Masalah kesehatan reproduksi remaja merupakan masalah yang cukup komplek karena keadaan
dilapangan menunjukkan bahwa siswa SMP dan SMA banyak yang sudah terlibat dalam kegiatan-
kegiatan seksual dari hal-hal yang berbau seks seperti misalnya penggunaan HP untuk mengirim
SMS kata-kata porno dan rekaman adeganporno,mengakses situs-situs internet yang berbau
pornografi, berpacaran secara berlebihan, melakukan hubungan seks yang mengakibatkan
kehamilan dan harus keluar dari sekolah, pelecehan seksual pada pelajar puteri baik oleh sesama
teman laki-laki maupun guru. Selain itu kasus remaja merokok dan mengkonsumsi narkoba juga
sudah tidak asing lagi. Informasi ini kami dapatkan baik dari berita media cetak maupun
elektronik,isu di masyarakat , juga setelah melakukan wawancara dengan guru-guru saat melakukan
penjaringan/screening di sekolah.
Di satu sisi,pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja tidak diberikan secara komprehensif di
sekolah. Padahal siswa SMP dan SMA sangat haus akan informasi kesehatan reproduksi yang
benar. Sehingga para siswa akan mencari tahu sendiri,dengan narasumber yang belum tentu
benar,bahkan mungkin dapat menyesatkan karena informasi yang salah tentang kesehatan
reproduksi remaja. Hal ini ternyata dapat
merugikan masa depan remaja karena implementasi yang salah dari informasi yang salah, misalnya
remaja yang mengalami kehamilan pranikah yang harus disusul dengan pernikahan dini,
aborsi,kemungkinan tertular penyakit PMS/HIV/AIDS dan sebagainya.
Perlu diketahui, tingkat pengguna narkoba di kalangan remaja di Indonesia sangat memprihatinkan.
Dari data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus penyalahgunaan narkoba terus meningkat di
kalangan remaja. Kenakalan remaja berikutnya adalah seks bebas. Dimana, pergaulan seks bebas
akan bersangkutan dengan peningkatan kasus IMS dan HIV/AIDS . (Data BNN tahun2010)
Perlu menjadi perhatian kita juga, ketika penderita Human Immunodeficiency Virus/Acquired
Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) di negara lain mulai turun, di Indonesia tren penderita
penyakit mematikan ini justru naik. Lebih mencengangkan lagi bahwa setengah dari total jumlah
penderita AIDS di Tanah Air adalah kaum remaja. (Liputan6.com, 12Februari2008).
Undang-undang kesehatan no.23 tahun 1992 pada pasal 17 disebutkan bahwa kesehatan anak
diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak melalui peningkatan
kesehatan anak dalam kandungan, masa bayi, masa balita, usia prasekolah, dan usia sekolah.
Selain itu pada pasal 45 juga disebutkan bahwa kesehatan sekolah diselenggarakan untuk
meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga
peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber
daya manusia yang lebih berkualitas. Dimana kesehatan sekolah yang dimaksud,diselenggarakan
melaluisekolah atau melalui lembaga pendidikan lain. Lembaga pendidikan lain yang dimaksud
salah satunya adalah melalui kegiatan di puskesmas. (UU RI.no.23 tahun 1992 tentang kesehatan)
Salah satu hal yang dibutuhkan dalam menciptakan sumber daya manusia yang optimal adalah
meningkatkan derajat kesehatan selain meningkatkan mutu pendidikan. Puskesmas sebagai unit
pelaksana teknis kesehatan, memiliki fungsi sebagai penggerak pembangunan berwawasan
masyarakat, pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, serta berperan
dalam pemberdayaan masyarakat, merasa perlu untuk melakukan sesuatu , guna meningkatkan
pelayanan kepada masyarakatdari sisi kesehatan. Upaya mewujudkan peningkatan sumber daya
manusia yang optimal bisa diwujudkan dengan peningkatan kesehatan dan pendidikan. Hal ini
mendorong petugas kesehatan di Puskesmas Karangan membuat MOU dengan sekolah yang
dibingkai sebagai “Komitmen dan kesepakatan demi anak negeri agar meraih prestasi Usaha
Kesehatan Sekolah yang Hebat” ( KOMPAK DAN AMPUH)
1.2 Tujuan
Umum : Mewujudkankan kesehatan reproduksiremaja dan anak sekolah secara optimal sebagai
upaya meningkatkan sumber daya manusia.
Khusus : 1. Meningkatkan komitmen dari petugas kesehatan terhadap program KRR (Kesehatan
Reproduksi Remaja) dan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah)
2. Meningkatkan kemitraan dan kerjasama lintas program dan lintas sektor dalam program KRR
(Kesehatan Reproduksi Remaja) dan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah).
3. Memberdayakan masyarakat kususnya remaja,anak sekolah, guru dan lingkungan sekitar
sekolah untuk secara mandiri dapat mengatasi permasalahan kesehatannya.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan KRR dan UKS di puskesmas Karangan
4. Meningkatkan pendidikan kesehatan bagi remaja dan anak sekolah
BENTUK KEGIATAN
Manfaat:
• Baik puskesmas maupun sekolah memiliki dasar dalam melaksanakan kerjasama yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan anak sekolah/remaja. Dengan MOU, masing-masing
akan berusaha mematuhi kesepakatan yang sudah dibuat dan siap dengan konsekuensi sangsi
yang harus diterima jika melanggar kerjasama.
Manfaat:
• Terciptanya poli KRR yang nyaman,aman dan rahasia yang bisa bermanfaat sebagai tempat untuk
pelayanan medis dan konseling yang sesuai dengan jiwa remaja.
• Poli KRR yang sesuai dengan jiwa remaja dapat menjadi tempat yang menarik minat remaja
termasuk komunitas remaja di sekolah, untuk datang dan memanfaatkan poli KRR.
5. Sosialisasi buku KARA dan KAREM kepada kepala sekolah dan petugas UKS, utamanya yang
sudah ada MOU dengan Puskesmas Karangan. Juga pengenalan dan pelatihan mengisi KMS yang
terdapat pada buku KARA bagi kader kesehatan remaja dan kader tiwisada di sekolah.
Manfaat :
• Tersosialisasikannya buku KARA dan KAREM.
6. Seminar KRR
Manfaat:
• Meningkatnya pengetahuan remaja tentang KRR
PENUTUP
KOMPAK DAN AMPUH (Komitmen dan Kesepakatan,Demi Anak Negeri Agar Meraih Prestasi Uks
Hebat) adalah gebrakan yang dilakukan oleh tim P2KRR (Program Pembangunan Kesehatan
Reproduksi Remaja) yang ada di Puskesmas Karangan, yang bertujuan mewujudkan sumber daya
manusia yang berkualitas.
Gebrakan ini diawali dengan tercapainya sebuah komitmen dan kesepakatan yang dibingkai dalam
MOU. MOU antara kepala Puskesmas Karangan dan kepala Sekolah di wilayah kecamatan
Karangan ini, berisi tentang kesepakatan dalam hal pelayanan kesehatan anak sekolah, baik
promotif,preventif,kuratif dan rehabilitatif serta pembiayaan pelayanannya. Dalam hal ini, masing-
masing pihak berkomitmen dalam tujuan meningkatkan kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan
anak sekolah secara optimal guna mewujudkan tercapainya sumber daya manusia yang berkualitas.
Gebrakan ini berjalan selaras dengan fungsi puskesmas sebagai penggerak pembangunan
berwawasan masyarakat, promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif juga dalam pemberdayaan
masyarakat untuk menjadi masyarakat yang sehat secara mandiri.
Kami sangat berharap program ini bisa bermanfaat bagi masyarakat sesuai dengan tujuannya.
Semoga Allah SWT memudahkan langkah kami, dan kami atas nama tim kerja program
pembangunan kesehatan reproduksi remaja berharap saran,kritik juga bantuan yang mendukung
agar gebrakan ini berjalan lancar dan lebih baik lagi sehingga lebih bermanfaat lagi masyarakat.
Si Walija, Inovasi Puskesmas
Alai Peduli Kesehatan Remaja
PADANG – Puskesmas Alai, Kota Padang memiliki inovasi jitu untuk menangkal dan
menanggulangi persoalan remaja. Inovasi itu dinamai Si Walija atau Aplikasi WhatsApp Peduli
Remaja.
Menurut Kepala Puskesmas Alai, drg. Yenni, Si Walija ini diluncurkan sebagai wadah
komunikasi atau media konseling dengan memanfaatkan aplikasi media sosial WhatsApp (WA).
Sasarannya adalah remaja. Ada sejumlah SMA di wilayah kerja Puskesmas Alai yang menjadi
sasaran program diantaranya SMA Yari, MAN Gunung Pangilun, SMA Tamsis dan SMA 3.
“Ini pelayanan bentuknya berupa grup WA, anggotanya para siswa SMA. Ada juga para ahli
kesehatan yang di situ boleh bebas berkonsultasi tentang persoalan kesehatan dan kesehatan
reproduksi. Setelah itu dilanjutkan konsul langsung ke Puskesmas pada jam kerja,” kata Yenni
disela kegiatannya, Selasa (16/07/2019).
Pimpinan Puskesmas Alai ini mendatangi beberapa sekolah untuk mempresentasikan Si Walija
kepada siswa. Sekolah yang sempat didatangi yaitu MAN 2 Padang dan SMP Pertiwi 2 Padang.
Lebih lanjut, Yenni menjelaskan, respon siswa terhadap Si Walija sangat bagus. Melalui grup ini
mereka berani mengungkapkan persoalan kesehatan yang mereka hadapi.
“Bila canggung mengungkapkan di dalam grup, mereka bisa langsung menyampaikam pesan
pribadi kepada admin,” lanjut Yenni.
Menurut Yenni lagi, melalui Si Walija ini pihak Puskesmas bisa mengetahui atau menjaring
penyakit tidak menular (PTM), kesehatan jiwa, kesehatan reproduksi, dan Program Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR).
Disamping itu, Si Walija berfungsi melatih remaja menjadi kader dan konselor sejawat dalam
bidang kesehatan.
Adapun pelayanan Si Walija di Puskesmas Alai adalah setiap hari kerja,
Senin-Kamis (pukul 8.00 – 13.00), Jumat dan Sabtu (8.00 – 11.00).(der)
fShare
Share
Save
JAKARTA – Pemerintah Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat fokus untuk mengurangi kenakalan remaja
yang marak terjadi di wilayahnya. Dengan inovasi Posyandu Remaja Entikong (Posduren), Dinas Kesehatan
Kab Sanggau sukses turunkan angka kenakalan remaja seperti merokok, minum minuman keras, dan seks
bebas.
Inovasi yang dikelola oleh Puskesmas Kecamatan Entikong ini bertujuan untuk menyelamatkan generasi
muda dari pengaruh buruk pergaulan bebas. Menurut Sekda Kab Sanggau A.L Leysandri, permasalahan
sosial remaja ini juga terjadi karena letak Entikong yang berada di perbatasan dengan Malaysia. “Disitu
banyak permasalahan yang kompleks, sehingga remaja harus kita siapkan menjadi remaja yang enerjik,
yang punya motivasi tinggi,” ujar Leysandri.
Pembentukan Posduren diharapkan dapat menjadi wadah untuk memfasilitasi remaja dalam memahami
permasalahan kesehatan remaja, menemukan alternatif pemecahan masalah, membentuk kelompok
dukungan remaja, memperluas jangkauan Puskesmas PKPR, terutama bagi remaja daerah yang memiliki
keterbatasan akses. Pengembangan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Puskesmas sampai
awal tahun 2017 mencapai 5.015 puskesmas yang tersebar di 514 kabupaten/kota. Akan tetapi, di awal
2018 turun menjadi sekitar 4.000, dan masih dibawah 20 persen untuk remaja yang mengakses layanan
tersebut.
Program Kab Sanggau yang masuk dalam Top 99 Inovasi Pelayanan Publik tahun 2018 ini
memberdayakan para remaja untuk lebih mengenal perannya masing-masing. Tak hanya itu, di sini para
remaja juga dikenalkan dengan beragam masalah sosial dan cara penyelesaiannya. Dengan pendekatan
psikologis dan penyelesaian masalah, mereka bisa memahami eksistensinya selaku remaja yang bisa
berkompetisi.
Menurut Leysandri, para remaja diajak untuk melampiaskan jiwa mudanya ke arah yang kreatif. Dengan
program ini, Posduren diharapkan tidak hanya fokus terhadap kesehatan, tapi juga dalam bidang
kesenian, kebudayaan, dan bidang lainnya agar saling terintegritas.
Sasaran inovasi ini adalah remaja berusia 10-18 tahun dengan pemberian konseling dan lain sebagainya.
Dalam rentan usia itu, ada remaja yang bersekolah dan tidak. Berdasarkan Survei Kesehatan Berbasis
Sekolah tahun 2015, sebanyak 41,8 persen laki-laki dan 4,1 persen perempuan mengaku pernah merokok.
Sementara sebanyak 14,4 persen laki-laki dan 5,6 persen perempuan pernah menkonsumsi alkohol.
Sedangkan yang mengaku pernah mengkonsumsi narkoba ada sebanyak 2,6 persen laki-laki. Sebanyak
8,26 persen pelajar laki-laki dan 4,17 persen pelajar perempuan usia 12-18 tahun pernah melakukan
hubungan seksual, yang otomatis turut menyumbang adanya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB).
Leysandri mengaku, setelah dua tahun berjalannya inovasi ini, jumlah perokok di Kab Sanggau yang
tadinya berjumlah 59, pernah turun menjadi 24, dan kini hanya ada tiga perokok di usia remaja. Inovasi ini
juga menurunkan jumlah penderita anemia pada remaja putri dari 37 orang di tahun 2017, menjadi 1
orang pada Maret 2018.
Pengembangan program ini akan terus dilaksanakan. Pemkab juga sudah mengalokasikan dana
pengembangan remaja kepada perangkat desa. Para remaja diharapkan sudah memiliki visi dan misi
tentang hidup mereka di masa depan. “Kalau tidak mereka akan tergerus oleh jaman dan wajiblah kita
mengarahkan. Bukan hanya di puskesmas ini, tetapi dalam kelompok-kelompok kesenian,” pungkasnya.
(don/HUMAS MENPANRB)
PROGRAM INOVASI PUSPA
Puskesmas Patihan memiliki 3 program Inovasi dalam meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Inovasi tersebut antara lain :
Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara dinamis dan
pesat meliputi aspek fisik, psikologis, intelektual, sosial serta perilaku social yang erat kaitannya dengan
pubertas. Masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang menyebabkan rasa keingintahuan yang
tinggi sehingga berpotensi dalam berperilaku beresiko. Remaja adalah perempuan dan laki-laki berusia
10-19 tahun (WHO) dan 10-18 tahun merujuk Undang-Undang Perlindungan Anak Tahun 2002 (DepKes,
2008).
Kesehatan remaja merupakan keadaan baik secara fisik, psikologis, spiritual serta sosial yang
memungkinkan remaja tersebut untuk hidup produktif. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
remaja yakni perilaku beresiko remaja yang sering ditemui yaitu injury, rokok, alcohol dan obat-obatan,
perilaku seksual, perilaku diet tidak sehat dan tidak ada aktivitas fisik.
PKPR merupakan program yang digalakkan pemerintah sejak tahun 2003 sebagai upaya untuk
mengatasi masalah kesehatan remaja, baik promotif, preventi, kuratif dan rehabilittif di dalam maupun
diluar gedung Puskesmas. Pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja,
menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan,
peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta efektif dan efisien dalam memenuhi
kebutuhan tersebut.
a. Tujuan Umum:
b. Tujuan Khusus:
c) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah kesehatan khusus
pada remaja.
d) Meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan
remaja.
Ciri khas atau karakteristik PKPR
Berikut ini karakteristik PKPR merujuk WHO (2003) yang menyebutkan agar Adolescent Friendly
Health Services (AFHS) dapat terakses kepada semua golongan remaja, layak, dapatditerima,
2) Mengakomodasi segmen populasi remaja yang beragam, termasuk kelompok yang rapuh dan rawan.
3) Tidak membatasi pelayanan karena kecacatan, etnik, rentang usia dan status.
4) Memberikan perhatian pada keadilan dan kesetaraan gender dalam menyediakan pelayanan.
6) Menjamin biaya yang terjangkau/gratis. Perlu kebijakan pemerintah daerah misalnya pembebasan biaya
masih merangkap tugas lain, berkunjung dengan perjanjian akan lebih baik, mencegah kekecewaan
Berdasarkan hasil evaluasi program kesehatan remaja di New Delhi (2009) bahwa persentase
klien yang mengatakan bahwa klinik yang dapat diakses dengan mudah lebih tinggi, waktu menunggu
untuk melihat petugas kesehatan di klinik itu lebih rendah,kerahasiaan yang terjaga serta lingkungan
dan kerahamahan pasien mempengaruhi tingkat kepuasan, faktor-faktor tersebut berpengaruh pada
tinggi tingkat kepuasan pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan remaja (Yadav et al. 2009).
1) Mempunyai perhatian dan peduli, baik budi dan penuh pengertian, bersahabat, memiliki kompetensi
teknis dalam memberikan pelayanan khusus kepada remaja, mempunyai keterampilan komunikasai
Bagi petugas lain yang berhubungan pula dengan remaja, misalnya petugas loket, laboratorium dan
unit pelayanan lain juga perlu menunjukkan sikap menghargai kepada semua remaja dan tidak
membedakannya.
1) Lingkungan yang aman. Lingkungan aman disini berarti bebas dari ancaman dan
2) tekanan dari orang lain terhadap kunjungannya sehingga menimbulkan rasa tenang dan membuat
3) Lokasi pelayanan yang nyaman dan mudah dicapai. Lokasi ruang konseling tersendiri, mudah dicapai
tanpa perlu melalui ruang tunggu umum atau ruang-ruang lain sehingga menghilangkan kekhawatiran
akan bertemu seseorang yang mungkin beranggapan buruk tentang kunjungannya (stigma). Fasilitas
yang baik, menjamin privasi dan kerahasiaan. Suasana semarak berselera muda dan bukan muram, dari
depan gedung sampai ke lingkungan ruang pelayanan, merupakan daya tarik tersendiri bagi remaja agar
berkunjung. Hal lain adalah adanya kebebasan pribadi (privasi) di ruang pemeriksaan, ruang konsultasi
dan ruang tunggu, di pintu masuk dan keluar, serta jaminan kerahasiaan. Pintu dalam keadaan tertutup
pada waktu pelayanan dan tidak ada orang lain bebas keluar masuk ruangan. Kerahasiaan dijamin pula
melalui penyimpanan kartu status dan catatan konseling di lemari yang terkunci, ruangan yang kedap
suara, pintu masuk keluar tersendiri, ruang tunggu tersendiri, petugas tidak berteriak memanggil
4) Jam kerja yang nyaman. Umumnya waktu pelayanan yang sama dengan jam sekolah menjadi salah satu
faktor penghambat terhadap akses pelayanan. Jam pelayanan yang menyesuaikan waktu luang remaja
menjadikan konseling dapat dilaksanakan dengan santai, tidak terburu-buru, dan konsentrasi terhadap
5) Tidak adanya stigma. Pemberian informasi kepada semua pihak akan meniadakan stigma misalnya
tentang kedatangan remaja ke puskesmas yang semula dianggap pasti mempunyai masalah seksual atau
penyalahgunaan NAPZA.
6) Tersedia materi KIE. Materi KIE perlu disediakan baik di ruang tunggu maupun di ruang konseling. Perlu
disediakan leaflet yang boleh dibawa pulang tentang berbagai tips atau informasi kesehatan remaja. Hal
ini selain berguna untuk memberikan pengetahuanmelalui bahan bacaan juga merupakan promosi
tentang adanya PKPR kepada sebayanya yang ikut membaca brosur tersebut.
Menurut hasil penelitian di India tahun 2015 bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan
remaja sangat penting mengutamakan kerahasiaan, privasi dan ruang tunggu yang tidak sesuai
sebagaimana mestinya untuk membuat layanan yang ramah. Jika kerahasiaan dan privasi tidak terjamin
maka remaja akan ragu untuk memanfaatkan layanan. Kriteria utama untuk fungsi efektif dari klinik
PKRR adalah untuk memisahkan dari pelayanan kesehatan umum dengan pelayanan kesehatan remaja
f. Partisipasi/keterlibatan remaja.
1) Remaja mendapat informasi yang jelas tentang adanya pelayanan, cara mendapatkan pelayanan,
2) Remaja perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pelayanan. Ide dan
tindak nyata mereka akan lebih mengena dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan karena
mereka mengerti kebutuhan mereka, mengerti “bahasa” mereka, serta mengerti bagaimana memotivasi
sebaya mereka. Sebagai contoh ide tentang interior design dari ruang konseling yang sesuai dengan
selera remaja, ide tentang cara penyampaian kegiatan pelayanan luar gedung hingga diminati remaja,
g. Keterlibatan masyarakat.
Perlu dilakukan dialog dengan masyarakat tentang PKPR ini hingga masyarakat:
untuk konseling remaja dan rujukannya oleh teman sebayanya yang terlatih menjadi pendidik sebaya
1) Meliputi kebutuhan tumbuh kembang dan kesehatan fisik, psikologis dan sosial.
2) Menyediakan paket komprehensif dan rujukan ke pelayanan terkait remaja lainnya. Harus dijamin
kelancaran prosedur rujukan timbal balik. Kurang terinformasikannya keberadaan PKPR di puskesmas
pada institusi yang ada di masyarakat mengakibatkan rujukan tidak efektif. Sebaliknya kemitraan yang
kuat dengan pemberi layanan kesehatan dan sosial lainnya akan melancarkan proses rujukan timbal
balik.
1) Dipandu oleh pedoman dan prosedur tetap penatalaksanaan yang sudah teruji.
Mempunyai SIM (Sistem Informasi Manajemen) termasuk informasi tentang biaya dan mempunyai
dapat memenuhi elemen karakteristik tersebut diatas, maka perlu digunakan strategi demi keberhasilan
Meskipun keempat aspek upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) menjadi
tugas keseharian Puskesmas, namun melihat kompleks dan luasnya masalah kesehatan remaja,
kemitraan merupakan suatu hal yang esensial khususnya untuk upaya promotif dan preventif.
Penggalangan kemitraan didahului dengan advokasi kebijakan publik, sehingga adanya PKPR di
puskesmas dapat pula dipromosikan oleh pihak lain, dan selanjutnya dikenal dan didukung oleh
masyarakat. Selain itu, kegiatan di luar gedung, yang menjadi bagian dari kegiatan PKPR, amat
memerlukan kemitraan dengan pihak di luar kesehatan. Kegiatan berupa KIE, serta Pendidikan
Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) dan life Skills Education (LSE) seperti ceramah, diskusi, role play,
seperti halnya konseling, dapat dilakukan oleh petugas terlatih di luar sektor kesehatan dan LSM.
Strategi penahapan ini penting, memperhatikan urgensi dilaksanakannya PKPR dan keterbatasan
kemampuan pemerintah, hingga PKPR dapat segera dilaksanakan, sambil dilakukan penyempurnaan
secara aktif diikut-sertakan. Dalam menyertakan remaja dianjurkan dipilih kelompok remaja laki-laki dan
perempuan yang dapat “bersuara“ mewakili Puskesmas untuk informasi penyediaan pelayanan kepada
sebayanya dan sebaliknya mewakili sebayanya meneruskan keinginan, kebutuhan, dan harapannya
berkaitan dengan penyediaan pelayanan. Selain itu dengan keterlibatan remaja ini, informasi pelayanan
dapat cepat meluas, menjangkau baik remaja laki-laki maupun perempuan, serta memperkenalkan lebih
Pada awal pelaksanaan diupayakan biaya pelayanan serendah mungkin, bahkan kalau mungkin
gratis.
Pemberian KIE, pelaksanaan konseling serta pelayanan klinis medis termasuk laboratorium dan
rujukan, harus lengkap dilaksanaan secara bersamaan dari sejak awal dilaksanakannya PKPR. Tanpa
konseling, pelayanan tidak akan disebut PKPR, melainkan pelayanan kesehatan remaja seperti sebelum
dikenalnya PKPR.
Keberhasilan pelayanan ditentukan antara lain oleh ketepatan penetapan sasaran, sesuai dengan
hasil kajian sederhana sebelum pelayanan dimulai. Sasaran ini misalnya remaja sekolah, anak jalanan,
karang taruna, buruh pabrik, pekerja seks komersial remaja dan sebagainya.
g. Ketepatan pengembangan jenis kegiatan.
Perluasan kegiatan minimal PKPR ditentukan sesuai dengan masalah dan kebutuhan setempat serta
sesuai dengan kemampuan puskesmas, misalnya pelaksanaan PKHS dengan pilihan kegiatan
mengadakan FGD (Focus Group Discussion) diskusi kelompok terarah diantara remaja tentang seks pra-
nikah didukung dengan penyebarluasan slogan dan keterampilan “bagaimana bilang tidak” untuk seks-
pranikah.
Monitoring dan evaluasi secara periodik yang dilakukan oleh tim jaminan mutu puskesmas
masalah kesehatan yang ingin diketahui, dan pelayanan apa yang dikehendaki.
d. Identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana termasuk buku-buku pedoman tentangkesehatan remaja.
Metoda kajian adalah dengan mengambil data sekunder dari berbagai sumber, pemerintah dan swasta,
dan wawancara dengan sasaran langsung (remaja) atau tidak langsung (orang tua, guru, pengurus
Hasil kajian ini diperlukan sebagai bahan perencanaan lanjutan untuk menentukan:
1) Materi KIE yang digunakan untuk remaja sesuai dengan tingkat pendidikan dan permasalahan yang
dihadapi.
2) Penekanan materi dalam pelatihan petugas sesuai besaran masalah remaja di wilayah kerja.jenis
Kegiatan ini merupakan upaya untuk mempengaruhi kebijakan publik melaui berbagai bentuk
komunikasi persuasif. Yang dimaksud kebijakan publik adalah pernyataan, kebijakan dari penguasa
(praktek yang diberlakukan akibat dorongan/kesan yang ditimbulkan penguasa) dengan tujuan
mengarahkan dan mengendalikan institusi, masyarakat, atau individu. Dengan advokasi ini diharapkan
akan menghasilkan tim atau jejaring kerjasama di wilayah kerja untuk mendapatkan dukungan semua
pihak hingga dapat mempercepat keberhasilan pembentukan dan pelaksanaan PKPR. Contoh praktis
1) Dukungan dari pemerintah daerah setempat dan pengadaan dana untuk pelaksanaan PKPR (antara lain
pengadakan poster, pengadaan ruang konseling, biaya rujukan, kegiatan di rumah singgah dan lain-lain)
b. Biaya rujukan
3) Pembentukan jaringan khusus melalui peran politis untuk memperkuat sistem rujukan, berupa:
a. rujukan sosial, antara lain penyaluran pelatihan keterampilan remaja pasca rehabilitasi NAPZA, atau
b. rujukan medis, untuk kelanjutan bantuan medis bagi remaja yang memerlukannya.
c. rujukan pranata hukum, diperlukan untuk kasus tindak kekerasan.
Kegiatan pada persiapan ini bertujuan untuk membentuk Puskesmas Pelayanan Kesehatan
a. Sosialisasi internal:
Bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan semua staf Puskesmas untuk menyelenggarakan PKPR di
Puskesmasnya.
Syarat utama petugas PKPR harus mempunyai minat untuk membantu remaja, yang tentu diikuti dengan
minat untuk mempelajari teknik berkomunikasi, teknik konseling dan materi penunjang lain dalam
melaksanakan PKPR. Sedapat mungkin dipilih petugas yang masih akan bekerja di Puskesmas selama 3
tahun mendatang.
c. Pembentukan Tim.
Tim terdiri dari dokter Puskesmas, paramedis (bidan dan perawat), petugas UKS, petugas penyuluhan,
atau sebagai petugas pengganti. Petugas ini dapat dilatih tersendiri oleh dokter Puskesmas terlatih,
Selain ketiga kegiatan yang dipersyaratkan yaitu KIE, konseling dan pelayanan klinis medis termasuk
laboratorium dan rujukannya. Puskesmas dapat memutuskan untuk memperluas jenis kegiatannya baik
di dalam atau di luar gedung serta menentukan sasaran berdasarkan kondisi dan situasi wilayah serta
kebutuhan remaja setempat. Kegiatan ini strategis untuk meningkatkan akses di kemudian hari.
Kegiatan ini selain menjawab kebutuhan remaja juga akan menjadi sarana promosi PKPR. Penyebaran
informasi tentang adanya layanan hot-line tersebut dilakukan melalui media cetak dan elektronik atau
juga dilakukan oleh klien yang puas atas layanan hot-line tersebut.
3) Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang tinggi pada sasaran anak jalanan.
Melalui kegiatan ini jejaring kerja terkait masalah remaja akan lebih terbina sehingga mengungkit
dukungan dari institusi atau sektor lain seminat dan pada akhirnya mempermudah tercapainya
Mendidik kader kesehatan sekolah (Pendidik/Konselor sebaya), serta pengenalan PKHS melalui UKS di
sekolah yang belum terpapar PKHS. Kegiatan-kegiatan ini menyebabkan jangkauan pelayanan PKPR akan
meningkat secara berantai dan berkesinambungan, sesuai sifat kelompok remaja, yaitu senang
Dengan demikian kegiatan yang dipilih masing-masing Puskesmas dapat amat bervariasi dan dapat
Pemenuhan sarana dan prasarana ini selain memberikan kenyamanan, menjaga privasi serta menjamin
kerahasiaan bagi klien, juga mempermudah bagi pemberi layanan. Melihat rata-rata kondisi dan
kemampuan Puskesmas saat ini, pemenuhan sarana ini memerlukan upaya khusus. Privasi,
kenyamanan, suasana yang menarik dan fasilitas yang baik saling terkait satu sama lain. Menunggu hal
tersebut terealisasi, (misalnya untuk menjaga privasi dan kerahasiaan harus ada ruang konseling
tersendiri yang nyaman, mempunyai pintu masuk dan keluar tersendiri), PKPR mulai dilaksanakan
dengan fasilitas yang ada namun diusahakan dimanfaatkan semaksimal mungkin mendekati criteria
PKPR. Untuk Puskesmas dimana seringkali tidak lagi mempunyai ruang tersisa, upaya pengadaan ruang
khusus ini dapat diusahakan bertahap. Ruang konseling dapat disiasati dengan memanfaatkan ruang
dokter, ruang KIA atau ruang lain seusai jam kerja, atau membuat sekat tersendiri/merubah tata letak
ruangan dan menyisihkan ruang untuk konsultasi dengan memilih lokasi yang kirakira diminati remaja:
tidak mencolok, dan ada kesan privasi serta bernuansa remaja. Bila kerjasama forum yang dibina oleh
Camat berjalan dengan baik, diharapkan masyarakat dapat aktif berpartisipasi dan membantu
Termasuk di dalamnya penentuan biaya pelayanan, jam buka, penentuan desain, proses pemberian dan
penyimpanan kartu, register dan catatan (status) medis/konseling, serta penentuan alur pelayanan.
Pertimbangan kerahasiaan dan efisiensi juga merupakan bagian penting. Prosedur pelayanan menjadi
bagian kritis dan menjadi salah satu penentu apakah remaja tersebut akan datang atau tertarik untuk
kembali, serta mempromosikan PKPR kepada teman-temannya. Remaja yang puas terhadap pelayanan
akan menjadi pelanggan yang puas dan dengan sukarela membantu mempromosikan keberadaan PKPR
tersebut.
Sosialisasi eksternal
Sosialisasi eksternal dapat dilakukan di setiap kesempatan tempat dan waktu, baik dalam forum
resmi ataupun tidak resmi. Pelibatan pers setempat dari media cetak ataupun elektronik dapat
membantu mempercepat sosialisasi. Sosialisasi dapat pula dilakukan di tempat remaja berada antara
lain di sekolah, komunitas/organisasi remaja: karang taruna, sanggar seni atau gelanggang remaja dalam
bentuk pampangan poster, selebaran, leaflet atau informasi verbal di sela-sela ceramah / KIE berkaitan
Perlu dipahami, penyelenggaraan PKPR di Puskesmas ini penting segera dilaksanakan, meskipun
pemenuhan sarana dan prasarana belum sempurna. Penyempurnaan dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan. Kegiatan KIE di dalam dan di luar gedung perlu ditingkatkan dengan tidak
Dalam melayani remaja, pemberian pelayanan secara komprehensif hendaknya selal melekat pada
pemikiran dan tindakan dari petugas. Tahapan pelayanan pada klien digambarkan pada bagan di bawah
ini:
1) Klien datang (kiriman, sendiri), melalui loket umum / loket khusus/langsung deregister diruang
konseling
2) Anamnesa
a) Identitas
Tentang KRR
Tentang persiapan berkeluarga yaitu : kehamilan, KB, IMS, HIV/AIDS, masalah yang dihadapi antara lain:
3) Pemeriksaan Fisik
4) Pelayanan Konseling
Berkaitan dengan alur pemikiran komprehensif yang telah disebutkan terdahulu, dalam
memberikan pelayanan, petugas perlu selalu menganalisa tentang keterkaitan perilaku, gangguan fisik
Contoh dibawah ini alur pemikiran akibat lanjut remaja seksual aktif dan penanganannya,
menggambarkan pelayanan yang terintegratif dari paket pelayanan kesehatan reproduksi esensial
(PKRE) yang terdiri dari komponen KB, KIA, pencegahan dan penanggulangan Infeksi Menular Seksual
= penanganan
Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dilaksanakan di dalam gedung atau
di luar gedung, untuk sasaran perorangan atau kelompok, dilaksanakan oleh petugas Puskesmas atau
petugas lain di institusi atau masyarakat, berdasarkan kemitraan. Jenis kegiatan meliputi :
a) Dilaksanakan di dalam gedung atau di luar gedung, secara perorangan atau berkelompok.
b) Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah atau dari lintas sektor terkait
c) Menggunakan metoda ceramah tanya jawab, FGD (Focus Group Discussion), diskusi interaktif, yang
dilengkapi dengan alat bantu media cetak atau media elektronik (radio, email, dan telepon/hotline,
pesan singkat.
d) Menggunakan sarana KIE yang lengkap, dengan bahasa yang sesuai dengan bahasa sasaran (remaja,
orang tua, guru ) dan mudah dimengerti. Khusus untuk remaja perlu diingat untuk bersikap tidak
a. Bagi klien yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan mengacu pada prosedur tetap
b. Petugas dari BP umum, BP gigi, KIA dll dalam menghadapi klien remaja yang datang, diharapkan dapat
menggali masalah psikososial atau yang berpotensi menjadi masalah khusus remaja, untuk kemudian
c. Petugas yang menjaring remaja dari ruang lain tersebut dan juga petugas penunjang seperti loket dan
laboratorium seperti halnya petugas khusus PKPS juga harus menjaga kerahasiaan klien remaja, dan
d. Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil rujukan
3) Konseling
Konseling adalah hubungan yang saling membantu antara konselor dan klien hingga tercapai
komunikasi yang baik, dan pada saatnya konselor dapat menawarkan dukungan, keahlian dan
pengetahuan secara berkesinambungan hingga klien dapat mengerti dan mengenali dirinya sendiri serta
permasalahan yang dihadapinya dengan lebih baik dan selanjutnya menolong dirinya sendiri dengan
keputusan dengan mantap tentang apa yang harus dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut.
2) Meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi pada dirinya.
Konseling merupakan kegiatan yang dapat mewakili PKPR. Sebab itu langkah pelaksanaannya perlu
Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme bahwa bila remaja dibekali
dengan keterampilan hidup sehat maka remaja akan sanggup menangkal pengaruh yang merugikan bagi
kesehatannya. PKHS merupakan adaptasi dari Life Skills Education(LSE). Life skilsl atau keterampilan
hidup adalah kemampuan psikososial seseorang untuk memenuhi kebukehidupan se-hari-hari secara
efektif. Keterampilan ini mempunyai peran penting dalam promosi kesehatan dalam lingkup yang luas
yaitu kesehatan fisik, mental dan sosial. Contoh yang jelas bahwa peningkatan keterampilan psikososial
ini dapat member kontribusi yang berarti dalam kehidupan keseharian adalah keterampilan mengatasi
masalah perilaku yang berkaitan dengan ketidak sanggupan mengatasi stres dan tekanan dalam hidup
dengan baik. Keterampilan psikososial di bidang kesehatan dikenal dengan istilah PKHS. PKHS dapat
diberikan secara berkelompok di mana saja, di sekolah, Puskesmas, sanggar, rumah singgah dan
sebagainya.
a) Pengambilan keputusan
1) Pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan konstruktif dalam menyelesaikan
masalah berkaitan dengan hidupnya. Keputusan yang salah tak jarang mengakibatkan masa depan
menjadi suram.
2) Pemecahan masalah
3) Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya keterampilan pengambilan keputusan
4) Berpikir kreatif
5) Membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Berpikir kreatif terealisasi karena adanya
kesanggupan untuk menggali alternatif yang ada dan mempertimbangkan sisi baik dan buruk dari
tindakan yang akan diambil. Meski tanpa ada keputusan, berpikir kreatif akan membantu cara
6) Berpikir kritis
7) Merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman secara objektif, dengan
demikian akan membantu mengenali dan menilai faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku
8) Komunikasi efektif
b) Membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara verbal maupun nonverbal, sesuai dengan
budaya dan situasi dalam cara menyampaikan keinginan, pendapat, kebutuhan dan kekhawatirannya.
Hal ini akan mempermudah remaja untuk meminta nasihat atau pertolongan bilamana membutuhkan.
c) Hubungan interpersonal.
d) Membantu berhubungan dengan cara positif dengan orang lain, sehingga dapat meciptakan
persahabatan dan mempertahankan hubungan, hal yang penting untuk kesejahteraan mental. Dapat
meningkatkan hubungan baik sesama anggota keluarga, untuk mendapatkan dukungan sosial. Keahlian
ini diperlukan juga agar terampil dalam mengakhiri hubungan yang tidak sehat dengan cara yang positif.
e) Kesadaran diri
Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan kelemahan, pengenalan akan
hal yang disukai dan dibenci. Kesadaran diri akan mengembangkan kepekaan pengenalan dini akan
adanya stres dan tekanan yang harus dihadapi. Kesadaran diri ini harus dipunyai untuk menciptakan
komunikasi dengan Tuhan dan mengatasi masalah secara efektif dan hubungan interpersonal yang baik,
f) Empati
Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik, remaja mampu membayangkan
bagaimana kehidupan orang lain. Empati melatih remaja untuk mengerti dan menerima orang lain yang
mungkin berbeda dengan dirinya, dan juga membantu menimbulkan perilaku positif terhadap sesama
yang menderita.
g) Mengendalikan emosi
Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui bagaimana emosi dapat
Mengendalikan dan mengatasi emosi diperlukan karena luapan emosi kemarahan atau kesedihan dapat
h) Mengatasi stress
Pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh membantu mengontrol
stres dan mengurangi sumber penyebabnya. Misalnya membuat perubahan di lingkungan sekitar atau
merubah cara hidup (lifestyle), diajarkan pula bagaimana bersikap santai sehingga tekanan yang terjadi
oleh stress yang tak terhindarkan tidak berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius. PKHS
dapat dilaksanakan dalam bentuk drama, main-peran (role play), diskusi dll. Contoh aplikasi
keterampilan ini dalam kehidupan sehari-hari adalah cara menolak ajakan atau tekanan teman sebaya
untuk melakukan perbuatan berisiko, dan menolak ajakan melakukan hubungan seksual di luar nikah.
Dengan menerapkan ajaran PKHS, remaja dapat mengambil keputusan segera untuk menolak ajakan
tersebut, merasa yakin akan kemampuannya menolak ajakan tersebut, berpikir kreatif untuk mencari
cara penolakan agar tidak menyakiti hati temannya dan mengerahkan kemampuan berkomunikasi
secara efektif dan mengendalikan emosi, sehingga penolakan akan berhasil dilaksanakan dengan mulus.
Pelaksanaan PKHS di Puskesmas disamping meningkatkan pengetahuan dan keterampilan hidup sehat
dapat juga menimbulkan rasa gembira bagi remaja sehingga dapat menjadi daya tarik untuk berkunjung
kali berikut, serta mendorong melakukan promosi tentang adanya PKPR di Puskesmas kepada temannya
dan menjadi sumber penular pengetahuan dan keterampilan hidup sehat kepada teman-temannya.
Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja sebagai salah satu syarat
keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja menjadi kader kesehatan remaja yang lazim disebut pendidik
sebaya, beberapa keuntungan diperoleh yaitu pendidik sebaya ini akan berperan sebagai agen
pengubah sebayanya untuk berperilaku sehat, sebagai agen promotor keberadaan PKPR, dan sebagai
kelompok yang siap membantu dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Pendidik sebaya
yang berminat, berbakat, dan sering menjadi tempat “curhat” bagi teman yang membutuhkannya dapat
6) Pelayanan rujukan
Sesuai kebutuhan, puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis, melaksanakan rujukan kasus
ke pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan sosial juga diperlukan dalam PKPR, sebagai contoh
penyaluran kepada lembaga keterampilan kerja untuk remaja pasca penyalah-guna napza, atau
penyaluran kepada lembaga tertentu agar mendapatkan program pendampingan dalam upaya
rehabilitasi mental korban perkosaan. Sedangkan rujukan pranata hukum kadang diperlukan untuk
memberi kekuatan hukum bagi kasus tertentu atau dukungan dalam menindaklanjuti suatu kasus. Tentu
saja kerjasama ini harus diawali dengan komitmen antar institusi terkait, yang dibangun pada tahap awal
Monitoring PKPR di puskesmas berdasarkan buku pedoman pelayanan PKPR tahun 2008,
dilakukan oleh pihak lain di luar puskesmas perlu dilakukan oleh puskesmas sendiri. Melalui monitoring,
petugas akan dibantu menemukan masalah secara dini hingga koreksi yang akan dilakukan tidak
memerlukan biaya dan waktu yang banyak, dan mempercepat tecapainya PKPR yang berkualitas.
1. Monitoring oleh tatanan administrasi yang lebih tinggi dilakukan melalui analisa laporan rutin yang
monitoring adalah proses pengumpulan dan analisa secara teratur dari seperangkat indikator. Sistem
masalah.
3. Apakah input dan proses yang dilakukan menghasilkan perbaikan ke arah target yang direncanakan.
4. Apakah umpan balik tentang output dan proses dikaitkan dengan input.
5. Adakah faktor lingkungan atau eksternal (masyarakat, geografis, kebijakan setempat, dll) dan faktor
Monitoring dibedakan dengan evaluasi dari rutinitas pengumpulan data dan lingkup fokus
sasarannya. Evaluasi fokusnya luas namun waktunya terbatas. Monitoring dilakukan berkesinambungan
dengan demikian kesenjangan yang ditemukan pada suatu waktu dapat dibandingkan dengan hasil yang
ditemukan pada kali berikut. Monitoring terhadap akses dan kualitas PKPR diawali dengan melihat
kepatuhan terhadap standar PKPR yang diwakili oleh pelaksanaan konseling dan kelengkapan sarana,
berlanjut dengan melihat jangkauan pelayanan dari jumlah kunjungan dan kasus yang ditangani baik di
dalam maupun di luar gedung. Meskipun demikian kegiatan PKPR lainnya seperti PKHS dan pelatihan
calon pendidik sebaya harus dicatat, untuk melihat sejauh mana lingkup kegiatan dilaksanakan.
Standar dan indikator terpilih yang diperlukan untuk mengevaluasi kualitas dan akses PKPR :
Kualitas:
b) Sarana institusi: pemenuhan kriteria sarana untuk menjamin kerahasiaan dan kenyamanan klien.
Akses
a. Jumlah pelaksanaan KIE dan konseling kasus lama dan kasus baru, jumlah kunjungan klien, klien lama
b. Frekuensi petugas puskesmas berperan menjadi narasumber atau fasilitator kegiatan remaja.
Meskipun kegiatan pencatatan dan pelaporan dalam PKPR ini tidak diwajibkan untuk dilaporkan
ke tingkat pusat, tetap perlu dilakukan untuk mencatat hal-hal mendasar. Manfaatnya adalah untuk
mendapatkan data kesehatan remaja di wilayah puskesmas. Selain itu data juga digunakan untuk
dicatat dan disimpan khusus di ruang pelayanan remaja, demikian juga status kesehatan serta catatan
Pada tahap awal pelaksanaan PKPR pendaftaran dapat dilakukan di tempat kunjungan umum
namun catatan medis/catatan konseling tetap disimpan tersendiri, contoh rekapitulasi catatan konseling
terlampir. Buku catatan kegiatan dan kunjungan sebaiknya dibuat sedemikian rupa sehingga pada saat
diperlukan dapat diketahui data kegiatan PKPR dengan segera. Format standar pencatatan kegiatan
PKPR dan kewajiban untuk melaporkannya sebaiknya perlu disepakati dan disusun setempat secara
bersama antara pihak Dinas Kesehatan Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta perwakilan Puskesmas
Penentuan standar kinerja dari masing-masing komponen (input, proses, output), penentuan
indikator (termasuk numerator dan denominatornya), pengembangan supervise checklist (daftar tilik)
dalam monitoring/evaluasi dikerjakan oleh propinsi atau kabupaten, beserta dengan pelaku pelayanan,
menggunakan sistem QA yang berlaku di tempat masing-masing . Instrumen monitoring dapat dipelajari
oleh pihak Puskesmas untuk mengingatkan kembali unsur yang harus diperhatikan dalam meningkatan
akses dan kualitas PKPR. Wawancara pasca pelayanan (exit interview) pada klien yang akan
meninggalkan Puskesmas dilakukan oleh petugas lain, menggambarkan tingkat kepuasan klien remaja
tentang pelayanan yang didapat. Komentar yang lebih jujur, kritik, saran dapat diperoleh melalui kotak
Dalam monitoring PKPR (2008), pengumpulan data dilakukan berkaitan dengan input (struktur),
proses (apakah pelayanan sesuai dengan standar) dan output (hasil pelayanan).
1. Input:
Berupa sumber daya meliputi sarana, dana dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan dan tersedia untuk
melakukan PKPR
2. Proses
Berupa data kegiatan yang dilakukan agar tujuan PKPR dapat tercapai. Data yang dikumpulkan
meliputi jenis kegiatan, bagaimana melakukannya, dilakukan oleh siapa, siapa sasarannya, kapan dan
3. Output
Berdasarkan hasil Bosch 2011, “Managerial supervision to improve primary health care in
lowandmiddle-income countries (Review)” bahwa anya defek pengawasan terhadap masyarakat atau
dimana pengawasan dapat meningkatkan kualitas pelayanan dibandingkan dengan tidak ada
pengawasan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengawasan memiliki manfaat kecil pada
praktek petugas kesehatan dan pengetahuan, sedangkan penelitian lain menunjukkan tidak ada
Puskesmas yang mampu melaksanakan PKPR. Pencapaian akses dan pelaksaanaan pelayanan tentu
harus diimbangi dengan mutu pelaksaannya sehingaa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada
tahun 2014 mengeluarkan pedoman standar nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR),
sebagai acuan bagi penanggung jawab program baik di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota
khususnya bagi pengelola program PKPR di puskesmas (Kementrian Kesehatan RI, 2014).
Standar Nasional PKPR mengatur lima aspek yang di dalamnya memiliki tiga kriteria yaitu kriteria
input, proses dan output yang berkaitan dengan pelaksanaan PKPR, yaitu :
a. SDM Kesehatan
Terbentuk dan berfungsinya tim PKPR yang kompeten (mempunyai pengetahuan, sikap dan
keterampilan) untuk melaksanakan PKPR sesuai dengan standard an pedoman yang berlaku.
a) Pengelolanprogram PKPR terlatih, yang mempunyai pengetahuan, sikap dan keterampilan sesuai
b) Pengelola program terlatih dan mampu memberikan konseling yang peduli, peka, bersahabat dan tidak
1. Pengelola program melaksanakan pelayanan terhadap remaja sesuai dengan standard an pedoman yang
2. Pengelola program memberikan pelayanan konseling yang peduli peka, bersahabat dan tidak
Terbentuk dan berfungsinya tim PKPR yang kompeten (mempunyai pengetahuan, sikap, dan
keterampilan) untuk melaksanakan PKPR sesuai dengan standard an pedoman yang berlaku
b. Fasilitas kesehatan
Tersedia dan berfungsinya fasilitas kesehatan mampu laksana PKPR dengan pelayanan kesehatan yang
sesuai kebutuhan remaja, prosedur dan tata laksana yang ramah remaja, serta didukung sarana dan
a) Tersedianya paket pelayanan kesehatan komperhensif sesuai dengan kebutuhan remaja, tanpa
membedakan karakteristik social dan ekonomi pada setiap jenjang pelayanan kesehatan, baik dalam
b) Tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan sesuai standard pedoman untuk penyelenggaraan
pelayaan kesehatan komperhensif yang memenuhi selera remaja, baik didalam maupun diluar gedung.
c) Tersedianya prosedur, tata laksana dan alur pelayanan yang mampu mencegah terjadinya missed
opportunity dan menjamin kerahasiaan, privasi dan kenyamanan serta kecepatan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan komperhensif bagi remaja, baik didalam maupun diluar gedung fasilitas kesehatan.
2) Kriteria Proses
pedoman untuk memenuhi kebutuhan remaja tanpa membedakan karakterisik sosial dan ekonomi, baik
b) Pengelola program memanfaatkan prasarana dan sarana yang tersedia untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan komprehensif yang sesuai dengan kebutuhan remaja tanpa membedakan
c) Pengelolaan program menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi remaja dengan prosedur dan
tatalaksana yang mampu mencegah terjadinya missed opportunity dan menjamin kerahasiaan, privasi,
Tersedia dan berfungsinya fasilitas kesehatan mampu laksana PKPR dengan pelayanan kesehatan yang
sesuai kebutuhan remaja, serta didukung sarana prasarana, termasuk peralatan dan obat-obatan yang
memadai.
c. Remaja
Remaja memperoleh informasi yang dibutuhkan sehingga memahami kebutuhan mereka untuk hidup
sehat dan produktif, dan dapat memanfaatkan berbagai jenis dan tempat pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan mereka.
a) Tersedianaya mekanisme prosedur dan sumber daya penyelenggaraan kegiatan pemberian informasi /
pelayanan KIE yang memenuhi selera dan kebutuhan berbagai kelompok remaja berdasarkan
standar/pedoman yang berlaku, oleh berbagai pihak terkait sesuai dengan kewenangan masing-masing.
b) Tersedianya berbagai alat bantu audio visual untuk kegiatan pemberi informasi/pelayanan KIE, yang
memenuhi selera dan kebutuhan berbagai kelompok remaja dan masyarakat terkait.
c) Adanya pedoman tentang peran hak, tanggung jawab, dan ruang lingkup kegiatan konselor sebaya
2) Kriteria Proses
a) Terselenggaranya kegiatan pemberian informasi kepada remaja/ pelayanan KIE yang memenuhi selera
dan kebutuhan berbagai kelompok remaja berdasarkan standar/pedoman yang berlaku, oleh berbagai
b) Diselenggarakan kegiatan pemberian informasi/ pelayanan KIE yang memenuhi selera dan kebutuhan
berbagai kelompok remaja dan masyarakat terkait, menggunakan berbagai metode dan alat bantuaudio
visual.
c) Konselor sebaya dan pendamping konselor sebaya melaksanakan peran, hak, tanggung jawab serta
Remaja memperoleh informasi yang dibutuhkan sehingga mampu memahami kebutuhan untuk hidup
sehat dan produktif, serta dapat memanfaatkan berbagai jenis dan tempat layanan kesehatan sesuai
kebutuhan.
d. Jejaring
Terbentuk dan berfungsinya jejaring antar remaja, kelompok masyarakat, lintas program, lintas sector
terkait dan lembaga swadaya masyarakat, dalam penyediaan dan pemanfaatan PKPR
a) Tersedianya metode dan instrument untuk pemetaan peran, kegiatan dan produk berbagai pemangku
tanggung jawab, dan fungsi pembinaan dari setiap organisasi dalam pembinaan kesehatan masyarakat.
d) Tersedianya mekanisme pembinaan, penguatan peran, dan tanggung jawab organisasi remaja yang
2) Kriteria proses
a) Terlaksananya pemetaan dan tersedianya peta peran, kegiatan dan produk berbagai pemangku
tanggung jawab, dan fungsi pembinaan dari setiap organisasi dalam pembinaan kesehatan masyarakat
kesehatan remaja
d) Terlaksananya pembentukan, pembinaan penguatan peran, dan tanggung jawab organisasi remaja yang
e) Remaja didorong untuk berpartisapasi aktif dalam merencanakan, melaksanakan, memantau dan menilai
Terbentuk dan berfungsinya jejaring antar remaja, kelompok masyarakat, lintas program, lintas sector
terkait dan lemabaga swadaya masyarakat dalam oenyediaan dan pemanfaatan PKPR.
e. Manajemen kesehatan
Adanya kebijakan dan sistem manajemen yang mampu menjamin dan meningkatkan kualitas PKPR
1) Kriteria masukan (Input)
a) Tersedianya berbagai dokumen yang dibutuhkan untuk advokasi terhadap penentu kebijakan/pengambil
keputusan pada berbagai tingkat administratif, dengan tujuan untuk memastikan ketersediaan sumber
d) Tersedianya metode dan instrument untuk melaksanakan evaluasi diri, supervise fasilitatif dan
e) Adanya sistem rujukan medik untuk pelayanan kesehatan remaja, yang terintegrasi dengan rujukan
2) Kriteria proses
a) Terlaksananya kegiatan advokasi PKPR dengan meggunakan berbagai dokumen terkait pada berbagai
d) Terlaksananya kegiatan evaluasi diri, supervise fasilitatif dan pemantauan terhadap penyelenggaraan
PKPR
e) Terlaksananya layanan rujukan dan rujukan baik medic untuk pelayanan kesehatan remaja, dan
Adanya kebijakan dan sistem manajemen yang mampu menjamin peningkatan kualitas PKPR
DAFTAR PUSTAKA
Bosch-Capblanch X, Liaqat S, Garner P, 2011. Managerial supervision to improve primary health care in lowand
middle-income countries (Review). The Cochrane Collaboration.
Info Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2015. Sexual Health Reproductiv. Kementerian Kesehatan RI
Latar Belakang
Permasalahan remaja merupakan permasalahan yang sangat kompleks mulai
dari jumlahnya yang cukup besar hingga permasalahan seputar kesehatan
reproduksi remaja. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, jumlah remaja di
Indonesia pada tahun 2016 diperkirakan sekitar 66,3 juta (Bappenas, BPS,
UNFPA, 2013). Jumlah yang sangat besar tersebut adalah potensi yang
memerlukan pengelolaan yang terencana, sistematis dan terstruktur agar
dapat dimanfaatkan menjadi modal pembangunan kedepan.
Tujuan
1. Umum :
Untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kelompok BKR baik dari segi
pengelolaan maupun pelaksanaan kegiatannya, dan siap untuk menjadi
model, tempat rujukan, tempat studi banding, dan tempat magang bagi
kelompok BKR yang lain.
2. Khusus :
d. Meningkatnya minat orang tua yang memiliki remaja dalam kegiatan dan
pengelolaan Kelompok BKR.
3. Meningkatnya jumlah orang tua yang memiliki remaja yang aktif dalam
kegiatan BKR.
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar HB dalam darah kurang dari normal.
Adalah karena ketidak seimbangan antara konsumsi bahan makanan pembentuk zat Hb yaitu zat besi
(Fe) yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat besi. Selain itu anemia juga dapat
terjadi karena kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat misal pada ibu hamil, masa tumbang remaja,
akibat penyakit kronis (TBC) dll.
Sehingga mengakibatkan :
5. Menghambat tumbang
Dalam jangka pendek bisa ditanggulangi dengan pemberian tablet tambah darah. Sedangkan jangka
panjang ditambah dengan konsumsi bahan makanan yang mengandung tinggi zat besi seperti hati,
daging, ikan, telur (hewani) kacang-kacangan dan sayuran hijau (nabati)
Ketika sedang makan makanan yang mengandung zat besi sangat dianjurkan bersama dengan makanan
yang mengandung vitamin C