Anda di halaman 1dari 23

BAB IV

BATUAN SEDIMEN

4.1. Proses Keterbentukan Batuan Sedimen


Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari hasil akumulasi material-
material yang telah mengalami perombakan terlebih dahulu atau hasil
pengendapan akibat proses kimia dan biologi dan kemudian mengalami proses
pembatuan (litifikasi). Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil
pemadatan endapan yang berupa bahan lepas. (Hutton 1875 dalam Sanders,
1981).
(O’Dunn dan Sill 1986) menyebutkan Batuan sedimen adalah batuan yang
terbentuk oleh konsolidasi sedimen, sebagai material lepas, yang terangkut ke
lokasi pengendapan oleh air, angin, es dan longsoran gravitasi, gerakan tanah atau
tanah longsor. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan
kalsium karbonat, silika, garam dan material lain. Menurut Tucker (1991), 70 %
batuan di permukaan bumi berupa batuan sedimen. Tetapi batuan itu hanya 2 %
dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti batuan sedimen tersebar sangat luas di
permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif tipis.
Batuan sedimen klastik (detritus, mekanik, eksogenik) adalah batuan sedimen
yang terbentuk sebagai hasil pengerjaan kembali (reworking) terhadap batuan
yang sudah ada. Proses pengerjaan kembali itu meliputi pelapukan, erosi,
transportasi dan kemudian redeposisi (pengendapan kembali). Sebagai media
proses tersebut adalah air, angin, es atau efek gravitasi (beratnya sendiri). Media
yang terakhir itu sebagai akibat longsoran batuan yang telah ada. Kelompok
batuan ini bersifat fragmental, atau terdiri dari butiran atau pecahan batuan
(klastik) sehingga bertekstur klastik.
Batuan sedimen non-klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk sebagai
hasil penguapan suatu larutan, atau pengendapan material di tempat itu juga
(insitu). Proses pembentukan batuan sedimen kelompok ini dapat secara kimiawi,
biologi atau organik, dan kombinasi di antara keduanya (biokimia). Secara kimia,
endapan terbentuk sebagai hasil reaksi kimia, misalnya CaO + CO2 = CaCO3.
Secara organik adalah pembentukan sedimen oleh aktivitas binatang atau tumbuh-
tumbuhan, sebagai contoh pembentukan rumah binatang laut (karang),
terkumpulnya cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya kayu-kayuan sebagai
akibat penurunan daratan menjadi laut.

4.2. Tinjauan Umum Batuan Sedimen


Batuan sedimen diendapkan lapisan demi lapisan dipermukaan litosfer, dalam
temperatur dan tekanan yang relatif rendah. Sebaliknya, kebanyakan batuan beku
dan metamorf terjadi di bawah permukaan bumi, dalam temperatur dan tekanan
tinggi.
Lapisan demi lapisan batuan sedimen terendapkan secara kontinu sepanjang
waktu geologi dan berasal dari batuan yang telah ada lebih dulu, seperti batuan
beku, batuan metamorf, atau batuan sedimen yang lain. Oleh proses pelapukan,
gaya-gaya air dan pengikisan oleh angin, batuan-batuan tersebut dihancurkan,
diangkut dan kemudian diendapkan di tempat-tempat yang rendah letaknya,
misalnya di laut, di samudra-samudra dan di danau-danau, rawa-rawa. Mula-mula
sedimen-sedimen ini adalah batuan yang lunak, tetapi karena makin bertambah
tebalnya lapisan-lapisan sedimen itu, temperatur dan tekanannya makin
bertambah, dan oleh proses diagenesis maka sedimen-sedimen yang lunak akan
menjadi keras, sehingga sifat-sifat fisika kimia dari batuan itu berada dari ketika
batuan itu mulai diendapkan.
Pasir yang gembur dapat menjadi batu pasir yang keras, lempung dapat
menjadi lempung. Proses diagenesis ini dapat merupakan kompaksi, yaitu
pemadatan karena tekanan dari lapisan-lapisan yang ada diatasnya, atau
sedimentasi yaitu perekatan batuan-batuan lepas menjadi batuan keras. Kadang-
kadang sukar untuk membedakan antara batuan sedimen dengan batuan metamorf,
kecuali bila pengaruh tekanan dan temperatur sangat memainkan peranan dalam
batuan-batuan tersebut, sedangkan shale adalah batuan sedimen, Lingkungan
pengendapan yang paling intensif terutama dalam cekungan-cekungan (marine
basin). Tetapi beberapa macam sedimen ada yang tersebar luas dan tebal pada
kontinen (diatas permukaan air laut), tetapi ada pula sedimen-sediemn yang hanya
untuk sementara waktu diendapkan di daratan, kemudian diangkut ke laut.
Material atau komponen penyusun batuan sedimen dapat berupa :
 Material Detritus (Allogenic), sebagai hasil rombakan yang terbentuk dari
luar daerah sedimentasi, terdiri dari :

IV-2
a. Fragmen mineral atau kristal, seperti mineral silikat, yaitu kwarsa,
feldspar, mineral lempung dan lain-lain.
b. Fragmen atau batuan yang berukuran kasar hingga halus.
 Material Autogenik, terbentuk didaerah sedimentasi atau cekungan sebagai
hasil proses kimiawi atau biokimia seperti kalsit, gypsum, halit, glaukonit,
oksida besi dan lain-lain.

4.3. Batuan Sedimen Klastik


Batuan sedimen klastik adalah batuan sedimen yang proses pembentukannya
pada umumnya dari hasil rombakan batuan asal secara fisika dan umumnya
disusun oleh material-material allogenic. Batuan asal dapat berupa batuan beku,
metamorf dan sedimen fragmen asal tersebut mulai dari pelapukan (mekanis,
disintegrasi) maupun secara kimiawi atau dekomposisi, kemudian tererosi dan
tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan. Setelah pengendapan
berlangsung, sedimen mulai mengalami diagenesa yakni proses-proses perubahan
yang berlangsung pada temperatur rendah dalam suatu sedimen, selama dan
sesudah litifikasi berlangsung. Litifikasi ini merupakan proses yang mengubah
suatu sedimen menjadi batu keras.
Adapun proses-proses diagenesa sedimen klastik adalah :
1. Kompaksi sedimen, yakni termampatnya butir sedimen satu terhadap yang
lain akibat tekanan dari beban diatasnya. Disini volume sedimen
berkurang sehingga terjadi saling mengunci (interlocking).
2. Sementasi, yakni peresapan mineral kedalam ruang atau rongga antar
butiran, dapat berupa larutan-larutan koloid.
3. Rekristalisasi, timbul karena proses kompaksi yang tidak sempurna, air
yang di dalam tidak dapat diperas keluar keseluruhannya oleh kompaksi,
sehingga air yang tertinggal akan mengalami proses rekristalisasi didalam
rongga tadi, kristalisasi sangat umum terjadi pada batuan metamorf.
4. Autegenesis, yakni terbentuknya mineral baru dilingkungan diagenetik,
sehingga adanya mineral tersebut merupakan partikel baru dalam sedimen.
Mineral autigenik yang umum diketahui adalah karbonat, silika, klorid,
gipsum, dan lain-lain.

IV-3
5. Replacement-metasomatism, yakni proses perubahan mineral-mineral asli
oleh berbagai mineral autogenic tanpa pengurangan volume asal. Dan
terbentuk pada temperatur rendah, misalnya dolomitisasi.
Dilihat dari proses pembentukannya, maka tekstur batuan sedimen dapat
dibedakan atas ukuran butir, bentuk atau kebundaran, pemilahan, kemas,
porositas, kekompakkan.

4.3.1. Tekstur dan Struktur Batuan Sedimen Klastik


Tekstur adalah suatu kenampakan yang berhubungan dengan ukuran dan
bentuk butir serta susunannya. Pembahasan tekstur meliputi ukuran butir (grain
size), bentuk atau tingkat kebundaran (roundness), pemilahan atau sortasi, kemas,
porositas dan kekompakkan.

Gambar 4.1. Beberapa variasi tekstur batuan sedimen petrografi

1. Ukuran Butir (Grain Size)


Pemberian ukuran butir pada batuan sedimen klastik mengacu pada skala
Wentworth (1922), yang dapat dilihat pada tabel 4.1. dibawah ini.

IV-4
Tabel 4.1 Ukuran butir (grain size) skala Wentworth (1922)
NAMA BUTIR Ukuran Butir (mm)
Bongkah (boulder) 256
Brangkal (couble) 256 – 64
Krakal (poebble) 64 – 4
Pasir sangat kasar (very coarse sand) 4–2
Pasir kasar (coarse sand) 2–1
Pasir sedang (medium sand) 1–½
Pasir halus (fine sand) ½-¼
Pasir sangat halus (very fine sand) ¼ - 1/8
Lanau (silt) 1/16 – 1/256
Lempung (clay) 1/256

2. Bentuk atau Tingkat Kebundaran (Roundness)


Tingkat kebundaran dikontrol oleh transportasi dan bentuk kebundaran ini
tergantung pada bentuk daripada material atau mineral asalnya. Jadi pemerian
untuk kebundaran adalah dengan melihat sifat permukaan dari batuan,
dibedakan atas sebagai berikut :
 Menyudut (angular)
 Menyudut tanggung (sub-angular)
 Membulat tanggung (sub-rounded)
 Membulat (rounded)
 Sangat membulat (well rounded)

Gambar 4.2. Variasi tingkat kebundaran butiran.

IV-5
3. Pemilahan (Sortasi)
Pemilahan atau sortasi merupakan tingkat keseragaman ukuran butir
penyusun batuan, dapat dibedakan atas :
 Terpilah sangat baik (very well sorted)
 Terpilah baik (well sorted)
 Terpilah sedang (moderate sorted)
 Terpilah buruk (poorly sorted)
 Terpilah sangat buruk (very poorly sorted)

Gambar 4.3. Variasi tingkat pemilahan untuk yang berbutir membulat

Gambar 4.4. Variasi tingkat pemilahan untuk yang berbutir menyudut


4. Kemas
Kemas menyatakan hubungan antara butir penyusun batuan, dimana hal ini
dikontrol oleh tingkat diagenesa yang dialami batuan, kemas dapat dibedakan
atas :
 Kemas terbuka, yaitu bila kontak antara butiran tidak bersentuhan.
 Kemas tertutup, yaitu bila kontak antara butiran saling bersentuhan.

IV-6
5. Porositas
Porositas dimaksudkan dalam tingkat atau kemampuan dalam menyerap air,
dibedakan atas :
 Porositas baik, bila mampu menyerap air.
 Porositas buruk, bila tidak mampu menyerap air.
 Porositas sedang, bila kemampuan menyerap air diantara baik dan buruk.
6. Kekompakkan
Kekompakkan juga dikontrol oleh tingkat diagenesa, dibedakan atas :
 Mudah diremas
 Getas
 Kompak
 Lunak
 Padat
 Keras
Struktur batuan sedimen tidak berbeda dengan tekstur, hanya saja dalam
pengamatan struktur harus dalam skala yang luas (tidak cukup hanya dari
spescement).

4.3.2. Penamaan Batuan Sedimen Klastik


Dasar penamaan batuan sedimen klastik secara umum didasarkan pada
ukuran butir, selain juga memperhatikan komposisi mineral penyusun, guna
penentuan variasi masing-masing batuannya. Penamaan batuan sedimen klastik
berdasarkan ukuran butir umumnya menggunakan skala Wentworth, yaitu :

Tabel 4.2. Penamaan batuan sedimen dengan skala Wentworth

Ukuran Butir Nama Batuan


- Konglomerat (bila bentuk fragmen atau butiran membulat)
Gravel - Breksi (bila bentuk fragmen atau butiran menyudut)

Sand Batupasir
- Batulanau
Mud - Batulempung
- Batulumpur

IV-7
Untuk penamaan batuan sedimen yang lebih detail digunakan diagram
segitiga seperti pada gambar 4.5. (Picard M.D, 1971) dan gambar 4.6. (Folk,
1954), dimana penamaan berdasarkan pada persentase dari masing-masing ukuran
butir penyusun batuan. Pada Gambar 4.6. (A) digunakan untuk penamaan batuan
sedimen bila material penyusunnya berukuran pasir (sand), lempung (clay), dan
lanau (silt) dan (B) digunakan untuk penamaan batuan sedimen yang material
penyusun berukuran kerikil – bongkah (gravel), pasir (sand) dan silt – lempung
(mud).

Gambar 4.5. Penamaan batuan sedimen berdasarkan ukuran butir pasir (sand), lempung (clay)
dan lanau (silt) (Piccard M.D, 1971)

IV-8
Gambar 4.6. (A) digunakan untuk penamaan batuan sedimen bila material penyusunnya berukuran
pasir (sand), lempung (clay), dan lanau (silt) dan (B) digunakan untuk penamaan
batuan sedimen yang material penyusun berukuran kerikil – bongkah (gravel), pasir
(sand) dan silt – lempung (mud) (Folk 1954)

Bila dalam penamaan batuannya diperoleh nama batuan berupa batupasir,


selanjutnya dapat ditentukan variasi batupasir berdasarkan komposisi material
atau mineral penyusunnya. Penentuan variasi batupasir dapat ditentukan dengan
menggunakan diagram segitiga menurut William, Turner, Gilbert (1954),
menurut Mc. Bride (1963) pada gambar 4.7. (A) dan (B). Menurut William at al
(1954) variasi batupasir diperoleh dengan menggunakan diagram segitiga Q, F, L
dimana Q batupasir, chert dan fragmen kwarsit, F berupa Feldspar dan L berupa
mineral tidak stabil dan fragmen batuan. Diagram Q F L ini digunakan bila
batupasirnya tidak mengandung atau mengandung matrik berupa mineral lempung
< 5%. Bila pada batupasirnya, matrik mineral lempung mengalami peningkatan
atau > 5%, maka variasi batupasir dengan menggunakan diagram QFL yang
satunya.
Klasifikasi batupasir menurut Mc. Bride (1963) dengan menggunakan
diagram segitiga QFR, dimana Q = Qwarsa, Chert, Kwarsit, F = Feldspar dan R =
Fragmen batuan. Klasifikasi batupasir menurut Folk (1970) juga menggunakan
diagram segitiga QFR, bedanya jenis dari fragmen batuannya (R) akan diperoleh
batupasir yang lebih variatip.

IV-9
Gambar 4.7. (A) Variasi batupasir menurut Mc. Bride (1963)

Gambar 4.8. (B) Variasi batupasir menurut Folk (1970)

4.4. Batuan Sedimen Non-Klastik


Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga hasil
kegiatan organisme. Yaitu kristalisasi langsung atau reaksi anorganik
penggaraman unsur-unsur laut.

IV-10
4.4.1. Batuan Sedimen Karbonat
Batuan karbonat merupakan salah satu jenis batuan sedimen non klastik.
Secara definisi, batuan karbonat adalah batuan yang mengandung mineral
karbonat lebih dari 50%. Mineral karbonat sendiri terdiri dari gugusan Co2-3 dan
satu atau lebih kation. Jenis yang paling umum adalah kalsit (CaCO3), yang
merupakan komponen utama menyusun batugamping. Batuan karbonat
menyusun 10% sampai 20% dari seluruh batuan sedimen yang ada di permukaan
bumi ini. Meskipun batuan karbonat secara volumetrik lebih kecil dibandingkan
dengan batuan sedimen silisiklastik, tetapi tekstur, struktur dan posil yang
terkandung didalam batuan karbonat dapat memberikan informasi yang cukup
penting mengenai lingkungan laut purba, kondisi paleoekologi dan evolusi
bentuk kehidupan terutama organisme-organisme laut.
Secara umum batuan karbonat diklasifikasikan atas dua macam yaitu:
klasifikasi diskritif dan klasifikasi genetik (RJ. Dunham, 1962). Klasifikasi
diskritif merupakan klasifikasi yang didasarkan pada sifat-sifat batuan yang
dapat diamati dan dapat ditentukan secara langsung, seperti fisik, kimia, biologi,
mineralogi dan tekstur. Klasifikasi genetik merupakan klasifikasi yang menekan
kan pada asal usul batuan daripada sifat-sifat batuan secara diskritif.

4.4.1.1. Tekstur dan Struktur Batuan Karbonat


Berdasarkan proses pembentukannya, tekstur batuan karbonat
dibedakan atas :
1) Tekstur primer, dibedakan atas :
a. Kerangka organik (organic framework texture)
b. Butiran atau klastik (clastic texture)
c. Massa dasar (matriks texture)

2) Tekstur sekunder atau tekstur diagenesa, diperlihatkan oleh:


a. Semen, mengisi rongga-rongga antar butir.
b. Penghaburan kembali sebagian atau seluruh massa dasar ataupun
kerangka atau butir.

Dari tekstur tersebut akan memberikan pengertian mengenai proses


sedimentasi dan digenesa dalam pembentukan batuan, seperti :

IV-11
 Adanya kerangka atau butiran yang dasar menunjukkan energi mekanis
yang telah mengendapkannya.
 Adanya massa dasar diantara butir-butir menunjukkan tingkat
efektivitas energi mekanis yang bekerja dalam memilah unsur-unsur
gamping.
 Sifat kehaburan memberikan gambaran tentang proses-proses diagenesa
yang telah dialami batuan sejak diendapkan.
Secara umum dari tekstur batuan karbonat diharapkan dapat
digunakan untuk menafsirkan lingkungan pengendapan, terutama energi
mekanis atau gelombang yang bekerja dalam lingkungan pengendapannya.
Dalam pendiskripsian batuan karbonat didasarkan pada hal-hal
sebagai berikut, yaitu butiran atau kerangka, semen, massa dasar, ukuran butir,
bentuk butir, porositas.
1. Besar Butir
 Klasifikasi Folk (1961)
 Klasifikasi Grabauw (1912) :
Calacirudite, ukuran diatas 2 mm (gravel)
Calacarenite, ukuran antara 2 - 1/16 mm (sand)
Calcilutite, ukuran dibawah 1 – 1/16 mm (mud)
 Klasifikasi Embry dan klovan (1971) :
Rudstones
untuk ukuran kerikil atau lebih
Floatstones
 Klasifikasi atau skala Wenthworth (1922) :

Gambar 4.9. Skala wenthworth

IV-12
2. Bentuk Butir
 Untuk penentuan atau penafsiran energi dalam lingkungan pengendapan.
 Bentuk untuk masing-masing jenis kerangka dibedakan atas :
1. Untuk bioklastik, dibedakan atas :
Cangkang-cangkang yang utuh atau fragmen kerangka yang utuh atau
bekas pecahan jelas.
Hasil atau terabrasi atau bundar.
2. Untuk chemiklastik, dibedakan atas :
Speroidal
ooid,fosil, pellet dan lain-lain
3. Untuk kerangka, dapat digunakan untuk menunjukkan lingkungan
pengendapan terutama energi gelombang, dibedakan atas :
a. Kerangka pertumbuhan (growth-framework), berupa :
 Masive skeletal frames :
 Hemispherical
 Domal
 Irregular
 Columnar, globular, bulbous
 Branching skeletal frames :
 Delicate branching
 Robust dendroid branching
 Platy skelatal frames :
 Thin platy delicate
 Tabular
b. Kerangka Pengerakan (Encrustation), dibedakan ataas :
 Columnar stromatolite encrustation
 Delicate kinky (stromatolite) encrustation
 Binding Laminated.
3. Butiran atau kerangka
Jenis-jenis butiran atau kerangka, yaitu :
a. Kerangka Organik, merupakan struktur tumbuh dari gamping sebagai
bangunan-bangunan yang tak lepas, sebagai proses alamiah dari

IV-13
organisme dan membentuk jaringan. Disebut juga skeletal atau frame
builder (Nelson, et all 1961).
b. Bioklastik terdiri dari fragmen-fragmen atau cangkang-cangkang
binatang yang lepas-lepas (klas), seperti cocquina, foraminifera, koral,
dan lain-lain.
c. Intraklastik (fragmen non organik), dibentuk ditempat atau ditranspor
sebagai hasil fragmentasi dari batuan atau sedimen gamping
sebelumnya.
d. Chemiklastik (non fragmenter) merupakan butir-butir yang dibentuk
ditempat sedimentasi karena proses coagulasi, akresi, penggumpalan
dan lain-lain. Contoh : oolit, pisolite.
4. Semen
 Terdiri dari hablur-hablur kalsit yang jelas
 Disebut spary calcite (Folk, 1962)
 Terbentuk pada saat diagenesa pengisian rongga-rongga oleh larutan,
yang mengendapkan kalsit sebagai hablur yang jelas.
 Sukar dibedakan dengan kalsit hasil rekristalisasi yang biasanya lebih
halus dan disebut mikrospar.
5. Massa Dasar (Matrik)
Merupakan butir-butir halus dari karbonat yang mengisi rongga-rongga
dan terbentuk pada waktu sedimentasi.
Biasanya berukuran sangat halus, sehingga bentuk-bentuk kristal tidak
dapat diidentifikasi.
Dibawah mikroskop kenampakkan hampir opak.
Hadirnya matrik diantara butiran-butiran menunjukkan lingkungan
pengendapan air tenang.
Dapat dihasilkan dari :
a. Pengendapan langsung secara kimiawi atau biokimiawi sebagai jarum
aragonit yang kemudian berubah menjadi kalsit.
b. merupakan hasil abrasi dari gamping yang telah terbentuk. Misalnya
koral, algae dierosi dan abrasi oleh pukulan-pukulan gelombang dan
merupakan tepung kalsit, dimana tepung kalsit itu membentuk lumpur
(Lime mud) dan umumnya diendapkan didaerah yang tenang.

IV-14
6. Porositas
Porositas batuan karbonat dibedakan atas dua macam, yaitu :
a. Porositas Primer, terbentuk pada waktu sedimentasi di daerah atau zona
Terumbu
Porositas antar partikel, antar cangkang, dalam cangkang atau
kerangka oolit, antar butir bioklas)
Sedimentasi kompelatif, (fosil terjebak dalam lumpur gamping, jika
pengendapan bioklas lebih cepat dari lumpur, maka terjadi porositas)
b. Porositas sekunder, merupakan lubang-lubang pori yang terbentuk lama
sesudah proses sedimentasi selesai, seperti oleh pelarutan, retakan-
retakan oleh aktivitas organik, antara lain :
Cetakan (mold), pelarutan dari butiran atau fosil
Saluran (channelling)
Gerowong (vug)
Lubang bor organisme
Retakan desikasi atau breksi
Retakan tektonik atau kekar, dan sebagainya.

Gambar 4.10. Porositas batuan sedimen non-klastik

IV-15
4.4.1.2. Penamaan Batuan Sedimen Karbonat
Berdasarkan tekstur karbonat, maka batugamping ini dibedakan atas
beberapa jenis atau tipe, yaitu :

1. Tipe gamping Kerangka


2. Tipe gamping Klastik
3. Tipe gamping Aphanitic
4. Tipe gamping Kristalin

Gambar 4.11. Klasifikasi batugamping oleh R.L Folk, 1959 disari Gilbert, 1982

Tipe gamping kerangka


a. Framestone
Batuan ini terdiri seluruhnya dari kerangka organik, seperti koral, bryzoa,
ganggang, kehadiran matrik kurang sekali (< 10 %) dan ruang antar kerangka
makin kosong atau disemen oleh spary kalsit.

IV-16
Gambar 4.12. Framestone
b. Bindstone
Batuannya terdiri dari kerangka ataupun pecahan - pecahan kerangka
organik, seperti koral, bryozoa, dan sebagainya, tetapi telah diikat kembali oleh
kerak-kerak lapisan (encrustation) gamping yang dikeluarkan oleh ganggang
merah, dan sebagainya. Batuan ini juga digolongkan Boundstone (R.J
Dunham, 1962).

Gambar 4.13. Bindstone


c. Baffestone
Batuan terdiri dari kerangka organik, seperti koral (misalnya jenis
branching coral), sering dalam posisi tumbuh berdiri (growth position) dan
diselimuti oleh lumpur gamping. Kerangka organiknya berperan sebagai baffle
yang menjebak lumpur gamping.

IV-17
Gambar 4.14. Baffestone
d. Floatstone
Batuan yang terdiri dari potongan – potongan kerangka organik (misalnya
dari branching coral) yang mengambang dari lumpur karbonat (matrik). Jenis
gamping ini sulit digolongkan dalam gamping kerangka apabila boundstone,
tetapi jelas masih berasosiasi dengan gamping kerangka.

Gambar 4.15. Floatstone


e. Rudstone
Batuan ini termasuk jenis gamping klastik yang sangat kasar sebagai hasil
rombakan suatu gamping kerangka dan terkumpul setempat atau ditransportasi
oleh gaya berat.

IV-18
Gambar 4.16. Rudstone
f. Tipe gamping klastik atau butiran
Tipe gamping klastik ini dibedakan atas :
 Gamping Tipe Bioklastik
 Gamping Intraklas atau fragmenter non organik
 Gamping tipe chemiklastik
Jika ukuran butirnya halus (< 0,25 mm), dimana sukar untuk membedakan
partikel-partikel pembentuknya, maka micrograined atau microgranular.
Jika jenis butir tidak dapat diidentifikasi, maka digunakan :
 Kalkarenit terutama jika tekstur atau ukuran butir jelas menyerupai ukuran
pasir (Grabaw 1912).
 Grainy atau granular limestone (Thomas, 1961)
 Clastik limestone
 Fragmental limestone (Nelson at all, 1961)
Penamaan tipe gamping klastik menggunakan klasifikasi (RJ. Dunham,
1962).
 Gamping tipe Bioklastik
Penamaan sering didasarkan pada organisme pembentuk utamanya, seperti
gamping foraminifera, gamping koral, gamping cocquina dan gamping.
Jenis-jenis butir bioklastik dikenal enam jenis kerangka atau cangkang
organik (Ginsburg and Wilson, 1974) yaitu kerangka yang berspikula
(sheated and spiculed skeleton), kerangka berbuku-buku (secmented
skeleton), kerangka bercabang (branched skeleton), kerangka berbilik

IV-19
(chambered skeleton), kerangka berkerak (encrusted skeleton), kerangka
masif.

Gambar 4.17 Gamping foraminifera


 Gamping tipe intraklas atau fragmenter
Tipe ini merupakan hasil rombakan lapisan yang baru diendapkan,
biasanya berbutir kasar sehingga merupakan breksi ataupun konglomerat.
Tekstur dalam gamping tipe ini menyerupai tekstur batupasir meliputi
besar butir, kebundaran, pemilahan dengan memperhatikan kehadiran
matrik atau semen dan hubungan antara matrik dengan butir.

Gambar 4.18. Gamping tipe intraklas atau fragmenter

 Gamping tipe Chemiklastik (Klastik non Fragmenter)


merupakan batuan reservoir minyak yang penting. Sering bergradasi
(beralih) ke tipe bioklastik dan tipe klastik fragmenter (intraklas) atau
percampuran dari ketiganya. Unsur-unsur butir terdiri dari pellet atau
ovoid, lump, oolit.

IV-20
g. Tipe gamping afanitik dan mikrokristakin
Terdiri dari butiran-butiran berukuran butir < 0,005 mm, tidak dapat diketahui
dengan jelas apakah terdiri dari fragmen-fragmen halus (pecahan-pecahan
gamping) atau kristal-kristal halus. Biasanya kaya akan zat organik dan diacak-
acak binatang, sehingga tidak memperlihatkan perlapisan.
h. Tipe gamping kristalin dan dolomit
 Gamping kristalin berukuran besar tidak dibentuk secara langsung dari
pengendapan tetapi biasanya dari hasil rekristalisasi dari gamping yang
lain, dan gamping klastik ataupun gamping terumbu atau afanitik.
 Proses kristalisasi terjadi sewaktu diagenesa dan disebut neo-morphisme.
 Gamping kristalin yang kasar ada yang diendapkan secara langsung dalam
asosiasinya dengan pengendapan evaporit.

Gambar 4.19 Gamping kristalin ( Traventine )

 Dolomit, umumya selalu dijumpai secara kristalin membentuk kristal


euhedral romb, tekstur sucrosic dan tekstur mozaic.
 Cara pembentukan dolomit dapat berupa pengendapan langsung,
pengendapan dalam pori-pori gamping klastik dan terbentuk dari hasil
ubahan (replacement).
 Syarat dalam pembentukan dolomit harus terjadi konsentrasi MgCa
dengan rasio 5 : 1 sehingga diperlukan penguapan yang luar biasa.

IV-21
Gambar 4.20. Dolomit
4.4.2. Batuan Sedimen Silika
Sedimen Silika merupakan salah satu jenis batuan sedimen non-klastik
dimana disusun oleh mineral mineral silika yang berbentuk dari proses kimiawi
maupun biologis. Silikat dapat diendapkan dari larutan, baik oleh evaporasi
maupun oleh kegiatan organisme-organisme yang hidup. Deposit ini mempunyai
arti yang penting dan sangat menarik, terutama yang biogenik. Komposisi dari
batuan sedimen silika ini dapat berupa kuarsa (kristal silikat murni), chalsedon
(mikro fibrous dari kuarsa) dan opal (non-kristalin silikat yang mengandung
molekul air).
Silika material penyusunnya berupa material autogenik (bukan hasil
transportasi). Batuan ini berwarna mulai putih, kuning muda, coklat dan abu-abu.
Sangat ringan dan merupakan kumpulan dari mineral-mineral diatomea.

4.4.2.1. Tekstur Dan Struktur Batuan Sedimen Silika


1. Tekstur, batuan sedimen silika memiliki tekstur yaitu micrograined.
2. Porositas, tidak semua batuan sedimen silika memiliki porositas.
Porositas pada batuan ini adalah porositas primer dan porositas skunder.
3. Struktur, pada batuan sedimen silika teksturnya hampir sama dengan
sedimen klastik. Yaitu bedded (perlapisan) dengan ketebalan antara 1
cm – 3 cm, laminasi dengan ketebalan < 0.3 cm - < 1 cm, cross
lamination, graded bedding dan masisve (structureles).
4. komposisi batuan pada sedimen silika adalah dominan mineral silika
yang berasal dari organik dan anorganik yang mengalami silisifikasi
dan juga quarsa microcrystalin.

IV-22
4.4.2.2. Penamaan Batuan Sedimen Silika
1. Chert ( rijang ) adalah batuan afanitik yang terdiri dari cryptocrystalline
sillikat atau oval atau kedua-duanya. yang dominan mikrofibrous
chalsedon. Warna putih coklat muda, abu-abu sampai hitam, kuning,
merah dan coklat, kekerasan 7, pecahan concoidal. Terdapat sebagai
masa dalam gumpalan-gumpalan kecil atau merupakan lapisan yang tebal
dan tersebar luas. Meskipun kebanyakan lapisan-lapisan chert kelihatan
masif tetapi memiliki cros laminated dan graded bedding. Beberapa
lapisan rijang berasosiasi dengan pillow lava dan sebagian berasosiasi
dengan komplek opihiolit (batuan beku basa – ultra basa), meskipun yang
lain terbentuk secar bertahap tidak dengan asosiasi vulkanik. Rijang yang
nodular umumnya dalam batugamping dan beberapa batuan laing yang
terbentuk dari hasil replacement pada saat diagenesa. Nodular dapat
berupa kalsit, dolomit, siderite, pyrit, kuarsa dan collophone.

Gambar 4.21. Rijang


2. Diatomea merupakan variasi dari batuan sedimen silika yang terbentuk
pada daerah terbuka seperti danau dan laut. Komponen penyusun utama
mineral silika yang berasal dari organic atau anorganik yang mengalami
sillisifikasi menjadi silika. Material penyusunnya berupa material
autogenik (bukan hasil transportasi). Batuan ini berwarna mulai putih,
kuning muda, coklat dan abu-abu. Sangat ringan dan merupakan kumpulan
dari shel-shel diatomea yang mikroskopis.

IV-23

Anda mungkin juga menyukai