Anda di halaman 1dari 5

PERTEMUAN 1:

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
TERBARU
(TEKNIK INFORMATIKA)

TIM PENYUSUN:
PUTU WIRAYUDI ADITAMA, S.KOM., M.KOM
I GUSTI AYU AGUNG MAS ARISTAMY, S.TI., M.KOM
CHRISTINA PURNAMA YANTI, S.KOM., M.KOM.
NI KADEK ARIASIH,S.KOM,M.T

DENPASAR
SEPTEMBER 2020
Materi Ajar
Perkembangan Teknologi Terbaru
(Pertemuan 3)

3.1 Revolusi Industri 4.0


Istilah Industri 4.0 lahir dari ide revolusi industri ke empat. European Parliamentary
Research Service menyampaikan bahwa revolusi industri terjadi empat kali. Revolusi industri
pertama terjadi di Inggris pada tahun 1784 di mana penemuan mesin uap dan mekanisasi mulai
menggantikan pekerjaan manusia. Revolusi yang kedua terjadi pada akhir abad ke-19 di mana
mesin-mesin produksi yang ditenagai oleh listrik digunakan untuk kegiatan produksi secara
masal. Penggunaan teknologi komputer untuk otomasi manufaktur mulai tahun 1970 menjadi
tanda revolusi industri ketiga. Saat ini, perkembangan yang pesat dari teknologi sensor,
interkoneksi, dan analisis data memunculkan gagasan untuk mengintegrasikan seluruh
teknologi tersebut ke dalam berbagai bidang industri. Gagasan inilah yang diprediksi akan
menjadi revolusi industri yang berikutnya. Angka empat pada istilah Industri 4.0 merujuk pada
revolusi yang ke empat. Industri 4.0 merupakan fenomena yang unik jika dibandingkan dengan
tiga revolusi industri yang mendahuluinya. Industri 4.0 diumumkan secara apriori karena
peristiwa nyatanya belum terjadi dan masih dalam bentuk gagasan (Prasetyo and Sutopo, 2018).

Gambar 16. Industri 4.0


Istilah Industri 4.0 sendiri secara resmi lahir di Jerman tepatnya saat diadakan Hannover
Fair pada tahun 2011. Negara Jerman memiliki kepentingan yang besar terkait hal ini karena
Industri 4.0 menjadi bagian dari kebijakan rencana pembangunannya yang disebut High-Tech
Strategy 2020. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mempertahankan Jerman agar selalu
menjadi yang terdepan dalam dunia manufaktur. Beberapa negara lain juga turut serta dalam
mewujudkan konsep Industri 4.0 namun menggunakan istilah yang berbeda seperti Smart
Factories, Industrial Internet of Things, Smart Industry, atau Advanced Manufacturing. Meski
memiliki penyebutan istilah yang berbeda, semuanya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk
meningkatkan daya saing industri tiap negara dalam menghadapi pasar global yang sangat
dinamis. Kondisi tersebut diakibatkan oleh pesatnya perkembangan pemanfataan teknologi
digital di berbagai bidang.
Pengertian yang lebih teknis mengenai Industri 4.0, adalah integrasi dari Cyber Physical
System (CPS) dan Internet of Things and Services (IoT dan IoS) ke dalam proses industri
meliputi manufaktur dan logistik serta proses lainnya. CPS adalah teknologi untuk
menggabungkan antara dunia nyata dengan dunia maya. Penggabungan ini dapat terwujud
melalui integrasi antara proses fisik dan komputasi (teknologi embedded computers dan
jaringan) secara close loop. Industri 4.0 adalah istilah untuk menyebut sekumpulan teknologi
dan organisasi rantai nilai berupa smart factory, CPS, IoT dan IoS. Smart factory adalah pabrik
modular dengan teknologi CPS yang memonitor proses fisik produksi kemudian
menampilkannya secara virtual dan melakukan desentralisasi pengambilan keputusan. Melalui
IoT, CPS mampu saling berkomunikasi dan bekerja sama secara real time termasuk dengan
manusia. IoS adalah semua aplikasi layanan yang dapat dimanfaatkan oleh setiap pemangku
kepentingan baik secara internal maupun antar organisasi. Terdapat enam prinsip desain
Industri 4.0 yaitu interoperability, virtualisasi, desentralisasi, kemampuan real time,
berorientasi layanan dan bersifat modular. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, Industri
4.0 dapat diartikan sebagai era industri di mana seluruh entitas yang ada di dalamnya dapat
saling berkomunikasi secara real time kapan saja dengan berlandaskan pemanfaatan teknologi
internet dan CPS guna mencapai tujuan tercapainya kreasi nilai baru ataupun optimasi nilai
yang sudah ada dari setiap proses di industri.
Industri 4.0 memang menawarkan banyak manfaat, namun juga memiliki tantangan yang
harus dihadapi. Secara umum, ada lima tantangan besar yang akan dihadapi yaitu aspek
pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial, dan politik.

3.2 Roadmap Industri 4.0


Indonesia berkomitmen untuk membangun industri manufaktur yang berdaya saing
global melalui percepatan implementasi Industri 4.0. Hal ini ditandai dengan peluncuran
Making Indonesia 4.0 sebagai sebuah roadmap dan strategi Indonesia memasuki era digital
yang tengah berjalan saat ini. Kementerian Perindustrian merancang Making Indonesia 4.0
sebagai sebuah roadmap yang terintegrasi untuk mengimplementasikan sejumlah strategi
dalam memasuki era Industri 4.0. Implementasi Industri 4.0 tersebut bertujuan untuk
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Dalam roadmap tersebut
terdapat lima industri yang menjadi fokus implementasi, yaitu: makanan dan minuman
(mamin), tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia. Kelima industri ini merupakan tulang
punggung perekonomian yang diharapkan akan mampu memberikan efek ungkit yang besar,
meningkatkan daya saing, serta memberikan kontribusi nyata terhadap ekonomi Indonesia.
Selain itu, Making Indonesia 4.0 memuat 10 inisiatif nasional yang bersifat lintas sektoral untuk
mempercepat perkembangan industri manufaktur (Satya, 2018).
Indonesia telah mengawali proses adaptasi terhadap Industri 4.0 dengan meningkatkan
kompetensi sumber daya manusia melalui program link and match antara pendidikan dengan
industri. Upaya ini dilaksanakan secara sinergis antara Kementerian Perindustrian dengan
kementerian dan lembaga terkait seperti Bappenas, Kementerian BUMN, Kementerian
Ketenagakerjaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Kementerian Perindustrian telah menetapkan empat
langkah strategis dalam menghadapi Industri 4.0. Langkah-langkah yang akan dilaksanakan
tersebut adalah: Pertama, mendorong agar angkatan kerja di Indonesia terus meningkatkan
kemampuan dan keterampilannya, terutama dalam menggunakan teknologi Internet of Things
atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan lini produksi di industri. Kedua,
pemanfaatan teknologi digital untuk memacu produktivitas dan daya saing bagi industri kecil
dan menengah (IKM) agar mampu menembus pasar ekspor melalui program E-smart IKM.
Ketiga, pemanfaatan teknologi digital yang lebih optimal dalam perindustrian nasional seperti
Big Data, Autonomous Robots, Cybersecurity, Cloud, dan Augmented Reality. Keempat,
mendorong inovasi teknologi melalui pengembangan start up dengan memfasilitasi inkubasi
bisnis agar lebih banyak wirausaha berbasis teknologi di wilayah Indonesia.
Dengan menerapkan Industri 4.0, Menteri Perindustrian menargetkan, visi besar nasional dapat
tercapai. Visi tersebut secara 21 garis besar yaitu: membawa Indonesia menjadi 10 besar
ekonomi pada tahun 2030; mengembalikan angka net export industri 10 persen; peningkatan
produktivitas tenaga kerja hingga dua kali lipat dibanding peningkatan biaya tenaga kerja; dan
pengalokasian dua persen dari GDP untuk aktivitas research and development teknologi dan
inovasi, atau tujuh kali lipat dari saat ini.
Referensi :
Prasetyo, H. and Sutopo, W. (2018) ‘Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek Dan Arah
Perkembangan Riset’, J@ti Undip : Jurnal Teknik Industri, 13(1), p. 17. doi:
10.14710/jati.13.1.17-26.
Satya, V. E. (2018) ‘Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis Strategi Indonesia
Menghadapi Industri 4.0’, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, X(09), p. 19.

Anda mungkin juga menyukai