Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Indentifikasi Bahaya Dan Penilaian Resiko Yang Terjadi Dibengkel

DISUSUN OLEH

KELOMPOK I :

Tara Sagita 2313201045


Okta Trisnadiah 2313201039
M. Davih Pramudi 2313201025
David Juliago 2313201079

DOSEN PENGAMPUH :

NOPIA WATI, S.KM, M.KM

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU

2024/2025
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah marilah kita panjatkan kehadirat Allah


S W T , a t a s limpahan nikmat sehatnya,baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan tepat waktu,
yang berjudul

“ Indentifikasi Bahaya Dan Penilaian Resiko Yang Terjadi Dibengkel ”

Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
NabiMuhammad SAW yang kita nanti-nanti syafa’atnya diakhir nanti. Kami tentunya
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan didalamnya. Untuk itu,kami mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca,supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih

Bengkulu, Mei 2024

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 lantar Belakang

Lingkungan kerja yang berisiko tinggi Bengkel merupakan tempat kerja yang
memiliki potensi bahaya yang cukup besar, seperti bahaya mekanik dari mesin dan
peralatan, bahaya fisik seperti kebisingan dan getaran, bahaya kimia dari bahan bakar
dan pelumas, serta bahaya listrik. Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja bagi para pekerja.

Peraturan dan regulasi K3 Identifikasi bahaya dan penilaian risiko merupakan salah
satu persyaratan dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perusahaan, termasuk
bengkel, wajib melakukan kegiatan ini untuk memenuhi regulasi K3 yang berlaku.

Tanggung jawab hukum Pemilik bengkel memiliki tanggung jawab hukum untuk
memastikan keselamatan dan kesehatan pekerja di tempat kerja. Identifikasi bahaya dan
penilaian risiko merupakan langkah awal yang penting untuk mengelola risiko secara
sistematis dan menghindari konsekuensi hukum jika terjadi kecelakaan atau penyakit
akibat kerja.

Meningkatkan produktivitas dan efisiensi Dengan mengidentifikasi bahaya dan


menilai risiko, pihak bengkel dapat mengambil tindakan pencegahan yang tepat. Hal ini
dapat mencegah terjadinya kecelakaan, cedera, atau penyakit yang dapat mengganggu
produktivitas pekerja dan menimbulkan kerugian finansial bagi bengkel.

Melindungi aset dan reputasi Kecelakaan kerja atau insiden keselamatan lainnya dapat
menyebabkan kerusakan pada aset bengkel, seperti mesin dan peralatan. Selain itu,
insiden tersebut juga dapat merusak reputasi bengkel di mata pelanggan dan masyarakat.

Dengan melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko secara teratur dan
menindaklanjutinya dengan tindakan pengendalian yang tepat, pihak bengkel dapat
menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat, meningkatkan produktivitas, serta
melindungi aset dan reputasi bisnis mereka.

Bengkel merupakan tempat kerja yang memiliki risiko kecelakaan dan penyakit akibat
kerja yang cukup tinggi. Terdapat berbagai bahaya yang dapat mengancam keselamatan
dan kesehatan pekerja di bengkel, seperti:

Bahaya mekanik : Mesin dan peralatan berputar atau bergerak yang dapat menjepit atau
memotong anggota tubuh, Benda jatuh atau terpelanting, Permukaan licin atau tidak rata
yang dapat menyebabkan terpeleset atau tersandung

Bahaya fisik : Kebisingan dari mesin dan peralatan, Getaran dari mesin dan peralatan,
Paparan debu, asap, atau uap berbahaya dari proses pekerjaan

Bahaya kimia : Paparan zat kimia berbahaya seperti bahan bakar, pelumas, cat, dan
pelarut, Risiko kebakaran atau ledakan dari bahan kimia mudah terbakar

Bahaya ergonomik : Posisi kerja yang tidak ergonomis, seperti membungkuk atau
mengangkat beban berat, Gerakan berulang yang dapat menyebabkan cedera otot dan
tulang.

Bahaya listrik : Risiko tersengat listrik dari peralatan dan instalasi listrik yang tidak
aman

Oleh karena itu, penerapan K3 di bengkel menjadi sangat penting untuk melindungi
keselamatan dan kesehatan pekerja. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan
peralatan pelindung diri (APD) yang sesuai, memasang rambu-rambu keselamatan,
memberikan pelatihan K3, dan memastikan lingkungan kerja yang aman dan sehat.

Dengan menerapkan K3 secara konsisten dan disiplin, risiko kecelakaan dan penyakit
akibat kerja di bengkel dapat diminimalkan, sehingga produktivitas dan kesejahteraan
pekerja dapat terjaga dengan baik.
1.2 Tujuan:

1. Mengidentifikasi seluruh potensi bahaya yang ada di lingkungan bengkel, baik bahaya
mekanik, fisik, kimia, ergonomik, maupun listrik.
2. Menilai tingkat risiko dari setiap bahaya yang teridentifikasi, berdasarkan
kemungkinan terjadinya dan keparahan konsekuensi yang ditimbulkannya.

1.3 Permasalahan:

1. Kurangnya kesadaran dan komitmen dari pihak manajemen bengkel terhadap


pentingnya identifikasi bahaya dan penilaian risiko.
2. Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan dari petugas yang melakukan identifikasi
bahaya dan penilaian risiko.
BAB II

METODE PELAKSANAAN

Dalam pengidentifikasian bahaya dan penilaian resiko maka metode yang di lakukan
Job Hazard Analysis (JHA) yaitu teknik yang berfokus pada tahapan pekerjaan sebagai cara
untuk mengidentifikasi bahaya sebelum suatu kejadian yang tidak diinginkan muncul.
Metode ini lebih fokus pada interaksi antara pekerja, tugas/pekerjaan, alat dan lingkungan.
Setelah diketahui bahaya yang tidak bisa dihilangkan, maka dilakukan usaha untuk
menghilangkan atau mengurangi risiko bahaya ke tingkat level yang bisa diterima (OSHA
3071).

metode pelaksanaan untuk identifikasi bahaya dan penilaian risiko di bengkel:

Langkah 1: Pemetaan Area Bengkel

 Identifikasi dan tandai area-area berbahaya di bengkel seperti area mesin berat, bahan
kimia, atau area dengan potensi kebakaran.

Langkah 2: Identifikasi Bahaya Potensial

 Bentuk tim kerja yang terdiri dari berbagai staf bengkel untuk mengidentifikasi semua
bahaya potensial yang ada di bengkel. Ini termasuk bahaya seperti kebakaran, kecelakaan
mesin, bahan kimia berbahaya, dan bahaya ergonomis.

Langkah 3: Penilaian Risiko

 Setelah bahaya diidentifikasi, tim harus menilai risiko yang terkait dengan setiap bahaya.
Ini dapat dilakukan dengan menggunakan matriks penilaian risiko yang
mempertimbangkan kemungkinan terjadinya bahaya dan tingkat dampaknya jika terjadi.

Langkah 4: Penentuan Prioritas

 Setelah penilaian risiko selesai, tentukan prioritas untuk mengatasi bahaya yang telah
diidentifikasi. Faktor-faktor seperti tingkat risiko, kemungkinan terjadinya, dan potensi
dampaknya harus dipertimbangkan.

Langkah 5: Implementasi Langkah Pengendalian


 Buat rencana untuk mengendalikan atau mengurangi risiko yang diidentifikasi. Ini
mungkin melibatkan penerapan prosedur keamanan tambahan, pelatihan karyawan,
atau penggunaan peralatan pelindung pribadi.

Langkah 6: Monitoring dan Evaluasi

 Tetapkan jadwal untuk memantau efektivitas langkah-langkah pengendalian yang


diimplementasikan. Evaluasi secara teratur apakah langkah-langkah tersebut berhasil
mengurangi risiko atau apakah perlu penyesuaian lebih lanjut.

Langkah 7: Pelatihan Karyawan

 Pastikan seluruh staf bengkel mendapatkan pelatihan tentang bahaya potensial di


tempat kerja dan langkah-langkah yang harus diambil untuk mengurangi risiko. Ini
termasuk pelatihan dalam penggunaan peralatan pelindung pribadi dan prosedur
keamanan yang relevan.

Langkah 8: Pemantauan dan Perbaikan Berkelanjutan

 Pemantauan dan peninjauan berkala harus dilakukan untuk memastikan bahwa sistem
identifikasi bahaya dan penilaian risiko tetap relevan dan efektif. Lakukan perbaikan
yang diperlukan berdasarkan hasil pemantauan dan umpan balik dari karyawan.

Metode ini harus menjadi proses yang berkelanjutan dan terintegrasi ke dalam budaya
keselamatan bengkel. Dengan demikian, keselamatan dan kesehatan kerja dapat ditingkatkan
secara signifikan di lingkungan kerja.
BAB III
HASIL IDENTIFIKASI BAHAYA

Tabel Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, Skala Prioritas, Pengendalian Risiko K3, dan Penanggung
Jawab pada Kegiatan di Bengkel

Nama Perusahaan : Bengkel

Kegiatan : Identifikasi Bahaya pada Bengkel

Lokasi :-

Penilaian Risiko Skala


No Area/ Tingkat
Uraian Pekerjaan Identifikasi Kekerap Keparah Prio- Pengendalian PJ
. Variabel Risiko
Bahaya an an ritas
1. Tempat Alat-alat kerja banyak - Kejatuhan 3 1 3 3 Alat-alat dan benda Pekerja/
penyimpan yang ditinggalkan pada - Terpeleset kerja harus tersusun teknisi
an tempat-tempat dimana - Tersandung secara rapi dan
peralatan pegawai tersebut bekerja sistematis
bengkel
Oli atau minyak Terpeleset oli ditutup dengan pasir
Area Pekerja/
2. pelumas dan gemuk karena lantai licin 3 1 3 3 atau serbuk gergaji
Service teknisi
yang berserakan dilantai
Di dalam bengkel Uap bensin dengan
biasanya terdapat bahan udara sangat mudah
bakar dan minyak menyambar
pelumas seperti bensin percikan api dan
atau premium, solar dan menimbulkan bahan bakar yang
Area ada kalanya minyak kebakaran dan menyebar di lantai Pekerja/
3. 1 3 3 3
Service tanah, oli dan gemuk. ledakan harus segera teknisi
Bahan ini dipergunakan dibersihkan
untuk percobaan
menghidupkan mesin
maupun sebagai bahan
pencuci.
4. Area Gas sisa pembakaran Gas CO terhirup 3 3 9 1 Dianjurkan untuk Pekerja/
Service yang keluar dari knalpot oleh pekerja atau mematikan mesin teknisi
motor yang di service pengunjung segera, karena ada
sesuatu yang tidak
benar terutama
dalam penyetelan
pembakaran, serta
menggunakan
masker agar tidak
terhirup lagsung
bagi pekerja
Kebisingan yang Kebisingan pada Segera mematikan
Area ditimbulkan dari mesin pendengaran mesin apabila dirasa Koord.
5. 3 1 3 3
Service dan alat alat service dan sudah selesai dan Bengkel
perawatan tidak diperlukan lagi
Rute yang akan di Pekerja atau
Rute dilakukan pengunjung dapat Memindahkan
Koord.
6. masuk perbaikan/perawatan tersandung 2 1 2 3 material yang
Bengkel
bengkel terhalang oleh material menghalangi rute
yang berserakan
Merusak material - Memindahkan
yang ada rak penyimpanan
Tempat Penempatan rak alat dan disekitarnya dan ke tempat yang
Koord.
7. Penyimpan bahan di tempat yang dapat mengenai 1 1 1 3 lebih luas
Bengkel
an Alat sempit pekerja atau - Merekayasa
pengunjung yang penempatan rak
berada di sekitarnya penyimpanan
8. Tempat Penyimpanan bahan Menyusahkan saat 2 1 2 3 - Memisahkan Koord.
pengambilan material sesuai
material sehingga jenis dan
Bengkel
dapat menimbulkan ukurannya
penyimpan masih ada yang dan
pekerja kejatuhan - Membuat tempat
an Bahan dicampur dan tidak rapi Pekerja/
material tersebut khusus untuk
teknisi
material yang
tidak terpakai
Limbah akan Menyediakan
mengontaminasi tempat limbah di
Seluruh pekerja atau area bengkel
Tidak ada tempat untuk Koord.
9. Area pengunung. Oli 2 2 4 2
limbah Bengkel
Bengkel mesin yang tercecer
menyebabkan
pekerja terpeleset.
Dapat
menimbulkan
Belum adanya petunjuk kecelakaan dan Memberikan lembar
Area Koord.
10. pemakaian pada mesin- salah operasi bagi 1 1 1 3 SOP pada mesin-
Service Bengkel
mesin tertentu pemula jika tidak mesin tertentu
adanya bimbingan
terlebih dahulu
11. Area Tidak adanya jalur Proses evakuasi 1 1 1 3 Memperjelas tanda
dapat tertunda yang
menyebabkan
rute evakuasi di
Service evakuasi yang jelas kecelakaan atau
bengkel
kebakaran menjadi
semakin parah
Dapat
menyebabkan
- Membersihkan
ketegangan pada
jendela kaca
mata atau mata
Pencahaya Pencahayaan dari luar yang kotor
12. cepat lelah. Lebih 3 1 3 3
an yang kurang maksimal - Membersihkan
lanjut dapat
langit-langit
mengganggu
yang kotor
konsentrasi saat
praktik
Dapat
Kaca jendela dan kaca
menyebabkan
lampu tidak bersih
Pencahaya kesalahan operasi Membersihkan kaca
13. sehingga mengganggu 1 1 1 3
an mesin dan lebih jendela dan lampu
intensitas cahaya yang
fatalnya kecelakaan
masuk.
kerja.
14. Penghawa- Sistem ventilasi yang Menyebabkan debu 3 1 3 3 Memperbaiki sistem
an masih kurang dan asap hasil ventilasi khususnya
service terhirup
pekerja yang
menimbulkan sesak di area kerja/service
nafas atau penyakit
paru-paru
Mengakibatkan
- Melakukan
kebakaran semakin
pelatihan
parah jika terjadi
Masih ada pekerja yang penggunaan
kebakaran di
Area belum bisa APAR
15. bengkel. Selain itu 1 1 1 3
Service menggunakan Alat - Menyediakan
dapat menyebabkan
Pemadam Kebakaran lembar instruksi
kecelakaan jika
pemakaian
salah dalam
APAR
pengoperasian
16. Seluruh Penanganan sampah Menyebabkan 2 1 2 3 - Menyediakan
area yang tidak maksimal gangguan tempat sampah
bengkel sehingga menimbulkan pernafasan dan yang lebih baik
bau mengganggu - Memastikan
konsentrasi. pengambilan
sampah
dilakukan
minimal
seminggu sekali
Air minum dapat Memindahkan
terkontaminasi fasilitas minum di
Fasilitas Fasilitas minum dekat
17. dengan asap dan 3 2 6 2 area yang higienis
Pekerja dengan area service
debu hasil atau jauh dari area
perbaikan kerja
Menyebabkan Memberi tanda
Tidak ada tanda untuk
Fasilitas kecelakaan atau untuk area yang
18. area yang memerlukan 1 1 1 3
Pekerja penyakit akibat memerlukan APD
APD khusus
kerja. khusus
- Melakukan
Menyebabkan pelatihan
pekerja terpapar pemakaian APD
Ada pekerja yang alat
Fasilitas langsung oleh - Memastikan
19. pelindung dirinya tidak 3 2 6 2
Pekerja bahaya saat pekerja
digunakan dengan baik
melakukan perbaika menggunakan
atau perawatan APD dengan
benar
APD seperti sarung Pekerja terkena Memperbaiki atau
Fasilitas tangan, dan apron percikan oli dan mengganti dengan
20 3 2 6 2
Pekerja banyak yang sudah bahan kimia lain yang baru APD
rusak dan tidak terawat secara langsung yang rusak
Terjadinya
Loker untuk pekerja Menyediakan loker
Fasilitas pencurian, atau hal-
21 masih kurang dan tidak 1 1 1 3 siswa yang memadai
Pekerja hal lain yang tidak
ada penguncinya dan aman
diinginkan
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam melakukan manajemen risiko terhadap suatu lingkungan kerja, terdapat


beberapa tahapan yang harus dilakukan. Tahapan tersebut seperti communication and
consultation, establishing the context, risk assessment, risk treatment, dan yang terakhir
adalah monitoring and review.

1. Communication and Consultation

Tahapan pertama dalam melakukan manajemen risiko adalah komunikasi dan


konsultasi kepada semua pihak yang terlibat. Kesuksesan dalam penilaian risiko akan sangat
tergantung dari keefektifan komunikasi dan konsultasi yang dilakukan. Dengan adanya
komunikasi dan konsultasi yang baik, berbagai proses yang akan dilakukan selanjutnya dapat
berjalan dengan lancar seperti menetapkan konteks dengan tepat, identifikasi, analisis, dan
evaluasi risiko dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang sehingga
didapatkan hasil yang utuh. Dalam kasus ini, AHASS sudah cukup baik dalam melakukan
komunikasi dan konsultasi melalui supervisor yang ada di setiap cabang AHASS. Supervisor
inilah yang bertugas mengkomunikasikan dan mengkonsultasikan mengenai manajemen
risiko kepada pihak yang terlibat, terutama pekerja yang berhubungan langsung dengan
aktivitas yang mengandung bahaya. (Andreyanto, R. 2018).

2. Establishing the Context

Konteks yang dimaksudkan dalam tahap ini meliputi konteks eksternal, konteks
internal, konteks manajemen risiko, dan kriteria risiko. Yang termasuk dalam konteks
eksternal pada kasus ini diantaranya budaya, standar operasi, dan peraturan yang berlaku.
Peraturan yang berlaku di Indonesia yang mengatur tentang keselamatan kerja contohnya
adalah UU No. 1 Tahun 1970. Dalam undang-undang tersebut diantaranya mengatur
mengenai kondisi bangunan dan tata ruang, dan peratalan yang harus tersedia di tempat kerja.
Sedangkan undang-undang yang mengatur tentang kesehatan kerja contohnya adalah UU No.
14 Tahun 1970. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut membuat suatu organisasi
dalam hal ini AHASS untuk dapat menjaga keselamatan dan kesehatan kerja dari tenaga kerja
maupun orang yang bisa terkena dampak operasinya. Dalam konteks internal, AHASS
memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk melakukan manajemen risiko.
Namun, terkadang apa yang terjadi di lapangan tidak sesuai dengan apa yang sudah
ditanamkan oleh pihak manajemen. Hal ini kembali kepada budaya dan kebiasaan yang
terbangun pada diri masing-masing individu. Jika melihat kondisi yang ada, sudah ada
standar atau model yang diterapkan di AHASS berkaitan dengan adanya risiko di tempat
kerja. Hal tersebut diantaranya terlihat dari adanya penggunaan alat pelindung diri seperti
safety shoes, topi, tersedianya alat pemadam api ringan (APAR), kotak P3K, dan beberapa
tanda peringatan,

3. Risk Assessment

Sebuah bengkel yang bergerak di bidang jasa perawatan dan perbaikan sepeda motor
harus paham tentang adanya risiko yang dapat mempengaruhi tercapai atau tidaknya
tujuannya dalam melakukan pelayan kepada customer. Selain itu, bengkel tersebut juga harus
paham tentang cukup atau tidaknya dan efektif atau tidaknya sistem pengendali yang selama
ini diterapkan. Dalam melakukan risk assessment ini digunakan metode FMEA (Failure
Modes and Effects Analysis), Risk Identification Dalam melakukan risk assessment, hal
pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi penyebab dan sumber dari suatu risk (hazard
dalam konteks physical harm). (Nissa, U. N., & Amalia, S. 2018).

Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap risiko yang telah diidentifikasi pada tahap
sebelumnya. Konsekuensi dan kemungkinan konsekuensi tersebut muncul akan menjadi poin
penting dalam tahapan ini. Dalam metode FMEA, penilaian dilakukan terhadap occurrence
(seberapa sering terjadi), detection (seberapa mudah dideteksi). dan severity (seberapa parah
bahaya yang ditimbulkan). Untuk nilai occurrence nilai yang diberikan nilai antara 1 sampai
10, dengan nilai 1 adalah "sangat jarang terjadi" dan 10 berarti "sangat sering terjadi". Untuk
nilai detection nilai yang diberikan juga antara 1 sampai 10, dengan nilai 1 adalah "sangat
mudah untuk dideteksi" dan 10 berarti "sangat susah untuk dideteksi". Sedangkan untuk nilai
severity nilai I adalah "tidak terlihat efek yang ditimbulkan dan 10 berarti "bahaya yang
ditimbulkan sangat parah". Berikut akan ditampilkan tabel yang berisi konsekuensi yang
muncul beserta penilaian yang dilakukan menggunakan metode FMEA.

Dari sejumlah risiko yang telah diidentifikasi kemudian dilakukan analisis untuk
menemukan konsekuensi untuk masing-masing risiko tersebut. Pada saat memindahkan
motor baik menuju workshop terdapat beberapa hazard, yaitu tumpahan oli atau minyak
pelumas dan peralatan mekanik yang berantakan. Jika dalam jalur yang dilewati untuk
memindahkan sepeda motor terdapat hazard tersebut maka dapat menyebabkan. mekanik
tergelincir dan menyebabkan cedera pada mekanik. Proses pengecekan kondisi dilakukan
salah satunya saat dalam kondisi menyala. Saat sepeda kendaraan menyala, terdapat hazard
yang muncul yaitu gas pembuangan kendaraan dan kebisingan dari mesin yang menyala. Gas
hasil pembakaran sepeda motor mengandung karbon monoksida yang beracun. Jika pekerja
menghirup gas ini maka dapat mengalami gangguan pernapasan, dalam jangka Aktivitas lain
yang terdapat hazard yang muncul adalah saat proses penggantian oli maupun pelumasan
pada rantai atau bagian sepeda motor yang lain. Pada saat proses tersebut, mekanik biasanya
akan terkena kontak langsung dengan oli atau minyak pelumas. Kontak langsung dengan oli
bekas atau minyak pelumas dapat menyebabkan dermatitis bahkan kanker kulit. (Kusuma, I.
J. 2020).

Mekanik selama mengerjakan motor seringkali harus membungkuk atau memiringkan


badannya. Hal tersebut dapat berlangsung dalam waktu yang lama dan berulang, yang
tentunya sangat berisiko pada kesehatannya. Postur tubuh yang tidak tepat selama bekerja
dapat menyebabkan berbagai gangguan pada tulang dan persendian. Dalam melakukan proses
servis, seorang mekanik juga akan berhubungan dengan bensin baik dari komponen yang ada
di sendiri atau bensin yang digunakan untuk membersihkan debu pada bagian-bagian tertentu
di sepeda motor. Bensin yang merupakan salah satu senyawa kimia diidentifikasi sebagai
hazard karena senyawa ini dapat diabsorpsi oleh kulit dengan mudah yang pada jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan iritasi kulit. Selain itu bensin juga dapat diabsorpsi melalui
pernapasan yang kemudian akan masuk ke dalam aliran darah, jika paparan ini berlangsung
dalam jangka panjang dapat menyebabkan anemia, leukemia.

Dalam sebuah kendaraan, energi listrik dihasilkan oleh aki. Di dalam aki tersebut
terdapat cairan elektrolit yang akan mengalami serangkaian reaksi kimia, sehingga dapat
dihasilkan energi listrik. Proses perawatan atau perbaikan yang dilakukan pada aki
diantaranya adalah penambahan penambahan air aki dan proses charging aki. Saat proses
penambahan air aki, ada kemungkinan terjadi cipratan air aki yang mengenai kulit atau mata.

4. Risk Treatment
Penanganan terhadap risiko yang muncul dapat dilakukan mulai dari eliminasi,
substitusi, perancangan, administrasi dan penggunaan APD. Untuk risiko pada aktivitas
pemindahan sepeda motor baik dari dan ke workshop segala hazard sebisa mungkin
ditiadakan dari jalur yang dilewati, dengan cara membersihkan tumpahan oli atau minyak dan
selalu menempatkan peralatan mekanik di tempat yang disediakan dengan rapi. Selain itu
tindakan yang dapat dilakukan adalah setiap mekanik menggunakan alat pelindung diri
seperti safety shoex. Hal yang harus ditanamkan kepada setiap pekerja adalah pentingnya
dapat menjaga kerapian dan kebersihan tempat kerja. Saat proses pemeriksaan sepeda motor,
terdapat hazard yang muncul yaitu gas pembuangan. Oleh karena itu, ruangan harus memiliki
ventilasi yang cukup sehingga sirkulasi udara dapat lancar. Selain itu, agar gas tidak berada di
dalam ruangan maka knalpot sepeda motor dihubungkan dengan pipa instalasi gas
pembuangan, harus dipastikan juga bahwa dalam pipa tersebut tidak ada kebocoran. Untuk
mengurangi paparan gas yang ada di ruangan, pekerja dapat menggunakan masker sebagai
alat pelindung diri. Selain gas pembuangan, saat proses pengecekan berlangsung juga
terdapat kebisingan dari mesin kendaraan. Kebisingan dapat mengganggu pendengaran dari
pekerja, oleh karena itu diperlukan alat pelindung diri berupa pelindung pendengaran.
Pelindung pendengaran ini, diperlukan terutama ketika tingkat kebisingan sudah lebih dari
80dB.

Saat proses penggantian oli maupun pelumasan pada rantai atau bagian sepeda motor
yang lain sebisa mungkin kontak langsung dengan oli bekas/minyak pelumas harus dihindari.
Hal itu dapat dilakukan dengan menggunakan alat pelindung diri berupa sarung tangan.
Sarung tangan yang dapat digunakan adalah jenis nitrile gloves yang memang dirancang
untuk pekerjaan yang berhubungan dengan minyak pelumas, cairan pelarut dan cairan asam.
Untuk meminimalkan risiko gangguan tulang dan persendian akibat postur tubuh. yang tidak
tepat maka selama melakukan proses servis, tinggi kendaraan disesuaikan dengan aktivitas
yang dilakukan dan menggunakan alat bantu yang meminimalkan beban kerja pada tulang
atau persendian. Bagian di sepeda motor seringkali bersudut tajam, sehingga dapat melukai
bagian tubuh mekanik. Oleh karena itu untuk menanganinya dapat dilakukan dengan
menggunakan sarung tangan sehingga tangan tidak tergores dan topi yang dapat membantu
menghindari benturan dengan bagian motor tersebut.

Kontak langsung dengan bensin juga berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu,
untuk menghindari risiko tersebut yang dapat dilakukan salah satunya adalah memakai
sarung tangan. Selain itu, mekanik juga harus menjaga kebersihannya dengan selalu mencuci
tangan setelah melakukan kontak dengan bensin, sehingga kandungan bezena tidak
terakumulasi di dalam kulit. Risiko lain yang dapat timbul dari bensin karena sifatnya yang
mudah terbakar adalah adanya ledakan jika ada percikan api, oleh karena itu semua sumber
api harus dijauhkan dari tempat kerja dan menyiapkan alat pemadam api ringan (APAR).
Sama halnya dengan aki, jika terkena kulit makan dapat memberikan dampak yang
serius. Oleh karenanya untuk mencegah risiko terjadinya hal tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan untuk menghindari kontak dengan
tangan dan kaca mata untuk menghindari kontak dengan mata. Untuk mencegah risiko yang
lebih parah jika terkena mata adalah menyediakan eye wash sehingga cairan yang terkena
mata dapat segera dibersihkan. Dalam proses charging, hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya risiko yang berakibat fatal maka proses charging harus dilakukan
menggunakan peralatan yang baik, tegangan, arus, dan lama waktu charging harus sesuai
dengan standar yang ditetapkan. (Kusuma, I. J. 2020).

Selanjutnya dalam mengecek kelistrikan kendaraan, agar tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan maka alat-alat yang digunakan harus dalam kondisi baik, selain itu mekanik
harus teliti dalam bekerja sehingga tidak melakukan kesalahan. Alat pemadam api ringan
juga harus disediakan untuk menghindari hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran.

Hasil Kesimpulan:

Dari tabel diatas diketahui bahwa terdapat sejumlah 21 risiko bahaya yang teridentifikasi
di bengkel, terdapat tingkat keseringan dan keparahan bahaya yang berbeda-beda. Untuk
tingkat risiko didapat sebagi berikut:

- tingkat risiko dengan nilai 1 ada sebanyak 7 item


- tingkat risiko dengan nilai 2 ada sebanyak 3 item
- tingkat risiko dengan nilai 3 ada sebanyak 6 item
- tingkat risiko dengan nilai 4 ada sebanyak 1 item
- tingkat risiko dengan nilai 6 ada sebanyak 3 item
- tingkat risiko dengan nilai 9 ada sebanyak 1 item

Sedangkan untuk skala prioritas yang mendapat

- skala prioritas 3 ada sebanyak 16 item


- skala prioritas 2 ada sebanyak 4 item
- skala prioritas 1 ada sebanyak 1 item
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di Bengkel ini telah terlaksana dengan
baik.
2. Pencegahan atau pengendalian kecelakaan kerja telah dilaksanakan dengan baik. hanya
perlu peningkatan dan konsistensi jangka panjang.
3. Kesadaran pekerja cukup baik namun perlu selalu ditingkatkan melalui komunikasi
internal dalam bentuk briefing sebelum kerja dan evaluasi harian. setelah kerja.

B. Saran
1. Diharapkan bagi pemilik untuk mengetahui dan memberikan pengetahuan tentang
kesehatan dan keselamatan kerja serta prosedurnya bagi pekerja.
2. Kesadaran menggunakan alat pelindung diri perlu di tingkatkan serta penggunaannya
sesuai prosedur.
DAFTAR PUSTAKA

Andreyanto, R. (2018). Pengaruh Program K3 (Kesehatan Dan Keselamatan Kerja)


Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan. Energies, 6(1), 1–8.

Gabriele. (2018). Analisis Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Di


Departemen Marketing dan HRD PT. Cahaya Indo Persada. Jurnal AGORA, 6(1),
1–10.

Khamdani, I. (2020). Analisis Resiko Bahaya dan Persepsi Mahasiswa Terhadap


Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Bengkel Pemesinan
Program Studi Pendidikan Teknik Mesin JPTK FKIP UNS. 1–128.
Kusuma, I. J. (2020). Pelaksanaan Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Karyawan Pt. Bitratex Industries Semarang. Jurnal Studi Manajemen &
Organisasi, 7(1), 37–60.

Nissa, U. N., & Amalia, S. (2018). Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Riset Bisnis Dan Investasi, 3(3), 69.
https://doi.org/10.35697/jrbi.v3i3.946

Nugraha, H. (2019). Analisis Pelaksanaan Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja


Dalam Upaya Meminimalkan Kecelakaan Kerja Pada Pegawai Pt. Kereta Api
Indonesia (Persero). Coopetition : Jurnal Ilmiah Manajemen, 10(2), 93–102.

Pertiwi, F.; Yuliyanto, E. (2015). Analisis Pengetahuan Konsep ( K3 ) Laboratorium

Kimia Di Man 2 Kota Semarang. Seminar Nasional Pendidikan, Sains Dan


Teknologitifi , Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam , Universitas
Muhammadiyah Semarang, 2011, 114–123.

Rambe, N. S. (2019). Hubungan Kepatuhan Pemakain Alat Pelindung Diri (Apd)


Dengan Kecelakan Kerja Di Pt. Global Permai Abadi Medan Timur Sumatera
Utara.
Yuniarto, HariAgung.. 2015. Materi Bahan Ajar Kuliah Risk and Management Safety,
TeknikIndustri, UGM, Yopgyakarta. International Standard, IEC/FDIS
31010:2009, Risk management - Risk Assessment Techniques.

Anda mungkin juga menyukai