Anda di halaman 1dari 5

1.

Pelayanan kesehatan ibu dan anak di puskesmas

2. Pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi


Kajian yang dilakukan oleh UNAID menunjukkan bahwa setiap hari lebih dari 1 juta
orang terinfeksi IMS dan setiap hari 6000 orang terinfeksi HIV/AIDS di seluruh dunia.
Peningkatan kasus HIV/ADS tersebut juga termasuk makin meningkatnya kasus
HIV/AIDS pada ibu dan anak, yang akan meningkatkan angka kematian ibu dan anak di
berbagai Negara di dunia termasuk Indonesia. Oleh karena itu menurut WHO (2005),
salah satu upaya untuk mempercepat penurunan kematian ibu adalah melalui koordinasi
pelayanan kesehatan reproduksi dan manajemen IMS-HIV/AIDS. Pelayanan kesehatan
reproduksi tersebut meliputi keluarga berencana, pencegahan dan manajemen aborsi,
skrening kanker mulut rahim, pendidikan dan pelayanan antenatal, persalinan oleh tenaga
terlatih, penanganan gawat darurat kebidanan, pengobatan infeksi saluran reproduksi,
konseling, pencegahan dan pengobatan IMS-HIV/AIDS. Berbagai intervensi tersebut di
atas harus dapat diakses melalui pelayanan kesehatan dasar untuk semua orang termasuk
kelompok remaja yang rentan dan sukar di jangkau dengan intervensi paket pelayanan
kesehatan terpadu yang berkualitas. Sedangkan intervensi manajemen IMS-HIV/AIDS
yang juga terbukti efektif adalah informasi, pendidikan, konseling dan, pengobatan IMS,
promosi kondom pada kelompok berisiko (pekerja seks komersial dan pelanggannya),
skrining IMS dan HIV/AIDS pada ibu hamil,Voluntary Counseling and Testing (VCT)
IMS dan HIV/AIDS serta pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak (Prevention
Mother To Child Transmission/PMTCT).
Di Indonesia pada saat ini pelayanan kesehatan reproduksi belum secara optimal
terkoordinasi dengan manajemen IMS-HIV/AIDS, baik di tingkat pusat, propinsi,
kabupaten maupun di puskemas. Kurang optimalnya koordinasi ini akan mengurangi
kinerja pelayanan kesehatan reproduksi dalam pembinaan Kinerja pelayanan kesehatan
ibu dan anak dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
1) faktor organisasi: Program KIA dilaksanakan oleh unit organisasi yang berbeda.
Di tingkat pusat oleh direktorat kesehatan keluarga dan direktorat pemberantasan
penyakit menular langsung, di tingkat propinsi dan di tingkat kabupaten/ kota oleh
subdin kesehatan keluarga dan subdin pemberantasan penyakit, di tingkat
puskesmas oleh unit KIA dan unit pemberantasan penyakit),
2) faktor manajemen: kurangnya koordinasi antar program, kurang terpadunya
perencanaan program KIA dan IMS-HIV/AIDS, rendahnya kualitas pelayanan,
kurang komunikasi antar program, kurangnya supervisi terpadu dan
3) faktor petugas kesehatan: kurangnya kompetensi teknis KIA dan IMS-
HIV/AIDS, kurangnya pengetahuan dan keterampilan, kurangnya komunikasi
antar petugas, kurang kerja sama antar petugas, kurang komitmen dan motivasi.5
Dari latar belakang di atas maka dilakukan penelitian yang salah satu tujuannya
adalah untuk mengetahui kesiapan petugas puskesmas dalam penanggulangan
penularan IMS dan HIV/AIDS pada pelayanan antenatal
Tanggung Jawab Puskesmas dalam pencegahan penularan menular seksual seperti
HIV/AIDS sangat penting, sebab Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan
unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
Puskesmas bertanggung jawab dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan
dan upaya kesehatan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Berikut ini beberapa peran atau tanggung jawab dari puskesmas dalam pencegahan dan
penularan penyakit seksual salah satunya HIV/AIDS
• Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduktif, terdapat
pelayanan Promosi Kesehatan yang dilaksanakan dalam bentuk penyebaran
Informasi tentang pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak, Konseling
tentang HIV, serta penyuluhan-penyuluhan ke berbagai lintas sector
• Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif, terdapat
Pelayanan Promosi untuk mencegah penularan HIV/AIDS melalui KIE tentang
HIV/AIDS dan praktek seks yang aman, selain itu juga terdapat pelayanan KB
dengan melakukan promosi kondom dengan memberikan secara gratis pada
akseptor KB untuk mencegah penularan HIV/AIDS.
• mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang
dikandungnya, terdapat pelayanan kesehatan ibu, anak dan KB dalam bentuk
pelayanan KIA yang komprehensif yaitu layanan pra persalinan, pasca persalinan
serta kesehatan anak. Pelayanan gizi dilaksanakan dalam bentuk konsultasi
tentang makanan bayi
• memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif
beserta bayi dan keluarganya, terdapat pelayanan gizi dalam bentuk bantuan
gizi/arahan nutrisi serta promosi kesehatan dengan melakukan konseling atau
penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara pencegahan penularan HIV

https://www.neliti.com/publications/21292/kesiapan-petugas-puskesmas-dalam-
penanggulangan-infeksi-menular-seksual-dan-hiva

http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCD3Kep/article/view/151/169

3. Kesehatan reproduksi remaja


Perhatian pemerintah terhadap perkembangan dan permasalahan kesehatan remaja
cukup besar. Sejak tahun 2003,pemerintah telah mengembangkan program
kesehatan remaja dengan menggunakan pendekatan khusus yang dikenal sebagai
Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Pendekatan ini bertujuan untuk
mendorong provider khususnya Puskesmas mampu memberikan pelayanan kesehatan
yang komprehensif, sesuai dan memenuhi kebutuhan remaja yang menginginkan
privacy, diakui, dihargai dan dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan sampai
evaluasi kegiatan. Layanan konseling menjadi ciri dari PKPR mengingat
permasalahan remaja tidak hanya berhubungan dengan fisik tetapi juga
psikososial. Upaya perjangkauan terhadap kelompok remaja juga
dilakukanmelalui kegiatan komunikasi informasi dan edukasi (KIE), Focus Group
Discussion(FGD) dan penyuluhan ke sekolah-sekolah dan kelompok-kelompok
remaja. Sayangnya sampai saat ini belum semua puskemas menyediakan layanan
PKPR. Berdasarkan data statistik pada tahun 2015 hanya 33,33 persen dari
keseluruhan puskesmas di Indonesia yang menyediakan layanan PKPR. Dari
jumlah 33,33 persen puskesmas yang melaksanakan PKPR, hanya 25 persen yang
mencapai target renstra (Kemenkes RI, 2016). Penyebabnya diantaranya adalah masih
banyak pengelola puskesmas yang beranggapan tidak perlu ada pembedaan usia
untuk pelayanan kesehatan, sehingga PKPR tidak dibutuhkan. Selain itu, masih
kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan untuk mendukung realisasi PKPR.

Masa remaja merupakan salah satu masa paling kritis dalam siklus kehidupan manusia.
Hal ini mengakibatkan adanya kebutuhan terhadap pusat pelayanan kesehatan reproduksi
(kespro) remaja untuk memberikan bimbingan dan pelayanan kespro. Puskesmas
merupakan penyedia pelayanan kepada masyarakat yang berada pada garis terdepan dan
membantu mengatasi masalah kesehatan termasuk masalah kesehatan remaja. Remaja
yang memanfaatkan pelayanan kesehatan puskesmas sebagian besar dengan masalah
kesehatan fisik dan belum ada remaja yang secara sukarela berkonsultasi tentang
kesehatan reproduksinya. Rendahnya tingkat pemanfaatan pelayananan kesehatan
reproduksi menurut WHO disebabkan oleh beberapa faktor:
1) faktor predisposisi, yaitu kurangnya pengetahuan, sikap yang negatif terhadap
pemanfaatan pelayanan kespro
2) faktor pendukung, yaitu kurangnya akses untuk mendapatkan informasi yang
jelas,
3) faktor pendorong, yaitu pelayanan yang kurang bersahabat dengan remaja,
akseptabilitas keluarga yang belum sepenuhnya menerima keberadaan pelayanan
kespro remaja dan
4) faktor kebutuhan, yaitu kebutuhan remaja yang masih kurang memerlukan
pemanfaatan pelayanan kespro.

Selain itu juga terdapat faktor penghabat lain sehingga remaja kurang memanfaatan
pelayann kesehatan reproduksi di puskesmas yaitu psikososial,dimana adanya stigma
bahwa pelayanan kesehatan reproduksi adalah pelayanan bagi remaja yang bermasalah.
Hambatan lain juga disebabkan karena remaja tidak mempercayai terjaminnya
kerahasiaanterhadap masalah yang mereka sampaikan.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/7e09d5c87f6ce124fe613650c2d67921.pd
f

https://journal.ugm.ac.id/jkr/article/viewFile/4913/4125

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia/article/view/18466/10481

Anda mungkin juga menyukai