1. Ranah kognitif Ranah kognitif merupakan bagian yang paling banyak dinilai oleh pendidik karena berkaitan dengan kemampuan para peserta didik dalam menguasai materi pelajaran. Ranah kognitif dikategorikan menjadi enam kategori oleh Bloom, dari yang sederhana hingga yang kompleks. Diasumsikan juga untuk mencapai kategori tertinggi harus dilalui dengan melewati kategori-kategori dibawahnya. Kategori tersebut antara lain : a. Pengetahuan (C1) Meliputi kemampuan mengingat kembali materi yang telah dipelajari. Aspek pengetahuannya antara lain : 1) Pengetahuan spesifik 2) Pengetahuan tentang metode tertentu 3) Pengetahuan yang terkait garis besar atau rangkuman b. Pemahaman (C2) Kategori pemahaman merupakan suatu kemampuan untuk memahami materi pembelajaran yang meliputi pengetahuan menerjemahkan, menginterpretasi, dan mengeksplorasi. c. Aplikasi (C3) Kategori ini berkaitan dengan kemampuan untuk menggunakan pembelajaran atau mengimplementasikannya. d. Analisis (C4) Kategori ini meliputi kemampuan untuk merinci, mengorganisasi atau membedakan bagian-bagian pada materi yang dipelajari. e. Sintesis (C5) Kategori sintesis merupakan kemampuan untuk mengaitkan antarmateri pembelajaran menjadi suatu kesatuan. f. Evaluasi (C6) Kategori ini meliputi kemampuan untuk memutuskan dan memeriksa apakah tujuan pembelajaran dari materi yang dipelajari telah tercapai. Namun, klasifikasi ini mengalami revisi oleh Anderson dan Krathwohl, menjadi : a. Remember (Mengingat) Aspek mengingat merupakan kemampuan mengingat dan memanggil kembali materi atau pengetahuan dari memori dasar aspek. Mengingat adalah ketika memori digunakan untuk memproduksi definisi, kebenaran rincian atau menceritakan kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya. b. Understand (Memahami) Aspek memahami meliputi kemampuan membangun pengertian dari berbagai fungsi atau pesan yang berbeda. Seperti pada kegiatan menginterpretasi, menerangkan dengan contoh, menggolongkan, merangkum, menduga, membandingkan, dan menjelaskan. c. Apply (Menerapkan) Aspek menerapkan berkaitan dengan kemampuan mengimplementasikan langkahlangkah secara berkesinambungan. Bahan belajar yang digunakan untuk mendapatkannya berupa model, presentasi, wawancara atau simulasi. d. Analyze (Menganalisis) Aspek menganalisis merupakan kemampuan menentukan bagaimana bagian- bagian saling berhubungan satu sama lain termasuk kegiatan membedakan, mengorganisasikan, dan menghubungkan antar kelompok. Oleh karena itu, pada aspek ini memungkinkan seseorang dapat menggambarkannya melalui lembar kerja, survey, grafik, diagram atau representasi grafis. e. Evaluate (Menilai) Aspek menilai berkaitan dengan kemampuan membuat penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang dapat berupa kritikan, rekomendas,i dan laporan. f. Create (Menciptakan) Aspek menciptakan merupakan kemampuan untuk memadukan berbagai fungsi materi agar koheren dan menyatu termasuk menyusun berbagai materi menjadi sesuatu yang baru melalui proses menghasilkan, merencanakan, atau memproduksi. B. Ranah Afektif Ranah afektif merupakan kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksireaksi yang berbeda dengan penalaran. Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Ranah afektif terdiri dari 5 ranah yang berhubungan dengan respons emosional terhadap tugas. Pembagian dan afektif ini disusun oleh Bloom dan Krathwohl yaitu: 1. Menerima Seseorang peka terhadap suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu. Seperti penjelasan yang diberikan oleh guru. Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya yang dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya dan mengarahkannya. Misalnya juga kemampuan mengakui adanya perbedaan-perbedaan. 2. Merespon Tingkatan yang mencakup kerelaan dan kesediaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Hal ini dinyatakan dalam memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang disajikan meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan. Misalnya mematuhi aturan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. 3. Menangkap nilai Kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk suatu sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Misalnya menerima pendapat orang lain. 4. Mengorganisasikan Kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Misalnya menempatkan nilai pada suatu skala nilai dan dijadikan pedoman dalam bertindak secara bertanggung jawab. 5. Membentuk Watak Kemampuan untuk menghayati nilai kehidupan sehingga menjadi milik pribadi menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah lakunya sehingga menjadi karakteristik dari hidupnya. Kemampuan ini dinyatakan dalam pengaturan hidup di berbagai bidang seperti mencurahkan waktu secukupnya pada tugas belajar atau bekerja. Misalnya kemampuan mempertimbangkan dan menunjukkan tindakan yang berdisiplin. C. Ranah Psikomotor Ranah psikomotor kebanyakan dari kita menghubungkan aktivitas motorik dengan pendidikan fisik dan atletik tapi banyak subjek lain seperti menulis dengan tangan dan pengolahan yang kata juga membutuhkan gerakan kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan keterampilan jasmani dalam rangkaian ini tidak dibuat oleh Bloom namun oleh ahli lain yaitu Simphon yang berdasarkan ranah yang dibuat oleh Bloom yaitu : 1. Resepsi, untuk menggunakan isyarat-isyarat sensoris dalam memandu aktivitas motorik penggunaan alat indra sebagai rangsangan untuk menyeleksi isyarat menuju terjemahan. 2. Kesiapan adalah kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam memulai sesuatu gerakan. kesiapan fisik mental dan emosional untuk melakukan gerakan. 3. Gerakan terbimbing merupakan suatu kemampuan untuk melakukan suatu gerakan sesuai dengan contoh yang diberikan tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba. 4. Gerakan yang terbiasa yaitu melakukan gerakan tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan karena sudah dilatih secukupnya membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap. 5. Gerakan yang kompleks adalah kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan terdiri dari banyak tahap dengan lancar tepat dan efisien gerakan motorik yang terampil yang didalamnya terdiri dari pola gerakan yang kompleks. 6. Penyesuaian pola gerakan merupakan kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerakan dengan persyaratan khusus yang berlaku keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi. 7. Kreatifitas meupakan kemampuan untuk melahirkan pola gerakan baru atas dasar prakarsa atau inisiatif sendiri
B. Kualitas alat evaluasi
A. Validitas Validitas merupakan salah satu ciri tes yang menandai hasil belajar yang baik. Menilai apakah suatu tes berhasil memiliki validitas atau akurasi pengukuran, dapat dilakukan dengan dua cara, dari tes itu sendiri secara keseluruhan, dan dari proyek sebagai bagian integral dari tes. Secara umum validitas tes dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu validitas rasional tes dan validitas empiris tes. Validitas rasional adalah validitas yang diperoleh atas dasar hasil berpikir, dan validitas yang diperoleh melalui pemikiran logis. Oleh karena itu, jika setelah dilakukan analisis rasional, suatu tes hasil belajar (secara rasional) mengukur secara tepat apa yang seharusnya diukur, maka suatu tes hasil belajar dapat dikatakan valid secara rasional. Untuk dapat menentukan apakah tes hasil belajar sudah memiliki validitas rasional ataukah belum, dapat dilakukan penelusuran dari dua segi, yaitu : a. Validitas isi suatu alat penilaian mengacu pada penilaian keakuratan alat dari sampel yang representatif dari materi yang dinilai, yaitu materi (materi) yang digunakan sebagai alat penilaian merupakan pengetahuan yang harus dikuasai. Dalam prakteknya, validitas isi tes hasil belajar dapat ditentukan dengan membandingkan apa yang termasuk dalam tes hasil belajar dengan indikator yang diidentifikasi untuk setiap mata pelajaran, apakah isi yang tercantum dalam indikator ada dalam hasil tes. Belajar atau tidak. Apabila hasil yang ditunjukkan oleh analisis rasional membuktikan bahwa indikator-indikator yang tercermin dalam tes hasil belajar sudah benar, maka tes hasil belajar yaitu pengujian validitas isi dapat dikatakan sebagai tes hasil belajar yang telah memiliki validitas isi. b. Validitas konstruksi dari suatu tes hasil belajar dapat dilakukan penganalisisannya dengan jalan melakukan pencocokan antara aspek-aspek berfikir yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut, dengan aspek-aspek berfikir yang dikehendaki untuk diungkap oleh tujuan instruksional khusus. Jika secara logis hasil penganalisisan itu menunjukkan bahwa aspek-aspek berfikir yang diungkap melalui butir-butir soal tes hasil belajar itu sudah dengan secara tepat mencerminkan aspek-aspek berfikir yang oleh tujuan instruksional khusus diperintahkan untuk diungkap maka tes hasil belajar tersebut dapat dinyatakan sebagai tes hasil belajar yang valid dari susunannya atau telah memiliki validitas konstruksi. Validitas empiris adalah validitas yang bersumber pada pengamatan di lapangan. Tes hasil belajar dapat dikatakan telah memiliki validitas empiris apabila didasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap data hasil pengamatan di lapangan, terbukti bahwa hasil tes belajar itu dengan secara tepat telah dapat mengukur hasil belajar yang seharusnya diungkap atau diukur lewat tes hasil belajar tersebut. Untuk menentukan apakah tes hasil belajar sudah memiliki validitas empiris ataukah belum dapat dilakukan penelusuran dari dua segi yaitu: a) Validitas bandingan artinya kejituan daripada suatu tes dilihat dari kolerasinya terhadap kecakapan yang telah dimiliki saat kini secara riil. Perbedaan antara validitas ramalan dengan validitas bandingan ialah dilihat dari segi waktunya. Validitas ramalan melihat hubungannya dengan masa yang akan datang, sedangkan validitas bandingan melihat hubungannya dengan masa sekarang. Dalam rangka menguji validitas bandingan, data yang mencerminkan pengalaman yang diperoleh pada masa lalu itu, kita bandingkan dengan data hasil tes yang diperoleh sekarang ini. Jika hasil tes yang ada sekarang ini mempunyai hubungan searah dengan hasil tes berdasarkan pengalaman yang lalu, maka tes yang memilki karakteristik seperti itu dapat dikatakan telah memilki bandingan. b) Validitas ramalan artinya ketepatan (kejituan) daripada suatu alat pengukur ditinjau dari kemampuan tes tersebut untuk meramalkan prestasi yang dicapainya kemudian. Misalnya suatu tes hasil belajar dapat dikatakan mempunyai validitas ramalan yang tinggi, apabila hasil yang dicapai oleh anak dalam tes tersebut betul-betul dapat meramalkan sukses tidaknya anakanak dalam pelajaran-pelajaran yang akan datang. Suatu tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas ramalan atau belum dapat ditempuh dengan cara mencari korelasi antara tes hasil belajar yang sedang diuji validitas ramalannya dengan kriterium yang ada. Jika di antara kedua variabel tersebut terdapat korelasi positif yang signifikan maka tes hasil belajar yang sedang diuji validitas ramalannya itu dapat dinyatakan sebagai tes hasil belajar yang telah memiliki daya ramal yang tepat, artinya apa yang telah diramalkan, betul- betul telah terjadi secara nyata dalam praktek. B. Reliabilitas Reliabilitas adalah tingkat keajegan atau kemantapan hasil dari hasil dua pengukuran terhadap hal yang sama. Hasil pengukuran itu diharapkan akan sama apabila pengukuran diulangi pada waktu yang berbeda. Jadi, reliabilitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keajegan atau kemantapan hasil dari hasil dua pengukuran terhadap hal yang sama. Hasil pengukuran itu diharapkan akan sama apabila pengukuran diulangi. Definisi teoretis dari reliabilitas adalah proporsi keragaman skor tes yang disebabkan oleh keragaman sistematis dalam populasi peserta tes. Jika terdapat keragaman sistematis yang lebih besar dalam suatu populasi dibanding dengan populasi lainnya, seperti dalam semua siswa sekolah negeri dibandingkan hanya dengan kelas tertentu, tes akan mempunyai reliabilius lebih besar untuk populasi yang lebih bervariasi. Reliabilitas adalah karakteristik bersama antara tes dan kelompok peserta tes. Reliabilitas tes bervariasi dari suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Metode Penentuan Reliabilitas Terdapat tiga metode dasar untuk mengestimasi koefisien reliabilitas, yaitu Metode Tes Ulang (Tes-Retest), Metode Bentuk- Paralel (Parallel-Form), dan Metode Konsistensi Internal (Internal Consistency). 1. Metode Tes Ulang (Tes-Retest) Metode test/retest dilakukan dengan menggunakan soal tes yang sama sebanyak dua kali dalam kurun waktu tertentu. Subjek penelitian adalah kelompok yang sama. Jadi kelompok tersebut mengerjakan soal sebanyak dua kali. Jadi, untuk mengestimasi reliabilitasnya digunakan instrumen yang sama, responden atau subjek penelitiannya sama tetapi waktu tesnya dibuat berbeda. Alasan digunakan metode ini adalah karena instrumen yang reliabel pasti akan cenderung menhasilkan skror, nilai yang sama jika diberikan dua kali kepada responden atau subjek penelitian. Jika hasil tes sebanyak dua kali tersebut menghasilkan skor yang relatif berbeda, maka instrumen tersebut dinyatakan sebagai instrumen yang tidak reliabel karena tidak memberikan hasil yang konsisten. Reliabilitas instrumen dalam metode ini ditunjukkan melalui suatu koefisien korelasi antara hasil penggunaan instrumen yang pertama dengan penggunaannya yang kedua. Masalah yang kemungkinan muncul dari penggunaan metode ini adalah adanya a carry over effect. A carry over effect adalah ketidakpercayaan pada hasil karena insrumen diberikan dua kali pada responden. Artinya ketika responden mengerjakan soal tes kedua kalinya, pasti pengerjaan tes yang pertama akan sedikit banyak mempengaruhinya. Responden bisa jadi mengingat jawaban terdahulu atau memperbaiki kesalahan dari jawabannya yang terdahulu. 2. Metode Bentuk-Paralel (Parallel-Form) Metode bentuk-parallel, membutuhkan dua tes yang kedudukannya saling paralel atau setara. Artinya tes yang akan diestimasi reliabilitasnya harus mempunyai paralelnya, yaitu tes lain yangjumlah itemnya sama, setara dan tentunya mempunyai tujuan sama, Dengan bahasa yang sederhana dapat dikatakan bahwa seorang peneliti harus mempunyai dua intrumen kembar jika ingin menggunakan tipe pendekatan paralel dalam mengestimasi reliabilitas instrumennya. Dalam kenyataannya, membuat dua tes yang paralel adalah sesuatu yang tidak mungkin. Akan tetapi dengan kajian teori yang prosedur yang tepat, sifat akan bisa didekati. Mengembangkan dua instrumen tes yang paralel harus memenuhi syaratsyarat khusus. Syarat tersebut diantaranya mempunyai tujuan yang sama, item yang sama, batasan yang sama, jumlah item yang sama, indikator yang sama dan kata operasional yang mungkin sama. Jiak sudah diperoleh dua instrumen yang paralel, maka dengan menghitung korelasi dari skor hasil tes kedua instrumen, akan diketahui seberapa realiabel instrumem tersebut. Hasil tingkat reliabilitas menunjukkan reliabilitas dari dua instrumen yang saling paralel tersebut. Dua tes yang paralel cenderung akan menghasilkan nilai koefisien korelasi yang tinggi. Jika dua instrumen tes yang telah dianggap paralel menghasilkan nilai koefisien korelasi yang rendah, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut tidak dapat dipercaya atau tidak reliabel. Jika pada pendekatan test retest harus dilakukan dalam tenggang waktu tertentu, maka dalam penggunakan pendekatan paralel waktu tidak menjadi masalah. Akan tetapi dalam pendekatan tes paralel tetep mempunyai kelemahan terkait efek bawaan yang mungkin terjadi. Hal ini jika tes paralel di lakukan berturutturut satu salam lain. Kemungkinan peserta tes atau responden akan meningkatkan performanya dalam tes yang kedua. Tes pertama dijadikan Latihan dan pengalaman sehingga pada tes kedua hasilnya akan lebih meningkat. Akan tetapi jika dua tes dilakukan dalam waktu yang bersamaan dan item soal terlalu banyak, bisa jadi akan menyebabkan efek kelelahan pada peserta sehingga performa menurun di waktu-waktu terakhir tes. Untuk mengatasi kendala dalam metode tes bentuk pararel. Maka soal dapat dibuat dengan urutan item acak yang telah dicampur dari kedua atau dengan ketentuan tertentu, misalnya nomor ganjil untuk soal dari instrumen yang pertama dan nomor genap untuk soal dari instrumen yang kedua. Sebenarnya tantangan dan kelemahan utama dalam penggunaan pendekatan ini adalah sangat sulit untuk membuat dua instrumen yang bersifat paralel atau setara satu sama lain. 3. Metode Konsistensi Internal (Internal Consistency) Metode konsistensi internal dilakukan dengan hanya memberikan tes sebanyak sekali saja (single-trial administration). Karena hanya menggunakan tes sekali saja maka hanya dibutuhkan satu instrumen dalam pendekatan tipe ini. Kelemahan dalam tipe sebelumnya dapat dihindari. Tujuan dari pendekatan reliabilitas konsistensi adalah untuk melihat konsistensi antara butir atau item soal dengan bagian lain atau dengan tes keseluruhan