Anda di halaman 1dari 12

PAPER MANAJEMEN RISIKO DALAM BISNIS

CASE KODAK
“What Went Wrong at Eastman Kodak”

KELAS B

NAMA KELOMPOK:

Fanny Tjandra Nugraha 3103017044

Yosepha Helen Cahya 3103017069

Johan Santosa Agung 3103017081

FAKULTAS BISNIS
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
2019
Company Profile
EASTMAN KODAK

Kodak merupakan sebuah perusahan multinasional yang berdiri yang berbasis di Rochester, New
York didirikan oleh George Eastman dan Henry Strong pada tahun 1892. Perusahaan ini
menghasilkan berbagai macam produk kamera, fotografi, pencetak dan lain-lain. Perusahan ini
telah menjadi pioneer dalam perkembangan fotografi film selama abad ke 20, bahkan menguasai
90% pasar film dan 85% pasar kamera di Amerika.

Kodak awalnya berdiri pada 3 segmen yang berbeda yaitu :

1. The digital and film imaging segment provides consumer-oriented traditional and digital
products and photographic services such as film, photofinishing service & supplies and
digital camera.
2. Health Group Segment provides analogue products that include medical films, chemicals,
and processing equipment, and services and digital products including PACs, RIS, digital
X-ray and output hardware supplies
3. The graphic communications segment provides inkjet printers, highspeed production
document scanners, digital imaging systems, and products aimed at the commercial print
market

Namun seiring dengan terus menurunnya pendapatan dari penjualan divisi kamera digitalnya,
kodak akhirnya pada tahun 2012 mengajukan permohonan perlindungan dari kebangkrutan
dikarenakan penurunan penjualan secara terus menerus setelah kamera digital menggantikan
bisnis film rol yang dulu dikuasainya. Bahkan saat ini kodak sudah memberhentikan produksinya
dalam bidang fotografi untuk kamera dan mengganti lini bisnisnya untuk focus ke printing.
CASE SUMMARY
IDENTIFIKASI RESIKO

Sejak tahun 2012 kodak telah melangkah keluar dari bisnis kamera dengan memberhentikan
produksinya, hal ini tentu merupakan ironi mengingat kodak pernah disebut sebagai pioneer
dalam dunia fotografi. Setidaknya kodak telah memberhentikan 47.000 karyawan dan menutup
13 pabrik setelah teknologi digital mulai diterapkan pada kamera.

Kegagalan Kodak dalam mempertahankan pangsa pasarnya memberi banyak pertanyaan


mengapa kodak yang notabene merupakan sebuah perusahaan besar pada masanya dapat
mengalami kejatuhan. Ada beberapa masalah inti yang menyebabkan kodak mengalami
kejatuhan beberapa diantaranya adalah :

1. Ketidak mampuan kodak untuk keluar dari zona nyaman


2. Keterlambatan Kodak dalam beradaptasi dan mengaplikasikan teknologi dalam kamera
yang diproduksinya.

Ketidak mampuan kodak untuk keluar dari zona nyaman

Kodak sebenarnya dapat di katakana sebagai penemu kamera digital pertama melalui seorang
insiyur dari kodak bernama Steven J. Sasson, yang membuat kamera digital pertama di dunia
yang mempunyai resolusi 0.1 Megapixel dengan hasil jepretan yang dapat disimpan di pita kaset.
Namun reaksi manajemen Kodak menurut sasson adalah “That’s cute but don’t tell anyone about
it” . Kodak sebenarnya bukan bersifat acuh tak acuh terhadap resiko perkembangan dunia digital
ini. Sony telah merilis kamera digital pada tahun 1981, dan kodak telah melakukan riset pasar
yang sangat detail mengenai ancaman fotografi digital. Dari riset tersebut didapan kesimpulan
yang menjadi Resiko yang harusnya kodak dapat selesaikan:

1. Fotografi digital berpotensi menggerus bisnis inti kodak yang didominasi kamera film.
2. Butuh waktu untuk melakukan transformasi dari kamera film ke kamera digital.

Dari hasil riset tersebut dapat disimpulkan bahwa:

 Cepat atau lambat fotografi digital dengan kamera digital akan menggerus pasar dari
kamera film, dan hal ini akan mengahancurkan pasar dari kamera film yang menjadi lini
bisnis utama dari kodak. Kodak bereaksi terhadap Risiko ancaman tersebut namun reaksi
yang diberikan kodak setengah-setengah. Kodak masih nyaman berada di zona nyaman
mereka dan tidak berkeinginan untuk meninggalkan bisnis kamera filmnya yang sangat
menguntungkan bagi mereka, mereka justru bukan mengembangkan kamera digital untuk
menggantikan kamera film, kodak malah mengembangkan kamera film yang
dipersenjatai dengan kemampuan digital. Salah satu hasil penemuan kodak ini adalah
Kodak Advantix Preview.

Kodak mengembangkan kamera film yang dipersenjatau dengan tekonologi digital yang
memiliki fitur dapat memilih foto mana yang ingin dicetak dan ingin dibuang, namun
kodak masih saja menggunakan film khas yang sebenarnya menjadi inti dari bisnisnya.

Butuh waktu untuk transformasi


Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam proses perubahan baik mengembangkan maupun
adapttasi memerlukan waktu yang tidak singkat. Untuk mengembangkan kamera film
menjadi kamera digital memerlukan waktu yang cukup lama dan seharusnya Kodak telah
berada di garis start lebih dahulu daripada para pesaingnya, hal ini dikarenakan Kodak
merupakan penemu dari kamera digital pertama yang ditemukan melalui insiyur mereka
Steven J. Sasson.

Namun kodak mengambil langkah strategi yang salah dengan tidak mengembangkan
kamera digital tersebut ke babak selanjutnya dan malah menyimpan kamera tersebut
dengan alih-alih ketakutan kodak bahwa kamera digital tersebut akan menghancurkan
bisnis film mereka yang membawa keutungan yang sangat besar.
Kesimpulan Resiko :
Dari hasil Analisa tadi dapat disimpulkan beberapa resiko bisnis yang menyebabkan
kebangkrutan dari kodak:
1. Perkembangan teknologi menimbulkan distrupsi pada bisnis kamera film
Kodak
2. Keputusan kodak untuk mempertahankan bisnis kamera filmnya dan tidak
mengubah strategi bisnisnya untuk mempertahankan statusnya sebagai pioner.
PENGUKURAN RESIKO

Pengukuran resiko adalah usaha untuk mengetahui bear kecilnya resiko yang akan terjadi. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui dampak dari resiko terhadap kinerja perusahaan sekaligus bisa
melihat prioritas resiko mana yang paling relevan dan diselesaikan.

Dari hasil analisis di atas yang telah dilakukan ditemukan 2 resiko utama yang dapat dibahas
yaitu:

 Perkembangan teknologi menimbulkan distrupsi pada bisnis kamera film kodak.


 Keputusan kodak untuk mempertahankan bisnis kamera filmnya dan tidak mengubah
strategi bisnisnya untuk mempertahankan statusnya sebagai pioner.

Pembahasan:

1. Perkembangan teknologi sebagai distrupsi pada bisnis kamera film Kodak.

Secara bahasa, distruption artinya gangguan atau kekacauan atau masalah yang
menggangu suatu peristiwa, aktivitas, atau proses. Disruptif dalam dunia bisnis paling
banyak dikaitkan dengan innovation distruptive merupakan inovasi yang berhasil
mentransformasikan suatu sistem atau pasar yang ada, dengan memperkenalkan
kepraktisan, kemudahan akses, kenyamanan, dan biaya yang ekonomis. Istilah ini
dipopulerkan oleh Clayton M. Christensen dan Joseph Bower pada tahun 1995 pada
“Disruptive technologies: Catching the Wave”, Havard Business Review (1995). Inovasi
disruptif mengambil segmen pasar tertentu yang kurang diminati atau dianggap kurang
penting bagi penguasa pasar tersebut, namun inovasi yang ditawarkan bersifat
breakthrough dan mampu meredefenisi sistem pasar yang sudah ada.

Perkembangan teknologi yang pesat menyebabkan distrupsi pada bisnis kamera film
Kodak. Dalam hal ini inovasi disrptif lah yang menganggu kamera film kodak. Inovasi
yang dilakukan kodak saat mengganti “glass photographic plates” menjadi “Roll of
film” membuat kodak bertengger di punjak kejayaannya, dikarenakan penggunaan roll of
film ini dianggap user friendly. Namun sama dengan kesuksesan yang diperoleh kodak
saat meluncurkan “roll of film” sebagai pengganti “glass photographic plates”
kemunculan teknologi berangsur-angsur dan pasti menimbulkan ancaman pada
kelangsungan bisnis dari kamera film Kodak. Kamera digital yang berkembang secara
logika akan menimbulkan dampak yang sama yang telah diperoleh kodak dalam
penerapan “roll of film” hal ini seharusnya dapat di antisipasi oleh Kodak. Dampak yang
dapat diberikan dari keberadaan teknologi ini adalah perpindahan minat konsumen dari
kamera film Kodak ke kamera digital yang lebih efisien, hal ini dikarenakan saat kamera
film kodak masih harus membeli gulungan film yang dijual secara terpisah, kamera
digital sudah dapat menawarkan kemudahan untuk menyimpan foto pada sebuah memory
card kecil yang dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Perubahan kebutuhan
manusia juga akan berakibat pada menghilangnya peminat Kodak tersebut , ditambah lagi
dengan keputusan kodak untuk mempertahankan model bisnisnya dan pesaing yang
mengadaptasi penggunaan kamera digital seperti sony, fuji, dan canon pada masanya
membuat Kodak kehilangan banyak pangsa pasar mereka, yang nantinya akan
menimbulkan resiko yang cukup besar yaitu :

 Kodak kehilangan pangsa pasarnya, dengan menghilangnya pangsa pasar penurunan


pendapatan di Kodak sudah pasti terjadi dan hal itu dapat menyebabkan kodak
mengalami kebangkrutan dimasa mendatang.

2. Keputusan kodak untuk mempertahankan bisnis kamera filmnya dan tidak


mengubah strategi bisnisnya untuk mempertahankan statusnya sebagai pioneer.

Salah satu alasan kodak terus mempertahankan model bisnisnya dan menolak untuk
berinovasi dan mengembangkan kamera digital adalah keuntungan yang diberikan dari
penjualan film kamera mereka. Strategi kodak adalah “razor-blade strategy”, dengan
menjual quipment dalam kasus ini adalah kamera Kodak dengan harga yang murah
namun menjual film untuk kamera kodak dengan harga yang tinggi sehingga
menimbulkan profit margin yang tinggi.

Kegagalan Kodak dalam mengembangkan strategi bisnis yang inovatif berdampak sangat
besar pada kelangsungan bisnisnya dari kodak. Dengan berkembangnya tekonologi
digital ini strategi andalan kodak akan berangsur-angsur menghilang sejalan dengan
berkembangnya model bisnis kamera digital yang lebih efisien. Berdiam di zona nyaman
yang dimiliki kodak membuat kodak secara tidak langsung menjalankan strategi bunuh
diri, dengan terus bertahan dengan strategi dimilikinya kodak mengalami ketertinggalan
dibuktikan dengan data pada bulan September 2005 pendapatan kodak hanya meningkat
sebanyak 3% dan net-loss yang didapat dari kelangsungan produksi sebesar US$ 1.32 bn
dengan pendapata hanya US$ 139m. dan dibulan agustus 2005 penjualan film kodak
jatuh 37% untuk roll dan 13% dalam single camera use. Dari penjelasan diatas resiko
yang dapat dihasilkan adalah:

 Kodak terancam mengalami kebangkrutan jika Kodak tidak mengubah strategi yang
dimilikinya dan mengadaptasi teknologi secara cepat.
PEGELOLAAN RESIKO

Setelah analisis dan evaluasi risiko, langkah berikutnya adalah mengelola risiko. Risiko harus
dikelola. Jika organisasi gagal mengelola risiko, maka konsekuensi yang diterima bisa cukup serius,
misal kerugian yang besar. Risiko bisa dikelola dengan berbagai cara, seperti penghindaran, ditahan
(retention), diversifikasi, atau ditransfer ke pihak lainnya. Erat kaitannya dengan manajemen risiko
adalah pengendalian risiko (risk control), dan pendanaan risiko (risk financing).
a. Penghindaran. Cara paling mudah dan aman untuk mengelola risiko adalah menghindar. Tetapi
cara semacam ini barangkali tidak optimal. Sebagai contoh, jika kita ingin memperoleh keuntungan
dari bisnis, maka mau tidak mau kita harus keluar dan menghadapi risiko tersebut. Kemudian kita
akan mengelola risiko tersebut.
b. Ditahan (Retention). Dalam beberapa situasi, akan lebih baik jika kita menghadapi sendiri risiko
tersebut (menahan risiko tersebut, atau risk retention). Sebagai contoh, misalkan seseorang akan
keluar rumah membeli sesuatu dari supermarket terdekat, dengan menggunakan kendaraan.
Kendaraan tersebut tidak diasuransikan. Orang tersebut merasa asuransi terlalu repot, mahal,
sementara dia akan mengendarai kendaraan tersebut dengan hati-hati. Dalam contoh tersebut, orang
tersebut memutuskan untuk menanggung sendiri (menahan, retention) risiko kecelakaan.
c. Diversifikasi. Diversifikasi berarti menyebar eksposur yang kita miliki sehingga tidak
terkonsentrasi pada satu atau dua eksposur saja. Sebagai contoh, kita barangkali akan memegang aset
tidak hanya satu, tetapi pada beberapa aset, misal saham A, saham B, obligasi C, properti, dan
sebagainya. Jika terjadi kerugian pada satu aset, kerugian tersebut diharapkan bisa dikompensasi oleh
keuntungan dari aset lainnya.
 Tujuan Diversifikasi Usaha:
Harberg dan Rieple (2003:347 )menyatakan diversifikasi dilaksanakan dengan beberapa tujuan,
yakni:
 Pertumbuhan dan nilai tambah
Tujuan ini dapat terpenuhi ketika investasi yang dilakukan perusahaan memberikan
keuntunga bagi perusahaan, misalnya mengakuisisi perusahaan yang memiliki sumber daya
strategis seperti pemasok yang memproduksi bahan baku utama perusahaan atau merupaka
distributor yang telah memiliki saluran distribusi yang luas. Diversifikasi usaha seperti ini
akan memberikan nilai tambah secara tidak langsung dari perusahaan yang diakuisisi tersebut
 Meratakan resiko
Tujuan ini dimaksudkan bahwa dengan berinvestasi pada beberapa usaha maka resiko
yang dimiliki satu usaha tidak berpengaruh secara total terhadap perusahaan karena dapat
diimbangi oleh return dari usaha lainnya
 Mencegah pesaing
Penguasaan pada usaha yang memiliki sumber daya strategis selain dapat
memberikan nilai tambah juga mencegah penguasaan oleh pesaing
 Mencapai sinergi
Kombinasi antara segmen usaha diharapkan memiliki kemampuan untuk mencapai
sesuatu, yang tidak mungkin dicapai bila usaha tersebut bekerja sendiri-sendiri
 Mengendalikan pemasok dan distributor
Ini bertujuan memudahkan perusahaan dalam mengendalikan harga dan mutu agar
dapat bersaing
 Pemenuhan ambisi dari personel manajer
Ini berkaitan dengan penghargaan yang akan diterima oleh manajer tersebut. Saat
perusahaan melakukan diversifikasi usaha, maka ruang lingkup tugas manajer juga
biasanya semakin besar.
d. Transfer Risiko. Jika kita tidak ingin menanggung risiko tertentu, kita bisa mentransfer risiko
tersebut ke pihak lain yang lebih mampu menghadapi risiko tersebut. Sebagai contoh, kita bisa
membeli asuransi kecelakaan. Jika terjadi kecelakaan, perusahaan asuransi akan menanggung
kerugian dari kecelakaan tersebut.
e. Pengendalian Risiko. Pengendalian risiko dilakukan untuk mencegah atau menurunkan
probabilitas terjadinya risiko atau kejadian yang tidak kita inginkan. Sebagai contoh, untuk
mencegah terjadinya kebakaran, kita memasang alarm asap di bangunan kita. Alarm tersebut
merupakan salah satu cara kita mengendalikan risiko kebakaran.
f. Pendanaan Risiko. Pendanaan risiko mempunyai arti bagaimana ‘mendanai’ kerugian yang
terjadi jika suatu risiko muncul. Sebagai contoh, jika terjadi kebakaran, bagaimana menanggung
kerugian akibat kebakaran tersebut, apakah dari asuransi, ataukah menggunakan dana cadangan?
Isu semacam itu masuk dalam wilayah pendanaan risiko.
Dalam kasus kodak ini, kodak dapat menjalankan strategi:

1. Penghindaran
 Salah satu penyebab kebangkrutan kodak adalah ketidak mampuannya untuk berani
mengambil keputusan dan berani mengambil resiko untuk meninggalkan bisnis
filmnya, dan melakukan inovasi dengan konsep bisnis baru. Jika saja kodak berani
mengambil langkah mengembangkan kamera digital yang telah ditemukannya sejak
1975 maka kodak dapat memperhatankan posisinya sebagai pioneer dalam industri
fotografi dan tidak mengalami kebangkrutan seperti sekarang ini
2. Diversifikasi
 Diversifikasi bertujuan untuk mengurangi tingkat risiko dan tetap memberikan potensi
tingkat keuntungan yang cukup. Diversifikasi yang dilakukan oleh Kodak dapat berupa
penambahan atau penganekaragaman jenis produksi langkah kodak untuk melebarkan
bisnisnya dengan tidak terkonsentrasi ke bisnis kamera film saja sudah dilakukan dengan
membuka bisnis printing yang sekarang ini telah menjadi salah satu bisnis utamanya.

Anda mungkin juga menyukai