Narrator : Di tepi Begawan Swilugangga, Bratasena dikeroyok Kurawa. Bratasena ditali oleh
kurawa dan dipaksa sengkuni untuk meminum racun. Kemudian bratasena bertemu naga di
Sungai Swilunggaangga dan ditenggelamkan. Sang Hyang Basuki datang dan memberikan Air
sakti. Bratasena Meneguk air sakti dari dalam bejana (kundha) anugerah Sang Hyang Basuki.
Satu teguk setara dengan kekuatan tujuh tenaga gajah. Bima mampu meneguk 7 teguk. Kekuatan
Bima kini setara dengan 70 ekor gajah.
Ing pinggire Begawan Swilungangga, Bratasena dikeroyok Kurawa. Bratasena ditalini karo
Kurawa lan dipekso Sengkuni ngombe racun. Banjur Bratsena ketemu naga ing Sungai
Swilungangga lan dicemplungke. Sang Hyang Basuki rawuh lan menehi banyu sakti. Bratasena
neguk banyu sakti saka jerone bejana (kundha) anugerah Sang Hyang Basuki. Seteguk pada kaya
kakuwatan sepuluh gajah. Bima bisa neguk 7x setara karo 70 gajah.
(Datanglah Semar)
Semar : Habis main reog, ada pisang. Dari mana ini?
Semar : Mungkin ada kera hhabis main dari sini, meninggalkan pisang. Ternyata kera
lebih berbudi daripada manusia, manusia saling berebut makanan, yang
gelandangan seperti saya begini tidak kebagian.
Semar : Di sini masih ada hutan yang lestari, mudah-mudahan jadi contoh. Kayunya
jangan dicuri, sehingga binatang seperti kera bisa kerasan (betah?). kalau ada
kasus kera merusak singkong buah petani, yang salah nukan monyetnya, tetapi
manusianya. Anak-anak di mana ya?
(Ada suara hewan, semar lari, dan datanglah gareng)
Gareng : Orang tua tega dengan anak, makanan dimakan sendiri. Ada pisang dimakan
sendiri. Masa anak tidak dibagi. Yang menghalau kera tadi saya, yang dapat
pisangnya malah Semar. Lumayan.
(Garenng membuka pisang)
Gareng : Pisang Ambon, Ambon apa Batak? Enak, sisa kera.
(Ada suara kera)
Gareng : Wah, ada kera ini.
(Petruk datang)
Petruk : Gareng kupingnya tuli barangkali. Suara gajah dibilang suara monyet! Mungkin
pengaruh perut sedang lapar. Pisang begini banyak mau dimakan sendirian, dasar
rakus! Cenderung ingin segera meraih sesuatu yang belum pasti. Wah, filosofinya
tinggi.
Petruk : Pisang ini ada filosofinya pantang mati sebelum menghasilkan sesuatu atau
berbuah. Manusia kalau seperti pisang, ya bagus. Menghasilkan suatu karya yang
bagus, baru mundur. Bukan mau mundur kalau diturunkan secara paksa!
Petruk : Sadar posisi maksudnya.
Petruk : Ada istilah “escape conditioning”, jadi membiasakan lari dari hal-hal yang tidak
menyenangkan atau membahayakan. Saya juga escape conditioning, tapia pa daya
perut lapar.
Petruk : Gedhang, akronim dari digigit setelah dimakan.
Gedhek, akronim dimakan sambal geleng-geleng.
Gembok, akronim yang menggenggam pantasnya simbok.
Geli, akronim patah di bagian tali
Petruk : Wah, ini pisangnya matang di pohon. Pisang semua bagiannya berguna,
batangnya berguna, daunnya laku. Cari daun pisang sekarang susah, sekarang
diganti plastik. Padahal plastik susah didaur ulang. Banyak tanah tercemar
karenanya. Itulah sifat manusia, serakah. Hujan minta terang, terang minta hujan.
Petruk : Begini salah, begitu salah. Jika dibiarkan gatal, digaruk lecet! Akhirnya dibalur
minyak.
(Ada suara kera)
Petruk : Suara angsa dikejar anjing. Malam-malam begini ada angsa. Kalau ini, jelas.
Mirip suaranya anakku. Sepertinya tahu kalau pisangnya saya ambil lalu marah.
Monyet!
(Petruk pergi, Bagong datang)
Bagong : Dasar! Tidak segera kabur. Kasihan mulut yang menirukan suara binatang.
Skenarionya sudag sepakat, malah ceriwis aja. Tadi waktu datang diam saja,
sekarang baru ngedumel. Yang menirukan suara sampai bingung. Menirukan
suara kera kan susah. Anehnya Pak Manteb giginya ompong tapi pandai
menirukan suara kera.
Bagong : Dasar Petruk! Satu sisir dibawa semua. Seperti orang tidak pernah makan saja.
Saya dengar pisang… gedhang? Semua orang memanfaatkan. Nikmat betul,
panas-panas di tengah hutan.
(Ada suara anjing)
Bagong : Yang penting makan.
Bagong : Anjingnya tersedak, mana ada..
(Semar, Petruk, Gareng datang)
Bagong : Walau pakai merangkak tidak takut.
Semar : Saya sudah capai merangkak.
Bagong : Macan kok tersedak.
Semar : Saya dibagi tidak?
Bagong : Tidak! Macan ompong tidak usah dibagi.
Petruk? : Kamu nakut-nakuti siapa?
Semar : Bagong. Saya baru makan ditakut-takuti, saya lari.
Gareng? : Tadi yang bersuara saya.
Semar : Kamu?
Gareng? : Kamu juga lari nakut-nakuti siapa?
Semar? : Petruk.
Gareng : Kamu juga lari, Truk?
Petruk : ya, ada angsa dikejar-kejar kera.
(aku skip soalnya ga penting)
(Arjuna datang)
Semar : Tuanku, asuhanku, paduka menghadap Kakek Abyasa, apa nasihan beliau?
Arjuna : Kakang Semar dan Punakawan semua.
Punakawan : Ya, ndara.
Arjuna : Berhubungan dengan acara yang akan diselenggarakan di Waranawata, Eyang
Abyasa memberi nasihat agar para Pandawa waspada.
Semar : Kau tahu Hutan Waranawata?
Gareng : Ya memang gawat Hutan Marwoto, rumput liarnya tajam-tajam.
Petruk : Kalau tidak tahu tidak usah bicara. Marwoto sebentar lagi diangkat menjadi
bupati.
Gareng : Tidak usah diomong.
Bagong : Belum sempat menjabat bupati, korupsi, lalu dihukum. Itu sudah menjadi hobi.
Petruk : Doamu jelek.
Gareng : Hutan Marwoto tidak ada, yang ada hutan Wana Kirun.
Bagong : Kirun malah akan diangkat jadi Gubernur.
Petruk : Ya tapi lalu disambar petir kepalanya.
Semar : Selanjutnya bagaimana den?
Arjuna : Daripada Pandawa harap-harap cemas, lebih baik kita segera menuju Hutan
Waranawata.