Anda di halaman 1dari 2

HIRA (Hazard Identification and Risk Assesment) merupakan suatu metode atau teknik

untuk mengidentifikasi potensi bahaya kerja dengan mendefinisikan karakteristik bahaya yang
mungkin terjadi dan mengevaluasi resiko yang terjadi melalui penilaian resiko dengan
menggunakan matriks penilaian resiko (Susihono, 2013).
Selama melakukan observasi pada tempat kerja PT PTI terdapat lima temuan hazard atau
yang berpotensi terjadinya kecelakaan kerja. Hal tersebut ditemukan di stasiun penghalusan,
stasiun pemotongan, warehouse, stasiun perakitan, stasiun pengukuran dan pemolaan. Pada
stasiun penghalusan, diamati operator tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) saat
melakukan proses penghalusan, yang mana hal ini dapat menyebabkan operator akan mengalami
luka tangan akibat batu gerinda dan dapat terkena percikan api saat melakukan pekerjaan.
Dimana sumber hazard pada stasiun ini oleh mesin gerinda dengan bobot tingkat keparahan
sebesar 3 (moderate) yang artinya dapat menimbulkan cidera sedang dan perlu penanganan
medis serta kerugian finansial yang besar. Kemudian untuk tingkat peluang terjadinya
kecelakaan kerja ini mendapatkan bobot A (almost certain) yang artinya frekuensi terjadi bisa
lebih dari 3 kali dalam sehari. Lalu, untuk indeks resiko bahayanya mendapatkan bobot 3A dan
kategori penilaian resikonya E, yang artinya potensi kecelakaan kerja ini termasuk kategori
resiko ekstrim atau prioritas utama, sehingga perlu penanganan dengan segera.
Selanjutnya temuan hazard di stasiun pemotongan, setelah diamati terdapat banyaknya
serpihan kayu yang berserakan. Hal ini dapat mengakibatkan serpihan hasil proses benda kerja
terhirup oleh operator. Dengan sumber hazard berasal dari scarp yang dihasilkan mesin gerinda
dan tingkat keparahan yang dihasilkan memiliki bobot sebesar 1 (insignificant) artinya tidak
terjadi cidera dan kerugian finansial sedikit. Kemudian untuk tingkat peluang terjadinya bahaya
ini mendapatkan bobot B (likely) yang artinya terjadi setiap hari. Lalu, untuk indeks resiko
bahayanya mendapatkan bobot 1B dan kategori penilaian resikonya yaitu M, yang artinya
potensi bahaya ini termasuk kategori resiko menengah atau prioritas menengah, sehingga resiko
yang diterima diperlukannya tanggung jawab yang jelas dari manajemen.
Selanjutnya temuan hazard di warehouse, ketika diamati terdapat kabel yang melintang
pada area stasiun yang dapat mengakibatkan operator terjatuh. Hal ini bisa terjadi karena sedang
berlangsungnya proses pengerjaan yang membuat adanya kabel di area tempat kerja. Tingkat
keparahan yang dihasilkan dari kejadian ini memiliki bobot sebesar 2 (minor) yang artinya cidera
ringan dan kerugian finansial sedikit. Kemudian, tingkat peluang terjadinya kecelakaan kerja ini
mendapatkan bobot B (likely) yang artinya terjadi setiap hari. Lalu, untuk indeks resiko
bahayanya mendapatkan bobot 2B dan kategori penilaian resikonya yaitu H, yang artinya potensi
dari kecelakaan kerja ini termasuk prioritas tinggi atau kategori resiko yang tidak diinginkan,
sehingga perlu perhatian khusus dari pihak manajemen.
Selanjutnya temuan hazard di stasiun perakitan, ketika diamati adanya genangan air karena
atap bocor, yang mana hal ini dapat mengakibatkan operator terpeleset atau terjatuh. Tingkat
keparahan yang dihasilkan dari kejadian ini memiliki bobot sebesar 3 (moderate) yang artinya
dapat menimbulkan cidera sedang dan perlu penanganan medis serta kerugian finansial yang
besar. Kemudian, tingkat peluang terjadinya kecelakaan kerja ini mendapatkan bobot B (likely)
yang artinya terjadi setiap hari. Lalu, untuk indeks resiko bahayanya mendapatkan bobot 3B dan
kategori penilaian resikonya yaitu H, yang artinya potensi dari kecelakaan kerja ini termasuk
prioritas tinggi atau kategori resiko yang tidak diinginkan, sehingga perlu perhatian khusus dari
pihak manajemen.
Selanjutnya temuan hazard di stasiun pengukuran dan pemolaan, setelah diamati terdapat
ujung meja kerja yang lancip, hal ini bisa mengakibatkan operator dapat teluka oleh meja kerja
yang lancip. Tingkat keparahan yang dihasilkan dari kejadian ini memiliki bobot sebesar 2
(minor) yang artinya cidera ringan dan kerugian finansial sedikit. Kemudian, tingkat peluang
terjadinya kecelakaan kerja ini mendapatkan bobot B (likely) yang artinya terjadi setiap hari.
Lalu, untuk indeks resiko bahayanya mendapatkan bobot 2B dan kategori penilaian resikonya
yaitu H, yang artinya potensi dari kecelakaan kerja ini termasuk prioritas tinggi atau kategori
resiko yang tidak diinginkan, sehingga perlu perhatian khusus dari pihak manajemen.
Dengan demikian, guna mencegah atau mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja
seperti yang ada di atas, diperlukannya pemahaman mengenai K3 (Kesehatan dan keselamatan
kerja) bagi semua pekerja, disiplin dalam mematuhi aturan SOP dan memakai alat pelindung diri
yang lengkap ketika ingin melakukan suatu pekerjaan. Selain itu juga, diperlukannya suasana
bekerja yang aman, sehat, dan nyaman agar tercapainya suatu tujuan, dimana kesehatan dan
keselamatan kerja sangat penting untuk dilaksanakan pada semua bidang pekerjaan. Semakin
besar pengetahuan karyawan akan K3 maka semakin kecil terjadinya resiko kecelakaan kerja,
demikian sebaliknya semakin minimnya pengetahuan karyawan akan K3 maka semakin besar
resiko terjadinya kecelakaan kerja (Waruwu, 2016).

Anda mungkin juga menyukai