Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional Daerah Penelitian

Daerah penelitian termasuk dalam Peta Geologi Regional Lembar

Samarinda, Kalimantan (Rustandi, 1995). Geologi daerah penelitian disusun oleh

Formasi Kampungbaru yang berumur Miosen Akhir – Plio Plistosen dan Formasi

Balikpapan yang berumur Miosen Tengah Bagian Atas – Miosen Akhir Bagian

Bawah. Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian berupa antiklin

dan sinklin yang berarah barat daya – timur laut, disertai dengan sesar naik dan

sesar mendatar. Berikut adalah urutan formasi – formasi yang terdapat di daerah

penelitian dari yang berumur tua ke muda :

1. Formasi Balikpapan

Formasi Balikpapan memiliki ketebalan strata 1000 - 1500 m. Formasi ini

terdiri dari perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batulanau,

serpih, batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa berwarna putih

kekuningan, tebal lapisan 1 - 3 m, disisipi lapisan batubara setebal 5 - 10 cm.

Batupasir gampingan dengan tebal 20 - 40 cm, mengandung foraminifera

kecil, disisipi lapisan tipis karbon. Batuempung berwarna kelabu kehitaman,

setempat mengandung sisa batupasir gampingan. Batulanau gampingan,

berlapis tipis, serpih kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping pasiran

mengandung foramifera besar, moluska yang menunjukan umur Miosen

5
6

Akhir bagian bawah - Miosen tengah bagian atas. Lingkungan

pengendapannya "paras delta - dataran delta".

Gambar 2.1. Peta Geologi Regional Daerah Samarinda (modifikasi dari Rustandi, 1995)

2. Formasi Kampungbaru

Formasi Kampungbaru menindih secara selaras dan setempat tidak selaras

terhadap Formasi Balikpapan. Diduga berumur Miosen Akhir – Plio

Plistosen, dengan lingkungan pengendapan delta - laut dangkal, tebal

litologinya lebih dari 500 m. Formasi Kampungbaru tersusun oleh batupasir

kuarsa dengan sisipan batulempung, batulanau dan lignit; pada umumnya

lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa berwarna putih, setempat kemerahan

atau kekuningan, tidak berlapis, mudah hancur, dan sisipan batupasir


7

konglomeratan atau konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih

merah, dan bermatriks lempung. Batulempung berwarnakelabu kehitaman,

mengandung sisa tumbuhan, kepingan batubara, dan koral serta lignit,

ketebalan 1-2 m.

2.2 Geologi Teknik

Menurut The Association of Engineering Geologist (2000, dalam Price,

2007) Geologi Teknik (Engineering Geology) adalah disiplin penerapan data,

teknik, dan prinsip geologi baik hasil studi batuan dan tanah yang tebentuk secara

alami, fluida permukaan dan bawah permukaan, serta interaksi antar material

tersebut, sehingga faktor-faktor geologi yang mempengaruhi perencanaan, desain,

konstruksi, operasi, perawatan sebuah bangunan rekayasa (engineering

structures), dan pengembangan, perlindungan, proteksi, perbaikan sumber air

tanah dapat diakui secara layak.

2.3 Tanah dan Batuan

Secara garis besar bahan penyusun kerak bumi dibagi menjadi dua

kategori: batuan dan tanah. Tanah adalah produk dari pelapukan batuan. Setiap

tanah itu berbeda-beda bergantung pada batuan asalnya, sedangkan pengertian

tanah menurut ilmu teknik yaitu kumpulan butiran mineral dan material organik

(partikel padat) yang tidak tersementasi yang mengandung air dan gas dalam

ruang antar partikel padat (Das, 1983). Batuan merupakan agregat mineral

yang diikat oleh gaya-gaya kohesif yang permanen dan kuat (Das, 1983).

Shower & Shower (1967) membedakan batuan dan tanah dari beberapa

hal antara lain :


8

1. Batuan bersifat padu (cemented), qu (unconfined compressive strength) >

200 psi, bila terdiri dari satu butir ukurannya ≥ boulder ( ≥ 256 mm),

memiliki berat > 40 kg.

2. Tanah bersifat urai / lepas (loose), qu (unconfined compressive strength) <

200 psi, ukuran butirnya < 256 mm, memiliki berat < 40 kg.

2.4 Klasifikasi Tanah

Dalam sistem Casagrande, klasifikasi tanah dibagi menjadi dua

berdasarkan ukuran butir yaitu tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus. Pada

tanah berbutir kasar sebagian besar (>50%) akan tertahan pada saringan No.200

sementara tanah berbutir halus sebagian besar (>50%) akan lolos melewati

saringan No.200.

Dalam pemberian simbol kelompok tanah, yang ditulis pertama adalah

simbol komponen dominan kemudian diikuti oleh simbol gradasi, simbol

plastisitas atau simbol komponen minor.

Tabel 2.1 Sistem klasifikasi USCS


Simbol
Divisi Utama Nama Umum
Kelompok

Kerikil bergradasi baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit


Lebih dari 50% butiran tertahan pada ayakan

GW
Pasir Lebih dari 50% fraksi kasar lolos

(hanya Kerikil)
Kerikil bersih

atau tidak sama sekali mengandung butiran

Kerikil bergradasi buruk dan campuran kerikil pasir, sedikit


GP
ayakan no.4

atau tidak sama sekali mengandung butiran


no.200

GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau


Kerikil dengan

butiran halus

GC Kerikil berlempung campuran kerikil-pasir-lempung


9

Pasir bergradasi baik, pasir berkerikil, sedikit atau sekali


SW

(hanya pasir)
kasar tertahan pada ayakan no.4

Pasir Bersih
Kerikil 50% atau lebih dari fraksi
sekali tidak mengandung butiran halus

SP Pasir bergradasi buruk dan pasir berkerikil

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau


Pasir dengan

butiran halus
SC Pasir berlempung, campuran pasir-lempung

Lanau anorganik, pasir sangat halus, serbuk batuan, pasir


ML
Batas Cair 50% atau kurang

halus berlanau atau berlempung


Lanau dan Lempung

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan

CL sedang, lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung


50% atau lebih lolos ayakan no.200

berlanau, lempung kurus ((lean clays)


Tanah Berbutir Halus

Lanau organic dan lempung berlanau organic dengan


OL
plastisitas rendah

Lanau organic atau pasir halus diatomae, atau lanau


Batas Cair lebih dari 50%

MH
Lanau dan Lempung

diatomae, lanau yang elastis

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung


CH
gemuk (fat clays)

OH Lempung organic dengan plastisitas rendah sampai tinggi

Tanah-tanah dengan
Peat (gambut), muck dan tanah-tanah lain dengan
kandungan organik sangat PT
kandungan organik tinggi
tinggi

2.5 Berat dan Volume Tanah

Proses pelapukan batuan yang terjadi dekat permukaan bumi membentuk

tanah, partikel tanah sendiri dapat berbentuk bulat, bergerigi, maupun bentuk-

bentuk diantaranya. Pada umumnya pelapukan akibat proses kimia dapat terjadi

oleh pengaruh oksigen, karbon dioksida, air dan proses-proses kimia lainnya. Jika

hasil pelapukan masih berada di tempat asalnya, maka tanah ini disebut tanah
10

residual (residual soil) dan apabila telah terjadi perpindahan tempat disebut tanah

terangkut (transported soil).

Tanah terdiri dari tiga fase yang mengandung air, udara, dan bahan-bahan

mineral dan organik serta jasad-jasad hidup, yang karena pengaruh berbagai

faktor lingkungan pada permukaan bumi dan kurun waktu, membentuk berbagai

hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri morfologi yang kha (Bowles, 1996).

Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam diagram fase seperti ditunjukan

pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 menunjukan suatu elemen tanah dengan volume V dan berat

W. untuk membuat hubungan volume-berat agrerat tanah, tiga fase (yaitu ; butiran

padat, air, dan udara) yang dipisahkan, jadi volume total contoh tanah yang

diselidiki dapat dinyatakan sebagai:

V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va .................. Rumus 2.1

dengan:

Vv = Volume pori Vs = Volume butiran total

Vw = Volume air di dalam pori Va = Volume udara di dalam pori

Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari

contoh tanah dapat dinyatakan sebagai:

W = Ws + Ww ................ Rumus 2.2

dengan: Ws = berat butiran padat

Ww = berat air
11

Hubungan volumetrik yang umum dipakai untuk suatu elemen tanah

adalah angka pori (void ratio), porositas (porosity), dan derajat kejenuhan

(degree of saturation).

 Angka pori (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori (Vv)

dan volume padatan (Vs).

e= ................ Rumus 2.3

Gambar 2.2. Tiga fase elemen tanah (Das, 1999)

 Porositas (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori (VV)

dan volume tanah total (V).

n= ................. Rumus 2.4

 Derajat kejenuhan (Sr) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume

air (Vw) dengan volume pori (VV), umumnya dinyatakan dalam persen.

S= ................ Rumus 2.5

 Kadar air (Wc) juga disebut sebagai water content didefinisikan sebagai

perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran padat dari volume

massa tanah (Ws).


12

Wc = ................ Rumus 2.6

 Berat volume (γ) adalah berat tanah per satuan volume dan dinyatakan

dalam N/m3.

γ= ................. Rumus 2.7

Berat volume dapat juga dinyatakan dalam butiran padat, kadar air, dan

volume total. Berat volume (unit weight) biasa juga disebut sebagai berat volume

basah (moist unit weight).

γ= ................ Rumus 2.8

Sedangkan untuk berat volume kering (dry unit weight), :

γd = .......... Rumus 2.9 γd = .......... Rumus 2.9

Berat butiran padat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat

butiran padat (Ws) dengan volume butiran padat (Vs)

γs = ws / Vs ................ Rumus 2.10

 Berat jenis butiran (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat

volume butiran padat (γs) dengan berat volume air (γ w) pada temperatur

4oC.

Gs = γs / γw ................ Rumus 2.11

Tabel 2.2 Berat jenis tanah (Modifikasi dari Bowles, 1992)


Macam Tanah Berat Jenis (Gs)
Tanah kering 2.65 – 2.68
Pasir 2.65 – 2.68
Lanau tak organik 2.62 – 2.68
Lempung organik 2.58 – 2.65
Lempung tak organik 2.68 – 2.75
Humus 1.37
13

Kadar air dalam tanah akan sangat mempengaruhi konsistensi dan

plastisitas dari tanah lempung serta tanah kohesif lainnya (Das, 1983), maka dari

itu dipergunakan batas-batas Atterberg (Atterberg Limit) untuk mengetahui

peranan air dalam tanah lempung dan tanah kohesif lainnya yang meliputi:

a. LL (liquid limit), atau batas cair didefinisikan sebagai kadar tanah pada

batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah

plastis.

b. PL (plastis limit), atau batas plastis didefinisikan sebagai kadar air pada

kedudukan antara daerah plastis dan semi padat. batas plastis merupakan

batas terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah.

c. SL (shrikage limit), atau batas susut didefinisikan sebagai kadar air

maksimal dimana perubahan volume tanah akan berhenti apabila

dikeringkan terus menerus.

d. PI (plasticity index), atau indeks plastisitas adalah selisih antara batas cair

dan batas plastis suatu tanah.

PI = LL – PL ................ Rumus 2.12

Tabel 2.3 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah (Modifikasi dari Das, 1983)
PI Sifat Macam Tanah Kohesi

0 Non Plastis Pasir Non Kohesif

<7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian

7 – 17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif

> 17 Plastisitas tinggi Lempung kohesif


14

2.6 Kuat Geser ()

Kuat geser (shear strength) merupakan gaya tahanan internal yang bekerja

per satuan luas pada suatu material untuk menahan keruntuhan atau kegagalan

sepanjang bidang runtuh material tersebut.

Kekuatan geser mengacu kepada kemampuan material untuk menahan

tegangan-tegangan geser (shear stresses), yang timbul pada daerah berlereng, atau

hasil timbunan tanah, berat fondasi, dan sebagainya. Jika material tersebut tidak

memiliki kekuatan geser untuk menahan tegangan-tegangan tersebut maka

material tersebut akan mengalami keruntuhan.

Keruntuhan ‘geser’ disebabkan oleh gerakan yang terjadi merupakan

gelinciran antara dua permukaan, yang melibatkan bidang gelincir, geser, dan

gulingan partikel-partikel di dalam area yang tergelincir. Oleh karena runtuhan

yang terjadi adalah berupa geseran, maka kekuatan tanah atau batuan yang perlu

ditinjau adalah kekuatan gesernya (Bowles, 1996).

Kuat geser diperoleh dari dua sumber, yaitu geseran dalam (termasuk

geseran sliding dan rolling serta resistansi akibat interlocking antar partikel) dan

kohesi. Kuat geser dinyatakan dengan persamaan Coulomb :

 = c + σ tan φ ................ Rumus 2.13

persamaan diatas merupakan superposisi dari tahanan kohesi dan geser (friksi),

apabila tegangan efektif σ’ dipakai untuk σ, maka diperoleh :

 = c’ + σ’ tan φ ................ Rumus 2.14

dengan: t = kuat geser pada bidang yang ditinjau

c = kohesi atau pengaruh daya tarik antar partikel


15

σ = tegangan normal pada yang ditinjau

σ’= (σ – ) = tegangan normal efektif

φ = sudut geser dalam (angle of internal friction)

 = tegangan pori

Penentuan kuat geser untuk mendapatkan nilai-nilai parameter kuat geser

(kohesi dan sudut geser dalam), perlu dilakukan serangkaian percobaan terhadap

material yang bersangkutan. Percobaan yang biasa dipakai untuk mendapatkan

parameter-parameter kuat geser antara lain:

1. Percobaan tekan tidak terkekang (unconfined compressive strength).

2. Percobaan geser langsung (direct shear test).

3. Percobaan tekan terkekang atau percobaan triaksial (triaxial compression

test).

Gambar 2.3. Unconfined compressive strength dan direct shear test (modifikasi dari Price, 2007)
16

2.6.1 Kohesi (c)

Kohesi adalah kuat geser akibat gaya tarik antar partikel. Kohesi akan

berpengaruh terhadap kekuatan geser suatu material, makin besar kohesi suatu

material maka kekuatan gesernya akan makin besar pula.

Nilai kohesi diperoleh dari pengujian kuat tekan triaksial yang kemudian

diplotkan dalam sebuah grafik antara tegangan normal dan tegangan geser.

Selubung-selubung Mohr (Mohr Circle Envelope) lalu akan membentuk sebuah

garis jalur tegangan. Kemudian garis tersebut diproyeksikan terhadap sumbu y

(tegangan geser) dan nilai kohesi pun akan diperoleh.

Gambar 2.4. a. Perangkat uji triaxial; b. bidang deviator tekanan vs regangan pada tiga
percobaan; c. Ploting pada Mohr Circle untuk mendapatkan c dan φ (modifikasi dari
Price, 2007)

2.6.2 Sudut geser dalam (φ)

Sudut geser dalam adalah sudut yang dibentuk dari hubungan antara

tegangan normal dan tegangan geser dalam suatu material. Semakin besar sudut

geser dalamnya, maka material tersebut semakin besar tahanannya terhadap

tegangan luar yang diterimanya. (Price, 2007)


17

2.7 Klasifikasi Mekanika Tanah dan Batuan

Hoek & Bray, 1977 (dalam Wyllie, 2004) mengelompokkan daya tahan

penetrasi massa tanah maupun batuan berdasarkan nilai perbandingan UCS

(unconfined compressive strength) dari hasil pengeboran sebagai berikut :

1. ≤ 0,025 MPa – very soft soil – mudah ditekan menggunakan kepalan

tangan.

2. 0,025 - 0,05 MPa - soft soil – dapat ditekan beberapa inch oleh ibu jari

tangan.

3. 0,05 - 0,1 MPa - firm soil – dapat ditekuk beberapa inch ketika ditekan

agak keras menggunakan ibu jari.

4. 0,1 - 0,25 MPa - stiff soil – dapat ditekuk ketika ditekan dengan sangat

kuat menggunakan ibu jari tangan.

5. 0,25 - 0,5 MPa - very stiff soil – mudah dikikis oleh kuku ibu jari.

6. 0,25 - 1,0 MPa - extremely very weak rock – dapat sedikit terkikis oleh

ibu jari.

7. 1,0 - 5,0 MPa – very weak rock – akan hancur jika dipukul secara halus

menggunakan ujing runcing palu geologi, dan dapat dikikis oleh pisau.

8. 5,0 - 25 Mpa – weak rock – agak sulit namun masih bisa dicungkil

menggunakan pisau, dapat sedikit terkikis jika diketuk secara halus.

2.8 Rock Quality Designation (RQD)

Menurut Deere et.al., 1967 (Wyllie, 2004), kualitas massa batuan dapat

dinilai dari harga RQD, yaitu suatu pedoman secara kuantitatif berdasarkan pada

pemboran inti yang mempunyai panjang 100 mm atau lebih tanpa rekahan. RQD
18

mengukur kualitas untuk pemboran tanpa memperhatikan pengaruh jarak rekahan,

orientasi perlapisan, dan isi rekahan. RQD dapat didefinisikan seperti pada

Gambar 2.5.

RQD pun dapat disebut sebagai suatu penilaian kualitas batuan secara

kuantitatif berdasarkan kerapatan kekar. Indeks nilai RQD adalah indeks kualitas

batuan yang dipengaruhi oleh tingginya pelapukan batuan, kondisi kekerasan

batuan utuh, pecahan, dan geseran atau potongan yang diakibatkan oleh tektonik,

dengan rekahan dihitung terhadap massa batuan tersebut (tabel 2.4).

Gambar 2.5. Pengukuran dan perhitungan RQD (Modifikasi dari Wyllie, 2004)

Tabel 2.4. Kualitas massa batuan berdasarkan nilai RQD (Modifikasi dari Wyllie, 2004)
RQD (%) Kualitas Batuan
90 - 100 Excelent
75 - 90 Good
50 - 75 Fair
25 - 50 Poor
< 25 Very Poor
19

2.9 Pemetaan Geologi Teknik

UNESCO Guidebook (Dearman, 1991), empat jenis peta geologi teknik

dan rencana skematik digunakan untuk ilustrasi karakteristik satuan peta,

tergantung skalanya, sebagai berikut :

1. Engineering Type (ET)

Hanya untuk peta skala besar (1:5000 - 1:500) untuk keperluan detail /

terperinci. Engineering type menampilkan batuan dasar dan lapisan-lapisan tanah

tanah. Satuan peta dipisahkan berdasarkan karakteristik mekaniknya, seperti

kepadatan kekar, sesar, kekuatan, maupun aspek-aspek fondasi, sehingga satu

jenis batuan dapat terbagi menjadi dua satuan engineering type.

2. Lithological Type (ET)

Untuk peta skala 1:5000 - 1:10000. Lithological type menunjukan

kesamaan litologi seperti komposisi mineral penyusun, tekstur, dan struktur.

3. Engineering Formation (EF)

Skala peta 1:10000 - 1:200000, pemetaan lebih bersifat umum / regional,

sehingga satuan engineering formation terdiri atas satu set lithological type yang

saling berikatan secara genetika.

4. Engineering Group (EG)

Satuan engineering group terdiri atas beberapa engineering formation yang

berkembang pada kondisi paleogeografik dan tektonik yang sama / serupa. Untuk

skala peta ≤ 1:200000.


20

2.10 Daya Dukung dan Fondasi

Fondasi adalah bagian dari suatu konstruksi/bangunan yang berfungsi

meneruskan beban bangunan ke permukaan bumi di bawahnya. Beban statis yang

dihasilkan oleh tekanan dari suatu fondasi tidak berubah oleh waktu (Price, 2007).

Akan tetapi, beban yang dihasilkan suatu konstruksi/bangunan akan berbeda

bergantung pada kegunaan bangunan itu sendiri. Sebagai contoh, beban yang

dihasilkan fondasi suatu bangunan untuk pekantoran akan berubah seiring

bergerak keluar masuknya pengguna di atasnya. Tekanan dari sisi samping akibat

angin akan sangat mempengaruhi bangunan yang tinggi, bertambahnya tekanan di

satu sisi dan berkurang di satu sisi.

Ketika suatu fondasi bangunan diletakan diatas permukaan tanah, maka

permukaan tersebut akan terdeformasi akibat tekanan yang dihasilkan oleh

fondasi tersebut. Ini akan mengakibatkan terjadinya penurunan / settlement pada

konstruksi / bangunan tersebut. Jika beban yang dihasilkan konstruksi tersebut

terlalu besar dan tidak sanggup ditahan oleh permukaan tanah, maka permukaan

tanah tersebut akan tergeserkan (shear) dan konstruksi akan runtuh.

Ada batasan jumlah beban yang dapat ditahan oleh sebuah tanah / batuan

dan ini bergantung pada sifat mekanik tanah / batuan tersebut dan pada besar serta

bentuk dari konstruksi itu sendiri.

Kekuatan tanah dalam perancangan suatu fondasi harus diperhitungkan

untuk mengetahui besar daya dukung tanah sehingga beban konstruksi bangunan

tidak akan melampaui daya dukung tanah yang bersangkutan. Apabila beban

bangunan melampaui daya dukung tanah maka akan menyebabkan keruntuhan


21

tanah atau penurunan yang berlebihan. Adapun jenis-jenis kerutuhan tanah yaitu

(Koerner, 1984 dalam Zakaria, 2006):

1. General shear failure (keruntuhan geser umum), yaitu keruntuhan geser

menyeluruh dari tanah di bawah fondasi. Keruntuhan ini terjadi pada tanah

yang tidak mudah mampat, yang mempunyai kekuatan geser tertentu atau

dalam keadaan terendam. Keruntuhan dapat terjadi secara mendadak yang

diikuti oleh penggulingan fondasi.

2. Local shear failure, yaitu keruntuhan geser setempat dari tanah bawah

fondasi. Pola keruntuhan ini terjadi pada tanah yang mudah mampat atau

tanah yang lunak. Fondasi akan tenggelam akibat bertambahnya beban

pada kedalaman yang relatif dalam sehingga tanah yang didekatnya

mampat.

3. Punching shear failure, yaitu keruntuhan geser setempat ke arah bawah

fondasi secara cepat dan menekan tanah ke samping. Lapisan tanah yang

mempunyai pola keruntuhan ini adalah lapisan pasir yang sangat lunak,

lapisan tanah yang mudah mampat, lapisan pasir yang terletak diatas

lapisan tanah lunak, dan lapisan tanah lunak yang mendapat pembebanan

perlahan dan memungkinkan tercapainya kondisi drainase.

Pola keruntuhan ini dapat juga terjadi apabila kedalaman fondasi (Df)

sangat besar bila dibandingkan dengan lebarnya (B).


22

Gambar 2.6 Jenis keruntuhan tanah akibat beban sehubungan dengan fondasi, a) general shear, b)
local shear, dan c) punching shear (Koerner, 1984 dalam Zakaria, 2006)

Hardiyatmo (1992) mengusulkan beberapa jenis fondasi yang dapat

digunakan berdasarkan pada jenis struktur dan tanah. Jika tanah di dekat

permukaan mampu mendukung beban struktur, maka jenis fondasi dagkal yang

berupa fondasi telapak (spread footing), atau fondasi rakit (raft foundation) dapat

digunakan.

Fondasi telapak secara mudah dapat dikatakan sebagai bagian terbawah

dari dinding atau kolom yang diperluas, yang berfungsi menyebarkan beban dari

struktur ke tanah di bawahnya. Fondasi rakit adalah fondasi yang terdiri dari pelat

tunggal yang meluas, yang mendukung beban struktur secara keseluruhan. Jika

tanah di dekat permukaan tidak mampu mendukung beban struktur di atasnya,

fondasi sumuran/kaison (pier foundation/caisson), atau fondasi tiang (pile


23

foundation) dapat digunakan. Umumnya, fondasi sumuran lebih pendek dari

fondasi tiang, hanya diameternya lebih besar. Fondasi tiang dapat mendukung

beban struktur yang sangat besar, karena kedalamannya dapat dibuat sedemikian

rupa hingga mampu mendukung bebannya.

Hardiyatmo (1992) juga mengungkapkan, dalam merancang fondasi,

terdapat dua persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Faktor keamanan terhadap keruntuhan akibat terlampauinya daya dukung

tanah harus terpenuhi. Dalam hitungan daya dukung fondasi, umumnya

digunakan faktor keamanan 3.

2. Penurunan fondasi harus dalam batas-batas toleransi. Khususnya

penurunan yang tidak seragam (differential settlement) harus tidak

mengakibatkan kerusakan pada struktur.

Berdasarkan kedalamannya fondasi dibagi menjadi tiga kategori yang

berbeda, yaitu:

1. Fondasi dangkal (shallow foundation), dengan kedalaman kurang dari 2

meter dari permukaan tanah, sebagai contoh fondasi telapak (spread

foundation) dan fondasi rakit (raft foundations).

2. Fondasi menengah (subaqueous foundation), dengan kedalaman fondasi 3

meter, sebagai contoh fondasi sumuran (buoyant foundation) dan fondasi

kaison.

3. Fondasi dalam (deep foundation), dengan kedalam lebih dari 3 meter

sebagai contoh fondasi tiang (piled foundation). Jenis fondasi caisson juga
24

termasuk dalam fondasi dangkal (dengan diameter yang lebih besar

daripada fondasi tiang).

Gambar 2.7 Tipe fondasi umum, a) fondasi tapak, b) fondasi tikar, c)fondasi tiang, d) fondasi
caisson (Modifikasi dari Hardiyatmo,1992)

2.10.1 Daya dukung tanah

Menurut Zakaria (2006), daya dukung tanah adalah besarnya tekanan atau

kemampuan tanah untuk menerima beban dari luar sehingga menjadi stabil.

Menurut Hardiyatmo (1992), ultimate bearing capacity (daya dukung batas,

qult) adalah beban maksimum persatuan luas yang masih dapat didukung oleh

fondasi, dengan tidak terjadi kegagalan geser pada tanah yang mendukungnya.

Besarnya beban yang didukung, termasuk beban struktur, beban pelat fondasi, dan

tanah urug di atasnya. Sedangkan allowable bearing capacity (daya dukung yang

diijinkan, qa) adalah besarnya intensitas beban neto maksimum dengan


25

mempertimbangkan besarnya daya dukung, penurunan dan kemampuan struktur

untuk menyesuaikan terhadap pengaruh penurunan tersebut.

Terzaghi mempersiapkan rumus daya dukung tanah yang diperhitungkan

dalam keadaan daya dukung batas, (qult), artinya: suatu batas nilai apabila

dilampaui akan menimbulkan runtuhan (failure), oleh sebab itu daya dukung yang

dijinkan, (qa) harus lebih kecil daripada daya dukung batas.

Daya dukung batas (qult) suatu tanah yang berada di bawah beban fondasi

akan tergantung kepada kekuatan geser (shear strength). Nilai daya dukung tanah

yang diijinkan untuk suatu rancang bangun fondasi ikut melibatkan faktor

karakteristik kekuatan dan deformasi.

Daya dukung ijin bergantung kepada seberapa besar faktor keamanan (Fs)

yang dipilih. Pada umumnya nilai Fs yang dipilih adalah 3 hingga 5, sehingga

nilai daya dukung yang diijinkan adalah sebagai berikut:

................ Rumus 2.18

dengan: qa= daya dukung yang diijinkan (kg/cm2, T/m2)

qult= daya dukung batas (kg/cm2, T/m2)

Fs = faktor keamanan

Jika Fs = 3 (tanah kohesif), ini berarti bahwa kekuatan fondasi yang

direncanakan adalah 3 kali kekuatan daya dukung batasnya, sehingga fondasi

diharapkan aman dari keruntuhan. Dengan kondisi q a< qult maka tegangan kontak

(σc) yang terjadi akibat transfer beban luar ke tanah bagian bawah fondasi menjadi

kecil (sengaja dibuat kecil) bergantung nilai Fs yang diberikan (Zakaria, 2006).
26

Gambar 2.8 Gaya yang bekerja dalam suatu sistem fondasi (Zakaria, 2006)

2.10.2 Pengaruh bentuk fondasi terhadap daya dukung

Terzhagi memberikan pengaruh faktor bentuk fondasi terhadap daya

dukung batas yang didasarkan pada analisis fondasi memanjang, yang diterapkan

pada bentuk fondasi yang lain.

Fondasi langsung/memanjang/menerus (continous footing) disebut juga

persamaan umum daya dukung, yaitu:

qu = (c . Nc + γ Df . Nq + 0,5 γ . B . N γ) ................ Rumus 2.19

Fondasi langsung/memanjang/menerus dibagi menjadi dua, yaitu :

 Fondasi bujur sangkar (square footing)

qu = (1.3 . c . Nc + γ . Df . Nq+ 0.4 . γ . B . Nγ) ................ Rumus 2.20

 Fondasi lingkaran (circular footing)

qu = (1.3 . c . Nc + γ . Df . Nq+ 0.3 . γ . B . Nγ) ............... Rumus 2.21

dengan: qu = Daya dukung batas (ultimate bearing capacity, T/m2)

B = Lebar fondasi (meter)


27

Df = Kedalaman fondasi (meter)

γ = Berat isi tanah (T/m2)

c = Kohesi (T/m2)

Nc, Nq, Nγ = Faktor daya dukung, fungsi dari φ

φ = Sudut geser dalam (0)

Persamaan daya dukung Terzhagi hanya dapat dipakai untuk fondasi

dangkal. Fondasi dikatakan dangkal apabila lebar fondasi (B) sama atau lebih

besar dari jarak level muka tanah ke fondasi atau kedalaman fondasi (Df).

Sedangkan nilai-nilai Nc, Nq, dan Nγ tergantung pada sudut geser dalam tanah

(φ).

Gambar 2.9 Koefisiensi kapasitas daya dukung (Terzaghi, 1943 dalam Hardiyatmo, 1992)
28

Tabel 2.5 Nilai-nilai faktor daya dukung tanah (Terzaghi, 1943 dalam Zakaria,
2006)
Keruntuhan Geser Keruntuhan Geser

φ Umum / Menyeluruh Lokal


Nc Nq Nγ Nc Nq Nγ

0 5,7 1 0 5,7 1 0

5 7,3 1.6 0,5 6,7 1,4 0,2

10 9,6 2,7 1,2 8 1,9* 0.5

15 12,9 4.4 2.5 9,7 2,7 0.9

20 17.7 7.4 5,0 11,8 3,9 1,7

25 25,1 12,7 0,7 14.8 5,6 3,2

30 37,2 22,5 19,7 19 8,3 5,7

34 52,6 36,5 35 23,7 11,7 9

35 57.8 41.4 42.4 25.2 12,6 10.1

40 95,7 81,3 100,4 34,9 20,5 18.8

45 172,3 173,3 297,5 51,2 35,1 37,7

48 258,3 287,9 780,1 66,8 ^ 50,5 60,4

50 347.6 415,1 1153,2 81.3 65.6 87.1

Anda mungkin juga menyukai