Anda di halaman 1dari 15

8

A. KAJIAN PUSTAKA

1. Model Pengembangan 4D

Pengembangan adalah proses penerjemahan desain ke dalam bentuk fisik

yang dikendalikan oleh teori dan manifestasi teknologi yang secara fisik bisa

berbentuk perangkat keras, lunak, dan bahan pembelajaran untuk memecahkan

masalah aktual (Fausih & Danang, 2015). Menurut Borg dan Gall (1983),

penelitian pengembangan adalah suatu desain yang bertujuan untuk

mengembangkan dan memvalidasi suatu produk pendidikan. Langkah-langkah

dari proses tersebut disebut sebagai proses Research and Development (R&D),

yang terdiri dari mempelajari temuan penelitian yang terkait dengan produk yang

akan dikembangkan, mengembangkan produk berdasarkan temuan tersebut,

bidang pengujian dalam pengaturan dimana nantinya produk tersebut akan

digunakan, dan memperbaikinya apabila ada kekurangan yang ada dalam tahap

pengujian.

Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu model

penelitian dan pengembangan 4D. Menurut Thiagrajan, Semmel, & Semmel

(1974), model pengembangan 4D ini terdiri dari 4 tahap pengembangan, yaitu

define, design, develop, dan disseminate. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Tahap pendefinisian (define)

Tahap pendefinisian bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan

syarat-syarat pembelajaran. Tahap ini terdiri dari 5 langkah pokok yakni

analisis awal-akhir (front-end analysis), analisis peserta didik (learner


9

analysis), analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept analysis),

dan analisis tujuan pembelajaran (specification of objective).

(1) Analisis awal-akhir (front-end analysis)

Analisis awal-akhir adalah studi tentang permasalahan dasar yang

dihadapi oleh guru. Analisis awal bertujuan untuk memunculkan dan

menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam pembelajaran sehingga

diperlukan pengembangan bahan pembelajaran. Analisis awal-akhir

diawali dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap awal yang dimiliki oleh

peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.

(2) Analisis peserta didik (learner analysis)

Analisis peserta didik adalah kajian tentang karakteristik peserta

didik yang relevan dengan desain pengembangan bahan ajar. Karakteristik

tersebut meliputi latar belakang kemampuan akademik (pengetahuan),

pengembangan kognitif, serta keterampilan-keterampilan individu atau

sosial yang berkaitan dengan topik pembelajaran, media, format, dan

bahasa yang dipilih.

(3) Analisis tugas (task analysis)

Analisis tugas bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan-

keterampilan utama yang dikaji oleh peneliti dan menganalisisnya ke

dalam himpunan keterampilan tambahan yang mungkin nantinya

diperlukan. Analisis ini memastikan ulasan yang menyeluruh tentang tugas

dalam materi pembelajaran.


10

(4) Analisis konsep (concept analysis)

Analisis konsep dilakukan untuk mengidentifikasi konsep pokok

yang akan diajarkan, menyusunnya dalam bentuk hirarki, dan merinci

konsep-konsep individu ke dalam hal yang kritis dan tidak relevan.

(5) Perumusan tujuan pembelajaran (specification of objective)

Perumusan tujuan pembelajaran berguna untuk merangkum hasil

dari analisis konsep dan analisis tugas untuk menentukan perilaku objek

penelitian. Kumpulan objek tersebut menjadi dasar untuk menyusun tes

dan merancang media pembelajaran yang kemudian diintegrasikan ke

dalam materi media pembelajaran yang akan digunakan peneliti.

b. Tahap perancangan (design)

Tahap perancangan ini bertujuan untuk menyiapkan rancangan awal media

pembelajaran. Tahap perancangan terdiri dari 4 tahap yakni penyusunan tes

acuan (criterion-test construction), pemilihan media (media selection),

pemilihan format (format selection), dan rancangan awal (initial design).

(1) Penyusunan tes acuan (criterion-test construction)

Penyusunan tes acuan merupakan langkah yang menghubungkan

antara tahap pendefinisian dengan tahap perancangan.

(2) Pemilihan media (media selection)

Pemilihan media bertujuan untuk mengidentifikasi media

pembelajaran yang relevan dengan karakteristik materi.


11

(3) Pemilihan format (format selection)

Pemilihan format ini dimaksudkan untuk mendesain atau merancang

isi pembelajaran, pemilihan strategi, pendekatan, metode pembelajaran,

dan sumber belajar. Format yang dipilih adalah format yang memenuhi

kriteria menarik, memudahkan, dan membantu dalam pembelajaran.

(4) Rancangan awal (initial design)

Rancangan awal yang dimaksud adalah rancangan seluruh media

pembelajaran yang harus dikerjakan sebelum uji coba dilaksanakan.

c. Tahap pengembangan (develop)

Tahap pengembangan merupakan tahap yang menghasilkan bahan ajar

yang sudah direvisi berdasarkan masukan dari pakar (ahli). Tahap

pengembangan ini terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:

(1) Validasi ahli (expert appraisal)

Validasi para ahli pakar diikuti dengan revisi, penilaian para ahli

terhadap media pembelajaran mencakup isi, penyajian, bahasa, dan media.

Bedasarkan masukan dari para ahli, materi pembelajaran direvisi untuk

membuatnya lebih tepat, efektif, mudah untuk digunakan, dan memiliki

kualitas teknik yang tinggi.

(2) Uji coba terbatas dan luas (development testing)

Uji coba lapangan dilakukan untuk memperoleh masukan langsung

berupa respon, reaksi, komentar peserta didik, dan para pengamat terhadap

media pembelajaran yang telah disusun.


12

d. Tahap pendesiminasian (disseminate)

Tahap desiminasi adalah tahap penyebaran yang dibagi dalam 3 tahapan,

yaitu validation testing, packaging, dan diffusion and adoption. Tahap

desiminasi ini merupakan tahap penggunaan media yang telah dikembangkan

pada skala yang lebih luas, misalnya di kelas lain, di sekolah lain, ataupun

oleh guru lain.

2. Modul Elektronik (E-modul)

Modul elektronik merupakan bahan belajar mandiri yang disusun secara

sistematis ke dalam unit pembelajaran terkecil untuk mencapai tujuan

pembelajaran tertentu yang disajikan ke dalam format elektronik yang di

dalamnya terdapat animasi, audio, navigasi yang membuat pengguna menjadi

lebih interaktif dengan program. Sehingga proses pembelajaran dengan

menggunakan modul elektronik membuat peserta didik tidak lagi bergantung

hanya pada guru sebagai satu-satunya sumber imformasi, sehingga terciptanya

pembelajaran interaktif dan berpusat pada peserta didik (Sari, Jufrida, & Pathoni,

2017).

Modul cetak dan modul elektronik tidak memiliki perbedaan prinsip

pengembangan. Perbedaan hanya terdapat pada format penyajian secara fisik,

sedangkan komponen-komponen penyusun modul tersebut tidak memiliki

perbedaan. Modul elektronik mengadopsi komponen-komponen yang terdapat

pada modul cetak pada umumnya. Perbedaannya hanya pada penyajian fisik, pada

modul elektronik memerlukan perangkat elektronik baik dengan komputer

ataupun handphone (Wijayanto & Zuhri, 2014).


13

Sebuah modul dikatakan menarik dan baik apabila memiliki beberapa

karakteristik sebagai berikut:

a. Self instructional, yaitu melalui e-modul yang dikembangkan, peserta didik

mampu belajar sendiri, tidak tergantung pada pihak lain.

b. Self contained, yaitu seluruh materi yang dipelajari dari satu unit kompetensi

ataupun subkompetensi yang dipelajari terdapat di dalam e-modul secara utuh.

c. Stand alone, e-modul tidak tergantung pada bahan ajar atau media lain, atau

tidak harus digunakan bersama-sama dengan media lain.

d. Adaptive, yaitu e-modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi

terhadap perkembangan ilmu dan teknologi yang digunakan sesuai dengan

perkembangan ilmu dan teknologi itu sendiri.

e. User friendly, e-modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya, termasuk

kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan,

penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti (Depdiknas, 2008).

Selain itu, penulisan e-modul tidak ada ada perbedaan stuktur dengan

penulisan modul. Menurut Depdiknas (2008), modul dibagi menjadi 3 bagian,

yaitu:

a. Bagian pembuka

(1) Judul

Judul suatu modul memberikan gambaran materi yang akan dibahas.


14

(2) Daftar isi

Daftar isi berisi topik—topik yang dibahas di dalam modul dan

disajikan secara berurutan sesuai dengan urutan topik tersebut di dalam

modul.

(3) Peta konsep

Peta konsep pada modul menggambarkan keterkaitan antara satu

topik dengan topik lain yang ada di dalam modul.

(4) Daftar tujuan kompetensi

Penulisan tujuan kompetensi membantu peserta didik untuk

mengetahui pengetahuan, sikap, ataupun keterampilan yang dapat dicapai

setelah menyelesaikan pelajaran.

b. Bagian inti

(1) Pendahuluan/tinjauan umum

Pendahuluan dapat disajikan dengan peta informasi mengenai materi

yang akan dibahas dan daftar tujuan kompetensi yang akan dicapai setelah

mempelajari modul.

(2) Uraian materi

Uraian materi merupakan penjelasan secara rinci tentang materi

pembelajaran yang ada daam modul.

(3) Penugasan

Penugasan dalam modul diperlukan untuk menegaskan kompetensi

apa yang diharapkan setelah mempelajari modul.


15

(4) Rangkuman

Rangkuman merupakan bagian dalam modul yang berisi telaah dari

hal-hal pokok dalam modul yang telah dibahas.

c. Bagian penutup

(1) Glosarium atau daftar istilah

Glosarium berisi definisi-definisi konsep yang dibahas dalam modul.

(2) Tes akhir

Tes akhir merupakan latihan yang dapat peserta didik kerjakan

setelah mempelajari suatu bagian dalam modul.

(3) Indeks

Indeks memuat istilah-istilah penting yang ada di dalam modul serta

halaman dimana istilah tersebut dapat ditemukan.

(4) Daftar pustaka

Daftar pustaka memuat rujukan yang digunakan dalam penyusunan

modul yang dikembangkan.

Menurut Hamdani (2011), modul memiliki banyak manfaat antara lain:

a. Peserta didik memiliki kesempatan melatih diri untuk belajar secara mandiri.

b. Beajar menjadi lebih menarik karena dapat dipelajari di luar kelas dan diluar

jam pelajaran.

c. Mampu membelajarkan diri sendiri.

Selain manfaat, menurut John (2017) modul juga memiliki kelemahan

dalam proses pembelajaran, yaitu:


16

a. Tidak semua peserta didik dapat beajar sendiri, melainkan memerlukan

bantuan guru.

b. Tidak semua bahan dapat dimodulkan dan tidak semua guru mengetahui cara

pelaksanaan pembelajaran menggunakan modul.

3. 3D Pageflip Professional

a. Pengertian 3D pageflip professional

Gambar 3.1

3D pageflip professional adalah pengembangan dari sebuah model buku

elektronik yang digunakan untuk media pembelajaran yang diambil dari

sebuah mainan anak-anak yang berisi software tentang serangkaian gambar-

gambar tersebut yang bergerak dan berpindah-pindah halaman yang dapat

dilakukan dengan drag seperti jari yang sedang membalik sebuah halaman

buku beringingan dengan proses pemindahan halaman yang berbentuk kertas

secara nyata seperti kertas yang ditekuk dengan bentuk yang menarik

perhatian dan motivasi peserta didik (Semardi, 2016).

b. Kelebihan dan kelemahan 3D pageflip professional

Menurut Seruni, Munawaroh, Kurniadewi, & Nurjayadi (2019),

aplikasi 3D pageflip professional memiliki kelebihan, yaitu:


17

(1) Mudah digunakan bagi pemula yang tidak mengetahui bahasa

pemrograman HTML.

(2) Kaya fitur yang memiliki fungsi edit halaman.

(3) Dapat membuat halaman buku interaktif dengan memasukkan multimedia

seperti gambar, video dari youtube, MP4, audio, video, hyperlink, kuis,

flash, dan lain-lain.

Adapun kelemahan dari 3D pageflip professional menurut Fitriyani,

Muhaimin, & Rusdi (2017) adalah peserta didik belum terbiasa membaca

dengan menatap kilapan cahaya yang keluar dari monitor alat baca e-book

yang akan membuat penglihatan peserta didik lelah.

4. Model Pembelajaran Problem Solving

a. Pengertian model pembelajaran problem solving

Menurut Pepkin (2004), model pembelajaran problem solving adalah

suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan

keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan

keterampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, peserta didik dapat

melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan

mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tetapi

berpikir, keterampilan memecahkan masalah ini dapat memperluas proses

berpikir.

Menurut Polya (1973), ada dua macam masalah, yaitu:

(1) Masalah untuk menemukan dapat secara teoritis atau praktis, abstrak atau

konkret, termasuk teka teki. Kita harus mencari variabel masalah tersebut,
18

kemudian mencoba untuk mendapatkan, menghasilkan atau

mengkonstruksi semua jenis objek yang dapat dipergunakan untuk

menyelesaikan masalah tersebut.

(2) Masalah untuk membuktikan, diselesaikan sebagai petunjuk bahwa suatu

pernyataan itu benar atau salah atau tidak kedua duanya. Kita harus

menjawab pertanyaan : “Apakah pernyataan itu benar atau salah?” bagian

utama dari masalah jenis ini adalah hipotesis dan konklusi dari suatu

teorema yang harus dibuktikan kebenarannya.

b. Langkah-langkah model pembelajaran problem solving

Polya (1973) membagi langkah-langkah model pembelajaran problem

solving terbagi ke dalam 4 langkah sebagai berikut:

(1) Memahami masalah (understanding the problem)

Tahap ini peserta didik memahami suatu masalah yang ada. Peserta

didik menuliskan bagian penting yaitu data yang diketahui dan masalah

apa yang akan dipecahkan.

(2) Merencanakan penyelesaian (device a plan)

Setelah memahami masalah peserta didik menyusun strategi atau

rencana yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.

Merencanakan penyelesaian dibutuhkan pengalaman dan pengetahuan

yang telah didapat dalam pembelajaran.


19

(3) Melakukan penyelesaian sesuai rencana (carry out the plan)

Tahap ini peserta didik harus menyusun strategi atau rencana yang

telah direncanakan pada tahap sebelumnya. Peserta didik diharuskan

meneliti permasalahan tersebut hingga tidak terjadi kesalahan.

(4) Memeriksa kembali (look back)

Tahap ini, peserta didik mengulas atau meninjau kembali semua

penyelesaian dalam permasalahan. Peserta didik diharapkan

mempertimbangkan kembali hasil penyelesaian masalah ataupun langkah

dalam masalah. Setelah mengoreksi hasil penyelesaian, peserta didik harus

yakin bahwa hasil penyelesaian yang didapat merupakan penyelesaian

yang benar.

c. Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran problem solving

Menurut Djamarah & Zain (2010) menyatakan bahwa model pembelajaran

problem solving memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:

(1) Kelebihan model pembelajaran problem solving sebagai berikut:

(a) Model tersebut dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi relevan

dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja.

(b) Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat

membiasakan peserta didik menghadapi dan memecahkan masalah

secara terampil.

(c) Model tersebut dapat merangsang perkembangan kemampuan berpikir

peserta didik secara kreatif dan menyeluruh.


20

(2) Kelemahan model pembelajaran problem solving sebagai berikut:

(a) Menentukan suatu masalah yang memiliki tingkat kesulitan yang

tinggi, peserta didik masih memerlukan bantuan dari guru.

(b) Proses belajar mengajar memerlukan waktu yang cukup lama.

(c) Sulit mengubah kebiasaan peserta didik dengan mendengarkan dan

menerima informasi dari guru menjadi banyak berpikir untuk

memecahkan masalah sendiri atau berkelompok dan memerlukan

berbagai sumber belajar.

5. Materi Termokimia

a. Pengertian termokimia, sistem, dan lingkungan

Termokimia merupakan salah satu cabang ilmu kimia yang di dalamnya

memperhatikan aspek suhu dalam reaksi. Sistem adalah segala bentuk yang

menjadi pusat perhatian pengamat. Sistem terdiri dari 3 jenis, yaitu sistem

terbuka, sistem tertutup dan sistem terisolasi. Lingkungan adalah segala yang

berada di luar dari sitem.

b. Reaksi eksoterm dan endoterm

Berdasarkan perubahan entalpinya, reaksi kimia dibedakan menjadi 2

jenis reaksi, yaitu reaksi eksoterm dan reaksi endoterm. Reaksi eksoterm

adalah reaksi yang dimana sistem melepaskan/membebaskan energi ke

lingkungan, sehingga lingkungan mengalami kenaikan suhu. Sedangkan reaksi

endoterm adalah reaksi yang dimana sistem menyerap/menerima energi,

sehingga lingkungan mengalami penurunan suhu.


21

c. Entalpi pembentukan standar (∆Hfo)

Entalpi pembentukan standar (∆Hfo) adalah energi yang diterima atau

dilepas untuk membentuk 1 mol zat dari unsur pembentuknya. Berikut nilai

entalpi pembentukan standar:

(1) Bernilai positif, jika menerima energi.

(2) Bernilai negatif, jika melepas energi.

(3) Bernilai nol, jika unsur tersebut sudah terdapat di alam nyata.

d. Entalpi penguraian standar (∆Hdo)

Entalpi penguraian standar adalah energi yang diterima atau dilepaskan

untuk menguraikan 1 mol zat menjadi unsur pembentuknya. Nilai entalpi

penguraian standar berlawanan dengan nilai pentalpi pembentukan standar.

e. Entalpi pembakaran standar (∆Hco)

Entalpi pembakaran standar adalah jumlah energi yang dilepaskan untuk

membakar 1 mol zat. Nilai perubahan entalpi pembakaran standar ditentukan

menggunakan data entalpi pembakaran standar. Ciri utama dari rekasi

pembakaran adalah sebagai berikut:

(1) Merupakan reaksi eksoterm.

(2) Melibatkan oksigen (O2) dalam reaksinya.

(3) Karbon terbakar menjadi CO2, hidrogen terbakar menjadi H2O, nitrogen

terbakar menjadi menjadi NO2, dan belerang terbakar menjadi SO2.

f. Penentuan entalpi reaksi

Entalpi reaksi dapat ditentukan dengan:


22

(1) Menggunakan kalorimetri.

(2) Menggunakan hukum Hess (penjumlahan).

(3) Menggunakan data entalpi pembentukan.

(4) Menggunakan data energi ikatan.

6. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan hasil penelitian Minarni, Malik, & Fuldlaratman (2019),

pengembangan media komik kimia dengan 3D pageflip professional pada materi

ikatan kimia mendapatkan respon yang sangat baik dan positif dari mahasiswa

berdasarkan angket respon dengan skor sebesar 84% yang mana persentase

tersebut dikategorikan sebagai media yang menarik.

Menurut hasil penelitian Seruni, Munawaroh, Kurniadewi, & Nurjayadi

(2019), pengembangan e-modul dengan 3D pageflip professional pada materi

metabolisme lipid. Hasil penelitian menunjukkan pada persentase rata-rata ahli

materi dan bahasa sebesar 85,00%, serta ahli media sebesar 83,35%. Sedangkan

persentase rata-rata respon mahasiswa pada uji lapangan sebesar 84,39% yang

menunjukkan bahwa media tersebut memiliki interpretasi baik dan layak

digunakan dalam proses pembelajaran.

Menurut hasil penelitian Martini (2019) pada penerapan metode problem solving

pada materi konsep mol memberikan peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Persentase pada siklus I untuk peserta didik yang mencapai nilai ≥76 sebesar 40%

dan pada siklus II peserta didik yang mencapai nilai ≥76 sebesar 88%. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa penelitian tersebut berhasil.

Anda mungkin juga menyukai