Anda di halaman 1dari 45

BAB II

TINJAUAN HUKUM TENTANG BANGUNAN DI GARIS SEMPADAN

SUNGAI DI KOTA YOGYAKARTA

A. Dasar Hukum

Belum adanya Peraturan Daerah (PerDa) yang mengatur mengenai

penetapan Garis Sempadan Sungai di Kota Yogyakarta, sehingga dalam

menetapkan Garis Sempadan Sungai Winongo berpedoman pada Peraturan

Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia

Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan

Garis Sempadan Danau dan Peraturan Mentri Pekerjaan Umum Nomor

63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan Sungai, Daerah Pemanfaatan

Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai.16

Peraturan Mentri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis

Sempadan dan Sungai, Daerah Pemanfaatan Sungai, Daerah Penguasaan

Sungai dan Bekas Sungai menyampaikan bahwa terdapat aturan jarak

minimal bangunan fisik yang ada pada daerah sempadan maupun badan

sungai terkait dengan garis sempadan sungai, daerah manfaat sungai,

daerah penguasaan sungai, dan bekas sungai. Batas area sungai dan daerah

manfaat sungai didefinisikan sebagai sungai bertanggul dan tak

bertanggul. Sebagai sungai bertanggul yang berada di wilayah garis

16
Wawancara dengan Bapak Dwi Prasetyo Wibowo, M. Eng, Bagian Pelaksana Teknis PPK
Sungai dan Pantai II Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak.

42
sempadan sungai dengan jarak 3 (tiga) meter dari tepi tanggul luar dan di

wilayah luar kawasan kota 5 (lima) meter dari tepi tanggul luar. Kemudian

sempadan sungai tak bertanggul diwilayah kota memiliki jarak 10

(sepuluh) meter dari tepi tanggul dan di wilayah luar kota adalah 15 (lima

belas) meter dari tepi kota.17

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis

Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau menentukan garis

sempadan sungai tidak bertanggul dalam kawasan perkotaan, yaitu18

a. paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan

palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai

kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter,

b. paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan

kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman

sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh)

meter, dan

c. paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan

kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman

sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.

17
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan Sungai,
Daerah Pemanfaatan Sungai, Daerah Penguasa Sungai dan Bekas Sungai.
18
Pasal 5 Peraturan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau

43
Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan terdiri dari, sungai

besar dengan luas daerah aliran sungai lebih dari 500 Km2 dan sungai kecil

dengan luas daerah aliran sungai kurang dari atau sama dengan 500 Km2.

Garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan

ditentukan paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi kiri dan

kanan palung sungai sepanjang alur sungai. Sedangkan garis sempadan

sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling

sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung

sungai sepanjang alur sungai.19

Sementara itu Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan

perkotaan sebagai mana yang di maksud dalam Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor

28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis

Sempadan Danau ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi

luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.20 Garis sempadan sungai

bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 5

(lima) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.21

Sempadan sungai sesuai dengan Pasal 22 ayat (1) Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor

19
Pasal 6 Peraturan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau
20
Pasal 7 Peraturan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau
21
Pasal 8 Peraturan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau

44
28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis

Sempadan Danau hanya dapat dimanfaatkan secara terbatas untuk:22

1. Bangunan prasarana sumber daya air;

2. Fasilitas jembatan dan dermaga;

3. Jalur pipa gas dan air minum;

4. Rentangan kabel listrik dan telekomunikasi;

5. Kegiatan lain sepanjang tidak menganggu fungsi sungai, antara

lain kegiatan menanam tanaman sayur, dan

6. Bangunan ketenaga listrikan.

Kemudian, dalam Pasal 22 ayat (2) Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor

28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis

Sempadan Danau juga dijelaskan bahwa di dalam sempadan sungai

terdapat tanggul untuk kepentingan pengendalian banjir. Perlindungan

badan tanggul dilakukan dengan larangan diantaranya, dilarang untuk

menanam tanaman selain rumput, mendirikan bangunan, dan

mengurangi dimensi tanggul.23

Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Bangunan Gedung telah menjelaskan bahwa setiap bangunan gedung

22
Pasal 22 ayat (1) Peraturan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan
Danau
23
Pasal 22 ayat (2) Peraturan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan
Danau

45
yang didirikan tidak boleh melanggar ketentuan minimal jarak bebas

bangunan gedung yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan

kota. Ketentuan Garis Sempadan terdiri dari GSB, Garis Sempadan

Pagar, Garis Sempadan Konsul/Kontilveler/Balkon, Garis Sempadan

Sungai/Saluran, Garis Sempadan Jaringan Umum. Ketentuan jarak

bebas bangunan gedung ditetapkan dalam bentuk garis sempadan

bangunan gedung dengan as jalan dan/atau tepi sungai; dan jarak

antara bangunan gedung dengan batas-batas persil, jarak antara

bangunan gedung dan jarak antara tepi rencana jalan dengan pagar

halaman yang diizinkan pada lokasi bersangkutan diberlakukan setiap

persil. Sementara itu, penetapan garis sempadan bangunan gedung

dengan tepi jalan, tepi sungai, jalan kereta api, dan/atau jaringan

tegangan tinggi didasarkan pada pertimbangan keselamatan dan

kesehatan.24

B. Penegakan Hukum

1. Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan salah satu persoalan yang serius bagi

bangsa Indonesia.25 Penegakan hukum disebut dalam bahasa Inggris law

enforcement, bahasa Belanda rechtshandhaving.26Istilah penegakan hukum

Indonesia membawa kita kepada pemikiran bahwa penegakan hukum

24
Peratutan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung pada Pasal
15.
25
Ilham Bisri, Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004. Hlm.128
26
Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah. Penegakan Hukum Lingkungan. Jakarta:Sinar Grafika, 2005.
hlm.48

46
selalu force, bahwa penegakan hukum hanya bersangkutan dengan hukum

pidana saja. Sementara itu pernyataan mengenai hal tersebut diperkuat

dengan kebiasaan menyebut dengan penegak hukum itu Polisi, Jaksa, dan

Hakim. Penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak

hukum yang sudah dikenal secara konvensional. Akan tetapi, menjadi

tugas dari setiap orang. “de rechtshandhavingstaak kan niets op de

schouders van de politie worden gelegd. Handhaving is een taak van vele

rechtssubjecten in samenleving”,27(tugas penegakan hukum tidak hanya

diletakkan di pundak polisi. Penegakan hukum adalah tugas dari semua

subjek hukum dalam masyarakat). Meskipun demikian, dalam kaitannya

J.B.J.M. ten Berge mengatakan bahwa piha pemerintahlah yang paling

bertanggung jawab melakukan penegakan hukum, “De overheid is primair

verantwoordelijk voor de handhaving van publiekrecht’.

Menurut Satjipto Raharjo, penegakan hukum pada hakikatnya

merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak.

Penegakan hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut

menjadi kenyataan.28 Soerjono Soekanto dalam bukunya mengatakan

bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-

nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan

nilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian

penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan (sebagai “social

engineering”), memelihara, dan mempertahankan (sebagai “social

27
J.B.J.M. ten Berge, dikutip dari Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. RajaGrafindo
Persada,Jakarta,2016, hlm.292.
28
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. RajaGrafindo Persada,Jakarta,2016, hlm.291.

47
control”) kedamaian pergaulan hidup.29 Penegakan hukum secara konkret

ialah berlakunya suatu hukum positif dalam praktiknya sebagaimana

seharusnya hukum tersebut patut ditaati.

Pada dasarnya manusia di dalam pergaulan hidupnya mempunyai

pandangan-pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang

buruk, yang senantiasa terwujud di dalam pasangan-pasangan tertentu,

misalnya ada pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketentraman, pasangan

nilai kepentingan umum dengan nilai kepentingan pribadi, dan sebagainya.

Di dalam penegakan hukum, pasangan nilai-nilai tersebut perlu diserasikan

guna terwujudnya suatu keseimbangan dalam melangsungkan kehidupan

antar manusia. Dalam menserasikan nilai-nilai tersebut, memerlukan

penjabaran secara lebih konkrit lagi, oleh karena nilai-nilai lazimnya

bersifat abstrak. Dalam bidang hukum tata negara kaidah hukum berupa

suruhan atau perintah untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu, atau

tidak melakukannya. Dalam kaidah hukum pidana tercantum larangan-

larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, sedangan kaidah

dalam bidang hukum perdata ada kaidah-kaidah yang berisikan kebolehan-

kebolehan.30

Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi

perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas, atau yang seharusnya.

Perilaku tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan

mempertahankan kedamaian. Penegakan hukum sebagai suatu proses,

29
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum. Binacipta, Bandung, 1983, hlm.13.
30
Ibid. Hlm 14

48
pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut

membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum,

akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi (wayne LaFavre 1964).

Dengan mengutip pendapat Roscoe Pound, maka LaFavre menyatakan,

bahwa pada hakikatnya diskresi nerada di antara hukum dan moral (etika

dalam arti sempit).31

Penegakan hukum dalam bidang lingkungan, banyak hal media yang

digunakan, namun tidak sedikit pemahaman masyarakat dalam rangka

penegakan hukum di bidang lingkungan salah dalam memahami. Seperti

Koesnadi Hardjasoemantri dalam bukunya, bahwa penegakan hukum

dilaksanakan melalui berbagai jalur dengan sanksinya, seperti sanksi

administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana.32 Penegakan hukum

bidang lingkungan adalah sudah menjadi kewajiban dari seluruh

masyarakat dan untuk ini pemahaman tentang hak dan kewajiban menjadi

syarat mutlak dalam proses penegakan hukum di bidang lingkungan,

masyarakat yang tidak membuang sampah di sungai adalah salah satu

bentuk dalam rangka penegakan hukum, karena membuang sampah di

sungai adalah pelanggaran.33

Sebagai hukum fungsional, Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan

Hidup (UUPLH) menyediakan tiga macam penegakan hukum lingkungan,

31
Soejono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press,
Jakarta, 1983, hlm.4
32
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Ccetakan ke-17, Edisi 7, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta, tahun 2002, hlm 375
33
Ibid. Hlm 376

49
yaitu penegakan hukum administrasi, perdata, dan pidana.34 Di antara

ketiga bentuk penegakan hukum yang tersedia, penegakan hukum

administrasi dianggap sebagai upaya penegakan hukum terpenting. Hal ini

karena penegakan hukum administrasi lebih ditujukan kepada upaya

mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan. Di samping

itu, penegakan hukum administrasi juga bertujuan untuk menghukum

pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan.35

Penegakan hukum perdata merupakan upaya penegakan hukum

terpenting kedua setelah hukum administrasi karena tujuan dari

penegakannya hanya terfokuskan pada upaya permintaan ganti rugi oleh

korban kepada pencemaran atau perusak lingkungan. Namun, upaya

penegakan hukum perdata merupakan upaya hukum yang meringkankan

tuga negara, artinya negara tidak perlu mengeluarkan biaya penegakan

hukim (law enforcement cost) karena penegakan hukum di sini dilakukan

oleh rakyat dan otomatis biayanya ditanggung oleh rakyat.36

Penegakan hukum pidana dipandang sebagai ultimumremedium atau

upaya hukum terakhir karena penegakan hukum di sini ditujukan untuk

menjatuhkan pidana penjara atau denda kepada pelaku pencemaran

dan/atau perusak lingkungan hidup.37 Jaro Mayda, mengemukakan bahwa

sanksi pidana itu sifatnya adalah sebagai “ultimum remedium”. Sanksi

34
Takdir Rahmadi, Hukum Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Airlangga University
Press, Surabaya: 2003. Hlm 131.
35
Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Greafika, Pekanbaru: 2009.
Hlm. 92.
36
Ibid.
37
Ibid. Hlm 93.

50
pidana dalam delik pencemaran lingkungan mungkin hanya akan

merupakan penunjang saja terhadap sanksi adminitratif yang ada serta

tuntutan ganti rugi yang dapat diajukan atas dasar kerugian yang diderita.38

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

J.C.T.Simorangkir dan Werjono Sastropranoto dalam buku yang

disusun bersama berjudul “Pelajaran Hukum Indnesia” telah diberikan

definisi hukum sebagai berikut “hukum itu ialah peraturan-peraturan yang

besifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam

lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang

berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi

berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.”39

Hukum dibuat agar kepentingan manusia terlindungi sehingga tercapai

kedamaian didalam kehidupan.

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa agar hukum dapat berfungsi

dengan baik diperlukan keserasian dalam hubungan antara empat faktor,

yakni:40

a. Hukum atau peraturan itu sendiri. Kemungkinannya adalah bahwa

terjadi ketidakcocokan dalam peraturan perundang-undangan

mengenai bidang kehidupan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah

ketidakcocokan antara peraturan perundang-undangan dengan

hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan. Kadangkala ada

38
Abdurrahman, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung: 1990.
Hlm 109
39
C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Ctk kedelapan, Balai
Pustaka, Jakarta, 1989, hlm.38
40
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, (Jakarta: Binacipta, 1983), hlm13.

51
ketidakserasian antara hukum tercatat dengan hukum kebiasaan,

dan seterusnya.

b. Mentalitas petugas yang menegakkan hukum penegak hukum antara

lain mencakup hakim, polisi, jaksa, pembela, petugas

pemasyarakatan, dan seterusnya. Apabila peraturan perundang-

undangan sudah baik, akan tetapi mental penegak hukum kurang

baik, maka akan terjadi gangguan pada sistem penegakan hukum.

c. Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum

kalau peraturan perundang-undangan sudah baik dan juga

mentalitas penegaknya yang baik, akan tetapi fasilitas kurang

memadai (dalam ukuran tertentu), maka penegakan hukum tidak

akan berjalan dengan semestinya.

d. Kesadaran hukum, kepatuhan hukum dan perilaku warga

masyarakat.

Keempat faktor tersebut di atas, saling berkaitan dan merupakan inti dari

sistem penegakan hukum. Apabila keempat faktor tersebut ditelaah

dengan teliti, maka akan dapat terungkapkan hal yang berpengaruh

terhadap sistem penegakan hukum.

Penegakan hukum dalam prosesnya secara tidak langsung akan

melibatkan banyak hal, sehingga hal-hal tersebut akan sangat

berpengaruh dengan keberhasilan penegakan hukum. Ada lima faktor

52
yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soejono Soekanto,

yaitu:41

a. Faktor hukumnya sendiri,

Penegakan hukum dilapangan hukum merupakan suatu

prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Sehingga terdapat

beberapa asas yang tujuannya adalah agar hukum tersebut

mempunyai dampak positif, dalam artian agar hukum tersebut

mencapai tujuannya.

Faktor hukumnya sendiri dalam tulisan ini akan dibatasi pada

Undang-undang saja. Undang-undang dalam arti materiil adalah

peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh Penguasa

Pusat maupun Daerah yang sah. Peraturan Pusat yang berlaku

untuk semua warga negara atau suatu golongan tertentu saja

maupun yang berlaku umum disebagian wilayah negara, sedangkan

peraturan di tempat hanya berlaku disuatu tempat atau daerah saja.

Mengenai berlakunya Undang-undang atau peraturan daerah

tersebut terdapat beberapa asas yang bertujuan agar mempunyai

dampak yang positif. Artinya agar Undang-undang tersebut

mencapai tujuannya sehingga berlaku efektif.

Asas-asas tersebut antara lain :

1) Undang-undang tidak berlaku surut; artinya Undang-

undang hanya boleh diterapkan terhadap peristiwa yang

41
Ibid, hlm.5

53
disebut di dalam Undang-undang tersebut, serta terjadi

setelah undang-undang itu dinyatakan berlaku.

2) Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih

tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula.

3) Undang-undang yang bersifat khusus mengesampingkan.

Undang-undang yang bersifat umum apabila pembuatnya

sama. Artinya terhadap peristiwa khusus wajib

diberlakukan Undang-undang yang menyebutkan peristiwa

itu, walaupun bagi persitiwa khusus tersebut dapat pula

diperlakukan Undang-undang yang menyebutkan peristiwa

yang lebih luas atau lebih umum yang juga mencakup

peristiwa khusus tersebut.

4) Undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan

Undang-undang yang berlaku terdahulu. Artinya, Undang-

undang lain yang lebih dahulu berlaku di mana diatur

mengenai suatu hal tertentu, tidak berlaku lagi apabila ada

Undang-undang baru yang berlaku belakangan yang

mengatur pula hal tertentu tersebut, akan tetapi makna atau

tujuannya berlainan atau berlawanan dengan Undang-

undang lama tersebut.

5) Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.

6) Undang-undang merupakan suatu sarana untuk mencapai

kesejahteraan spiritual dan materiel bagi masyarakat

54
maupun pribadi, melalui pelestarian ataupun pembaharuan

(inovasi). Artinya, supaya pembuat Undang-undang tidak

sewenang-wenang atau supaya Undang-undang tersebut

tidak menjadi huruf mati, maka perlu dipenuhi beberapa

syarat tertentu, yakni antara lain sebagai berikut:

a) Keterbukaan di dalam proses pembuatan Undang-

undang

b) Pemberian hak kepada warga masyarakat untuk

mengajukan usul-usul tertentu, melalui cara-cara,

sebagai berikut:

(1) Penguasa setempat mengundang mereka yang

berminat untuk menghadiri suatu pembicaraan

mengenai peraturan tertentu yang akan dibuat.

(2) Suatu Departemen tertentu, mengundang

organisasi-organisasi tertentu untuk memberikan

masukan bagi suatu rencana Undang-undang

yang sedang disusun.

(3) Acara dengar pendapat di Dewan Perwakilan

Rakyat.

(4) Pembentukan kelompok-kelompok penasihat

yang terdiri dari tokoh-tokoh atau ahli-ahli

terkemuka.42

42
Ibid, hlm 9

55
Tidak diikutinya asas-asas Undang-undang tersebut, belum

adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk

menerapkan Undang-undang, dan ketidakjelasan arti kata-kata di

dalam Undang-undang yang mengakibatkan kesimpangsiuran dan

kesalah pahaman di dalam penafsiran serta penerapannya, yang

mengakibatkan Undang-undang menjadikan salah satu faktor

penegakan hukum.

b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk

maupun yang menerapkan hukum;

Fungsi hukum, mentalitas, dan kepribadian penegak hukum

memiliki peranan yang sangat penting sebagai kunci keberhasilan

penegak hukum dalam menegakkan dan menerapkan hukum. Yang

dimaksud dengan penegak hukum adalah orang-orang yang secara

langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum yang

mempunyai kedudukan dan peranan.43 Secara sosiologis, setiap

penegak hukum memiliki kedudukan dan peranan sebagai halnya

dengan warga masyarakat lainnya, yang memilki beberapa

kedudukan dan peranan sekaligus. Maka setiap penegak hukum

tersebut mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role).

Kedudukan (sosial) merupakan posisi tertentu didalam struktur

kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau

rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah,

43
Ibid, hal 13.

56
yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu.

Hak-hak dan kewajiban-kewajiban tadi merupakan peranan atau

“role”. oleh karena itu, maka seseorang yang mempunyai

kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan (role

occupant).44

Seorang penegak hukum, sebagaimana halnya dengan warga-

warga masyarakat lainnya, lazimnya mempunyai beberapa

kedudukan dan peranan sekaligus. Dengan demikian tidaklah

mustahil, bahwa antara berbagai kedudukan dan peranan timbul

konflik (status conflict dan conflict of roles). Di dalam

melaksanakan peranan sebagai penegak hukum, maka penegak

hukum sebaiknya mampu untuk mawas diri, yang nampak pada

perilakunya. Penegak hukum harus berikhtiar untuk hidup logis

yang dimana harus bisa menentukan mana yang benar dan mana

yang salah dan tidak bersikap asal-asalan dalam bertindak.45

Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam

masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan

tertentu, sesuai dengan aspirasi masyarakat. Penegak hukum harus

mampu berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan

sasaran, disamping mampu membawakan atau menjalankan

peranan yang dapat diterima oleh golongan mereka. Sehingga

golongan panutan harus dapat bisa memanfaatkan unsur-unsur pola

44
Ibid. hal 15.
45
Ibid. hal 18.

57
tradisional tertentu, sehingga menarik partisipasi dari sasaran atau

masyarakat luas. Disamping itu penegak hukum juga harus dapat

memilih waktu dan lingkungan yang tepat di dalam mengenalkan

norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang baru serta

memberikan keteladanan yang baik.46

Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa agarhukum berjalan

atau dapat berperan dengan baik dalam kehidupan masyarakat,

maka yang harus diperhatikan oleh penegak hukum yakni:

1) Mengenal problem yang dihadapi sebaik-baiknya. Termasuk

di dalamnya mengenali dengan seksama masyarakat yang

hendak menjadi sasaran dari penggarapan tersebut;

2) Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini

penting dalam sosial engineering itu hendak diterapkan

pada masyarakat dengan sektor-sektor kehidupan majemuk,

seperti: tradisional, modern dan perencanaan. Pada tahap ini

ditentukan nilai-nilai dari sektor mana yang dipilih;

3) Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling

layak untuk bisa dilaksanakan;

4) Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengikuti efek-

efeknya.

46
Ibid. hal 20.

58
Halangan-halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan

peranan yang seharusnya dilakukan oleh penegak hukum mungkin

berasal dari dirinya sendiri atau lingkungan, misalnya:47

1) Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam

peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi,

2) Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi,

3) Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa

depan, sehingga sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi,

4) Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu

kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan meteriel, dan

5) Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan

pasangan konservatisme.

Kurangnya tenaga para penegak hukum dari pemerintah dalam

melaksanakan penegakan hukum terhadap bangunan di garis

sempadan sungai ini sangat mempengaruhi tidak dapat

terlaksananya penegakan hukum secara efisien.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak

mungkin penegakan hukum akan berlangsung lancar. Sarana atau

fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia, yang

berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang

memadai, keuangan yang cukup dan seterusnya. Jika hal-hal

47
Ibid, hal 25.

59
tersebut tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan

mencapai tujuannya.48

Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan

hukum kalau peraturan perundang-undangan sudah baik dan juga

mentalitas penegaknya yang baik.49 Sehingga diharapkan pula

dengan adanya sarana dan fasilitas yang seimbang dapat membantu

para penegak hukum dalam melakukan upaya penegakan hukum.

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut

berlaku atau diterapkan;

Penegak hukum dari masyarakat yang memiliki tujuan untuk

mencapai kedamaian di dalam masyarakat, yang sedikit banyaknya

kelompok masyarakat memiliki kesadaran hukum dalam

mengadapai persoalan hukum adalah taraf kepatuhan hukum

sehingga masyarakat sangat mempengaruhi penegakan hukum.

Kepatuhan hukum yang memiliki derajat kepatuhan hukum yang

tinggi, sedang, dan rendah menjadikan suatu indikator hukum

dalam penegakannya.

Dari sudut sistem sosial dan budaya, Indonesia merupakan

suatu masyarakat majemuk (plural society), dengan sekian

banyaknya golongan etnik dengan kebudayaan-kebudayaan

khususnya. Disamping itu, maka bagian terbesar penduduk

Indonesia tinggal di wilayah pedesaan berbeda ciri-cirinya dengan


48
Ibid, hal 27.
49
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. RajaGrafindo Persada,Jakarta,2016, hlm.294.

60
wilayah perkotaan. Masalah-masalah yang timbul di wilayah

perdesaan mungkin harus lebih banyak ditangani dengan cara-cara

tradisional, di wilayah perkotaan juga tidak semua masalah dapat

diselesaikan tanpa mempergunakan cara-cara yang tradisional.50

Hal lain yang perlu diketahui dan dipahami adalah perihal

lembaga-lembaga sosial yang hidup, serta yang sangat dihargai

oleh bagian terbesar warga-warga masyarakat setempat. Lembaga-

lembaga sosial tersebut adalah, misalnya lembaga pemerintahan,

lembaga pendidikan, lembaga penegakan hukum, dan seterusnya.

Secara teoritis lembaga-lembaga sosial tersebut mempunyai

hubungan fungsional, sehingga mempunyai pengaruh yang sangat

besar terhadap stabilitas maupun perubahan-perubahan sosial-

budaya yang akan atau sedang terjadi.

Masalah lain yang timbul sebagai akibat anggapan masyarakat,

adalah mengenai segi penerapan perundang-undangan. Kalau

penegak hukum menyadari bahwa dirinya dianggap hukum oleh

masyarakat, maka tidak mustahil bahwa perundang-undangan

ditafsirkan terlalu luas atau terlalu sempit. Selain itu, mungkin

timbul kebiasaan untuk kurang menelaah bahwa perundang-

undangan kadangkala tertinggal dengan perkembangan di dalam

masyarakat.51

50
Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, (Jakarta: Binacipta, 1983), hlm39.

51
Soejono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press,
Jakarta, 1983, hlm.42.

61
Kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga sempadan

sungai masih tergolong snagat rendah. Sehingga kesadaran

masyarakat ini harus dibangun dengan sosialisai dari Pemerintah

Kota Yogyakarta kepada masyarakat yang masih tinggal di

sempadan sungai, mengingat akan berbahaya dan rawan bencana

banjir dan longsor. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia

mempunyai pendapat-pendapat tertentu mengenai hukum, yaitu

dengan adanya berbagai pengertian hukum. Dalam Pasal 5 ayat (1)

UUPLH dinyatakan bahwa “setiap orang mempunyai hak yang

sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.” untuk itu setiap

orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan

hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan

perusakan lingkungan hidup.

e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

disasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Faktor kebudayaan dalam hal ini sangat berkaitan dengan faktor

masyarakat, karena setiap masyarakat sering membicarakan terkait

dengan kebudayaan dalam kehidupan sehari-harinya. Kebudayaan

mempunyai fungsi dan pengaruh yang sangat besar bagi manusia

dan masyarakat, yang dimana kebudayaan ini mengatur agar

manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat,

dan menentukan sikapnya dalam berhubungan dengan orang lain.

62
Sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem

kemasyarakatan), maka hukum mencakup struktur, substansi, dan

kebudayaan (Lawrence M. Friedman 1977).52 struktur tersebut

mencakup tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hubungan

antara lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-

kewajibannya, dan seterusnya. Substansi mencakup isi norma-

norma hukum beserta perumusannya maupun cara menegakkannya

yang berlaku bagi pelaksana hukum maupun pencari keadilan.

Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-

nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa

yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang buruk

(sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan

pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan ekstrim yang

dianggap buruk (sehingga dihindari). Pasangan nilai yang berperan

dalam hukum adalah nilai ketertiban dan nilai kebaruan. Di dalam

keadaan sehri-hari, maka nilai ketertiban biasanya disebut dengan

keterikatan atau disiplin. Sedangkan nilai ketentraman merupakan

suatu kebebasan. Keadaan tidak tenteram atau tidak bebas akan

terjadi apabila ada hambatan dari pihak lain, tidak ada pilihan lain

atau terpaksa tanpa kesalahan pihak lain, dan karena keadaan diri

sendiri atau merasa tidak pada tempatnya. Secara psikologis

52
Ibid, hlm 47.

63
keadaan tenteram ada, bila seseorang tidak merasa khawatir, tidak

merasa diancam dari luar, dan tidak terjadi konflik batiniah.53

Di Indonesia menurut Moh. Koesnoe 1969 menjelaskan nilai-

nilai yang menjadi dasar hukum adat adalah54

1) Individu adalah bagian dari masyarakat yang mempunyai

fungsi masing-masing demi untuk melangsungkan dan

kelangsungan daripada masyarakat (sebagai lingkungan

kesatuan),

2) Setiap individu di dalam lingkungan kesatuan itu, bergerak

berusaha sebagai pengabdi kepada keseluruhan kesatuan,

3) Dalam pandangan adat yang demikian mengenai

kepentingan-kepentingan individu itu. Bagi adat, ketertiban

itu telah ada di dalam semesta, di dalam kosmos. Ketertiban

itu adalah berupa dalam hubungan yang harmonis antara

segalanya,

4) Dalam pandangan adat, tidak ada pandangan bahwa

ketentuan adat itu harus disertai dengan syarat yang

menjamin berlakunya dengan jalan mempergunakan

paksaan, apa yang disebut sebagai salah kaprah, yaitu

dengan sebutan hukum adat, tidaklah merupakan hukuman.

Upaya adat dari lahirnya adalah terlihat sebagai adanya

53
Ibid. hal 48.
54
Ibid, hlm 50.

64
penggunaan kekuasaan melaksanakan ketentuan yang

tercantum dalam pedoman hidup yang disebut adat.

Penjelasan oleh Moh. Koesnoe tersebut, merupakan

kebudayaan Indonesia yang mendasari hukum adat yang berlaku.

Hukum adat tersebut merupakan hukum kebiasaan yang berlaku

dikalangan rakyat terbanyak. Akan tetapi, disamping itu berlaku

pula hukum tertulis (perundang-undangan) yang timbul dari

golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan

dan wewenang yang resmi. Hukum perundang-undangan tersebut

harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari

hukum adat agar supaya hukum perundang-undangan tersebut

dapat berlaku efektif.

Budaya masyrakat daerah Tegal Rejo yang menempati

bangunan di garis sempadan sungai, yang mendapatkan toleransi

yang berlebihan, perasaan sungkan, perasaan kasihan kepada orang

lain. Ini menjadikan salah satu kelemahan bagi penegak hukum

dalam melaksanakan tugasnya.

3. Wewenang Penegak Hukum

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan

sebagai dasar dalam setiap negara hukum terutama bagi negara-negara

65
hukum dalam sistem Kontinental. Bagir Manan menyebutkan adanya

kesulitan yang dihadapi oleh hukum tertulis, yaitu55

a. Hukum sebagai bagian dari kehidupan masyarakat mencakup semua

aspek kehidupan yang sangat luas dan kompleks, sehingga tidak

mungkin seluruhnya dijelmakan dalam peraturan perundang-

undangan;

b. Peraturan perundang-undangan sebagai hukum tertulis sifatnya statis

(pada umumnya), tidak dapat cepat mengikuti gerak pertumbuhan,

perkembangan dan perubahan masyarakat yang harus diembannya.

Adanya kelemahan dalam dalam hukum tertulis ini berarti pula adanya

kelemahan dalam penerapan asas legalitas, karena itu penyelenggaraan

kenegaraan dan pemerintahan dalam suatu negara hukum diperlukan

persyaratan lain agar kehidupan kenegaraan, pemerintahan, dan

kemasyarakatan berjalan dengan baik dan bertumpu pada keadilan.

Meskipun asas legalitas mengandung kelemahan seperti yang

disampaikan oleh Bagir Manan diatas, asas legalitas tetap menjadi prinsip

utama dalam setiap negara hukum. Telah disebutkan bahwa asas legalitas

metupakan dasar dalam setiap penyelenggaraan kenegaraan dan

pemerintahan atau dapat dikatakan juga setiap penyelenggaraan

kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu

kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian,

substansi asas legalitas adalah wewenang yakni “Het vermogen tot het

55
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Peraturan Perundang-undangan dalam Pembinaan Hukum
Nasional, (Bandung: Armico, 1987),hlm.16.

66
verrichten van bepaalde rechtshandelingen”, yaitu kemampuan untuk

melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu.

H.D. Stout mengatakan bahwa wewenang adalah pengertian yang

berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai

keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan

penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek hukum publik di dalam

hubungan hukum publik. Goorden berpendapat bahwa wewenang adalah

keseluruhan hak dan kewajiban yang secara explinsit diberikan oleh

pembuat undang-undang kepada subjek hukum publik (“het geheel van

rechten en plichten dat hetzij expliciet door de wetgever aan

publiekrechtelijke rechtssubjecten is toegekend”).56

Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama

dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk

berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak

dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitan dengan otonomi

daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri

(zelfregelen) dan mengelola sendiri (zelfbestturen), sedangkan kewajiban

secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan

pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertikal berarti kekuasaan untuk

menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan negara

secara keseluruhan.57

56
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. RajaGrafindo Persada,Jakarta,2016, hlm.98.

57
Ibid. Hlm.100.

67
Peran pemerintah dalam menjaga dan melestarikan lingkungan

sempadan sungai sangat penting dan sangat dibutuhkan guna mengontrol

dan mengawasi segala kegiatan masyarakat untuk meminimalisir resiko

rusaknya daerah pemanfaatan sungai dan daerah sempadan sungai.

Pengelolaan dan pembinaan pemanfaatan sungai dilaksanakan oleh

Direktur Jenderal, Pemerintah Daerah, dan Badan Hukum tertentu, sesuai

dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing terhadap wilayah

sungai yang bersangkutan.58

Penetapan daerah penguasaan sungai dimaksud agar pejabat yang

berwenang dapat melaksanakan upaya pembinaan sungai seoptimal

mungkin bagi keselamatan umum. Izin pemanfaatan lahan di daerah

manfaat sungai yang beraada pada wilayah sungai yang wewenang

pembinaannya dilimpahkan kepada pemerintah daerah, diberikan oleh

Gubernur kepala daerah dengan rekomendasi teknis dari dinas setelah

berkonsultasi dengan kepala kantor wilayah. Izin pemanfaatan lahan di

daerah manfaat sungai yang berada pada wilayah sungai yang wewenang

pembinaannya dilimpahkan kepada Badan Hukum tertentu dilengkapi

dengan rekomendasi teknis dari Badan Hukum tertentu dan izin diberikan

oleh Gubernur kepala daerah dalam hal sungai yang bersangkutan

mengalir pada satu provinsi dan Direktur Jenderal atas nama menteri

58
Pasal 13 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan
Sungai, Daerah Pemanfaatan Sungai, Daerah Penguasa Sungai dan Bekas Sungai.

68
dalam hal sungai yang bersangkutan mengalir pada lebih dari satu

provinsi.59

Penetapan garis sempadan sungai dilakukan oleh Menteri untuk

wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah

sungai strategis nasional; Gubernur untuk menentukan gasris sempadan

sungai pada wilayah sungai lintas Kabupaten/Kota; dan Bupati/Walikota,

untuk sungai pada wilayah sungai dalam satu Kabupaten/Kota.60

Pengawasan atas pemanfaatan daerah sempadan ditunjukan untuk

menjamin tercapainya kesesuaian pelaksanaan pemanfaatan daerah

sempadan sungai dan pemanfaatan daerah sempadan sungai dengan

ketentuan-ketentuan yang berlaku. Pengawasan tersebut dilakukan oleh

Menteri, Gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan wewenang dan

tanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya air dengan melibatkan

peran masyarakat.61

C. Bangunan di Garis Sempadan Sungai

1. Pengertian Garis Sempadan Sungai dan Daerah Sempadan Sungai

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 1 Nomor 38 Tahun

2011 tentang Sungai, sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau

59
Pasal 14 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan
Sungai, Daerah Pemanfaatan Sungai, Daerah Penguasa Sungai dan Bekas Sungai.
60
Pasal 13 Peraturan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau
61
Pasal 25 Peraturan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau

69
buatan berupa jaringan pengairan air beserta air didalamnya, mulai dari

hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh Garis Sempadan.

Garis Sempadan adalah garis batas luar pengaman yang telah

ditetapkan dalam mendirikan bangunan dan/atau pagar yang ditarik pada

jarak tertentu dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi

saluran, kaki tanggul, tepi rawa atau rawa, tepi waduk atau danau, tepi

mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik dan pipas gas, dan

sebagainya menyesuaikan jenis sempadan yang dicantumkan. Dimana

pada bagian luas garis sempadan pemilik tanah tidak diperkenanan

menidrikan bangunan dengan jarak yang ditelah ditentukan oleh pihak

yang berwenang.62

Garis Sempadan Sungai adalah garis batas luar pengamanan sungai.

Daerah sempadan sungai sangat penting, yang dimana daerah tersebut

merupakan ekologi sekaligus hidrologi sungai. Pengamanan sungai

merupakan segala usaha dan tindakan yang dilakukan untuk melindungi,

mengamankan, dan melestarikan fungsi serta lingkungannya termasuk

pembangunan pengarian dan pembangunan umum lain yang terdapat pada

sekitar lingkungan sungai. Garis sempadan sungai sering tertukar dengan

bantaran sungai, jika bantara sungai hanya memperlihatkan daerah

bantaran sungai saat banjir (flood plain), maka sempadan sungai

memperlihatkan daerah bantara sungai ditambah dengan daerah longsor

62
Kamus Tata Ruang, terdapat dalam http://kamustataruang.com/?s=garis+sempadan. diakses
tanggal 26 Oktober 2018.

70
tebing sungai yang mungkin terjadi. Garis sempadan sungai ini diciptakan

untuk menjamin kelestarian dan fungsi sungai, serta menjaga masyarakat

dari bahaya bencana di sekitaran sungai.63

Pasal 3 ayat (1) Peraturan Mentri Pekerjaan Umum Nomor

63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan Sungai, Daerah Pemanfaatan

Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai, penetapan garis

sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan perlindungan,

pengembangan, penggunaan, dan pengendalian atas sumber daya yang ada

pada sungai dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya. Tujuan dari

penetapan garis sempadan yakni agar fungsi sungai tidak terganggu

dengan aktifitas yang berkembang di sekitarnya, agar kegiatan

pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai sumber daya yang ada di sungai

dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus menjaga fungsi sungai,

agar daya rusak air terhadap sungai dan lingkungannya dapat dibatasi.

Peraturan Mentri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis

Sempadan dan Sungai, Daerah Pemanfaatan Sungai, Daerah Penguasaan

Sungai dan Bekas Sungai menyampaikan bahwa terdapat aturan jarak

minimal bangunan fisik yang ada pada daerah sempadan maupun badan

sungai terkait dengan garis sempadan sungai, daerah manfaat sungai,

daerah penguasaan sungai, dan bekas sungai. Batas area sungai dan daerah

manfaat sungai didefinisikan sebagai sungai bertanggul dan tak

bertanggul. Sebagai sungai bertanggul yang berada di wilayah garis

63
Ibid.

71
sempadan sungai dengan jarak 3 (tiga) meter dari tepi tanggul luar dan di

wilayah luar kawasan kota 5 (lima) meter dari tepi tanggul luar. Kemudian

sempadan sungai tak bertanggul diwilayah kota memiliki jarak 10

(sepuluh) meter dari tepi tanggul dan di wilayah luar kota adalah 15

(limabelas) meter dari tepi kota.64

Sempadan sungai sebagai mana yang telah dijelaskan sebelumnya

berfungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan,

agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu. Dalam hal

di dalam sempadan sungai terdapat tanggul untuk mengendalikan banjir,

ruang antara tepi palung sungai dan tepi dalam kaki tanggul merupakan

bantaran sungai. Meliputi ruang di kiri dan kanan palung sungai di antara

garis sempadan dan tepi palung sungai untuk sungai tidak bertanggul, atau

di antara garis sempadan dan tepi luar kaki tanggul untuk sungai

bertanggul. Garis sempadan yang dimaksud diatas ditentukan pada:65

a. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan;

b. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan;

c. Sungai bertanggul di dalam kawasan peerkotaan;

d. Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan;

e. Sungai yang terpengaruh pasang air laut;

f. Danau paparan banjir; dan

g. Mata air.

64
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan Sungai,
Daerah Pemanfaatan Sungai, Daerah Penguasa Sungai dan Bekas Sungai.
65
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai

72
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik

Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan

Sungai dan Garis Sempadan Danau menentukan garis sempadan sungai

tidak bertanggul dalam kawasan perkotaan, yaitu66

a. paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan

palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai

kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter,

b. paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan

palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai

lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter, dan

c. paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan kanan

palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai

lebih dari 20 (dua puluh) meter.

Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan terdiri dari, sungai

besar dengan luas daerah aliran sungai lebih dari 500 Km2 dan sungai kecil

dengan luas daerah aliran sungai kurang dari atau sama dengan 500 Km2.

Garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan

ditentukan paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi kiri dan

kanan palung sungai sepanjang alur sungai. Sedangkan garis sempadan

sungai kecil tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling

66
Pasal 5 Peraturan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau

73
sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung

sungai sepanjang alur sungai.67

Sementara itu Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan

perkotaan sebagai mana yang di maksud dalam Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor

28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis

Sempadan Danau ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi

luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.68 Garis sempadan sungai

bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 5

(lima) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.69

2. Penetapan Garis Sempadan Sungai

Penetapan garis sempadan sungai sebagai upaya agar kegiatan

perlindungan, pengembangan, penggunaan, dan pengendalian atas sumber

daya yang ada pada sungai.70 Penetapan tersebut dengan tujuan agar fungsi

sungai tidak terganggu oleh aktifitas yang berkembang di sekitarnya, agar

kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya

yang ada di sungai dapat memberikan hasil secara optimal sekaligus

67
Pasal 6 Peraturan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau
68
Pasal 7 Peraturan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau
69
Pasal 8 Peraturan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau
70
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis
Sempadan dan Sungai, Daerah Pemanfaatan Sungai, Daerah Penguasa Sungai dan Bekas
Sungai.

74
menjaga fungsi sungai, serta agar daya air sungai dan lingkungannya dapat

dibatasi.71

Penetapan garis sempadan sungai dalam Pasal 4 Peraturan Mentri

Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan

Sungai, Daerah Pemanfaatan Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan

Bekas Sungai terdapat ketentuan,72 yang dimana untuk sungai-sungai yang

menjadi kewenangan Menteri batas garis sempadan sungai ditetapkan

dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan Direktur Jenderal. Untuk

sungai-sungai yang dilimpahkan kewenanangannya kepada Pemerintah

Daerah dimana batas garis sempadan sungai yang ditetapkan dengan

peraturan daerah yakni berdasarkan usulan dari Dinas. Untuk sungai-

sungai yang dilimpahkan kewenanangannya pengelolaannya kepada

Badan hukum tertentu maka batas garis sempadan sungai ditetapkan

dengan Peraturan Menteri berdasarkan usulan dari Badan Hukum tertentu

yang bersangkutan.

Garis Sempadan Sungai ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau

Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Penetapan garis

sempadan di lakukan berdasarkan kajian penetapan garis sempadan

dengan memperhatikan mempertimbangkan karakteristik geomorfologi

sungai, kondisi sosial budaya masyarakat setempat, serta memperhatikan

jalan akses bagi peralatan, bahan, dan sumber daya manusia untuk

71
Ibid. Pasal 3 ayat (2)
72
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan Sungai,
Daerah Pemanfaatan Sungai, Daerah Penguasa Sungai dan Bekas Sungai.

75
melakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai. Dalam menetapkan

Garis Sempadan sungai memuat paling sedikit mengenai batas ruas sungai

yang ditetapkan, letak garis sempadan, serta rincian jumlah dan jenis

bangunan yang terdapat di dalam sempadan. Kajian penetapan garis

sempadan sungai tersebut dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Menteri,

Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangan dalam pengelolaan

sumber daya air, serta beranggotakan wakil dari instansi teknis dan unsur

masyarakat.73

Pelaksanaan ketentuan dalam penetapan garis sempadan sungai dengan

melakukan kegiatan-kegiatan yang melakukan survei terlebih dahulu untuk

melihat kondisi lingkungan yang akan ditetapkan garis sempadan sungai.

Kemudian menentukan dimensi penampang sungai berdasarkan rencana

pembinaan sungai yang bersangkutan, dari hasil survei untuk sungai-

sungai yang tidak jelas tepinya.74

Penetapan Garis sempadan sungai dibedakan sebagai sungai

bertanggul yang berada di wilayah garis sempadan sungai dengan jarak 3

(tiga) meter dari tepi tanggul luar dan di wilayah luar kawasan kota 5

(lima) meter dari tepi tanggul luar. Kemudian sempadan sungai tak

bertanggul di wilayah kota memiliki jarak 10 (sepuluh) meter dari tepi

73
Pasal 14 Peraturan Mentri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau
74
Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis
Sempadan dan Sungai, Daerah Pemanfaatan Sungai, Daerah Penguasa Sungai dan Bekas
Sungai.

76
tanggul dan di wilayah luar kota adalah 15 (limabelas) meter dari tepi

kota.75

3. Sanksi Terhadap Bangunan di Garis Sempadan Sungai

Salah satu instrumen pengaturan dan pengawasan yang sangat penting

dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup adalah penjatuhan sanksi

administrasi. Penerapan sanksi adminitrasi adalah merupakan knsekuensi

lanjutan dari tindakan pengawasan pengelolaan lingkungan hidup.

Penegakan sanksi administrasi merupakan bagian integral dari

penyelesaian masalah lingkungan melalui instrumen hukum administrasi

lingkungan. Penyelesaian tersebut bertujuan agar pembuatan atau

pengabaian yang melanggar hukum atau tidak memenuhi persyaratan,

berhenti atau mengembalikan kepada keadaan semula. Oleh karena itu,

fokus dari penerapan sanksi administratif adalah perbuatannya, sedangkan

sanksi dari hukum pidana adalah orangnya.76 Di sini harus dibedakan

dengan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (administrative judicial

decesion). Sanksi administrasi didefinisikan sebagai suatu tindakan hukum

(legal acetion) yang diambil pejabat tata usaha negara yang bertanggung

jawab atas pengelolaan lingkungan hidup atas pelanggaran persyaratan

lingkungan.77

75
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan dan Sungai,
Daerah Pemanfaatan Sungai, Daerah Penguasa Sungai dan Bekas Sungai.
76
Mukhlish dan Mustafa Lutfi, Hukum Administrasi Lingkungan Kontemporer, Setara Press,
Malang: 2010. Hlm.139
77
Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Greafika, Pekanbaru: 2009.
Hlm. 101

77
Penerapan hukum dipandang sebagai sistem administrasi yang

mencangkup interaksi dengan penegak hukum yang melakukan berupa

tindakan administratif, sehingga proses penegakan administrasi harus

memperlihatkan prosedur yang menjadikan prasyarat dalam mengambil

tindakan hukum administrasi. Sanksi administrasi menurut Undang-

undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (UUPPLH) Pasal 76-83 bahwa sanksi administrasi

terdiri dari:78

a. Teguran tertulis,

b. Paksaan pemerintah,

c. Pembekuan izin lingkungan, dan

d. Pencabutan izin lingkungan.

Demi menjaga keamanan dan kelancaran fungsi sungai sangat

diperlukannya Garis sempadan sungai, selain itu pula garis sempadan

sungai juga perlu diperhatikan agar tidak terganggu dengan aktifitas

lingkungannya. Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat

sosial dan kemasyarakatan yang tidak menimbulkan dampak merugikan

bagi kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai. Setiap

pelanggaran akan ada konsekuensinya, begitu pula dengan pelanggaran

yang dilakukan dalam mendirikan bangunan di garis sempadan sungai.

Dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

78
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH) Pasal 76-83

78
Bangunan Gedung bahwa setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak

memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau

penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam undang-

undang ini dikenal sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.

UUPLH memungkinkan Gubernur/Bupati dan/atau Walikota

melakukan paksaan pemerintah79 untuk mengawasi dan memaksakan

penataan oleh pemilik kegiatan dan/atau usaha atas persyaratan

lingkungan, baik yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan

maupun yang ditetapkan dengan ijin. Paksaan pemerintah yang dimaksud

dapat berupa pemerintah kepada pemilik kegiatan dan/atau usaha untuk

mencegah dan mengakhiri terjadi pelanggaran. Di samping paksaan

pemerintah sanksi administrasi bisa juga berupa pencabutan ijin khususnya

untuk pelanggaran tertentu.80

Sanksi administratif dapat berupa peringatan tertulis, pembatasan

kegiatan pembangunan, penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan

pelaksanaan pembangunan, penghentian sementara atau tetap pada

pemanfaatan bangunan gedung, pembekuan izin mendirikan bangunan

gedung, pencabutan izin mendirikan bangunan gedung, pembekuan

sertifikat laik fungsi bangunan gedung, pencabutan sertifikat laik fungsi

bangunan gedung, atau perintah pembongkaran bangunan gedung. Selain

pengenaan sanksi administratif sebgaimana yang dimaksud tersebut dapan

79
UUPLH, op. Cit., Pasal 25
80
Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Greafika, Pekanbaru: 2009.
Hlm. 101

79
dikenai sanksi denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai

bangunan yang sedang atau telah dibangun. Pengenaan sanksi-sanksi

tersebut ditentukan oleh berat dan ringannya pelanggaran yang

dilakukan.81

Pembongkaran bangunan pun dilakukan oleh pihak Balai Besar

Wilayah Sungai Serayu Opak dengan prosedur yang sudah ada. Adapun

prosedut tersebut, pertama dengan memberikan surat teguran tahap

pertama yang diberikan kepada pemilik atau penghuni bangunan yang

berada di daerah sempadan sungai dengan memberikan penjelasan

mengenai kesalahan yang telah dilakukan. Kedua memberikan surat

peringatan kedua dan sekaligus meminta untuk masyarakat yang tidak

memiliki lahan lebih luas sehingga tidak bisa memundurkan bangunannya

pindah ke rumah susun yang telah disediakan oleh pemerintah daerah.

Ketiga, apabila pemilik bangunan tersebut sudah menerima peringatan

pertama dan kedua masih tetap tidak mau membongar bangunan yang

berada didaerah sempadan sungai maka dengan bantuan Satuan Polisi

Pamong Praja Kota Yogyakarta, pemerintah daerah harus melakukan

pembongkaran paksa terhadap bangunan tersebut. 82

81
Pasal 45 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
82
Wawancara dengan bapak Bambang selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Besar
Serayu Opak Yoyakarta.

80
D. Bangunan Di Garis Sempadan Sungai Dalam Pandangan Islam

Al-Qur’an sebagai kitab dari agama yang telah disempurnakan oleh

Allah.83 Al-Qur’an yang dimana telah dirukan oleh Allah SWT kepada Nabi

Muhammad SAW tidak hanya memuat pokok-pokok pembahasan mengenai

manusia, akan tetapi hampir segala aspek kehidupan terkandung didalamnya.

Sementara itu, Islam juga memberikan pengajaran pada segala hal meliputi

petunjuk, tanda-tanda, kisah para nabi, hubngan antara manusia dengan Allah,

manusia dengan manusia, manusia dengan hewan, hingga manusia dengan

alam beserta makhluk lainnya, dan sebagainya. Hubungan antara Manusia

dengan alam atau lingkungan dalam pandangan islam ialah salah satu dalam

pembahasan berikut.

Lingkungan hidup merupakan satu kesatuan sistem dan memiliki

hubungan yang sangat banyak dengan penghuni, banyak interaksi, dan banyak

korelasi, terutama dengan manusia. Lingkungan hidup menurut pandangan

islam tidak terlepas dari proses penciptaan Allah SWT yang tidak secara

kebetulan. Kejadian alam semesta yang sistematik mengarahkan manusia agar

mampu menghayati wujud, keesaan, dan kebesaran Allah SWT.

Perilaku manusia yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya sebagaimana Firman

Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh ayat 164

83
Al-Qur’an Karim, Universitas Islam Indonesia Press, 2014, Al-Maidah ayat 3.

81
Artinya “sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih

bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa

yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa

air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) nya dan dia

sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin da awan yang

dikendalikan antara langit dan bumi”.

Manusia dalam kehidupan ini bukanlah bertindak sebagai mahkluk tunggal

yang hidup di muka bumi ini. Oleh karenanya manusia tidak dapat hidup

sendirian, sehingga manusia bergantung dengan makhluk lainnya dan seperti

yang telah diuraikan sebelumnya manusia hidup berdampingan dengan

makhluk lain dalam lingkungan sekitarnya. Baik dengan lingkungan biotik

seperti hewan, tumbuhan, dan jasad renik maupun dengan lingkugan abiotik

misalnya gunung, sungai, hutan dan sebagainya. Sehingga terbentuklah relasi-

relasi yang diantaranya karena terdapat interaksi antara satu dengan yang

lainnya. Terkait pernyataan tersebut Otto Soemarwoto menegaskan bahwa

hubungan antara manusia dengan makhluk lainnya tersebut bukanlah sebatas

kawan hidup yang hidup bersama secara netral dan pasif, melainkan hidup

82
manusia itu terikat erat dengan mereka. Bahkan, tanpa mereka manusia tidak

bisa hidup.84

Ketika manusia memikirkan tentang kehidupan yang dilakukan sehari-

harinya membuktikan bahwa pernyataan Otto Soemarwoto mengenai

hubungan manusia dengan makhluk lainnya benar dan terjadi dalam

kehidupan manusia yang sesungguhnya.85 Misalnya, manusia membutuhkan

oksigen untuk bernafas dan tetap hidup, sementara oksigen tersebut

dihasilkan dari suatu tumbuhan. Kemudian, manusia memiliki rasa lapar

sehingga manusia membutuhkan makanan untuk mengatasi rasa laparnya, dan

hampir keseluruhan manusia memenuhi kebutuhan makannya dengan adanya

hewan dan buah-buahan. Tidak hanya itu saja manusia juga membutuhkan air

untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya misalnya minum, mandi, mencuci,

dan sebagainya.

Allah SWT berfirman dalam Q.S Al Mulk ayat 15,

Artinya “Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka

berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rizekiNya.

Dan hanya kepadaNya lah kamu (kembali setelag) dibangkitkan.”86 Ibnu

84
Otto Soermarwoto. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pengembangan, Djambatan. Jakarta, 2004.
hlm.51
85
Ibid, hlm 51
86
Al-Qur’an Karim, Universitas Islam Indonesia Press, 2014, Al-Mulk ayat 15.

83
Katsir dalam tafsirannya menegaskan bahwa hal ini merupakan kenikmatan

yang Allah berikan bagi makhlukNya dengan menyediakan bumi bagi mereka

dan mendatangkannya untuk mereka, dimana Dia membuatnya sebagai tempat

menetap dengan tenang, Dia alirkan air di dalamnya dari mata air, serta Dia

sediakan pula di dalamnya berbagai manfaat, tempat bercocok tanam dan

buah-buahan. Maka bertebaranlah kalian di segala penjurunya untuk

menjalankan berbagai macam usaha yang sama sekali tidak bertentangan

dengan ketentuanNya.

Hubungan antara manusia dengan lingkungan seharunya besifat

mutualistik, dimana hubungan yang seharusnya saling menguntungkan semua

pihak, diamana manusia mendapat manfaat dari lingkungan dan lingkungan

hidup juga mendapat perhatian dan pemelihatraan dari manusia yang bertujuan

agar lingkungan dapat terjaga kelestariannya.

Pengelolaan lingkungan hidup adalah pemanfaatan dan peningkatan

kualitas lingkungan hidup yang dibebankan kepada manusia sebab Allah SWT

telah mencitakan manusia dari bumi (tanah) dan menjadikan manuisa sebagai

pemakmurnya. Pesan atau amanat Allah SWT yang di bebankan kepada

manusia ialah memakmurkan bumi ini dengan kemakmuran yang mencakup

segala bidang, menegakkan masyarakat insani yang sehat dan membina

peradaban insani yang menyeluruh, mencakup semua segi kehidupan sehingga

dapat mewujudkan keadilan hukum ilahi di bumi tanpa paksaan dan

kekerasan, tapi dengan pelajaran dan kesadaran sendiri dari manusia itu

sendiri. Dengan demikian agar dapat menjaga hubungan manusia dengan

84
lingkungan hidup dan mempertahankan produktivitas, menjaga lingkungan,

menhindari perusakan demi generasi penerus yang mewarisi lingkungan hidup

beserta aneka sumber dayanya.

Kerusakan lingkungan di daerah sempadan sungai yang terjadi merupakan

akibat dari kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia. Dengan adanya campur

tangan manusia yang memanfaatkan daerah sempadan sungai untuk

mendirikan bangunan sebagai tempat tinggalnya, yang dimana perbuatan

tersebut sangat mengganggu fungsi dari sempadan sungai salah satunya guna

untuk melakukan aktivitas menjaga kebersihan sungai. Tidak hanya itu

manusia sendiri atau masyarakat yang mendirikan bangunan di daerah

sempadan sungai cenderung kan membuang sampah dan limbah di sungai

sehingga membuat sungai menjadi tercemar dan nantinya akan menimbulkan

bencana banjir jika terjadi hujan lebat di hulu sungai. Hal tersebut telah

disampaikan dalam Ar Rum ayat 41-42 yang berbunyi :

Artinya : telah nampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan karena

perbuatan tangan manusia, agar mereka merasakan sebahagian dari

(akibat)perbuatan mereka, agar mereka kembalin (ke jalan yang benar).

Katakanlah : Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah

85
bagaimana kesudahan orang-orang yang mempersekutukan (Allah)”. Dalam

ayat tersebut sudah jelas bahwa kerusakan meluas di daratan dan lautan akibat

dari tangan manusia Allah akan mengenakan sebagian siksa dari tindakan

mereka dan mestinya mereka sadar tidak meneruskan dosanya yang merusak

lingkungan yang kemudia bertobat.87

87
Al-Qur’an Karim, Universitas Islam Indonesia Press, 2014, Ar Ruum ayat 41.

86

Anda mungkin juga menyukai