Anda di halaman 1dari 95

PERTEMUAN 11.

PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH VIRUS

(DOSEN : apt. Ria afrianti, M.Farm)

VARICELLA – ZOOSTER

 Walaupun masih diperdebatkan, terdapat bukti bahwa infeksi vaeisella bertambah parah
selama kehamilan.
 Bahwa 4 dari 43 wanita hamil yang terinfeksi atau sekitar 10%, mengalami pneumonitis.
 Dua dari wanita ini memerlukan ventilator dan satu meninggal.
 Infeksi herpes zooster pada ibu hamil lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua atau
mengalami gangguan kekebalan (immunocompromised).

Pencegahan

 Pemberian imunoglobulin varisela-zooster (VZIG) akan mencegah atau memperlemah


infeksi varisella
 \Pada orang terinfelsi diberikan dalam 96 jam dengan dosis 125 U per 10 kg, i.m.

Efek pada janin

 Cacar air pada wanita hamil selama paruh pertama gestasi dapat menyebabkan
malformasi kongenital akibat infeksi transplasenta, berupa korioretinitis, atrofi korteks
serebri, hidronefrosis dan defek kulit serta tulang tungkai.
 Resiko tertinggi terletak pada usia gestasi antara 13 dan 20 minggu.
 Pada usia kehamilan yang lebih belakangan menyebabkan lesi varisella kongenital, dan
bayi kadang-kadang mengalami herpes zooster pada usia beberapa bulan
 Janin yang terunfeksi virus tepat sebelum dan saat persalinan ketika antibodi ibu belum
terbentuk, mengalami ancaman serius,
 Bayi akan mengalami infeksi viseral dan susunan syaraf pusat diseminata, yang sering
kali mematikan.

INFLUENZA

 Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Orthomyxoviridae,


 Meliputi influenza tipe A dan tipe B.
 Influenza A lebih serius dari pada B.
 Penyakit ini tidak mengancam nyawa bagi orang dewasa sehat, kecuali apabila timbul
pneumonia, prognosis menjadi serius.
 Angka kematian kasar ibu hamil sebesar 27 %, yang meningkat menjadi 50% apabila
terjadi pneumonia.

Pencegahan
 Center for Disease Control and Prevention menganjurkan vaksinasi terhadap influenza
bagi semua wanita hamil setelah trimester pertama.
 Berapa pun usia gestasi, wanita dengan penyakit medis kronik, misalnya dibetes atau
jantung, divaksinasi.
 Amantadin berespon baik dan spesifik terhadap virus-virus influenza A apabila diberikan
dalam 48 jam setelah timbulnya gejala.

Efek pada janin

 Belum ada bukti kuat bahwa virus influenza A menyebabkan malformasi kongenital atau
kelainan pada bayi.

PAROTITIS ( Gondongan / Mump)

 Parotitis adalah penyakit infeksi pada orang dewasa yang jarang dijumpai [ada anak anak
 Disebabkan oleh paramiksovirus RNA.
 Virus terutama menginfeksi kelenjar liur, tetapi juga dapat mengenai gonad, meningen,
pankreas dan organ lain.
 Parotitis selama kehamilan tidak lebi parah dibanding pada orang dewasa tidak hamil dan
tidak terdapat bukti bahwa virus bersifat teratogenik
 Vaksin Jeryl-Lynn (virus hidup yang dilemahkan) dan vaksin MMR kontraindikasi bagi
wanit haml.

Efek pada janin

 Tidak ada bukti kuat bahwa infeksi parotitis meningkatkan angka kematian janin maupun
anomali mayor pada janin. Parotitis kongenital sangat jarang dijumpai.

RUBEOLA (CAMPAK)

 Virus tampaknya tidak bersifat teratogenik ( membawa cacat )


 Tetapi terjadi peningkatan frekuensi abortus dan BBLR pada kehamilan dengan penyulit
campak
 Apabila seorang wanita menderita campak sesaat sebelum melahirkan , timbul resiko
infeksi serius yang cukup besar pada neonatus, terutama pada bayi preterm.
 Imunisasi pasif dapat dicapai dengan pemberian globulin serum imun 5 ml i.m dalam 3
hari setelah terpajan.
 Vaksinasi aktif tidak diberikan selama kehamilan, tetapi wanita yang rentan secara rutin
divaksinasi postpartum.

RUBELLA

 Rubela atau campak Jerman


 Rubella yaitu suatu penyakit yang biasanya tidak begitu penting pada keadaan tidak
hamil,pernah menjadi penyebab langsung hasil-akhir kehamilan yang jelek dan bahkan
lebih serius lagi, penyebab malformasi kongenital berat.
 Hubungan antara rubela maternal dan malformasi kongenital serius, pertama-tama
dikenali oleh Gregg (1942), seorang ahli oftalmologi Australia.

Pencegahan

 Untuk memberantas penyakit infeksi ini sama sekali, pendekatan berikut dianjurkan
untuk mengimunisasikan populasi dewasa, khususnya populasi wanita usia reproduktif:
 Pendidikan bagi para petugas pelayanan kesehatan dan masyarakat luas mengenai bahaya
infeksi rubella.
 Vaksinasi bagi para ibu yang rentan sebagai bagian dari perawatan medis dan obstetrik
rutin
 Vaksinasi bagi semua wanita yang datang ke klinik keluarga berencana
 Pengenalan dan vaksinasi bagi wanita yang belum memiliki kekebalan sesudah
melahirkan bayi atau mengalami abortus
 Vaksinasi bagi wanita yang tidak hamil dan mempunyai kerentanan yang diketahui lewat
pemeriksaan serologi sebelum perkawinan
 Jaminan imunitas bagi semua petugas rumab sakit yang dapat terpapar pasien rubela atau
yang mengalami kontak dengan ibu hamil
 Vaksinasi rubela dianjurkan agar tidak dilakukan sesaat sebelum kehamilan atau pada
saat kehamilan, mengingat vaksin tersebut merupakan virus hidup yang dilemahkan.
 Wanita yang rentan terhadap infeksi rubela telab diimunisasi dalam waktu 3 bulan sejak
pembuahan dan untungnya tidak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa pemberian
vaksin tersebut menimbulkan malformasi pada bayi atau janin.

Diagnosis

 Diagnosis rubela kadangkala sulit ditegakkan.


 Bukan hanya gambaran klinisnya yang serupa dengan penyakit lain, namun juga kasus-
kasus subklinis dengan viremia dan infeksi pada embrio serta janin tidak tcrdapat.
 Tidak adanya anti bodi terhadap rubela menunjukkan defisiensi imunitas.
 Adanya antibodi menandakan respon imun terhadap viremia rubela, yang mungkin sudah
diperoleh di suatu tempat sejak beberapa minggu atau bertahun-tahun sebelumnya.
 Jika antibodi rubela maternal terlihat pada saat terpapar rubela atau sebelumnya, maka
kekhawatiran ibu bisa ditenteramkan karena kemungkinan janin terkena infeksi tersebut
sangat kecil.
 Orang yang tidak kebal dan mendapatkan viremia akan memperlihatkan titer antibodi
yang puncaknya terjadi 1 hingga 2 minggu sesudah dimulainya gejala ruam, atau 2
hingga 3 minggu sesudah onset viremia,
 Mengingat viremia secara klinis terlihat lebih dabulu sebagai penyakit yang nyata sekitar
1 minggu sebelumnya.
 Karena itu kecepatan respon antibodi dapat mempersulit diagnosis, kecuali bila serum
sudah diantbil dahulu dalam waktu beberapa hari sesudah dimulainya gejala ruam.
 Jika, misalnya, spesimen pertama diambil 10 hari sesudah ruam, maka deteksi antibodi
tidak akan berhasil membedakan antara kedua kemungkinan ini:
 Bahwa penyakit yang baru saja terjadi benar-benar rubela
 Bahwa penyakit tersebut bukan rubela, namun orang tersebut sudah kebal terhadap
rubela.
 Terlihatnya IgM yang spesifik pada ibu hamil menunjukkan suatu infeksi primer dalam
waktu beberapa bulan.
 Tes yang paling sering digunakan adalah HI (hemaglutination inhibition) tes.
 Pada tes ini terlihat rubela antibodi menghalangi aglutinasi dari sel darah merah oleh
virus rubela.
 Pereriksaan ini membutuhkan waktu dan teknik yang kompleks sehingga digantikan
dengan dengan teknik pemeriksaan yang lain.

Metode yang baru berupa

 ELISA (enzyme linked immunoabsorbent assay)


 PHA (passive agglutination)
 IFA (Immunofluoresence assay)
 RIA (radioimmunoassay), dan radial immunodiffusion tes.

Sindrom Rubella Kongenital

 Pada rubela seperti halnya pada infeksi virus yang lain, konsep tentang bayi yang
terinfeksi versus bayi yang terjangkit harus dipahami.
 Rubela merupakan teratogen yang poten, dan 80 % dari ibu yang mendapatkan infeksi
rubela serta ruam dalam usia kehamilan 12 minggu akan mempunyai janin dengan infeksi
kongenital
 Pada kehamilan minggu ke-13 hingga ke-14, insiden ini besarnya 54 persen, dan pada
akhir trimester kedua 25 persen.
 Dengan semakin tinggi usia kehamilan, semakin kecil kemungkinan bagi infeksi tersebut
untuk menimbulkan kelainan kongenital.
 Sebagai contoh, cacat rubela terlihat pada semua bayi yang terbukti menderita infeksi
intrauteri sebelum usia gestasional 11 minggu, namun hanya 35 persen bayi yang
terinfeksi pada usia gestasional 13 hingga 16 minggu.
 Meskipun tidak terlihat cacat pada 63 anak yang terinfeksi setelah usia gestasional 16
minggu,
 Namun anak-anak tersebut diikuti perkembangannya dalam waktu 2 tahun, dan extended
rubella syndrome dengan panensefalitis progresif dan diabetes tipe 1 mungkin baru
terlihat secara klinis setelah usia dua puluh atau tiga pulub tahun.
 Kernungkinan sepertiga dari bayi yang asimtomatik pada saat lahir akan memperlihatkan
cedera pertumbuhan tersebut
 Sindroma rubela kongenital mencakup satu atau lebih abnormnalitas berikut:
 Kelainan mata, termasuk katarak, glaukoma, mikroftalmia dan berbagai abnormalitas
lainnya
 Penyakit jantung, termasuk patent ductus arteriosus defek septum jantung dan stenosis
arteri pulmonalis

Cacat pendengaran

 Cacat sistem saraf pusat termasuk meningoensefalitis


 Retardasi pertumbuhan janin
 Trombositopenia dan anemia
 Hepatosplenomegali dan ikterus
 Pneumonitis interstisialis difusa kronis
 Perubahan tulang
 Abnormalitas kromosom

SITOMEGALOVIRUS

 Sitomegalovirus merupakan organisme yang ada di mana-mana serta pada hakekatnya


menginfeksi sebagian besar manusia,
 Bukti adanya infeksi janin ditemukan di antara 0,5 –2 % dari semua neonatus.
 Sesudah terjadinya infeksi primer yang biasanya asimtomatik, 10 % infeksi pada janin
menimbulkan simtomatik saat kelahiran dan 5-25 % meninggalkan sekuele.
 Pada beberapa negara infeksi CMV 1 % didapatkan infeksi in utro dan 10-15 % pada
masa prenatal(5)
 Virus tersebut menjadi laten dan terdapat reaktivasi periodik dengan pelepasan virus
meskipun ada antibodi di dalam serum.
 Antibodi humoral diproduksi, namun imunitas yang diperantarai oleh sel tampaknya
merupakan mekanisme primer untuk terjadinya kesembuhan, dan keadaan kekebalan
yang terganggu baik terjadi secara alami maupun akibat pemakaian obat-obatan akan
meningkatkan kecenderungan timbulnya infeksi sitomegalovirus yang serius.
 Diperkirakan bahwa berkurangnya surveilans imun yang diperantarai oleh sel,
menyebabkan janin-bayi tersebut berada dalam risiko yang tinggi untuk terjadinya
sekuele pada infeksi ini.
 Infeksi Maternal Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kehamilan meningkatkan
risiko terjadinya infeksi sitomegalovirus maternal. Infeksi kebanyakan asimptomatik,
tetapi 15 % mempunyai mononucleosis like syndrome dengan gejala: demam, paringitis,
limpodenopathy, dan polyartritis.
 Jadi, infeksi primer yang ditularkan kepada janin pada sekitar 40 persen kasus, lebih
sering berkaitan dengan morbiditas parah
 Meskipun infeksi transplasental tidak universal, janin yang terinfeksi lebih besar
kemungkinannya disertai dengan infcksi maternal selama paruh-pertama kehamilan.
 Sebagaimana virus herpes lainnya, imunitas maternal terhadap sitomegalovirus tidak
mencegah timbulnya rekurensi (reaktivasi) dan juga tidak mencegah terjadinya infeksi
kongenital.
 Dalam kenyataannya, mengingat sebagian besar infeksi selama kehamilan bersifat
rekuren, mayoritas neonatus yang terinfeksi secara kongenital dilahirkan dari wanita-
wanita ini.
 Untungnya, infeksi kongenital yang terjadi akibat infeksi rekuren lebih jarang disertai
dengan sekuele yang terlihat secara klinis dari pada infeksi kongenital yang disebabkan
oleh infcksi primer.
 Infeksi Kongenital Infeksi sitomegalovirus kongenital yang disebut penyakit inklusi
sitomegalik, menimbulkan suatu sindrom yang mencakup berat badan lahir rendah,
mikrosefalus, kalsifikasi intrakranial, korioretinitis, retardasi mental serta motorik,
gangguan sensorineural, hepatosplenomegali, ikterus, anemia hemolitik dan purpura
trombositopenik.
 Angka mortalitas di antara bayi yang terinfeksi secara kongenital ini dapat mencapai 20 –
30 %, dan lebih 90 % bayi yang berhasil hidup ternyata mendcrita retardasi mental,
gangguan pendengaran, gangguan perkembangan psikoniotorik, epilepsy atau pun
gangguan sistern saraf pusat lainnya

Diagnosis

 Prenatal diagnosis efek infeksi pada janin dapat deteksi dengan USG dan Magnetic
Resonace Imaging dengan ditemukan mikrosephal, vetriculomegali dan serebral
kalsifikasi..
 Gold standar diagnosis infeksi CMV adalah kutur virus.
 Diagnosis infeksi primer dibuat berdasarkan peningkatan titer IgG sebesar empat kali
lipat pada serum, baik dalam keadaan akut maupun konvalesensi yang diukur sekaligus,
atau dibuat dengan mendeteksi antibodi 1gM terhadap sitomegalovirus di dalam serum
maternal.
 Sayangnya, tidak satupun di antara kedua metode ini yang benar-benar akurat dalam
memastikan infeksi maternal.
 Celakanya tidak ada metode yang handal untuk memeriksa efek dari infeksi janin
tersebut, termasuk pemeriksaan sonografi atau kultur cairan amnion untuk menemukan
sitomegalovirus.
 USG dapat digunakan untuk mendiagnosis infeksi CMV tetapi terbatas dimana janin
sudah mengalami gejala yang berat

PARVOVIRUS

 Adalah virus kecil mengandung DNA yang menginfeksi berbagai spesies binatang.
 Parvovirus sebagai penyebab penyakit pada binatang seperti parvosirus amang dan virus
panleukopenia kucing.
 Tetapi parvovirus Big adalah satu-satunya strain yang patogenik pada manusia.

Agen Etiologi

 Parvovirus Big adalah anggota dari genus parvovirus dalam famili parvoviridae.
 Big dibentuk dari protein kapsid ikosahedral tanpa pembungkus yang berisi DNA helai-
tunggal dengan panjang 5,5 kb.
 Agen ini relatif tahan panas dan pelarut.
 Parvovirus mamalia adalah spesies yang sangat spesifik yang secara antigenik berbeda
dengan parvovirus mamalia yang lain, hanya ada 1 serotif yang diketahui.
 Parvovirus memperbanyak diri dengan Proliferasi
 Karena genomnya terbatas, parvovirus memerlukan adanya faktor sel hospes pada akhir
feses untuk bereplikasi.
 Big hanya dapat diperbanyak dalam sel erimopoetik terangsang eritropoetin berasal dari
sumsum tulang manusia atau biakan hati janin primer.

Epidemiologi dan Penularan

 70% kasus terjadi antara anak umur 5-15 tahun yang terjadi pada musim dingin dgn
musim semi.
 Survei serologis dari berbagai negara menunjukkan 40-60% orang dewasa mempunyai
bukti infeksi sebelumnya.
 Penularan Big melalui rute pernafasan melalui penyebaran ooplet yang besar terinfeksi
secara intrasel, virus terdeteksi pada sekresi pernafasan 7-11 hari sesudah inokulasi pada
saat mereka mengalami viremi.
 Virus terdeteksi pada sekresi pernafasan anak segera sebelum krisis aplastik. Masa
inkubasi untuk eritems infeksiosum berkisar 4-28 hari (rata-rata 16-17 hari).
 Kecepatan penularan dalam rumah tangga berkisar 15-30% pada kontak rentan ; ibu-ibu
lebih sering terinfeksi daripada ayah.
 Pada wabah eritems infeksiosum di sekolah dasar , angka serangan sekunder 10-60%,
wabah nosokomal 30% pada pekerja perawat yang rentan.
 Big dapat ditularkan melalui darah & produk 2x darah seperti pada anak hemosit.

PATOGENESIS dan IMUNITAS

 Sasaran utama infeksi Big adalah deretan sel eritroid, secara spesifik prekursor eritroid
dekat stadium pronormoblas.
 Lma kelamaan sel ini, menyebabkan pengosongan progresif dan penghentian erimoesis
sementara.
 Sel eritroid dihubungkan dengan antigen eritrosit grup darah p supresi eriropoesis virus
ini vitro berbanding terbalik dengan anti bodi Big serum konualesen
 .Imunitas humoral penting dalam mengendalikan infeksi trombositopenia dan neutropenis
seering teramati tetapi patogenesisnya tidak dapat dijelaskan.
 Individu dengan keadaan hemolisis kronik & peningkatan pengantian sel darah merah
adalah sangat rentantrerhadap gangguan pada eritropoesis.
 Anak yang dengan kemoterapi leukimia dan penderita dengan AIDS ada pada resiko
untuk infeksi Big kronik.
 Infeksi pada janin dan neonetus agtak analog dengan infeksi pada hospes terganggu
immun.
 Big dihubungkan dengan hidrops janin nonimun dan lahir mati pada wanita yang
mengalami infeksi primer.
 Seperti parvovirus mamalia, Big dapat melewati plasenta dan masuk ke janin selama
infeksi ibu primer.
 Infeksi selama hamil menyebabkan persalinan normal cukup bulan.
 Beberapa dari bayi yang tidak bergejala ini dilaporkan menderita infeksi pasca lahir Big
kronik.
 Infeksi janin menimbulkan anemis yang berat selanjutnya kegagalan jantung curah-tinggi
berpengaruh langsung virus pada jaringan miokardium.

ERITEMA INFEKSIOSUM

 Manifestasi parvovirus Big yang sering adalah eritema infeksiosum


 ERITEMA INFEKSIOSUM adalah penyakit eksantemartosa anak, sembuh sendiri, jinak.
 Ia adalah ke-5 dalam skema klasifikasi eksentema anak : yang lain adalah rubells,
campak, demam skarlet, & penyakit filator-Dukes.

Tanda khas ERITEMA INFEKSIOSUM :

 fase prodormal ringan & terdiri dari demam ringan, nyeri kepala & gejala – gejala infeksi
saluran pernafasan atas ringan.
 Ruam khas Eritema Infeksiosum (EI) terdiri dari stadium awal yaitu kemerah-merahan
muka eritematosa seperti “pipi tertampar”.
 Ruam menyebar cepat sampai kebadan dan tungkai proksimal pada stadium ke-2.
pembersihan sentral lesi makuler.

Krisis Aplastik Sementara

 Individu dengan keadaana hemolitik kronik dapat mengalami aplasia sel darah merah
sementara sesudah kontak dengan B19. penghentian sementara eritropoenis dan
retikulositopena absolut yang terpicu oleh infeksi B19 menimbulkan penurunan
hemoglobin serum mendadak.
 Sakit dengan demam, malaise, dan letargi, tanda-tanda dan gejala-gejala anemia berat
seperti pucat, takikardia dan takipnea.
 Ruam jarang ada. Anak dengan hemoglobinopati sabit dapat mengalami krisis nyeri vaso-
oklusif yang bersamaan.
 Krisis aplastik yang terangsang B19 terjadi pada penderita dengan semua jenis hemolisik
kronik, termasuk penyakit sel sabit, talassemia, sferositosis heriditer, dan defisiensi
piruvat kinase.

Artropati

 Artritis dan artralgia sebagai komplikasi panyakit kelima, 60% orang dewasa dan 80%
wanita dewasa melaporkan gejala-gejala sendi.
 Gejala-gejala sendi berkisar dari artralgia difus dengan kekakuan pada pagi hari (morning
stiffness) sampai artritis yang jelas.
 Seperti pada tangan, pergelangan tangan, lutut dan pergelangan kaki.
 Gejala-gejala sendi sembuh sendiri dan, pada sebagian besar penderita yang mempunyai
perjalanan yang lama sampai beberapa bulan, memberi kesan artritis reumatoid.

Infeksi pada hospes terganggu imun


 Infeksi kronik ditemukan pada anak ditemukan pada anak dengan kanker yang sedang
mendapat kemoterapi sitotoksik, anak0anak yang dengan sindrom imunodefisiensi
didapat kongenital (AIDS), dan penderita dengan defek pada perpindahan kelas IgG yang
tidak mampu menghasilkan antibodi neutralisasi.

Infeksi janin

 Mekanisme penyakit janin tampak merupakan aplasia sel darah merah akibat virus pada
saat fraksi eritroid janin meluas dengan cepat. Menyebabkan anemia berat, gagal jantung,
dan hidrops, DNA virus telah terdeteksi pada abortus yang terinfeksi.

Penegahan

 Ibu hamil sebaiknya menjaga kontak terhadap binatang yang dapat menimbulkan
penyakit parvovirus
 Ibu hamil sebaiknya menjaga kebersihan dan kesehatan selama hamil agar janin yang
akan dilahirkan lahir normal tidak ada kecacatan yang akan dibawa oleh janin maupun
ibu.

INFEKSI SALURAN NAFAS

 Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks dan


heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap lokasi di
sepanjang saluran nafas
 ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian dan angka
kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia.
 Dalam Pelita IV penyakit tersebut mendapat prioritas tinggi dalam bidang kesehatan
 Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap
bagian saluran pernafasan dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
 Adapun yang termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis, bronkhitis
akut, brokhiolitis, dan pneumonia
 ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang berlangsung dalam jangka waktu sampai 14
hari, dimana yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah organ dan hidung sampai
alveoli beserta organ-organ adneksanya (misalnya sinus paranasalis, ruang telinga tengah,
pleura).
 Saluran pernafasan menurut anatominya dapat dibagi menjadi saluran pernafasan atas,
yaitu mulai dari hidung sampai laring, dan saluran pernafasan bawah, mulai dari laring
sampai alveoli
 Dengan demikian, infeksi saluran pernafasan akut dapat dibagi menjadi ISPA atas dan
ISPA bawah. Yang dimaksud ISPA atas ialah infeksi akut yang secara primer
mempengaruhi susunan saluran pernafasan di atas laring
 Sedangkan ISPA bawah ialah infeksi akut yang secara primer mempengaruhi saluran
pernafasan bawah laring

Morbiditas dan mortalitas


 Insiden ISPA anak di negara berkembang maupun negara yang telah maju tidak berbeda,
tetapi jumlah angka kesakitan di negara berkembang lebih banyak
 Berbagai laporan mennyatakan bahwa ISPA anak merupakan penyakit yang paling sering
pada anak, mencapai kira-kira 50% dari semua penyakit balita dan 30% pada anak usia 5-
12 tahun.
 Umumnya infeksi biasanya mengenai saluran nafas bagian atas, hanya kurang dari 5%
yang mengenai saluran pernafasan bawah
 .Kejadian ISPA pada balita lebih sering terjadi di daerah perkotaan dibandingkan pada
balita di daerah pedesaan.
 Seorang anak yang tinggal di daerah perkotaan akan mengalami ISPA sebanyak 5-8
episode setahun, sedangkan bila tinggal di pedesaan sebesar 3-5 episode
 ISPA merupakan penyakit yang utama dari layanan rawat jalan meliputi 25-40% balita
yang berobat,
 ISPA pula yang merupakan penyebab rawat inap balita di rumah sakit sekitar 30-35%
dari seluruh balita yang dirawat inap.
 Angka kematian yang tinggi karena ISPA khususnya pneumonia masih merupakan
masalah di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia.
 12,9 juta balita meninggal dunia karena ISPA terutama pneumonia.
 ISPA merupakan penyakit yang menyebabkan kematian nomor dua setelah diare, tetapi
terjadinya perubahan proporsi kematian

Penyebab

 Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90% untuk
ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil
 Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit infeksi
saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai
dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral
 Sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri
di mana Streptococcus Pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk kurang lebih
70-90%, sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar 10-20%
 Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernafasan akut ini melibatkan lebih dari
300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut
 Kebanyakan penyebab infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan
mikoplasma, dengan pengecualian epiglotitis akut dan pnemonia dengan distribusi
lobular.
 Adapun virus-virus (agen non bakterial) yang banyak ditemukan pada ISPA bagian
bawah pada bayi dan anak-anak adalah Respiratory syncytial virus (RSV), adenovirus,
parainfluenza, dan virus influenza A & B.

Faktor resiko

 Beberapa faktor mempengaruhi tingginya mortalitas dan morbiditas ISPA serta berat
ringannya penyakit, faktor inilah yang dikenal sebagai faktor risiko.
 Berbagai penelitian mengenai faktor risiko telah dilakukan baik di negara maju maupun
di negara berkembang.
 Nampaknya faktor risiko di negera industri agak berlainan dari faktor risiko di negara
berkembang.
 Beberapa faktor risiko yang telah diketahui antara lain, malnutrisi, kelahiran dengan berat
badan rendah (BBLR), pemberian ASI, kepadatan hunian, sosioekonomi yang rendah,
asap rokok, cuaca, pendidikan orang tua, dan lain-lain.
 Sedangkan beberapa lainnya masih diperdebatkan, seperti peran vitamin A. Secara umum
faktor risiko dapat dikelompokkan menjadi faktor diri (host) dan faktor lingkungan

 Beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi pneumonia dan kematian ISPA
adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup, imunisasi tidak lengkap, defisiensi
vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan hunian, udara dingin, jumlah kuman yang
banyak di tenggorokan, terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain.
Inflamasi yang
disebabkan oleh
mikroorganisme
Apt. Ria afrianti, M.Farm
• Respon pertahanan
terhadap jejas seluler
pada jaringan
berpembuluh darah
inflamasi dan untuk
mengeliminasi
penyebab awal dari
kerusakan sel maupun
nekrosis sel atau
jaringan hasil dari
perusak asli
Tujuan proteksi dari
inflamasi
• yaitu melakukan dilusi, penghancuran atau
menetralkan agen berbahaya seperti kuman,
bakteri, virus, trauma tajam atau tumpul, suhu
sangat dingin atau panas atau terbakar, bahan
kimiawi, imunologik yang kemudian akan
memperbaiki bagian yang luka
Inflamasi terbagi 2
1. Inflamasi akut adalah
2. Inflamasi kronik
onset cepat dan durasinya
dapat lebih berbahaya, durasinya
pendek, berakhir dalam hitungan
panjang (hari sampai tahun), dan
menit atau paling lambat
ditandai dengan perjalanan
beberapa hari, dan ditandai
limfosit dan makrofag dengan
dengan cairan dan protein plasma
keterkaitannya dengan proliferasi
eksudasi serta didominasi oleh
pembuluh darah dan fibrosis
akumulasi leukosit neutrofil
MANIFESTASI KLINIS INLFAMASI

panas (alor), kemerahan (rubor),


dan pembengkakan (tumor).
Tanda kardinal lain yang kadang
muncul antara lain: sakit
(dolor), dan berkurangnya
fungsi (functio laesa), yang
terjadi akibat elaborasi mediator
dan kerusakan yang disebabkan
oleh leukosit
Tugas: silahkan deskripsikan gambar di
atas
Proses invasive oleh
mikroorganisme dan
berpoliferasi di dalam
tubuh yang Atau Invasi tubuh oleh
menyebabkan sakit mikroorganisme dan
berpoliferasi dalam jaringan
tubuh

Definisi INFEKSI
INFEKSI

Masuknya mikroorganisme
Kondisi lingkungan yang tidak
pathogen dalam tubuh manusia
bersih dan malnutrisi
(host)

Timbul perubahan/kerusakan
sel dan jaringan Menimbulkan
keluhan pemderita dan timbul
gejala klinis
MASA INKUBASI

Masa tegang waktu mulai saat pertama kali


miktroorganisme pathogen masuk dalam tubuh mausia
sampai timbul gejala klinik

Bervariasi cukup besar, tergantung jenis


mikroorganismenya

Bervariasi sedikit, tergantung faktor manusianya


BAKTERI FUNGI VIRUS PARASIT

PENYEBAB INFEKSI
CARA PENULARAN INFEKSI
RANTAI INFEKSI
TAHAPAN INFEKSI : Dari Sudut Pandang
Mikroorganisme
TAHAPAN INFEKSI : Dari Sudut Pandang Host
• TUGAS :
1. BAGAIMANA MEKANISME RESISTENSI DAN
VIRULENSI
2. BAGAIMANA SISTEM PERTAHANAN TUBUH
BAIK PERTAHANAN HUMORAL ATAU
PERTAHANAN SELULER TERHADAP INFLMASI
TERSEBUT

TUGAS DIKIRIM KE EMAIL


Apt. Ria afrianti, M.Farm
Infeksi

 berkembang biaknya penyakit pada hospes
disertai timbulnya repson imunologik
dengan gejala klinik atau tanpa gejala klinik
 manusia = host/penjamu
 penyakit  agent
Transmisi kuman adalah proses masuknya
kuman ke dalam penjamu sehingga timbul
radang/penyakit
mekanisme transmisi mikroba patogen
ke pejamu yang rentan (suspectable host)
dapat terjadi melalui dua cara

1. Transmisi langsung (direct transmission)
2. Transmisi tidak langsung (indirect transmission)
a. Vehicle-borne
b. Vector-borne
i. Cara mekanis
ii. Cara biologis
c. Food-borne
d. Water-borne
e. Air-borne
Dalam riwayat perjalanan penyakit, pejamu
yang peka (suspectable host) akan
berinteraksi dengan mikroba patogen, yang

secara alamiah akan melewati 4 tahap
1. Tahap Rentan
2. Tahap Inkubasi
3. Tahap Klinis
4. Tahap Akhir Penyakit
Perjalanan penyakit tersebut dapat
berakhir dengan 5 alternatif

a. Sembuh sempurna
b. Sembuh dengan cacat
c. Pembawa (carrier)
d. Kronis
e. Meninggal dunia
mikroba patogen memiliki sifat–sifat khusus yang sangat
berbeda dengan agen penyebab penyakit lainnya (abiotis).
Sebagai makhluk hidup, mikroba patogen memiliki ciri–
ciri kehidupan, yaitu

1. Mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan
cara berkembang biak
2. Memerlukan tempat tinggal yang cocok bagi
kelangsungan hidupnya (habitat–reservoir)
3. Bergerak dan berpindah tempat (dinamis)
Cara mikroba tersebut menyerang /
menginvasi pejamu / manusia adalah
melalui tahapan sebagai berikut

1. Sebelum berpindah ke pejamu (calon penderita), mikroba
patogen tersebut hidup dan berkembang biak pada reservoir
(orang / penderita, hewan, benda–benda lain).
2. Untuk mencapai pejamu (calon penderita), diperlukan adanya
suatu mekanisme penyebaran.
3. Untuk masuk ke tubuh pejamu (calon penderita), mikroba
patogen memerlukan pintu masuk (port d’entrée) seperti
kulit / mukosa yang terluka, hidung, rongga mulut, dan
sebagainya. Masing-masing mikroba patogen memiliki jeda waktu
yang berbeda dari saat masuknya mikroba pathogen tersebut
melalui port d’entrée sampai timbulnya manifestasi klinis.
4. Pada prinsipnya semua organ tubuh pejamu dapat diserang
oleh mikroba patogen, namun kebanyakan mikroba pathogen
hanya menyerang organ–organ tubuh tertentu dari pejamu
(target organ)secara selektif.

5. Besarnya kemampuan merusak dan menimbulkan
manifestasi klinis dari mikroba patogen terhadap
pejamu dapat dinilai dari beberapa faktor berikut:
a. Infeksivitas
b. Patogenitas
c. Virulensi
d. Toksigenitas
e. Antigenitas

PENYAKIT INFEKSI :
BAKTERI

apt. RIA AFRIANTI, M.Farm


• penyakit yang disebabkan oleh
mikroba patogen
infeksi • Invasi tubuh patogen yang
menyebabkan sakit

Penyakit • gangguan yang disebabkan oleh


infeksi mikroorganisme
• infeksi dapat menimbulkan gejala klinis
ataupun mungkin asimtomatik, yang dikenal
sebagai carrier(pembawa parasit,
bakteri,virus)
Postulat koch (basic patogenicity)
Ada 4 point yang harus dipenuhi merumuskan sebab asal dari
suatu penyakit
organism (parasit) harus
1 ditemukan dalam hewan yang
sakit, tidak pada yang sehat
organisme harus diisolasi dari
2 hewan sakit dan dibiakkan
dalam kultur murni
Organimsne yang dikulturkan
3 harus menimbulkan penyakit
pada hewan yang sehat
organisme tsb harus
4 diisolasi ulang dari hewan
yang dicobakan tsb
Simbiosis mikroba
mekanisme transmisi mikroba patogen ke
pejamu yang rentan melalui dua cara

• adanya sentuhan, gigitan, ciuman,


Transmisi atau adanya droplet nucleisaat
bersin, batuk, berbicara atau saat
Langsung transfusi darah dengan darah yang
terkontaminasi mikroba patogen

Transmisi • Penularan mikroba patogen yang


memerlukan media perantara
Tidak baik berupa barang/bahan, air,
udara, makanan/minuman,
Langsung maupun vektor.

Air Borne, Water Borne, Food Borne, Vektor Borne


pejamu yang peka akan berinteraksi
dengan mikroba patogen yang secara alamiah akan
melewati 4 tahap

Tahap
Tahap Tahap Tahap
Akhir
Rentan Inkubasi Klinis
Penyakit

Sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, carrier, kronis, meninggal dunia


mikroba patogen memiliki ciri–ciri
kehidupan, yaitu

a. Mempertahankan kelangsungan hidupnya


dengan cara berkembang biak.
b. Memerlukan tempat tinggal yang cocok bagi
kelangsungan hidupnya.
c. Bergerak dan berpindah tempat.
Cara menyerang/invasi ke pejamu/ manusia melalui
tahapan sebagai berikut
1. Sebelum pindah ke pejamu (calon penderita), mikroba patogen hidup dan
berkembang biak pada reservoir (orang/penderita, hewan, benda–benda lain).
2. Untuk mencapai pejamu (calon penderita), diperlukan adanya mekanisme
penyebaran.
3. Untuk masuk ke tubuh pejamu, mikroba patogen memerlukan pintu masuk
(port d’entrée) seperti kulit/mukosa yang terluka, hidung, rongga mulut, dan
sebagainya.Adanya tenggang waktu saat masuknya mikroba patogen melalui port
d’entrée sampai timbulnya manifestasi klinis, untuk masing –masing mikroba
patogen berbeda–beda.
4. Pada prinsipnya semua organ tubuh pejamu dapat terserang oleh mikroba
patogen, namun berbeda mikroba patogen secara selektif hanya menyerang
organ–organ tubuh tertentu dari pejamu/target organ.
5. Besarnya kemampuan merusak dan menimbulkan manifestasi klinis dari mikroba
patogen terhadap pejamu dapat dinilai dari beberapa faktor berikut
a. Infeksivitas
Besarnya kemampuan mikroba patogen melakukan invasi, berkembang biak
dan menyesuaikan diri, serta bertempat tinggal pada jaringan tubuh pejamu.
b. Patogenitas
Derajat respons/reaksi pejamu untuk menjadi sakit.
c. Virulensi
Besarnya kemampuan merusak mirkoba patogen terhadap jaringan pejamu.
d. Toksigenitas
Besarnya kemampuan mikroba patogen untuk menghasilkan toksin, di mana
toksin berpengaruh dalam perjalanan penyakit.
e. Antigenitas
Kemampuan mikroba patogen merangsang timbulnya mekanisme pertahanan
tubuh/antibodi pada diri pejamu. Kondisi ini akan mempersulit mikroba
patogen itu sendiri untuk berkembang biak, karena melemahnya respons
pejamu menjadi sakit.
Toksigenitas : eksotoxin dan endotoxin
Tahapan Penyakit Infeksi Proses ketika mikroorganisme
menyebabkan penyakit melibatkan beberapa atau
semua tahapan berikut:
1) Kontak
2) Kolonisasi
3) Penetrasi
4) Menyebar
5) Kerusakan
6) Resolusi
1. Kontak dengan Mikroorganisme
• Mikroorganisme terdapat hampir di semua
tempat.
• Mikroba terdapat di udara, permukaan kulit,
jari tangan, rambut, dalam rong ga mulut,
usus, saluran pernafasan, dan seluruh
permukaan tubuh yangterbuka
2. Kolonisasi
• Kolonisasi merupakan proses ketika mikroorganisme
menempati dan bermultiplikasi pada suatu daerah tertentu
dalam tubuh manusia.
• Kolonisasi berlangsung pada permukaan inang dengan
proses-proses yang meliputi penetrasi kulit utuh, penetrasi
lapisan musin, resistensi terhadap peptida antibakteri,
penempelan, protease sIgA, mekanisme pengambilan besi.
Beberapa spesies mampu memproduksi enzimmukolitik
untuk membantu mereka menembus lapisan lapisan lendir
permukaan tubuh bagian dalam.
• Spesies lain memiliki adhesins spesifik yang memungkinkan
pengikatan dengan situs reseptor pada sel manusia .
3. Penetrasi
• kulit
• Saluran pernafasan
• Saluran pencernaan
• Janin
5. Kerusakan
• Mikroorganisme merusak jaringan dengan
berbagai mekanisme:
- Efek massa (bulk effect);
- Toksin;
- Mengubah fungsi sistem host (organ,
jaringan, atau sel);
- Respon individu terhadap infeksi.
Contoh toksin
Patogenesis Infeksi Bakteri
• Patogenitas bakteri merupakan proses multi-
faktorial yang bergantung pada:
- status kekebalan tubuh host
- karakteristik spesies atau strain bakteri
(faktor virulensi)
- jumlah bakteri dalam paparan.
Faktor Virulensi
• Virulensi adalah ukuran patogenisitas suatu
organisme.
• Derajat virulensi terkait langsung dengan
kemampuan organisme untuk menyebabkan
penyakit.
jenis faktor virulensi:
-1. Faktor adheren: Banyak bakteri patogen mengolonisasi situs mukosa
dengan menggunakan pili (fimbriae ) untuk dapat menempel pada
sel.
-2. Faktor Invasi: Komponen permukaan yang memungkinkan bakteri
menginvasi sel host dapat dikodekan pada plasmid, tetapi lebih sering
pada kromosom.
-3. Kapsul: Banyak bakteri diselimuti oleh kapsul yang melindungi
mereka dari opsonisasi dan fagositosis.
4. Endotoksin: Endotoksin lipopolisakarida pada bakteri Gram negatif
menyebabkan demam, perubahan tekanan darah, peradangan, syok
mematikan, dan banyak lainnya.
-5. Exotoxin: Exotoxin termasuk beberapa jenis racun protein dan enzim
yang dihasilkan dan/atau disekresikan dari bakteri patogen.
Yang termasuk eksotoksin adalah sitotoksin, neurotoksin, dan
enterotoxin
TUGAS
(1) infeksi intestinal; demam tifoid, paratifoid A dan B,
leptospirosis, hepatitis virus, brucellosis, Shigellosis,
Salmonellosis, Gastroenteritis, Kolera dan Vibrio Lainnya,
Tukak lambung, Clostridium Perfringens Gastroenteritis,
E.coli Gastroenteritis,
(2) infeksi saluran pernafasan; pilek/common cold, Pertusis,
faringitis, otitis media, bronkitis, pneumonia, TB paru
(3) Infeksi sistem peredaran darah ; Sepsis Bakteri, Toxic Shock
Syndrome dan Streptococcal Toxic Shock-Like Syndrome,
Sepsis Purpuralis, Endokarditis dan Perikarditis,
(4) infeksi kulit ; gas gangren, erysipelas, selulitis, folikulitis,
fournier gangren, furunkel, karbunkel, impetigo.
(5).infeksi sistem saraf ; abses otak, meningitis
(6). ISK ; Cystitis, Infeksi Ginjal (Pielonefritis dan
Glomerulonefritis), Urethritis

Tugas mandiri
• bakteri penyebab
• Manifestasi klinis
Penyakit infeksi : jamur

apt. Ria Afrianti, M.Farm


bersel
tunggal, juga
bereproduksi ada yang
secara multiseluler
organisme seksual dan
eukariotik aseksual
heterotrof
Jamur dapat menyebabkan infeksi pada tempat yang
superfisial maupun yang dalam

Infeksi superfisial biasanya melibatkan kulit, rambut,


atau kuku

sedangkan infeksi jamur yang dalam biasanya tetap


laten pada inang yang normal; mereka dapat
menyerang jaringan, dan menghancurkan organ-organ
vital
. Banyak jamur yang menyebabkan infeksi yang
dalam di host immunocompromised (jamur
oportunistik seperti Candida, Aspergillus, Mucor,
dan Cryptococcus) yang melakukan kolonisasi pada
epitel manusia normal
Infeksi jamur (mycosis)

Menyebabkan penyakit mulai


dari superfisial, terlokalisir
yakni invasi jaringan
maupun infeksi jaringan yang
oleh satu atau lebih
lebih dalam hingga ke paru-
spesies jamur
paru, darah (septicemia) atau
penyakit sistemik
Infeksi Jamur Superfisial (Kulit, Kuku,
Rambut, Membran Mukosa)

• Seringkali, flora normal tidak menyebabkan


penyakit dan tidak menstimulasi sistem
kekebalan.
• Jika ada gangguan di kulit atau jika sistem
kekebalan tubuh menjadi lemah, maka setiap
mikroba yang ada dapat menyebabkan infeksi
pada kulit.
Infeksi Yeast
• Kandidiasis adalah infeksi Yeast (Jamur kecil bersel satu yang
bereproduksi dengan tunas) yang terutama disebabkan oleh
pertumbuhan berlebih dari Candida albicans dan spesies lain dari
Candida, yang sebenarnya merupakan bagian dari flora normal.
• Di mulut, kandidiasis menyebabkan kemerahan dan bercak putih
yang disebut sebagai “sariawan.”
• Pada bayi, infeksi candida dapat menyebabkan ruam popok. Pada
wanita, candidiasis dapat menyebabkan gata lkelamin dan
keputihan.
• Kandidiasis dapat menyebabkan berbagai infeksi lain, termasuk
infeksi kuku, dan dapat menjadi sistemik, terutama pada mereka
yang memiliki sistem kekebalan yang lemah.
Infeksi Dermatofit
• Kaki atlet (Athlete’s foot), jock itch, dan infeksi
jamur pada kuku adalah jenis infeksi jamur
yang dapat ditularkan dari orang ke orang.
• Infeksi jamur ini dapat menyebabkan
kemerahan, pengelupasan, lepuh, kulit
bersisik, gatal, deformasi dan kerapuhan pada
kuku yang terkena;
• Mereka disebabkan oleh dermatofit,
sekelompok jamur yang mencakup spesies
Trichophyton, Microsporum, dan
Epidermophyton.
• Dermatofita memakan keratin dan jarang
menembus di bawah kulit.
• Infeksi yang disebabkan oleh jamur ini juga
biasa disebut sebagai “ringworm” dan “tinea”.
Infeksi Jamur Lainnya
• Tinea versicolor dikaitkan dengan bercak atau
lesi warna-warni pada kulit dan tidak
disebabkan oleh dermatofit, tetapi oleh
Malassezia furfur, yeast.
• Sporotrichosis adalah suatu kondisi yang
disebabkan oleh jamur Sporothrix
• schenckii, yang bukan dermatofit. Ini adalah
infeksi kulit dan jaringan subkutan yang
terluka oleh tanaman berduri, duri pinus, dan
sphagnum moss di mana jamur ini biasanya
berada.
• Beberapa jamur yang terkait dengan infeksi
sistemik, seperti Coccidioides immitis dan
Blastomyces dermatitidis, juga dapat
menyebabkan ruam kulit atau lesi.
Infeksi Jamur pada Jaringan dalam,
Darah, Paru, dan Sistemik
• Infeksi paru-paru biasanya dimulai dengan
inhalasi spora jamur.
• Melalui infeksi paru-paru, jamur kemudian
menyebar dari lokasi infeksi awal dan menyebar
ke aliran darah (septicemia) dan/atau menyebar
ke seluruh tubuh ke organ lain, jaringan, tulang,
dan kadang-kadang ke meninges yang menutupi
sumsum tulang belakang dan ke otak,
menyebabkan meningitis.
• Infeksi paru oleh jamur lebih mungkin menjadi
berat pada orang yang telah memiliki penyakit
paru-paru dan/atau sistem kekebalan yang
lemah, seperti mereka dengan HIV/AIDS atau
kanker, pasien transplantasi organ atau sel induk,
pasien rawat inap, dan mereka yang memperoleh
pengobatan yang melemahkan sistem kekebalan
tubuh.
• Infeksi jamur akut dan kronis dapat
menyebabkan kerusakan paru-paru, organ, dan
tulang permanen dan dapat berakibat fatal
Aspergillosis
• penyakit yang disebabkan oleh Aspergillus,
• dapat ditemukan di tanah, air dan tumbuhan yang mengalami
pembusukan. Spesies Aspergillus yang sering menyebabkan infeksi
pada
• manusia yaitu Aspergillus fumigatus. Kebanyakan orang bernapas
• dengan spora Aspergillus yang ikut terhirup setiap hari tanpa sakit.
• Namun, orang dengan sistem kekebalan yang lemah atau penyakit
• paru-paru berada pada risiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi
• Aspergillus. Ada berbagai jenis aspergillosis. Beberapa tipe ringan,
tetapi
• beberapa di antaranya sangat serius. Manifestasi klinis aspergillosis
• dapat berupa respon allergik, kolonisasi aspergillus spesies, invasif
• aspergillosis dan disseminated aspergillosi
Aspergillosis secara umum meliputi kelompok penyakit yang
gambaran klinisnya melibatkan paru-paru

1. Non-Invasif 2. Invasif-
Aspergillosis aspergillosis

a. Allergik demam dan gejala dari paru-paru(batuk,


Bronchopulmonary nyeri dada, atau ketidaknyamanan, atau
Aspergillosis sesak napas), yang tidak berefek terhadap
antibiotik standard .
b. Pulmonary
Pengobatan dapat dilakukan dengan obat
Aspergilloma
antijamur seperti vorikonazol, caspofungin,
micafungin, itraconazole atau amphotericin
B, posaconazole atau itraconazole
Blastomycosis
penyakit langka yang disebabkan oleh jamur dimorfik lain, yakni
Blastomyces dermatitidis.
Seperti Histoplasma dan Coccidioides, Blastomycesmenggunakan
tanah sebagai reservoir

gejala seperti flu ringan dan akan sembuh sendiri. Penyakit ini dapat
ditularkan pada orang dengan gangguan kekebalan tubuh, yang
manifestasi klinisnya mengarah ke penyakit kulit kronis dengan lesi
subkutan pada wajah dan tangan.

blastomikosis merespon dengan baik terhadap amfoterisin B atau


ketoconazole.
Coccidioidomycosis

Infeksi oleh jamur dimorfik Coccidioides immitismenyebabkan


coccidioidomycosis

coccidioidomycosis diperoleh dengan menghirup spora jamur, dalam hal ini,


artrospora dibentuk oleh fragmentasi hifa. Sekali berada di dalam tubuh,
jamur berdiferensiasi menjadi spherula yang dipenuhi endospora.
Kebanyakan infeksi C. immitistidak menunjukkan gejala dan sembuh sendiri

Gejala khas penyakit ini meliputi batuk, sakit dada, sesak napas dan demam.
Gejala yang lebih khas pneumonia karena coccidioidomycosis antara lain nyeri
sendi, kelelahan, dan ruam. Penyakit bisa berlangsung selama berminggu-
minggu
Cryptococcosis

Spesies utama penyebab kriptokokosis pada manusia ialah


Cryptococcus neoformansdan Cryptococcus gattii,

Kriptokokosis umumnya terjadi pada pasien


dengan gangguan sistem
imun

gejala kriptokokosis kelainan otak seringkali mendorong


penderita untuk berobat, yaitu sakit kepala yang makin lama
makin hebat danmakin sering timbul, kadang-kadang disertai
vertigo, diplopia, strabismus, penurunan pendengaran, kejang
dan muntah
Histoplasmosis
• Agen penyebab, Histoplasma capsulatum, adalah
jamur dimorfik
• Histoplasmosis diperoleh dengan menghirup
spora mikrokonidial di udara; penyakit ini tidak
menular dari manusia ke manusia.
• Tanda dan gejala histoplasmosis paru antara lain
demam, sakit kepala, dan kelemahan dengan
ketidaknyamanan di dada
• obat antijamur amfoterisin B dan ketoconazole
adalah efektif; itraconazole mungkin efektif pada
pasien immunocompromised
Kandidiasis
• Ada lebih dari 20 spesies ragi Candida yang dapat
menyebabkan infeksi pada manusia, yang paling umum
adalah Candida albicans
• Kandidiasis yang berkembang di mulut atau
tenggorokan disebut “sariawan” atau candidiasis
orofaringeal.
• Candidiasis di vagina sering disebut sebagai “infeksi
ragi.” Kandidiasis vaginal memiliki gejala vagina gatal
atau nyeri, saat berhubungan seksual, nyeri atau
ketidaknyamanan saat buang air kecil, dan keputihan
yang tidak normal
• Kandidiasis invasif terjadi ketika spesies Candida
memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh
tubuh.
Pneumocystis Pneumonia (PCP)
• infeksi paru-paru serius yang disebabkan oleh
Pneumocystis jiroveci(sebelumnya dikenal sebagai
Pneumocystis carinii).
• PCP paling sering memengaruhi mereka dengan sistem
kekebalan yang terganggu, termasuk mereka dengan
HIV/AIDS, penerima transplantasi organ, dan mereka
yang menjalani perawatan untuk kanker.
• PCP memiliki setidaknya dua dari gejala berikut:
demam, batuk, dyspnea, laktat dehidrogenase (LDH)
tingkat lebih dari 460 U per L atau tekanan parsial
oksigen arteri (PaO2) kurang dari 75 mm Hg.
• Gejala biasanya berlangsung perlahan-lahan, selama
minggu ke bulan
PERTEMUAN 12. MEKANISME SISTEM IMUN TERHADAP VIRUS

Definisi Virus

Virus ( bahasa latin yang artinya toxin atau racun) adalah suatu partikel
sub-mikroskopik (ukurannya berkisar antara 15-600 nm) yang dapat
menginfeksi sel dari suatu organisme biologis. Mengandung inti dari DNA / RNA.

Beberapa kelompok virus :

I: Double-stranded DNA (e.g. Adenoviruses, Herpesviruses, Poxviruses)

II: Single-stranded (+)sense DNA (e.g. Parvoviruses)

III: Double-stranded RNA (e.g. Reoviruses)

IV: Single-stranded (+)sense RNA (e.g. Picornaviruses, Togaviruses)

V: Single-stranded (-)sense RNA (e.g. Orthomyxoviruses, Rhabdoviruses)

VI: Single-stranded (+)sense RNA with DNA intermediate in life-cycle


(e.g.Retroviruses)

VII: Double-stranded DNA with RNA intermediate (e.g. Hepadnaviruses)

Virus dapat berepliksi sendiri jika menginfeksi host cell(bereplikasi di DALAM


tubuh inang menggunakan sistem enzimatik inang, oleh karena ini dia tidak
dapat bereproduksi sendiri.
Virus memiliki material genetic,yang berupa protective protein coat yang
disebut kapsid. Virus Dapat menginfeksi berbagai varietas organisme, baik
eukariot (hewan, tumbuhan, protista, dan fungi) maupun prokariot (bacteria
dan archae).Virus yang menginfeksi bakteri dikenal bakteriophage (phage).
Virus dapat menyebabkan penyakit yang seris bagi manusia seperti AIDS,
HIV, rsbies dll. Terapi untuk menangani virus (yang memiliki viral deasis) viral
diseases seperti antibiotic tidak memberikan efek terapi terhadap virus dan
penggantinya adalah antiviral.

Struktur

virus yang komplit memiliki virion, dimana asam nukleatnya dikelilingi


olek protective coat yang disebut kapsid (protein). Capsid terdiri dari protein
yang di kode oleh viral genome.

Siklus Hidup Virus


Terdiri dari 5 tahap yaitu :

1. Attachment

Attachment adalah ikatan khas diantara viral capsid proteins and specific
receptors pada permukaan sel inang. Virus akan menyerang sel inang yang
spesifik, contohnya human immunodeficiency virus (HIV) hanya menginfeksi
manusia pada sel T. karena membran protein virus(gp120) dapat berinteraksi
dengan CD4 and reseptor pada permukaan sel T.

2. Penetration

Viruse masuk ke sel inang menembus reseptor secara endocytosis atau


melalui mekanisme lain.

3. Uncoating

Uncoating adalah proses terdegradasinya viral kapsid oleh enzim viral


atau host enzymes yang dihasilkan oleh viral genomic nucleic acid.
4. Replication

Replikasi virus :

Dapat dilakukan dengan litik atau lisogenik.


Sel T

HIV Virus
5.Release

Virus dilepaskan dari sel inang melalui lisis. Enveloped viruses (e.g., HIV)
dilepaskan dari sel inangnya melalui “budding”. Disamping itu,virus
mendapatkan phospholipid envelope yang berisi kumpulan viral glycoproteins.

Mekanisme Sistem Imun Khusus Untuk Virus

Host Immune Response

Bagian yang paling pertama menghadapi virus adalah sistem imun alami.
Bagian ini terdiri dari berbagai sel dan mekanisme lain untuk melindungi sel
inang dari infeksi secara non spesifik. Ini berarti sistem imun alami mengenal
dan merespon patogen secara pintas, lain halnya dengan sistem imun dapatan,
respon tersebut tidak bertahan lama dalam melindungi sistem imun sel inang.

Ketika sistem imun dapatan dari suatu vertebrata dimasuki virus, sel
inang akan memproduksi antibodi spesifik yang akan mengikat virus dan akan
mempertahankan keadaan normalnya. Sistem ini disebut imunitas humoral. Dua
tipe antibodi yang penting adalah IgM(sangat efektif untuk menetralisir virus
tetapi hanya diproduksi oleh sel sistem imun dalam beberapa minggu. Anti bodi
yang lainnya adalah IgG yang diproduksi dalam waktu tak terbatas. Kehadiran
IgM dalam darah pada sel inang digunakan untuk tes infeksi akut dimana IgG
mengindikasikan infeksi yang pernah terjadi(memori). Dua tipe antibodi ini
diukur ketika melakukan tes imun.

Pertahanan kedua dari vertebrata dalam melawan virus disebut cell-


mediated immunity meliputi sel imun yang dikenal dengan sel T. Sel tubuh selalu
menyajikan fragmen-fragmen kecil proteinnya ke permukaan sel. Dan jika sel T
mengenali terdapatnya fragmen viral yang asing, maka sel inang akan merusak
dengan sel T killer dan virus specific T-cells proliferate. Makrofage merupakan
antigen presentation utama.

Perlakuan diatas tidak berlaku untuk semua infeksi virus, contohnya HIV
menghindari sistem imun dengan selalu mengubah asam amino dari protein
pada permukaan virion. Virus persisten juga selalu menghindari kontrol imun
dengan pengasingan, blokade antigen presentation, resistensi sitokin,
menghindari aktivitas NK sel, menghindari sel dari apoptosis dan antigen shift.

Produksi interferon juga merupakan mekanisme yang penting dalam


pertahanan sel inang.

CARA VIRUS MENGHINDARI SISTEM IMUN

Viruses and disease

Virus memiliki banyak mekanisme yang berbeda yang dapat


mengakibatkan penyakit pada organisme yang sangat tergantung pada sel lisis ,
Pecahnya sel yang akan menyebabkan kematian sel. Pada organisme
multiselular, jika banyak organisme yang mati seluruh organisme akan
merasakan efeknya. Walaupun banyak virus merusak homeostasis(
menyebabkan penyakit) mereka juga menguntung bagi organisme. Sebagai
contoh kemampuan herpes simplex virus, yang menyebabkan coldsores yang
membekas pada keadaan dorman dalam tubuh keadaan tersebuk disebut
keadaan laten. Hal tersebut juga berlaku untuk Epstein-Barr virus yang
menyenankan demam glandular, Varicella zoster virus, yang menyebabkan
chicken pox.
SALAH SATU CONTOH PENYAKIT INFEKSI YANG DISEBABKAN OLEH VIRUS PADA
SISTEM SARAF PUSAT

INFEKSI VIRUS PADA S.S.P

Virus adalah parasit intraseluler yang hanya membawa satu jenis asam
nukleik. Diklasifikasikan menurut jenis asam nukleiknya dan disubdivisi
berdasar ukuran dan bentuk selubung proteinnya. Ada 10 kelompok virus
RNA dan 5 kelompok virus DNA. Semua virus RNA mengalami replikasi
didalam sitoplasma sel, sedangkan virus DNA kecuali poxvirus dinukleus sel.
Tidak setiap kontak sel-virus berakhir dengan infeksi. Sel bersangkutan
memiliki sisi reseptor yang memadai pada membrana sitoplasmiknya yang
sebanding dengan molekul pelekat polipeptida pada permukaan viral.
Keterancaman spesies atau jenis sel tertentu terhadap virus tergantung sisi
reseptor ini.
Virus biasanya memasuki badan melalui membrane mukosa saluran
respiratori, gastrointestinal dan urinari. Epidermis adalah sawar yang efektif
terhadap masuknya virus, dan rusaknya kulit seperti akibat gigitan nyamuk
atau suntikan hipodermik, diperlukan untuk penyebaran melalui sawar ini.
Sementara beberapa virus dihambat oleh permukaan, lainnya mampu
menyebar luas melalui sistema limfatik dan sirkulatori. Virus masuk SSP
melalui saraf perifer dan via aliran darah. Jalur saraf perifer sangat penting
dalam migrasi dan disseminasi virus rabies, herpes simplex dan varicella oster.
Namun infeksi kebanyakan virus pada SSP terjadi akibat viremia. Pada viremia
yang hebat, virus mencapai parenkhima otak walau sawar darah otak dibentuk
oleh sel endotel. Virus bisa masuk melalui sel endotel dan mungkin menyerang
dan menginfeksinya. Bila partikel telah masuk SSP, mereka harus mendapatkan
sel yang bisa dipengaruhi hingga bisa terjadi infeksi. Tidak semua jenis sel SSP
terancam oleh virus bersangkutan dan progresi penyakit akan terhenti
kecuali bila virus menemukan reseptor sel sesuai.
Terbentuknya kelainan neurologis klinis tergantung pengaruh virus
pada sel yang dimasukinya. Herpes simplex menyebabkan perubahan
metabolisme protein seluler yang menyebabkan sel segera mati. Virus lainnya
mungkin berakibat sedikit perubahan pada metabolisme seluler esensial,
akan tetapi menyebabkan perubahan metabolisme fungsional, seperti
produksi enzim dan transmiter neural, menyebabkan kelainan utama fungsi
faal saraf khas. Tapi virus lainnya mungkin bertahan untuk masa yang lama di
SSP sebelum menyebabkan bukti adanya kelainan. Masa laten yang panjang ini
paling umum tampak pada virus DNA dan berkaitan dengan infeksi kronik
seperti panensefalitis sklerosing subakuta akibat virus campak dan
leukoensefalopati multifokal progresif yang disebabkan papovavirus.
Variasi luas gejala pada kelainan viral adalah akibat perbedaan
keterancaman populasi sel SSP terhadap berbagai virus. Keberagaman yang luas
dari spesialisasi dan kompleksitas membrana sel SSP mungkin menjelaskan
keterancaman yang khas kelompok sel saraf dan glia tertentu terhadap virus
tertentu. Misalnya virus rabies mengenai saraf sistema limbik namun tidak
terhadap saraf neokortikal, sedang papovavirus secara selektif menyerang
oligodendrosit, dan virus herpes memiliki predileksi pada lobus temporal
namun dapat dengan baik menyerang berbagai jenis sel. Kebanyakan infeksi
virus pada SSP disebabkan oleh virus yang umum dijumpai pada populasi
umumnya dan biasanya berkaitan dengan perjalanan yang jinak dan self
limited. Antibodi atas virus yang umum menyebabkan infeksi SSP terbentuk
secara luas. Kenyataan ini menunjukkan bahwa infeksi SSP tidaklah secara
sederhana diakibatkan agen virus, namun lebih oleh karena rusaknya
mekanisme pertahanan tubuh normal. Kemajuan besar dari pengobatan telah
mengembangkan strain viral yang telah dibunuh dan dilumpuhkan untuk
immunisasi terhadap polio, mumps dan campak.
Meningitis viral, infeksi viral paling umum pada SSP, tampil sebagai
meningitis aseptik. Meningitis enteroviral dapat mulai mendadak tanpa
prodroma, perjalanannya terkadang menyerupai PSA ringan, dan mungkin
menyebabkannya segera dirujuk kebedah saraf. Seperti meningitis, ensefalitis
viral biasanya ringan dan self limited; namun mungkin tampil dengan
penurunan derajat kesadaran, kejang, kelemahan atau paralisis fokal, dan
jarang-jarang menyebabkan tanda serebeler seperti ataksia atau nistagmus.
Konsekuensi serius dan bahkan kematian dapat terjadi karena ensefalitis
herpes simplex, ensefalitides ekuina, dan polio.
Kelainan viral dan kelainan berkaitan dengan viral yang bisa dijumpai
pada praktek bedah saraf adalah ensefalitis herpes simplex, kelainan Jakob-
Creutzfeldt, sindroma Reye, dan infeksi HIV.

TUGAS : SILAHKAN BUAT TUGAS TENTANG PATOGENESIS VIRUS PADA


SALURAN PENCERNAAN DAN SALURAN PERNAFASAN.

TUGAS DIKIRIM KE EMAIL YANG SUDAH DIKIRIM SEBELUMNYA. DALAM


BENTUK MICROSOFT WORD.

Anda mungkin juga menyukai