VARICELLA – ZOOSTER
Walaupun masih diperdebatkan, terdapat bukti bahwa infeksi vaeisella bertambah parah
selama kehamilan.
Bahwa 4 dari 43 wanita hamil yang terinfeksi atau sekitar 10%, mengalami pneumonitis.
Dua dari wanita ini memerlukan ventilator dan satu meninggal.
Infeksi herpes zooster pada ibu hamil lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua atau
mengalami gangguan kekebalan (immunocompromised).
Pencegahan
Cacar air pada wanita hamil selama paruh pertama gestasi dapat menyebabkan
malformasi kongenital akibat infeksi transplasenta, berupa korioretinitis, atrofi korteks
serebri, hidronefrosis dan defek kulit serta tulang tungkai.
Resiko tertinggi terletak pada usia gestasi antara 13 dan 20 minggu.
Pada usia kehamilan yang lebih belakangan menyebabkan lesi varisella kongenital, dan
bayi kadang-kadang mengalami herpes zooster pada usia beberapa bulan
Janin yang terunfeksi virus tepat sebelum dan saat persalinan ketika antibodi ibu belum
terbentuk, mengalami ancaman serius,
Bayi akan mengalami infeksi viseral dan susunan syaraf pusat diseminata, yang sering
kali mematikan.
INFLUENZA
Pencegahan
Center for Disease Control and Prevention menganjurkan vaksinasi terhadap influenza
bagi semua wanita hamil setelah trimester pertama.
Berapa pun usia gestasi, wanita dengan penyakit medis kronik, misalnya dibetes atau
jantung, divaksinasi.
Amantadin berespon baik dan spesifik terhadap virus-virus influenza A apabila diberikan
dalam 48 jam setelah timbulnya gejala.
Belum ada bukti kuat bahwa virus influenza A menyebabkan malformasi kongenital atau
kelainan pada bayi.
Parotitis adalah penyakit infeksi pada orang dewasa yang jarang dijumpai [ada anak anak
Disebabkan oleh paramiksovirus RNA.
Virus terutama menginfeksi kelenjar liur, tetapi juga dapat mengenai gonad, meningen,
pankreas dan organ lain.
Parotitis selama kehamilan tidak lebi parah dibanding pada orang dewasa tidak hamil dan
tidak terdapat bukti bahwa virus bersifat teratogenik
Vaksin Jeryl-Lynn (virus hidup yang dilemahkan) dan vaksin MMR kontraindikasi bagi
wanit haml.
Tidak ada bukti kuat bahwa infeksi parotitis meningkatkan angka kematian janin maupun
anomali mayor pada janin. Parotitis kongenital sangat jarang dijumpai.
RUBEOLA (CAMPAK)
RUBELLA
Pencegahan
Untuk memberantas penyakit infeksi ini sama sekali, pendekatan berikut dianjurkan
untuk mengimunisasikan populasi dewasa, khususnya populasi wanita usia reproduktif:
Pendidikan bagi para petugas pelayanan kesehatan dan masyarakat luas mengenai bahaya
infeksi rubella.
Vaksinasi bagi para ibu yang rentan sebagai bagian dari perawatan medis dan obstetrik
rutin
Vaksinasi bagi semua wanita yang datang ke klinik keluarga berencana
Pengenalan dan vaksinasi bagi wanita yang belum memiliki kekebalan sesudah
melahirkan bayi atau mengalami abortus
Vaksinasi bagi wanita yang tidak hamil dan mempunyai kerentanan yang diketahui lewat
pemeriksaan serologi sebelum perkawinan
Jaminan imunitas bagi semua petugas rumab sakit yang dapat terpapar pasien rubela atau
yang mengalami kontak dengan ibu hamil
Vaksinasi rubela dianjurkan agar tidak dilakukan sesaat sebelum kehamilan atau pada
saat kehamilan, mengingat vaksin tersebut merupakan virus hidup yang dilemahkan.
Wanita yang rentan terhadap infeksi rubela telab diimunisasi dalam waktu 3 bulan sejak
pembuahan dan untungnya tidak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa pemberian
vaksin tersebut menimbulkan malformasi pada bayi atau janin.
Diagnosis
Pada rubela seperti halnya pada infeksi virus yang lain, konsep tentang bayi yang
terinfeksi versus bayi yang terjangkit harus dipahami.
Rubela merupakan teratogen yang poten, dan 80 % dari ibu yang mendapatkan infeksi
rubela serta ruam dalam usia kehamilan 12 minggu akan mempunyai janin dengan infeksi
kongenital
Pada kehamilan minggu ke-13 hingga ke-14, insiden ini besarnya 54 persen, dan pada
akhir trimester kedua 25 persen.
Dengan semakin tinggi usia kehamilan, semakin kecil kemungkinan bagi infeksi tersebut
untuk menimbulkan kelainan kongenital.
Sebagai contoh, cacat rubela terlihat pada semua bayi yang terbukti menderita infeksi
intrauteri sebelum usia gestasional 11 minggu, namun hanya 35 persen bayi yang
terinfeksi pada usia gestasional 13 hingga 16 minggu.
Meskipun tidak terlihat cacat pada 63 anak yang terinfeksi setelah usia gestasional 16
minggu,
Namun anak-anak tersebut diikuti perkembangannya dalam waktu 2 tahun, dan extended
rubella syndrome dengan panensefalitis progresif dan diabetes tipe 1 mungkin baru
terlihat secara klinis setelah usia dua puluh atau tiga pulub tahun.
Kernungkinan sepertiga dari bayi yang asimtomatik pada saat lahir akan memperlihatkan
cedera pertumbuhan tersebut
Sindroma rubela kongenital mencakup satu atau lebih abnormnalitas berikut:
Kelainan mata, termasuk katarak, glaukoma, mikroftalmia dan berbagai abnormalitas
lainnya
Penyakit jantung, termasuk patent ductus arteriosus defek septum jantung dan stenosis
arteri pulmonalis
Cacat pendengaran
SITOMEGALOVIRUS
Diagnosis
Prenatal diagnosis efek infeksi pada janin dapat deteksi dengan USG dan Magnetic
Resonace Imaging dengan ditemukan mikrosephal, vetriculomegali dan serebral
kalsifikasi..
Gold standar diagnosis infeksi CMV adalah kutur virus.
Diagnosis infeksi primer dibuat berdasarkan peningkatan titer IgG sebesar empat kali
lipat pada serum, baik dalam keadaan akut maupun konvalesensi yang diukur sekaligus,
atau dibuat dengan mendeteksi antibodi 1gM terhadap sitomegalovirus di dalam serum
maternal.
Sayangnya, tidak satupun di antara kedua metode ini yang benar-benar akurat dalam
memastikan infeksi maternal.
Celakanya tidak ada metode yang handal untuk memeriksa efek dari infeksi janin
tersebut, termasuk pemeriksaan sonografi atau kultur cairan amnion untuk menemukan
sitomegalovirus.
USG dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi CMV tetapi terbatas dimana janin
sudah mengalami gejala yang berat
PARVOVIRUS
Adalah virus kecil mengandung DNA yang menginfeksi berbagai spesies binatang.
Parvovirus sebagai penyebab penyakit pada binatang seperti parvosirus amang dan virus
panleukopenia kucing.
Tetapi parvovirus Big adalah satu-satunya strain yang patogenik pada manusia.
Agen Etiologi
Parvovirus Big adalah anggota dari genus parvovirus dalam famili parvoviridae.
Big dibentuk dari protein kapsid ikosahedral tanpa pembungkus yang berisi DNA helai-
tunggal dengan panjang 5,5 kb.
Agen ini relatif tahan panas dan pelarut.
Parvovirus mamalia adalah spesies yang sangat spesifik yang secara antigenik berbeda
dengan parvovirus mamalia yang lain, hanya ada 1 serotif yang diketahui.
Parvovirus memperbanyak diri dengan Proliferasi
Karena genomnya terbatas, parvovirus memerlukan adanya faktor sel hospes pada akhir
feses untuk bereplikasi.
Big hanya dapat diperbanyak dalam sel erimopoetik terangsang eritropoetin berasal dari
sumsum tulang manusia atau biakan hati janin primer.
70% kasus terjadi antara anak umur 5-15 tahun yang terjadi pada musim dingin dgn
musim semi.
Survei serologis dari berbagai negara menunjukkan 40-60% orang dewasa mempunyai
bukti infeksi sebelumnya.
Penularan Big melalui rute pernafasan melalui penyebaran ooplet yang besar terinfeksi
secara intrasel, virus terdeteksi pada sekresi pernafasan 7-11 hari sesudah inokulasi pada
saat mereka mengalami viremi.
Virus terdeteksi pada sekresi pernafasan anak segera sebelum krisis aplastik. Masa
inkubasi untuk eritems infeksiosum berkisar 4-28 hari (rata-rata 16-17 hari).
Kecepatan penularan dalam rumah tangga berkisar 15-30% pada kontak rentan ; ibu-ibu
lebih sering terinfeksi daripada ayah.
Pada wabah eritems infeksiosum di sekolah dasar , angka serangan sekunder 10-60%,
wabah nosokomal 30% pada pekerja perawat yang rentan.
Big dapat ditularkan melalui darah & produk 2x darah seperti pada anak hemosit.
Sasaran utama infeksi Big adalah deretan sel eritroid, secara spesifik prekursor eritroid
dekat stadium pronormoblas.
Lma kelamaan sel ini, menyebabkan pengosongan progresif dan penghentian erimoesis
sementara.
Sel eritroid dihubungkan dengan antigen eritrosit grup darah p supresi eriropoesis virus
ini vitro berbanding terbalik dengan anti bodi Big serum konualesen
.Imunitas humoral penting dalam mengendalikan infeksi trombositopenia dan neutropenis
seering teramati tetapi patogenesisnya tidak dapat dijelaskan.
Individu dengan keadaan hemolisis kronik & peningkatan pengantian sel darah merah
adalah sangat rentantrerhadap gangguan pada eritropoesis.
Anak yang dengan kemoterapi leukimia dan penderita dengan AIDS ada pada resiko
untuk infeksi Big kronik.
Infeksi pada janin dan neonetus agtak analog dengan infeksi pada hospes terganggu
immun.
Big dihubungkan dengan hidrops janin nonimun dan lahir mati pada wanita yang
mengalami infeksi primer.
Seperti parvovirus mamalia, Big dapat melewati plasenta dan masuk ke janin selama
infeksi ibu primer.
Infeksi selama hamil menyebabkan persalinan normal cukup bulan.
Beberapa dari bayi yang tidak bergejala ini dilaporkan menderita infeksi pasca lahir Big
kronik.
Infeksi janin menimbulkan anemis yang berat selanjutnya kegagalan jantung curah-tinggi
berpengaruh langsung virus pada jaringan miokardium.
ERITEMA INFEKSIOSUM
fase prodormal ringan & terdiri dari demam ringan, nyeri kepala & gejala – gejala infeksi
saluran pernafasan atas ringan.
Ruam khas Eritema Infeksiosum (EI) terdiri dari stadium awal yaitu kemerah-merahan
muka eritematosa seperti “pipi tertampar”.
Ruam menyebar cepat sampai kebadan dan tungkai proksimal pada stadium ke-2.
pembersihan sentral lesi makuler.
Individu dengan keadaana hemolitik kronik dapat mengalami aplasia sel darah merah
sementara sesudah kontak dengan B19. penghentian sementara eritropoenis dan
retikulositopena absolut yang terpicu oleh infeksi B19 menimbulkan penurunan
hemoglobin serum mendadak.
Sakit dengan demam, malaise, dan letargi, tanda-tanda dan gejala-gejala anemia berat
seperti pucat, takikardia dan takipnea.
Ruam jarang ada. Anak dengan hemoglobinopati sabit dapat mengalami krisis nyeri vaso-
oklusif yang bersamaan.
Krisis aplastik yang terangsang B19 terjadi pada penderita dengan semua jenis hemolisik
kronik, termasuk penyakit sel sabit, talassemia, sferositosis heriditer, dan defisiensi
piruvat kinase.
Artropati
Artritis dan artralgia sebagai komplikasi panyakit kelima, 60% orang dewasa dan 80%
wanita dewasa melaporkan gejala-gejala sendi.
Gejala-gejala sendi berkisar dari artralgia difus dengan kekakuan pada pagi hari (morning
stiffness) sampai artritis yang jelas.
Seperti pada tangan, pergelangan tangan, lutut dan pergelangan kaki.
Gejala-gejala sendi sembuh sendiri dan, pada sebagian besar penderita yang mempunyai
perjalanan yang lama sampai beberapa bulan, memberi kesan artritis reumatoid.
Infeksi janin
Mekanisme penyakit janin tampak merupakan aplasia sel darah merah akibat virus pada
saat fraksi eritroid janin meluas dengan cepat. Menyebabkan anemia berat, gagal jantung,
dan hidrops, DNA virus telah terdeteksi pada abortus yang terinfeksi.
Penegahan
Ibu hamil sebaiknya menjaga kontak terhadap binatang yang dapat menimbulkan
penyakit parvovirus
Ibu hamil sebaiknya menjaga kebersihan dan kesehatan selama hamil agar janin yang
akan dilahirkan lahir normal tidak ada kecacatan yang akan dibawa oleh janin maupun
ibu.
Penyebab
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90% untuk
ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil
Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit infeksi
saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai
dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral
Sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri
di mana Streptococcus Pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih
70-90%, sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar 10-20%
Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernafasan akut ini melibatkan lebih dari
300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut
Kebanyakan penyebab infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan
mikoplasma, dengan pengecualian epiglotitis akut dan pnemonia dengan distribusi
lobular.
Adapun virus-virus (agen non bakterial) yang banyak ditemukan pada ISPA bagian
bawah pada bayi dan anak-anak adalah Respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus,
parainfluenza, dan virus influenza A & B.
Faktor resiko
Beberapa faktor mempengaruhi tingginya mortalitas dan morbiditas ISPA serta berat
ringannya penyakit, faktor inilah yang dikenal sebagai faktor risiko.
Berbagai penelitian mengenai faktor risiko telah dilakukan baik di negara maju maupun
di negara berkembang.
Nampaknya faktor risiko di negera industri agak berlainan dari faktor risiko di negara
berkembang.
Beberapa faktor risiko yang telah diketahui antara lain, malnutrisi, kelahiran dengan berat
badan rendah (BBLR), pemberian ASI, kepadatan hunian, sosioekonomi yang rendah,
asap rokok, cuaca, pendidikan orang tua, dan lain-lain.
Sedangkan beberapa lainnya masih diperdebatkan, seperti peran vitamin A. Secara umum
faktor risiko dapat dikelompokkan menjadi faktor diri (host) dan faktor lingkungan
Beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi pneumonia dan kematian ISPA
adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup, imunisasi tidak lengkap, defisiensi
vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan hunian, udara dingin, jumlah kuman yang
banyak di tenggorokan, terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain.
Inflamasi yang
disebabkan oleh
mikroorganisme
Apt. Ria afrianti, M.Farm
• Respon pertahanan
terhadap jejas seluler
pada jaringan
berpembuluh darah
inflamasi dan untuk
mengeliminasi
penyebab awal dari
kerusakan sel maupun
nekrosis sel atau
jaringan hasil dari
perusak asli
Tujuan proteksi dari
inflamasi
• yaitu melakukan dilusi, penghancuran atau
menetralkan agen berbahaya seperti kuman,
bakteri, virus, trauma tajam atau tumpul, suhu
sangat dingin atau panas atau terbakar, bahan
kimiawi, imunologik yang kemudian akan
memperbaiki bagian yang luka
Inflamasi terbagi 2
1. Inflamasi akut adalah
2. Inflamasi kronik
onset cepat dan durasinya
dapat lebih berbahaya, durasinya
pendek, berakhir dalam hitungan
panjang (hari sampai tahun), dan
menit atau paling lambat
ditandai dengan perjalanan
beberapa hari, dan ditandai
limfosit dan makrofag dengan
dengan cairan dan protein plasma
keterkaitannya dengan proliferasi
eksudasi serta didominasi oleh
pembuluh darah dan fibrosis
akumulasi leukosit neutrofil
MANIFESTASI KLINIS INLFAMASI
Definisi INFEKSI
INFEKSI
Masuknya mikroorganisme
Kondisi lingkungan yang tidak
pathogen dalam tubuh manusia
bersih dan malnutrisi
(host)
Timbul perubahan/kerusakan
sel dan jaringan Menimbulkan
keluhan pemderita dan timbul
gejala klinis
MASA INKUBASI
PENYEBAB INFEKSI
CARA PENULARAN INFEKSI
RANTAI INFEKSI
TAHAPAN INFEKSI : Dari Sudut Pandang
Mikroorganisme
TAHAPAN INFEKSI : Dari Sudut Pandang Host
• TUGAS :
1. BAGAIMANA MEKANISME RESISTENSI DAN
VIRULENSI
2. BAGAIMANA SISTEM PERTAHANAN TUBUH
BAIK PERTAHANAN HUMORAL ATAU
PERTAHANAN SELULER TERHADAP INFLMASI
TERSEBUT
Tahap
Tahap Tahap Tahap
Akhir
Rentan Inkubasi Klinis
Penyakit
Tugas mandiri
• bakteri penyebab
• Manifestasi klinis
Penyakit infeksi : jamur
1. Non-Invasif 2. Invasif-
Aspergillosis aspergillosis
gejala seperti flu ringan dan akan sembuh sendiri. Penyakit ini dapat
ditularkan pada orang dengan gangguan kekebalan tubuh, yang
manifestasi klinisnya mengarah ke penyakit kulit kronis dengan lesi
subkutan pada wajah dan tangan.
Gejala khas penyakit ini meliputi batuk, sakit dada, sesak napas dan demam.
Gejala yang lebih khas pneumonia karena coccidioidomycosis antara lain nyeri
sendi, kelelahan, dan ruam. Penyakit bisa berlangsung selama berminggu-
minggu
Cryptococcosis
Definisi Virus
Virus ( bahasa latin yang artinya toxin atau racun) adalah suatu partikel
sub-mikroskopik (ukurannya berkisar antara 15-600 nm) yang dapat
menginfeksi sel dari suatu organisme biologis. Mengandung inti dari DNA / RNA.
Struktur
1. Attachment
Attachment adalah ikatan khas diantara viral capsid proteins and specific
receptors pada permukaan sel inang. Virus akan menyerang sel inang yang
spesifik, contohnya human immunodeficiency virus (HIV) hanya menginfeksi
manusia pada sel T. karena membran protein virus(gp120) dapat berinteraksi
dengan CD4 and reseptor pada permukaan sel T.
2. Penetration
3. Uncoating
Replikasi virus :
HIV Virus
5.Release
Virus dilepaskan dari sel inang melalui lisis. Enveloped viruses (e.g., HIV)
dilepaskan dari sel inangnya melalui “budding”. Disamping itu,virus
mendapatkan phospholipid envelope yang berisi kumpulan viral glycoproteins.
Bagian yang paling pertama menghadapi virus adalah sistem imun alami.
Bagian ini terdiri dari berbagai sel dan mekanisme lain untuk melindungi sel
inang dari infeksi secara non spesifik. Ini berarti sistem imun alami mengenal
dan merespon patogen secara pintas, lain halnya dengan sistem imun dapatan,
respon tersebut tidak bertahan lama dalam melindungi sistem imun sel inang.
Ketika sistem imun dapatan dari suatu vertebrata dimasuki virus, sel
inang akan memproduksi antibodi spesifik yang akan mengikat virus dan akan
mempertahankan keadaan normalnya. Sistem ini disebut imunitas humoral. Dua
tipe antibodi yang penting adalah IgM(sangat efektif untuk menetralisir virus
tetapi hanya diproduksi oleh sel sistem imun dalam beberapa minggu. Anti bodi
yang lainnya adalah IgG yang diproduksi dalam waktu tak terbatas. Kehadiran
IgM dalam darah pada sel inang digunakan untuk tes infeksi akut dimana IgG
mengindikasikan infeksi yang pernah terjadi(memori). Dua tipe antibodi ini
diukur ketika melakukan tes imun.
Perlakuan diatas tidak berlaku untuk semua infeksi virus, contohnya HIV
menghindari sistem imun dengan selalu mengubah asam amino dari protein
pada permukaan virion. Virus persisten juga selalu menghindari kontrol imun
dengan pengasingan, blokade antigen presentation, resistensi sitokin,
menghindari aktivitas NK sel, menghindari sel dari apoptosis dan antigen shift.
Virus adalah parasit intraseluler yang hanya membawa satu jenis asam
nukleik. Diklasifikasikan menurut jenis asam nukleiknya dan disubdivisi
berdasar ukuran dan bentuk selubung proteinnya. Ada 10 kelompok virus
RNA dan 5 kelompok virus DNA. Semua virus RNA mengalami replikasi
didalam sitoplasma sel, sedangkan virus DNA kecuali poxvirus dinukleus sel.
Tidak setiap kontak sel-virus berakhir dengan infeksi. Sel bersangkutan
memiliki sisi reseptor yang memadai pada membrana sitoplasmiknya yang
sebanding dengan molekul pelekat polipeptida pada permukaan viral.
Keterancaman spesies atau jenis sel tertentu terhadap virus tergantung sisi
reseptor ini.
Virus biasanya memasuki badan melalui membrane mukosa saluran
respiratori, gastrointestinal dan urinari. Epidermis adalah sawar yang efektif
terhadap masuknya virus, dan rusaknya kulit seperti akibat gigitan nyamuk
atau suntikan hipodermik, diperlukan untuk penyebaran melalui sawar ini.
Sementara beberapa virus dihambat oleh permukaan, lainnya mampu
menyebar luas melalui sistema limfatik dan sirkulatori. Virus masuk SSP
melalui saraf perifer dan via aliran darah. Jalur saraf perifer sangat penting
dalam migrasi dan disseminasi virus rabies, herpes simplex dan varicella oster.
Namun infeksi kebanyakan virus pada SSP terjadi akibat viremia. Pada viremia
yang hebat, virus mencapai parenkhima otak walau sawar darah otak dibentuk
oleh sel endotel. Virus bisa masuk melalui sel endotel dan mungkin menyerang
dan menginfeksinya. Bila partikel telah masuk SSP, mereka harus mendapatkan
sel yang bisa dipengaruhi hingga bisa terjadi infeksi. Tidak semua jenis sel SSP
terancam oleh virus bersangkutan dan progresi penyakit akan terhenti
kecuali bila virus menemukan reseptor sel sesuai.
Terbentuknya kelainan neurologis klinis tergantung pengaruh virus
pada sel yang dimasukinya. Herpes simplex menyebabkan perubahan
metabolisme protein seluler yang menyebabkan sel segera mati. Virus lainnya
mungkin berakibat sedikit perubahan pada metabolisme seluler esensial,
akan tetapi menyebabkan perubahan metabolisme fungsional, seperti
produksi enzim dan transmiter neural, menyebabkan kelainan utama fungsi
faal saraf khas. Tapi virus lainnya mungkin bertahan untuk masa yang lama di
SSP sebelum menyebabkan bukti adanya kelainan. Masa laten yang panjang ini
paling umum tampak pada virus DNA dan berkaitan dengan infeksi kronik
seperti panensefalitis sklerosing subakuta akibat virus campak dan
leukoensefalopati multifokal progresif yang disebabkan papovavirus.
Variasi luas gejala pada kelainan viral adalah akibat perbedaan
keterancaman populasi sel SSP terhadap berbagai virus. Keberagaman yang luas
dari spesialisasi dan kompleksitas membrana sel SSP mungkin menjelaskan
keterancaman yang khas kelompok sel saraf dan glia tertentu terhadap virus
tertentu. Misalnya virus rabies mengenai saraf sistema limbik namun tidak
terhadap saraf neokortikal, sedang papovavirus secara selektif menyerang
oligodendrosit, dan virus herpes memiliki predileksi pada lobus temporal
namun dapat dengan baik menyerang berbagai jenis sel. Kebanyakan infeksi
virus pada SSP disebabkan oleh virus yang umum dijumpai pada populasi
umumnya dan biasanya berkaitan dengan perjalanan yang jinak dan self
limited. Antibodi atas virus yang umum menyebabkan infeksi SSP terbentuk
secara luas. Kenyataan ini menunjukkan bahwa infeksi SSP tidaklah secara
sederhana diakibatkan agen virus, namun lebih oleh karena rusaknya
mekanisme pertahanan tubuh normal. Kemajuan besar dari pengobatan telah
mengembangkan strain viral yang telah dibunuh dan dilumpuhkan untuk
immunisasi terhadap polio, mumps dan campak.
Meningitis viral, infeksi viral paling umum pada SSP, tampil sebagai
meningitis aseptik. Meningitis enteroviral dapat mulai mendadak tanpa
prodroma, perjalanannya terkadang menyerupai PSA ringan, dan mungkin
menyebabkannya segera dirujuk kebedah saraf. Seperti meningitis, ensefalitis
viral biasanya ringan dan self limited; namun mungkin tampil dengan
penurunan derajat kesadaran, kejang, kelemahan atau paralisis fokal, dan
jarang-jarang menyebabkan tanda serebeler seperti ataksia atau nistagmus.
Konsekuensi serius dan bahkan kematian dapat terjadi karena ensefalitis
herpes simplex, ensefalitides ekuina, dan polio.
Kelainan viral dan kelainan berkaitan dengan viral yang bisa dijumpai
pada praktek bedah saraf adalah ensefalitis herpes simplex, kelainan Jakob-
Creutzfeldt, sindroma Reye, dan infeksi HIV.