Anda di halaman 1dari 69

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN. H DENGAN DIAGNOSA MEDIS ISPA DI RUANG MELATI 5


RSUD DR SOEKARDJO KOTA TASIKMALAYA

Disusun Oleh:
Novi Pebriyani Rangga Saputra
Pajwah Siti Nurbayinah Rifatul Aliyah
Popi Selvia Riski Wahyudi
Qisthi Aulia Khoirunnisa Rismayatul Faridah
Rahajeng Sri Sukmawati Risna Siti Nuramanah
Rahmah Nurjanah Risti Suprihatiningsih
Rahmi Fajrianti Rivan Fadlur Rohman

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah ini telah diperiksa, dan siap untuk dipresentasikan sebagai salah satu tugas dalam
menyelesaikan Praktek Ners Stage Keperawatan Anak

Tasikmalaya, Desember 2022

Preceptor Ruang Melati 5, Pembimbing Akademik,

Jajang Zaenal Arifin, S.Kep,Ns Tatang Kusmana, M.Kep

Koordinator Stage Keperawatan Anak

Hani Handayani, M.Kep

i
ABSTRAK

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya. Sholawat serta
salam semoga selalu di limpahkan kepada panutan kita Nabi Muhammad SAW.
Laporan kasus ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada An. H Dengan Diagnosa
Medis Ispa Di Ruang Melati 5 Rsud Dr Soekardjo Kota Tasikmalaya” ini dapat terselesaikan
dengan baik, laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam menyelesaikan
Praktek Ners Stage Keperawatan Anak.
Terselesaikannya laporan kasus ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :
1. Bapak Tatang Kusmana, M.Kep selaku Pembimbing Akademik
2. Bapak Jajang Zaenal Arifin, S.Kep,Ns Selaku CI di Ruang Melati 5
Penulis menyadai bahwa dalam penyusnan laporan kasus ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dan sempurnanya laporan kasus ini sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca

Tasikmalaya, Desember 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................................i
ABSTRAK......................................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................................................iii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................3
1.3 Tujuan...............................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................4
2.1 Konsep Penyakit...............................................................................................................4
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan.........................................................................................14
BAB III LAPORAN KASUS........................................................................................................29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................................56
BAB V KESIMPULAN...............................................................................................................61
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................................61
5.2 Saran................................................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................63

DAFTAR GAMBAR

iv
Gambar 1. 1 Pathway ISPA...........................................................................................................10

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
penting, khususnya dinegara berkembang. Etiologi dan infeksinya mempengaruhi umur,
musim, kondisi tempat tinggal dan masalah kesehatan yang ada. Salah satu dari penyakit
infeksi tersebut adalah Infeksi Saluran Penafasan Akut (ISPA). Penyakit ini dapat
disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus. Penyakit ISPA dideskripsikan sesuai dengan
areanya. Infeksi Saluran Pernafasan Akut atas (ISPA Non Pneumonia) yang meliputi
hidung dan faring. Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian bawah (ISPA Pneumonia)
yang meliputi bronkus, bronkeolus, dan alveolus. ISPA Non Pneumonia ditandai secara
klinis oleh batuk, pilek, bisa disertai demam, tidak menunjukkan peningkatan frekuensi
nafas dan tidak adanya tarikan dinding dada kearah dalam (Hartono dan Rahmawati,
2017)
ISPA Non Pneumonia terdiri dari influenza/common cold, farangitis, laringitis,
sinusitis, rinitis dan tonsilitis. Penyakit tersebut pada umumnya disebabakan oleh virus,
bakteri dan alergi (Santa Manurung, dkk. 2018). Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-
anak. Berdasarkan Riskesdas 2017 karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi
terjadi pada usia balita (25,8%). ISPA lebih sering terjadi pada saluran pernafasan bagian
atas. Di Indonesia, episode batuk-pilek pada balita yang menderita ISPA di perkirakan 3-
6 kali per tahun, sehingga sebagian besar kunjungan pasien balita penderita ISPA (40%-
60%) di Puskesmas dan (15%-30%) rumah sakit (Subdit ISPA Ditjen PP & PL,
2017). ISPA masih merupakan penyakit utama penyebab kematian bayi dan balita di
Indonesia. Dari beberapa hasil SKRT diketahui bahwa 80 sampai 90% dari seluruh kasus
kematian ISPA disebabkan Pneumonia.

Data yang diperoleh dari Dinas kesehatan Kota Tasikmalaya tahun 2018, dari 21
Puskesmas di Kota Tasikmalaya didapatkan bahwa jumlah penderita ISPA pada balita
berjumlah 25.200 kasus dengan penderita ISPA paling tinggi berada di Puskesmas Urug
dengan prevalensi (11,2%), diikuti oleh Puskesmas Cibeureum (9%), Puskesmas
Tamansari (8,3%), Puskesmas Sambongpari (6,2%), dan Puskesmas Kawalu (5,5%)

1
(Profil Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, 2018).

Sebuah penelitian di Puskesmas Sukasada II menunjukkan bahwa 46,5% pasien


ISPA Non Pneumonia yang dilayani di Puskesmas adalah usia Balita (Hermawan dan
Komang, 2018).
Strategi untuk pengobatan, pencegahan dan melindungi anak dari ISPA adalah
dengan memperbaiki manajemen kasus pada semua tingkatan, vaksinasi, pencegahan dan
manajemen infeksi HIV, dan memperbaiki gizi anak. Pemberian antibiotika segera pada
anak yang terinfeksi dapat mencegah kematian. UNICEF dan WHO telah mengembangkan
pedoman untuk diagnosis dan pengobatan ISPA di negara berkembang yang telah terbukti
baik, dapat diterima dan tepat sasaran. Dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul
pada anak dengan ISPA, perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam
memberikan asuhan keperawatan diantaranya sebagai Care giver, Advokat, Fasilitator,
Coordinator, Educator. Sebagai perawat juga harus mampu memberikan asuhan
keperawatan secara tepat dan komprehensif sesuai dengan tugas perawat. Perawat harus
selalu meningkatkan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu perawat mempunyai upaya
sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan dengan ISPA, diantaranya dalam
segi promotif yaitu peran perawat dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan
kesehatan dan penyuluhan mengenai edukasi yang berkaitan dengan infeksi saluran
pernapasan akut. Edukasi tersebut dapat berupa tanda dan gejala awal ISPA pada anak, dan
melatih batuk efektif, dalam segi preventif sebagai perawat dapat melakukan peningkatan
jangkauan penemuan dini penderita ISPA seperti: pemenuhan nutrisi serta istirahat,
menciptakan rumah yang sehat, menghindarkan anak dari polusi udara, dalam segi kuratif
sebagai perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional untuk
menemukan permasalahan yang terjadi dalam proses keperawatan ini perawat dapat
menemukan beberapa masalah yang muncul dan memberikan penatalaksanaan sesuai
dengan masalah yang muncul. Kemudian perawat sebagai advokat (rehabilitatif) dapat
membantu keluarga mengambil keputusan dalam menangani penyakit ISPA, sedangkan
dari segi rehabilitatif yang dapat dilaksanakan perawat adalah dengan melatih batuk efektif
dan memberikan penyuluhan (menjaga lingkungan tetap bersih dan memakai penutup
hidung bila kontak langsung dengan salah satu anggota keluarga yang menderita ISPA).
Upaya untuk mencegah terjadinya ISPA pada anak yaitu: meningkatkan gizi anak,

2
memberikan imunisasi lengkap, memberikan pengobatan pencegahan pada anak balita
yang tidak mempunyai gejala ISPA tetapi mempunyai anggota keluarga yang menderita
ISPA (Ainurikhamah,2020).
Dari uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan studi kasus infeksi saluran
pernapasan akut dengan judul "Asuhan Keperawatan Anak dengan ISPA di RSUD dr.
Soekardjo Kota Tasikmalaya"
1.2 Rumusan Masalah

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting,
khususnya dinegara berkembang. Salah satu dari penyakit infeksi tersebut adalah Infeksi
Saluran Penafasan Akut (ISPA). Adapun hasil penelitian di Puskesmas Sukasada II
menunjukkan bahwa 46,5% pasien ISPA Non Pneumonia yang dilayani di Puskesmas
adalah usia Balita (Hermawan dan Komang, 2018). Pada saat praktik stage anak di RSUD
dr soekardjo kota tasikmalaya kami menemukan beberapa kasus penyakit yang
mengganggu saluran pernafasan dan salah satunya adalah ISPA, Maka dari itu kelompok
kami mengambil kasus mengenai penyakit ISPA dengan rumusan masalah :
a. Bagaimana konsep penyakit ISPA yang terjadi pada anak
b. Bagaimana aplikasi asuhan keperawatan pada anak dengan ISPA
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui konsep penyakit dan pengaplikasian asuhan keperawatan pada
anak dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di ruang melati 5

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
A. Definisi
Menurut Saputri (2016) infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan
infeksi yang menyerang saluran pernapasan baik itu saluran pernapasan atas ataupun
saluran pernapasan bawah. Saluran pernapasan atas dimulai dari bagian lubang
hidung, pita suara, laring, sinus parasanal, sehingga telinga tengah, dan saluran
pernapasan bawah terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) menurut Masriadi (2017) adalah penyakit saluran pernapasan
atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spectrum
penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit
yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen, penyebabnya faktor lingkungan,
dan faktor pejamu. Namun demikian, sering juga ISPA didefinisikan sebagai penyakit
saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari
manusia ke manusia. ISPA yang terjadi pada saluran pernapasan atas sering ditemui
sebagai common cold, influenza, sinusitis, tonsilitis, bahkan dapat meluas hingga
menyebabkan otitis media. Sementara ISPA yang menyerang saluran pernapasan
bawah adalah bronchitis dan pneumonia (Saputri, 2016).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut sering disingkat dengan ISPA, istilah tersebut
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah
ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut, dengan
pengertian sebagai berikut (Masriadi, 2017):
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran Pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan. Bagian
bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernapasan.
Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernapasan (respiratory
tract).

4
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang
dapat di golongkan dalam ISPA proses tersebut dapat berlangsung lebih dari 14
hari.
B. Klasifikasi
Menurut Halimah (2019) klasifikasi ISPA dapat dikelompokkan berdasarkan
golongannya dan golongan umur yaitu:
1. ISPA berdasarkan golongannya:
a. Pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli).
b. Bukan pneumonia meliputi batuk pilek biasa (common cold), radang
tenggorokan (pharyngitis), tonsilitisi dan infeksi telinga (otomatis media).
2. ISPA dikelompokkan berdasaran golongan umur yaitu:
a. Untuk anak usia 2-59 bulan:
1) Bukan pneumonia bila frekuensi pernapasan kurang dari 50 kali permenit
untuk usia 2-11 bulan dan kurang dari 40 kali permenit untuk usia 12-59
bulan, serta tidak ada tarikan pada dinding dada.
2) Pneumonia yaitu ditandai dengan nafas cepat (frekuensi pernafasan sama
atau lebih dari 50 kali permenit untuk usia 2- 11 bulan dan frekuensi
pernafasan sama atau lebih dari 40 kali permenit untuk usia 12-59 bulan),
serta tidak ada tarikan pada dinding dada.
3) Pneumonia berat yaitu adanya batuk dan nafas cepat (fast breathing) dan
tarikan dinding pada bagian bawah ke arah dalam (servere chest
indrawing).
b. Untuk anak usia kurang dari dua bulan:
1) Bukan pneumonia yaitu frekuensi pernafasan kurang dari 60 kali
permenit dan tidak ada tarikan dinding dada.
2) Pneumonia berat yaitu frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 60 kali
permenit (fast breathing) atau adanya tarikan dinding dada tanpa nafas
cepat.

5
C. Epidemiologi
World Health Organization (WHO), memperkirakan insiden infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40
per 1000 kelahiran hidup adalah 15% - 20% per tahun pada golongan usia balita.
Menurut WHO 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar
kematian tersebut terdapat di negara berkembang, dimana pneumonia merupakan salah
satu penyebab utama kematian dengan menubuh 4 juta anak balita setiap tahun
(Silaban, 2015). Kejadian ISPA pada Balita di Indonesia yaitu mencapai 3-6 kali per 3
tahun dan 10-20% adalah pneumonia (Himawati & Fitria, 2020).
Menurut Kemenkes RI (2017) kasus ISPA mencapai 28% dengan 533,187
kasus yang ditemukan pada tahun 2016 dengan 18 provinsi diantaranya mempunyai
prevalensi di atas angka nasional (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Berdasarkan
hasil Riskesdas (2018) prevalensi ISPA di Indonesia sebesar 9,3% diantaranya 9,0%
berjenis kelamin laki-laki dan 9,7% berjenis kelamin perempuan (Kementerian
Kesehatan RI, 2018). Prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur satu
sampai empat tahun yaitu sebesar 13,7% (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Kasus
ISPA terbanyak di Indonesia yaitu terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Timur 15,4%,
Papua 13,1%, Banten 11,9%, Nusa Tenggara Barat 11,7%, Bali 9,7% (Kementerian
Kesehatan RI, 2018).
D. Etiologi
Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya beberapa bakteri dari genus
streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus, bordetella, dan korinebakterium
dan virus dari golongan mikrovirus (termasuk didalamnya virus para influenza dan
virus campak), adenoveirus, koronavirus, pikornavirus, herpesvirus ke dalam tubuh
manusia melalui partikel udara (droplet infection). Kuman ini akan melekat pada sel
epitel hidung dengan mengikuti proses pernapasan maka kuman tersebut bisa masuk
ke bronkus dan masuk ke saluran pernapasan yang mengakibatkan demam, batuk,
pilek, sakit kepala dan sebagainya. (Marni,2014). Penyakit ISPA dapat disebabkan
oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus dan riketsia. ISPA bagian atas umumnya
disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri,
virus dan mycloplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya

6
mempunyai manifestasi klinik yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah
dalam penanganannya. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah Diplococcus
pneumonia, Pneumococcus, Strepcoccus aureus, Haemophilus Influenza dan lain-lain.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Influenza, Adenovirus (Sinuraya,
L.D. 2017). Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia atau protozoa.
Virus yang termasuk penggolong ISPA adalah rinovius, koronavitus, adenavirus, dan
koksakievirus, influenza, virus sinsial pernapasan. Virus yang ditularkan melalui ludah
yang dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita adalah virus influenza, virus sinsial
dan rino virus (Sinuraya, L.D. 2017).
Selain bakteri dan virus ISPA juga dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu
kondisi lingkungan (polutan udara seperti asap rokok dan asap bahan bakar memasak,
kepadatan anggota keluarga, kondisi ventilasi rumah kelembaban, kebersihan, musim,
suhu), ketersediaan dan efektifitas pelayanan kesehatan serta langkah-langkah
pencegahan infeksi untuk pencegahan penyebaran (vaksin, akses terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi), faktor penjamu (usia, kebiasaan
merokok, kemampuan penjamu menularkan infeksi, status gizi, infeksi sebelumnya
atau infeksi serentak yang disebabkan oleh pathogen lain, kondisi kesehatan umum)
dan karakteristik pathogen (cara penularan, daya tular, faktor virulensi misalnya gen,
jumlah atau dosis mikroba) (WHO,2007:12). Menurut Widoyono (2008), Kondisi
lingkungan yang berpotensi menjadi faktor risiko ispa adalah lingkungan yang banyak
tercemar oleh asap kendaraan bermotor, bahan bakar minyak, asap hasil pembakaran
serta benda asing seperti mainan plastik kecil.
E. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah invasi
patogen sehingga terjadi reaksi inflamasi akibat respon imun. ISPA melibatkan invasi
langsung mikroba ke dalam mukosa saluran pernapasan. Inokulasi virus dan bakteri
dapat ditularkan melalui udara, terutama jika seseorang yang terinfeksi batuk atau
bersin. Setelah terjadi inokulasi, virus dan bakteri akan melewati beberapa pertahanan
saluran napas, seperti barrier fisik, mekanis, sistem imun humoral, dan
seluler. Barrier yang terdapat pada saluran napas atas adalah rambut-rambut halus
pada lubang hidung yang akan memfiltrasi patogen, lapisan mukosa, struktur anatomis

7
persimpangan hidung posterior ke laring, dan sel-sel silia. Selain itu, terdapat pula
tonsil dan adenoid yang mengandung sel-sel imun. Patogen dapat masuk dan berhasil
melewati beberapa sistem pertahanan saluran napas melalui berbagai mekanisme,
seperti produksi toksin, protease, faktor penempelan bakteri, dan pembentukan kapsul
untuk mencegah terjadinya fagositosis.Lapisan epitel mukosa saluran pernapasan
adalah garis pertahanan pertama melawan bakteri. Virus umumnya bereplikasi secara
intraseluler dan selanjutnya dapat mengacaukan proses seluler atau membunuh sel
yang terinfeksi melalui kelelahan metabolik atau lisis langsung. Kematian sel yang
diinduksi pada gilirannya dapat menyebabkan pengikisan lapisan epitel (Astrid, 2013).
Konsekuensi lain dari gangguan epitel adalah hilangnya integritas epitel dan
penurunan penghambatan translokasi bakteri. Virus juga dapat menginduksi kerusakan
pada sel bersilia, mengakibatkan penurunan kecepatan mukosiliar dan gangguan
pembersihan bakteri. Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya
batuk kering. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang
merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernapasan terhadap infeksi bakteri
sehingga memudahkan bakteri-bakteri pathogen yang terdapat pada saluran
pernapasan atas seperti streptococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi
sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mucus bertambah banyak dan dapat
menyumbat saluran napas sehingga timbul sesak napas dan juga menyebabkan batuk
yang produktif. Peningkatan produksi mukus menyebabkan akumulasi sekret yang
meningkat (Wulandari & Meira, 2016).
Hal ini menyebabkan virus maupun bakteri dapat menginvasi sel-sel saluran
napas dan mengakibatkan reaksi inflamasi. Beberapa respon yang dapat terjadi adalah
pembengkakan lokal, eritema, edema, sekresi mukosa berlebih, dan demam sebagai
respon sistemik (Astrid, 2013).
Meskipun saluran napas atas secara langsung terpajan dengan lingkungan,
infeksi relatif jarang terjadi dan jarang meluas menjadi infeksi saluran napas bawah
yang mengenai bronkus atau alveolus. Terdapat banyak mekanisme perlindungan di
sepanjang saluran napas untuk mencegah infeksi. Refleks batuk mengeluarkan benda
asing dan mikroorganisme, serta mengeluarkan mukus yang ter- akumulasi. Terdapat

8
lapisan mukosiliaris yang terdiri dari sel-sel yang berlokasi dari bronkus ke atas dan
memproduksi mukus, serta sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil mukus. Sel
penghasil mukus menangkap partikel benda asing, dan silia bergerak secara ritmis
untuk mendorong mukus dan semua partikel yang terperang- kap, ke atas cabang
pernapasan ke nasofaring tempat mukus tersebut dapat dikeluarkan sebagai sputum,
dikeluarkan melalui hidung, atau ditelan. Proses kompleks ini kadang kadang disebut
sebagai sistem eskalator mukosiliaris. Silia adalah struktur lembut yang mudah rusak
atau cedera oleh berbagai stimulus berbahaya, termasuk asap rokok yang akan
dijelaskan di pembahasan selanjutnya.
Apabila mikroorganisme dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut dan
membuat koloni di saluran napas atas, lini penting per- tahanan ketiga sistem imun,
akan bekerja untuk mencegah mikro- organisme tersebut sampai ke saluran napas
bawah. Respons ini di- perantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel darah putih
lainnya misalnya makrofag dan neutrofil yang tertarik ke area tempat proses inflamasi
berlangsung. Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di sistem pernapasan,
atau apabila mikroorganismenya sangat virulen, dapat terjadi infeksi saluran napas
bagian bawah (Elizabeth, 2009).

9
F. Pathway

Gambar 1. 1 Pathway ISPA

G. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala ISPA biasanya muncul dengan cepat yaitu dalam beberapa
jam sampai beberapa hari. Penyakit ISPA pada balita dapat menimbulkan bermacam -
macam tanda dan gejala. Tanda dan gejala ISPA seperti batuk, kesulitan bernafas,
sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga, dan demam (Rosana, 2016). Gejala ISPA
adalah sebagai berikut (Masriadi, 2017):
1. Gejala dari ISPA ringan: Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika
ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
a. Batuk

10
b. Serak, yaitu anak bersuara perau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada
waktu berbicara atau menangis).
c. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 0 C atau jika dahi anak diraba.
2. Gejala dari ISPA Sedang
a. Pernapasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari
satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu
tahun atau lebih. Cara menghitung pernapasan ialah dengan menghitung
jumlah tarikan nafas dalam satu menit dengan menggerakkan tangan.
b. Suhu lebih dari 39 0 C (diukur dengan termometer).
c. Tenggorokan berwarna merah.
d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
f. Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
g. Pernapasan berbunyi seperti menciut-ciut.
3. Gejala dari ISPA Berat
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala ISPA
ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
a. Bibir atau kulit membiru.
b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas.
c. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
d. Pernapasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
e. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.
f. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
g. Tenggorokan berwarna merah
H. Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri
5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi. (Windasari,
2018)
1. Sinusitis paranasal

11
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak
kecil sinus paranasal belum tumbuh. Gejala umum tampak lebih besar, nyeri
kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan
maksilaris. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan
transiluminasi pada anak besar. Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan
gejala malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar).
Kadangkadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang
terus menerus disertai secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral. Bila
didapatkan pernafasan mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap
tanpa sebab yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis.
Sinusitis paranasal ini dapat diobati dengan memberikan antibiotik.
2. Penutupan tuba eusthachii
Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat
menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut
(OMA). Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang
tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam. Anak sangat gelisah,
terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri
(pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi
akan menangis keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah, juga
disertai muntah atau diare. Karena bayi yang menderita batuk pilek sering
menderita infeksi pada telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya OMA
dan sering menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu dikonsul kebagian THT.
Biasanya bayi dilakukan parsentesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika
keadaan tidak membaik. Parasentesis (penusukan selaput telinga) dimaksudkan
mencegah membran timpani pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata
(OMP).
3. Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti laryngitis,
trakeitis, bronkitis dan bronkopneumonia. Selain itu dapat pula terjadi komplikasi
jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta
I. Pemeriksaan Penunjang

12
Pemeriksaan penunjang pada ISPA tidak rutin dilakukan karena manifestasi
biasanya tidak berat dan mudah didiagnosis secara klinis. Namun, terdapat beberapa
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis.
1. Swab Nasal atau Tenggorok atau Aspirasi Nasal
Pemeriksaan ini merupakan standar untuk mengkonfirmasi bakteri patogen ISPA.
Sampel yang diambil sebaiknya berasal dari faring posterior atau tonsil, bukan
dari kavitas oral.
2. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah biasanya tidak diperlukan, namun terkadang dilakukan pada
pasien yang mengalami keluhan ISPA berupa demam tinggi untuk menyingkirkan
diagnosis banding infeksi tropik seperti demam dengue dan tifoid.
J. Penatalaksanaan Medis
Menurut WHO (2017), penatalaksanaan ISPA meliputi:
1. Suportif
Meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat, pemberian
multivitamin
2. Antibiotik
a. Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab.
b. Utama ditujukan pada pneumonia, influenza dan Aureus
c. Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol 1mg, amoksisillin 3 x ½ sendok
teh, amplisillin (500mg) 3 tab puyer/x bungkus / 3x sehari/8 jam, penisillin
prokain 1 mg.
d. Pneumonia berat yaitu Benzil penicillin 1 mg, gentamisin (100 mg) 3 tab
puyer/x bungkus/3x bungkus/3x sehari/8 jam.
e. Antibiotik baru lain yaitu sefalosforin 3 x ½ sendok teh, quinolon 5 mg,dll.
f. Beri obat penurun panas seperti paracetamol 500 mg, asetaminofen 3 x ½
sendok teh.

Jika dalam 2 hari anak yang diberikan antibiotik tetap sama ganti antibiotik atau
rujuk dan jika anak membaik teruskan antibiotik sampai 3 hari (Kepmenkes RI,
2017).

13
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian Pengkajian menurut Amalia Nurdin, dkk (2014) adalah sebagai
berikut:
a. Identitas Pasien
b. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
daripada usia yang lebih lanjut.
c. Jenis Kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
negara Denmark.
d. Alamat
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Diketahui bahwa
penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah
rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara
biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna
dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe
akan mempermudah terjadinya ISPA anak.
2. Keluhan Utama
Adanya demam, kejang, sesak napas, batuk produktif, tidak mau makan anak
rewel dan gelisah, sakit kepala.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah,
nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan sakit
tenggorokan.
b. Riwayat penyakit dahulu

14
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini
c. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit infeksi, TBC, Pneumonia, dan infeksi saluran napas
lainnya. Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit
seperti penyakit klien tersebut.
d. Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya.
4. Kebutuhan Dasar
a. Makan dan minum Penurunan intake, nutrisi dan cairan, diare, penurunan BB
dan muntah.
b. Aktivitas dan istirahat Kelemahan, lesu, penurunan aktifitas, banyak
berbaring.
c. BAK Tidak begitu sering.
d. Kenyamanan Mialgia, sakit kepala.
e. Hygine Penampilan kusut, kurang tenaga.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
b. Tanda vital
Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien. TD menurun,
nafas sesak, nadi lemah dan cepat, suhu meningkat, sianosis
c. TB/BB
Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
d. Kuku
Bagaimana kondisi kuku, apakah sianosis atau tidak, apakah ada kelainan.
e. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau lesi pada kepala
f. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak

15
g. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/
tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
h. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam
penciuman
i. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/tidak,
apakah ada kemerahan/tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam
menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
j. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi
vena jugularis.
k. Telinga
Apakah ada kotoran atau cairan dalam telinga, bagaimanakan bentuk tulang
rawanya, apakah ada respon nyeri pada daun telinga.
l. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan. Pemeriksaan Fisik
Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan
1) Inspeksi
Membran mukosa- faring tampak kemerahan, Tonsil tampak kemerahan
dan edema, Tampak batuk tidak produktif, Tidak ada jaringan parut dan
leher, Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung
2) Palpasi
Adanya demam, Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis, Tidak teraba adanya
pembesaran kelenjar tyroid
3) Perkusi

16
Suara paru normal (resonance)
4) Auskultasi
Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru. Jika
terdengar adanya stridor atau wheezing menunjukkan tanda bahaya.
(Suriani, 2018).
m. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri
tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan
bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
n. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin, warna rambut
kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada
wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia
mayora.
o. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah
ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
p. Ekstremitas
1) Inspeksi: adakah oedem, tanda sianosis, dan kesulitan bergerak
2) Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
3) Perkusi : periksa refek patelki dengan reflek hummar

Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan
bentuk.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi tertahan
dibuktikan dengan:

Data Mayor Data Minor


Subyektif : Subyektif :
Tidak tersedia
1. Dispnea.
Obyektif :

17
1. Batuk tidak efektif 2. Sulit bicara.
2. Tidak mampu batuk. 3. Ortopnea.
3. Sputum berlebih.
Objektif :
4. Mengi, wheezing dan / atau
ronkhi kering.
1. Gelisah.
5. Mekonium di jalan nafas pada
2. Sianosis.
Neonatus.
3. Bunyi napas menurun.
4. Frekuensi napas berubah.
5. Pola napas berubah.

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas

Data Mayor Data Minor


Subyektif: Subyektif:
1. Dispnea 1. Ortopnea
Objektif: Objektif:

1. Penggunaan otot bantu 1. Pernapasan pursed-lip.


pernapasan. 2. Pernapasan cuping hidung.
2. Fase ekspirasi memanjang. 3. Diameter thoraks anterior-
3. Pola napas abnormal (mis. posterior  meningkat
takipnea. bradipnea, 4. Ventilasi semenit menurun
hiperventilasi kussmaul 5. Kapasitas vital menurun
cheyne-stokes). 6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan keengganan makan

Data Mayor Data Minor

18
Subyektif: Subyektif:
- 1. Cepat kenyang setelah makan
Objektif: 2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun
1. Berat badan menurun minimal Objektif:
10% dibawah rentang ideal
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare

4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

Data Mayor Data Minor


Subyektif: Subyektif:
Tidak tersedia Tidak tersedia
Objektif: Objektif:

1. Suhu tubuh diatas nilai normal 1. Kulit merah


2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

19
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen

Data Mayor Data Minor


Subyektif: Subyektif:

1. Mengeluh lelah 1. Dispnea saat/setelah aktivitas


2. Merasa tidak nyaman setelah
Objektif:
beraktivitas
3. Merasa lemah
1. frekuensi jantung meningkat
>20% dari kondisi sehat Objektif

1. Tekanan darah berubah >20%


dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukan
aritmia saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukan
iskemia
4. Sianosis

6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

Data Mayor Data Minor


Subyektif : Subyektif :
1. Merasa bingung 1. Mengeluh pusing
2. Merasa khawatir dengan 2. Anoreksia
akibat dari kondisi yang 3. Palpitasi
dihadapi 4. Merasa tidak berdaya
3. Sulit berkonsentrasi Obyektif :
Obyektif : 1. Frekuensi napas meningkat

20
1. Tampak gelisah 2. Frekuensi nadi meningkat
2. Tampak tegang 3. Tekanan darah meningkat
3. Sulit tidur 4. Diaforesis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar
8. Sering berkemih

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan


Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
tidak efektif berhubungan intervensi keperawatan (I.01011)
dengan sekresi yang selama 3x24 jam Observasi
tertahan diharapkan bersihan jalan 1. Monitor pola napas
napas meningkat dengan (frekuensi, kedalaman,
kriteria hasil: usaha napas)
1. Batuk efektif 2. Monitor bunyi napas
meningkat tambahan (mis.
2. Produksi sputum gurgiling, mengi,
menurun wheezing, ronkhi
3. Mengi menurun kering)
4. Wheezing menurun 3. Monitor sputum
5. Dispnea menurun (jumlah, warna, aroma)
6. Ortopnea menurun Terapeutik
7. Sulit bicara menurun 4. Pertahanan kepatenan
8. Sianosis menurun jalan napas dengan
9. Gelisah menurun head-tift dan chin-lift
10. Frekuensi napas (jaw-thrust jika curiga
membaik trauma servikal)
11. Pola napas membaik 5. Posisikan Semi-Fowler

21
atau Fowler
6. Berikan minuman
hangat
7. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
8. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
9. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
proses McGill
11. Berikan Oksigen, Jika
perlu
Edukasi
12. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
Jika tidak
kontraindikasi
13. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, Jika perlu
Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan intervensi keperawatan (I.01014)

22
hambatan upaya napas selama 3x24 jam Observasi
diharapkan pola napas 1. Monitor frekuensi,
membaik dengan kriteria irama, kedalaman dan
hasil: upaya napas
1. Ventilasi semenit 2. Monitor pola napas
meningkat (seperti bradipnea,
2. Kapasitas vital takipnea,
meningkat hiperventilasi,
3. Tekanan ekspirasi kussmaul, Cheyne-
meningkat Stokes, biot, ataksik)
4. Tekanan inspirasi 3. Monitor kemampuan
meningkat bantuk efektif
5. Dispnea menurun 4. Monitor adanya
6. Penggunaan otot produksi sputum
bantu napas menurun 5. Monitor adanya
7. Pernapasan pursed lip sumbatan jalan napas
menurun 6. Palpasi kesimetrisan
8. Pernapasan cuping ekspansi paru
hidung menurun 7. Auskultasi bunyi napas
9. Frekuensi napas 8. Monitor saturasi
membaik oksigen
10. Kedalaman napas 9. Monitor nilai AGD
membaik 10. Monitor hasil x-ray
toraks
Teraupetik
11. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
12. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi

23
13. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
14. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
intervensi Keperawatan (I.03119)
selama 1x24 jam maka Observasi :
status nutrisi membaik 1. Identifikasi status
dengan kriteria hasil: nutrisi
1. porsi makanan yang 2. Identifikasi makanan
dihabiskan meningkat yang disukai
2. verbalisasi keinginan 3. Identifikasi kebutuhan
untuk meningkatkan kalori dan jenis nutrien
nutrisi meningkat 4. Monitor asupan
3. berat badan membaik makanan
4. nafsu makan membaik 5. Monitor berat badan
5. membran mukosa Teraupetik :
membaik 6. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
7. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
8. Berikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
9. Berikan suplemen
makanan
Edukasi
10. Ajurkan posisi duduk
Kolaborasi :

24
11. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
dengan proses penyakit intervensi keperawatan (I.15506)
selama 3x24 jam Observasi
diharapkan termoregulasi 1. Identifikasi penyebab
membaik dengan kriteria hipertermia (mis.
hasil: dehidrasi, terpapar
1. Menggigil menurun lingkungan panas,
2. Kulit merah menurun penggunaan inkubator)
3. Kejang menurun 2. Monitor suhu tubuh
4. Konsumsi oksigen 3. Monitor kadar
menurun elektrolit
5. Pucat menurun 4. Monitor haluaran urine
6. Takikardi menurun 5. Monitor komplikasi
7. Takipnea menurun akibat hipertermia
8. Bradikardi menurun Terapeutik
9. Suhu tubuh membaik 6. Sediakan lingkungan
10. Suhu kulit membaik yang dingin
11. Kadar glukosa darah 7. Longgarkan atau
membaik lepaskan pakaian
12. Pengisian kapiler 8. Basahi dan kipas
membaik permukaan tubuh
13. Ventilasi membaik 9. Berikan cairan oral
14. Tekanan darah 10. Ganti linen setiap hari
membaik atau lebih sering jika
mengalami
hiperhidrosis (keringat

25
berlebih)
11. Lakukan pendinginan
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
12. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
13. Berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
14. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, Jika perlu
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen energi
berhubungan dengan intervensi keperawatan (I.05178)
ketidakseimbangan selama 3x24 jam maka Observasi
antara suplai dan toleransi aktivitas 1. Monitor kelelahan fisik
kebutuhan oksigen meningkat dengan kriteria dan emosional
hasil: 2. Monitor pola dan jam
1. Saturasi oksigen tidur
meningkat Terapeutik
2. Kemudahan dalam 3. Lakukan latihan
melakukan aktivitas rentang gerak
sehari-hari meningkat aktif/pasif
3. Keluhan lelah Edukasi
menurun 4. Anjurkan tirah baring
4. Dispnea saat aktivitas 5. Anjurkan melakukan

26
menurun aktivitas secara
5. Dispnea setelaj bertahap
akitivitas menurun 6. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
dengan krisis situasional intervensi keperawatan (I.09314)
selama 3x24 jam maka Observasi :
tingkat ansietas menurun 1. Identifikasi saat tingkat
dengan kriteria hasil: ansietas berubah
1. Verbalisasi 2. Identifikasi
kebingungan kemampuan
menurun mengambil keputusan
2. Verbalisasi khawatir 3. Monitor tanda-tanda
akibat kondisi yang ansietas
dihadapi menurun Terapeutik :
3. Perilaku gelisah 1. Ciptakan suasana
menurun terapeutik untuk
4. Perilaku tegang menumbuhkan
menuurn kepercayaan
5. Keluhan pusing 2. Temani pasien untuk
menurun mengurangi
6. Anoreksi menurun kecemasan, jika
7. Frekuensi nadi memungkinkan
menurun 3. Pahami situasi yang
8. Tekanan darah membuat ansietas

27
menurun 4. Dengarkan dengan
9. Diaforesis menurun penuh perhatian
10. Pucat menurun 5. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
6. Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
3. Anjurkan keluarga
untuk tetap bersama
pasien, jika perlu
4. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan persepsi
5. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
6. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika

28
perlu

BAB III
LAPORAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
a. Nama : An.H
b. Tempat/tanggal lahir : 12/01/2015
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Agama : Islam
e. Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
f. Kedudukan dalam keluarga : Anak
g. Alamat : Dusun Ancol, Sindangkasih, Ciamis
h. Tanggal masuk RS : 09 Desember 2022
i. Tanggal pengkajian : 11 Desember 2022
j. No rekam medis : 17083824
k. Diagnosa Medis : ISPA
l. Sumber informasi : Ibu
2. IDENTITAS ORANG TUA
a. Identitas Ayah
1) Nama : Tn. T
2) Umur : 35 Thn
3) Pendidikan : SMA
4) Pekerjaan : Karyawan Swasta
5) Penghasilan :-
6) Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
7) Agama : Islam
8) Alamat : Dusun Ancol, Sindangkasih, Ciamis
b. Identitas Ibu
1) Nama : Ny.S
2) Umur : 31 Thn
29
3) Pendidikan : SMA
4) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
5) Penghasilan :-
6) Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
7) Agama : Islam
8) Alamat : Dusun Ancol, Sindangkasih, Ciamis
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh masih batuk
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien masuk ke IGD pada tanggal 09 Desember 2022 pukul 22.00 WIB, dengan
keluhan batuk, pilek, dan demam sudah satu minggu lalu, muntah-muntah, pegal-pegal
serta tidak nafsu makan. Dari IGD pasien pindah ke ruang melati 5 pada tanggal 10
Desember pukul 01.30 WIB.
Pada saat pengkajian tanggal 11 Desember 2022 pukul 15.00 WIB, pasien
mengeluh masih batuk, ibu pasien mengatakan batuk berdahak, dan kadang dahak sulit
dikeluarkan namun sudah tidak pilek. Tidak ada sesak, tidak ada retraksi dinding dada,
bunyi napas ronkhi. Ibu mengatakan anak masih mual dan merasa ingin muntah apalagi
ketika makan atau minum.
3. Riwayat Masa Lalu
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien belum pernah di rawat di rumah sakit sebelumnya.
Pasien pernah sakit batuk pilek tapi beberapa hari kemudian sembuh dan tidak sampai
muntah. Ibu mengatakan sebelum anak dibawa ke rumah sakit, anak berobat ke mantri.
4. Riwayat Prenatal Care
a. Keluhan saat hamil : Tidak ada
b. Tempat ANC : Bidan
c. Keb nutrisi saat hamil : Baik
d. Usia kehamilan : 38 minggu
e. Kesehatan saat hamil : Sehat
f. Obat yang diminum saat hamil : Tidak ada
5. Riwayat Kelahiran

30
a. Tindakan persalinan : SC
b. Tempat bersalin : Rumah sakit
c. Penolong bersalin : Dokter
d. Komplikasi : Tidak ada
6. Riwayat Post Natal Care
a. BB lahir : 2800 gram
b. PB lahir : 50 cm
c. Penyakit waktu kecil : tidak ada
d. Pernah di rawat di RS : tidak
e. Konsumsi obat/kimia berbahaya : tidak
7. Riwayat Tumbuh Kembang
a. Pertumbuhan
Ibu mengatakan pertumbuhan berat badan dan tinggi badan anaknya normal sesuai
usia dan tidak ada hambatan sejak bayi sampai sekarang.
b. Perkembangan
Ibu mengatakan perkembangan anaknya normal sesuai usia dan tidak ada hambatan
sejak bayi sampai sekarang.
8. Riwayat Imunisasi
Jenis Imunisasi Usia anak Reaksi
Hepatitis B1, Polio 0 Saat lahir Ibu mengatakan lupa
Hepatitis B2, BCG 1 bulan untuk reaksi pada setiap
Polio 1, DTP 1, Hib 1, 2 bulan jenis imunisasi yang
PCV 1, Rotavirus 1 diberikan, ibu
Polio 2, Hib 2 3 bulan mengatakan biasanya
Polio 3, DTP 2, Hib 3 4 bulan reaksi yang muncul
PCV 2, Rotavirus 2 5 bulan adalah demam, diare,
Hepatitis B3, DTP 3 6 bulan bengkak di area
PCV 3 8 bulan suntikan, anak rewel.

Campak 1 9 bulan
MMR 10 bulan
Campak 2 18 bulan

31
Influenza, hepatitis A 2 tahun
Influenza, hepatitis A 3 tahun
Sinovac 1, sinovac 2 7 tahun Demam, pegal

9. Riwayat Kesehatan Keluarga


Keluarga pasien mengatakan sebelumnya tidak ada anggota keluarga yang mengalami
penyakit yang sama, keluarga pasien juga mengatakan tidak ada penyakit turunan
seperti DM, TB Paru, Asma dan lain-lain, dan juga penyakit menular lainnya.
10. Keadaan Lingkungan
Baik
11. Pola Fungsi Kesehatan
Pola Fungsi Kesehatan Sebelum Sakit Sesudah Sakit
Pola Nutrisi Sebelum masuk rumah Setelah sakit pasien biasa
sakit pasien biasa makan makan 3x/hari namun
3x/hari dengan porsi nasi, hanya habis 1/2 porsi
lauk pauk, dan buah- dengan nasi, lauk pauk,
buahan, namun kurang dan buah-buahan, namun
suka sayur. kurang suka sayur. Tapi
Pasien mengkonsumsi air pasien sering makan
kurang lebih 6-8 camilan biskuit.
gelas/hari, kadang minum Pasien mengkonsumsi air
susu. kurang lebih 6 gelas/hari,
Pasien memiliki alergi minum susu.
makanan yaitu ikan Pasien memiliki alergi
tongkol. makanan yaitu ikan
Minum biasanya ±7 tongkol.
gelas/hari (±1500 ml/hari) Minum ±1000 ml/hari
Pola Aktivitas Sebelum masuk rumah Setelah dirawat di rumah
sakit pasien sebagai sakit, meskipun pasien
pelajar sekolah SD mulai tidak memiliki hambatan
berangkat sekolah pukul mobilisasi maupun

32
07.00 WIB sampai pukul ambulasi, pasien selalu
12.00 WIB dan sisa dibantu orang tua untuk
waktunya digunakan melakukan aktivitas.
untuk bermain dan Ketika sakit, pasien lebih
sekolah agama. sering main game di
handphone.
Pola eliminasi Sebelum sakit pasien Saat sakit pasien biasa
biasa buang air kecil 4-6 buang air kecil 3-5 kali
kali perhari (± 1000 perhari (± 1000 ml/hari)
ml/hari)
Pola Istirahat dan Tidur Sebelum masuk rumah Setelah masuk rumah
sakit pasien tidur kurang sakit pasien tidur kurang
lebih 10 jam/hari. Tidur lebih 10 jam/hari. Tidur
siang 2 jam dan tidur siang 2 jam dan tidur
malam 8 jam. malam 8 jam
Pola Persepsi Sensori Sebelum sakit pasien Setelah sakit pasien tetap
dapat berkomunikasi dapat berkomunikasi
dengan baik dan sering. dengan baik namun agak
jarang.
Pola Konsep Diri Pasien memiliki konsep Pasien memiliki konsep
diri positif dan diri positif dan
berpenampilan sesuai usia berpenampilan sesuai usia
dan jenis kelamin dan jenis kelamin
Pola Peran Berhubungan Hubungan pasien dengan Hubungan pasien dengan
orangtua, keluarga, teman, orangtua, keluarga, teman,
guru dan masyarakat baik guru dan masyarakat baik
dan harmonis dan harmonis
Pola Mekanisme Koping Ketika pasien sedang Ketika pasien merasakan
mengalami sakit atau keluhan atau mempunyai
mempunyai permasalahan permasalahan pasien
pasien membicarakannya membicarakannya

33
bersama keluarga bersama keluarga
terutama orang tua terutama orang tua
Pola Seksualitas Pasien berjenis kelamin Pasien berjenis kelamin
laki-laki berusia 7 tahun laki-laki berusia 7 tahun
Pola Nilai dan Sebelum sakit pasien Setelah masuk rumah
Kepercayaan melakukan solat 5 waktu sakit pasien tidak sholat,
dengan tepat, dan pasien tetapi keluarga solat
juga suka mengaji dan tempat waktu dan berdo’a
sekolah agama. semaksimal mungkin
demi tercapainnya
kesembuhan.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Sakit ringan
2. Kesadaran : Composmentis, GSC 15 (E4M6V5)
3. Penampilan : Baik dan bersih
4. Tanda-tanda Vital
a. Takanan darah : 98/70 mmHg
b. Respirasi : 24 x/menit
c. Nadi : 98 x/Menit
d. Suhu : 36,1 0C
e. SPO2 : 98 %
5. Ukur-ukuran Antropometri
a. Berat Badan : 30 Kg
b. Panjang Badan : 125 Cm
c. Indeks Masa Tubuh : 19,2
d. Lingkar Kepala : tidak terkaji
e. Lingkar Dada : tidak terkaji
f. Lingkar Lengan : tidak terkaji
g. Lingkar Perut : tidak terkaji
h. Kategori status gizi : gizi baik (-2 SD sd +1 SD)

34
6. Penampilan Umum
a. Kepala dan Leher
Bentuk kepala simetris, rambut bersih. Leher simetris, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid
b. Kulit
Warna sawo matang, tekstur kulit lembab, turgot kulit normal, tidak ada lesi.
c. Kelenjar Limfe
Terdapat sedikit pembengkakan kelenjar getah bening
d. Mata
Mata bersih, konjungtiva tidak anemis, adanya bulu mata, mata simetris, reflek
pupil positif, tidak ada gangguan penglihatan.
e. Telinga
Telinga bersih, simetris, tidak ada sekret, tidak ada luka, tidak ada tanda infeksi,
tidak ada gangguan pendengaran.
f. Hidung
Hidung simetris, bersih , adanya bulu hidung, tidak ada sekret, tidak ada pernapasan
cuping hidung, tidak ada gangguan penciuman.
g. Mulut dan Tenggorokan
Mukosa bibir lembab, bibir simetris, mulut bersih, tidak ada lesi.
h. Dada
Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada,
tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi.
i. Paru
Frekuensi napas 24 x/menit, bunyi napas ronkhi, suara perkusi sonor
j. Jantung
Jantung normal, suara jantung S1 dan S2, irama reguler
k. Abdomen
Bentuk datar, simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, bising usus 6 x/mnt,
suara perkusi timpani.
l. Genitalia dan Anus
Genitalia dan anus bersih, tidak ada kelainan

35
m. Punggung dan Ekstremitas
Punggung datar, tidak ada benjolan, tidak ada lesi.
Ekstremitas Atas simetris, kekuatan otot kedua tangan 5, nadi teraba kuat, CRT <2
detik, tidak ada lesi, tangan kanan terpasang infus KA-EN 3B 10 tpm.
Ekstremitas bawah simetris, tidak ada lesi, kekuatan otot kedua kaki 5.
n. Pengkajian Neurologis
Kesadaran composmentis, GSC 15 (E4M6V5)
1) Nervus olfaktorius: pasien mampu membedakan bau
2) Nervus optikus: lapang pandang normal, ketajaman penglihatan normal
3) Nervus oculomotorius: pergerakan bola mata pasien nomal
4) Nervus trochlearis: pasien mampu mengedipkan mata
5) Nervus abducen: pergerakan bola mata nomal ke arah temporal normal
6) Nervus trigeminus: pasien mampu menggerakkan rahang
7) Nervus fasialis: wajah pasien berekspresi, mampu membedakan rasa
8) Nervus vestibulotrochlearis: pasien mampu mendengar, keseimbangan tubuh
normal
9) Nervus glassofaringeus: pasien mampu membedakan rasa
10) Nervus vagus: pasien mengeluah mual
11) Nervus assesorius: pasien mampu tengok kiri dan kanan, mampu mengangkat
bahu
12) Nervus hipoglosus: pasien mampu mengendalikan pergerakan lidah
o. Pengkajian Perkembangan
1) Motorik
Ibu mengatakan anaknya sering bermain sepeda, bermain kejar-kejaran
dengan teman-temannya, dan senang menggambar.
2) Bahasa
Ibu mengatakan anaknya senang bercerita, mengungkapkan pengalaman
dengan rinci dan mampu memahami dan menjalankan perintah walaupun
kadang minta diulang perintahnya karena tidak mendengarkan seluruhnya pada
saat pertama kali disampaikan
3) Emosi dan hubungan sosial

36
Ibu mengatakan anaknya sering bermain dengan teman-temannya, bisa bergaul
dengan teman-teman, tidak pernah berkelahi, terkadang menangis jika tidak
dituruti permintaannya.
4) Kognitif
Ibu mengatakan anak sudah mulai bisa membaca dengan dieja, sudah bisa
berhitung sederhana.
D. PENUNJANG
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Jenis Hasil Nilai Satuan Interpretasi
Pemeriksaan Rujukan
09/12/2022
Hematology
Hemoglobin 13 14-18 g/dl Kurang
Hematokrit 39 40-50 % Kurang
Jumlah leukosit 15.900 5000-10000 /mm3 Tinggi
Jumlah 333.000 150000- /mm3 Normal
Trombosit 350000
10/12/2022
Elektrolit
Natrium, Na 136 135-145 mmol/l Normal
Kalium, K 4,4 3,5-5,5 mmol/l Normal
Kalsium, Ca 1,24 1,10-1,40 mmol/l Normal

10/12/2022
Serologi
CRP kuantitatif Positif 96 <6 Mg/dl Tinggi
Salmonela Typhi mg/dl Negatif - Negatif
Igm Negatif Negatif - Negatif
Salmonela Typhi Negatif
Igg
Urine rutin dan

37
sedimen
10/12/2022
Makroskopis
Warna Kuning Kuning - Normal
Kekeruhan Jernih Jernih - Normal
pH 6,0 4,8-7,4 - Normal
Berat jenis 1,025 1,015-1,025 - Normal

Kimiawi
Protein Negatif Negatif - Normal
Glukosa Negatif Negatif - Normal
Urobilinogen Normal Positif/ - Normal
Bilirubin Negatif Normal - Normal
Benda keton Positif 1 Negatif - Positif 1
Nitrit Negatif Negatif - Normal
Leukosit Negatif Negatif - Normal
Darah Negatif Negatif - Normal
Negatif
Mikroskopis
Leukosit 0-1 /LPB Normal
Eritrosit 0-1 1-4 /LPB Normal
Epitel gepeng 1-3 0-1 /LPB Kurang
Epitel renal Negatif 5-15 /LPB Normal
Kristal Negatif Negatif /LPB Normal
Silinder Negatif Negatif /LPB Normal
Bakteri Coccus Negatif /LPB Terdapat bakteri
sedikit <2
Jamur Negatif /LPB Normal
Lain-lain Negatif Negatif /LPB Normal
Negatif

38
E. TERAPI MEDIS
Nama Obat Dosis Rute Jam Manfaat
pemberian
Ceftriaxone 2x1 gr IV 09 - 21 Mengobati infeksi
bakteri
Ondansetron 3x4 mg IV 09 - 17 - 01 Untuk mencegah serta
mengobati mual dan
muntah
Ambroxol sirup 3x5 ml Oral 07 - 14 - 21 Untuk mengatasi batuk
berdahak, maupun
gangguan pernapasan
lain akibat produksi
dahak yang berlebihan
Paractamol 4x375 IV 09 - 15 - 21 Obat analgesik dan
mg - 03 antipiretik yang banyak
dipakai untuk meredakan
sakit kepala ringan akut,
nyeri ringan hingga
sedang, serta demam.
KA-EN 3B 10 tpm IV - Sebagai larutan intravena
untuk mensuplai cairan
dan elektrolit.
F. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
.
1. DS: Invasi kuman Bersihan
1. Pasien mengeluh batuk jalan
2. Ibu pasien mengatakan napas
ada dahak tapi kadang Peradangan saluran pernapasan tidak
sulit dikeluarkan efektif

39
DO :
1. Pasien tampak masih ada Kuman melepas endotoksin
batuk
2. Terdapat sputum
3. TTV
 Takanan darah 98/70 Merangsang mekanisme
mmHg pertahanan tubuh terhadap
 Respirasi 24 x/menit adanya mikroorganisme
 Nadi 98 x/Menit
 Suhu 36,1 Derajat
Celcius
 SPO2 Merangsang produksi mucus

98 % oleh sel-sel basilica sepanjang


saluran napas

Kenaikan kelenjar mucus pada


jalan napas

Pengeluaran cairan mucus

Batuk berdahak

Bersihan jalan napas tidak


efektif

40
2. DS: Invasi kuman Neusea
1. Ibu mengatakan anaknya
masih mual dan merasa
ingin muntah apalagi Peradangan saluran pernapasan
ketika makan atau
minum
2. Ibu mengatakan anaknya
kurang nafsu makan, Kuman melepas endotoksin
makan hanya habis 1/2
porsi.

Merangsang mekanisme
pertahanan tubuh terhadap
adanya mikroorganisme

Merangsang produksi mucus


oleh sel-sel basilica sepanjang
saluran napas

Kenaikan kelenjar mucus pada


jalan napas

Mukus berlebih di bronkus

Batuk

41
Penggunaan obat

Efek samping obat

Mual

Neusea

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan dibuktikan dengan pasien
mengeluh batuk, ibu pasien mengatakan ada dahak tapi kadang sulit dikeluarkan, pasien
tampak masih ada batuk, terdapat suara napas ronkhi (D.0001)
2. Neusea berhubungan dengan efek agen farmakologis dibuktikan dengan ibu
mengatakan anaknya masih mual dan merasa ingin muntah apalagi ketika makan atau
minum, ibu mengatakan anaknya kurang nafsu makan, makan hanya habis 1/2 porsi
(D.0076)
H. PERENCANAAN
TGL/ DIAG TUJUAN INTERVENSI RASIONAL PARAF
JAM NOSA KRITERIA
HASIL
11 Bersiha Setelah Manajemen Jalan Observasi Pajwah
Dese n jalan dilakukan Napas (I.01011) 1. Agar segera Siti
mber napas intervensi Observasi dilakukan Nurbayia
2022 tidak keperawatan 15. Monitor pola tindakan h

42
efektif selama 2x24 jam napas ketika ada
Pukul diharapkan (frekuensi, ketidakadek
15.15 bersihan jalan kedalaman, uatan pola
WIB napas meningkat usaha napas) napas
(L.01001) 16. Monitor bunyi 2. Agar segera
dengan kriteria napas dilakukan
hasil: tambahan tindakan
12. Produksi (mis. ketika ada
sputum gurgiling, bunyi napas
menurun mengi, tambahan
13. Frekuensi wheezing, 3. Kondisi
napas ronkhi kering) sputum
membaik 17. Monitor dapat
14. Batuk sputum mengindika
efektif (jumlah, sikan
meningkat warna, aroma) penyebab
15. Suara napas Terapeutik masalah
membaik 18. Pertahanan Terapeutik
(tidak ada kepatenan 4. Agar jalan
suara napas jalan napas napas tetap
tambahan) dengan head- paten
tift dan chin- 5. Meningkatk
lift (jaw-thrust an ekspansi
jika curiga paru
trauma 6. Membantu
servikal) mengeluark
19. Posisikan an sputum
Semi-Fowler 7. Agar tidak
atau Fowler terjadi
20. Lakukan hipoksia
fisioterapi 8. Agar tidak

43
dada, jika terjadi
perlu hipoksia
21. Lakukan 9. Agar tidak
penghisapan terjadi
lendir kurang hipoksia
dari 15 detik Edukasi
22. Lakukan 10. Membantu
hiperoksigena mengencer
si sebelum kan sputum
penghisapan 11. Mengeluark
endotrakeal an sputum
23. Berikan Kolaborasi
Oksigen, Jika 12. Membantu
perlu mengencer
Edukasi kan sputum
24. Anjurkan
asupan cairan
2000 ml/hari,
Jika tidak
komtraindikas
i
25. Ajarkan
teknik batuk
efektif
Kolaborasi
26. Kolaborasi
pemberian
mukolitik
11 Neusea Setelah Manajemen Mual Observasi Pajwah
Dese dilakukan (I. 03117) 1. Memudahk Siti
mber intervensi Observasi an Nurbayin

44
2022 Keperawatan 1. Identifikasi penentuan ah
selama 2x24 jam pengalaman keparahan
Pukul maka tingkat mual mual
15.15 neusea menurun 2. Identifikasi 2. Agar
WIB (L.12111) isyarat diketahui
dengan kriteria nonverbal ketidaknya
hasil: ketidak manan dan
6. Nafsu makan nyamanan segera
meningkat (mis. Bayi, dilakukan
7. Keluhan anak-anak, tindakan
mual dan mereka 3. Agar
menurun yang tidak dampak
8. Perasaan dapat mual dapat
ingin muntah berkomunikasi segera
menurun secara efektif) dicegah
3. Identifikasi dengan
dampak mual tindakan
terhadap 4. Agar
kualitas hidup penyebab
(mis. Nafsu dapat
makan, teratasi
aktivitas, 5. Menilai
kinerja, pemilihan
tanggung terapi yang
jawab peran, tepat
dan tidur) 6. Menilai
4. Identifikasi keparahan
faktor mual
penyebab 7. Menilai
mual (mis. sejauh
Pengobatan mana

45
dan prosedur) kondisi
5. Identifikasi mual
antiemetik mempengar
untuk uhi pola
mencegah makan
mual (kecuali Terapeutik
mual pada 8. Mencegah
kehamilan) kambuhan
6. Monitor mual mual
(mis. 9. Mencegah
Frekuensi, kambuhan
durasi, dan mual
tingkat 10. Mencegah
keparahan) rasa penuh
7. Monitor di lambung
asupan nutrisi 11. Mencegah
dan kalori aroma
Terapeutik ataupun
8. Kendalikan warna yang
faktor memicu
lingkungan mual
penyebab Edukasi
mual (mis. 12. Karena
Bau tak sedap, mual bisa
suara, dan disebabkan
rangsangan oleh
visual yang kelelahan
tidak 13. Mengurang
menyenangka i rasa tidak
n) nyaman di
9. Kurangi atau mulut yang

46
hilangkan menyebbak
keadaan an mual
penyebab 14. Lemak bisa
mual (mis. meningkatk
Kecemasan, an rasa
ketakutan, mual
kelelahan) Kolaborasi
10. Berikan 15. Untuk
makan dalam mengatasi
jumlah kecil mual atau
dan menarik muntah
11. Berikan
makanan
dingin, cairan
bening, tidak
berbau dan
tidak
berwarna, jika
perlu
Edukasi
12. Anjurkan
istirahat dan
tidur yang
cukup
13. Anjurkan
sering
membersihkan
mulut, kecuali
jika
merangsang
mual

47
14. Anjurkan
makanan
tinggi
karbohidrat
dan rendah
lemak
Kolaborasi
15. Kolaborasi
pemberian
antiemetik

I. IMPLEMENTASI
DIAGNOSA TGL/JAM TINDAKAN PARAF
KEPERAWATAN
Bersihan jalan 11 Desember 1. Memonitor pola napas Pajwah Siti
napas tidak efektif 2022 (frekuensi, kedalaman, Nurbayinah
Jam 15.00 usaha napas)
WIB Hasil: RR 24 x/mnt
2. Memonitor bunyi napas
Jam 15.03 tambahan (mis. gurgiling,
WIB mengi, wheezing, ronkhi
kering)
Hasil: terdapat bunyi
ronkhi
Jam 15.35 3. Memonitor sputum
WIB (jumlah, warna, aroma)
Hasil: agak kental, agak
kuning
Jam 15.05 4. Memposisikan pasien
WIB semifowler

48
Hasil: anak nyaman dengan
pasien semi fowler
Jam 15.06 5. Menganjurkan memberikan
WIB minuman hangat
Hasil: ibu pasien mengerti
Jam 15.06 6. Menganjurkan asupan
WIB cairan 2000 ml/hari, Jika
tidak kontraindikasi
Hasil: ibu pasien mengerti
Jam 15.30 7. Mengajarkan teknik batuk
WIB efektif
Hasil: pasien mampu
melakukan
Jam 21.00 8. Mengingatkan untuk
WIB minum obat mukolitik
ambroxol tepat waktu
Hasil: Ibu mengatakan
sudah memberikan obat jam
20.30 WIB
Jam 21.00 9. Berkolaborasi memberikan
WIB obat ceftriaxone 1 gr
Hasil: tidak ada reaksi
alergi

Neusea 11 Desember 1. Mengidentifikasi Pajwah Siti


2022 pengalaman mual Nurbayinah
Jam 15.03 Hasil: ibu mengatakan anak
WIB mual apalagi ketika makan
atau minum
Jam 15.03 2. Mengidentifikasi isyarat
WIB nonverbal ketidaknyamanan

49
Hasil: ekspresi wajah
menyeringai
Jam 15.04 3. Mengidentifikasi dampak
WIB mual terhadap kualitas
hidup
Hasil: ibu mengatakan anak
kurang nafsu makan
Jam 15.04 4. Mengidentifikasi faktor
WIB penyebab mual
Hasil: karena sering batuk
dan adanya dahak
Jam 15.03 5. Memonitor mual
WIB Hasil: terasa mual apalagi
ketika makan atau minum
Jam 15.04 6. Memonitor asupan nutrisi
WIB dan kalori
Hasil: makan habis 1/2
porsi.
Jam 15.30 7. Mengurangi keadaan
WIB penyebab mual
Hasil: mengajarkan batuk
efektif untuk mengeluarkan
dahak
Jam 17.45 8. Menganjurkan memberikan
WIB makan dalam jumlah kecil
dan menarik
Hasil: anak makan sedikit
tapi sering
Jam 15.05 9. Menganjurkan makanan
WIB tinggi karbohidrat dan
rendah lemak

50
Hasil: ibu dan anak
mengerti
Jam 17.00 10. Berkolaborasi memberikan
WIB antiemetik ondansetron
Hasil: diberikan dosis 4 mg,
tidak ada reaksi alergi

J. EVALUASI
DIAGNOSA TGL/JAM CATATAN PARAF
KEPERAWATAN PERKEMBANGAN
Bersihan jalan 11 S: Ibu pasien mengatakan anak Pajwah Siti
napas tidak efektif Desember masih batuk dan pukul 19.00 Nurbayinah
2022 dahak bisa keluar dengan
Jam 21.00 karakteristik sputum agak
WIB kental dan berwarna bening
O: Anak masih tampak batuk,
TD 100/68, N 92 x/mnt, Suhu
36,4, RR 24 x/mnt, saturasi
oksigen 98 %, suara napas
vesikuler
A: Masalah bersihan jalan
napas tidak efektif teratasi
sebagian
P: lanjutkan intervensi

Neusea 11 S: Ibu mengatakan anaknya Pajwah Siti


Desember saat makan mual berkurang, Nurbayinah
2022 nafsu makan masih kurang,
Jam 21.00 makan habis 1/2 porsi nasi,
WIB tempe dan ayam habis, anak

51
juga makan biskuit jam 18.30,
tidak ada muntah
O: Makan tampak habis 1/2
porsi
A: Neusea teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi

Bersihan jalan 12 S: Anak mengatakan masih Pajwah Siti


napas tidak efektif Desember batuk namun berkurang dan Nurbayinah
2022 dahak bisa keluar. Ibu
Jam 07.30 mengatakan karakteristik
WIB sputum encer dan berwarna
bening
O: Batuk tampak berkurang,
TD 98/68, N 80 x/mnt, Suhu
36,6, RR 22 x/mnt, saturasi
oksigen 99 %, suara napas
vesikuler
A: Bersihan jalan napas tidak
efektif
P: Manajemen jalan napas
Jam 07.30 I:
WIB - Memonitor pola napas
Jam 07.30 Hasil: RR 22 x/mnt
WIB - Memonitor bunyi napas
tambahan (mis. gurgiling,
mengi, wheezing, ronkhi
kering)
Hasil: Tidak ada bunyi
napas tambahan, bunyi
Jam 07.31 napas vesikuler

52
WIB - Memonitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
Hasil: ibu mengatakan
sputum encer, berwarna
Jam 07.31 bening
WIB - Menganjurkan memberikan
minuman hangat
Jam 07.31 Hasil: ibu pasien mengerti
WIB - Menganjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari, Jika
tidak kontraindikasi
Jam 09.00 Hasil: ibu pasien mengerti
WIB - Berkolaborasi memberikan
obat ceftriaxone 1 gr
Hasil: tidak ada reaksi
Jam 12.00 alergi
WIB E: batuk tampak berkurang,
anak mengatakan sudah tidak
ada dahak, suara napas
vesikuler, RR 23 x/menit, Suhu
36,5 C
R: Hentikan intervensi
Neusea 12 S: anak mengatakan mual Pajwah Siti
Desember berkurang, mual terasa hanya Nurbayinah
2022 ketika makan, nafsu makan
Jam 07.30 masih kurang, makan habis 3/4
WIB porsi nasi, tahu dan telur, sayur
sedikit, semalam tidak ada
muntah
O: makan tampak habis 3/4
porsi

53
A: Neusea
P: Manajemen mual
I:
Jam 07.32 - Memonitor mual
WIB Hasil: mual berkurang,
mual terasa hanya ketika
makan
Jam 07.32 - Memonitor asupan nutrisi
WIB dan kalori
Hasil: makan habis 3/4
porsi.
Jam 07.33 - Menganjurkan memberikan
WIB makan dalam jumlah kecil
dan menarik
Hasil: ibu mengatakan
anak makan sedikit tapi
sering, anak suka ngemil
Jam 07.34 - Menganjurkan makan
WIB makanan dingin, cairan
bening, tidak berbau
Hasil: ibu mengerti
Jam 09.00 - Berkolaborasi memberikan
WIB antiemetik ondansetron
Hasil: diberikan dosis 4
mg, tidak ada reaksi alergi
Jam 12.02 E: Anak mengatakan tidak ada
WIB mual, ibu mengatakan nafsu
makan anaknya mulai membaik
R: Hentikan intervensi

54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini penulis menguraikan beberapa kesenjangan yang terjadi antara
tinjauan kasus dengan tinjauan teori dalam “Asuhan Keperawatan Anak dengan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut di Ruang Melati 5 RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya". Penulis akan
membahas mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
1. Data Subjektif

55
Berdasarkan pengkajian, didapatkan data bahwa anak mengeluh batuk berdahak
dan terkadang sulit dikeluarkan. Terjadinya batuk dan penumpukan sekret ini dapat
dijelaskan melalui teori ketahanan saluran pernafasan terhadap infeksi maupun partikel
dan gas yang ada di udara yang sangat tergantung pada 3 unsur alamiah yang selalu
terdapat pada orang sehat, yaitu: utuhnya epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag
alveoli, dan antibodi. Masuknya virus sebagai antigen ke seluruh saluran pernapasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran napas bergerak ke atas
mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan reflex spasmus oleh laring.
Jika reflex tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernapasan. Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering. Akibat virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernapasan. Infeksi sekunder bakteri ini
menyebabkan sekresi mucus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran napas
sehingga menyebabkan batuk yang produktif. Peningkatan produksi mukus juga
menyebabkan akumulasi sekret yang meningkat. Batuk merupakan mekanisme
pertahanan tubuh untuk mengeluarkan lendir keluar dari saluran napas (Wulandari &
Meira, 2016).
Pada saat pengkajian juga didapatkan data bahwa kondisi anak saat dibawa ke
rumah sakit adalah adanya muntah. Pada hari dilakukan pengkajian, anak mengeluh
mual dan ingin muntah. Data ini menjadi kesenjangan antara teori dengan kasus yang
ada. Dalam teori yang sudah dipaparkan di bab sebelumnya, dalam kasus ISPA tidak
menunjukkan tanda maupun gejala yang mengarah kepada sistem pencernaan. Menurut
Minodier dkk (2017) ada beberapa kemungkinan penjelasan untuk gejala
gastrointerstinal yang diamati selama ISPA. Pertama, setiap musim dingin, wabah ISPA
dan gastroenteritis tumpang tindih, menciptakan hubungan palsu antara gejala ISPA dan
gastrointerstinal, mungkin disebabkan oleh koinfeksi antara agen pernapasan dan
enterovirus. Kedua, gejala gastrointerstinal mungkin merupakan efek samping dari
pengobatan (antibiotik atau antivirus) atau konsumsi makanan (mis: kerang mentah dan
moluska). Ketiga, gejala gastrointerstinal dapat berupa manifestasi dari efek virus
langsung, atau efek virus tidak langsung dari virus pernapasan, seperti disbiosis yang
diinduksi sel CD4+ yang diturunkan dari paru-paru yang mengakibatkan cedera usus.

56
Gejala gastrointerstinal pada pasien ISPA tidak dapat dijelaskan dengan terdeteksinya
patogen pernapasan pada tinja. Namun, deteksi patogen enterik pada sampel feses dapat
dijelaskan dengan adanya gejala gastrointerstinal pada beberapa kasus ISPA.
Mekanisme biologis yang menjelaskan hubungan antara keberadaan HCoV di
nasofaring dan gejala gastrointerstinal perlu dieksplorasi.
Data subjektif juga didapatkan bahwa anak kurang nafsu makan dan porsi makan
hanya habis 1/2 porsi. Karo (2020) mengatakan bahwa salah satu masalah yang sering
timbul pada anak dengan infeksi saluran pernapasan akut yaitu penurunan nafsu makan
hal ini di sebabkan oleh proses terganggunya sistem hormonal dan pertahanan tubuh
pada anak.
2. Data Objektif
Data objektif dari pengkajian yang dilakukan didapatkan data bahwa anak masih
terdapat batuk, suara napas ronkhi namun tidak ada sesak. Suara napas ronkhi
menandakan adanya akumulasi sekret di jalan napas. Infeksi bakteri atau virus akan
menyebabkan invansi saluran pernapasan akut, sehingga adanya kuman di bronkus,
kuman akan menginfeksi saluran pernafasan sehingga tubuh akan merespon dengan
produksi sekret sehingga adanya akumulasi sekret berlebih di bronkus. Jika klien tidak
dapat mengeluaran sekret secara efektif, penumpukan sekret di bronkus akan bertambah
sehingga klien kesulitan bernapas dan menyebabkan klien sesak napas. Menurut peneliti
dari data objektif, tidak terdapat respon sesak napas karena anak masih bisa
mengeluarkan sekret meskipun sedikit, serta prognosis anak yang sudah mengalami
perbaikan dari hari-hari sebelumnya.
3. Pemeriksaan diagnostik
Pada pemeriksaan laboratorium diperoleh hasil test leukosit 15.900/mm 3 dan hasil
CRP kuantitatif positif 96. Kadar leukosit yang tinggi ini dipicu karena adanya proses
infeksi virus atau bakteri. Menurut Namira (2013) jumlah sel leukosit meningkat adalah
suatu indikasi dari infeksi penyakit tertentu seperti infeksi bakteri, virus atau jamur,
radang atau inflamasi, penyakit pernafasan. Leukosit tinggi juga dapat di akibatkan oleh
gangguan penyakit tertentu seperti ISPA, tubercolusis, campak dan lain sebagainya.
Pemeriksaan serologi Salmonela Typhi Igm dan Igg dilakukan dan didapatkan hasil
negatif. Dengan adanya hasil negatif pada pemeriksaan ini, maka diagosis banding

57
demam typhoid tersingkirkan. Sehingga gejala muntah yang dialami anak pada kasus
ini belum diketahui penyebabnya.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil pengkajian, maka mengacu pada pedoman
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) dapat ditegakkan diagnosa keperawatan
bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan dibuktikan
dengan pasien mengeluh batuk, ibu pasien mengatakan ada dahak tapi kadang sulit
dikeluarkan, pasien tampak masih ada batuk, terdapat suara napas ronkhi. Dengan adanya
data anak mual dan kurang nafsu makan, maka penulis juga mengambil diagnosa
keperawatan neusea berhubungan dengan efek agen farmakologis karena menurut persepsi
penulis mual kemungkinan disebabkan oleh pengobatan sebelumnya karena ibu mengatakan
sebelumnya anak berobat ke mantri. Diagnosa ini merupakan kesenjangan antara teori dari
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus ISPA dengan kondisi pasien dalam
kasus ini.
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang diberikan kepada pasien disesuaikan dengan diagnosa keperawatan
yang diambil. Mengacu pada pedoman SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
berdasarkan diagnosa keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif maka diambil
intervensi manajemen jalan napas yang meliputi tindakan observasi, terapeutik, edukasi dan
kolaborasi. Intervensi yang diberikan untuk diagnosa neusea adalah manajemen mual
meliputi tindakan observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang diberikan untuk mengatasi bersihan jalan napas tidak
efektif adalah dengan menganjurkan minum air hangat, minum air 2000 ml/hari dan
mengajarkan batuk efektif. Hardina et al., (2019) berpendapat bahwa minum air hangat
memiliki efek dinamis, hidrostatis, dan hangat membuat sirkulasi darah terutama di area
paru-paru menjadi lancar, sehingga secara fisiologis air hangat juga memiliki efek
oksigenasi pada jaringan tubuh minum air hangat dapat memperlancar proses dalam
pernapasan, dikarenakan pernapasan pasien membutuhkan suasana yang encer dan cair.
Mekanisme minum air hangat terhadap bersihan napas yaitu minum air hangat mampu
memperlancar pernapasan, dikarenakan pernapasan seseorang memerlukan keadaan yang

58
encer dan juga cair. Bagi pasien, minum air hangat cocok mempermudah memperlancar
jalan pernafasan, karena meminum air hangat membuat partikel pemicu sekret dan sesak di
bronkiolus akan terurai, dan siklus pernafasan menjadi lebih lancar sehingga mendorong
bronkiolus untuk mengeluarkan sekret (Adiputra & Rahayu 2017).
Mempertahankan hidrasi yang adekuat dapat menjaga bersihan mukosilier tetap
normal. Pada pasien dengan hidrasi adekuat, sekresi paru encer, berwarna putih, berair, dan
mudah dikeluarkan dengan batuk yang minimal. Batuk berlebih dalam mengeluarkan sekret
yang kental dan menempel kuat melelahkan dan menghabiskan energi. Cara terbaik untuk
menjaga sekresi tetap encer adalah dengan memberikan asupan cairan sebenyak 1500-2500
ml/hari. Warna, kekentalan dan kemudahan pengeluaran mukus menandakan kecukupan
hidrasi (Novieastari dkk, 2019).
Batuk merupakan cara yang efektif untuk mempertahankan kepatenan jalan napas.
Batuk terpimpin (batuk dengan panduan) merupakan manuver yang disengaja dan efektif
digunakan jika batuk spontan tidak adekuat. Batuk terpimpin membantu pasien untuk
mengeluarkan sekresi dari jalan napas atas maupun bawah. Serangkaian peristiwa normal
dari mekanisme batuk adalah inhalasi dalam, penutupan glotis, kontraksi aktif dari otot-otot
ekspiratori, dan pembukaan glotis. Inhalasi dalam meningkatkan diameter jalan napas,
sehingga udara dapat bergerak melalui mukus ataupun benda asing yang menyumbat
sebagian jalan napas. Kontraksi dari otot-otot ekspiratori melawan glotis yang menutup
menyebabkan peningkatan tekanan intratoraks. Ketika glotis membuka, aliran udara yang
besar dikeluarkan pada kecepatan yang tinggi, memberikan momentum untuk mukus
bergerak ke jalan napas atas sehingga pasien dapat meludahkan atau menelannya
(Novieastari dkk, 2019).
Fokus implementasi dalam mengatasi diagnosa neusea adalah manajemen mual
dengan pemberian porsi makan dengan porsi kecil tapi sering guna menghindari perasaan
mual. Menurut Rahardjo (2016), mengkonsumsi makanan dalam porsi kecil tapi sering lebih
sehat dan dapat melancarkan metabolisme tubuh dibanding dengan makan 3 porsi besar
setiap harinya.
E. Evaluasi Keperawatan
Dari evaluasi keperawatan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 hari
menunjukkan bahwa masalah bersihan jalan napas tidak efektif teratasi ditandai dengan

59
suara napas vesikuler, frekuensi napas 23 x/menit, batuk berkurang, anak mengatakan tidak
ada dahak. Hal ini sejalan dengan penelitian Afifah dan Sumarni (2022) menunjukkan
bahwa masalah bersihan jalan napas tidak efektif setelah dilakukan tindakan batuk efektif
frekuensi napas berkurang menjadi 24x/menit dengan suara napas vesikuler.
Menurut penulis pasien dikatakan sembuh karna adanya kemajuan yang signifikan, serta
menunjukan penyembuhan yang baik karena keadaan umum baik, tidak sesak, suara napas
vesikuler, batuk berkurang, tidak ada sputum, klien mematuhi terapi yang di berikan, tidak
rewel dan mematuhi diit yang di berikan oleh tim gizi. Menurut Tarwoto (2014), penyakit
dikatakan sembuh jika saat pertama kali kunjungan atau saat kejadian kemudian dilakukan
penilaian, bahwa untuk mengetahui perkembangan penyakit pada klien ISPA diperlukan
suatu pemeriksaan fisik dan penunjang yang dapat menggambarkan kondisi langsung dari
ISPA dan mendeteksi adanya perkembangan atau penurunan kestabilan klien setiap waktu
sehingga bisa diketahui efektifitas dari intervensi yang telah dilakukan. Apabila terdapat
perubahan pada keadaan seseorang yang sakit kemudian mendapatkan perawatan, dan
selanjutnya dikatakan sembuh karena seseorang tersebut memiliki factor pendukung yang
meliputi keinginan, harapan, kepatuhan, dan dukungan.
Dari evaluasi keperawatan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 hari
menunjukkan bahwa masalah neusea teratasi ditandai dengan anak mengatakan sudah tidak
ada mual, makan habis 3/4 porsi dan ibu mengatakan nafsu makan anaknya mengalami
perbaikan.

BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Pengkajian
Pada saat pengkajian tanggal 11 Desember 2022 pukul 15.00 WIB, pasien
mengeluh masih batuk, ibu pasien mengatakan batuk berdahak, kadang dahak sulit
dikeluarkan namun sudah tidak pilek, mual ingin muntah apalagi ketika masuk makan
atau minum, serta kurang nafsu makan. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik diketahui
respirasi 24x/menit, suara napas ronkhi.

60
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pertama berdasarkan hasil pengkajian yaitu bersihan jalan
napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan dibuktikan dengan
pasien mengeluh batuk, ibu pasien mengatakan ada dahak tapi kadang sulit
dikeluarkan, pasien tampak masih ada batuk, terdapat suara napas ronkhi. Diagnosa
keperawatan kedua yaitu neusea berhubungan dengan efek agen farmakologis
dibuktiakn dengan mengeluh mual, ingin muntah dan kurang nafsu makan.
3. Intervensi dan Implementasi Keperawatan
Intervensi keperawatan untuk diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif adalah
manajemen jalan napas dengan fokus implementasi batuk efektif dan kolaborasi
pemberian mukolitik. Intervensi keperawatan untuk diagnosa keperawatan neusea
adalah manajemen mual dengan fokus implementasi monitor mual, menganjurkan
makan sedikit tapi sering serta kolaborasi pemberian obat antiemetik.
4. Evaluasi Keperawatan
Masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif teratasi ditandai dengan
suara napas vesikuler, frekuensi napas 23 x/menit, batuk berkurang, sudah tidak ada
dahak, sehingga intervensi dihentikan. Sedangkan masalah keperawatan neusea
teratasi ditandai anak mengatakan mual sudah tidak ada, ibu mengatakan nafsu makan
anaknya membaik.
5.2 Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan ISPA, penulis
memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara lain:
1. Bagi institusi pelayanan kesehatan
Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerja sama antar tim kesehatan maupun klien sehingga
dapat meningkatkan mutu pelayanan yang optimal pada umumnya dan pasien ISPA
khususnya, serta diharapkan pelayanan kesehatan dapat meningkatkan sarana dan
prasarana yang mendukung kesembuhan pasien.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal, khususnya pada pasien dengan

61
ISPA. Perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan profesonal dan komprehensif
terutama dalam melakukan pendekatan dalam proses edukasi terhadap orang tua
selama proses asuhan keperawatan.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas
dan profesional sehingga dapat tercipta perawat yang profesional, terampil, inovatif
dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh
berdasarkan kode etik keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, M. S., & Rahayu, K. M. N. (2017). Mengkonsumsi Air Hangat Sebelum Tindakan
Nebulizer Meningkatkan Kelancaran Jalan Nafas pada Pasien Asma. Bali Medika
Jurnal.
Afifah, N., & Sumarni, T. (2022). STUDI KASUS GANGGUAN OKSIGENASI PADA
PASIEN TB PARU DENGAN BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK
EFEKTIF. Journal of Innovation Research and Knowledge, 2(1), 75-80.
Depkes, RI. (2013). Informasi Tentang ISPA Pada Balita dan Pusat Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat : Jakarta

62
Halimah, H. (2019). Kondisi Lingkungan Rumah Pada Balita Penderita Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (Ispa) Di Desa Teke Kecamatan Palibelo Kabupaten Bima Tahun
2019 (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Kupang).
Hardina, S., Septiyanti, & Wulandari, D. (2019). Pengaruh Konsumsi Air Hangat Terhadap
Frekuensi Nafas Pada Pasien Asma Di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu
Tahun 2019. Journal of Nursing and Public Health.
Kemenkes RI. (2010). Bimbingan Ketrampilan Dalam Tatalaksana Penderita ISPA Pada
Anak. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman. Jakarta; Depkes RI
Masriadi, H. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: Rajawali Pers
Minodier, L., Masse, S., Capai, L., Blanchon, T., Ceccaldi, P. E., van der Werf, S., ... &
Falchi, A. (2017). Clinical and virological factors associated with gastrointestinal
symptoms in patients with acute respiratory infection: a two-year prospective study
in general practice medicine. BMC infectious diseases, 17(1), 1-11.
Novieastari, E., Ibrahim, K., Ramdaniati, S., & Deswani, D. (Eds.). (2019). Fundamentals of
Nursing Vol 1-9th Indonesian Edition. Elsevier (Singapore) Pte Limited.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Saputri,I.W. (2016). Analisis Spasial Faktor Lingkungan Penyakit ISPA Pneumonia Pada
Balita Di Provinsi Banten Tahun 2011-2015. Tersedia dalam
http://repository.uinjkt.ac.id. Diakses tanggal 13 Desember 2022
Wulandari,D & Erawati M. (2016). Buku ajar keperawatan anak. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar

63

Anda mungkin juga menyukai