Anda di halaman 1dari 7

Nama : Choirul Anwar

NPM : 2013023013

Prodi : Pendidikan Kimia 4A

Mata Kuliah : Asesmen Pembelajaran Kimia

A. Domain-Domain Tujuan Pembelajaran


1. Ranah kognitif
Ranah kognitif merupakan bagian yang paling banyak dinilai oleh pendidik karena
berkaitan dengan kemampuan para peserta didik dalam menguasai materi pelajaran.
Ranah kognitif dikategorikan menjadi enam kategori oleh Bloom, dari yang
sederhana hingga yang kompleks. Diasumsikan juga untuk mencapai kategori
tertinggi harus dilalui dengan melewati kategori-kategori dibawahnya. Kategori
tersebut antara lain :
a. Pengetahuan (C1)
Meliputi kemampuan mengingat kembali materi yang telah dipelajari. Aspek
pengetahuannya antara lain :
1) Pengetahuan spesifik
2) Pengetahuan tentang metode tertentu
3) Pengetahuan yang terkait garis besar atau rangkuman
b. Pemahaman (C2)
Kategori pemahaman merupakan suatu kemampuan untuk memahami materi
pembelajaran yang meliputi pengetahuan menerjemahkan, menginterpretasi, dan
mengeksplorasi.
c. Aplikasi (C3)
Kategori ini berkaitan dengan kemampuan untuk menggunakan pembelajaran atau
mengimplementasikannya.
d. Analisis (C4)
Kategori ini meliputi kemampuan untuk merinci, mengorganisasi atau
membedakan bagian-bagian pada materi yang dipelajari.
e. Sintesis (C5)
Kategori sintesis merupakan kemampuan untuk mengaitkan antarmateri
pembelajaran menjadi suatu kesatuan.
f. Evaluasi (C6)
Kategori ini meliputi kemampuan untuk memutuskan dan memeriksa apakah
tujuan pembelajaran dari materi yang dipelajari telah tercapai.
Namun, klasifikasi ini mengalami revisi oleh Anderson dan Krathwohl, menjadi :
a. Remember (Mengingat)
Aspek mengingat merupakan kemampuan mengingat dan memanggil kembali
materi atau pengetahuan dari memori dasar aspek. Mengingat adalah ketika
memori digunakan untuk memproduksi definisi, kebenaran rincian atau
menceritakan kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Understand (Memahami)
Aspek memahami meliputi kemampuan membangun pengertian dari berbagai
fungsi atau pesan yang berbeda. Seperti pada kegiatan menginterpretasi,
menerangkan dengan contoh, menggolongkan, merangkum, menduga,
membandingkan, dan menjelaskan.
c. Apply (Menerapkan)
Aspek menerapkan berkaitan dengan kemampuan mengimplementasikan
langkahlangkah secara berkesinambungan. Bahan belajar yang digunakan untuk
mendapatkannya berupa model, presentasi, wawancara atau simulasi.
d. Analyze (Menganalisis)
Aspek menganalisis merupakan kemampuan menentukan bagaimana bagian-
bagian saling berhubungan satu sama lain termasuk kegiatan membedakan,
mengorganisasikan, dan menghubungkan antar kelompok. Oleh karena itu, pada
aspek ini memungkinkan seseorang dapat menggambarkannya melalui lembar
kerja, survey, grafik, diagram atau representasi grafis.
e. Evaluate (Menilai)
Aspek menilai berkaitan dengan kemampuan membuat penilaian berdasarkan
kriteria dan standar yang dapat berupa kritikan, rekomendas,i dan laporan.
f. Create (Menciptakan)
Aspek menciptakan merupakan kemampuan untuk memadukan berbagai fungsi
materi agar koheren dan menyatu termasuk menyusun berbagai materi menjadi
sesuatu yang baru melalui proses menghasilkan, merencanakan, atau
memproduksi.
B. Ranah Afektif
Ranah afektif merupakan kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan
reaksireaksi yang berbeda dengan penalaran. Kawasan afektif yaitu kawasan yang
berkaitan dengan aspek-aspek emosional seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan
terhadap moral dan sebagainya. Ranah afektif terdiri dari 5 ranah yang berhubungan
dengan respons emosional terhadap tugas. Pembagian dan afektif ini disusun oleh Bloom
dan Krathwohl yaitu:
1. Menerima
Seseorang peka terhadap suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan
rangsangan itu. Seperti penjelasan yang diberikan oleh guru. Kesediaan untuk
menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya yang dalam pengajaran
bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya dan
mengarahkannya. Misalnya juga kemampuan mengakui adanya perbedaan-perbedaan.
2. Merespon
Tingkatan yang mencakup kerelaan dan kesediaan untuk memperhatikan secara aktif
dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Hal ini dinyatakan dalam memberikan suatu
reaksi terhadap rangsangan yang disajikan meliputi persetujuan, kesediaan, dan
kepuasan dalam memberikan tanggapan. Misalnya mematuhi aturan dan
berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
3. Menangkap nilai
Kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai
dengan penilaian itu. Mulai dibentuk suatu sikap menerima, menolak, atau
mengabaikan. Misalnya menerima pendapat orang lain.
4. Mengorganisasikan
Kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan
dalam kehidupan. Misalnya menempatkan nilai pada suatu skala nilai dan dijadikan
pedoman dalam bertindak secara bertanggung jawab.
5. Membentuk Watak
Kemampuan untuk menghayati nilai kehidupan sehingga menjadi milik pribadi
menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. Memiliki
sistem nilai yang mengendalikan tingkah lakunya sehingga menjadi karakteristik dari
hidupnya. Kemampuan ini dinyatakan dalam pengaturan hidup di berbagai bidang
seperti mencurahkan waktu secukupnya pada tugas belajar atau bekerja. Misalnya
kemampuan mempertimbangkan dan menunjukkan tindakan yang berdisiplin.
C. Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor kebanyakan dari kita menghubungkan aktivitas motorik dengan
pendidikan fisik dan atletik tapi banyak subjek lain seperti menulis dengan tangan dan
pengolahan yang kata juga membutuhkan gerakan kawasan psikomotor yaitu kawasan
yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan keterampilan jasmani dalam rangkaian
ini tidak dibuat oleh Bloom namun oleh ahli lain yaitu Simphon yang berdasarkan ranah
yang dibuat oleh Bloom yaitu :
1. Resepsi, untuk menggunakan isyarat-isyarat sensoris dalam memandu aktivitas
motorik penggunaan alat indra sebagai rangsangan untuk menyeleksi isyarat menuju
terjemahan.
2. Kesiapan adalah kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam memulai sesuatu
gerakan. kesiapan fisik mental dan emosional untuk melakukan gerakan.
3. Gerakan terbimbing merupakan suatu kemampuan untuk melakukan suatu gerakan
sesuai dengan contoh yang diberikan tahap awal dalam mempelajari keterampilan
yang kompleks termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
4. Gerakan yang terbiasa yaitu melakukan gerakan tanpa memperhatikan lagi contoh
yang diberikan karena sudah dilatih secukupnya membiasakan gerakan-gerakan yang
telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.
5. Gerakan yang kompleks adalah kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan
terdiri dari banyak tahap dengan lancar tepat dan efisien gerakan motorik yang
terampil yang didalamnya terdiri dari pola gerakan yang kompleks.
6. Penyesuaian pola gerakan merupakan kemampuan untuk mengadakan perubahan dan
menyesuaikan pola gerakan dengan persyaratan khusus yang berlaku keterampilan
yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
7. Kreatifitas meupakan kemampuan untuk melahirkan pola gerakan baru atas dasar
prakarsa atau inisiatif sendiri

B. Kualitas alat evaluasi


A. Validitas
Validitas merupakan salah satu ciri tes yang menandai hasil belajar yang baik.
Menilai apakah suatu tes berhasil memiliki validitas atau akurasi pengukuran,
dapat dilakukan dengan dua cara, dari tes itu sendiri secara keseluruhan, dan dari
proyek sebagai bagian integral dari tes. Secara umum validitas tes dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu validitas rasional tes dan validitas empiris tes.
Validitas rasional adalah validitas yang diperoleh atas dasar hasil berpikir, dan
validitas yang diperoleh melalui pemikiran logis. Oleh karena itu, jika setelah
dilakukan analisis rasional, suatu tes hasil belajar (secara rasional) mengukur
secara tepat apa yang seharusnya diukur, maka suatu tes hasil belajar dapat
dikatakan valid secara rasional. Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar
sudah memiliki validitas rasional ataukah belum, dapat dilakukan penelusuran
dari dua segi, yaitu :
a. Validitas isi suatu alat penilaian mengacu pada penilaian keakuratan alat dari
sampel yang representatif dari materi yang dinilai, yaitu materi (materi) yang
digunakan sebagai alat penilaian merupakan pengetahuan yang harus dikuasai.
Dalam prakteknya, validitas isi tes hasil belajar dapat ditentukan dengan
membandingkan apa yang termasuk dalam tes hasil belajar dengan indikator
yang diidentifikasi untuk setiap mata pelajaran, apakah isi yang tercantum
dalam indikator ada dalam hasil tes. Belajar atau tidak. Apabila hasil yang
ditunjukkan oleh analisis rasional membuktikan bahwa indikator-indikator
yang tercermin dalam tes hasil belajar sudah benar, maka tes hasil belajar
yaitu pengujian validitas isi dapat dikatakan sebagai tes hasil belajar yang
telah memiliki validitas isi.
b. Validitas konstruksi dari suatu tes hasil belajar dapat dilakukan
penganalisisannya dengan jalan melakukan pencocokan antara aspek-aspek
berfikir yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut, dengan aspek-aspek
berfikir yang dikehendaki untuk diungkap oleh tujuan instruksional khusus.
Jika secara logis hasil penganalisisan itu menunjukkan bahwa aspek-aspek
berfikir yang diungkap melalui butir-butir soal tes hasil belajar itu sudah
dengan secara tepat mencerminkan aspek-aspek berfikir yang oleh tujuan
instruksional khusus diperintahkan untuk diungkap maka tes hasil belajar
tersebut dapat dinyatakan sebagai tes hasil belajar yang valid dari susunannya
atau telah memiliki validitas konstruksi.
Validitas empiris adalah validitas yang bersumber pada pengamatan di
lapangan. Tes hasil belajar dapat dikatakan telah memiliki validitas empiris
apabila didasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap data hasil
pengamatan di lapangan, terbukti bahwa hasil tes belajar itu dengan secara
tepat telah dapat mengukur hasil belajar yang seharusnya diungkap atau
diukur lewat tes hasil belajar tersebut. Untuk menentukan apakah tes hasil
belajar sudah memiliki validitas empiris ataukah belum dapat dilakukan
penelusuran dari dua segi yaitu:
a) Validitas bandingan artinya kejituan daripada suatu tes dilihat dari
kolerasinya terhadap kecakapan yang telah dimiliki saat kini secara riil.
Perbedaan antara validitas ramalan dengan validitas bandingan ialah
dilihat dari segi waktunya. Validitas ramalan melihat hubungannya dengan
masa yang akan datang, sedangkan validitas bandingan melihat
hubungannya dengan masa sekarang. Dalam rangka menguji validitas
bandingan, data yang mencerminkan pengalaman yang diperoleh pada
masa lalu itu, kita bandingkan dengan data hasil tes yang diperoleh
sekarang ini. Jika hasil tes yang ada sekarang ini mempunyai hubungan
searah dengan hasil tes berdasarkan pengalaman yang lalu, maka tes yang
memilki karakteristik seperti itu dapat dikatakan telah memilki bandingan.
b) Validitas ramalan artinya ketepatan (kejituan) daripada suatu alat
pengukur ditinjau dari kemampuan tes tersebut untuk meramalkan prestasi
yang dicapainya kemudian. Misalnya suatu tes hasil belajar dapat
dikatakan mempunyai validitas ramalan yang tinggi, apabila hasil yang
dicapai oleh anak dalam tes tersebut betul-betul dapat meramalkan sukses
tidaknya anakanak dalam pelajaran-pelajaran yang akan datang. Suatu tes
hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas
ramalan atau belum dapat ditempuh dengan cara mencari korelasi antara
tes hasil belajar yang sedang diuji validitas ramalannya dengan kriterium
yang ada. Jika di antara kedua variabel tersebut terdapat korelasi positif
yang signifikan maka tes hasil belajar yang sedang diuji validitas
ramalannya itu dapat dinyatakan sebagai tes hasil belajar yang telah
memiliki daya ramal yang tepat, artinya apa yang telah diramalkan, betul-
betul telah terjadi secara nyata dalam praktek.
B. Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat keajegan atau kemantapan hasil dari hasil dua
pengukuran terhadap hal yang sama. Hasil pengukuran itu diharapkan akan sama
apabila pengukuran diulangi pada waktu yang berbeda. Jadi, reliabilitas dapat
dinyatakan sebagai tingkat keajegan atau kemantapan hasil dari hasil dua
pengukuran terhadap hal yang sama. Hasil pengukuran itu diharapkan akan sama
apabila pengukuran diulangi. Definisi teoretis dari reliabilitas adalah proporsi
keragaman skor tes yang disebabkan oleh keragaman sistematis dalam populasi
peserta tes. Jika terdapat keragaman sistematis yang lebih besar dalam suatu
populasi dibanding dengan populasi lainnya, seperti dalam semua siswa sekolah
negeri dibandingkan hanya dengan kelas tertentu, tes akan mempunyai reliabilius
lebih besar untuk populasi yang lebih bervariasi. Reliabilitas adalah karakteristik
bersama antara tes dan kelompok peserta tes. Reliabilitas tes bervariasi dari suatu
kelompok dengan kelompok lainnya.
Metode Penentuan Reliabilitas Terdapat tiga metode dasar untuk mengestimasi
koefisien reliabilitas, yaitu Metode Tes Ulang (Tes-Retest), Metode Bentuk-
Paralel (Parallel-Form), dan Metode Konsistensi Internal (Internal Consistency).
1. Metode Tes Ulang (Tes-Retest)
Metode test/retest dilakukan dengan menggunakan soal tes yang sama
sebanyak dua kali dalam kurun waktu tertentu. Subjek penelitian adalah
kelompok yang sama. Jadi kelompok tersebut mengerjakan soal sebanyak dua
kali. Jadi, untuk mengestimasi reliabilitasnya digunakan instrumen yang sama,
responden atau subjek penelitiannya sama tetapi waktu tesnya dibuat berbeda.
Alasan digunakan metode ini adalah karena instrumen yang reliabel pasti akan
cenderung menhasilkan skror, nilai yang sama jika diberikan dua kali kepada
responden atau subjek penelitian. Jika hasil tes sebanyak dua kali tersebut
menghasilkan skor yang relatif berbeda, maka instrumen tersebut dinyatakan
sebagai instrumen yang tidak reliabel karena tidak memberikan hasil yang
konsisten. Reliabilitas instrumen dalam metode ini ditunjukkan melalui suatu
koefisien korelasi antara hasil penggunaan instrumen yang pertama dengan
penggunaannya yang kedua. Masalah yang kemungkinan muncul dari
penggunaan metode ini adalah adanya a carry over effect. A carry over effect
adalah ketidakpercayaan pada hasil karena insrumen diberikan dua kali pada
responden. Artinya ketika responden mengerjakan soal tes kedua kalinya,
pasti pengerjaan tes yang pertama akan sedikit banyak mempengaruhinya.
Responden bisa jadi mengingat jawaban terdahulu atau memperbaiki
kesalahan dari jawabannya yang terdahulu.
2. Metode Bentuk-Paralel (Parallel-Form)
Metode bentuk-parallel, membutuhkan dua tes yang kedudukannya saling
paralel atau setara. Artinya tes yang akan diestimasi reliabilitasnya harus
mempunyai paralelnya, yaitu tes lain yangjumlah itemnya sama, setara dan
tentunya mempunyai tujuan sama, Dengan bahasa yang sederhana dapat
dikatakan bahwa seorang peneliti harus mempunyai dua intrumen kembar jika
ingin menggunakan tipe pendekatan paralel dalam mengestimasi reliabilitas
instrumennya. Dalam kenyataannya, membuat dua tes yang paralel adalah
sesuatu yang tidak mungkin. Akan tetapi dengan kajian teori yang prosedur
yang tepat, sifat akan bisa didekati. Mengembangkan dua instrumen tes yang
paralel harus memenuhi syaratsyarat khusus. Syarat tersebut diantaranya
mempunyai tujuan yang sama, item yang sama, batasan yang sama, jumlah
item yang sama, indikator yang sama dan kata operasional yang mungkin
sama. Jiak sudah diperoleh dua instrumen yang paralel, maka dengan
menghitung korelasi dari skor hasil tes kedua instrumen, akan diketahui
seberapa realiabel instrumem tersebut. Hasil tingkat reliabilitas menunjukkan
reliabilitas dari dua instrumen yang saling paralel tersebut. Dua tes yang
paralel cenderung akan menghasilkan nilai koefisien korelasi yang tinggi. Jika
dua instrumen tes yang telah dianggap paralel menghasilkan nilai koefisien
korelasi yang rendah, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut tidak
dapat dipercaya atau tidak reliabel. Jika pada pendekatan test retest harus
dilakukan dalam tenggang waktu tertentu, maka dalam penggunakan
pendekatan paralel waktu tidak menjadi masalah. Akan tetapi dalam
pendekatan tes paralel tetep mempunyai kelemahan terkait efek bawaan yang
mungkin terjadi. Hal ini jika tes paralel di lakukan berturutturut satu salam
lain. Kemungkinan peserta tes atau responden akan meningkatkan
performanya dalam tes yang kedua. Tes pertama dijadikan Latihan dan
pengalaman sehingga pada tes kedua hasilnya akan lebih meningkat. Akan
tetapi jika dua tes dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan item soal
terlalu banyak, bisa jadi akan menyebabkan efek kelelahan pada peserta
sehingga performa menurun di waktu-waktu terakhir tes. Untuk mengatasi
kendala dalam metode tes bentuk pararel. Maka soal dapat dibuat dengan
urutan item acak yang telah dicampur dari kedua atau dengan ketentuan
tertentu, misalnya nomor ganjil untuk soal dari instrumen yang pertama dan
nomor genap untuk soal dari instrumen yang kedua. Sebenarnya tantangan
dan kelemahan utama dalam penggunaan pendekatan ini adalah sangat sulit
untuk membuat dua instrumen yang bersifat paralel atau setara satu sama lain.
3. Metode Konsistensi Internal (Internal Consistency)
Metode konsistensi internal dilakukan dengan hanya memberikan tes
sebanyak sekali saja (single-trial administration). Karena hanya menggunakan
tes sekali saja maka hanya dibutuhkan satu instrumen dalam pendekatan tipe
ini. Kelemahan dalam tipe sebelumnya dapat dihindari. Tujuan dari
pendekatan reliabilitas konsistensi adalah untuk melihat konsistensi antara
butir atau item soal dengan bagian lain atau dengan tes keseluruhan

Anda mungkin juga menyukai