Anda di halaman 1dari 20

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Pengembangan

1. Pengertian Penelitian Pengembangan

Secara umum penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Istilah

penelitian pengembangan merupakan padanan makna dari kata

Research dan Development. Menurut Borg dan Gall (Nurnisa, 2017),

penelitian pengembangan adalah suatu desain penelitian yang bertujuan

untuk mengembangkan dan memvalidkan produk pendidikan.

Penggunaan produk menurut mereka bukan saja terbatas pada

pengembangan bahan ajar, misalnya buku teks, film-film pembelajaran,

tetapi juga pengembangan prosedur dan proses pembelajaran, misalnya

metode dan pengorganisasian pembelajaran.

Gay, Mills, dan Airaisian dalam Nurnisa (2017), dalam bidang

pendidikan tujuan utama penelitian dan pengembangan bukan untuk

merumuskan atau menguji teori, tetapi untuk mengembangkan produk-

produk yang efektif untuk digunakan disekolah-sekolah. Produk-produk

yang dihasilkan penelitian dan pengembangan mencakup: materi

penelitian guru, materi ajar, seperangkat tujuan perilaku, materi media,

dan sistem-sistem manajemen. Penelitian dan pengembangan secara


umum berlaku secara luas pada istilah-istilah tujuan, personal, dan

waktu sebagai pelengkap. Produk-produk dikembangkan untuk

mengetahui kebutuhan-kebutuhan tertentu.

Penelitian dan pengembangan merupakan konsep yang relatif

masih baru di bidang pendidikan. Ilmu pengetahuan dapat dianggap

sebagai strategi mencari pengetahuan yang kurang lebih bersifat abstrak

yang dinamakan teori. Sedangkan pengembangan adalah penerapan

pengetahuan yang terorganisasi untuk membantu memecahkan masalah

dalam masyarakat termasuk bidang pendidikan.

2. Karakteristik Penelitian Pengembangan


Menurut Wayan (2009) ada empat karakteristik penelitian

pengembangan antara lain:

a. Masalah yang ingin dipecahkan adalah masalah nyata yang

berkaitan dengan upaya inovatif atau penerapan teknologi dalam

pembelajaran sebagai pertanggung jawaban professional dan

komitmennya terhadap pemerolehan kualitas pembelajaran

b. Pengembangan model, pendekatan dan metode pembelajaran serta

media belajar yang menunjang keefektifan pencapaian kompetensi

siswa

c. Proses pengembangan produk, validasi yang dilakukan melalui uji

ahli, dan uji coba lapangan secara terbatas perlu dilakukan sehingga

produk yang dihasilkan bermanfaat untuk peningkatan kualitas


pembelajaran. Proses pengembangan, validasi, dan uji coba

lapangan tersebut seyogyanya dideskripsikan secara jelas, sehingga

dapat dipertanggung jawabkan secara akademik

d. proses pengembangan model, pendekatan, modul, metode, dan

media pembelajaran perlu didokumentasikan secara rapi dan

dilaporkan secara sistematis sesuai dengan kaidah penelitian yang

mencerminkan originalitas.

3. Tujuan Penelitian Pengembangan


Menurut Akker (1999) tujuan penelitian pengembangan khusus

dalam bidang pendidikan dibedakan berdasarkan aspek pengembangan,

yakni bagian kurikulum, teknologi dan media, pelajaran dan instuksi,

dan pendidikan guru didaktis. Berikut ini penjelasannya:

Gambar 2.1 Tujuan Penelitian Pengembangan

a. Pada bagian kurikulum


Tujuannya adalah menginformasikan proses pengambilan

keputusan sepanjang pengembangan suatu produk/program untuk


meningkatkan suatu program/produk menjadi berkembang dan

kemampuan pengembang untuk menciptakan berbagai hal dari

jenis ini pada situasi ke depan

b. Pada bagian teknologi dan media


Tujuannya adalah untuk meningkatkan proses rancangan

instruksional, pengembangan, dan evaluasi yang didasarkan pada

situasi pemecahan masalah spesifik yang lain atau prosedur

pemeriksaan yang digeneralisasi

c. Pada bagian pelajaran dan instruksi


Tujuannya adalah untuk pengembangan dalam perancangan

lingkungan pembelajaran, perumusan kurikulum, dan penaksiran

keberhasilan dari pengamatan dan pembelajaran, serta secara

serempak mengusahakan untuk berperan untuk pemahaman

fundamental ilmiah

d. Pada bagian pendidikan guru dan didaktis


Tujuannya adalah untuk memberikan kontribusi pembelajaran

keprofesionalan para guru dan atau menyempurnakan perubahan

dalam suatu pengaturan spesifik bidang pendidikan. Pada bagian

didaktis, tujuannya untuk menjadikan penelitian pengembangan

sebagai suatu hal interaktif, proses yang melingkar pada penelitian

dan pengembangan dimana gagasan teoritis dari perancang

memberi pengembangan produk yang di uji di dalam kelas yang

ditentukan, mendorong secepatnya ke arah teoritis dan empiris


dengan menemukan produk, proses pembelajaran dari pengembang

dan teori instruksional.

4. Penelitian Pengembangan Model Sugiyono


Sugiyono (2009) menyatakan bahwa langkah-langkah dalam

penelitian R&D terdiri atas 10 langkah sebagaimana berikut ini: (1)

Potensi dan masalah; (2) Pengumpulan data; (3) Desain produk; (4)

validasi desain; (5) Revisi desain; (6) Uji coba produk; (7) Revisi

produk; (8) Uji coba pemakaian; (9) Revivi produk; dan (10) Produksi

masal.

Secara skematik langkah-langkah tersebut dapat ditunjukkan

seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 2.2 Langkah-langkah penggunaan metode R & D


a) Potensi dan masalah. Research and Development (RnD) dapat

berawal dari adanya potensi dan masalah. Data tentang potensi dan

masalah tidak harus dicari sendiri, tetapi bisa berdasarkan laporan

penelitian orang lain atau dokumentasi laporan kegiatan dari

perorangan
b) Pengumpulan data. Setelah potensi dan masalah dapat ditunjukkan

secara factual, selanjutnya perlu dikumpulkan berbagai informasi

yang dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan

c) Desain Produk. Hasil akhir dari serangkaian penelitian awal, dapat

berupa rancangan kerja baru atau produk baru

d) Validasi Desain. Proses untuk menilai apakah rancangan kerja baru

atau produk baru secara rasional layak digunakan dengan cara

meminta penilaian ahli yang berpengalaman

e) Revisi desain produk. Produk yang telah didesain kemudian direvisi

setalah diketahui kelemahannya

f) Uji coba produk. Melakukan uji coba terbatas

g) Revisi produk. produk direvisi berdasarkan hasil uji coba terbatas

h) Uji coba pemakaian, Dilakukan uji coba dalam kondisi yang

sesungguhnya

i) Revisi produk. Apabila ada kekurangan dalam penggunaan pada

kondisi sesungguhnya, maka produk diperbaiki

j) Produk terbatas.
B. Bahan Ajar
1. Pengertian Bahan Ajar
Salah satu tugas pendidik adalah menyediakan suasana belajar

yang menyenangkan. Pendidik harus mencari cara agar pembelajaran

yang berlangsung menjadi menyenangkan dan mengesampingkan

ancaman selama proses pembelajaran. Salah satu cara agar

pembelanjaran menjadi menyenangkan adalah dengan menggunakan

bahan ajar yang menyenangkan pula, yaitu bahan ajar yang dapat

membuat peserta didik merasa tertarik dan senang mempelajari bahan

ajar tersebut. Prastowo (2012:17) Bahan ajar pada dasarnya merupakan

segala nahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara

sistematis, yaitu menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan

dikuasai siswa dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan

tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.

National Center for Vocation Education Research Center for

Competency Based Training dalam Majid (2008:174) “bahan ajar

adalah segala bentuk bahan yang digunakan guru/instruktur dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang

dimaksud dapat berupa bahan tertulis maupun tidak tertulis”. Dengan

bahan ajar memungkinkan peserta didik dapat mempelajari kompetensi

dasar secara runtut dan sistematis sehingga utuh dan terpadu

Sedangkan menurut Dikmenum dikemukakan bahwa, bahan ajar

merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching


material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sososk utuh

dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dalam kegiatan

pembelajaran.

Bahan ajar atau learning materials merupakan bahan pembelajaran

yang secara langsung digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Dengan

demikian, bahan ajar yang lazimnya berisikan tentang semua cukupan

materi dari semua mata pelajaran. Bahannya sendiri merupakan media

atau saran yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan

pembelajaran, bisa berupa pesan visual, audio maupun pesan audio

visual. Pengelompokan bahan ajar adalah media tulis, audio visual,

elektronik, dan interaktif terintegrasi yang kemudian disebut sebagai

media terintegrasi atau mediamix. Sebuah bahan ajar paling tidak

mencakup antara lain :

a) Petunjuk belajar (petunjuk peserta didik/guru)

b) Kompetensi yang akan dicapai

c) Informasi pendukung

d) Latihan-latihan

e) Petunjuk kerja, dapat berupa Lembar Kerja (LK)

f) Evaluasi.

2. Jenis Bahan Ajar

Berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar

adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga

tercipta lingkungan/suasana yang memungkinkan peserta didik belajar


dengan baik. Menurut Aida, R. & Hendra, H. (2013) bentuk bahan ajar

dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu :

a. Bahan cetak (printed) antara lain hanout, buku, modul, lembar


kerja peserta didik, brosur, leatflet, foto/gambar

b. Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam,


dan compact dist audio

c. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video cakram


padat yang diisi dat (compact dist), film

d. Bahan ajar interaktif (interactive teaching material) seperti


cakram padat yang diisi data (compact disk) interaktif.

3. Tujuan dan Manfaat Penyusunan Bahan Ajar


Menurut Depdiknas (2008) dan dikmenjur dalam websibnya

http://www.dikmen.go.id, tujuan penyusunan bahan ajar, yakni:

1) Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tututan kurikulum


dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik/siswa, yakni
bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau
lingkungan sesuai siswa.

2) Membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar disamping


buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh.

3) Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran.

Manfaat bagi guru :

a) Diperoleh bahan ajar sesuai tuntutan kurikulum dan sesuai dengan


kebutuhan belajar siswa.
b) Tidak lagi tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk
diperoleh

c) Memperkaya karena dikembangkan dengan menggunakan


berbagai referensi

d) Menambah pengetahuan dan pengalaman guru dalam menulis


bahan ajar

e) Membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru


dengan siswa karena siswa akanmerasa lebih percaya kepada
gurunya.

Menurut Sofan, Amri (2010) bahan ajar sangat banyak manfaatnya

bagi siswa oleh karena itu harus disusun secara bagus, manfaatnya

sebagai berikut :

a) Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik

b) Kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi


ketergantungan terhadap kehadiran guru

c) Mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi


yang harus dikuasai.

4. Modul
a. Pengertian Modul
Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas

secara utuh dan sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh

siswa, sesuai usia dan tingkat pengetahuan mereka agar mereka dapat

belajar secara mandiri dengan bimbingan minimal dari pendidik (Andi

Prastowo, 2012). Terkait dengan pengembangan bahan ajar, saat ini


pengembangan bahan ajar dalam bentuk modul menjadi kebutuhan

yang sangat ideal. Modul dapat membantu sekolah dalam mewujudkan

pembelajaran yang berkualitas. Penggunaan modul dalam

pembelajaran bertujuan agar siswa dapat belajar mandiri tanpa atau

dengan minimal dari guru. Di dalam pembelajaran guru hanya sebagai

fasilitator.

Modul termasuk dalam kelompok sumber belajar yang

menggunakan bahasa verbal yang tertulis sebagai media utama

komunikasi. Struktur modul meliputi tujuh komponen, yaitu: (1) judul,

(2) petunjuk belajar, (3) kompetensi dasar atau materi pokok, (4)

informasi pendukung, (5) latihan, (6) tugas atau langkah kerja, dan (7)

penilaian. Modul memiliki struktur bahan ajar yang berbeda dengan

jenis bahan ajar lain. Disebabkan dari segi fungsi dan pembuatannya,

modul memang ditujukan agar peserta didik dapat belajar secara

mandiri. Modul menuntut struktur yang kompleks dengan harapan agar

dapat memudahkan peserta didik belajar secara mandiri tanpa terlalu

tergantung pada orang lain (guru/pendidik) (Prastowo : 2012).

b. Karakteristik Modul
Modul yang dikembangkan harus memiliki karakteristik agar

mampu menghasilkan modul yang dapat meningkatkan motivasi

penggunanya. Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah

Kejuruan (2008), modul yang akan dikembangkan harus


memperhatikan lima karakteristik sebuah modul yaitu self instruction,

self contained, stand alone, adaptif, dan userfriendly.

1) Self Instruction, siswa dimungkinkan belajar secara mandiri dan

tidak tergantung pada pihak lain. Self instruction dapat terpenuhi

jika modul tersebut: memuat tujuan pembelajaran yang jelas;

materi pembelajaran dikemas dalam unit-unit kegiatan yang

kecil/spesifik; ketersediaan contoh dan ilustrasi yang mendukung

kejelasan pemaparan materi pembelajaran; terdapat soal-soal

latihan, tugas dan sejenisnya; kontekstual; bahasanya sederhana

dan komunikatif; adanya rangkuman materi pembelajaran; adanya

instrument penilaian mandiri (self assessment); adanya umpan balik

atas penilaian siswa; dan adanya informasi tentang rujukan

2) Self Contained, seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan

termuat dalam modul tersebut. Karakteristik ini memberikan

kesempatan kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran

secara tuntas

3) Stand Alone, modul yang dikembangkan tidak tergantung pada

bahan ajar lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan

bahan ajar lain. Siswa tidak perlu bahan ajar lain untuk

mempelajari atau mengerjakan tugas pada modul tersebut

4) Adaptif, modul tersebut dapat menyesuaikan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, fleksibel/luwes dipergunakan


diberbagai perangkat keras (hardware). Modul yang adaptif adalah

jika modul tersebut dapat digunakan sampai kurun waktu tertentu

5) User Friendly (bersahabat/akrab), modul memiliki instruksi dan

paparan informasi bersifat sederhana, mudah dimengerti, serta

menggunakan istilah yang umum digunakan. Penggunaan bahasa

sederhana dan penggunaan istilah yang umum merupakan salah

satu bentuk user friendly.

C. Model Pembelajaran CTL


Menurut Penulis Depdiknas pengertian CTL adalah pembelajaran

kontekstual dengan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan

antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan

mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan

melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni:

kontruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan

(inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan

(modeling), refleksi (reflection), dan penelitian sebenarnya (authentic

assessment ) (Depdiknas, 2003).

a. Kontruktivisme (contructivism)
Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru

berdasarkan pada pengetahuan awal dimana pembelajaran harus

dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan sekedar menerima

pengetahuan
b. Menemukan (inquiri)
Pada pembelajaran dengan CTL terjadi proses perpindahan dari

pengamatan menjadi pemahaman dan siswa belajar menggunakan

keterampilan berpikir kritis dalam pengamatan yang dilakukan

c. Bertanya (questioning)
Kegiatan bertanya dilakukan antara guru dan siswa untuk

mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir kritis siswa.

Bagi siswa hal tersebut merupakan bagian penting dalam pembelajaran

yang berbasis inquiry

d. Masyarakat belajar (learning community)


Pembelajaran dengan CTL melibatkan adanya sekelompok orang

yang terikat dalam kegiatan belajar yang saling kerjasama dan itu akan

memebrikan hasil yang baik daripada belajar sendiri. Belajar bersama

yang dilakukan siswa akan melatih untuk saling bertukar ide dengan

temannya

e. Pemodelan (modeling)
Pemodelan merupakan proses penampilan suatu contoh agar orang

lain berpikir, bekerja dan belajar yang perannya sangat dibutuhkan

dalam CTL. Lewat pemodelan siswa akan mengerjakan sesuai

keinginan guru
f. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Dalam CTL guru mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa

dari penilaian produk (kinerja) dan dari tugas-tugas yang relevan dan

kontekstual

g. Refleksi (reflection)
Pada akhir pembelajaran siswa dibimbing untuk mencatat apa yang

telah dipelajari dan mewujudkannya dengan membuat jurnal, karya

seni, ataupun diskusi kelompok.

Elaine B. Johnson (riwayat, 2008) mengatakan pembelajaran

kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun

pola-pola yang mewujudkan makna lebih lanjut, Elaine mengatakan

bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang

cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan

muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.

Pembelajaran CTL menawarkan bentuk pembelajaran yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi

dunia nyata siswa. Para pakar menyimpulkan bahwa CTL merupakan

suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan

siswa untuk menemukan materi yang dipelajarinya den menghubungkan

serta menerapkannya dalam kehidupan mereka. Peran siswa dalam

pembelajaran CTL adalah sebagai subjek pembelajaran yang menemukan

dan membangun sediri konsep-konsep yang dipelajarinya. Belajar

bukanlah menghafal dan mengingat fakta-fakta tetapi belajar adalah upaya


untuk mengoptimalkan potensi siswa baik aspek kognitif, afektif maupun

psikomotorik.

Menurut Masnur (2007) pendekatan kontekstual salah satu

pendekatan yang berlandasan pada pandangan belajar secara

kontruktivisme, yaitu belajar tidak hanya menghafal, tetapi

merekontruksikan pengetahuan dan keterampilan baru melalui fakta-fakta

yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari yang memiliki

karakteristik sebagai berikut:

a. Pembelajaran diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks


kehidupan nyata

b. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk


mengerjakan tgas-tugas yang bermakna

c. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman yang


bermakna

d. Pembelajaran dilaksanakan dengan berdiskusi

e. Pembelajaran menciptakan kebersamaan

f. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, dan produktif

g. Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.

D. Modul Kimia Berbasis CTL

Pengembangan modul dapat disesuaikan dengan karakteristik

siswa. Karakteristik siswa mencakup tahapan perkembangan siswa, latar

belakang keluarga dan lain-lain. Menurut Depdiknas (2008),

pengembangan modul dapat menjawab atau memecahkan masalah ataupun


kesulitan belajar siswa. Modul dapat membantu sekolah dalam

mewujudkan pembelajaran yang berkualitas serta dapat menyediakan

kegiatan pembelajaran yang lebih terencana dengan baik.

Modul kimia yang dikembangkan merupakan modul kimia

berbasis CTL dimana siswa dapat terlibat secara penuh untuk

menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi

kehidupan nyata. Modul kimia berbasis CTL disusun berdasarkan

komponen/langkah pembelajaran CTL, yaitu langkah pembelajaran

menurut (Depdiknas:2003) Adapun langkah-langkahnya meliputi, (a)

Kontruktivisme, (b) Bertanya, (c) Menemukan, (d) Masyarakat belajar, (e)

Pemodelan, (f) Refleksi, (g) Penilaian yang sebenarnya.

Modul kimia berbasis CTL yang dikembangkan ini, permasalahan-

permasalahan disajikan dalam bentuk study case pada setiap subbab.

Permasalahan yang disajikan adalah permasalahan yang sering siswa

temui dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang disajikan dalam modul

merupakan ilustrasi siswa yang berhubungan dengan dunia nyata.

Penyajian masalah berupa ilustrasi peristiwa dalam kehidupan sehari-hari

diharapkan dapat membuat siswa untuk dapat belajar secara mandiri

maupun kelompok.
E. Materi Sistem Koloid

Mempunyai Efek Tyndall

Sistem sifat Gerak Brown Elektroforesis


koloid Aplikasinya
Terdiri Bermuatan pada Koagulasi
dari Listrik
Fase untuk
terdispersi Penjernihan air
dan medium
pendispersi
Dilakukan Mekanik
Dispersi dengan cara Peptisasi
Busur Bredig
Cara Pembuatan Homogenisasi

Dilakukan Reaksi Redoks


Kondensasi dengan cara Reaksi Hidrolisis
Dekomposisi rangkap
Penggantain Pelarut
Manfaat Industri makanan
Industri Kosmetik
Industri Farmasi

Dapat menyebabkan
Pencemaran Lingkungan
F. Penelitian Relevan
1) Febriana, W., Anna, J., Angeline,V.A & Arfiena, F.B (2019) yang

berjudul “Pengembangan Modul Berbasis Kontekstual Pada Materi

Koloid Di Sekolah Menengah Atas (SMA)” diperoleh hasil bahwa

modul yang dikembangkan memenuhi kriteria Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP) dan hasil belajar kognitif siswa yang

menggunakan modul ini lebih besar dari nilai KKM. Kemampuan

efektif siswa dan psikomotorik siswa mengalami perkembangan.

2) Dwi, S.P (2016) yang berjudul “Pengembangan Modul Berorientasi

Unity Of Sciences dengan Pendekatan CTL Pada Materi Termokimia”

diperoleh hasil bahwa penilaian aspek kognitif yang diuji

menggunakan N-gain mencapai 0,78 yang termasuk dalam kategori

tinggi. Penilaian aspek afektif mencapai skor rata-rata 88% berada

pada kategori sangat baik dan modul pengembangan modul

berorientasi Unity Of Sciences dengan pendekatan CTL pada materi

termokimia dinyatakan baik.


G. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir pada penelitian ini disajikan dalam Gambar 2.3

berikut
1. Belum adanya modul pembelajaran berbasis
CTL pada materi koloid
Fakta 2. Pembelajaran berpusat pada guru

3. Sumber belajar mandiri siswa masih kurang

Diperlukan bahan ajar berupa modul untuk


sumber belajar mandiri siswa dan model
pembelajaran yang dapat berpusat pada siswa

Bahan ajar berupa modul kimia berbasis CTL


pada materi koloid sebagai sumber belajar
mandiri siswa

1. Bahan ajar yang dikembangkan


berupa modul cetak

2. Rancangan desain modul kimia


berbasis CTL pada materi koloid

Hasil yang diinginkan

Modul kimia berbasis CTL pada


materi koloid

Anda mungkin juga menyukai