Anda di halaman 1dari 19

Sistem limfatik

Sistem limfatik adalah suatu sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi mengalirkan


limfa atau getah bening di dalam tubuh, terutama antarkelenjar limfa. Limfa berasal dari
plasma darah yang keluar dari sistem kardiovaskular ke dalam jaringan sekitarnya.
Limfa atau getah bening adalah cairan jernih kekuning-kuningan yang berisi sel-sel
darah putih, keping darah, dan fibrinogen. Kandungan fibrinogen pada limfa
menyebabkan limfa mampu membeku. Cairan getah bening tidak selalu berada di
dalam pembuluh limfa, oleh karena itu disebut sebagai peredaran terbuka.[1][2] Cairan ini
kemudian dikumpulkan oleh sistem limfa melalui proses difusi ke dalam kelenjar limfa
dan dikembalikan ke dalam sistem sirkulasi. Aliran cairan limfa tidak dipompa oleh
jantung seperti pada peredaran darah, tetapi mengalir karena desakan otot-otot rangka
di sekitar pembuluh limfa.[2]

Sistem getah bening merupakan jaringan di dalam tubuh yang dibentuk dari


pembuluh limpa dan kelenjar getah bening. Sistem getah bening mengumpulkan cairan,
zat sisa, dan hal-hal lain (seperti virus dan bakteri) pada jaringan tubuh, di luar aliran
darah.

Daftar isi

 1Fungsi
 2Organ peredaran limfa
o 2.1Kapiler limfatik
o 2.2Pembuluh limfa
 3Organ pengumpul limfa
o 3.1Organ primer
 3.1.1Sumsum tulang merah
 3.1.2Kelenjar timus
o 3.2Organ sekunder
 3.2.1Kelenjar limfa
 3.2.2Limpa atau Lien
 3.2.3Amandel
 4Penyakit dan Kelainan
 5Rujukan
 6Pranala luar

Fungsi[sunting | sunting sumber]
Sistem limfatik pada manusia memiliki fungsi sebagai berikut:[3]

1. Mengembalikan kelebihan cairan interstitial & protein plasma dari jaringan ke


dalam sirkulasi darah;
2. Mengendalikan kualitas aliran cairan jaringan dengan cara menyaringnya melalui
kelenjar-kelenjar limfa sebelum dikembalikan ke sistem sirkulasi;
3. Mengangkut limfosit dari kelenjar limfa ke sirkulasi darah;
4. Membawa lemak yang sudah terbentuk emulsi dan vitamin yang larut dalam lipid
dari usus ke sistem peredaran darah;
5. Menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk menghindarkan
penyebaran organisme itu dari tempat masuknya ke dalam jaringan, ke bagian
lain tubuh;
6. Menghasilkan zat antibodi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi;
7. Mengeluarkan zat-zat toksin dan debris sel (sel rusak) dari jaringan setelah
terjadi infeksi atau kerusakan jaringan.

Organ peredaran limfa

Lakteal pada vili di usus halus.


Kapiler limfatik
Kapiler limfatik adalah suatu saluran dengan ujung tertutup yang terletak pada ruang
antar sel. Kapiler limfatik terdapat di seluruh tubuh, kecuali di jaringan yang tidak
berpembuluh, seperti tulang dan kornea mata, sistem saraf pusat, sebagian limpa, dan
sumsum tulang merah. Kapiler limfatik memiliki struktur unik yang menyebabkan cairan
interstitial dapat masuk ke dalam pembuluh tersebut namun tidak dapat keluar.
[4]
 Lakteal adalah kapiler limfatik yang mengalami spesialisasi dan terdapat pada usus
halus. Lakteal berperan membawa lemak beserta cairan limfa menuju pembuluh limfa
dan pada akhirnya masuk ke dalam darah. Cairan limfa yang mengandung lemak
disebut kil.[4]
Pembuluh limfa

Kapiler limfatik dan pembuluh limfa.


Kapiler-kapiler limfatik akan bertemu dan membentuk pembuluh limfa. Pembuluh limfa
memiliki struktur yang hampir sama dengan vena, tetapi memiliki katup yang lebih
banyak dan memiliki dinding yang lebih tipis.[5] Melalui pembuluh limfa, cairan limfa
akan mengalir menuju dua saluran utama, yaitu pembuluh limfa kiri dan pembuluh limfa
kanan. Pembuluh limfa kiri menerima cairan limfa dari kepala bagian kiri, leher, dada,
lengan kiri bagian atas, dan seluruh bagian tubuh yang terletak di bawah tulang rusuk.
Pembuluh limfa tersebut kemudian mengalirkan cairan limfa menuju pembuluh darah
vena. Pembuluh limfa kanan (duktus limfatikus dekster) menerima cairan limfa dari
kepala bagian kanan, leher bagian kanan, lengan kanan, dada, jantung serta paru-paru,
dan mengalirkanya menuju pembuluh darah vena di daerah percabangan antara vena
subklavia kanan dan vena jugularis kanan di bawah tulang klavikula.[1][4][5] Sementara itu,
semua pembuluh limfa yang berasal dari kaki dan semua pembuluh limfa dari anggota
badan lain yang tidak bermuara pada duktus limfatikus dekster akan bermuara pada
pembuluh limfa dada (duktus torakikus).[5] Cairan limfa masuk ke dalam kelenjar limfa
melalui berapa pembuluh aferen (pembuluh yang menuju kelenjar). Kemudian keluar
dari kelenjar melalui pembuluh eferen (pembuluh yang keluar dari kelenjar).[5]

Organ pengumpul limfa[sunting | sunting sumber]


Organ primer[sunting | sunting sumber]
Sumsum tulang merah[sunting | sunting sumber]
Sumsum tulang merah terdapat di dalam tulang pipih dan epifise tulang pipa pada
orang dewasa. Sumsum tulang merah merupakan tempat pembentukan limfosit.[4]
Kelenjar timus[sunting | sunting sumber]
Kelenjar timus terdiri dari dua lobus dan terletak di bagian atas tulang dada.Tiap lobus
terdiri atas bagian korteks dan medula. Korteks tersusun atas sel-sel limfosit dan sel-sel
epitel. Medula tersusun atas sel-sel epitel. Kelenjar timus memproduksi hormon yang
berperan dalam pematangan sel limfosit T.[4]

Struktur kelenjar limfa dengan pembuluh aferen dan eferen.


Organ sekunder[sunting | sunting sumber]
Kelenjar limfa[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Kelenjar limfa
Kelenjar limfa adalah organ berbentuk seperti kacang yang terletak di sepanjang
pembuluh limfa dan berjumlah sekitar 600 organ. Kelenjar limfa mengandung sel
limfosit B dan sel limfosit T. Kelenjar limfa juga berfungsi menyaring cairan limfa yang
mengalir dalam pembuluh limfa saat cairan limfa melewati kelenjar limfa.[4] Kelenjar
limfa juga berperan sebagai tempat aktivasi limfosit T dan B.[6]
Limpa atau Lien[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Limpa

Limpa mengandung dua jaringan yang berbeda, yaitu pulpa putih (A) dan pulpa merah
(B)
Limpa merupakan jaringan limfatik terbesar di dalam tubuh, berbentuk oval dengan
panjang sekitar 12 cm. Limpa terletak di antara perut dan diafragma. Limpa terdiri dari
bagian pulpa putih dan pulpa merah. Pulpa putih mengandung limfosit dan makrofag.
Pulpa merah mengandung pembuluh darah. Darah yang mengalir ke dalam limpa akan
bertemu dengan sel-sel limfosit dan makrofag di bagian pulpa putih. Sel-sel limfosit dan
makrofag akan menjalankan fungsi imun terhadap patogen-patogen yang terdapat di
dalm darah.[4] Limpa berperan dalam fungsi imunologis, filtrasi dan menyingkirkan
eritrosit tua dan hematopoiesis pada janin.[6]

Persebaran kelenjar limfa di tubuh manusia


Amandel[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Amandel
Amandel merupakan organ limfatik yang terlihat dalam rongga mulut yang mirip seperti
buah badam.

Penyakit dan Kelainan[sunting | sunting sumber]

 Limfoma
 Limfoma Hodgkin
 Limfedema
 Limfadenopati
 Limfadenitis
 Limfangitis

Kelenjar Getah Bening

Anda mungkin sudah sering mendengar istilah kelenjar getah bening atau biasa
disingkat KGB. Akan tetapi, apakah Anda tahu di mana letak KGB serta fungsinya dalam
tubuh manusia? Penting juga untuk kita mengetahui apa saja penyakit yang dapat
mengganggu dan menyerang sistem tersebut karena kelenjar ini berperan sangat
penting buat kesehatan. Yuk. pelajari serba-serbi KGB dalam ulasan lengkap berikut ini.

Apa itu kelenjar getah bening?

Kelenjar getah bening adalah massa berbentuk bulat yang dilingkupi oleh kapsul
jaringan ikat. Tugas kelenjar getah bening adalah menyaring cairan limfa (getah bening)
yang beredar di seluruh tubuh melalui pembuluh limfa, sama halnya seperti darah yang
bersirkulasi di dalam tubuh kita melalui pembuluh darah.
Ada sekitar 600 kelenjar getah bening di dalam tubuh, tetapi jumlah kelenjar yang bisa
dirasakan atau diraba dengan tangan hanya beberapa saja. Di antaranya yaitu di bagian
bawah rahang, leher, ketiak, serta pangkal paha.
Ukuran KGB berbeda-beda, mulai dari sekecil ujung jarum hingga sebesar satu butir
kacang merah yang sudah matang.

Fungsi kelenjar getah bening

KGB sangat penting untuk melawan penyakit dan menjaga daya tahan tubuh. Lebih
jelasnya, simak tiga fungsi utama KGB bagi kesehatan Anda berikut ini.
1. Menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh
Cairan limfa diperoleh dari berbagai macam cairan yang ada dalam jaringan tubuh.
Setelah itu, cairan tersebut akan disaring oleh KGB. Apabila terdapat kelebihan cairan
atau cairan mengandung organisme berbahaya, KGB akan mengembalikannya lagi ke
aliran darah agar dibuang oleh tubuh melalui sistem eksresi. Dengan begitu, kadar
cairan dalam tubuh Anda akan selalu seimbang.
2. Menjaga daya tahan tubuh dan melawan infeksi

Di dalam KGB, terdapat salah satu jenis sel darah putih, yaitu limfosit. Limfosit berguna
untuk mendeteksi dan menyerang organisme berbahaya penyebab infeksi dalam tubuh.
Misalnya virus, bakteri, kuman, sel yang rusak, hingga sel kanker.
KGB memiliki sistem khusus untuk “mengingat” dan membedakan organisme-
organisme mana saja yang bahaya buat tubuh dan mana yang aman. Karena itulah KGB
sangat penting untuk mencegah Anda diserang penyakit.
3. Menyerap lemak dan zat gizi yang larut dalam lemak

KGB yang ada di usus mampu membantu sistem pencernaan Anda untuk menyerap
lemak dan zat gizi lainnya yang larut dalam lemak. Pasalnya, lemak dan zat gizi yang
larut dalam lemak tidak dapat langsung diserap oleh pembuluh darah kapiler seperti zat
gizi lainnya seperti gula dan protein

Penyakit yang sering menyerang kelenjar getah bening

KGB bisa mengalami kegagalan atau kerusakan bila terdapat peradangan,


pembengkakan, penyumbatan, infeksi, atau pertumbuhan sel kanker baik pada
pembuluh, kelenjar, atau jaringan getah bening Anda. Berikut adalah jenis-jenis penyakit
yang sering menyerang KGB.
 Apabila sistem getah bening Anda tersumbat, Anda dapat mengidap penyakit
limfedema (obstruksi limfatik). Ciri-ciri limfedema antara lain pembengkakan pada
bagian tubuh tertentu, tapi biasanya tidak menyebabkan nyeri.
 Apabila dalam KGB terjadi infeksi atau disebut limfadenitis, Anda bisa
mengalami pembengkakan kelenjar getah bening. Anak-anak biasanya lebih rentan
mengalami hal ini karena sistem daya tahan tubuhnya masih berkembang. Penyebab
pembengkakan KGB antara lain radang tenggorokan, infeksi virus, infeksi telinga, infeksi
gigi, infeksi bakteri, dan infeksi HIV/AIDS.
 Anda bisa terserang kanker kelenjar getah bening bila dalam tubuh Anda terdapat sel
kanker yang lantas diangkut oleh KGB. KGB Anda juga mungkin saja menjadi cikal bakal
kanker itu sendiri, namun kasus yang disebut kanker limfoma ini jarang terjadi.

Fungsi Limpa untuk Sistem Kekebalan Tubuh


Organ limpa mungkin jarang terdengar oleh kebanyakan orang, padahal fungsi
limpa sangatlah penting bagi tubuh. Limpa berfungsi untuk menyaring sel darah
merah yang rusak serta memelihara dan menjaga sistem imunitas tubuh. Bila
fungsi limpa terganggu, maka tubuh akan rentan terserang penyakit.
Limpa adalah kelenjar tanpa saluran (ductless) yang berhubungan erat dengan sistem
sirkulasi dan berfungsi sebagai penghancur sel darah merah tua. Limpa termasuk salah
satu organ sistem limfoid, selain timus, tonsil dan kelenjar limfa.[1] Sistem limfoid
berfungsi untuk melindungi tubuh dari kerusakan akibat zat asing. Sel-sel pada sistem
ini dikenal dengan sel imunokompeten yaitu sel yang mampu membedakan
sel tubuh dengan zat asing dan menyelenggarakan inaktivasi atau perusakan benda-
benda asing.[2] Sel imunokompeten terdiri atas:

 sel utama bergerak, yakni sel limfosit dan makrofaga, dan


 sel utama menetap, yakni retikuloendotel dan sel plasma.[2]

Limpa merupakan bagian dari sistem getah bening atau sistem limfatik. Organ yang
berwarna merah keunguan ini terletak di dalam rongga perut sebelah kiri atas, tepatnya
di belakang lambung.

Limpa memiliki ukuran sebesar kepalan tangan orang dewasa dengan panjang sekitar
10–12 cm dan berat kurang lebih 150–200 gram. Namun, ukuran dan berat limpa
tersebut bisa bervariasi pada tiap orang.
Limpa merupakan organ limfoid terbesar dan terletak di bagian depan dan
dekat punggung rongga perut di antara diafragma dan lambung dibawah tulang rusuk.
[3]
 Secara anatomis, tepi limpa yang normal berbentuk pipih. Fungsi limpa yaitu
mengakumulasi limfosit dan makrofaga, degradasi eritrosit, tempat cadangan darah,
dan sebagai organ pertahanan terhadap infeksi partikel asing yang masuk ke dalam
darah.[2]
Limpa dibungkus oleh kapsula, yang terdiri atas dua lapisan, yaitu satu
lapisan jaringan penyokong yang tebal dan satu lapisan otot halus. Perpanjangan
kapsula ke dalam parenkim limpa disebut trabekula. Trabekula
mengandung arteri, vena, saraf, dan pembuluh limfa.[1] Parenkim limpa disebut pulpa
yang terdiri atas pulpa merah dan pulpa putih.[3] Pulpa merah berwarna merah gelap
pada potongan limpa segar. Pulpa merah terdiri atas sinusoid limpa.[3] Pulpa putih
tersebar dalam pulpa merah, berbentuk oval dan berwarna putih kelabu. Pulpa putih
terdiri atas pariarteriolar limphoid sheats (PALS), folikel limfoid, dan zona marginal.
Folikel limfoid umumnya tersusun atas sel limfosit B, makrofaga, dan sel debri [4]

Beragam Fungsi Limpa bagi Tubuh


Berikut ini adalah beberapa fungsi limpa di dalam tubuh:

1. Menyaring sel darah merah


Salah satu fungsi limpa yang utama adalah menyaring sel darah merah yang tidak
dapat berfungsi dengan baik atau sudah rusak.
Di dalam organ ini, sel darah merah yang sehat nantinya akan dilepaskan dan dialirkan
kembali ke seluruh tubuh, sementara sel darah yang sudah tua atau rusak akan
disaring dan dihancurkan untuk dibuang dari tubuh. Ketika sel darah merah tua atau
rusak tersebut dibuang, sel darah merah baru akan terbentuk di sumsum tulang.
Dengan demikian, sel darah merah yang beredar di dalam tubuh akan selalu bersih dan
berfungsi dengan baik.

2. Menyimpan cadangan darah


Fungsi limpa lainnya adalah sebagai tempat penyimpanan sel darah merah
dan trombosit. Kedua sel darah tersebut biasanya akan dilepaskan dari limpa ketika
terjadi perdarahan berat, guna membantu proses penyembuhan dan mengganti darah
yang hilang.

3. Melindungi tubuh dari infeksi


Di dalam limpa terdapat sel darah putih yang disebut limfosit, makrofag, serta sel
pembentuk antibodi. Sel-sel ini dapat menangkap dan menghancurkan virus atau
bakteri yang masuk ke dalam tubuh agar tidak terjadi infeksi.

4. Memproduksi sel darah


Selama di dalam kandungan, sel darah merah di dalam tubuh janin dihasilkan oleh
limpa. Namun, produksi sel darah merah ini hampir seluruhnya akan digantikan oleh
sumsum tulang kelak setelah janin lahir. Selain itu, limpa juga berfungsi untuk
menghasilkan sel darah putih limfosit.

Apakah Seseorang Bisa Hidup Tanpa Limpa?


Meski fungsi limpa ada banyak, organ ini tidak termasuk sebagai organ vital, seperti
jantung dan otak. Oleh karena itu, seseorang tetap dapat bertahan hidup tanpa limpa.
Dalam istilah medis, kondisi tidak adanya limpa di dalam tubuh disebut asplenia. Ketika
tubuh tidak memiliki limpa, fungsi limpa akan digantikan oleh hati.
Seseorang bisa mengalami asplenia sejak lahir, tetapi kondisi ini tergolong sangat
jarang terjadi. Asplenia yang terjadi sejak lahir biasanya disebabkan oleh kelainan
genetik atau cacat bawaan lahir.
Selain itu, seseorang bisa mengalami asplenia akibat operasi pengangkatan limpa.
Operasi ini biasanya dilakukan ketika terjadi kondisi atau penyakit tertentu, seperti:

 Limpa rusak atau pecah akibat benturan keras saat kecelakaan


 Limpa membesar
 Infeksi parah pada limpa, misalnya abses limpa
 Kelainan darah, seperti anemia sel sabit, anemia hemolitik, polisitemia vera,
dan ITP (idiopathic thrombocytopenic purpura)
 Kanker, seperti kanker darah (leukemia) dan kanker getah bening (limfoma)

Walau demikian, ketiadaan limpa dapat membuat sistem kekebalan tubuh menjadi
lemah, sehingga rentan terserang infeksi.
Oleh karena itu, orang yang hidup tanpa limpa disarankan untuk
melengkapi imunisasi agar tubuhnya lebih kuat dalam melawan infeksi. Pada kasus
tertentu, orang yang tidak lagi memiliki limpa akibat operasi pengangkatan limpa juga
mungkin akan membutuhkan antibiotik untuk mencegah infeksi.

Agar fungsi limpa selalu terjaga dengan baik, Anda dianjurkan untuk membatasi
konsumsi alkohol, tidak menggunakan narkoba, memakai alat pelindung diri ketika
bekerja dan berkendara, menggunakan kondom saat berhubungan seks, dan
menghindari berganti pasangan seksual.

Peradangan pada Limpa[sunting | sunting sumber]


Peradangan limpa disebut splenitis.[4] Patologi limpa akibat peradangan dapat
bersifat akut, kronis, granulomatous, atau abses.[4] Hal ini biasanya dapat diamati di
pulpa merah. Selain itu, inflamasi limpa sekunder dapat terjadi
akibat tumor. Pendarahan dapat terjadi akibat paparan bahan kimia atau radiasi.[4]
Secara histologis, terdapat kesulitan untuk membedakan hemoragi, kongesti atau
angiektasis dari kondisi fisiologis limpa karena organ ini memiliki banyak sel eritrosit.
[4]
 Pada individu muda, histopatologi splenitis akibat racun yang akut yaitu adanya
pusat germinal epiteloid. Selain itu, infeksi bakteri gram negatif yang parah di saluran
pencernaan pada hewan muda dapat menyebabkan terbentuknya fokus kolonisasi
bakteri di limpa.[5] Pada hewan yang lebih tua, histopatologi splenitis yaitu
adanya neutrofil pada zona mantel sinus dan penurunan jumlah sel pada sentra
germinativum.[5]

2.1. Anatomi Dan Fisiologi Tonsil

Gambar 2.1. Anatomi Tonsil Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel
respiratori.

  Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring


yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal
(Ruiz JW, 2009).

2.1.1. Tonsil Palatina

  Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa
tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus)
dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval

  ฀ Lateral – muskulus konstriktor faring superior ฀ Anterior – muskulus


palatoglosus ฀ Posterior – muskulus palatofaringeus ฀ Superior – palatum mole ฀
Inferior – tonsil lingual (Wanri A, 2007)

  Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi
invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan
tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular
dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme
pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik.
Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal (Anggraini
D, 2001).

2.1.2. Tonsil Faringeal (Adenoid)

  Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid
yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun
teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong
diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian
tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid
terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama
ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa
Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-
masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7
tahun kemudian akan mengalami regresi (Hermani B, 2004).

  Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata (Kartosoediro S,
2007).

  2.1.4. Fosa Tonsil

  Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot
palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding
luarnya adalah otot konstriktor faring superior (Shnayder, Y, 2008). Berlawanan dengan
dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu
nervus glosofaringeal (Wiatrak BJ, 2005).
  2.1.5. Pendarahan

  Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1)


arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri
palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina
desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal
asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan
bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut
diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal
asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang
bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar
kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal (Wiatrak BJ, 2005).

  2.1.6. Aliran getah bening sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada
(Wanri A, 2007).

  2.1.7. Persarafan

  Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus
glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

  2.1.8. Imunologi Tonsil Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel


limfosit.

  Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T


pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang (Wiatrak BJ,
2005). Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD),
komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar
(Eibling DE, 2003). Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area
yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat
germinal pada folikel ilmfoid (Wiatrak BJ, 2005). Tonsil merupakan organ limfatik
sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan
mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi
dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik (Hermani B, 2004).

Kelenjar Timus
Pengertian Kelenjar Timus
Timus (bahasa Inggris: thymus, bahasa Yunani: θυμός, tumos - hati, jiwa, keinginan,
kehidupan) adalah sebuah kelenjar yang terletak di depan dada, yang mencapai berat
maksimalnya saat manusia memasuki masa pubertas.[1] Hingga saat ini, fungsi kelenjar
diketahui hanya sebagai tempat produksi sel T yang dibutuhkan di dalam sistem imun
adaptif. Sejak ditemukan oleh Galenus pada sekitar tahun 130-200, belum banyak yang
dapat diteliti dari kelenjar ini, setelah hampir 2000 tahun perjalanan sejarah kedokteran.
[1]
 Diperkirakan timus merupakan proyeksi interaksi
antara hormon, neuropeptida dan sistem kekebalan, yang dipelajari pada
studi neuroimunoendokrinologi, yang memengaruhi aktivitas organ limfoid
dan sel sepanjang lintasan endokrin, autokrin dan parakrin.[2]

Struktur[sunting | sunting sumber]
Kelenjar timus terletak di dalam toraks kira-kira setinggi bifurkasi trakea, berwarna
kemerah-merahan dan terdiri atas dua lobus. Pada bayi baru lahir ukurannya sangat
kecil dan beratnya sekitar 10 gram. Ukurannya bertambah pada masa remaja menjadi
sekitar 30-40 gram dan kemudian mengecil ketika mencapai masa dewasa.[3] Tiap lobus
terdiri atas bagian korteks dan medula. Korteks tersusun atas sel-sel limfosit dan sel-sel
epitel. Medula tersusun atas sel-sel epitel.[4]

Kelenjar Timus adalah suatu organ limfoid simetris bilateral yang terdiri atas dua lobus
berbentuk piramid, yang terletak di bagian anterior mediastinum superior.
Perkembangan timus yang maksimal dicapai kira-kira pada saat pubertas, dan timus
kemudian mengalami suatu proses involusi pelahan digantikannya parenkim oleh
jaringan lemak dan fibrosa yang lambat laun akan menurun fungsi imun pada masa
dewasa (W.A Newman, 2010).

Kelenjar timus adalah organ limfoepitelial yang terletak di mediastinum, organ ini
mencapai perkembangan puncaknya semasa usia muda. Timus berfungsi sebagai
limfopoiesis yang terutama terjadi selama masa fetal dan awal masa pasca lahir. Timus
juga menghasilkan hubungan dengan sel retikuler epitelial untuk mengetahui antigen
asing dan bila antigen ini berhubungan dengan membran glikoprotein pada permukaan
sel yang ditandai dalam “Major Histocakompatibility Complex” (M.H.C). Glikoprotein
MHC bekerja sebagai reseptor pengikat antigen yang mengaktifkan respon sel T yang
tepat tehadap antigen asing yang khusus dan sel T tersebut menghasilkan sel yang
mempunyai kemampuan imunologi atau kekebalan tubuh. Timus berbentuk seperti
kupu-kupu berwarna abu-abu yang didalamnya berwarna  merah muda. Kelenjar
terletak di bawah tulang dada dan fungsi regulernya mulai aktif setelah pasca neonatal.

Mekanisme Kerja Kelenjar Timus Fungsi[sunting | sunting sumber]


Kelenjar timus berperan memproduksi hormon yang berfungsi dalam pematangan
sistem imun, mengaktifkan pertumbuhan badan dan mengurangi aktivitas kelenjar
kelamin. Hormon timosin dan timopietin dihasilkan oleh sel-sel epitel pada kelenjar
timus.[3] Hormon tersebut menstimulasi sel-sel limfosit di seluruh tubuh untuk membelah
dan mengembangkan kemampuan mengenali dan menyerang benda asing.[5]
Asal perkembangan dari sel-sel limfosit adalah di dalam timus dalam kehidupan awal
embrionik dan awal masa bayi. Sel-sel tersebut bermigrasi dari timus menuju seluruh
tubuh untuk menetap dalam jaringan limfoid, dan pada tahap ini timus terus berlanjut
untuk memberikan sumber minor limfosit. Tetapi setelah masa kanak-kanak, sistem
limfoid menetap dan pengangkatan timus hanya memberikan dampak kerusakan kecil
pada imunitas.[5]

Satu kegiatan timus yang diketahui adalah limfopoiesis (pertumbuhan dan pematangan
limfosit) yang terutama terjadi selama masa fetal dan awal masa pasca lahir, sel-sel
plasma dan mielosit juga dibentuk dalam jumlah kecil. Timus juga menghasilkan
hubungan dengan sel retikuler epitelial untuk mengetahui antigen asing dan bila
antigen ini berhubungan dengan membran glikoprotein pada permukaan sel yang
ditandai dalam “Major Histocakompatibility Complex” (M.H.C).

Glikoprotein MHC bekerja sebagai reseptor pengikat antigen yang mengaktifkan respon
sel T yang tepat tehadap antigen asing yang khusus dan sel T tersebut menghasilkan sel
yang mempunyai kemampuan imunologi atau kekebalan tubuh. Dalam organ limfoid sel
T menempati zona “thymus dependent” termasuk zona parakortikal limfonodus. Pada
orang dewasa timus tetap merupakan sumber limfosit kecil yang penting, terutama bila
seseorang telah mengalami brkurangnya organ limfoid karena radiasi. Substansi yang
berefek humoral tampaknya menembus melalui saringan kedap-sel dan bekerja sebagai
pengganti timus yang paling dikenal dengan timosin. Timosin dihasilkan oleh sel
retikuler epitelial dan dapat diraikan menjdi 2 fraksi glikoprotein dengan B.M. rendah.
Substansi yang mematangkan sel T adalah “timoprotein”.
Timus dipengaruhi oleh kelenjar kelamin, kelenjar adrenal, dan kelennjar tiroid.
Hormon kelamin menyebabkan involusi dan tiroidektomi mempercepat involusi.
Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan autoimun yang mengganggu
sistem sambungan saraf (synaps). Pada penderita miastenia gravis, sel antibodi tubuh
atau kekebalan akan menyerang sambungan saraf yang mengandung acetylcholine
(ACh), yaitu neurotransmiter yang mengantarkan rangsangan dari saraf satu ke saraf
lainnya. Jika reseptor mengalami gangguan maka akan menyebabkan defisiensi,
sehingga komunikasi antara sel saraf dan otot terganggu dan menyebabkan kelemahan
otot.

Penyebab pasti reaksi autoimun atau sel antibodi yang menyerang reseptor
acetylcholine belum diketahui. Tapi pada sebagian besar pasien, kerusakan kelenjar
thymus menjadi penyebabnya. Maka itu kebanyakan si penderita akan menjalani
operasi thymus. Tapi setelah thymus diangkat juga belum ada jaminan penyakit
autoimun ini akan sembuh.

Thymus adalah organ khusus dalam sistem kekebalan yang memproduksi antibodi.
Organ ini terus tumbuh pada saat kelahiran hingga pubertas, dan akan menghilang
seiring bertambahnya usia. Tapi pada orang-orang tertentu, kelenjar thymus terus
tumbuh dan membesar, bahkan bisa menjadi ganas dan menyebabkan tumor pada
kelenjar thymus (thymoma). Pada kelenjar thymus, sel tertentu pada sistem kekebalan
belajar membedakan antara tubuh dan zat asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot
(myocytes) dengan reseptor acetylcholine.

Fungsi Kelenjar Timus


Dalam hal ini peran utama ditugaskan untuk kelenjar yang ada di leher ini yang dalam
istilah alternatif untuk timus ialah untuk memfasilitasi fungsi sistem kekebalan adaptasi
tubuh anda. Sebuah jenis tertentu dari leukosit atau sel darah putih, yang disebut
dengan limfosit T, di didik di wilayah ini yang kemudian dilepaskan ke dalam aliran
darah dan mengatur untuk menyerang dan menetralisir zat berbahaya yang
mendapatkan masuk ke dalam tubuh.

Untuk pemenuhan sel-imunitas dimediasi, sel T memiliki wilayah khsus pada


permukaan mereka yang memungkinkan mereka untuk mengenali dan menyerang
peptida antigen tertentu dan menghilangkan risiko yang mungkin disebabkan oleh hal
itu. Dalam hal ini ada harus membedakan antar fungsi sel B dan T, yang dimana sel B
mampu mengenali antigen yang mengambang bebas dalam tubuh, sedangkan yang
kedua tidak bisa mengenali mereka.
Namun, sel T menyelesaikan tugas-tugas sel-imunitas yang dimediasi dalam dua cara
yang berbeda yakni mereka dapat secara langsung menyerang sel-sel kanker atau
terinfeksi atau langsung dan mengatur respon imun dalam tubuh anda.

1. Kelenjar timus dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh terutama pada masa
kanak-kanak.
2. Kelenjar timus menghasilkan limfosit atau dikenal sebagai sel T (timus), limfosid
pada dasarnya adalah sel darah putih.
3. Kelenjar timus berfungsi untuk mengendalikan pertumbuhan abnormal sel.

Bagian Dari Kelenjar Timus


Apabila anda melihat struktur anatomi dari dua lobus yang sama dari kelenjar timus,
anda dapat dengan mudah membuat perbedaan antara daerah pusat dan perifer yang
masing-masing disebut dengan medula dan korteks. Namun, komponen utama ketiga
ialah lapisan pelindung yang mengelilingi korteks.

Namun, komponen utama ketiga ialah lapisan pelindung yang mengelilingi korteks
perifer, yang disebut dengan kapsul luar. Baik secara struktural dan fungsional berbagai
jenis sel, hadir dalam organ, ditugaskan dengan fungsi yang berbeda untuk
mengembangkan limfosit T, dan diberi nama sebagai hematopoietik dan sel-sel stroma.
Yang sel T, yang diproduksi di dalamnya, disediakan dengan wilayah tertentu yang
dapat memungkinkan mereka menyerang pada zat-zat asing yang berbahaya, yang
disebut dengan reseptor.

Makroskopis Kelenjar Timus

 Thymus yang terletak di atas jantung di belakang tulang dada


 Berbentuk seperti kupu-kupu berwarna abu-abu yang didalamnya berwarna merah
muda
 Terletak di bagian anterior mediastinum superior
 Arteri pada kelenjar timus adalah arteri medula. Arteri tersebut memasuki timus
melalui simpai kemudian bercabang memasuki organ bagian dalam, yang
mengikuti serta jaringan ikat. Anteriol keluar untuk memasuki parenkim
disepanjang perbatasan antara kortex dan medula . aretriol ini bercabang menjadi
kapiler yang memasuki kortex dengan jalan melengkung dan akhirnya sampai di
medula kemudian mencurahkan isinya kedalam venula. Medula disuplai oleh
kapiler, yaitu cabang-cabang arteriol pada perbatasan kortex medula. Kapiler
medula mencurahkan isinya kedalan venula, yang juga menerima kapiler yang
kembali ke daerah kortex. Vena medula memasuki septa jaringan ikat dan
meninggalkan timus melalui simpainya.
 Timus tidak memiliki pembuluh limfe aferen dan tidak membentuk saringan bagi
cairan limfe seperti kelenjar getah bening. Pembulu limfe terdapat pada dinding
pembuluh darah dan jaringan ikat septa
Kelenjar timus memiliki lobus yang dibungkus oleh suatu kapsul jaringan ikat yaitu
tempat trabekula berasal. Trabekula masuk kedalam organ dan membagi kelenjar timus
menjadi banyak lobulus yang tidak utuh. Setiap lobulus terdiri dari korteks yang
terpulas gelap dan medula terpulas terang. Karena lobulus tidak utuh, medula
memperlihatkan kontinuitas diantara lobulus yang berdekatan. Pembuluh darah masuk
kedalam kelenjar timus melalui kapsul jaringan ikat dan trabekula.

Korteks setiap lobulus mengandung limfosit yang tersusun padat yang tidak
membentuk modulus limpoid. Sebaliknya, medula mengandung limfosit lebih sedikit
tetapi mempunyai epitteiocytus reticularis yang lebih banyak. Medula juga mengandung
banyak corpusculum thymicum merupakan ciri khas kelnjar timus. Histologi kelnjar
timus bervariasi bergantung pada usia individu. Kelenjar timus berkembang mencapai
puncaknya segera setelah lahir. Pada saat pubertas, kelenjar timus mengalami involusi
atau menunjukan tanda-tanda regresi dan degenerasi secara bertahap. Akibatnya
produksi limfosit menurun dan corpus culum thymicum menjadi lebih menonjol selain
itu parenkim atai bagian seluler kelenjar secara bertahap digantikan oleh jaringan ikat
longgar dan sel adiposa. Akumulasi jaringan adiposa dan tanda infolusi dini pada
kelnjar timus bergantung pada usia individu.

1. Organ-organ limfoid yang lain :


• Thymus
• Nodus lympaticus
• Lien
• Tonsilla

2. Hubungan antara kelenjar timus dengan limfosit


Untuk memproduksi sel limfosit misalkan ada antigen yang masuk kelenjar timus
akan mensekresi sel limfosit untuk melawan antigen-antigen tersebut.

3. Perbedaan dan persamaan kelenjar timus dengan limfosit


• Limfoit ada 2 yaitu limfoit B dan limfoit T yang berperan dalam pertahanan tubuh
atau antibodi.
• Kelenjar timus sebagai tempat produksinya limfosit tetapi masih banyak fungsi
lainnya sedangkan limfosit hanya berperan dalam antibodi.

Struktur Kelenjar Timus
Kelenjar timus merupakan organ lembut yang terletak di atas jantung tepat setelah
leher pada rongga dada bagian atas. Kelenjar timus dibagi menjadi dua lobus yang
dikelilingi oleh kapsul fibrosa.

 Korteks
Kortek kelenjar timus merupakan bagian luar yang disusun oleh limfosit dan sel
epitel retikular yang akan berhubungan dengan bagian medulla. Korteks
merupakan tempat awal terbentuknya sel T.
 Medulla
Pada bagian medulla sel epitel retikularnya lebih kasar, sedangkan sel limfositnya
lebih sedikit. Pada bagian medulla juga ditemukan Hassall’s corpus yaitu struktur
seperti sarang yang merupakan tempat berkumpulnya sel epitel retikular, medulla
merupakan tempat pembentukan sel T lanjutan.

Perkembangan Kelenjar Timus


Kelenjar timus tumbuh sebagai pertumbuhan ke ventral dari kantung bronkial ketiga.
Mulanya mempunyai lumen sempit, akan tetapi segera menutup karena proliferasi sel
epitelial yang membatasinya. Sel-sel epitelia berdiferensiasi dan sebagaian berubah
menjadi sel retikuler epitelial pada akhir bulan kedua kehamilan. Timosit diduga
berasal dari sel mesenkim yang menyebuk ke timus yang sedang berkembang. Limfosit
berproliferasi cepat dan epitel berubah menjadi massa sel retikuler. Badan hassall mulai
tampak selama kehidupan fatal dan terus dibentuk sampai involusi dimulai. Di duga
badan hassall berasal dari sel epitelial yang mengalami hipertrofi dan yang
berdegenerasi.

Dengan bertambahnya usia, maka timus mengalami proses involusi fisiologik apabila
produksi limfosit berkurang, korteks menipis dan perenkim sebagian besar diganti
dengan jaringan lemak. Proses involusi menua normal ini dulu diduga berawal pada
manusia sejak pubertas, namun kini diketahui bahwa pengurangan volume relatif
perenkimnya sebenarnya dimulai sejak kanak-kanak. Pada orang dewasa timus telah
berubah menjadi massa jaringan lemak dengan sebaran pulau-pulau perenkim yang
mengandung sedikit limfosit namun terdiri atas sel-sel epitelial. Pada percobaan dengan
rodentia mengenai penghancuran sebagian besar limfositnya ternyata bahwa timus
mempertahankan kemampuan fungsuional seumur hidup dan sanggup mendapat
kembali kapasitas limifositopietik selaruhnya. Hal yang sama mungkin juga benar untuk
manusia namun belum diprelihatkan.
Proses involusi menua yang berangsur itu dapat dengan segera dipercepat pleh yang
disebut involusi kebetulan yang dapat terjadi sebagai respons terhadap penyakit. Stres
berat, radiasi ionisasi, endotoksin bakteri dan pemberian hormon adrenokortikotrofik
atau steroid adrena;l dan gonad. Pada salah satu kondisi ini timus dengan cepat
mengecil akibat kematian masal limfosit kecil korteks dan pembuangannyaoleh
makrofag. Limfosit medula lebih tahan. Karenanya pola lobul yang biasa dengan korteks
gelap dan medula pucat dapat terbaek. Involusi akut, diinduksi pada hewan percobaan
diikuti regenerasi hebat dan timus dengan epat kembali ke ukurannya yang normal.

Kelainan Kelenjar Timus


Myasthenia gravis ialah kondisi yang mempengaruhi otot dan menyebabkan otot
melemah dalam jangka panjang, terutama otot-otot yang mengontrol mata, kelompak
mata, ekspresi wajah mengunyah, menelan, berbicara dan lain-lain. Penyakit ini
biasanya menyerang laki-laki berusia 60 tahun keatas dan wanita usia kurang dari 40
tahun.

Selain itu Myasthenia gravis juga dapat menghancurkan sinyal atau komunikasi antar
saraf dan otot sehingga otot-otot menjadi lemah dan mudah lelah. Salah satu penyebab
mengapa kelenjar timus menyerang sel yang sehat yaitu karena ukuran kelenjar timus
yang tidak mengecil setelah masa puberts “menurut para ahli, meskipun penyebabnya
belum diketahui secara pasti”.

DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A Newman. 2010. Kamus Kedokteran Edisi 31. EGC, Jakarta. 2244 hal
Eroschenko Victor P. 2010. Atlas Histologi difiore Edisi 1, EGC, Jakarta.210-211 hal
Fawcett & Bloom. 1994. Buku Ajar Histologi Edisi 12, EGC, Jakarta
Http://setengahbaya.info/penyakit-miastenia-gravis.html
Junqueira Luiz Carloz, Carneiro Jose. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Edisi 10.
EGC, Jakarta. 261-264 hal
Leeson C. Roland, Leeson S. Thomas dan Paparo A. Anthony. 1996. Buku Ajar Histologi
Edisi 5. EGC, Jakarta 288-291 hal
Sumsum tulang

Sel-sel yang terdapat di sumsum tulang (Gray's Anatomy)


Sumsum tulang (bahasa Inggris: bone marrow, medulla ossea) adalah jaringan lunak
seperti spons yang ditemukan pada rongga interior sebagian besar tulang yang
merupakan tempat produksi sebagian besar sel darah baru.[1][2] Jaringan tersebut
memproduksi sel induk (hematopoietik), yang dapat memproduksi dan berkembang
menjadi sel darah merah, sel darah putih dan keping darah.[3][4][5] Ada dua jenis sumsum
tulang:
 Sumsum merah, dikenal juga sebagai jaringan myeloid. Sel darah merah, keping
darah, dan sebagian besar sel darah putih dihasilkan dari sumsum merah.
 Sumsum kuning. Sumsum kuning menghasilkan sel darah putih dan warnanya
ditimbulkan oleh sel-sel lemak yang banyak dikandungnya.
Kedua tipe sumsum tulang tersebut mengandung banyak pembuluh dan kapiler darah.
Sewaktu lahir, semua sumsum tulang adalah sumsum merah. Seiring dengan
pertumbuhan, semakin banyak yang berubah menjadi sumsum kuning. Orang dewasa
memiliki rata-rata 2,6 kg sumsum tulang yang sekitar setengahnya adalah sumsum
merah. Sumsum merah ditemukan terutama pada tulang pipih seperti tulang
pinggul, tulang dada, tengkorak, tulang rusuk, tulang punggung, tulang belikat, dan
pada bagian lunak di ujung tulang panjang femur dan humerus. Sumsum kuning
ditemukan pada rongga interior bagian tengah tulang panjang.
Sumsum tulang menghasilkan lebih dari 200 miliar sel darah baru setiap hari.[6] Pada
keadaan sewaktu tubuh kehilangan darah yang sangat banyak, sumsum kuning dapat
diubah kembali menjadi sumsum merah untuk meningkatkan produksi sel darah.

Rujukan[sunting | sunting sumber]

1. ^ Lompat ke:a b Arisworo, Djoko; et al. (2006). IPA Terpadu (Biologi, Kimia,


Fisika). Jakarta: PT Grafindo Media Pratama. hlm. 89. ISBN 978-979-758-330-9.
2. ^ Lompat ke:a b Furqonita, Deswaty (2007). Seri Ipa Biologi Smp Kelas Viii.
Jakarta: Yudhistira Ghalia Indonesia. hlm. 158–160. ISBN 978-979-746-789-0.
3. ^ Pearce, Evelyn C. (2008). Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. hlm. 161, 162. ISBN 978-979-686-065-4.
4. ^ Lompat ke:a b c d e f g Aryulina, Diah; et al. (2004). BIOLOGI SMA dan MA: untuk
Kelas XI - Jilid 2. Jakarta: ESIS. hlm. 131–132. ISBN 978-979-734-550-1.
5. ^ Lompat ke:a b c d Karmana, Oman (2008). Nurdiansyah, Andri, ed. Biologi untuk
Kelas IX Semester 1 SMA. Bandung: PT Grafindo Media Pratama.
hlm. 130. ISBN 978-979-758-582-2.
6. ^ Lompat ke:a b Rehfeld, Anders; Nylander, Malin; Karnov, Kirstine
(2017). Compendium of Histology: A Theoretical and Practical Guide (dalam
bahasa Inggris). Switzerland: Springer. hlm. 388, 389, 396, 400. ISBN 978-3-
319-41873-5.

Anda mungkin juga menyukai