Anda di halaman 1dari 13

ENSEFALOPATI HIPERTENSI

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi didefinisikan sebagai kondisi dimana tekanan darah sistolik


(TDS) mencapai ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥90 mmHg
pada pasien dewasa berusia <60 tahun, sedangkan untuk usia >60 tahun hipertensi
didefinisikan sebagai kondisi TDS ≥150 mmHg dan/atau TDD ≥90 mmHg.

Penyakit hipertensi menunjukkan berbagai manifestasi klinis sesuai dengan


patologi terjadinya hipertensi, dengan komplikasi yang luas dan sangat bervariasi.
Komplikasi dengan prognosa terburuk dari hipertensi yaitu komplikasi neurologis
serebrovaskuler, antara lain yaitu ensefalopati hipertensi. Hipertensi terjadi pada
20–30% orang dewasa dinegara berkembang, dan <1% menderita ensefalopati
hipertensi. Morbiditas dan mortalitas penderita ensefalopati hipertensi
dihubungkan dengan derajat kerusakan neurologis yang didapat. Ensefalopati
hipertensi sering terjadi pada individu usia paruh baya dengan riwayat hipertensi
kronik.

Istilah ensefalopati hipertensi pertama kali dikemukakan pada tahun 1928


sebagai gangguan neurologis yang disebabkan oleh hipertensi akut atau
perburukan hipertensi kronis dengan temuan nefritis akut, hipertensi berat, dan
gejala klinis serebral. Sesuai temuan gejala klinisnya, maka ensefalopati hipertensi
didefinisikan sebagai gangguan neurologis akibat peningkatan tekanan arteri akut,
antara lain; nyeri kepala berat, kejang, mual muntah, gangguan penglihatan, dan
penurunan kesadaran.

Istilah ensefalopati hipertensi merujuk pada cedera neurologis yang berbeda


dengan stroke. Ensefalopati hipertensi adalah kumpulan gejala neurologis yang
terjadi pada penderita hipertensi yang tidak ditandai dengan kelemahan tungkai
akut yang menetap. Kelainan ini sering ditemukan bersamaan dengan kerusakan
organ target lain seperti ginjal, liver, dan jantung.
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Hipertensi

Hipertensi yaitu kondisi dimana tekanan darah sistolik (TDS) mencapai


≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik (TDD) ≥90 mmHg pada pasien
dewasa berusia <60 tahun, dan TDS ≥150 mmHg dan/atau TDD ≥90 mmHg pada
pasien berusia ≥60 tahun. Pada penderita penyakit metabolik seperti diabetes
melitus dan/atau gagal ginjal, TDS ≥140 mmHg dan TDD ≥90 mmHg (JNC 8,
2014). Secara ringkas, hipertensi dan tingkatan derajat hipertensi dapat dilihat
pada tabel dibawah ini;

Tekanan Krisis Hipertensi


Grade I Grade II
Darah Hipertensi Urgency Hipertensi Emergency

Systole 140-159 160-179 ≥180 ≥180

Diastole 90-99 100-109 ≥110 ≥110


Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi (JNC 8, 2014).

Adapun hipertensi dengan TDS ≥180 mmHg dan/atau TDD ≥110 mmHg
disebut sebagai krisis hipertensi, yang dibagi menjadi 2, yaitu;

1. Hipertensi Emergency
Yaitu krisis hipertensi dimana didapatkan kerusakan organ target akut baik
reversible maupun irreversible. Sebagai contoh; perdarahan/eksudasi retina akut,
sindroma koroner akut, stroke, gagal jantung akut, cedera/gagal ginjal akut,
eklampsia, dan diseksi aorta (JNC 8, 2014; Price & Kasner, 2014).

2. Hipertensi Urgency
Adalah krisis hipertensi tanpa kerusakan organ target yang dapat dinilai
berdasarkan tidak adanya gejala klinis gangguan vaskular akibat tingginya
resistensi pembuluh darah (JNC 8, 2014).
Pengobatan dari hipertensi derajat I dan II serta hipertensi urgency
dilakukan sesuai dengan pedoman penanganan hipertensi JNC 8 tahun 2014,
yakni sebagai berikut;

Bagan 1. Algoritma Tatalaksana Hipertensi pada Dewasa (JNC 8, 2014).

Algoritma ini kemudian diperbaharui untuk mempermudah penerapannya


untuk penanganan hipertensi secara spesifik pada populasi dewasa dengan
ancaman atau risiko kardiovaskular dan/atau neurovaskular dalam pedoman
penanganan hipertensi oleh European Society of Cardiology (ESC) tahun 2018,
yang dapat dilihat pada bagan berikut;
Inisiasi Terapi ACEI/ARB + CCB/diuretik Pertimbangkan monoterapi
(Tahap I) pada pasien dengan TDS
140-149 mmHg atau usia
≥80 tahun

ACEI/ARB + CCB + diuretik


Tahap II

Tambahkan spironolactone 1x25


Tahap III atau 50 mg atau diuretik lainnya,
penyekat alfa atau penyekat
beta

Pertimbangkan penggunaan tambahan penyekat beta pada pasien dengan indikasi


khusus seperti gagal jantung, angina, post infark miokard, fibrilasi atrial, atau pada
perempuan usia reproduktif

Pergantian/kelanjutan tahapan pengobatan dilakukan dengan observasi respon


pengobatan selama 1-3 bulan, atau bila terjadi perburukan kontrol tekanan darah
dengan atau tanpa manifestasi klinis spesifik.

Bagan 2. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Dewasa (ESC, 2018).

II.2 Hipertensi Emergency

Sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya, hipertensi


emergency adalah hipertensi dengan kerusakan organ target akut baik yang
bersifat reversible maupun irreversible, yang ditandai dengan peningkatan TDS
≥180 mmHg dan/atau TDD ≥110 mmHg. Hipertensi emergency mencakup
kerusakan organ target yang terjadi sebagai akibat langsung akibat cedera
vaskular yang bersifat akut pada organ spesifik seperti ginjal, otak, jantung, mata,
dan utero-placenta (Dinsdale, 1982; JNC 8, 2014; Price & Kasner, 2014).
Keadaan hipertensi emergency adalah kegawatdaruratan dengan tingkat
mortalitas dan morbiditas serta prevalensi yang sangat bervariasi sesuai dengan
organ target yang mengalami kerusakan. Adapun hipertensi ensefalopati sendiri
adalah bagian dari hipertensi emergency (CCSAP, 2018). Prevalensi manifestasi
hipertensi emergency dapat dilihat pada tabel dibawah ini;

Kerusakan Organ Target Prevalensi


(%)

Neurologis

Stroke infark 24.5


Ensefalopati hipertensi 16.3
Perdarahan intrakranial 4.5

Kardiovaskular

Edema paru akut 22.5


Gagal jantung kongestif akut 14.3
Sindroma koroner akut 12

Ginjal
Cedera/gagal ginjal akut <10

Liver
Peningkatan akut dari enzim liver 0.1-0.8

Mata
Perdarahan/eksudasi retina 0.01-0.02

Vaskular
Eklampsia 4.5
Diseksi aorta 2
Tabel 2. Angka prevalensi manifestasi klinis hipertensi emergency (CCSAP,2018)

Tujuan dari penanganan hipertensi emergency sendiri bukanlah penurunan


tekanan darah secara dramatis dalam waktu sesingkat-singkatnya, namun
menurunkan tekanan darah secara terkontrol dan bertahap untuk mempertahankan
perfusi organ sebaik mungkin, untuk mempertahankan dan/atau mengembalikan
fungsi organ yang rusak akibat tingginya resistensi vaskular. Penurunan tekanan
darah dalam penanganan hipertensi emergency dilakukan dengan memantau agar
tidak terjadi penurunan tekanan rerata arterial/mean arterial pressure (MAP) yang
melebihi 25% dari tekanan awal dalam 1 jam pertama, yang dapat menyebabkan
iskemia serebral hingga kematian (CCSAP, 2018; JNC, 2014).
II.3 Ensefalopati Hipertensi

Hipertensi ensefalopati adalah sindroma gangguan serebrovaskular yang


disebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah intrakranial yang umumnya
menunjukkan manifestasi nyeri kepala, kejang, mual dan muntah, penurunan
penglihatan, dan penurunan kesadaran. Adapun perbedaan ensefalopati hipertensi
dengan stroke yakni pada ensefalopati hipertensi tidak ditemukan lateralisasi yang
menetap. Seperti yang dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya, ensefalopati
hipertensi adalah bagian dari krisis hipertensi, yaitu sebesar 0.5-15% kasus krisis
hipertensi berkembang menjadi ensefalopati hipertensi (Hunter et al, 2015; Putra,
2018).

Istilah ensefalopati hipertensi ini dikemukakan untuk membedakan gejala


neurologis intrakranial yang secara spesifik disebabkan oleh hipertensi dengan
peningkatan tekanan intrakranial, yang berbeda dengan gejala neurologis
intrakranial akibat faktor lain seperti tumor, infeksi, hipoksemia, imbalans
elektrolit, dan lain-lain (CCSAP, 2018; Finnerty, 1972; Putra, 2018; et al).

Patogenesis dari ensefalopati hipertensi dapat dijelaskan dalam 2 teori,


yakni (Putra, 2018; Susanto, 2018).

1. Over-regulation theory

a. Pada individu dengan hipertensi kronik, terjadi gangguan autoregulasi


yang menyebabkan disfungis kompleks arterior serebrovaskular.
Sistem autoregulasi normal yaitu dimana kompleks arteriol serebral
akan berdilatasi pada tekanan darah yang rendah, dan vasokonstriksi
pada tekanan darah yang tinggi. Gangguan autoregulasi yang terjadi
menyebabkan vasokonstriksi atau spasme terus menerus terjadi pada
kompleks arteriol walaupun dalam keadaan tekanan darah yang tinggi,
sehingga tekanan intrakranial ikut meningkat.

b. Kerusakan vaskular pada sistem arteriolar serebral menyebabkan


peningkatan tekanan intrakranial yang ditunjukkan dengan
vasodilatasi menyeluruh, edema serebri, dan iskemia pada jaringan
otak.

2. Breakthrough theory

a. Peningkatan tekanan darah secara akut terjadi lebih dari kapasitas


autoregulasi serebrovaskular. Kapasitas autoregulasi yang dimaksud
yaitu kemampuan kompleks arteriol untuk meregang (dilatasi) pada
kondisi hipertensi untuk menurunkan tekanan intrakranial.

b. Dilatasi yang terjadi terus-menerus ini meyebabkan edema serebral


baik fokal maupun generalisata, yang menekan ventrikel dan
parenkim otak sehingga terjadi iskemia hingga nekrosis otak.

Temuan gejala klinis pada ensefalopati hipertensi umumnya timbul dalam


12-48 jam pertama dari onset terjadinya hipertensi akut. Gejala awal yang sering
dikeluhkan pasien yaitu nyeri kepala berat yang ditemukan pada >75% penderita.
Gejala lainnya meliputi iritabilitas, gangguan memori, penurunan kesadaran, mual
muntah, diplopia, kejang, mioklonus anggota gerak, penurunan penglihatan dan
lapang pandang, hingga kemudian kematian (CCSAP, 2018; Putra, 2018).

Metode diagnostik dari ensefalopati hipertensi dilakukan menggunakan


pemeriksaan fisik yang meliputi pengukuran tanda-tanda vital, dan pemeriksaan
fisik lainnya sesuai dengan komplikasi yang ditemukan. Sekali lagi perlu
digarisbawahi bahwa ensefalopati hipertensi adalah bagian dari hipertensi
emergency, yang jarang sekali hanya menunjukkan satu gangguan organ target,
sehingga pemeriksaan fisik yang diperlukan sangat bervariasi sesuai dengan
komplikasi organ target lain yang mengalami cedera (Ceccarelli, 2017). Temuan
fisik spesifik pada ensefalopati hipertensi meliputi (Ceccarelli, 2017; Putra 2018);
a. Pada oftalmoskopi ditemukan edema papil, perdarahan dan/atau
eksudasi retina, dan cotton wool spot.
b. Pada pemeriksaan neurologi sering ditemukan defisit neurologis non
fokal yang bersifat sementara, seperti nistagmus, hemiparase (berbeda
dengan parase pada stroke yang menetap walaupun pasien sudah
dalam keadaan stabil), perubahan status mental, dan penurunan
kesadaran.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam diagnosa ensefalopati


hipertensi yaitu computed tomography (CT) scan kepala, dimana sering
didapatkan gambaran edema serebri dan penyempitan ventrikel. Pemeriksaan
lainnya yang jarang dilakukan yaitu electroencephalogram (EEG) yang
menunjukkan tidak didapatkannya gelombang alfa.

Terapi utama dari ensefalopati hipertensi sama dengan manajemen akut


krisis hipertensi emergency, yakni;

Waktu Penanganan Target Tekanan Darah

Turunkan MAP sebesar 25% dengan sebisa mungkin mempertahankan


1 jam pertama
TDD ≥100 mmHg

2-6 jam TDS 160 mmHg dan/atau TDD 100-110 mmHg

6-24 jam Pertahankan target tekanan darah sebelumnya hingga 24 jam

Kendalikan tekanan darah dengan target TDS <130 mmHg dan TDD
24-48 jam
<80 mmHg
Tabel 3. Target Kendali Tekanan Darah pada Hipertensi Emergency (CCSAP, 2018).

Adapun penurunan tekanan darah yang melampaui >25% MAP dapat


berpotensi menyebabkan penurunan perfusi serebral, yang seringkali diikuti
dengan perburukan fungsi neurologis pasien dan kematian (JNC 8, 2014; CCSAP,
2018).
Pilihan terapi pada ensefalopati hipertensi dilakukan dengan agen
antihipertensi parenteral. Beberapa jenis obat yang dapat diberikan sebagai
kendali tekanan darah antara lain (ESC, 2018; Putra, 2018);

1. Nitroprusside
Senyawa nitrat yang bekerja dengan menyebabkan dilatasi pada kompleks
arteriol-vena. Onset kerja sangat cepat (2-5 menit) dan durasi kerja singkat
(5-10 menit) sehingga baik untuk kendali ketat untuk mencegah terjadinya
efek penurunan tekanan darah berlebihan. Diberikan dengan dosis 0.25-0.5
mcg/kg/menit, dosis maksimal 10 mcg/kg/menit.

2. Nicardipine
Penyekat kanal kalsium golongan dihydropyridine yang menyebabkan
dilatasi pada kompleks arteriolar. Dapat diberikan dengan dosis 5-15
mg/jam.

3. Clevidipine
Penyekat kanal kalsium golongan dihydropyridine yang bersifat short
acting. Mampu menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi cardiac
filling, sehingga merupakan obat pilihan pada pasien dengan gagal
jantung. Dosis awal dimulai dari 1 mg/jam hingga maksimal 21 mg/jam.

4. Labetalol
Penyekat reseptor alfa dan beta adrenergik yang mampu menurunkan
resistensi vaskular secara sistemik dan menurunkan cardiac output, dan
meningkatkan kemampuan vasodilatasi pembuluh darah dengan
menimbulkan relaksasi otot polos. Diberikan sebesar 0.5-20 mg/menit.

5. Fenoldopam
Aktivator dopamine-1 periferal yang menyebabkan vasodilatasi dengan
menurunkan afterload dari jantung dan mengurangi aktivasi renin-
angiotensin pada ginjal. Diberikan dalam dosis 0.03-1.6 mcg/kg/menit.
Adapun pilihan terapi lainnya dalam penanganan hipertensi ensefalopati
dapat dilihat pada tabel berikut;

Tabel 4. Pilihan Agen Antihipertensi Parenteral pada Krisis Hipertensi (CCSAP, 2018).
DAFTAR PUSTAKA

Ceccarelli, D., Hargroves, D., Balogun, I. 2017. Hypertensive encephalopathy


mimicking cerebral vasculitis with pontine oedema, cerebellar white matter
lesions and multiple cerebral infarctions. BMJ Case Rep. doi:  10.1136/bcr-
2016-218155.
Critical Care Self-Assessment Program. 2018. Hypertensive emergencies.
Medical Issues in the ICU. 1:1-24.
Dinsdale, HB. 1982. Hypertensive encephalopathy. Current Concepts of
Cerebrovascular disease. 13(5): 717-719.
European Society of Cardiology. 2018. Guidelines for the management of arterial
hypertension. European Heart Journal. 39(33): 3021-3104.
Hunter, RW., Dominiczak, AF., Alwakeel J., et al. 2015. Hypertensive
encephalopathy and renal failure in a young man. Hypertension AHA. 67: 6-
13.
Finnerty, FA. 1972. Hypertensive encephalopathy. The American Journal of
Medicine. 52(5): 672-678.
Joint National Committee 8. 2014. Guidelines for the management of
hypertension in adults. Am Fam Physician. 90(7): 503-504.
Oppenheimer, BS., Fishberg, AM. 1928. Hypertensive encephalopathy. Arch
Intern Med Chicago. 41(2): 264-278.
Susanto, Irawan. 2018. Hypertensive encephalopathy. Diakses pada 27 Februari
2023 dari: https://emedicine.medscape.com/article/166129-
overview#:~:text=Hypertensive%20encephalopathy%20refers%20to
%20the,with%20prompt%20initiation%20of%20therapy.

Anda mungkin juga menyukai