Anda di halaman 1dari 36

Inovasi Program PKPR

“KOMPAK DAN AMPUH”

Masalah kesehatan reproduksi remaja merupakan masalah yang cukup komplek


karena keadaan dilapangan menunjukkan bahwa siswa SMP dan SMA banyak yang
sudah terlibat dalam kegiatan-kegiatan seksual dari hal-hal yang berbau seks seperti
misalnya penggunaan HP untuk mengirim SMS kata-kata porno dan rekaman
adeganporno,mengakses situs-situs internet yang berbau pornografi, berpacaran
secara berlebihan, melakukan hubungan seks yang mengakibatkan kehamilan dan
harus keluar dari sekolah, pelecehan seksual pada pelajar puteri baik oleh sesama
teman laki-laki maupun guru. Selain itu kasus remaja merokok dan mengkonsumsi
narkoba juga sudah tidak asing lagi. Informasi ini kami dapatkan baik dari berita media
cetak maupun elektronik,isu di masyarakat , juga setelah melakukan wawancara
dengan guru-guru saat melakukan penjaringan/screening di sekolah.
Di satu sisi,pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja tidak diberikan secara
komprehensif di sekolah. Padahal siswa SMP dan SMA sangat haus akan informasi
kesehatan reproduksi yang benar. Sehingga para siswa akan mencari tahu
sendiri,dengan narasumber yang belum tentu benar,bahkan mungkin dapat
menyesatkan karena informasi yang salah tentang kesehatan reproduksi remaja. Hal ini
ternyata dapat
merugikan masa depan remaja karena implementasi yang salah dari informasi yang
salah, misalnya remaja yang mengalami kehamilan pranikah yang harus disusul
dengan pernikahan dini, aborsi,kemungkinan tertular penyakit PMS/HIV/AIDS dan
sebagainya.
Perlu diketahui, tingkat pengguna narkoba di kalangan remaja di Indonesia sangat
memprihatinkan. Dari data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus penyalahgunaan
narkoba terus meningkat di kalangan remaja. Kenakalan remaja berikutnya adalah seks
bebas. Dimana, pergaulan seks bebas akan bersangkutan dengan peningkatan kasus
IMS dan HIV/AIDS . (Data BNN tahun2010)
Perlu menjadi perhatian kita juga, ketika penderita Human Immunodeficiency
Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) di negara lain mulai turun, di
Indonesia tren penderita penyakit mematikan ini justru naik. Lebih mencengangkan lagi
bahwa setengah dari total jumlah penderita AIDS di Tanah Air adalah kaum remaja.        
(Liputan6.com, 12Februari2008).

Undang-undang kesehatan no.23 tahun 1992 pada pasal 17 disebutkan bahwa


kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan
anak melalui peningkatan kesehatan anak dalam kandungan, masa bayi, masa balita,
usia prasekolah, dan usia sekolah. Selain itu pada pasal 45 juga disebutkan bahwa
kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat
peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar,
tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia
yang lebih berkualitas. Dimana kesehatan sekolah yang dimaksud,diselenggarakan
melaluisekolah atau melalui lembaga pendidikan lain. Lembaga pendidikan lain yang
dimaksud salah satunya adalah melalui kegiatan di puskesmas. (UU RI.no.23 tahun
1992 tentang kesehatan)
Salah satu  hal yang dibutuhkan dalam menciptakan sumber daya manusia yang
optimal adalah meningkatkan derajat kesehatan selain meningkatkan mutu pendidikan.
Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis kesehatan, memiliki fungsi sebagai
penggerak pembangunan berwawasan masyarakat, pelayanan kesehatan baik
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, serta berperan dalam pemberdayaan
masyarakat, merasa perlu untuk melakukan sesuatu , guna meningkatkan pelayanan
kepada masyarakatdari sisi kesehatan. Upaya mewujudkan peningkatan sumber daya
manusia yang optimal bisa diwujudkan dengan peningkatan kesehatan dan pendidikan.
Hal ini mendorong petugas kesehatan di Puskesmas Karangan membuat MOU dengan
sekolah yang dibingkai sebagai “Komitmen dan kesepakatan demi anak negeri  agar
meraih prestasi Usaha Kesehatan Sekolah yang Hebat” ( KOMPAK DAN AMPUH)

1.2 Tujuan
Umum  : Mewujudkankan kesehatan reproduksiremaja dan anak sekolah secara
optimal sebagai upaya meningkatkan sumber daya manusia.
Khusus : 1. Meningkatkan komitmen dari petugas kesehatan terhadap program KRR
(Kesehatan Reproduksi Remaja) dan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah)
2. Meningkatkan kemitraan dan kerjasama lintas program dan lintas sektor dalam  
program KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) dan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah).
3. Memberdayakan masyarakat kususnya remaja,anak sekolah, guru dan lingkungan
sekitar sekolah untuk secara mandiri dapat mengatasi permasalahan kesehatannya.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan KRR dan UKS di puskesmas Karangan
4. Meningkatkan pendidikan kesehatan bagi remaja dan anak sekolah

BENTUK KEGIATAN

Langkah awal yang dilaksanakan adalah :


Penandatanganan MOU antara kepala puskesmas dan kepala sekolah, serta
pembaharuan MOU setiap tahun.
MOU  sampai saat ini sudah dilaksanakan di seluruh SMP dan SMA sederajat di
wilayah puskesmas Karangan, terdiri dari 7 SMP sederajat dan 5 SMA sederajat,serta
beberapa SD (SD Kreatif, SDN I,II dan III Karangan, SDN I Jati, SDN Kerjo dan SDN
Kedungsigit).

Tujuan : Bekerjasama dan mengambil kesepakatan dengansekolah-sekolah yang telah


melakukan MOU dengan puskesma stentang pelayanan kesehatan remaja, meliputi
bentuk pelayanan dan cara pembiayaan serta berbagai kegiatan dalam
memberdayakan kader kesehatan remaja maupun kader tiwisada di sekolah sebagai
upaya dalam melaksanakan trias UKS serta sangsi jikamasing-masing pihak melanggar
kesepakatan.

Manfaat:
• Baik puskesmas maupun sekolah memiliki dasar dalam melaksanakan kerjasama
yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan anak sekolah/remaja. Dengan MOU,
masing-masing akan berusaha mematuhi kesepakatan yang sudah dibuat dan siap
dengan konsekuensi sangsi yang harus diterima jika melanggar kerjasama.

Dampak yang sudah diperoleh :


• Terjalinnya kerjasama yang harmonis antara sekolah dengan Puskesmas untuk
bersama-sama meningkatkan kesehatan reproduksi remaja dan anak sekolah di
wilayah kecamatan Karangan.
• Berdirinya pusat informasi kesehatan remaja oleh UKS SMAN II Karangan,berawal
dari adanya kesepakatan untuk pemberdayaan kader kesehatan remaja yang sudah
dilatih di Puskesmas Karangan. Dengan berdirinya pusat informasi KRR di sekolah oleh
kader, maka terbentuk konselor sebaya yang diharapkan mampu memberikan solusi
bagi teman-temannya terhadap permasalahan yang dihadapi sebelum datang ke poli
KRR Puskesmas Karangan.
• Kesepakatan  dan kesediaan kepala sekolah untuk memberi waktu bagi kader di
sekolah untuk melaksanakan trias UKS. Dengan adanya kesepakatan ini,pelaksanaan
trias UKS di sekolah dapat terwujut.
Misalnya adalah :Kegiatan abatisasi, penyuluhan 10 menit oleh kader saat penjaskes,
pembinaan kantin oleh kader di sekolah,dll. Hal ini tentu saja dapat memudahkan
kerjasama  antara puskesmas dengan sekolah utamanya dalam program KRR dan
UKS.
• Terjaringnya kondisi kesehatan anak sekolah melalui kesepakatan adanya
penjaringan anak sekolah, sehingga jika ditemukan kasus bisa segera ditangani.
Penjaringan anak sekolah di Puskesmas Karangan tercapai 100% karena kemudahan
dan fasilitas yang diberikan oleh sekolah sesuai MOU.
• Tercapainya pelayanan pemeriksaan Hb bagi seluruh warga sekolah, masih ditambah
pemeriksaan lain maupun pemeriksaan laboratorium lain sesuai indikasi tanpa harus
membayar terlebih dahulu. Hal ini karena sudah ada kesepakatan untuk pelayanan
laborat dan pembiayaan oleh komite sekolah sesuai dengan perda yang berlaku,
Sehingga jika ada kasus segera bisa ditangani.
• Tercapainya jiwa gotong royong dalam subsidi silang dalam pembiayaan kesehatan
anak sekolah dari komite sekolah.
• Meningkatnya pengetahuan tentang KRR dan UKS  bagi anak sekolah.
• Meningkatnya peran serta  dan komitmen sekolah dalam mewujudkan sekolah yang
sehat.
• Terciptanya kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler  yang berhubungan dengan progran
KRR dan UKS di beberapa sekolah  ,sehingga diharapkan mampu meningkatkan
derajad kesehatan masyarakat sekolah secara mandiri.
Dalam melaksanakan MOU, Puskesmas Karangan berusaha menepati isi kesepakatan
dengan melakukan berbagai kegiatan setelah terlebih dahulu membentuk tim P2KRR.
Kegiatan tersebut antara lain :

1. Menciptakan poli KRR bersahabat


Tujuan : menciptakan tempat pelayanan medis dan konseling KRR yang
nyaman,aman,dan rahasia baik untuk remaja di sekolah maupun remaja pada
umumnya.

Manfaat:
• Terciptanya poli KRR yang nyaman,aman dan rahasia yang bisa bermanfaat sebagai
tempat untuk pelayanan medis dan konseling yang sesuai dengan jiwa remaja.
• Poli KRR yang sesuai dengan jiwa remaja dapat menjadi tempat yang menarik minat
remaja termasuk komunitas remaja di sekolah, untuk datang dan memanfaatkan poli
KRR.

 Dampak yang sudah diperoleh :


• kunjungan konseling meningkat
• Cakupan program meningkat dan sesuai target,  serta ditemukannya solusi dari
berbagai permasalah yang ada pada remaja.

Manfaat dan dampak yang sudah diperoleh :


Dengan adanya survey kepuasan pelanggan di masing-masing poli di Puskesmas
Karangan, dapat diketahui tingkat kepuasan remaja terhadap pelayanan poli KRR serta
dapat menjadi acuan bagi petugas untuk memperbaiki diri.

2. Kegiatan Penyuluhan disekolah maupun diluar sekolah


Tujuan : meningkatkan pengetahuan remaja tentang KRR
Manfaat yang sudah diperoleh :
• Meningkatnya pengetahuan sasaran penyuluhan. Dampak yang sudah diperoleh :
• Meningkatnya peran serta remaja dan lintas sektor dalam menemukan solusi
permasalahan remaja.
• Meningkatnya pengetahuan dapat menumbuhkan kesadaran pada remaja untuk lebih
bertanggung jawab terhadap kesehatan reproduksinya.
• Meningkatnya minat remaja untuk menemukan solusi terhadap
permasalahannya,terbukti dengan meningkatnya jumlah remaja yang melakukan
konseling, baik yang berkunjung ke poli maupun melalui konseling tidak langsung
melaluui media elektronik.
4. Pelatihan kader kesehatan remaja dan kader tiwisada
Manfaat :Menghasilkan remaja yang terlatih tentang KRR
Dampak yang sudah diperoleh :
• Adanya kader kesehatan reproduksi remaja disemua sekolah menengah pertama dan
sekolah menengah atas/sederajat, juga beberapa SD murid kelas 4,5 dan 6, diwilayah
puskesmas Karangan.
• Terlaksananya trias UKS di beberapa sekolah karena peran serta kader yang aktif.
• Terlaksananya kegiatan di pusat informasi kesehatan reproduksi remaja di SMAN II
Karangan karena kader yang aktif dan inovatif.
• Kegiatan remaja yang ada di wilayah kecamatan dapat terkoordinasi dengan baik,
seperti kegiatan seminar oleh PIK-R(binaan BP3AKB) yang dihadiri oleh masing-
masing utusan sekolah dan kader di sekolah, kegiatan dalam memperingati hari
AIDS,dll.
• Berhasilnya kader binaan P2KRR Puskesmas Karangan dalam mengikuti perlombaan
UKS, KKR,Kader tiwisada, baik di tingkat kabupaten maupun propinsi. Kaderdari SMAN
II Karangan berhasil meraih juara harapan 2 tingkat propinsi. Sedangkan SD KreatiF
Karangan berhasil  meraih juara 1 lomba kader tiwisada tingkat kabupaten, dam masuk
rangking 7 dokcil di propinsi. Dan hal ini dampaknya memotivasi sekolah lain di wilayah
kec.Karangan untuk berprestasi juga.
•  Selain itu, dengan adanya wakil dari sekolah dalam perlombaan UKS bisa menjadi
jalan awal dari dinas pendidikan untuk membentuk sektap UKS di kabupaten
Trenggalek yang sebelumnya tidak ada. Mulai tahun ini sektap akan dibentuk dan
sudah mendapat perhatian dari bapak bupati Trenggalek.

5. Sosialisasi buku KARA dan KAREM kepada kepala sekolah dan petugas UKS,
utamanya yang sudah ada MOU dengan Puskesmas Karangan. Juga pengenalan dan
pelatihan mengisi KMS yang terdapat pada buku KARA bagi kader kesehatan remaja
dan kader tiwisada di sekolah.

Manfaat :
• Tersosialisasikannya buku KARA dan KAREM.

Dampak yang sudah diperoleh :


• Meningkatnya kesadaran dari sekolah tentang pentingnya buku KARA dan KAREM
bagi remaja, kkhususnya remaja sekolah.
• Adanya beberapa sekolah yang sudah menggandakan buku KARA untuk anak didik di
sekolahnya, untuk mempermudah pelaksanaan trias UKS
• Terwujudnya pantauan pertumbuhan anak sekolah oleh kader di sekolah dan lebih
mudahnya proses penyuluhan oleh kader di sekolah tentang KRR, karena di dalam
buku KARA dan KAREM memuat informasi tentang kesehatan dan KMS anak usia
sekolah.

6. Seminar KRR
Manfaat:
• Meningkatnya pengetahuan remaja tentang KRR

Dampak yang di peroleh :


• Meningkatnya minat remaja untuk mengetahui KRR yang benar dan
bertanggungjawab.
• Mengalihkan kegiatan remaja dari hal-hal yang negatif ke kegiatan yang positif.
• Terwujudnya sikapdan tingkah laku remaja yang lebih bertanggungjawab terhadap
kesehatan reproduksinya.
• Berkurangnya kenakalan remaja di wilayah puskesmas Karangan, menurut data yang
diperoleh dari polsek Karangan.
7. Keberlanjutan dan peluang replikasi program
• Program Kompak dan Ampuh yang merupakan kolaborasi UKS dan KRR menjadi
percontohan bagi puskesmas lain juga sasaran di sekolah lain diluar wilayah kerja
puskesmas Karangan.
• Beberapa kunjungan studi banding dalam rangka tukar informasi menjadikan program
ini bisa berkembang di tempat lain.

PENUTUP

KOMPAK DAN AMPUH (Komitmen dan Kesepakatan,Demi Anak Negeri Agar Meraih
Prestasi Uks Hebat) adalah gebrakan yang dilakukan oleh tim P2KRR (Program
Pembangunan Kesehatan Reproduksi Remaja) yang ada di Puskesmas Karangan,
yang bertujuan mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Gebrakan ini diawali dengan tercapainya sebuah komitmen dan kesepakatan yang
dibingkai dalam MOU. MOU antara kepala Puskesmas Karangan dan kepala Sekolah di
wilayah kecamatan Karangan ini, berisi tentang kesepakatan dalam hal pelayanan
kesehatan anak sekolah, baik promotif,preventif,kuratif dan rehabilitatif serta
pembiayaan pelayanannya. Dalam hal ini, masing-masing pihak berkomitmen dalam
tujuan meningkatkan kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan anak sekolah secara
optimal guna mewujudkan tercapainya sumber daya manusia yang berkualitas.
Gebrakan ini berjalan selaras dengan fungsi puskesmas sebagai penggerak
pembangunan berwawasan masyarakat, promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif juga
dalam pemberdayaan masyarakat untuk menjadi masyarakat yang sehat secara
mandiri.
Kami sangat berharap program ini bisa bermanfaat bagi masyarakat sesuai dengan
tujuannya. Semoga Allah SWT memudahkan langkah kami, dan kami atas nama tim
kerja program pembangunan kesehatan reproduksi remaja berharap saran,kritik juga
bantuan yang mendukung agar gebrakan ini berjalan lancar dan lebih baik lagi
sehingga lebih bermanfaat lagi masyarakat.
PANDUAN PROGRAM KESEHATAN PEDULI REMAJA
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan terjadi

secara dinamis dan pesat meliputi aspek fisik, psikologis, intelektual, sosial serta

perilaku social yang erat kaitannya dengan pubertas. Masa peralihan dari kanak-kanak

menuju dewasa yang menyebabkan rasa keingintahuan yang tinggi sehingga

berpotensi dalam berperilaku beresiko. Remaja adalah perempuan dan laki-laki berusia

10-19 tahun (WHO) dan 10-18 tahun merujuk Undang-Undang Perlindungan Anak

Tahun 2002 (DepKes, 2008).

Kesehatan remaja merupakan keadaan baik secara fisik, psikologis, spiritual

serta sosial yang memungkinkan remaja tersebut untuk hidup produktif. Faktor-faktor

yang mempengaruhi kesehatan remaja yakni perilaku beresiko remaja yang sering

ditemui yaitu injury, rokok, alcohol dan obat-obatan, perilaku seksual, perilaku diet tidak

sehat dan tidak ada aktivitas fisik.

PKPR merupakan program yang digalakkan pemerintah sejak tahun 2003

sebagai upaya untuk mengatasi masalah kesehatan remaja, baik promotif, preventi,

kuratif dan rehabilittif di dalam maupun diluar gedung Puskesmas. Pelayanan

kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja, menyenangkan, menerima

remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan

kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi

kebutuhan tersebut. 

2. Tujuan PKPR di Puskesmas

a.       Tujuan Umum:
Optimalisasi pelayanan kesehatan remaja di Puskesmas.

b.      Tujuan Khusus:

a)   Meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas.

b)  Meningkatkan pemanfaatan puskesmas oleh remaja untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan.

c)   Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah

kesehatan khusus pada remaja.

d)  Meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

pelayanan kesehatan remaja.


BAB II

PEMBAHASAN

1. ciri khas atau karakteristik PKPR

Berikut ini karakteristik PKPR merujuk WHO (2003) yang menyebutkan

agar Adolescent Friendly Health Services (AFHS) dapat terakses kepada semua

golongan remaja, layak, dapatditerima, komprehensif, efektif dan efisien, memerlukan:

a.   Kebijakan yang peduli remaja.

Kebijakan peduli remaja ini bertujuan untuk:

1)  Memenuhi hak remaja sesuai kesepakatan internasional.

2)  Mengakomodasi segmen populasi remaja yang beragam, termasuk kelompok yang

rapuh dan rawan.

3)  Tidak membatasi pelayanan karena kecacatan, etnik, rentang usia dan status.

4)  Memberikan perhatian pada keadilan dan kesetaraan gender dalam menyediakan

pelayanan.

5)  Menjamin privasi dan kerahasiaan.Mempromosikan kemandirian remaja, tidak

mensyaratkan persetujuan orang tua, dan memberikan kebebasan berkunjung.

6)  Menjamin biaya yang terjangkau/gratis. Perlu kebijakan pemerintah daerah misalnya

pembebasan biaya untuk kunjungan remaja.

b.  Prosedur pelayanan yang peduli remaja.

1)  Pendaftaran dan pengambilan kartu yang mudah dan dijamin kerahasiaannya.

2)  Waktu tunggu yang pendek.

3)  Dapat berkunjung sewaktu-waktu dengan atau tanpa perjanjian terlebih dahulu. Bila

petugas PKPR masih merangkap tugas lain, berkunjung dengan perjanjian akan lebih
baik, mencegah kekecewaan remaja yang datang tanpa bisa bertemu dengan

petugasyang dikehendaki.

Berdasarkan hasil evaluasi program kesehatan remaja di New Delhi (2009)

bahwa persentase klien yang mengatakan bahwa klinik yang dapat diakses dengan

mudah lebih tinggi, waktu menunggu untuk melihat petugas kesehatan di klinik itu lebih

rendah,kerahasiaan yang terjaga serta lingkungan dan kerahamahan pasien

mempengaruhi tingkat kepuasan, faktor-faktor tersebut berpengaruh pada tinggi tingkat

kepuasan pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan remaja (Yadav et al.

2009).

c.   Petugas khusus yang peduli remaja.

1)  Mempunyai perhatian dan peduli, baik budi dan penuh pengertian, bersahabat,

memiliki kompetensi teknis dalam memberikan pelayanan khusus kepada remaja,

mempunyai keterampilan komunikasai interpersonal dan konseling.

2)  Termotivasi bekerja-sama dengan remaja.

3)  Tidak menghakimi, merendahkan, tidak bersikap dan berkomentar tidak

menyenangkan.

4)  Dapat dipercaya, dapat menjaga kerahasiaan.

5)  Mampu dan mau mengorbankan waktu sesuai kebutuhan.

6)  Dapat ditemui pada kunjungan ulang.

7)  Menunjukkan sikap menghargai kepada semua remaja dan tidak membedakannya.

8)  Memberikan informasi dan dukungan cukup hingga remaja dapat memutuskan pilihan

tepat untuk mengatasi masalahnya atau memenuhi kebutuhannya.

d.  Petugas pendukung yang peduli remaja.

Bagi petugas lain yang berhubungan pula dengan remaja, misalnya petugas loket,

laboratorium dan unit pelayanan lain juga perlu menunjukkan sikap menghargai kepada

semua remaja dan tidak membedakannya.

1)  Mempunyai kompetensi sesuai bidangnya masing-masing.

2)  Mempunyai motivasi untuk menolong dan memberikan dukungan pada remaja.


e.   Fasilitas kesehatan yang peduli remaja.

1)  Lingkungan yang aman. Lingkungan aman disini berarti bebas dari ancaman dan

2)  tekanan dari orang lain terhadap kunjungannya sehingga menimbulkan rasa tenang

dan membuat remaja tidak segan berkunjung kembali.

3)  Lokasi pelayanan yang nyaman dan mudah dicapai. Lokasi ruang konseling tersendiri,

mudah dicapai tanpa perlu melalui ruang tunggu umum atau ruang-ruang lain sehingga

menghilangkan kekhawatiran akan bertemu seseorang yang mungkin beranggapan

buruk tentang kunjungannya (stigma). Fasilitas yang baik, menjamin privasi dan

kerahasiaan. Suasana semarak berselera muda dan bukan muram, dari depan gedung

sampai ke lingkungan ruang pelayanan, merupakan daya tarik tersendiri bagi remaja

agar berkunjung. Hal lain adalah adanya kebebasan pribadi (privasi) di ruang

pemeriksaan, ruang konsultasi dan ruang tunggu, di pintu masuk dan keluar, serta

jaminan kerahasiaan. Pintu dalam keadaan tertutup pada waktu pelayanan dan tidak

ada orang lain bebas keluar masuk ruangan. Kerahasiaan dijamin pula melalui

penyimpanan kartu status dan catatan konseling di lemari yang terkunci, ruangan yang

kedap suara, pintu masuk keluar tersendiri, ruang tunggu tersendiri, petugas tidak

berteriak memanggil namanya atau menanyakan identitas dengan suara keras.

4)  Jam kerja yang nyaman. Umumnya waktu pelayanan yang sama dengan jam sekolah

menjadi salah satu faktor penghambat terhadap akses pelayanan. Jam pelayanan yang

menyesuaikan waktu luang remaja menjadikan konseling dapat dilaksanakan dengan

santai, tidak terburu-buru, dan konsentrasi terhadap pemecahan masalah dapat

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

5)  Tidak adanya stigma. Pemberian informasi kepada semua pihak akan meniadakan

stigma misalnya tentang kedatangan remaja ke puskesmas yang semula dianggap

pasti mempunyai masalah seksual atau penyalahgunaan NAPZA.

6)  Tersedia materi KIE. Materi KIE perlu disediakan baik di ruang tunggu maupun di

ruang konseling. Perlu disediakan leaflet yang boleh dibawa pulang tentang berbagai

tips atau informasi kesehatan remaja. Hal ini selain berguna untuk memberikan
pengetahuanmelalui bahan bacaan juga merupakan promosi tentang adanya PKPR

kepada sebayanya yang ikut membaca brosur tersebut.

Menurut hasil penelitian di India tahun 2015 bahwa dalam memberikan pelayanan

kesehatan remaja sangat penting mengutamakan kerahasiaan, privasi dan ruang

tunggu yang tidak sesuai sebagaimana mestinya untuk membuat layanan yang ramah.

Jika kerahasiaan dan privasi tidak terjamin maka remaja akan ragu untuk

memanfaatkan layanan. Kriteria utama untuk fungsi efektif dari klinik PKRR adalah

untuk memisahkan dari pelayanan kesehatan umum dengan pelayanan kesehatan

remaja untuk menjaga privasi remaja (Dalal et al. 2015).

f.    Partisipasi/keterlibatan remaja.

1)  Remaja mendapat informasi yang jelas tentang adanya pelayanan, cara mendapatkan

pelayanan, kemudian memanfaatkan dan mendukung pelaksanaannya serta menyebar

luaskan keberadaannya.

2)  Remaja perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian

pelayanan. Ide dan tindak nyata mereka akan lebih mengena dalam perencanaan dan

pelaksanaan pelayanan karena mereka mengerti kebutuhan mereka, mengerti “bahasa”

mereka, serta mengerti bagaimana memotivasi sebaya mereka. Sebagai contoh ide

tentang interior design dari ruang konseling yang sesuai dengan selera remaja, ide

tentang cara penyampaian kegiatan pelayanan luar gedung hingga diminati remaja,

atau cara rujukan praktis yang dikehendaki.

g.   Keterlibatan masyarakat.

Perlu dilakukan dialog dengan masyarakat tentang PKPR ini hingga masyarakat:

1)  Mengetahui tentang keberadaan pelayanan tersebut dan menghargai nilainya.

2)  Mendukung kegiatannya dan membantu meningkatkan mutu pelayanannya.

h.  Berbasis masyarakat, menjangkau ke luar gedung, serta mengupayakan

pelayanan sebaya.

Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan. Pelayanan

sebaya adalah KIE untuk konseling remaja dan rujukannya oleh teman sebayanya yang
terlatih menjadi pendidik sebaya (peer educator). atau konselor sebaya (peer

counselor).

i.    Pelayanan harus sesuai dan komprehensif.

1)      Meliputi kebutuhan tumbuh kembang dan kesehatan fisik, psikologis dan sosial.

2)      Menyediakan paket komprehensif dan rujukan ke pelayanan terkait remaja lainnya.

Harus dijamin kelancaran prosedur rujukan timbal balik. Kurang terinformasikannya

keberadaan PKPR di puskesmas pada institusi yang ada di masyarakat mengakibatkan

rujukan tidak efektif. Sebaliknya kemitraan yang kuat dengan pemberi layanan

kesehatan dan sosial lainnya akan melancarkan proses rujukan timbal balik.

3)      Menyederhanakan proses pelayanan, meniadakan prosedur yang tidak penting.

j.     Pelayanan yang efektif

1)      Dipandu oleh pedoman dan prosedur tetap penatalaksanaan yang sudah teruji.

2)      Memiliki sarana prasarana cukup untuk melaksanakan pelayanan esensial.

3)      Mempunyai sistem jaminan mutu bagi pelayanannya.

k.  Pelayanan yang efisien

Mempunyai SIM (Sistem Informasi Manajemen) termasuk informasi tentang biaya dan

mempunyai sistem agar informasi tersebut dapat dimanfaatkan.

2. Strategi pelaksanaan dan pengembangan PKPR di Puskesmas.

Mempertimbangkan berbagai keterbatasan Puskesmas dalam menghadapi

hambatan untuk dapat memenuhi elemen karakteristik tersebut diatas, maka perlu

digunakan strategi demi keberhasilan dalam pengembangan PKPR di puskesmas,

sebagai berikut:

a.       Penggalangan kemitraan, dengan membangun kerjasama atau jejaring kerja.

Meskipun keempat aspek upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif) menjadi tugas keseharian Puskesmas, namun melihat kompleks dan

luasnya masalah kesehatan remaja, kemitraan merupakan suatu hal yang esensial

khususnya untuk upaya promotif dan preventif. Penggalangan kemitraan didahului

dengan advokasi kebijakan publik, sehingga adanya PKPR di puskesmas dapat pula
dipromosikan oleh pihak lain, dan selanjutnya dikenal dan didukung oleh masyarakat.

Selain itu, kegiatan di luar gedung, yang menjadi bagian dari kegiatan PKPR, amat

memerlukan kemitraan dengan pihak di luar kesehatan. Kegiatan berupa KIE, serta

Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) dan life Skills Education (LSE) seperti

ceramah, diskusi, role play, seperti halnya konseling, dapat dilakukan oleh petugas

terlatih di luar sektor kesehatan dan LSM.

b.      Pemenuhan sarana dan prasarana dilaksanakan secara bertahap.

Strategi penahapan ini penting, memperhatikan urgensi dilaksanakannya PKPR

dan keterbatasan kemampuan pemerintah, hingga PKPR dapat segera dilaksanakan,

sambil dilakukan penyempurnaan dalam memenuhi kelengkapan sarana dan

prasarana.

c.       Penyertaan remaja secara aktif.

Dalam semua aspek pelayanan mulai perencanaan, pelaksanaan pelayanan dan

evaluasi, remaja secara aktif diikut-sertakan. Dalam menyertakan remaja dianjurkan

dipilih kelompok remaja laki-laki dan perempuan yang dapat “bersuara“ mewakili

Puskesmas untuk informasi penyediaan pelayanan kepada sebayanya dan sebaliknya

mewakili sebayanya meneruskan keinginan, kebutuhan, dan harapannya berkaitan

dengan penyediaan pelayanan. Selain itu dengan keterlibatan remaja ini, informasi

pelayanan dapat cepat meluas, menjangkau baik remaja laki-laki maupun perempuan,

serta memperkenalkan lebih awal konsep keadilan dan kesetaraan gender.

d.      Penentuan biaya pelayanan serendah mungkin.

Pada awal pelaksanaan diupayakan biaya pelayanan serendah mungkin, bahkan

kalau mungkin gratis.

e.       Dilaksanakannya kegiatan minimal.

Pemberian KIE, pelaksanaan konseling serta pelayanan klinis medis termasuk

laboratorium dan rujukan, harus lengkap dilaksanaan secara bersamaan dari sejak awal

dilaksanakannya PKPR. Tanpa konseling, pelayanan tidak akan disebut PKPR,

melainkan pelayanan kesehatan remaja seperti sebelum dikenalnya PKPR.


f.       Ketepatan penentuan prioritas sasaran.

Keberhasilan pelayanan ditentukan antara lain oleh ketepatan penetapan sasaran,

sesuai dengan hasil kajian sederhana sebelum pelayanan dimulai. Sasaran ini misalnya

remaja sekolah, anak jalanan, karang taruna, buruh pabrik, pekerja seks komersial

remaja dan sebagainya.

g.      Ketepatan pengembangan jenis kegiatan.

Perluasan kegiatan minimal PKPR ditentukan sesuai dengan masalah dan

kebutuhan setempat serta sesuai dengan kemampuan puskesmas, misalnya

pelaksanaan PKHS dengan pilihan kegiatan mengadakan FGD (Focus Group

Discussion) diskusi kelompok terarah diantara remaja tentang seks pra-nikah didukung

dengan penyebarluasan slogan dan keterampilan “bagaimana bilang tidak” untuk seks-

pranikah. 

h.      Pelembagaan monitoring dan evaluasi internal.

Monitoring dan evaluasi secara periodik yang dilakukan oleh tim jaminan mutu

puskesmas merupakan bagian dari upaya peningkatan akses dan kualitas PKPR.

3. Langkah langkah pembentukan dan pelaksanaan PKPR di Puskesmas

a.   Identifikasi masalah melalui kajian sederhana:

1)  Gambaran remaja di wilayah kerja :

a)   Jumlah remaja, pendidikan, pekerjaan.

b)  Perilaku berisiko: seks pranikah, rokok, tawuran dan kekerasan lainnya.

c)   Masalah kesehatan: kehamilan remaja, gizi, HIV/AIDS, penyalah-gunaan NAPZA.

b.   Identifikasi sudut pandang remaja tentang sikap dan tata-nilai berhubungan dengan

perilaku berisiko, masalah kesehatan yang ingin diketahui, dan pelayanan apa yang

dikehendaki.

c.   Jenis upaya kesehatan remaja yang ada.

d.   Identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana termasuk buku-buku pedoman

tentangkesehatan remaja. Metoda kajian adalah dengan mengambil data sekunder dari
berbagai sumber, pemerintah dan swasta, dan wawancara dengan sasaran langsung

(remaja) atau tidak langsung (orang tua, guru, pengurus asrama remaja dan

sebagainya).

Hasil kajian ini diperlukan sebagai bahan perencanaan lanjutan untuk menentukan:

1)  Materi KIE yang digunakan untuk remaja sesuai dengan tingkat pendidikan dan

permasalahan yang dihadapi.

2)  Penekanan materi dalam pelatihan petugas sesuai besaran masalah remaja di wilayah

kerja.jenis pelayanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan remaja di wilayahnya

3)  Kelompok sasaran prioritas yang akan diintervensi.

4)  Terobosan dan inovasi kegiatan.

5)   Strategi advokasi sebelum dilaksanakannya PKPR.

6)  Strategi menjalin kemitraan.

7)  Data dasar untuk menilai dampak keberhasilan PKPR di kemudian hari.

4. Advokasi kebijakan public

Kegiatan ini merupakan upaya untuk mempengaruhi kebijakan publik melaui

berbagai bentuk komunikasi persuasif. Yang dimaksud kebijakan publik adalah

pernyataan, kebijakan dari penguasa (praktek yang diberlakukan akibat

dorongan/kesan yang ditimbulkan penguasa) dengan tujuan mengarahkan dan

mengendalikan institusi, masyarakat, atau individu. Dengan advokasi ini diharapkan

akan menghasilkan tim atau jejaring kerjasama di wilayah kerja untuk mendapatkan

dukungan semua pihak hingga dapat mempercepat keberhasilan pembentukan dan

pelaksanaan PKPR. Contoh praktis bentuk dukungan dimaksud misalnya:

1)  Dukungan dari pemerintah daerah setempat dan pengadaan dana untuk pelaksanaan

PKPR (antara lain pengadakan poster, pengadaan ruang konseling, biaya rujukan,

kegiatan di rumah singgah dan lain-lain)

2)  Penggalian potensi masyarakat dalam pendanaan misalnya untuk:

a.   Pengadaan ruangan konseling


b.   Biaya rujukan

c.   Pembebasan retribusi atau pelayanan gratis untuk remaja di Puskesmas.

3)  Pembentukan jaringan khusus melalui peran politis untuk memperkuat sistem rujukan,

berupa:

a.   rujukan sosial, antara lain penyaluran pelatihan keterampilan remaja pasca rehabilitasi

NAPZA, atau mempersiapkan remaja pranikah.

b.   rujukan medis, untuk kelanjutan bantuan medis bagi remaja yang memerlukannya.

c.   rujukan pranata hukum, diperlukan untuk kasus tindak kekerasan.

5. Persiapan pelaksanaan PKPR di Puskesmas

Kegiatan pada persiapan ini bertujuan untuk membentuk Puskesmas Pelayanan

Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), berdasarkan urut berikut:

a.   Sosialisasi internal:

Bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan semua staf Puskesmas untuk

menyelenggarakan PKPR di Puskesmasnya.

b.   Penunjukan petugas peduli remaja.

Syarat utama petugas PKPR harus mempunyai minat untuk membantu remaja, yang

tentu diikuti dengan minat untuk mempelajari teknik berkomunikasi, teknik konseling

dan materi penunjang lain dalam melaksanakan PKPR. Sedapat mungkin dipilih

petugas yang masih akan bekerja di Puskesmas selama 3 tahun mendatang.

c.   Pembentukan Tim.

Tim terdiri dari dokter Puskesmas, paramedis (bidan dan perawat), petugas UKS,

petugas penyuluhan, petugas Gizi, dan petugas lain yang dibutuhkan.

d.   Pelatihan formal petugas PKPR.

Agar dapat melaksanakan PKPR dengan baik perlu ditunjuk petugas tambahan yang

bekerja dalam tim, atau sebagai petugas pengganti. Petugas ini dapat dilatih tersendiri

oleh dokter Puskesmas terlatih, sebelum mendapat kesempatan diikutsertakan dalam

pelatihan resmi.
e.   Penentuan jenis kegiatan dan pelayanan serta sasaran.

Selain ketiga kegiatan yang dipersyaratkan yaitu KIE, konseling dan pelayanan klinis

medis termasuk laboratorium dan rujukannya. Puskesmas dapat memutuskan untuk

memperluas jenis kegiatannya baik di dalam atau di luar gedung serta menentukan

sasaran berdasarkan kondisi dan situasi wilayah serta kebutuhan remaja setempat.

Kegiatan ini strategis untuk meningkatkan akses di kemudian hari. Beberapa contoh

perluasan kegiatan, adalah:

1)  Penyediaan pelayanan hot-line di Puskesmas.

Kegiatan ini selain menjawab kebutuhan remaja juga akan menjadi sarana promosi

PKPR. Penyebaran informasi tentang adanya layanan hot-line tersebut dilakukan

melalui media cetak dan elektronik atau juga dilakukan oleh klien yang puas atas

layanan hot-line tersebut.

2)  Penanganan anak jalanan di wilayah Puskesmas

3)  Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang tinggi pada sasaran anak jalanan.

Melalui kegiatan ini jejaring kerja terkait masalah remaja akan lebih terbina sehingga

mengungkit dukungan dari institusi atau sektor lain seminat dan pada akhirnya

mempermudah tercapainya peningkatkan kualitas dan akses PKPR.

4)  Vitalisasi/revitalisasi pembinaan dan pelaksanaan UKS di Sekolah Lanjutan.

Mendidik kader kesehatan sekolah (Pendidik/Konselor sebaya), serta pengenalan

PKHS melalui UKS di sekolah yang belum terpapar PKHS. Kegiatan-kegiatan ini

menyebabkan jangkauan pelayanan PKPR akan meningkat secara berantai dan

berkesinambungan, sesuai sifat kelompok remaja, yaitu senang menyebarkan informasi

berantai dan menggulirkan keahlian kepada adik kelasnya.

Dengan demikian kegiatan yang dipilih masing-masing Puskesmas dapat amat

bervariasi dan dapat menjadi terobosan untuk meningkatkan PKPR di kemudian hari.

f.    Pemenuhan sarana dan prasarana.

Pemenuhan sarana dan prasarana ini selain memberikan kenyamanan, menjaga privasi

serta menjamin kerahasiaan bagi klien, juga mempermudah bagi pemberi layanan.
Melihat rata-rata kondisi dan kemampuan Puskesmas saat ini, pemenuhan sarana ini

memerlukan upaya khusus. Privasi, kenyamanan, suasana yang menarik dan fasilitas

yang baik saling terkait satu sama lain. Menunggu hal tersebut terealisasi, (misalnya

untuk menjaga privasi dan kerahasiaan harus ada ruang konseling tersendiri yang

nyaman, mempunyai pintu masuk dan keluar tersendiri), PKPR mulai dilaksanakan

dengan fasilitas yang ada namun diusahakan dimanfaatkan semaksimal mungkin

mendekati criteria PKPR. Untuk Puskesmas dimana seringkali tidak lagi mempunyai

ruang tersisa, upaya pengadaan ruang khusus ini dapat diusahakan bertahap. Ruang

konseling dapat disiasati dengan memanfaatkan ruang dokter, ruang KIA atau ruang

lain seusai jam kerja, atau membuat sekat tersendiri/merubah tata letak ruangan dan

menyisihkan ruang untuk konsultasi dengan memilih lokasi yang kirakira diminati

remaja: tidak mencolok, dan ada kesan privasi serta bernuansa remaja. Bila kerjasama

forum yang dibina oleh Camat berjalan dengan baik, diharapkan masyarakat dapat aktif

berpartisipasi dan membantu pengadaan sarana dan prasarana PKPR ini.

g.   Penentuan prosedur pelayanan.

Termasuk di dalamnya penentuan biaya pelayanan, jam buka, penentuan desain,

proses pemberian dan penyimpanan kartu, register dan catatan (status)

medis/konseling, serta penentuan alur pelayanan. Pertimbangan kerahasiaan dan

efisiensi juga merupakan bagian penting. Prosedur pelayanan menjadi bagian kritis dan

menjadi salah satu penentu apakah remaja tersebut akan datang atau tertarik untuk

kembali, serta mempromosikan PKPR kepada teman-temannya. Remaja yang puas

terhadap pelayanan akan menjadi pelanggan yang puas dan dengan sukarela

membantu mempromosikan keberadaan PKPR tersebut.

6. Sosialisasi eksternal

Sosialisasi eksternal dapat dilakukan di setiap kesempatan tempat dan waktu,

baik dalam forum resmi ataupun tidak resmi. Pelibatan pers setempat dari media cetak

ataupun elektronik dapat membantu mempercepat sosialisasi. Sosialisasi dapat pula


dilakukan di tempat remaja berada antara lain di sekolah, komunitas/organisasi remaja:

karang taruna, sanggar seni atau gelanggang remaja dalam bentuk pampangan poster,

selebaran, leaflet atau informasi verbal di sela-sela ceramah / KIE berkaitan dengan

masalah remaja.

7. Pelaksanaan PKPR

Perlu dipahami, penyelenggaraan PKPR di Puskesmas ini penting segera

dilaksanakan, meskipun pemenuhan sarana dan prasarana belum sempurna.

Penyempurnaan dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Kegiatan KIE di

dalam dan di luar gedung perlu ditingkatkan dengan tidak melupakan pelayanan medis

dan konseling.

a.   Alur dan langkah pelaksanaan PKPR pada klien

Dalam melayani remaja, pemberian pelayanan secara komprehensif hendaknya selal

melekat pada pemikiran dan tindakan dari petugas. Tahapan pelayanan pada klien

digambarkan pada bagan di bawah ini:

1)      Klien datang (kiriman, sendiri), melalui loket umum / loket khusus/langsung

deregister diruang konseling

2)      Anamnesa

a)   Identitas

b)  Apa yang sudah diketahui:

Tentang KRR

1)  Perubahan fisik dan psikis

2)  Masalah yang mungkin timbul dan cara menghadapiny

Tentang perilaku hidup sehat pada remaja

1)  Pemeliharaan kesehatan (gizi, personal hygiene)

2)  Hal-hal yang perlu dihindari (Napza, seks bebas)

3)  Pergaulan sehat antara laki-laki dan perempuan


Tentang persiapan berkeluarga yaitu : kehamilan, KB, IMS, HIV/AIDS, masalah yang

dihadapi antara lain:

1)  Kekerasan fisik dan psikologis

2)  Pergaulan antara laki-laki dan perempuan,

3)  Pemeriksaan Fisik

1)  Tanda-tanda anemi, KEK

2)  Tanda-tanda kekerasan terhadap perempuan

4)  Pelayanan Konseling

3)      Tidak perlu pelayanan teknis medis

        pulang atau konseling lanjutan bila diperlukan

4)      Perlu pelayanan klinis medis/lab

pemeriksaan infeksi saluran reproduksi, kehamilan, perkosaan, pasca keguguran,

kontrasepsi ,konseling lanjutan bila perlu.

Berkaitan dengan alur pemikiran komprehensif yang telah disebutkan terdahulu,

dalam memberikan pelayanan, petugas perlu selalu menganalisa tentang keterkaitan

perilaku, gangguan fisik yang diakibatkannya, serta mengacu kepada standar

penanganan masingmasing kasus.

b.  Jenis kegiatan dalam PKPR

Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dilaksanakan di

dalam gedung atau di luar gedung, untuk sasaran perorangan atau kelompok,

dilaksanakan oleh petugas Puskesmas atau petugas lain di institusi atau masyarakat,

berdasarkan kemitraan. Jenis kegiatan meliputi :

1)  Pemberian informasi dan edukasi.

a)   Dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, secara perorangan atau

berkelompok.

b)  Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah atau dari

lintas sektor terkait dengan menggunakan materi dari (atau sepengetahuan)

puskesmas.
c)   Menggunakan metoda ceramah tanya jawab, FGD (Focus Group Discussion), diskusi

interaktif, yang dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau media elektronik (radio,

email, dan telepon/hotline, pesan singkat.

d)  Menggunakan sarana KIE yang lengkap, dengan bahasa yang sesuai dengan bahasa

sasaran (remaja, orang tua, guru ) dan mudah dimengerti. Khusus untuk remaja perlu

diingat untuk bersikap tidak menggurui serta perlu bersikap santai.

2)  Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya.

Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang smas adalah:

a.       Bagi klien yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan mengacu pada

prosedur tetap penanganan penyakit tersebut.

b.      Petugas dari BP umum, BP gigi, KIA dll dalam menghadapi klien remaja yang datang,

diharapkan dapat menggali masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi masalah

khusus remaja, untuk kemudian bila ada, menyalurkannya ke ruang konseling bila

diperlukan.

c.       Petugas yang menjaring remaja dari ruang lain tersebut dan juga petugas penunjang

seperti loket dan laboratorium seperti halnya petugas khusus PKPS juga harus menjaga

kerahasiaan klien remaja, dan memenuhi kriteria peduli remaja.

d.       Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil rujukan

e.       kasus per kasus.

3)   Konseling

Konseling adalah hubungan yang saling membantu antara konselor dan klien

hingga tercapai komunikasi yang baik, dan pada saatnya konselor dapat menawarkan

dukungan, keahlian dan pengetahuan secara berkesinambungan hingga klien dapat

mengerti dan mengenali dirinya sendiri serta permasalahan yang dihadapinya dengan

lebih baik dan selanjutnya menolong dirinya sendiri dengan bantuan beberapa aspek

dari kehidupannya.

Tujuan konseling dalam PKPR adalah:


a.   Membantu klien untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya agar dapat

mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus dilakukannya untuk

mengatasi masalah tersebut.

b.   Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber daya secara

berkesinambungan hingga dapat membantu klien dalam:

1)  Mengatasi kecemasan, depresi atau masalah kesehatan mental lain.

2)  Meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi pada dirinya.

3)  Mempunyai motivasi untuk mancari bantuan bila menghadapi masalah.

Konseling merupakan kegiatan yang dapat mewakili PKPR. Sebab itu langkah

pelaksanaannya perlu dijadikan standar dalam menilai kualitas pelaksanaan PKPR.

4)  Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)

Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme bahwa bila

remaja dibekali dengan keterampilan hidup sehat maka remaja akan sanggup

menangkal pengaruh yang merugikan bagi kesehatannya. PKHS merupakan adaptasi

dari Life Skills Education(LSE). Life skilsl atau keterampilan hidup adalah kemampuan

psikososial seseorang untuk memenuhi kebukehidupan se-hari-hari secara efektif.

Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam promosi kesehatan dalam lingkup

yang luas yaitu kesehatan fisik, mental dan sosial. Contoh yang jelas bahwa

peningkatan keterampilan psikososial ini dapat member kontribusi yang berarti dalam

kehidupan keseharian adalah keterampilan mengatasi masalah perilaku yang berkaitan

dengan ketidak sanggupan mengatasi stres dan tekanan dalam hidup dengan baik.

Keterampilan psikososial di bidang kesehatan dikenal dengan istilah PKHS. PKHS

dapat diberikan secara berkelompok di mana saja, di sekolah, Puskesmas, sanggar,

rumah singgah dan sebagainya.

Kompetensi psikososial tersebut meliputi 10 aspek keterampilan, yaitu:

a)   Pengambilan keputusan
1)    Pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan konstruktif dalam

menyelesaikan masalah berkaitan dengan hidupnya. Keputusan yang salah tak jarang

mengakibatkan masa depan menjadi suram.

2)    Pemecahan masalah

3)    Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya keterampilan

pengambilan keputusan akan menyebabkan stres dan ketegangan fisik.

4)    Berpikir kreatif

5)    Membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Berpikir kreatif

terealisasi karena adanya kesanggupan untuk menggali alternatif yang ada dan

mempertimbangkan sisi baik dan buruk dari tindakan yang akan diambil. Meski tanpa

ada keputusan, berpikir kreatif akan membantu cara merespons segala situasi dalam

keseharian hidup secara fleksibel.

6)     Berpikir kritis

7)    Merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman secara

objektif, dengan demikian akan membantu mengenali dan menilai faktor yang

mempengaruhi sikap dan perilaku misalnya tata-nilai, tekanan teman sebaya,

danmedia.

8)    Komunikasi efektif

b)  Membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara verbal maupun

nonverbal, sesuai dengan budaya dan situasi dalam cara menyampaikan keinginan,

pendapat, kebutuhan dan kekhawatirannya. Hal ini akan mempermudah remaja untuk

meminta nasihat atau pertolongan bilamana membutuhkan.

c)   Hubungan interpersonal.

d)  Membantu berhubungan dengan cara positif dengan orang lain, sehingga dapat

meciptakan persahabatan dan mempertahankan hubungan, hal yang penting untuk

kesejahteraan mental. Dapat meningkatkan hubungan baik sesama anggota keluarga,

untuk mendapatkan dukungan sosial. Keahlian ini diperlukan juga agar terampil dalam

mengakhiri hubungan yang tidak sehat dengan cara yang positif.


e)   Kesadaran diri

Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan kelemahan,

pengenalan akan hal yang disukai dan dibenci. Kesadaran diri akan mengembangkan

kepekaan pengenalan dini akan adanya stres dan tekanan yang harus dihadapi.

Kesadaran diri ini harus dipunyai untuk menciptakan komunikasi dengan Tuhan dan

mengatasi masalah secara efektif dan hubungan interpersonal yang baik, serta

mengembangkan empati terhadap orang lain.

f)    Empati

Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik, remaja

mampu membayangkan bagaimana kehidupan orang lain. Empati melatih remaja untuk

mengerti dan menerima orang lain yang mungkin berbeda dengan dirinya, dan juga

membantu menimbulkan perilaku positif terhadap sesama yang menderita.

g)  Mengendalikan emosi

Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi

dapat mempengaruhi perilaku, memudahkan menggali kemampuan merespons emosi

dengan benar. Mengendalikan dan mengatasi emosi diperlukan karena luapan emosi

kemarahan atau kesedihan dapat merugikan kesehatan bila tidak disikapi secara benar.

h)  Mengatasi stress

Pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh membantu

mengontrol stres dan mengurangi sumber penyebabnya. Misalnya membuat perubahan

di lingkungan sekitar atau merubah cara hidup (lifestyle), diajarkan pula bagaimana

bersikap santai sehingga tekanan yang terjadi oleh stress yang tak terhindarkan tidak

berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius. PKHS dapat dilaksanakan dalam

bentuk drama, main-peran (role play), diskusi dll. Contoh aplikasi keterampilan ini

dalam kehidupan sehari-hari adalah cara menolak ajakan atau tekanan teman sebaya

untuk melakukan perbuatan berisiko, dan menolak ajakan melakukan hubungan

seksual di luar nikah.


Dengan menerapkan ajaran PKHS, remaja dapat mengambil keputusan segera untuk

menolak ajakan tersebut, merasa yakin akan kemampuannya menolak ajakan tersebut,

berpikir kreatif untuk mencari cara penolakan agar tidak menyakiti hati temannya dan

mengerahkan kemampuan berkomunikasi secara efektif dan mengendalikan emosi,

sehingga penolakan akan berhasil dilaksanakan dengan mulus.

Pelaksanaan PKHS di Puskesmas disamping meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan hidup sehat dapat juga menimbulkan rasa gembira bagi remaja sehingga

dapat menjadi daya tarik untuk berkunjung kali berikut, serta mendorong melakukan

promosi tentang adanya PKPR di Puskesmas kepada temannya dan menjadi sumber

penular pengetahuan dan keterampilan hidup sehat kepada teman-temannya.

5)  Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya.

Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai

salah satu syarat keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja menjadi kader kesehatan

remaja yang lazim disebut pendidik sebaya, beberapa keuntungan diperoleh yaitu

pendidik sebaya ini akan berperan sebagai agen pengubah sebayanya untuk

berperilaku sehat, sebagai agen promotor keberadaan PKPR, dan sebagai kelompok

yang siap membantu dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Pendidik

sebaya yang berminat, berbakat, dan sering menjadi tempat “curhat” bagi teman yang

membutuhkannya dapat diberikan pelatihan tambahan untuk memperdalam

keterampilan interpersonal relationship dan konseling, sehingga dapat berperan

sebagai konselor remaja.

6)  Pelayanan rujukan

Sesuai kebutuhan, puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis,

melaksanakan rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan sosial juga

diperlukan dalam PKPR, sebagai contoh penyaluran kepada lembaga keterampilan

kerja untuk remaja pasca penyalah-guna napza, atau penyaluran kepada lembaga

tertentu agar mendapatkan program pendampingan dalam upaya rehabilitasi mental


korban perkosaan. Sedangkan rujukan pranata hukum kadang diperlukan untuk

memberi kekuatan hukum bagi kasus tertentu atau dukungan dalam menindaklanjuti

suatu kasus. Tentu saja kerjasama ini harus diawali dengan komitmen antar institusi

terkait, yang dibangun pada tahap awal sebelum PKPR dimulai.

Monitoring dan Evaluasi

Monitoring PKPR di puskesmas berdasarkan buku pedoman pelayanan PKPR

tahun 2008, dilakukan oleh pihak lain di luar puskesmas perlu dilakukan oleh

puskesmas sendiri. Melalui monitoring, petugas akan dibantu menemukan masalah

secara dini hingga koreksi yang akan dilakukan tidak memerlukan biaya dan waktu

yang banyak, dan mempercepat tecapainya PKPR yang berkualitas.

1.   Monitoring oleh tatanan administrasi yang lebih tinggi dilakukan melalui analisa

laporan rutin yang dikirimkan oleh Puskesmas dikombinasikan dengan pengamatan

langsung di lapangan. Sistem monitoring adalah proses pengumpulan dan analisa

secara teratur dari seperangkat indikator. Sistem akan menyuguhkan data yang dapat

digunakan untuk menilai:

2.   Apakah program berjalan dengan benar, dan bagaimana kemajuannya, adakah

penyimpangan atau masalah.

3.   Apakah input dan proses yang dilakukan menghasilkan perbaikan ke arah target yang

direncanakan.

4.   Apakah umpan balik tentang output dan proses dikaitkan dengan input.

5.   Adakah faktor lingkungan atau eksternal (masyarakat, geografis, kebijakan setempat,

dll) dan faktor internal (provider, saran, dll) yang mempengaruhi pelaksanaan PKPR.    

Dengan demikian tahapan melakukan monitoring adalah:

a)   Memutuskan informasi apa yang akan dikumpulkan.

b)  Mengumpulkan data dan menganalisanya.

c)   Memberikan umpan balik hasil monitoring.


Monitoring dibedakan dengan evaluasi dari rutinitas pengumpulan data dan

lingkup fokus sasarannya. Evaluasi fokusnya luas namun waktunya terbatas. Monitoring

dilakukan berkesinambungan dengan demikian kesenjangan yang ditemukan pada

suatu waktu dapat dibandingkan dengan hasil yang ditemukan pada kali berikut.

Monitoring terhadap akses dan kualitas PKPR diawali dengan melihat kepatuhan

terhadap standar PKPR yang diwakili oleh pelaksanaan konseling dan kelengkapan

sarana, berlanjut dengan melihat jangkauan pelayanan dari jumlah kunjungan dan

kasus yang ditangani baik di dalam maupun di luar gedung. Meskipun demikian

kegiatan PKPR lainnya seperti PKHS dan pelatihan calon pendidik sebaya harus

dicatat, untuk melihat sejauh mana lingkup kegiatan dilaksanakan.

Standar dan indikator terpilih yang diperlukan untuk mengevaluasi kualitas dan

akses PKPR :

Kualitas:

a)   Kompetensi petugas: kesesuaian langkah-langkah pelaksanaan konseling dengan

standar.

b)  Sarana institusi: pemenuhan kriteria sarana untuk menjamin kerahasiaan dan

kenyamanan klien.

c)   Kepuasan klien: terhadap kualitas sarana dan kompetensi petugas.

d)  Kelengkapan jaringan pelayanan rujukan.

Akses

a.   Jumlah pelaksanaan KIE dan konseling kasus lama dan kasus baru, jumlah kunjungan

klien, klien lama dan baru, di dalam gedung dan di luar gedung.

b.   Frekuensi petugas puskesmas berperan menjadi narasumber atau fasilitator kegiatan

remaja.

c.   Jumlah kader (pendidik/konselor) sebaya yang dilatih oleh Puskesmas.

d.   Jumlah rujukan masuk dari masyarakat.

11.   Pencatatan dan Pelaporan


            Meskipun kegiatan pencatatan dan pelaporan dalam PKPR ini tidak diwajibkan

untuk  dilaporkan ke tingkat pusat, tetap perlu dilakukan untuk mencatat hal-hal

mendasar. Manfaatnya adalah untuk mendapatkan data kesehatan remaja di wilayah

puskesmas. Selain itu data juga digunakan untuk kepentingan perencanaan dan

menentukan langkah-langkah perbaikan. Register kunjungan sebaiknya dicatat dan

disimpan khusus di ruang pelayanan remaja, demikian juga status kesehatan serta

catatan konseling untuk menjaga kerahasiaannya.

            Pada tahap awal pelaksanaan PKPR pendaftaran dapat dilakukan di tempat

kunjungan umum namun catatan medis/catatan konseling tetap disimpan tersendiri,

contoh rekapitulasi catatan konseling terlampir. Buku catatan kegiatan dan kunjungan

sebaiknya dibuat sedemikian rupa sehingga pada saat diperlukan dapat diketahui data

kegiatan PKPR dengan segera. Format standar pencatatan kegiatan PKPR dan

kewajiban untuk melaporkannya sebaiknya perlu disepakati dan disusun setempat

secara bersama antara pihak Dinas Kesehatan Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta

perwakilan Puskesmas (Depkes RI, 2008).

Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (SN-PKPR)

Penentuan standar kinerja dari masing-masing komponen (input, proses, output),

penentuan indikator (termasuk numerator dan denominatornya),

pengembangan supervise checklist (daftar tilik) dalam monitoring/evaluasi dikerjakan

oleh propinsi atau kabupaten, beserta dengan pelaku pelayanan, menggunakan sistem

QA yang berlaku di tempat masing-masing . Instrumen monitoring dapat dipelajari oleh

pihak Puskesmas untuk mengingatkan kembali unsur yang harus diperhatikan dalam

meningkatan akses dan kualitas PKPR. Wawancara pasca pelayanan (exit interview)

pada klien yang akan meninggalkan Puskesmas dilakukan oleh petugas lain,

menggambarkan tingkat kepuasan klien remaja tentang pelayanan yang didapat.

Komentar yang lebih jujur, kritik, saran dapat diperoleh melalui kotak saran yang

disediakan, karena diberikan secara anonimus.


Dalam monitoring PKPR (2008), pengumpulan data dilakukan berkaitan dengan

input (struktur), proses (apakah pelayanan sesuai dengan standar) dan output (hasil

pelayanan).

1.   Input:

Berupa sumber daya meliputi sarana, dana dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan dan

tersedia untuk melakukan PKPR

2.     Proses

             Berupa data kegiatan yang dilakukan agar tujuan PKPR dapat tercapai. Data yang

dikumpulkan meliputi jenis kegiatan, bagaimana melakukannya, dilakukan oleh siapa,

siapa sasarannya, kapan dan dimana kegiatan dilaksanakan

3.   Output

                           Merupakan hasil kegiatan.         

Berdasarkan hasil Bosch  2011, “Managerial supervision to improve primary

health care in lowandmiddle-income countries (Review)” bahwa anya defek

pengawasan terhadap masyarakat atau berbaring petugas kesehatan.

dimana pengawasan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dibandingkan dengan

tidak ada pengawasan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengawasan memiliki

manfaat kecil pada praktek petugas kesehatan dan pengetahuan, sedangkan penelitian

lain menunjukkan tidak ada manfaat (Bosch, 2011).

Pemerintah telah menentapkan berbagai indikator agar puskesmas

Kabupaten/Kota memiliki Puskesmas yang mampu melaksanakan PKPR. Pencapaian

akses dan pelaksaanaan pelayanan tentu harus diimbangi dengan mutu pelaksaannya

sehingaa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2014 mengeluarkan

pedoman standar nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR), sebagai

acuan bagi penanggung jawab program baik di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota

khususnya bagi pengelola program PKPR di puskesmas (Kementrian Kesehatan RI,

2014).
Standar Nasional PKPR mengatur lima aspek yang di dalamnya memiliki tiga

kriteria yaitu kriteria input, proses dan output yang berkaitan dengan pelaksanaan

PKPR, yaitu :

a.   SDM Kesehatan

Terbentuk dan berfungsinya tim PKPR yang kompeten (mempunyai pengetahuan, sikap

dan keterampilan) untuk melaksanakan PKPR sesuai dengan standard an pedoman

yang berlaku.

1)  Kriteria masukan (Input)

a)      Pengelolanprogram PKPR terlatih, yang mempunyai pengetahuan, sikap dan

keterampilan sesuai kebutuhan remaja berdasarkan pedoman.

b)      Pengelola program terlatih dan mampu memberikan konseling yang peduli, peka,

bersahabat dan tidak menghakimi remaja sesuai dengan standard an pedoman yang

berlaku.

2)  Kriteria proses

1.      Pengelola program melaksanakan pelayanan terhadap remaja sesuai dengan

standard an pedoman yang berlaku dan dikukuhkan dengan Surat Keputusan (SK)

2.      Pengelola program memberikan pelayanan konseling yang peduli peka, bersahabat

dan tidak menghakimi remaja sesuai dengan standard an pedoman yang berlaku.

3)  Kriteria keluaran (Output)

Terbentuk dan berfungsinya tim PKPR yang kompeten (mempunyai pengetahuan,

sikap, dan keterampilan) untuk melaksanakan PKPR sesuai dengan standard an

pedoman yang berlaku      

b.   Fasilitas kesehatan

Tersedia dan berfungsinya fasilitas kesehatan mampu laksana PKPR dengan

pelayanan kesehatan yang sesuai kebutuhan remaja, prosedur dan tata laksana yang

ramah remaja, serta didukung sarana dan prasarana, termasuk peralatan dan obat-

obatan yang memadai.

1)  Kriteria masukan (Input)


a)      Tersedianya paket pelayanan kesehatan komperhensif sesuai dengan kebutuhan

remaja, tanpa membedakan karakteristik social dan ekonomi pada setiap jenjang

pelayanan kesehatan,  baik dalam maupun luar gedung, berdasarkan standard an

pedoman yang berlaku.

b)  Tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan sesuai standard  pedoman untuk

penyelenggaraan pelayaan kesehatan komperhensif yang memenuhi selera remaja,

baik didalam maupun diluar gedung.

c)   Tersedianya prosedur, tata laksana dan alur pelayanan yang mampu mencegah

terjadinya missed opportunity dan menjamin kerahasiaan, privasi dan kenyamanan

serta kecepatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan komperhensif bagi remaja,

baik didalam maupun diluar gedung fasilitas kesehatan.

2)  Kriteria Proses

a)      Pengelolaan program menyelenggarakan paket pelayanan kesehatan komprehensif,

sesuai standard an pedoman untuk memenuhi kebutuhan remaja tanpa membedakan

karakterisik sosial dan ekonomi, baik di dalam dan luar gedung.

b)      Pengelola program memanfaatkan prasarana dan sarana yang tersedia untuk

menyelenggarakan pelayanan kesehatan komprehensif yang sesuai dengan kebutuhan

remaja tanpa membedakan karakterisik sosial dan ekonomi, baik di dalam dan luar

gedung.

c)      Pengelolaan program menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi remaja dengan

prosedur dan tatalaksana yang mampu mencegah terjadinya missed opportunity dan

menjamin kerahasiaan, privasi, kenyaman dan kecepatan, baik di dalam dan luar

gedung.

3)  Kriteria Keluaran (Output)

Tersedia dan berfungsinya fasilitas kesehatan mampu laksana PKPR dengan

pelayanan kesehatan yang sesuai kebutuhan remaja, serta didukung sarana prasarana,

termasuk peralatan dan obat-obatan yang memadai.

c.   Remaja
Remaja memperoleh informasi yang dibutuhkan sehingga memahami kebutuhan

mereka untuk hidup sehat dan produktif, dan dapat memanfaatkan berbagai jenis dan

tempat pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan mereka.

1)  Kriteria masukan (Input)

a)   Tersedianaya mekanisme prosedur dan sumber daya penyelenggaraan kegiatan

pemberian informasi / pelayanan KIE yang memenuhi selera dan kebutuhan berbagai

kelompok remaja berdasarkan standar/pedoman yang berlaku, oleh berbagai pihak

terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing.

b)  Tersedianya berbagai alat bantu audio visual untuk kegiatan pemberi

informasi/pelayanan KIE, yang memenuhi selera dan kebutuhan berbagai kelompok

remaja dan masyarakat terkait.

c)   Adanya pedoman tentang peran hak, tanggung jawab, dan ruang lingkup kegiatan

konselor sebaya pendamping kenselor sebaya.

2)  Kriteria Proses

a)   Terselenggaranya kegiatan pemberian informasi kepada remaja/ pelayanan KIE yang

memenuhi selera dan kebutuhan berbagai kelompok remaja berdasarkan

standar/pedoman yang berlaku, oleh berbagai pihak terkait seseuai dengan

kewenangan masing-masing.

b)  Diselenggarakan kegiatan pemberian informasi/ pelayanan KIE yang memenuhi selera

dan kebutuhan berbagai kelompok remaja dan masyarakat terkait, menggunakan

berbagai metode dan alat bantu audio visual.

c)   Konselor sebaya dan pendamping konselor sebaya melaksanakan peran, hak,

tanggung jawab serta kegiatan sesuai pedoman.

3)  Kriteria keluaran (Output)

     Remaja memperoleh informasi yang dibutuhkan sehingga mampu memahami

kebutuhan untuk hidup sehat dan produktif, serta dapat memanfaatkan berbagai jenis

dan tempat layanan kesehatan sesuai kebutuhan.

d.   Jejaring
Terbentuk dan berfungsinya jejaring antar remaja, kelompok masyarakat, lintas

program, lintas sector terkait dan lembaga swadaya masyarakat, dalam penyediaan

dan pemanfaatan PKPR

1)  Kriteria masukan (Input)

a)      Tersedianya metode dan instrument untuk pemetaan peran, kegiatan dan produk

berbagai pemangku kepentingan dalam pembinaan kesehatan remaja (duty bearer

analysis)

b)      Tersedia mekanisme pembentukan jejaring/forum antar pemangku kepentingan,

kejelasan peran, tanggung jawab, dan fungsi pembinaan dari setiap organisasi dalam

pembinaan kesehatan masyarakat.

c)      Tersedianya mekanisme pembinaan berbagai kelompok masyarakat untuk

mendukung pemanfaatan pelayanan kesehatan remaja

d)      Tersedianya mekanisme pembinaan, penguatan peran, dan tanggung jawab

organisasi remaja yang memperjuangkan kepentingan remaja

e)      Tersedianya mekanisme untuk meningkatkan partisipasi remaja dalam pembinaan

kesehatan remaja

2)  Kriteria proses

a)      Terlaksananya pemetaan dan tersedianya peta peran, kegiatan dan produk berbagai

pemangku kepentingan dalam pembinaan kesehatan remaja

b)      Terlaksananya mekanisme pembentukan jejaring/forum antar pemangku kepentingan,

kejelasan peran, tanggung jawab, dan fungsi pembinaan dari setiap organisasi dalam

pembinaan kesehatan masyarakat

c)      Berbagai kelompok masyarakat melaksanakan kegiatan yang mendukung

pemanfaatan pelayanan kesehatan remaja

d)      Terlaksananya pembentukan, pembinaan penguatan peran, dan tanggung jawab

organisasi remaja yang memperjuangkan kepentingan remaja

e)      Remaja didorong untuk berpartisapasi aktif dalam merencanakan, melaksanakan,

memantau dan menilai kegiatan pembinaan kesehatan remaja


3)  Kriteria keluaran (Output)

Terbentuk dan berfungsinya jejaring antar remaja, kelompok masyarakat, lintas

program, lintas sector terkait dan lemabaga swadaya masyarakat dalam oenyediaan

dan pemanfaatan PKPR.

e.   Manajemen kesehatan

Adanya kebijakan dan sistem manajemen yang mampu menjamin dan meningkatkan

kualitas PKPR

1)  Kriteria masukan (Input)

a)   Tersedianya berbagai dokumen yang dibutuhkan untuk advokasi terhadap penentu

kebijakan/pengambil keputusan pada berbagai tingkat administratif, dengan tujuan

untuk memastikan ketersediaan sumber daya bagi pelaksanaan PKPR.

b)  Tersedianya standar pedoman, dan rencana aksi untuk penyelenggaraan PKPR.

c)   Tersedianya sistem pencatatan dan pelaporan program PKPR

d)  Tersedianya metode dan instrument untuk melaksanakan evaluasi diri, supervise

fasilitatif dan pemantauan terhadap penyelenggaraan PKPR.

e)   Adanya sistem rujukan medik untuk pelayanan kesehatan remaja, yang terintegrasi

dengan rujukan social maupun rujukan hokum.

2)  Kriteria proses

a)   Terlaksananya kegiatan advokasi PKPR dengan meggunakan berbagai dokumen

terkait pada berbagai tingkat administrative untuk mendukung lahirnya kebijakan

pelaksanaan PKPR.

b)  Terselenggaranya PKPR sesuai dengan standar, pedoman, dan rencana aksi.

c)   Tersedianya pencatatan dan pelaporan program PKPR.

d)  Terlaksananya kegiatan evaluasi diri, supervise fasilitatif dan pemantauan terhadap

penyelenggaraan PKPR

e)   Terlaksananya layanan rujukan dan rujukan baik medic untuk pelayanan kesehatan

remaja, dan berfungsinya rujukan social maupun rujukan hukum.

3)  Kriteria keluaran (Output)


Adanya kebijakan dan sistem manajemen yang mampu menjamin peningkatan kualitas

PKPR (Kementrian Kesehatan RI, 2014).

DAFTAR PUSTAKA

Bosch-Capblanch X, Liaqat S, Garner P, 2011. Managerial supervision to improve primary


health care in lowand middle-income countries (Review). The Cochrane Collaboration.

Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2012 Fadhlina, D. (2012). Pelaksanaan PKPR


2012. http://pkpr.datainformasi.net/berita-101-pelaksanaanpelayanan-kesehatan
peduliremaja-pkpr.html 
Info Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2015. Sexual Health Reproductiv.
Kementerian Kesehatan RI
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-
publikasi-pusdatin-profil-kesehatan.html
PKPR Departemen Kesehatan RI. HIV/AIDS. http://pkprdepkes.blogspot.com/search/label/HIV
%2FAIDS

Anda mungkin juga menyukai