Makalah K3 Bengkel New
Makalah K3 Bengkel New
DISUSUN OLEH
KELOMPOK I :
DOSEN PENGAMPUH :
2024/2025
KATA PENGANTAR
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
NabiMuhammad SAW yang kita nanti-nanti syafa’atnya diakhir nanti. Kami tentunya
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan didalamnya. Untuk itu,kami mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca,supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Lingkungan kerja yang berisiko tinggi Bengkel merupakan tempat kerja yang
memiliki potensi bahaya yang cukup besar, seperti bahaya mekanik dari mesin dan
peralatan, bahaya fisik seperti kebisingan dan getaran, bahaya kimia dari bahan bakar
dan pelumas, serta bahaya listrik. Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja bagi para pekerja.
Peraturan dan regulasi K3 Identifikasi bahaya dan penilaian risiko merupakan salah
satu persyaratan dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perusahaan, termasuk
bengkel, wajib melakukan kegiatan ini untuk memenuhi regulasi K3 yang berlaku.
Tanggung jawab hukum Pemilik bengkel memiliki tanggung jawab hukum untuk
memastikan keselamatan dan kesehatan pekerja di tempat kerja. Identifikasi bahaya dan
penilaian risiko merupakan langkah awal yang penting untuk mengelola risiko secara
sistematis dan menghindari konsekuensi hukum jika terjadi kecelakaan atau penyakit
akibat kerja.
Melindungi aset dan reputasi Kecelakaan kerja atau insiden keselamatan lainnya dapat
menyebabkan kerusakan pada aset bengkel, seperti mesin dan peralatan. Selain itu,
insiden tersebut juga dapat merusak reputasi bengkel di mata pelanggan dan masyarakat.
Dengan melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko secara teratur dan
menindaklanjutinya dengan tindakan pengendalian yang tepat, pihak bengkel dapat
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat, meningkatkan produktivitas, serta
melindungi aset dan reputasi bisnis mereka.
Bengkel merupakan tempat kerja yang memiliki risiko kecelakaan dan penyakit akibat
kerja yang cukup tinggi. Terdapat berbagai bahaya yang dapat mengancam keselamatan
dan kesehatan pekerja di bengkel, seperti:
Bahaya mekanik : Mesin dan peralatan berputar atau bergerak yang dapat menjepit atau
memotong anggota tubuh, Benda jatuh atau terpelanting, Permukaan licin atau tidak rata
yang dapat menyebabkan terpeleset atau tersandung
Bahaya fisik : Kebisingan dari mesin dan peralatan, Getaran dari mesin dan peralatan,
Paparan debu, asap, atau uap berbahaya dari proses pekerjaan
Bahaya kimia : Paparan zat kimia berbahaya seperti bahan bakar, pelumas, cat, dan
pelarut, Risiko kebakaran atau ledakan dari bahan kimia mudah terbakar
Bahaya ergonomik : Posisi kerja yang tidak ergonomis, seperti membungkuk atau
mengangkat beban berat, Gerakan berulang yang dapat menyebabkan cedera otot dan
tulang.
Bahaya listrik : Risiko tersengat listrik dari peralatan dan instalasi listrik yang tidak
aman
Oleh karena itu, penerapan K3 di bengkel menjadi sangat penting untuk melindungi
keselamatan dan kesehatan pekerja. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan
peralatan pelindung diri (APD) yang sesuai, memasang rambu-rambu keselamatan,
memberikan pelatihan K3, dan memastikan lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Dengan menerapkan K3 secara konsisten dan disiplin, risiko kecelakaan dan penyakit
akibat kerja di bengkel dapat diminimalkan, sehingga produktivitas dan kesejahteraan
pekerja dapat terjaga dengan baik.
1.2 Tujuan:
1. Mengidentifikasi seluruh potensi bahaya yang ada di lingkungan bengkel, baik bahaya
mekanik, fisik, kimia, ergonomik, maupun listrik.
2. Menilai tingkat risiko dari setiap bahaya yang teridentifikasi, berdasarkan
kemungkinan terjadinya dan keparahan konsekuensi yang ditimbulkannya.
1.3 Permasalahan:
METODE PELAKSANAAN
Dalam pengidentifikasian bahaya dan penilaian resiko maka metode yang di lakukan
Job Hazard Analysis (JHA) yaitu teknik yang berfokus pada tahapan pekerjaan sebagai cara
untuk mengidentifikasi bahaya sebelum suatu kejadian yang tidak diinginkan muncul.
Metode ini lebih fokus pada interaksi antara pekerja, tugas/pekerjaan, alat dan lingkungan.
Setelah diketahui bahaya yang tidak bisa dihilangkan, maka dilakukan usaha untuk
menghilangkan atau mengurangi risiko bahaya ke tingkat level yang bisa diterima (OSHA
3071).
Identifikasi dan tandai area-area berbahaya di bengkel seperti area mesin berat, bahan
kimia, atau area dengan potensi kebakaran.
Bentuk tim kerja yang terdiri dari berbagai staf bengkel untuk mengidentifikasi semua
bahaya potensial yang ada di bengkel. Ini termasuk bahaya seperti kebakaran, kecelakaan
mesin, bahan kimia berbahaya, dan bahaya ergonomis.
Setelah bahaya diidentifikasi, tim harus menilai risiko yang terkait dengan setiap bahaya.
Ini dapat dilakukan dengan menggunakan matriks penilaian risiko yang
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya bahaya dan tingkat dampaknya jika terjadi.
Setelah penilaian risiko selesai, tentukan prioritas untuk mengatasi bahaya yang telah
diidentifikasi. Faktor-faktor seperti tingkat risiko, kemungkinan terjadinya, dan potensi
dampaknya harus dipertimbangkan.
Pemantauan dan peninjauan berkala harus dilakukan untuk memastikan bahwa sistem
identifikasi bahaya dan penilaian risiko tetap relevan dan efektif. Lakukan perbaikan
yang diperlukan berdasarkan hasil pemantauan dan umpan balik dari karyawan.
Metode ini harus menjadi proses yang berkelanjutan dan terintegrasi ke dalam budaya
keselamatan bengkel. Dengan demikian, keselamatan dan kesehatan kerja dapat ditingkatkan
secara signifikan di lingkungan kerja.
BAB III
HASIL IDENTIFIKASI BAHAYA
Tabel Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, Skala Prioritas, Pengendalian Risiko K3, dan Penanggung
Jawab pada Kegiatan di Bengkel
Lokasi :-
Konteks yang dimaksudkan dalam tahap ini meliputi konteks eksternal, konteks
internal, konteks manajemen risiko, dan kriteria risiko. Yang termasuk dalam konteks
eksternal pada kasus ini diantaranya budaya, standar operasi, dan peraturan yang berlaku.
Peraturan yang berlaku di Indonesia yang mengatur tentang keselamatan kerja contohnya
adalah UU No. 1 Tahun 1970. Dalam undang-undang tersebut diantaranya mengatur
mengenai kondisi bangunan dan tata ruang, dan peratalan yang harus tersedia di tempat kerja.
Sedangkan undang-undang yang mengatur tentang kesehatan kerja contohnya adalah UU No.
14 Tahun 1970. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut membuat suatu organisasi
dalam hal ini AHASS untuk dapat menjaga keselamatan dan kesehatan kerja dari tenaga kerja
maupun orang yang bisa terkena dampak operasinya. Dalam konteks internal, AHASS
memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melakukan manajemen risiko.
Namun, terkadang apa yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan apa yang sudah
ditanamkan oleh pihak manajemen. Hal ini kembali kepada budaya dan kebiasaan yang
terbangun pada diri masing-masing individu. Jika melihat kondisi yang ada, sudah ada
standar atau model yang diterapkan di AHASS berkaitan dengan adanya risiko di tempat
kerja. Hal tersebut diantaranya terlihat dari adanya penggunaan alat pelindung diri seperti
safety shoes, topi, tersedianya alat pemadam api ringan (APAR), kotak P3K, dan beberapa
tanda peringatan,
3. Risk Assessment
Sebuah bengkel yang bergerak di bidang jasa perawatan dan perbaikan sepeda motor
harus paham tentang adanya risiko yang dapat mempengaruhi tercapai atau tidaknya
tujuannya dalam melakukan pelayan kepada customer. Selain itu, bengkel tersebut juga harus
paham tentang cukup atau tidaknya dan efektif atau tidaknya sistem pengendali yang selama
ini diterapkan. Dalam melakukan risk assessment ini digunakan metode FMEA (Failure
Modes and Effects Analysis), Risk Identification Dalam melakukan risk assessment, hal
pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi penyebab dan sumber dari suatu risk (hazard
dalam konteks physical harm). (Nissa, U. N., & Amalia, S. 2018).
Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap risiko yang telah diidentifikasi pada tahap
sebelumnya. Konsekuensi dan kemungkinan konsekuensi tersebut muncul akan menjadi poin
penting dalam tahapan ini. Dalam metode FMEA, penilaian dilakukan terhadap occurrence
(seberapa sering terjadi), detection (seberapa mudah dideteksi). dan severity (seberapa parah
bahaya yang ditimbulkan). Untuk nilai occurrence nilai yang diberikan nilai antara 1 sampai
10, dengan nilai 1 adalah "sangat jarang terjadi" dan 10 berarti "sangat sering terjadi". Untuk
nilai detection nilai yang diberikan juga antara 1 sampai 10, dengan nilai 1 adalah "sangat
mudah untuk dideteksi" dan 10 berarti "sangat susah untuk dideteksi". Sedangkan untuk nilai
severity nilai I adalah "tidak terlihat efek yang ditimbulkan dan 10 berarti "bahaya yang
ditimbulkan sangat parah". Berikut akan ditampilkan tabel yang berisi konsekuensi yang
muncul beserta penilaian yang dilakukan menggunakan metode FMEA.
Dari sejumlah risiko yang telah diidentifikasi kemudian dilakukan analisis untuk
menemukan konsekuensi untuk masing-masing risiko tersebut. Pada saat memindahkan
motor baik menuju workshop terdapat beberapa hazard, yaitu tumpahan oli atau minyak
pelumas dan peralatan mekanik yang berantakan. Jika dalam jalur yang dilewati untuk
memindahkan sepeda motor terdapat hazard tersebut maka dapat menyebabkan. mekanik
tergelincir dan menyebabkan cedera pada mekanik. Proses pengecekan kondisi dilakukan
salah satunya saat dalam kondisi menyala. Saat sepeda kendaraan menyala, terdapat hazard
yang muncul yaitu gas pembuangan kendaraan dan kebisingan dari mesin yang menyala. Gas
hasil pembakaran sepeda motor mengandung karbon monoksida yang beracun. Jika pekerja
menghirup gas ini maka dapat mengalami gangguan pernapasan, dalam jangka Aktivitas lain
yang terdapat hazard yang muncul adalah saat proses penggantian oli maupun pelumasan
pada rantai atau bagian sepeda motor yang lain. Pada saat proses tersebut, mekanik biasanya
akan terkena kontak langsung dengan oli atau minyak pelumas. Kontak langsung dengan oli
bekas atau minyak pelumas dapat menyebabkan dermatitis bahkan kanker kulit. (Kusuma, I.
J. 2020).
Dalam sebuah kendaraan, energi listrik dihasilkan oleh aki. Di dalam aki tersebut
terdapat cairan elektrolit yang akan mengalami serangkaian reaksi kimia, sehingga dapat
dihasilkan energi listrik. Proses perawatan atau perbaikan yang dilakukan pada aki
diantaranya adalah penambahan penambahan air aki dan proses charging aki. Saat proses
penambahan air aki, ada kemungkinan terjadi cipratan air aki yang mengenai kulit atau mata.
4. Risk Treatment
Penanganan terhadap risiko yang muncul dapat dilakukan mulai dari eliminasi,
substitusi, perancangan, administrasi dan penggunaan APD. Untuk risiko pada aktivitas
pemindahan sepeda motor baik dari dan ke workshop segala hazard sebisa mungkin
ditiadakan dari jalur yang dilewati, dengan cara membersihkan tumpahan oli atau minyak dan
selalu menempatkan peralatan mekanik di tempat yang disediakan dengan rapi. Selain itu
tindakan yang dapat dilakukan adalah setiap mekanik menggunakan alat pelindung diri
seperti safety shoex. Hal yang harus ditanamkan kepada setiap pekerja adalah pentingnya
dapat menjaga kerapian dan kebersihan tempat kerja. Saat proses pemeriksaan sepeda motor,
terdapat hazard yang muncul yaitu gas pembuangan. Oleh karena itu, ruangan harus memiliki
ventilasi yang cukup sehingga sirkulasi udara dapat lancar. Selain itu, agar gas tidak berada di
dalam ruangan maka knalpot sepeda motor dihubungkan dengan pipa instalasi gas
pembuangan, harus dipastikan juga bahwa dalam pipa tersebut tidak ada kebocoran. Untuk
mengurangi paparan gas yang ada di ruangan, pekerja dapat menggunakan masker sebagai
alat pelindung diri. Selain gas pembuangan, saat proses pengecekan berlangsung juga
terdapat kebisingan dari mesin kendaraan. Kebisingan dapat mengganggu pendengaran dari
pekerja, oleh karena itu diperlukan alat pelindung diri berupa pelindung pendengaran.
Pelindung pendengaran ini, diperlukan terutama ketika tingkat kebisingan sudah lebih dari
80dB.
Saat proses penggantian oli maupun pelumasan pada rantai atau bagian sepeda motor
yang lain sebisa mungkin kontak langsung dengan oli bekas/minyak pelumas harus dihindari.
Hal itu dapat dilakukan dengan menggunakan alat pelindung diri berupa sarung tangan.
Sarung tangan yang dapat digunakan adalah jenis nitrile gloves yang memang dirancang
untuk pekerjaan yang berhubungan dengan minyak pelumas, cairan pelarut dan cairan asam.
Untuk meminimalkan risiko gangguan tulang dan persendian akibat postur tubuh. yang tidak
tepat maka selama melakukan proses servis, tinggi kendaraan disesuaikan dengan aktivitas
yang dilakukan dan menggunakan alat bantu yang meminimalkan beban kerja pada tulang
atau persendian. Bagian di sepeda motor seringkali bersudut tajam, sehingga dapat melukai
bagian tubuh mekanik. Oleh karena itu untuk menanganinya dapat dilakukan dengan
menggunakan sarung tangan sehingga tangan tidak tergores dan topi yang dapat membantu
menghindari benturan dengan bagian motor tersebut.
Kontak langsung dengan bensin juga berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu,
untuk menghindari risiko tersebut yang dapat dilakukan salah satunya adalah memakai
sarung tangan. Selain itu, mekanik juga harus menjaga kebersihannya dengan selalu mencuci
tangan setelah melakukan kontak dengan bensin, sehingga kandungan bezena tidak
terakumulasi di dalam kulit. Risiko lain yang dapat timbul dari bensin karena sifatnya yang
mudah terbakar adalah adanya ledakan jika ada percikan api, oleh karena itu semua sumber
api harus dijauhkan dari tempat kerja dan menyiapkan alat pemadam api ringan (APAR).
Sama halnya dengan aki, jika terkena kulit makan dapat memberikan dampak yang
serius. Oleh karenanya untuk mencegah risiko terjadinya hal tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan untuk menghindari kontak dengan
tangan dan kaca mata untuk menghindari kontak dengan mata. Untuk mencegah risiko yang
lebih parah jika terkena mata adalah menyediakan eye wash sehingga cairan yang terkena
mata dapat segera dibersihkan. Dalam proses charging, hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya risiko yang berakibat fatal maka proses charging harus dilakukan
menggunakan peralatan yang baik, tegangan, arus, dan lama waktu charging harus sesuai
dengan standar yang ditetapkan. (Kusuma, I. J. 2020).
Selanjutnya dalam mengecek kelistrikan kendaraan, agar tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan maka alat-alat yang digunakan harus dalam kondisi baik, selain itu mekanik
harus teliti dalam bekerja sehingga tidak melakukan kesalahan. Alat pemadam api ringan
juga harus disediakan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran.
Hasil Kesimpulan:
Dari tabel diatas diketahui bahwa terdapat sejumlah 21 risiko bahaya yang teridentifikasi
di bengkel, terdapat tingkat keseringan dan keparahan bahaya yang berbeda-beda. Untuk
tingkat risiko didapat sebagi berikut:
A. Kesimpulan
1. Penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di Bengkel ini telah terlaksana dengan
baik.
2. Pencegahan atau pengendalian kecelakaan kerja telah dilaksanakan dengan baik. hanya
perlu peningkatan dan konsistensi jangka panjang.
3. Kesadaran pekerja cukup baik namun perlu selalu ditingkatkan melalui komunikasi
internal dalam bentuk briefing sebelum kerja dan evaluasi harian. setelah kerja.
B. Saran
1. Diharapkan bagi pemilik untuk mengetahui dan memberikan pengetahuan tentang
kesehatan dan keselamatan kerja serta prosedurnya bagi pekerja.
2. Kesadaran menggunakan alat pelindung diri perlu di tingkatkan serta penggunaannya
sesuai prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
Nissa, U. N., & Amalia, S. (2018). Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Riset Bisnis Dan Investasi, 3(3), 69.
https://doi.org/10.35697/jrbi.v3i3.946