Anda di halaman 1dari 6

Tafsir Surat Adh-Dhuha, ayat 1-11

- October 27, 2015

‫) َألَ ْم‬5( ‫ضى‬ َ ْ‫ك فَتَر‬ َ ‫) َولَسَوْ فَ يُ ْع ِطي‬4( ‫) َولَآْل ِخ َرةُ خَ ْي ٌر لَكَ ِمنَ اُأْلولَى‬3( ‫ك َو َما قَلَى‬
َ ُّ‫ك َرب‬ َ ُّ‫) َما َو َّدعَكَ َرب‬2( ‫) َواللَّي ِْل ِإ َذا َس َجى‬1( ‫َوالضُّ َحى‬
‫) َوَأ َّما بِنِ ْع َم ِة‬10( ْ‫) َوَأ َّما السَّاِئ َل فَاَل تَ ْنهَر‬9( ْ‫) فََأ َّما ْاليَتِي َم فَاَل تَ ْقهَر‬8( ‫) َو َو َجدَكَ عَاِئاًل فََأ ْغنَى‬7( ‫ضااًّل فَهَدَى‬ َ ‫ك‬َ ‫) َو َو َج َد‬6( ‫يَ ِج ْدكَ َيتِي ًما فَآ َوى‬
11( ‫ِّث‬ ْ ‫َربِّكَ فَ َحد‬

Demi waktu matahari yang sepenggalah naik, dan demi malam apabila telah sunyi, Tuhanmu tiada
meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu, dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu
daripada permulaan. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu
menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu dia melindungimu. Dan Dia
mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan ia mendapatimu
sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Adapun terhadap anak yatim, maka
janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, maka janganlah
kamu men-hardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya
(dengan bersyukur).

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada
kami Sufyan, dari Al-Aswad ibnu Qais yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Jundub
menceritakan bahwa Nabi Saw. mengalami sakit selama satu atau dua malam hingga beliau tidak
melakukan qiyamul lail. Maka datanglah kepadanya seorang wanita dan berkata, "Hai Muhammad,
menurut hematku setanmu itu tiada lain telah meninggalkanmu," maksudnya malaikat yang membawa
wahyu kepadanya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Demi waktu matahari sepenggalah naik,
dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci
kepadamu. (Adh-Dhuha: 1-3)

Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Turmuzi, Imam Nasai, Imam Ibnu Abu Hatim, dan Imam Ibnu Jarir
telah meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur dari Al-Aswad ibnu Qais, dari Jundub ibnu Abdullah
Al-Bajali yang juga dikenal pula dengan Al-Alaqi dengan sanad yang sama. Menurut riwayat Sufyan ibnu
Uyaynah, dari Al-Aswad ibnu Qais, disebutkan bahwa ia pernah mendengar Jundub mengatakan bahwa
Malaikat Jibril datang terlambat kepada Rasulullah Saw., maka orang-orang musyik mengatakan,
"Muhammad ditinggalkan oleh Tuhannya." Maka Allah menurunkan firman-Nya: Demi waktu matahari
sepenggalah naik, dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada
(pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 1-3)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj dan Amr ibnu Abdullah
Al-Audi, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah
menceritakan kepadaku Sufyan, telah menceritakan kepadaku Al-Aswad ibnu Qais; ia pernah
mendengar Jundub mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah dilempar dengan batu hingga mengenai
jari tangannya sampai berdarah, maka beliau mengucapkan kalimat berikut: Tiadalah engkau selain dari
jari tangan yang berdarah, di jalan Allah padahal engkau mengalaminya.
Lalu Rasulullah Saw. tinggal selama dua atau tiga malam tanpa mengerjakan qiyamul lail (salat sunat
malam hari). Maka ada seorang wanita (musyrik) yang berkata kepadanya, "Menurutku tiada lain
setanmu telah meninggalkanmu." Maka turunlah firman Allah Swt.: Demi waktu matahari sepenggalah
naik, dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci
kepadamu. (Adh-Dhuha: 1-3)

Menurut konteks hadis yang ada pada Abu Sa'id, suatu pendapat mengatakan bahwa wanita tersebut
adalah Jamil, istri Abu Lahab. Disebutkan pula bahwa jari tangan beliau Saw. terluka. Dan mengenai
sabdaNabi Saw. di atas bertepatan dengan wazan syair telah disebutkan di dalam kitab Sahihain. Akan
tetapi, hal yang aneh dalam hadis ini ialah luka di ibu jari itu menjadi penyebab beliau Saw.
meninggalkan qiyamul lailnya dan juga menjadi turunnya surat ini.

Adapun menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Abusy Syawarib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritaka'n kepada
kami Sulaiman Asy-Syaibani, dari Abdullah ibnu Syaddad, bahwa Siti Khadijah berkata kepada Nabi Saw.,
"Menurut hemat saya, Tuhanmu telah meninggalkan kamu." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Demi waktu matahari sepenggalah naik, dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tiada
meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 1-3)

Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan
kepada kami Waki', dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Malaikat Jibril
datang terlambat kepada Nabi Saw. Maka nabi Saw. merasa sangat gelisah karenanya, lalu Siti Khadijah
mengatakan, "Sesungguhnya aku melihat Tuhanmu telah meninggalkan kamu, karena aku melihat
kegelisahanmu yang berat." Urwah melanjutkan kisahnya, bahwa maka turunlah firman Allah Swt.: Demi
waktu matahari sepenggalah naik dan demi malam apabila telah sunyi. Tuhanmu tiada meninggalkan
kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 1-3) hingga akhir surat

Maka sesungguhnya hadis ini berpredikat mursal dari kedua jalur tersebut. Barangkali penyebutan
Khadijah bukanlah berdasarkan hafalan, atau memang dia terlibat dan mengatakannya dengan nada
menyesal dan bersedih hati; hanya Allah sajalah Yang Maha Mengetahui.

Sebagian ulama Salaf —antara lain Ibnu Ishaq— menyebutkan, bahwa surat inilah yang disampaikan
oleh Jibril a.s. kepada Nabi Saw. ketika Jibril a.s. menampakkan rupa aslinya kepada Nabi Saw. dan
datang mendekatinya, lalu turun menuju kepada beliau Saw. yang saat itu beliau sedang berada di
Lembah Abtah, seperti yang disebutkan firman-Nya: Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya
(Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (An-Najm: 10)

Ibnu Ishaq mengatakan bahwa saat itulah Jibril menyampaikan kepada Rasulullah Saw. surat ini yang
diawali oleh firman-Nya: Demi waktu matahari sepenggalah naik, dan demi malam apabila telah sunyi.
(Adh-Dhuha: 1 -2)

Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa setelah diturunkan kepada Nabi Saw. permulaan
wahyu Al-Qur'an, maka Jibril datang terlambat beberapa hari dari Nabi Saw. sehingga roman muka
beliau Saw. berubah sedih karenanya. Dan orang-orang musyrik mengatakan, "Dia telah ditinggalkan
oleh Tuhannya dan dibenci." Maka Allah Swt. menurunkan firman Allah Swt.: Tuhanmu tiada
meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 3) Ini merupakan sumpah dari Allah
Swt. dengan menyebut waktu duha dan cahaya yang Dia ciptakan padanya.

{‫}واللَّ ْي ِل ِإ َذا َس َجى‬


َ

dan demi malam apabila telah sunyi. (Adh-Dhuha: 2)

Yakni bila telah tenang dan gelap gulita. Demikianlah menurut Mujahid, Qatadah, Ad-Dahhak, Ibnu Zaid,
dan lain-lainnya. Hal ini menunjukkan akan kekuasaan Tuhan Yang Maha Pencipta, dan merupakan bukti
yang jelas lagi gamblang. Makna ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-
Nya:

{‫ار ِإ َذا تَ َجلَّى‬


ِ َ‫}واللَّ ْي ِل ِإ َذا يَ ْغشَى َوالنَّه‬
َ

Demi malam apabila menutupi (cahaya siang), dan siang apabila terang benderang. (Al-Lail: 1-2)

Juga sama dengan firman Allah Swt.:

‫يز ْال َعلِ ِيم‬


ِ ‫س َو ْالقَ َم َر ُحسْبانا ً ذلِكَ تَ ْق ِدي ُر ْال َع ِز‬
َ ‫باح َو َج َع َل اللَّ ْي َل َسكَنا ً َوال َّش ْم‬ ُ ِ‫فال‬
ِ ْ‫ق اِإْل ص‬
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan
bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Al-An'am:
96)

Adapun firman Allah Swt.:

َ ‫} َما َو َّد َع‬


{ َ‫ك َربُّك‬

Tuhanmu tiada meninggalkan kamu. (Adh-Dhuha: 3)

Artinya, Dia tidak meninggalkanmu.

{‫} َو َما قَلَى‬

dan tiada (pula) benci kepadamu. (Adh-Dhuha: 3)

Yakni Dia tidak murka kepadamu.

{‫}ولَآل ِخ َرةُ َخ ْي ٌر لَكَ ِمنَ األولَى‬


َ

dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu daripada permulaan. (Adh-Dhuha: 4)

Sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagimu daripada negeri ini (dunia). Karena itu, Rasulullah
Saw. adalah orang yang paling zuhud terhadap perkara dunia dan paling menjauhinya serta paling tidak
menyukainya, sebagaimana yang telah dimaklumi dari perjalanan hidup beliau Saw. ketika Nabi Saw.
disuruh memilih di usia senjanya antara hidup kekal di dunia sampai akhir usia dunia —kemudian ke
surga— dan antara kembali ke sisi Allah Swt. Maka beliau Saw. memilih apa yang ada di sisi Allah
daripada dunia yang rendah ini.

Abu Bakar ibnu Abu Syaibah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah ibnu Hisyam, dari
Ali ibnu Saleh, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya kami adalah suatu ahli bait, Allah telah
memilihkan akhirat di atas dunia bagi kami. Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya
kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.

Kemudian Allah Swt. menyebutkan dalam firman berikutnya bilangan nikmat-nikmat yang telah Dia
karuniakan kepada hamba dan Rasul-Nya Nabi Muhammad Saw.:

َ ‫}َألَ ْم يَ ِج ْد‬
َ َ‫ك يَتِي ًما ف‬
{‫آوى‬

Bukanlah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu. (Adh-Dhuha: 6)

Demikian itu karena ayah beliau wafat sejak beliau masih berada dalam kandungan ibunya. Menurut
pendapat yang lain, ayah beliau wafat ketika beliau baru dilahirkan. Kemudian ibunya (yaitu Aminah
binti Wahb) wafat pula saat beliau berusia enam tahun. Sesudah itu beliau berada dalam pemeliharaan
kakeknya (yaitu Abdul Muttalib) hingga kakeknya wafat saat beliau masih berusia delapan tahun.

Kemudian beliau dipelihara oleh pamannya yang bernama Abu Talib, yang bersikap terus-menerus
melindunginya, menolongnya, meninggikan kedudukannya, dan mengagungkannya serta
membentenginya dari gangguan kaumnya sesudah Allah mengangkatnya menjadi seorang rasul dalam
usia empat puluh tahun.kamu berlaku sewenang-wenang. (Adh-Dhuha: 9)

Yakni sebagaimana engkau dahulu seorang yang yatim, lalu Allah melindungimu, maka janganlah kamu
berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim. Yakni janganlah kamu menghina, membentak, dan
merendahkannya; tetapi perlakukanlah dia dengan baik, dan kasihanilah dia. Qatadah mengatakan
sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa jadilah engkau terhadap anak yatim sebagai seorang ayah
yang penyayang.

{ ْ‫} َوَأ َّما السَّاِئ َل فَال تَ ْنهَر‬

Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. (Adh-Dhuha: 10)

Yaitu sebagaimana engkau dahulu dalam keadaan kebingungan, lalu Allah memberimu petunjuk, maka
janganlah kamu menghardik orang yang meminta ilmu yang benar kepadamu dengan permintaan yang
sesungguhnya.

Ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan terhadap orang yang minta-minta,
maka janganlah kamu menghardiknya. (Adh-Dhuha: 10) Maksudnya, janganlah kamu bersikap
sewenang-wenang, jangan sombong, jangan berkata kotor, dan jangan pula bersikap kasar terhadap
orang-orang yang lemah dari hamba-hamba Allah.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud ialah bila
menolak orang miskin lakukanlah dengan sikap kasih sayang dan lemah lembut.

[ْ ‫}وَأ َّما بِنِ ْع َم ِة َربِّكَ فَ َحد‬


{ ‫ِّث‬ َ

Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). (Adh-
Dhuha: 11)

Yakni sebagaimana engkau dahulu orang yang kekurangan lagi banyak tanggungannya,'lalu Allah
menjadikanmu berkecukupan, maka syukurilah nikmat Allah yang diberikan kepadamu itu. Sebagaimana
yang disebutkan dalam doa yang di-ma’sur dari Nabi Saw. seperti berikut:

«‫ك قابليها وأتمها علينا‬ َ ِ‫»واجْ َع ْلنَا شَا ِك ِرينَ لِنِ ْع َمت‬
َ ‫ك ُمثِنِينَ بِهَا َعلَ ْي‬ َ

Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami
Bisyr, telah menceritakan kepada kami Imarah ibnu Gaziyyah, telah menceritakan kepadaku seorang
lelaki dari kalangan kaumku, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Barang siapa yang diberi suatu pemberian, lalu ia mempunyai sesuatu untuk membalasnya,
maka balaslah pemberian itu. Dan jika ia tidak mempunyai sesuatu untuk membalasnya, maka
hendaklah ia memuji pemberinya. Maka barang siapa yang memuji pemberinya, berarti telah
mensyukurinya; dan barang siapa yang menyembunyikannya (tidak menyebutnya), berarti dia telah
mengingkarinya.

Abu Daud mengatakan bahwa dan Yahya ibnu Ayyub meriwayatkannya dari Imarah ibnu Gaziyyah, dari
Syurahbil, dari Jabir; mereka tidak mau menyebut nama Syurahbil karena mereka tidak suka kepadanya.
Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal).

Mujahid mengatakan bahwa nikmat yang dimaksud dalam ayat ini adalah kenabian yang telah diberikan
oleh Allah Swt. kepada Nabi-Nya. Yakni syukurilah kenabian yang telah diberikan Tuhanmu kepadamu.
Menurut riwayat yang lain, nikmat yang dimaksud adalah Al-Qur'an.

Lais telah meriwayatkan dari seorang lelaki, dari Al-Hasan ibnu Ali sehubungan dengan makna firman-
Nya: Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).
(Adh-Dhuha: 11) Yakni kebaikan apapun yang telah kamu kerjakan, maka ceritakanlah hal itu kepada
saudara-saudaramu.

Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa apa yang telah
diberikan oleh Allah kepadamu berupa nikmat, kemuliaan dan kenabian, hendaklah engkau menyebut-
nyebutnya dan ceritakanlah kepada orang lain dan serulah (mereka) kepadanya. Muhammad ibnu Ishaq
melanjutkan, bahwa lalu Rasulullah Saw. menceritakan karunia kenabian yang telah diterima olehnya itu
kepada orang-orang yang telah beliau percayai dari kalangan keluarganya secara diam-diam. Lalu
difardukanlah ibadah salat kepadanya, maka beliau mengerjakannya.
Demikianlah akhir tafsir surat Adh-Dhuha: dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Swt. atas
segala karunia-Nya.

Anda mungkin juga menyukai