lebih diutamakan menggunakan bahasa Nasional dan adanya mata pelajaran

bahasa Internasional atau bahasa Inggris yang telah mempengaruhi bahasa Ibu yang

dimiliki remaja tersebut. Dahulunya remaja tersebut mengetahui bahasa Ibunya atau

bahasa Mongondow walau tidak terlalu fasi akan tetapi dengan seiringnya waktu

berjalan dan perkembangan zaman remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga

Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow lebih membiasakan menggunakan bahasa

dari daerah lain yaitu bahasa melayu Manado dan membiasakan diri menggunakan

bahasa Inggris saat berinteraksi dengan mitra tutur lainya seperti pada kutipan

percakapan di atas sehingga dengan kebiasaan menggunakan bahasa lain selain

bahasa Ibu atau bahasa Mongondow mengakibatkan pergeseran pada bahasa Ibu.

Perlahan-lahan bahasa yang sering digunakan remaja tersebut akan menjadi bahasa

yang pertama yang akan diketahui penduduk desa Konarom Barat bahkan akan

menjadi penggati bahasa Ibu atau bahasa Mongondow. Hal ini bukan hanya akan

berdampak pada bahasa dari desa Konarom Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten

Bolaang Mongondow akan tetapi perlahan-lahan akan berdampak juga pada

pergantian budaya nantinya.


b. Faktor Ekonomi

Ekonomi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi bahasa ibu atau bahasa

daerah seseorang sehingga mengalami pergeseran. Salah satu faktor ekonomi adalah

industrialisasi, kemajuan ekonomi kadang-kadang mengakat posisi sebuah bahasa

menjadi bahasa yang memiliki nilai ekonomi tingggi. Hal ini terjadi di desa

Koanarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow

yang sekarang sudah memiliki beberapa bahasa yang dibawa oleh transmigran

melalui jalur perdagangan yang menyebabkan banyak msyarakat asli Mongondow

mulai menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa melayu Manado untuk

berkomunikasi dengan masyarakat trasmigran dalam melakukan perdagangan. Hal ini

dapat kita lihat pada tabel 1.4, tabel 1.5 dan tabel 1.6.

Data ktipan pada tabel 1.4 sudah sangat jelas bahwa remaja desa Konarom

Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow suda tidak lagi

menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow saat berinteraksi dengan mitra

tutur lainnya. Kemajuan ekonomi pada desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga

Tenggara mengundang banyaknya peminanat atau transmigran untuk tinggal dan

melakukan perdagangan pada desa setempat sehingga bahasa Ibu dari remaja tersebut

terpengaruh dan termasuk dalam pergeseran bahasa. Berikut kutipan percakapannya:

(6) P3: ba beli apa bu,


(beli apa bu,)
(7) P4: mau isi bensin ndo,
(mau mengisi bensin)
(8) P3: Oh iya bu, ambe saja
(oh iya ibu, ambil saja)
(9) P4: piro hargane ndo,
(berapa harganya)
(10) P3: Rong puluh bu,
(dua pulu ribu)

Data kutipan percakapan di atas dapat kita lihat bersama bahwa remaja desa

Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara lebih dominan menggunakan bahasa

melayu Manado dan ikut serta menggunakan bahasa yang digunakan mitra tutur yaitu

bahasa Jawa seperti pada kutipan percakapan nomor (11) di atas. Pada percakapan

tersebut (P3) adalah remaja asli desa Konarom Barat Kematan Dumoga Tenggara

Kabupaten Bolaang Mongondow yang saat ini tidak lagi menggunakan bahasa Ibunya

atau bahasa Mongondow untuk berinteraksi dengan mitra tutur seperti pada kutipan

percakapan di atas. Bahasa dari remaja tersebut telah terpengaruh dengan adanya

transmigran yang berdatangan pada desa Konarom Barat yang telah tinggal dan

metap pada desa tersebut, alasan remaja menggunakan bahasa melayu Manado agar

mitra tutur yang lainnya dapat saling memahami apa yang dimaksud pembeli dan

penjual. Akibat banyaknya trasmigran yang tinggal di desa Konarom Barat

Kecamatan Dumoga Tenggara dengan alasan ketertarikan pada suberdaya alam dan

nilai ekonomi sehingga remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara

suda memahami bahkan tau menggukan bahasa Jawa seperti pada kutipan percakapan

di atas pada nomor (11). Dengan terbiasanya remaja desa Konarom Barat Kecamatan
Dumoga Tenggara menggunakan bahasa melayu Manado dan bahasa Jawa

mengakibatkan bahasa Ibu atau bahasa Mongondow perlahan-lahan akan bergeser

dan akan mengalami pergantian bahasa dan budaya.

Data kutipan pada tabel 1.5 di atas dapat kita lihat bersama remaja desa

Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondowlebih

dominan menggunakan bahasa melayu Manado saat berinteraksi dengan mitra tutur,

dalam percakapan tersebut remaja desa Konarom Barat tidak lagi menggunakan

bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow. Seperti pada kutipan percakapan berikut:

(9) P1: Iya, brapa dang depe harga

(iya. Berapa harganya)

(10) P2: Pitung ewu mba,ee

(tuju ribu mba,)

(11) P1: Pe mahal skali do,e lima ribu jo ne mas

(sangat mahal,lima ribu saja mas)

(12) P2: Yaa ngak bisa mba, memang itu harga jualnya

(tidak bisa mba, memang itu harga jualnya)

(13) P1: Kalu bagitu biar jo dang mas ndk jadi ba bili kita

(jika seperti itu biar saja mas saya tidak jadi membeli)

(14) P2: Mba, beli yang ini saja cuma modelnya aja yang beda kan sama-sama
warna hitam
(mba, beli yang ini saja hanya modelnya saja yang bedakan sama-sama warna
hitam)

(15) P1: Ngak mas biar jo

(tidak mas biar saja)

(16) P3: Haii ngana ini bekeng sayang itu mas dapa lia

(kamu ini kasian masnya)

(17) P1: Sala-sala kita nimau itu no

(saya tidak mau yang seperti itu)

Berdasarkan data kutipan percakapan di atas dapat kita lihat bersama bahasa yang

dominan digunakan remaja desa Konarom Barat adalah bahasa melayu Manado.

Remaja tersebut tidaklagi menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow saat

berinteraksi dengan (P2) atau pedagang asesoris seperti pada kutipan percakapan di

atas karena P2 bukan asli penduduk desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga

Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow melainkan trasmigran yang ada pada desa

Konarom Barat. Pada percakapan nomor (10), (12) dan (14) pedagang asesoris

tersebut menggunakan bahasa melayu Manado dan bahasa Jawa sedangkan remaja

desa Konarom Barat lebih memilih menggunakan bahasa Melayu manado untuk

berinteraksi agar mudah di pahami bersama apa yang di maksud. Kemajuan ekonomi

mengundang banyaknya transmigran berdatangan hingga menetap tingggal pada desa

Konarom Barat hingga membuat penduduk asli atau remaja harus menyesuaikan
bahasa yang ingin digunakan saat berinteraksi kareana rana perdagangan telah kuasai

transmigran yang berbeda-beda bahasanya.

Data kutipan pada tebel 1.6 suda sangat jelas bahwa remaja desa Konarom

Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow suda tidak lagi

menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow saat berinteraksi karena

remaja tersebut telah menyusaikan bahasanya dengan mitra tutu lainya atau P2 yang

bersal dari suku Bugis agar saat berintekasi muda dan dapat di pahami apa yang

dibicarakan. Berikut kutipan percakapannya:

(1)  P1: Mas bli buah alpukat

(mas beli buah alpukat)

(2) P2: Iye, cewe pilih saja

(iya, cewe pilih saja)

(3) P3: Mas ndk busu depe dalam ini toh

(mas dalamnya tidak busuk ini kan)

(4) P2: Tidak mi, tidak busuk dalamnya itu

(tidak busuk dalamnya itu)

(5) P3: Soalnya kua p lembek skali au mo pegang

(masalanya lebek sekali di pegang)

Data percakapan di atas sudah sangat jelas bahwa bahasa Ibu atau bahasa

Mongondow yang dimiliki remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga

Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow telah mengalami pergeseran dengan


adanya trasmigran hingga menguasai perdagangan sehingga warga atau remaja desa

Konarom Barat harus menyesuaikan bahasa yang akan digunakan saat berinteraksi

dengan (P2) yang barasal dari Makasar atau suku Bugis. Remaja desa Konarom Barat

Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow memilih

menggunakan bahasa Melayu manado agar muda dipahami dan dapat di mengerti saat

berinteraksi dengan mitra tutur yang berbeda suku. Berawal dari membiasakan

menggunakan bahasa dari daerah lain mengakibatkan bahasa Ibu atau bahasa

Mongondow pada remaja desa Konarom Barat perlahan-lahan bergeser. Hal ini bukan

hanya akan berakibat pada bahasa Ibu ataupun Bahasa Mongondow akan tetapi

perlahan-lahan akan berakibat pada budaya yang perlan-lahan akan ikut bergeser atau

akan ada pergantian budaya pada desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga

Kabupaten Bolaang Mongondow karena tidaka ada lagi penutur yang menggunakan

bahasa daerahnya sendiri.

c. Faktor Kedwibahasaan

Pergantian satu bahasa dengan bahasa lainya dalam berkonikasi atau

pemakaian dua bahasa lisan secara terus menerus akan mengakibatkan seseorang

akan melupakan bahasa ibunya sendiri yang sering disebut kedwibahasaan yang

mengakibatkan sesorang menguasai lebih dari satu bahasa, penutur bahasa daerah

semakin lama semakin sedikit yang berakibat akan tergeser bahkan mengalamai

kepunahan bahasa. Hal ini dapat kita lihat pada kutipan percakapan tebel 1.2, tabel

1.3 dan tabel 1.7adanya penggunaan dua bahasa yang telah digunakan remaja desa
Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow

hingga membuat bahasa Ibunya bergeser. Berikut kutipan percakapannya:

Data kutipan percakapan pada tabel 1.2 sangat jelas bahwa adanya

penggunaan dua bahasa yang dikuasai secara langsung oleh remaja desa Konarom

Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow yang tanpa

sedikitpun menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow saat berinteraksi.

Berikut kutipan percakapannya:

(12) P2: Ngak boleh ngeluh kaya gitu ndo, bersyukur saja masi boleh sekolah dan
ndk kana virus, ba kumpul dengan tamang-tamang nanti jo

(tidak boleh menguluh seperti itu, bersyukur saja masih bisa sekolah dan tidak
terkena virus, berkumpul dengan teman-teman nanti saja)

(13) P3: Masalanya kak torang somo lulus sekolah somo amper satu tahun ndk
sekolah, paling online depe tugas, atau karja klompok cuma 5 orang paling banya,
kan ndk baku dapa dengan tamang-tamang yang lain

(kami suda mau lulus sekolah suda hamper setahun tidak sekolah, tugasnya online
terus,kerja kelompokpun hanya 5 orang paling banyak, jadinya tidak bisa ketemu
dengan teman-teman lain)

(14) P4: Oh kalu ngana suka baku dapa dengan tamang-tamang samua kase kumpul
jo tapi ngana yang tanggung resiko kalu temang-tamang mo makana korona

(oh jika kamu mau ketemu dengan semua teman-teman di kumpul saja tetapi kamu
yang menanggung resiko jika teman-teman terkena korona)

(15) P1: apaso ngana ini, pisana torang ndk babicara dengan ngana, torang ba
cirita dengan kak gita
(kamu kenapa, pergi sana kami tidak bicara dengan kamu, kami bicara dengan kak
gita)

Data kutipan percakapan di atas sangat jelas bahwa adanya pergeseran bahasa

Mongondow pada kontak sosial yang di lakukan remaja desa Konarom Barat saat

berintekasi. Proses pergeseran bahasa yang terjadi pada remaja desa Konarom Barat

diakibatkan karena adanya seleksi bahasa yang digunakan remaja desa Konarom

Barat. Seperti bahasa yang digunakan remaja desa Konarom Barat Kecamatan

Dumoga Tenggara pada kutipan percakapan di atas nomor 12 (P2) adanya

penggunaan dua bahasa yang di tuturkan, yang pertama bahasa melayu Manado

dengan dialek Jawa. Sehingga remaja yang lainpunharus memenuhi syarat yakni

menggunakan bahasa yang dimengerti oleh masing-masing pihak yang melakukan

interaksi sehingga lebih memilih menggunakan bahasa melayu Manado. Bahasa yang

lemah adalah bahasa yang tidak dikuasai oleh salah satu pihak atau hanya sepihak

saja yang menguasai sehingga kemungkinan untuk menggunakan bahasa tersebut

sangat kecil/minim (bahasa Mongondow). Sedangkan bahasa yang kuat bahasa yang

dikuasai oleh banyak pihak/pemilik, sehingga kemungkinan untuk digunakannya

bahasa tersebut sanagat besar (bahasa melayu Manado). Dengan demikian seperti

pada kutipan percakapan di atas bahasa Mongondow bukan menjadi pilihan untuk

digunakan berkomunikasih. Hal ini mempengaruhi eksistensi bahasa-bahasa yang

minoritas bahasa daerah/bahasa Mongondow atau bahasa yang jarang digunakan.


Data kutipan pada tabel 1.3 di atas sangat jelas bahwa remaja desa Konarom

Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow tidak lagi

menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow. Bahasa Ibu dari remaja desa

Konarom perlahan-lahan mengalami pergeseran akibat adanya bahasa yang dibawa

oleh transmigran dan pengrauh dari sekolah dan berbagai macam faktor lainnya,

sehingga remaja desa Konarom Barat menguasai dua bahasa yang membuat bahasa

Ibunya atau bahasa Mongondow menjadi bergeser. Berikut kutipan percakapannya:

(1) P1: let’s go to school tomorrow to take my scholarship


(ayo pergi sekolah besok untuk mengambil beasiswaku)
(2) P2: juga tapi dapa part torang toh
(ayo tetapi dapat bagian kami kan)
(3) P1: Okei
(iya)

Data kutipan percakapan di atas sangat jelas bahwa adanya penggunaan dua

bahasa yang digunakan remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara

Kabupaten Bolaang Mongondow ketika sedang berinteraksi. Proses pergeseran

bahasa yang terjadi pada remaja desa Konarom Barat diakibatkan karena adanya

seleksi bahasa yang digunakan remaja desa Konarom Barat seperti pada kutipan

percakapan nomor (1) remaja tersebut tidak lagi menggunakan bahasa Ibunya atau

Bahasa Mongondow melainkan menggunakan bahasa Inggris yang telah mereka

dapatkan di sekolah, dan pada kutipan percakapan nomor (2) remaja desa desa

Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow lebih


memilih menggunakan bahasa melayu Manado dibandingkan menggunakan bahasa

Ibunya atau bahasa Mongondow. Sehingga remaja yang lainpun harus memenuhi

syarat yakni menggunakan bahasa yang dimengerti oleh masing-masing pihak yang

melakukan interaksi sehingga lebih memilih menggunakan bahasa melayu Manado

dan bahasa Inggris yang menurut mereka lebih menarik digunakan. Bahasa yang

lemah adalah bahasa yang tidak dikuasai oleh salah satu pihak atau hanya sepihak

saja yang menguasai sehingga kemungkinan untuk menggunakan bahasa tersebut

sangat kecil/minim (bahasa Mongondow). Proses bergesernya bahasa pada remaja

desa Konarom Barat adalah akibat adanya penggunaan dua bahasa sekaligus dan

lebih memilih menggunakan bahasa lain selain bahasa Ibunya atau bahasa

Mongondow, sehingga mengakibatkan bahasa Ibu atau bahasa Mongondow dari rema

desa Konarom Barat perlahan-lahan mengalami pergeseran. Hal ini bukan hanya akan

berakibat pada pergeseran bahasa akan tetapi perlahan-lahan budayapun akan ikut

mengalami pergeseran dan akan ada pergantian budaya pada desa Konarom Barat

Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow yang tidak ada lagi

penutur yang menggunakan bahasa daerahnya sendiri atau bahasa Mongondow.

Data kutipan pada tebel 1.7 di atas sangat jelas bahwa remaja desa Konarom

Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow tidak lagi

menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow. Remaja desa Konarom Barat

Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow bukan hanya tidak

menggunakan bahasa Ibunya saat berinteraksi akan tetapi telah menggunakan bahasa
seperti yang di gunakan P2 yang bersal dari Jawa atau warga yang trasmigran di desa

Konarom Barat. Berikut kutipan percakapannya:

(1) P1: Badhe tidak pundi pak

(mau kemana pak)

(2) P2: Arep lunga kebon

(pergi ke kebun)

(3) P3: Oh iyo pak ee, hati-hati

(iya pak, hati-hati)

(4) P1: pak ee, Putri ngendi

(pak, putri dimana)

(5) P2: ing daleme simbah

(di rumah kakeknya)

Data kutipan percakapan di atas sangat jelas bahwa adanya penggunaan dua

bahasa yang digunakan remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara

Kabupaten Bolaang Mongondow ketika sedang berinteraksi. Proses pergeseran

bahasa yang terjadi pada remaja desa Konarom Barat diakibatkan karena adanya

seleksi bahasa yang digunakan remaja desa Konarom Barat seperti pada kutipan

percakapan nomor (1) dan nomor (4) remaja desa Konarom Barat bukan hanya tidak

lagi menggunakan bahasa Ibunya akan tetapi remaja tersebut telah menguasai bahasa

yang seperti digunakan P2 saat berinteraksi. P2 adalah trasmigran di desa Konarom

Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow yang berasal


dari suku Jawa dan telah tinggal menetap di desa Konarom. Remaja desa Konarom

Barat dahulunya mengetahui bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow akan tetapi

dengan seiringnya waktu dan zaman bahasa Ibu mereka telah mereka lupakan dan

beralih pada bahasa melayu manado dan lebih parahnya lagi remaja desa Konarom

Barat telah megetahui bahasa dari daerah lain seperti pada kutipan percakapan di atas.

Banyaknya trasmigran pada desa Konarom Barat membuat remaja yang lainpun

harus memenuhi syarat yakni menggunakan bahasa yang dimengerti oleh masing-

masing pihak yang melakukan interaksi sehingga lebih memilih menggunakan bahasa

melayu Manado dan bahasa Jawa yang menurut mereka lebih menarik digunakan.

Bahasa yang lemah adalah bahasa yang tidak dikuasai oleh salah satu pihak atau

hanya sepihak saja yang menguasai sehingga kemungkinan untuk menggunakan

bahasa tersebut sangat kecil/minim (bahasa Mongondow). Proses bergesernya bahasa

pada remaja desa Konarom Barat adalah akibat adanya penggunaan dua bahasa

sekaligus dan lebih memilih menggunakan bahasa lain selain bahasa Ibunya atau

bahasa Mongondow, sehingga mengakibatkan bahasa Ibu atau bahasa Mongondow

dari remaja desa Konarom Barat perlahan-lahan mengalami pergeseran. Hal ini bukan

hanya akan berakibat pada pergeseran bahasa akan tetapi perlahan-lahan budayapun

akan ikut mengalami pergeseran dan akan ada pergantian budaya pada desa Konarom

Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow yang tidak ada

lagi penutur yang menggunakan bahasa daerahnya sendiri atau bahasa Mongondow.
d. Faktor Lingkungan

Pergantian satu bahasa dengan bahasa yang lain juga sama persis dengan pada

situasi kedwibahasaan karena lingkungan bahasa juga sering terjadi pergantian 1

bahasa dengan bahasa yang lainya dalam berkomunikasi. Pergantian bahasa terjadi

karena tuntutan berbagai situasi yang dihadapi oleh masyarakat tutur. Salah satu

syarat penggunaan bahasa yakni harus dimengerti oleh lawan tutur dan mitra tutur

yang melakukan interaksi. Hal ini dapat kita lihat pada kutipan percakapan tabel 1.4,

1.8, 1.9 dan 1.10. Adanya pengaruh lingkungan yang membuat bahasa dari remaja

desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow

mengalami pergeseran.

Data kutipan pada tabel 1.4 di atas sangat jelas bahwa adanya pengaruh dalam

bahasa dari luar atau adanya pengaruh lingkungan juga yang telah mempengaruhi

bahasa Mongondow pada remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara

Kabupaten Bolaang Mongondow. bahasa Mongondow mulai tergeserkan dengan

adanya bahasa baru yang dibawa oleh trasmigran yang telah mempengaruhi remaja

desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow.

berikut kutipan percakapannya:

(7) P3: ba beli apa bu,

(mau beli apa bu,)

(8) P4: mau isi bensin ndo,

(mau mengisi bensin)


(9) P3: Oh iya bu, ambe saja

(oh iya ibu, ambil saja)

(10) P4: piro hargane ndo,

(berapa harganya)

(11) P3: Rong puluh bu,

(dua pulu ribu bu,)

Data kutipan pada percakapan di atas sangat jelas bahwa lingkungan sangat

mempengaruhi bahasa ibu dari remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga

Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow. Sehingga remaja desa Konarom Barat

melupakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow, remaja tersebut kini beralih pada

bahasa yang menurut mereka gaul dan bisa dipahami dan dimengerti bersama ketika

sedang berinteraksi. Sifat remaja yang mengetahui hal yang baru atau bahasa yang

baru menyebabkan bahasa Ibu atau bahasa Mongondow perlahan-lahan tergeserkan.

Seperti pada kutipan percakapan di atas pada nomor (7), (9) dan (11) remaja desa

Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow lebih

dominan menggunakan bahasa melayu Manado dan ikut menggunakan bahasa Jawa

seperti bahasa yang digunakan P4 yang berasal dari suku Jawa asli yang telah tinggal

di desa Konarom Barat atau trasmigran di desa Konarom Barat. Sehingga hal ini

dapat mempengaruhi bahasa Mongondow yang dimiliki remaja, sifat remaja yang

ingin mengetahui hal yang baru menyebabkan penggunaan bahasa Mongondow

tergeserkan dengan bahasa baru yang lebih moderen dan dapat dipahami bersama
membuat remaja mencari identitas diri dari orang sekitarnya. Hal ini bukan hanya

berpengaruh pada pergeseran bahasa akan tetapi akan berpengaruh juga pada budaya

dari desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang

Mongondow yang perlahan-lahan akan ikut bergeser dengan seiringnya pergantian

zaman.

Data kutipan pada tebel 1.8di atas sangat jelas bahwa remaja desa Konarom

Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow tidak lagi

menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow saat berinteraksi. Remaja

tersebut kini telah beralih pada bahasa yang telah mereka temui atau menurut

merekabahasa tersebut akan lebih mempermudah saat berinteraksi dengan mitra tutur

lainya. Berikut kutipan percakapanya:

(5) P2: Tadi ibu pe nama dorang ada pangge tapi ibu, ndk ada no

(barusa nama ibu di panggil tetap ibunya tidak ada)

(6) P1: Oh iya, tadi saya masi singga di pure sembayang toh

(oh iya. Saya masi mampir di pure sembayang)

(7) P2: Ibu pigi ba lapor saja dulu pa panitia supaya dorang mo pangge ulang itu
nama

(ibu pergi melapor saja sama panitia biar nama ibu bisa di panggil lagi)

Data kutipan pada bercakapan di atas sangat jelas bahwa lingkungan sangat

mempengaruhi bahasa ibu dari remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga

Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow. Sehingga remaja desa Konarom Barat


melupakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow, remaja tersebut kini beralih pada

bahasa yang menurut mereka bisa dipahami dan dimengerti bersama ketika sedang

berinteraksi. Sifat remaja yang mengetahui hal yang baru atau bahasa yang baru

menyebabkan bahasa Ibu atau bahasa Mongondow perlahan-lahan mengalami

pergeseran. Seperti pada kutipan percakapan di atas pada nomor (5) dan (7) remaja

desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow

lebih dominan menggunakan bahasa melayu Manado dibandingkan menggunakan

bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow agar lebih muda dimengerti dan dipahami

saat berinteraksi dengan P1 yang berasal dari suku Bali yang sudah tinggal menetap

atau trasmigran di desa Konarom Barat. Dengan membiasakan diri menggunakan

bahasa lain selain bahasa Ibu atau Bahasa Mongondow akan menngakibatkan bahasa

Mongondow dari remaja tersebut bergeser dan akan beralih pada bahasa yang mereka

kuasai saat ini yaitu bahasa melayu Manado. Bahasa yang lemah adalah bahasa yang

tidak dikuasai oleh salah satu pihak atau hanya sepihak saja yang menguasai sehingga

kemungkinan untuk menggunakan bahasa tersebut sangat kecil/minim (bahasa

Mongondow). Proses bergesernya bahasa pada remaja desa Konarom Barat adalah

akibat adanya penggunaan dua bahasa sekaligus dan lebih memilih menggunakan

bahasa lain selain bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow, sehingga mengakibatkan

bahasa Ibu atau bahasa Mongondow dari remaja desa Konarom Barat perlahan-lahan

mengalami pergeseran.
Data kutipan pada tabel 1.9 sangat jelas bahwa remaja desa Konarom Barat

Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondowsudah tidak lagi

menggunakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow saat berinteraksi. Pengaruh

bergesernya bahasa Ibu pada remaja tersebut karenaadanya pengaruh besar dari luar

atau adanya pengaruh lingkungan juga yang telah mempengaruhi bahasa

Mongondow. Berikut kutipan percakapannya?

(1) P1: Raski bekang kasana ngana pe pr itu

(raski buat sana pr nya)

(2) P2: Iyo mba,ee

(iya. Mba,)

(3) P1: Mba,e-mba,e macam orang jawa jo

(mba,e-mba,e seperti orang jawa saja)

(4) P2: Ojo nesu

(jangan marah)

Data kutipan pada percakapan di atas sangat jelas bahwa lingkungan sangat

mempengaruhi bahasa ibu dari remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga

Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow. Sehingga remaja desa Konarom Barat

melupakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow, remaja tersebut kini beralih pada

bahasa yang menurut mereka gaul dan bisa dipahami dan dimengerti bersama ketika

sedang berinteraksi. Sifat remaja yang mengetahui hal yang baru atau bahasa yang

baru menyebabkan bahasa Ibu atau bahasa Mongondow perlahan-lahan tergeserkan.


Seperti pada kutipan percakapan di atas pada nomor (2) dan (4) remaja desa Konarom

Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow lebih dominan

menggunakan bahasa Jawa dibandingakan bahasa Mongondow sehingga terjadinya

pergeseran bahasa pada remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara.

Sedangkan P1 lebih dominan menggunakan bahasa melayu Manado saat berinteraksi.

P1 dan P2 adalah remaja asli desa Konarom Baratyang melajutkan sekolah di luar

daerah hingga bahasa Ibunya telah terpengaruh dengan bahasa dari lingkungan luar

hingga mengalami pergeseran. Sehingga saat terjadinya interaksi P1 lebih dominan

menggunakan bahasa melayu Manado sedangan P2 lebih dominan menggunakan

bahasa Jawa. Proses bergesernya bahasa Ibu adalah akibat dari kebiasaan dari remaja

yang membiasakan mengunakan bahasa dari daerah lain sehingga bahas Ibunya

perlahan-lahan dilupakan hingga bergeser. Bahasa yang lemah adalah bahasa yang

tidak dikuasai oleh penutur aslinya hingga mengalami pergeseran.

Data kutipan pada tabel 1.4 di atas sangat jelas bahwa adanya pengaruh dalam

bahasa dari luar atau adanya pengaruh lingkungan juga yang telah mempengaruhi

bahasa Mongondow pada remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara

Kabupaten Bolaang Mongondow. bahasa Mongondow mulai tergeserkan dengan

adanya bahasa baru yang dibawa oleh trasmigran yang telah mempengaruhi remaja

desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow.

berikut kutipan percakapannya:

(1) P1: Ma, yayan ada yayan


(ibu, yayan nya ada)

(2) P2: tidak ada uti

(tidak ada)

(3) P1: Ala eii ada kamana poli dia

(kemana dianya)

(4) P2: Coba lia di rumah li om, ir no,u

(coba di liat di rumahnya om ir)

(5) P1: Oh iyo ma, terimakasih

(oh iya ibu, terimakasih)

Data kutipan pada percakapan di atas sangat jelas bahwa lingkungan sangat

mempengaruhi bahasa ibu dari remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga

Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow. Sehingga remaja desa Konarom Barat

melupakan bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow, remaja tersebut kini beralih pada

bahasa yang menurut mereka gaul dan bisa dipahami dan dimengerti bersama ketika

sedang berinteraksi. Sifat remaja yang mengetahui hal yang baru atau bahasa yang

baru menyebabkan bahasa Ibu atau bahasa Mongondow perlahan-lahan tergeserkan.

Seperti pada kutipan percakapan di atas pada nomor (1), (3) dan (5) remaja desa

Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow lebih

dominan menggunakan bahasa melayu Manado dan ikut menggunakan dialek bahasa

Gorontalo seperti bahasa yang digunakan P2 yang berasal dari Gorontalo yang

menggunakan bahasa melayu Manado dengan dialek Gorontalo saat berinteraksi.


Membiasakan menggunakan bahasa yang bukan dari daerah sendiri perlahan-lahan

akan berdampak buruk pada bahasa Ibu atau bahasa Mongondow yang perlahan akan

mengalami pergeseran dan bahkan akan ada pergantian bahasa dan budaya. Bahasa

yang lemah adalah bahasa yang kehilangan penutur aslinya yang telah beralih pada

bahasa yang bukan bahasa Ibunya sendiri.

4.1.3 Upaya Untuk Mengatasi Pergeseran Bahasa Mongondow Di Kalangan

Remaja Di Desa Konarom Barat, Kecamatan Dumoga Tenggara, Kabupaten

Bolaang Mongondow

Bahasa Mongondow memiliki fungsi yang sangat besar dalam eksistensinya

sebagai bahasa daerah. Fungsi-fungsi tersebut seperti yang telah disebutkan

sebelumnya adalah (1) Sebagai bahasa untuk berinteraksi diantara etnik Mongondow

(2) Sebagai identitas etnik Mongondow (3) Pemersatu antara individu yang terikat

dalam etnik Mongondow dan (4) Merupakan aset kekayaan budaya suatu etnik

Mongondow dan bahasa Indonesia. Oleh karena itu dengan adanya pergeseran bahasa

yang terjadi didalam masyarakat maka penulis memandang perlu adanya upaya yang

dilakukan untuk menanggulangi atau sedikitnya memberikan solusi untuk

memperlambat terjadinya kepunahan bahasa Mongondow di kalangan remaja.

Untuk itu, hal ini dilandaskan pada pendapat para tokoh masyarakat, toko

pendidik, dan toko pemuda yang ada di desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga

Tenggara. Berdasarkan hasil analisis upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi
kepunahan atau memperlambat kepunahan bahasa Mongondow terhadap remaja

adalah sebagai berikut.

a. Mewariskan/Membelajarkan Bahasa Mongondow dalam Pergaulan di

Rumah

Pengetahuan dan penguasaan bahasa daerah Mongondow berawal dari

pembelajaran bahasa Mongondow didalam lingkungan keluarga atau di rumah.

Seperti yang disebutkan Ibu Anita selaku sekdes pada desa Konarom Barat.

(informan ke 11 jawaban pertanyaan nomor 1) bahwa “Penguasaan/penggunaan

bahasa Mongondow dapat dibina dari pergaulan didalam rumah. Pembelajaran

menggunakan bahasa daerah di dalam rumah dapat dilakukan dengan menggunakan

bahasa daerah kepada lawan bicara dalam pergaulan didalam rumah (Ibu berbicara

kepada anaknya) sehingga sikap keterbiasaan menggunakan bahasa daerah dapat

diwujudkan. Hal tersebut dapat mempengaruhi dan memberikan pangetahuan

terhadap penguasaan dan penggunaan bahasa Mongondow dikalangan anggota

masyarakat”. Hal ini di haruskan karena pembelajaran di dalam rumah atau

lingkungan keluarga adalah pondasi untuk memilihara bahasa daerah Mongondow.

Hal yang sama pula dikemukakan oleh Bapak Ismat selaku kepala desa

Konarom Barat, Kecamatan Dumoga Tenggara (informan ke 11 jawaban pertanyaan

nomor 2) bahwa “Hal yang dilakukan untuk mempertahankan bahasa Mongondow

adalah membelajarkan bahasa Mongondow dalam pergaulan di lingkungan

rumah/keluarga. Hal ini dapat menumbuhkan keinginan dan kemampuan berbahasa

Mongondow yang baik. Karena pada dasarnya bahasa Mongondow hanya dikuasai
sebagian oleh kalangan tua. Dengan upaya demikian maka bahasa Mongondow dapat

dipertahankan”. Bahasa yang menjadi pilihan dan digunakan bahasa derah kepada

lawan bicara dalam pergaulan didalam rumah menjadi faktor pengaruh utama

penguasaan bahasa oleh anggota keluarga lainnya. Bahasa yang di gunakan oleh

orang tua dalam pergaulan didalam rumah menjadi bahasa ibu atau bahasa pertama.

Bahasa ini yang akan di gunakan oleh anak selama interaksinya di lingkungan tempat

tinggalnya. Sekaligus pengajaran kepada kalangan tua untuk membiasakan diri

menggunakan bahsa Mongondow.

Pembelajaran bahasa oleh anak dapat di salurkan terlebih dahulu dari kedua

orang tua. Dalam hal ini bagaimana orang tua memberlakukan bahasa Mongondow

sebagai bahasa interaksi di dalam rumah tangga. Bila orang tua berbahasa daerah

Mongondow menggunakan di lingkungan keluarga maka dapat di katakan bahwa

secara tidak langsung melaksanakan pembelajaran atau pengajaran bahasa

Mongondow di dalam rumah atau dalam ranah keluarga. Pembelajaran bahasa

Mongondow di dalam lingkungan keluarga merupakan dasar pengusaan bahasa

daerah yang akan di bahawa oleh anak tersebut kedalam pergaulan sehari-hari. Hal ini

dapat juga mempengaruhi kebiasaan menggunakan bahasa melayu Manado dan dapat

beralih kembali kepada bahasa ibunya atau bahasa Mongondow.

Hal ini di sadari dapat membantu pembelajaran bahasa Mongondow kepada

masyarakat. karena pada kenyataannya, bahwa sebagian besar dari masyarakat

membelajarkan atau menggunakan bahasa melayu Manado kepada anggota

keluarganya. Sehingga hal tersebut tentu dapat mempengaruhi pilihan bahasa dan
penggunaan bahasa oleh masing-masing individual anggota keluarga yang ada. hal ini

disebutkan oleh Bpk. Susilo Mamonto (informan ke 11 pertanyaan nomor 3) bahwa

“Masyarakat Konarom Barat menerima dan menggunakan bahasa melayu Manado

dapat dikatakan lambat karena pada dasarnya bukan bahasa dari etnik Mongondow.

Hanya adanya kalangan tua yang telah lebih dulu menggunakan bahasa melayu

Manado berakibat berpengaruh pada generasi mudah/remaja. Sehingga dapat

dikatakan penguasaan bahasa melayu Manado oleh masyarakat kalangan remaja

terhitung cepat karena lahir dari kebiasaan yang didengar dari kalangan tua. Selain itu

mereka mendapatkan penguasaan bahasa melayu Manado dengan baik dari interaksi

dengan orang tua yang membelajarkan bahasa tersebut baik didalam lingkungan

keluarga maupun dipergaulan sehari-hari.” Kesimpulannya bahwa keadaan tersebut

lahir dari kebiasaan orang tua mengajarkan bahasa melayu Manado kepada anggota

keluarganya. Dengan menggunakan bahasa melayu Manado dapat dikatakan

mengjarkan kepada lawan bicara untuk menggunakan bahasa tersebut. tanpa disadari

hal ini dapat mengganggu eksistensi bahasa Mongondow dikalangan penutur

masyarakat desa Konarom Barat. Oleh karena itu, perlu adanya

pembelajaran/pembiasaan menggunakan bahasa Mongondow di dalam pergaulan

didalam rumah sehingga masyarakat dapat kembali membiasakan diri menggunakan

bahasa Mongondow sebagai identitas etnik bagi penduduk asli desa tersebut.

b. Mengajarkan Bahasa di dalam pembelajaran formal

Kenyataan dewasa ini bahwa bahasa Mongonow mengalami pergeseran. Para

penutur bahasa Mongondow telah beralih pada bahasa melayu Manado sebagai
bahasa pilihan yang digunakan sehari-hari. Pengaruh bahasa melayu Manado tidak

dapat dihindari. Hal ini dikarenakan bahasa melayu Manado dapat dikuasai dengan

cepat dan digunakan secara langsung oleh masyarakat setempat. Oleh karena hal ini

dapat mempengaruhi eksistensi bahasa Mongondow maka perlu adanya pembinaan

dan pengembangan bahasa Mongondow dapat dilakukan didalam pendidikan formal

disekolah. Eksistensi bahas Mongondow dapat dikembalikan dengan strategi

pembinaan kepada generasi dini dengan menanamkan nilai-nilai keluhuran dan

kesadaran mempertahankannya. Hal ini seperti yang di kemukakan oleh Bpk. Saha

(informan ke 11 jawaban pertanyaan nomor 4) bahwa “Upaya utuk mempertahankan

bahasa Mongondow dapat dilakukan pada sesama etnik Mongondow. Selain itu,

bahasa Mongondow dapat dilakukan dalam pembelajaran Muatan lokal dalam

pembelajaran formal disekolah (kurikulum pembelajaran) hal tersebut dapat

mengembalikan dan membantu anggota masyarakat (kaum remaja) menguasai bahasa

Mongondow.” Dengan membelajarkan bahasa daerah Mongondow didalam

pembelajaran di sekolah maka dianggap dapat mengembalikan dan memberikan

pengetahuan serta dapat melatih siswa/anak didik untuk menguasai bahasa

Mongondow.

Pendapat di atas didukung oleh Ibu. Narti Paputungan selaku ketua sekdes

Konarom Barat (informan ke 11 jawaban pertanyaan nomor 5) bahwa “Upaya yang

dilakukan untuk mengantisipasi kepunahan bahasa Mongondow dapat dilakukan

dengan cara mengajarkan bahasa Mongondow dalam pendidikan Formal di sekolah

sehingga setiap anak/remaja akan mendapatkan pembelajaran dan menambah


pengetahuan dalam menggunakan bahasa daerah Mongondow. Dengan pembelajaran

bahasa Mongondow disekolah dapat memperkaya penguasaan bahasa Mongondow.

Tidak perduli dari kalangan atau etnik manapun peserta didik berasal yang pada

intinya peserta didik tersebut dapat menguasai bahasa Mongondow. Pendapat tersebut

lebih meyakinkan bahwa eksistensi bahasa Mongondow dikalangan masyarakat desa

Konarom Barat dapat dikembalikan dengan melaksanakan pembelajaran kepada etnik

Mongondow yang ada di desa Konarom Barat saja melainkan keseluruan peserta

didik dari berbagai macam etnik sehingga dapat merubah situasi bahasa Mongondow

dapat dikuasai lainya.

Pembinaan dan pengembangan bahasa Mongondow didalam lingkungan

pendidik dapat dilakukan juga melalui program memberlakukan hari bahasa

Mongondow. Hari bahasa Mongondow dapat diartikan sebagai hari dimana seluruh

anggota/bagian dari sekolah baik dari pimpinan sekolah yaitu kepala sekolah, dewan

guru dan staf tata usaha dan semua yang terlihat dalam pendidikan di sekolah yang

utamanya adalah siswa harus menggunakan bahasa Mongondow. Hari bahasa

Mongondow dapat diterapkan sehari dalam kurun pembelajaran satu minggu.

Pemberlakuan hari bahasa Mongondow ini dapat diterapkan pada hari-hari dimana

dilakukan kegiatan ekstrakulikuler.

Pada praktek penentuan dan pemberlakuan hari bahasa Mongondow guru

dapat memberikan denda atau sansi tertentu kepada peserta didik jika menggunakan

bahasa lain selain bahasa Mongondow. Dengan cara ini, dapat merangsang

penguasaan bahasa daerah oleh anak yang ada di dalam sekolah tersebut. Hal ini
penting diharapkan di sekolah dasar khususnya yang ada di desa Konarom Barat.

Dengan demikian peserta didik yang berasal dari berbagai macam etnik yang berbeda

dapat mempelajari bahasa Mongondow.

c. Menonjolkan Pengaruh Toko Masyarakat dalam Pergaulan Formal atau Non

Formal di Masyarakat

Kebanggaan masyarakat dalam mempertahankan bahasa daerah Mongondow

di desa Konaro Barat menurun ditandai kurangnya penggunaan bahasa Mongondow

dikalangan masyarakat desa tersebut yang pada dasarnya adalah penutur asli bahasa

Mongondow. Permasalahan tersebut merupakan imbas/pengaruh yang lahir adanya

pertukaran nilai-nilai budaya dan bahasa yang ada di dalam pergaulan masyarakat.

Kultur kebudayaan masyarakat yang multi etnik menyebabkan terjadinya

perkumpulan-perkumpulan dan adanya serapan unsur-unsur budaya dari masing-

masing yang lahir dari interaksi masyarakat. Bahasa Mongondow menunjukan suatu

keadaan dimana masyarakatnya meninggalkan/secara umum menggunakan bahasa

yang bukan identitas penduduk asli desa Konarom Barat yang merupakan etnik

Mongondow. Berdasarkan pendapat toko masyarakat bahwa kemungkinan pergeseran

bahasa ini dapat ditanggulangi dan diatasi meski hanya sekedar untuk memperlambat

kepunahan bahasa Mongondow maka dapat dilakukan dengan langkah/peran dari

toko-toko pemudah dan kaum tua untuk menonjolkan kembali kebanggaan

menggunakan bahasa Mongondow dikalangan pergualan antara etnik Mongondow

yang ada di desa Konarom Barat. Seperti yang di sebutkan oleh Bpk. Andre

Mokodompit (informan ke 11 jawaban pertanyaan nomor 6) bahwa upaya yang


dilakukan untuk mengatasi/memperlambat kepunahan bahasa Mongondow dapat

dilakukan dengan cara mengembalikan kebanggaan masyarakat menggunakan bahasa

Mongondow. Hal tersebut dapat dilakukan melalui peran seorang kepala desa selaku

pemimpin sekaligus orang yang paling berpengaruh di desa. Pemimpin desa/kepala

desa dapat mempengaruhi anggota masyarakat untuk dapat menggunakan bahasa

Mongondow melalui penggunaan bahasa Mongondow melalui pidato-pidato atau

ceramah yang disampaikan. Hal ini dapat merangsang pembelajaran bahasa

Mongondow terhadap anggota masyarakat. Dengan adanya peran-peran tersebut

maka dapat dipastikan masyarakat akan kembali menggunakan bahasa Mongondow.

4.2 Pembahasan

Hasil penelitian yang dipaparkan pada bagian 4.1 menunjukan bahwa

pergeseran bahasa memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi bahasa sebagai

berikut.

4.2.1 Pergeseran bahasa Mongondow pada kalangan remaja di desa Konarom

Barat kecamatan Dumoga Tenggara kabupaten Bolaang Mongondow

Sesuai dengan teori pergeseran bahasa Crystal (dalam Dwiyani Pratiwi,

2006:93) Peristiwa pergeseran bahasa bisa saja terjadi di mana-mana karena arus

mobilitas penduduk dunia berkembang disamping karena fungsi suatu bahasa dirasa

lebih menguntungkan sebagai sarana berkomunikasi/sarana mencari nafka maupun

sebagai alat integrasi suatu masyarakat/bangsa. Seperti pada tebel dan analisis di atas

peristiwa bergesernya bahasa di desa Konarom Barat karena banyaknya trasmigran

pada desa tersebut sehingga masyarakat desa Konarom Barat harus menyesuaikan
bahasanya dengan memilih bahasa melayu Manado untuk berkomunikasi saat

terjadinya interaksi. Masyarakat desa Konarom barat memilih bahasa tersebut karena

melihat situasi dan realita yang ada bahwa yang menguasai perdagangan di desa

Konarom Barat adalah trasmigran sehingga untuk mempermuda dalam

berkomonikasi ataupun mendapatkan sesuatu yang di inginkan warga desa Konarom

Barat memilih menggunakan bahasa melayu manadao agar muda di pahami bersama.

Tidak bisa kita hindari bahwa salah satu sebagai konsekuesi dari semakin

berkembangnya mobilitas masyarakat ke berbagai daerah atau negara dengan

berbagai motivasi, munculnya pergeseran bahasa pada penduduk setempat ataupun

remaja. Sehingga tanpa kita sadari dampak buruk yang bisa ditimbulkan dari

pergeseran bahasa adalah kematian bahasa atau punahnya bahasa, bahkan bisa

menyebabkan kematian budaya masyarakat desa Konarom Barat kecamatan Dumoga

Tenggara.

4.2.2 Faktor penyebab terjadinya pergeseran bahasa Mongondow pada

kalangan remaja di desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara

Kabupaten Bolaang Mongondow

Penggunaan bahasa Mongondow di kalangan remaja mengalami pergeseran.

Banyaknya remaja menggunakan bahasa yang berbeda dengan melupakan bahasa ibu

mereka. Pergeseran bahasa di kalangan remaja tidak begitu saja terjadi, tetapi

pergeseran bahasa tersebut di dorong oleh beberapa faktor yaitu, faktor sekolah,

faktor ekonomi, faktor kedwibahasaan dan faktor lingkungan.


a. Faktor Sekolah

Sesuai dengan teori pergeseseran bahasa dalam faktor sekolah menurut

Sumarsono (dalam Raihany, 2015:49-50) bahwa faktor sekolah sering dituding

sebagai faktor penyebab bergesernya bahasa Ibu/murid. Sekolah biasanya

mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak. Hal ini juga terjadi di sekolah yang ada

di desa Konarom Barat kecamatan Dumoga Tenggara, Kabupaten Bolaang

Mongondow. Remaja atau siswa saat jam sekolah di tuntut untuk menggunakan

bahasa Nasiol dan bahasa Inggris sedangkan saat jam istirahat remaja tersebut di

perhadapakan dengan teman-teman yang berbada latar belakang sukunya, sehingga

remaja tersebut lebih memilih menggunakan bahasa melayu Manado agar dapat

saling memahami bahasa satu samalain. Remaja atau murid tersebut telah mengalami

pergeseran bahasa akan tetapi remaja atau murid tersebut tidak menyadarinya, tanpa

mereka sadari kebiasaan dengan menggunakan bahasa dari daerah lain akan berakibat

fatal pada bahasa Ibu mereka yang perlahan-lahan bahasa Ibu yang sebagai identitas

mereka mulai punah dan akan mengkibatkan pergeseran budaya.

b. Faktor Ekonomi

Menurut Sumarsono (dalam Raihany, 2015:49-50) kemajuan ekonomi

kadang-kadang mengangkat posisi sebuah bahasa menjadi bahasa yang memiliki nilai

ekonomi tinggi. Dalam hal ini terjadi di desa Konarom Barat kecamatan Dumoga

Tenggara, Kabupaten Bolaang Mongondow yang sekarang suda meiliki beberapa

bahasa yang dibawa oleh transmigran melalui jalur perdagangan yang menyebabkan
banyak masyarakat asli Mongondow mulai menggunakan bahasa Indonesia untuk

berkomunikasi dengan masyarakat transmigran dalam melakukan perdagangan.

Seperti halnya yang terjadi pada remaja desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga

Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow saat ini sesuai dengan data di atas remaja

tersebut lebih memilih menggunakan bahsa melayu Manadao ketika berinteraksi

dengan lawan bicaranya. Secara tidak langsung remaja tersebut sebenarnya sedang

saling mempengaruhi dengan menggunakan bahasa yang mereka temui dari

lingkungan luar. Remaja desa Konarom Barat saat ini suda tidak lagi menggunakan

bahasa Ibunya atau bahasa Mongondow. Mereja lebih memilih menggunakan bahasa

melayu Manado yang menurut mereka lebih mempermuda mereka saat berinteraksi

dengan lawan bicara yang tidak sesuku. Dan pada akhirnya bahasa yang mereka pilih

saat ini suda melekat di diri mereka sehingga seperti pada tabel percakapan dia atas

remaja desa Konarom Barat ketika beeinteraksi degan kawan-kawannya suda

menggunakan bahasa melayu Manado. Tanpa mereka sadari sikap mereka yang lebih

memilih bahasa melayu Manado mengakibatkan bahasa Ibu mereka bergeser bahkan

akan mengalami kepunahan akibat tidak ada lagi penutur yang menggunakan bahasa

Ibunya atau bahasa Mongondow.

c. Faktor Kedwibahasaan

Sesuai dengan teori pergeseseran bahasa dalam faktor kedwibahasaan menurut

Sumarsono (dalam Raihany, 2015:49-50) bahwa faktor kdwibahasaan sering dituding

sebagai faktor penyebab bergesernya bahasa Ibu. Seperti yang telah terjadi di desa

Konarom Barat para remaja yang telah menguasai dua bahasa sekaligus, tetapi seiring
berjalannya waktu dengan situasi dan keadaan dari desa setempat mulai berubah,

remaja desa Konarom Barat tidak lagi menguasai dua basahasa sekaligus karena

adanya imigran yang mempengaruhi bahasa ibu mereka sehingga bahasa Ibu atau

bahasa daerah mereka telah bergeser. pengaruh bergesernya bahasa ibu dari remaja

desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow

bukan hanya di pengaruh oleh imigran tetapi dipengaruhi juga dengan bahasa yang

telah mereka peroleh dari daerah lain, remaja desa Konarom Barat banyak yang

melanjutkan studinya di luar daerah sehingga mereka harus menyesuaikan bahasa

mereka dengan lingkungan sehingga mereka memilih menggunakan bahasa melayu

Manado untuk berinteraksi. Sehingga ketika remaja tersebut kembali atau pulang ke

desa mereka bahasa yang mereka bawa adalah bahasa yang biasa mereka gunakan

saat berinteraksi saat berada di luar daerah seperti pada tabel di atas. Bahasa ibu tidak

akan pernah bergeser.

d. Faktor Lingkungan

Menurut Sumarsono (dalam Raihany, 2015:49-50) bahwa faktor lingkungan

berpengaruh dalam pergeseran bahasa pada kedwibahasaan sering terlihat orang

melakukan pergantian satu bahasa dengan bahasa yang lainya dalam berkomunikasi.

Pergantian bahasa tersebut biasanya terjadi karena adanya tuntutan dari berbagai

situasi yang telah dihadapi penutur. Seperti pada desa Konarom Barat Kecamatan

Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow yang mana lingkungan setempat

suda terbaur dengan etnis trasmigran. Sehingga bahasa Ibu mereka atau bahasa

Mongondow suda jarang digunakan. Bahasa yang lemah adalah bahasa yang tidak
dikuasai oleh penduduk setempat, sehingga kemungkinan untuk menggunakan bahasa

t9ersebut sangat kecil. Salah satu syarat untuk menggunakan bahasa harus di

mengerti oleh lawan tutur dan mitra tutur. Sedangkan realita yang ada remaja desa

Konarom Barat Kecamatan Dumoga Tenggara suda tidak menggunakan bahasa

Ibunya sendiri saat berinteraksi dengan teman-temannya mereka lebih memilih

menggunakan bahasa melayu Manado yang menurut mereka lebih muda digunakan

saat berinteraksi dengan transmigran dan imigran lainya. Sehingga akibat dari

terbiasanya menggunakan bahasa melayu Manado remaja tersebut saat berinteraksi

dengan kawan-kawannya menggunakan bahasa melayu Manado. Sehingga

kemungkinan besar bahasa yang dikuasai remaja tersebut bahasa melayu Manado

akan menjadi satu-satunya bahasa yang mereka ketahi sehingga bahasa Mongondow

bukanlah menjadi pilihan yang tepat jika di gunakan sebagai bahasa antar etnik.

Sesuai tebel di atas dapat kita lihat bahwa bahasa Mongondow tidak lagi digunakan

saat berinteraksi sehingga dapat di katakan bahasa Mongondow pada desa Konarom

Barat telah mengalami pergeserabn dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya

sehingga bahas Ibu mereka tidak dapat dipertahankan, semakin lama tidak

menggunakan bahasa Ibu atau bahasa Mongondow maka semakin kita ketahui bahwa

akan adanya pergeseran budaya bukan hanya pada bahasa.


4.2.3 Upaya Untuk Mengatasi Pergeseran Bahasa Mongondow Di Kalangan

Remaja Di Desa Konarom Barat, Kecamatan Dumoga Tenggara, Kabupaten

Bolaang Mongondow

Bahasa Mongondow memiliki fungsi yang sangat besar dalam eksistensinya

sebagai bahasa daerah. Fungsi-fungsi tersebut seperti yang telah disebutkan

sebelumnya adalah (1) sebagai bahasa untuk berinteraksi diantara etnik Mongondow

(2) sebagai identitas etnik Mongondow (3) pemersatu antar individu yang terikat

dalam etnik Mongondow dan (4) merupakan aset kekayaan budaya suatu etnik

Mongondow dan bangsa Indonesia. Oleh karena itu dengan adanya pergeseran bahasa

yang terjadi didalam masyarakat maka penelitian ini memandang perlu adanya upaya

yang dilakukan untuk menanggulangi dan memberikan sedikit solusi untuk

menghambat terjadinya kepunahan bahasa Mongondow dimasyarakat desa Konarom

Barat, Kecamatan Dumoga Tenggara, Kabupaten Bolaang Mongondow.

Menurut Tuharea, Bin-Tahir, dan Rahman (2020:7-8) upaya pencegahan

terjadinya pergeseran bahasa dilakukan dengan cara:

1) Pada bidang pendidikan, perlu adanya penambahan bahasa Buru sebagai mata

pelajaran mulok di seluruh sekolah di kabupaten Buru, mulai dari tingkat TK,

SD, SMP, SMA.

2) Peran aktif orangtua dalam memperkenalkan bahasa daerah di dalam

lingkungan keluarga melalui upaya pengenalan bahasa daerah sejak dini

dalam konteks percakapan sehari-hari.


3) Penutur bahasa daerah harus menjaga loyalitasnya dan identitas terhadap

bahasa daerahnya.

4) Memilih lingkugan pergaulan yang selalu produktif berbahasa daerah dengan

aktif.

5) Perlu adanya kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap pentingnya

berbahasa daerah sebagai upaya melestarikan budaya, dan

6) Perlu adanya kabijakan pemerinta dalam merugulasi dan mengatur tentang

pelestarian bahasa Buru pada segala sektor, terutama pada bidang pendidikan

formal, nonformal dan informal.

Menurut Chaer (2010:96) Jika pergeseran ini terus-menerus, terjadi

penggunaan bahasa daerah di dalam keluarga semakin sulit untuk diharapkan menjadi

penopang lestarinya bahasa daerah. Oleh karena itu, perlu dipikirkan cara lain untuk

menciptakan lingkungan bahasa dan menyelamatkan bahasa daerah Mongondow dari

kepunahan bahasa. Cara paling awal yang dapat dilakukan adalah mewajibkan

penggunaan bahasa daerah Mongondow sebagai bahasa daerah pengantar sejak

kanak-kanak sampai dengan kelas tiga sekolah dasar. Hal ini dilakukan agar tertanam

rasa mencintai bahasa daerah Mongondow sejak dini dalam diri setiap anak. Selain

itu, penggunaan bahasa daerah juga harus dipertahankan melalui mata kuliah bahasa

daerah dengan pendekatan komunikatif. Dengan melandaskan pada pendapat tokoh

masyarakat, tokoh pendidik, tokoh agama, dan tokoh pemuda yang ada di desa

Konarom Barat, Kecamatan Dumoga Tenggara, Kabupaten Bolaang Mogondow.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dipaparkan pada bagian

sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pergeseran penggunaan bahasa

Mongondow pada kalangan remaja di desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga

Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondowsebagai berikut:

1. Pegeseran bahasa Mongondow pada kalangan Remaja di Desa Konarom Barat

Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow karena para

remaja setiap melakukan percakapan dengan mitra tuturnya lebih dominan

menggunakan bahasa Indonesia dialek Manado bahkan suda tidak ditemukan

sama sekali menggunakan bahasa Mongondow.

2. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya pergeseran penggunaan

bahasa Mongondow pada kalangan remaja di Desa Konarom Barat

Kecamatan Dumoga Tenggara Kabupaten Bolaang Mongondow. Yaitu miliki

beberapa faktor pergeseran. Hal ini dibuktikan sebagai berikut: (a) Faktor

sekolahyang lebih dominan mengajarkan bahasa Indonesia dan bahasa asing

sehingga terjanya pergeseran. (b) Faktor ekonomiyang mengangkat posisi

bahasa hingga bernilai ekonomi tinggi yang mengakibatkan bahasa

Mongondow bergeser. (c) Faktor kedwibahasaan pemakaian dua bahasa lisan

secara terus menerus mengakibatkan penutur bahasa daerah semakin lama


semakin sedikit. (d) Faktor lingkunganadanya pergantian bahasa yang

dilakukan penutur sehingga terjadinya pergeseran bahasa daerah setempat.

3. Upaya Untuk Mengatasi Pergeseran Bahasa Mongondow Di Kalangan

Remaja Di Desa Konarom Barat, Kecamatan Dumoga Tenggara, Kabupaten

Bolaang Mongondow adalah sebagai berikut: (a) Mewariskan/membelajarkan

bahasa Mongondow dalam pergaulan di rumah. Membiasakan diri

menggunakan bahasa daerah dalam lingkungan keluarga. (b) Mengajarkan

bahasa di dalam pembelajaran formal. Membina generasi diri dengan

menanamkan nilai-nilai keluhuran dan kesadaran mempertahankan. (c)

Menonjolkan pengaruh toko masyarakat dalam pergaulan formal atau non

formal di masyarakat.Toko-tokoh pemuda dan kaum tua yang menonjolkan

kembali dengan menggunakan bahasa Mongondow.

5.2 Saran

Penelitian ini baru difokuskan pada faktor pergeseran menurut Abdul Chaer

(2014) sebagai penentu pergeseran bahasa pada satu daerah. Adapun saran yang

diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam lagi tentang faktor-

faktor pergeseran bahasa. Selanjutnya diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan

sebagai untuk referensi pergeseran dalam bahasa daerah yang lain dan memperkaya

kosakata dalam bahasa daerah.


Daftar Pustaka

Chaer Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Pendekatan Proses. Jakarta:
Rineka Cipta.

Chaer Abdul dan Leonie Agustina. 2014. Sosiolinguistik: Pendekatan Proses. Jakarta:


Rineka Cipta.

Chaer Abdul.dan Leonie Agustina 2010. Sosiolinguistik Perkenlan Awal: Pendekatan Proses.


Jakarta: Rineka Cipta.

Dwiyanti Pratiwi, 2006. Pergeseran Bahasa Sebagai Dampak Sikap Bahasa. Pergeseran Bahasa.
Diksi. 13-01.

Endraswara Suwardi.2006.Penelitian Kebudayaan:Metode,Teori,Tehnik Jakarata.Pustaka
Widyatama.

Keraf, Goys. 1980. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.

Malabar Sayama. 2014. Sosiolinguistik: Gorontalo: Ideas Publishing.

Nugrahani, F., & Hum, M. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Solo: Cakra Books.

Paulina, Y., & Kusmiarti, R. 2019. Pergeseran dan Sikap Bahasa Pada Anak dari Keluarga
Suku Serawai-Serawai di Kota Bengkulu. Lateralisasi, 7(2), 85-95.

Prasasti, R. 2016. Pengaruh bahasa gaul terhadap penggunaan bahasa Indonesia mahasiswa
Unswagati. LOGIKA Jurnal Ilmiah Lemlit Unswagati Cirebon, 18(3), 114-119.

Putri, N. W. 2018. Pergeseran Bahasa Daerah Lampung pada Masyarakat Kota Bandar
Lampung. Jurnal Penelitian Humaniora, 19(2), 77-86.

Rahardjo, M. 2011. Metode pengumpulan data penelitian kualitatif.Materi Kuliah Metodologi


Penelitian PPs. UIN Maliki Malang: Malang. Hal 1-4.

Raihany, A. (2015). Pergeseran penggunaan bahasa Madura di kalangan anak-anak Sekolah


Dasar Negeri di desa Pangarangan kecamatan kota Sumenep. NUANSA: Jurnal Penelitian
Ilmu Sosial dan Keagamaan Islam, 12(1), 53-84.

Rambitan, S., & Mandolang, N. 2014. Ungkapan dan Peribahasa Bahasa Mongondow. Jurnal
LPPM Bidang EkoSosBudKum, 1(2), 71-85.

Retnosari, H. 2013. Pergeseran Bahasa Jawa Dialek Banyumasan di Kalangan Remaja dalam


Berkomunikasi (Studi Kasus di Desa Adimulya, Wanareja, Cilacap dalam penggunaan
Bahasa Banyumas). 575Doctoral dissertation: Universitas Negeri Semarang.

Ritonga, Parlaungan dkk. 2012. Bahasa Indonesia Praktis. Medan: Bartong Jaya.
Sari, B. P. 2015. Dampak Penggunaan Bahasa Gaul di Kalangan Remaja Terhadap Bahasa
Indonesia. FKIP Universitas Bengkulu. Hal. 171-176.

Satori, D. A., & Komariah, A. 2009. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: Alfabeta, 22.

Septiani, E. 2019. Pergeseran Bahasa: Manakah Bahasamu? Ini Bahasaku. In Pesona: Pekan
Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Vol. 2, pp. 22-26).

Setyawan, A. 2011. Bahasa Daerah dalam Perspektif Kebudayaan dan Sosiolinguistik: Peran dan
Pengaruhnya dalam Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa.International Seminar
“Language Maintenance and Shift” July 2. Hal. 65-69.

Sumarsono dan Partana, Pain. 2002. Sosiolinguistik. Yongyakarta: Sabda.

Tuharea,Varissca Utari., Bin-Tahir, Saidna Zulfiqar., dan Rahman, Abdul. 2020. Konservasi
Bahasa Buru Melalui Pembelajaran Mulok Berkelanjutan. Hal. 1-13.

Utami, A. N. F., Asriani, A., & Losi, Z. 2019. Keterlibatan Ikpmd Indonesia-Yogyakarta Pada
Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta dalam Mewujudkan Spirit
Multikulturalisme. Jurnal Arajang, 2(1), 1-18.

Wiratno, T., & Santosa, R. 2014. Bahasa, Fungsi Bahasa, dan Konteks Sosial. Modul Pengantar
Linguistik Umum, 1-19.

Anda mungkin juga menyukai