Anda di halaman 1dari 8

ESSAY

BATU LONCATAN INDONESIA MENUJU INDUSTRI 4.0

DISUSUN OLEH

Yoga Gusda (NIM 5211417023/ Angkatan 2017)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK MESIN
2017/2018
Batu Loncatan Indonesia menuju Revolusi Industri 4.0

Perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong manusia untuk bertindak secara
efisien dan optimal di semua aspek kehidupan. Dari zaman berburu, bercocok tanam hingga
revolusi industri merupakan hasil dari perkembangan ilmu pengatahuan dan teknologi.
Revolusi industri adalah proses peralihan secara besar – besaran pada banyak aspek seperti
teknologi, manufaktur, dan transportasi yang memilki dampak sangat kuat terhadap kondisi
sosial dan ekonomi manusia. Tercatat sudah 3 kali revolusi industri berganti hingga saat ini.
Pada masa revolusi industri tahap pertama tenaga manusia dan hewan digantikan dengan
mesin uap yang menggunakan batu bara dan kayu bakar sebagai bahan bakarnya.
Selanjutnya revolusi industri tahap ke dua ditandai dengan penemuan listrik dan bahan bakar
minyak, listrik dan bahan bakar minyak ini digunakan sebagai pengganti batu bara dan kayu
bakar. Setelah penemuan listrik memicu penemuan lainya seperti pesawat telepon, pesawat
terbang, dan lain – lain. Pada masa inilah bergulirnya revolusi industri tahap ketiga yang
praktis mengubah wajah dunia secara massal. Tidak berhenti disitu perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kembali mengubah kembali mengubah kondisi sosial dan
ekonomi perdaban manusia. Salah satunya kemunculan teknologi digital dan internet
mendorong perubahan lagi ke revolusi industri tahap keempat atau industri 4.0

Industri 4.0 merupakan industri yang merevolusikan manufaktur dan produksi industri agar
terintegrasi dengan Internet of Things (LoT), data integration, cloud computing dan
teknologi mutakhir terbaru. Tujuan dari industri 4.0 adalah untuk mengoptimalkan teknologi
di manufaktur dan produksi untuk mendapatkan hasilnya yang maksimal. Prinsip utamanya
yaitu industri 4.0 adalah pergantian paradigma dari sentralisasi menuju desantralisasi, dengan
prinsip umumnya yaitu keterbukaan informasi, bantuan teknologi dan integritas antara
manusia dan teknologi. Rencana revolusi industri tahap lanjut ini sudah diterapkan
dibeberapa negara maju dengan pionernya adalah Jerman. Hal ini tercantum pada kebijakan
pemerintah Jerman yaitu menempatkan industri 4.0 pada proyek “High – Tech Strategy
2020”

Sebagai pioner, Jerman merupakan panutan bagi negara lain untuk mengembangkan industri
4.0. Salah satunya adalah negara China dengan rencana “Made in China 2025 and Industrie
4.0” yang sudah menggandeng Jerman untuk bersama mengembangkan industri 4.0, untuk
merealisasikan itu pemerintah China sudah membuat beberapa kebijakan yaitu dengan
menenkan “inovasi asli” dan „swasembada” yang berguna untuk meningkatkan pangsa pasar
domestik China. Untuk mencapai tujuan itu, pemerintah China sangat loyal dengan
menyiapakan dana lebih dari 22 juta euro. Hal ini merupakan dana yang sangat fantastis
dibandingkan Jerman yang hanya menyiapkan dana 20 juta euro untuk penelitian dan
pengembangkan industri 4.0. Latar belakang China juga sangat bagus dalam menuju “Made
in China 2025 and Industrie 4.0” , tercatat China merupakan negara memiliki paten untuk
industri 4.0 yang berkembang pesat sejak tahun 2006, bahkan pada tahun 2011 China
melampaui US dalam hal paten teknologi industri . Sama dengan negara China dan lainya,
Indonesia juga sedang berbenah untuk bersiap masuk dalam revolusi industri 4.0 dengan
menyiapkan strategi - strategi.

Seperti yang dikatakan oleh Menteri Perindustrian Indonesia yaitu Airlangga


Hartarto di sela agendannya pada menghadiri World Economic Forum on ASEAN 2017 di
Phnom Penh, Kamboja. Ada 4 strategi Indonesia dalam memasuki revolusi industri 4.0 yaitu
pertama Kementrian Perindustrian sudah mendorong agar angkatan kerja Indonesia di
Indonesia terus belajar dan meningkatkan keterampilannya untuk memahami
penggunaan teknologi internet of things atau mengintegrasikan kemampuan internet dengan
lini produksi di industri. Yang kedua Airlangga mengatakan harus dilakukan pendekatan
teknologi digital untuk memacu produktivitas dan daya saing bagi industri kecil dengan
menggunakan program “e – smart IKM”. Ketiga beliau juga menekankan pada Industri
nasional untuk mulai menggunakan teknologi digital seperti Big Data, Autonomous Robots,
Cybersecurity, Cloud, dan Augmented Reality. “Sistem Industry 4.0 ini akan memberikan
keuntungan bagi industri, misalnya menaikkan efisiensi dan mengurangi biaya sekitar 12-
15 persen,” pungkas Airlangga. Yang terakhir adalah diperlukanya inovasi teknologi melalui
pengembangan startup dengan memfasilitasi tempat inkubasi bisnis. Hal ini merupakan kabar
baik dan buruk bagi perindustrian nasional. Kabar baiknya yaitu pemerintah sudah mulai
berbenah untu peralihan dari industri 3.0 menuju industri 4.0, kabar buruknya adalah
kebijakan pemerintah ini sangatlah terlambat dibandingkan negara lain seperti China yang
sudah tinggal melakukan eksekusi dengan dana besarnya dan track record yang bagus dalam
perindustrian China 10 tahun terakhir. Bahkan kita juga jauh tertinggal dari negara tetangga
yang sepantaran dengan Indonesia, sebut saja Malaysia yang sudah melakukan inkubator
bisnis berbasis teknologi sebanyak 103 unit, jumlah itu 5 kali lebih banyak daripada
Indonesia yang hanya memilki 20 inkubator bisnis di berbagai perguruan tinggi Padahal
persentase penduduk malaysia 8 kali lebih sedikit dibandingkan Indonesia . Malaysia juga
meningkatkan kualitas pada pendidikan vokasinya dengan program “The focus of Technical
and Vocational Education and Training (TVET)” dan menyiapkan dana 50 juta ringgit dari
30% dana pengembangan sumber daya manusianya. Hal ini merupakan sebuah isyarat bagi
pemerintah indonesia untuk memompa lagi intensitas kerjanya.

Jika menapak tilas pemerintah indonesia sudah sering mengeluarkan kebijakan – kebijakan
tetapi jarang mendapatkan target dan hasil yang maksimal. Hal ini sebenarnya kembali dari
kualitas kerja semua pihak dan pemerintah Indonesia dalam membagun industri. Menurut
Edy Putra Irawadi (Deputi Kementrian Koordinator Ekonomi Bidang Koordinasi dan
Perdagangan) faktor industri Indonesia cenderung stagnan dikarenakan perizinan dan
persoalan logistik, akibatnya banyak industri yang gagal terbangun di Indonesia karena
masalah birokrasi yang berbelit – belit, selain masalah perizinan persoalan logistik juga
sangat menganggu, entah kenapa biaya logistik dari Jakarta ke Hongkong bisa lebih murah
daripada biaya dari Jakarta menuju Papua bahkan selisih sekitar 10000 US dollar. Selain itu
Indonesia memiliki kendala besar dalam automasi manufaktur yang pertama adalah masalah
keterbatasan modal, masalah ini bagaikan jamur di perkembangan industri Indonesia
misalnya industri pesawat terbang modal kita terganjal modal dikarenakan pemerintah tidak
punya dana yang cukup bahkan bank pun tidak berani memberikan pinjaman seperti yang
dikatakan Direktur Industri Maritim, Kedirgantaraan dan Alat Pertahanan Kementerian
Perindustrian Soerjono. Alhasil bagi industri lain yang ingin berkembang harus berkerjasama
dengan investor asing. Selanjutnya kendala kedua adalah koordinasi antara kementrian –
kementrian yang kurang bagus dan ada beberapa kebijakan yang tumpang tindih padahal
industri mencakup semua aspek kehidupan manusia, Yang ketiga adalah kualitas riset
teknologi perguruan Indonesia masih sangat lemah, kita bisa meniru Amerika dengan
menggunakan perguruan tinggi sebagai lembaga riset untuk mengembangkan industri –
industri di kota contohnya peran California State University pada pengembangan industri
sekitar seperti tekstil, kimia dan plastik. Selanjutnya adalah kurangnya kesiapan sumber daya
manusia kita dalam menuju indsutri 4.0, hal ini sebenarnya mengacu pada sistem pendidikan
Indonesia, dan pemerintah harus memiliki terobosan – terobosan baru seperti yang dilakukan
Malaysia dengan program TVET - nya . Yang terakhir dan paling penting adalah kurangnya
hilirisasi industri, kebanyakan sumber daya alam kita diekspor keluar dan kemudian kita
mengimpor barang yang sudah jadi, masalah ini butuh keberanian kebijakan pemerintah
untuk mengelola sendiri hasil bumi kita.

Terlepas dari semua itu semua pihak bertanggung jawab atas kesiapan Indonesia menuju
industri 4.0 dengan poros utama pemerintah yang harus sinergis dan dapat mengeluarkan
kebijakan - kebijakan yang lebih berani seperti masalah modal, melakukan hilirisasi industri,
melakukan terobosan dibidang pendidikan khususnya teknik dan dll. Melihat daripada itu
pemerintah musti siap untuk mendukung industri 4.0 karena disini pemerintah sebagai
regulator harus memberikan aturan main bagi perusahaan – perusahaan atau swasta yang
berperan sebagai operator. Karena dalam perwujudan revolusi nasional banyak sekali
tantangan yang dihadapi dari pola pikir masyarakat sebab lahan kerja berkurang, peningkatan
kualitas pendidikan yang masih belum baik dan merata, dan persaingan dengan negara lain
yang sudah memiliki pondasi yang lebih baik daripada Indonesia.
Daftar Pustaka

 Hartanto, Airlangga. 2017. Empat strategi Indonesia masuk Industri 4.0. World
econommic Forum.
 Soerjono. 2017. Industri Pesawat Terbang Terganjal Modal. Direktur Industri
Maritim, Kedirgantaraan dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Soerjono.

 Hassim Andrea. 2016. Revolusi Industri 4.0. Di ambil dari:


http://id.beritasatu.com/home/revolusi-industri-40/145390.

 Ranai, Maizatul. 2017. TVET Malaysia goes Professional. National Malaysia


Government.

 GTAI. 2017. What it is? Industrie 4.0. GTAI.

 Wright, Ian. 2018. What Is Industry 4.0, Anyway?. Diambil dari:


https://www.engineering.com/AdvancedManufacturing/ArticleID/16521/What-Is-
Industry-40-Anyway.aspx

 Jost Wübbeke | Mirjam Meissner | Max J. Zenglein Jaqueline Ives | Björn Conrad.
2016. Made In China 2025. Meric Online.
Biodata

Nama : Yoga Gusda


Tempat, Tanggal Lahir : Dumai, 06 Mei 1999
Instansi : Universitas Negeri Semarang
Angkatan : 2017
Alamat : Gang Kedawung II, Gunung Pati, UNNES
Riwayat Pendidikan : 1. SDN 022 Dumai
2. SMPN 2 Dumai
3. SMA SAMPOERNA

Anda mungkin juga menyukai